TINJAUAN PUSTAKA
3
2.1.2. Fisiologi Hormon Tiroid
Sintesis dan sekresi hormon tiroid terdiri atas proses kompleks. Sel-sel
folikular mengambil ion iodida di darah dan mensintesis tiroglobulin. Kemudian
ion iodida akan dioksidasi menjadi iodine. Iodine akan bereaksi dengan tirosin
membentuk monoiodotirosin (T1), dan iodinisasi kedua akan menghasilkan
diiodotirosin (T2). Setelah itu, akan terjadi penggabungan antara T1 dan T2
membentuk triiodotirosin (T3), dan penggabungan T2 dan T2 membentuk
tetraiodotirosin (T4). Kemudian T3 dan T4 akan disekresikan ke dalam darah, dan
ia akan berikatan dengan protein transpor yang dikenal dengan thyroxine-binding
globulin (TBG).5,6 Regulasi fungsi hormon tiroid diatur oleh 2 hormon, yaitu:
4
TSH mempunyai banyak aksi pada sel tiroid. Sebagian besar dari aksinya
diperantarai melalui sistem G protein-adenilil siklase-cAMP, tetapi aktivasi dari
sistem fosfatidilinositol (PIP2) dengan peningkatan dari kalsium intraselular dapat
juga terlibat. Aksi utama dari TSH antara lain : mempengaruhi perubahan
morfologi sel tiroid; pertumbuhan sel; metabolisme Iodin; peningkatan mRNA
untuk tiroglobulin dan peroksidase tiroidal dengan suatu peningkatan pemasukan I
ke dalam MIT, DIT, T3 dan T4; peningkatan aktivitas lisosomal, dengan
peningkatan sekresi T4 dan T3 dari kelenjar; serta stimulasi dari ambilan glukosa,
konsumsi oksigen, produksi CO2, dan suatu peningkatan dari oksidase glukosa
via lintasan heksosemonofosfat dan siklus Krebs.6
1. Perkembangan Janin
Sistem TSH tiroid dan hipofisis anterior mulai berfungsi pada janin manusia
sekitar 11 minggu. Sebelum saat ini, tiroid janin tidak mengkonsentrasikan Iodida.
Karena kandungan plasenta yang tinggi dari deiodinase-5 tipe 3, sebagian besar
T3 dan T4 maternal diinaktivasi dalam plasenta, dan sangat sedikit sekali hormon
bebas mencapai sirkulasi janin. Walaupun sejumlah pertumbuhan janin terjadi
tanpa adanya sekresi hormon tiroid janin, perkembangan otak dan pematangan
skeletal jelas terganggu, menimbulkan kretinisme (retardasi mental dan
dwarfisme/cebol).6
5
konsumsi O2 hewan saat istirahat) dan peningkatan kepekaan terhadap panas pada
hipertiroidisme. Hormon tiroid juga menurunkan kadar dismutase superoksida,
menimbulkan peningkatan pembentukan radikal bebas anion superoksida. Hal ini
dapat berperan pada timbulnya efek mengganggu dari hipertiroidisme kronik.7
3. Kardiovaskular
T3 merangsang transkripsi dari rantai berat α miosin dan menghambat rantai
berat β miosin, memperbaiki kontraktilitas otot jantung. T3 juga meningkatkan
transkripsi dari Ca2+ ATPase dalam retikulum sarkoplasmik, meningkatkan
kontraksi diastolik jantung, mengubah isoform dari gen Na+-K+ ATPase gen, dan
meningkatkan reseptor adrenergik-beta dan konsentrasi protein G. Dengan
demikian, hormon tiroid mempunyai efek inotropik dan kronotropik yang nyata
terhadap jantung. Hal ini merupakan penyebab dari peningkatan nadi yang nyata
pada hipertiroidisme dan kebalikannya pada hipotiroidisme.6
4. Simpatik
Hormon tiroid meningkatkan jumlah reseptor adrenergik-beta dalam otot
jantung, otot skeletal, jaringan adiposa, dan limfosit. Hormon tiroid juga
menurunkan reseptor adrenergik-alfa miokardial, serta dapat memperbesar aksi
katekolamin pada tempat pascareseptor. Sehingga, kepekaan terhadap
katekolamin meningkat dengan nyata pada hipertiroidisme, dan terapi dengan
obat-obatan penyekat adrenergik-beta dapat sangat membantu dalam
mengendalikan takikardia dan aritmia.6,7
5. Paru-paru
Hormon tiroid mempertahankan dorongan hipoksia dan hiperkapne normal
pada pusat pernapasan. Pada hipotiroidisme berat, terjadi hipoventilasi, terkadang
memerlukan ventilasi bantuan.7
6. Hematopoetik
Peningkatan kebutuhan selular akan O2 pada hipertiroidisme menyebabkan
peningkatan produksi eritropoietin dan peningkatan eritropoiesis. Namun, volume
darah biasanya tidak meningkat karena hemodilusi dan peningkatan penggantian
6
eritrosit. Hormon tiroid meningkatkan kandungan 2,3-difosfogliserat eritrosit,
memungkinkan peningkatan disosiasi O2 hemoglobin dan meningkatkan
penyediaan O2 kepada jaringan. Keadaan yang sebaliknya terjadi pada
hipotiroidisme.7
7. Gastrointestinal
Hormon tiroid merangsang motilitas usus, yang dapat menimbulkan
peningkatan motilitas dan diare pada hipertiroidisme dan memperlambat transit
usus serta konstipasi pada hipotiroidisme. Hal ini juga menyumbang pada
timbulnya penurunan berat badan yang sedang pada hipertiroidisme dan
pertambahan berat pada hipotiroidisme.7
8. Skeletal
Hormon tiroid merangsang peningkatan penggantian tulang, meningkatkan
resorpsi tulang, dan pembentukan tulang. Dengan demikian, hipertiroidisme dapat
menimbulkan osteopenia yang bermakna, dan pada kasus berat, hiperkalsemia
sedang, hiperkalsiuria, dan peningkatan ekskresi hidroksiprolin urin dan
hubungan-silang pyridinium.7
9. Neuromuskular
Walaupun hormon tiroid merangsang peningkatan sintesis dari banyak
protein struktural, pada hipertiroidisme terdapat peningkatan penggantian protein
dan kehilangan jaringan otot atau miopati. Hal ini dapat berkaitan dengan
kreatinuria spontan. Terdapat juga suatu peningkatan kecepatan kontraksi dan
relaksasi otot, secara klinik diamati adanya hiperefleksia pada hipertiroidisme atau
sebaliknya pada hipotiroidisme. Hormon tiroid penting untuk perkembangan dan
fungsi normal dari susunan saraf pusat, dan hiperaktivitas pada hipertiroidisme
serta kelambanan pada hipotiroidisme dapat mencolok.7
7
kadar kolesterol menurun dengan aktivitas tiroid yang berlebihan. Sebaliknya,
kadar kolesterol meningkat pada hipotiroidisme.7
11. Endokrin
Hormon tiroid meningkatkan pergantian metabolik dari banyak hormon dan
obat-obatan farmakologik. Contohnya, waktu-paruh dari kortisol adalah sekitar
100 menit pada orang normal, sekitar 50 menit pada pasien hipertiroid, sekitar 150
menit pada pasien hipotiroid. Kecepatan produksi kortisol akan meningkat pada
pasien hipertiroid; dengan fungsi adrenal normal sehingga mempertahankan suatu
kadar hormon sirkulasi yang normal. Namun, pada seorang pasien dengan
insufisiensi adrenal, timbulnya hipertiroidisme atau terapi hormon tiroid dari
hipotiroidisme dapat mengungkapkan adanya penyakit adrenal. Ovulasi dapat
terganggu pada hipertiroidisme maupun hipotiroidisme, menimbulkan infertilitas,
yang dapat dikoreksi dengan pemulihan keadaan eutiroid. Kadar prolaktin serum
meningkat sekitar 40% pada pasien dengan hipotiroidisme, kemungkinan suatu
manifestasi dari peningkatan pelepasan TRH; hal ini akan kembali normal dengan
terapi T4.6,7
2.2.2 Epidemiologi
Prevalensi hipotiroid kongenital di dunia mendekati 1:3000 dengan
prevalensi tinggi sekali pada daerah yang kekurangan yodium yaitu sekitar 1:900.
Di Indonesia hasil skrining bayi dengan hipotiroid kongenital mencapai 1 dari
4.305 bayi lahir hidup. Pada sindrom Down, insiden hipotiroid kongenital lebih
8
tinggi, yaitu 1:141. Perempuan memiliki prevalensi lebih besar dibandingkan laki-
laki yaitu 2:1.8,9
2.2.3. Etiologi9
Penyebab terjadinya hipotiroid kongenital adalah kekurangan hormon
tiroid pada bayi baru lahir oleh karena kelainan pada kelenjar tiroid seperti tidak
adanya kelenjar tiroid (aplasia), kelainan struktur kelenjar (displasia, hipoplasia),
lokasi abnormal (kelenjar ektopik) atau ketidakmampuan mensintesis hormon
karena gangguan metabolik kelenjar tiroid (dishormonogenesis). Kelainan
tersebut dapat terjadi di kelenjar tiroid sehingga disebut hipotiroid kongenital
primer, dan jika terjadi di otak (hipofisis atau hipotalamus) maka disebut
hipotiroid sekunder atau tersier. Kekurangan hormon tiroid juga dapat bersifat
sementara (transient) seperti pada keadaan defisiensi yodium, bayi prematur
maupun penggunaan obat antitiroid yang diminum ibu.
Berbagai penelitian tentang hipotiroid kongenital telah dilakukan seperti
adanya keterkaitan dengan adanya mutasi pada beberapa gen antara lain mutasi
pada gen NIS yang secara aktif mengatur transpor yodida ke dalam sel folikel
tiroid, mutasi pada gen tiroid peroksidase (TPO), dimana enzim tiroid peroksidase
berperan penting pada biosintesis hormon tiroid, adanya mutasi homozigot pada
ekson 7 gen tiroglobulin, mutasi pada gen yang mengontrol faktor transkripsi,
serta mutasi pada gen tirotropin subunit beta.
2.2.4. Patogenesis9
Kelenjar tiroid mulai berkembang pada umur 24 hari gestasi sebagai suatu
divertikulum, yaitu suatu pertumbuhan dari endoderm pada bucopharyngeal
cavity. Kelenjar tiroid yang berkembang turun pada leher anterior, pada brachial
pouches ke-4 dan mencapai posisi orang dewasa setinggi C5-7 pada minggu ke-7
gestasi. Proses migrasi dari faring posterior ke leher anterior ini dapat terhanti
yang mengakibatkan timbulnya kelenjar tiroid ektopik.
Pada umur gestasi 10-11 minggu. Kelenjar tiroid fetal sudah mampu
menghasilkan hormon tiroid, namun kadarnya masih sedikit. Saat gestasi 18-20
9
minggu, kadar T4(tiroksin) dalam sirkulasi fetus sudah mencapai kadar normal,
pada mas ini aksis pituitari-tiroid fetal secara fungsional sudah bebas dari
pengaruh aksis pituitari-tiroid maternal. Produksi T3 (triiodotironin) tergantung
dari maturasi enzim deiodinase hepar, yaitu sekitar umur 30 minggu gestasi.
Kelenjar tiroid memerlukan tirosin tirosin dan iodium untuk membuat T4
dan T3, iodium masuk ke dalam sel folikel kelenjar tiroid dengan cara transport
aktif. Di dalam sel, iodium akan dioksidasi oleh enzim tiroid peroksidase menjadi
iodida. Kemudian terjadi organifikasi, yaitu iodida akan berikatan dengan molekul
tirosin sehingga terbentuk monoiodotirosin (MIT) dan diiodotirosin (DIT).
Kemudian terjadi proses coupling. Dua molekul DIT akan membentuk
tetraiodotironin=tiroksin (T4) dan satu molekul MIT dengan satu molekul DIT
akan membentuk triiodotironin (T3). Tiroglobulin dengan T3 dan T4 berikatan
dan disimpan dalam lumen folikel. TSH akan mengaktifkan enzim-enzim yang
dibutuhkan untuk melepaskan ikatan T3 dan T4 dari tiroglobulin. T4 merupakan
hormon utama yang diproduksi dan dilepaskan oleh kelenjar tiroid dan hanya 10-
40% dari T3 dalam sirkulasi yang dilepaskan oleh kelenjar tiroid, sedangkan
sisanya dihasilkan dari proses monodeiodonisasi dari T4 di kelenjar perifer.
T3 merupakan mediator utama yang mempunyai efek biologis dari
kelenjar tiroid dengan mengadakan interaksi dengan receptor nuclear specific.
Bila terjadi abnormalitas dari reseptor tersebut mengakibatkan terjadinya hormon
tiroid resisten. Pemeriksaan T3 dilakukan apabila dicurigai adanya resisten
hormon tiroid yaitu ditemukannya gejala klinis hipotiroid namun kadar T4 dan
TSH normal, serta dibuktikan tidak adanya kelainan kadar T3.
Pengaruh kadar hormon tiroid ibu terhadap fetus sangat minimal, tapi
penyakit tiroid ibu dapat mempengaruhi fungsi kelenjar tiroid fetus atau neonatus.
Hormon T4 dapat melewati plasenta secara bebas, sedangkan hormon-hormon
tiroid lain tidak. Autoantibodi IgG pada ibu penderita tiroiditis autoimun dapat
melewati plasenta dan akan menghambat fungsi kelenjar tiroid fetus. Tiamin yang
dipakai untuk terapi hipotiroid dapat memblok sintesis hormon tiroid fetal, tapi
kebanyakan hal ini bersifat transien. Iodium radioaktif yang dipakai ibu hamil
akan merusak kelenjar tiroid fetus secara permanen. Obat-obat lain yang
10
mempengaruhi kelenjar tiroid antara lain litium, estrogen, testosteron, salisilat,
dan antikonvulsan (karbamazepin, fenobarbital, difenilhidantoin, fenitoin).
Hormon tiroid memberikan efek yang luas pada pertumbuhan,
perkembangan dan metabolisme, termasuk perubahan konsumsi oksigen,
metabolisme protein, karbohidrat, lipid dan vitamin. Hormon tiroid diperlukan
untuk pertumbuhan otak dan proses mielinisasi dari sistem konektivitas jaringan
saraf. Periode kritis terbesar untuk perkembangan otak akan dipengaruhi
hipotiroid, yaitu pada beberapa minggu atau bulan setelah lahir.
11
disability/retardasi mental), gangguan pendengaran dan dekompensasi kordis.
Keterlambatan pemberian terapi setiap satu bulan akan menurunkan IQ 1 poin.
2.2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis hipotiroid kongenital adalah berdasarkan gejala
klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium. Apabila diagnosis hanya didasarkan
pada gejala klinis saja maka diagnosis akan terlambat 6-12 minggu atau lebih,
sehingga diperlukan pemeriksaan laboratorium yang mendukung.8
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan antara lain pemeriksaan darah
rutin/darah perifer dan fungsi tiroid (TSH, T4 total/TT4 atau T4 bebas/fT4).
Kadar TSH normal di bawah 20-25µU/ml setelah 24 jam pertama kehidupan. Bila
kadar TSH antara 25-50 µU/ml maka perlu evaluasi lebih lanjut seperti kadar T4.
Bila kadar TSH > 50 µU/ml kemungkinan hipotiroid kongenital sangat besar.
Kadar TSH yang sangat tinggi dan kadar fT4 yang sangat rendah kebanyakan
karena atireosis/aplasia tiroid.9
Anemia sering terjadi pada pasien hipotiroid dimana jenis anemia
normositik normokrom adalah paling sering, namun kadang juga bisa mikrositik
yang disebabkan karena penurunan absorpsi besi atau makrositik karena defisiensi
folat dan kobalamin. Gambaran sumsum tulang tampak lemak lebih banyak dan
hiposeluler, sedangkan eritropoesis biasanya normoblastik. Pada anemia
makrositik dan susmsum tulang megaloblastik perlu dipikirkan adanya penyakit
autoimun sehingga antibodi melawan sel parietal sebagaimana melawan kelenjar
tiroid. Terapi hormon biasanya cukup efektif.9
Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat membantu menegakkan
diagnosis hipotiroid kongenital antara lain:9
1. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan radiologis ditujukan untuk mengetahui beberapa gejala dari
hipotiroid misalnya adanya kardiomegali pada foto toraks, dan umur tulang yang
terlambat (delayed bone age).
12
2. Pemeriksaan Sidik Tiroid
Sintigrafi atau sidik tiroid menggunakan Tc99 atau I123 dapat membantu dalam
menentukan etiologi hipotiroid kongenital. Tidak adanya uptake radionuclide
memberikan kemungkinan sporadic athyroid hipotiroidism, tiroid ektopik di
lingual atau sublingual.
3. Ultrasonografi (USG)
Ultrasonografi dapat digunakan sebagai pengganti sidik tiroid tapi pemeriksaan
ini tidak dapat menentukan adanya tiroid ektopik.
2.2.7. Penatalaksanaan
Tindakan utama dalam tatalaksana pasien dengan hipotiroid kongenital
adalah diagnosis dini dan replacement therapy hormon tiroid. Waktu yang paling
baik untuk pemberian hormon tiroid adalah bila diagnosis dapat ditegakkan
sebelum bayi berumur 13 hari dan kadar hormon tiroid dalam darah mencapai
normal dalam umur 3 minggu.10 Namun demikian berdasarkan pedoman IDAI
retardasi mental dapat dicegah bila hipotiroid ini ditemukan dan diobati sebelum
usia 1 bulan. Dengan meningkatkan kadar tiroksin di dalam tubuh maka akan
membantu proses mielinisasi susunan saraf pusat sehingga perkembangan fungsi
otak dapat dibantu khususnya dalam periode perkembangan otak (0-3 tahun).11
Preparat yang diberikan adalah L-tiroksin. Adapun dosis yang diberikan
sesuai dengan usia pasien serta berdasarkan respon klinis maupun laboratorium
terhadap terapi yang diberikan.12
13
>12 tahun 2-4
2.2.8. Prognosis
Diagnosis sedini mungkin dan terapi yang adekuat akan memberikan hasil
yang lebih baik. Namun demikian, studi menunjukkan bahwa walaupun diterapi
sedini mungkin akan tetap memiliki kelainan intelektual meskipun hanya sedikit.11
14
Terdapat 3 strategi untuk mendeteksi hipotiroid kongenital pada bayi baru
lahir: (1) pemeriksaan TSH dengan backup pemeriksaan T4 pada bayi baru lahir
dengan kadar TSH tinggi, (2) pemeriksaan T4 dengan backup pemeriksaan TSH
pada bayi baru lahir dengan kadar T4 rendah, (3) pemeriksaan TSH dan T4 yang
dilakukan secara bersamaan. Pada pemeriksaan TSH dengan backup pemeriksaan
T4 dapat mendeteksi hipotiroid primer, defisiensi Tiroglobulin (TBG), hipotiroid
sentral atau hipotiroksiknemia.
Spesimen untuk skrining hipotiroid kongenital dilakukan pada tumit bayi
baru lahir, yang usianya 2-5 hari. Spesimen ini menggunakan kertas saring untuk
diperiksa di laboratorium. Pemeriksaan ini dapat diulang pada usia 2 minggu dan
6 minggu untuk memastikan diagnosis hipotiroid kongenital dengan dilakukan
pengukuran kadar free T4 atau TSH.
Tes kedua kadar T4 dan TSH tersebut akan mendeteksi kemungkinan bayi
baru lahir mengalami hipotiroid kongenital bawaan. Terdapat keuntungan ataupun
kerugian dengan adanya pemeriksaan tersebut. Dimana pemeriksaan tersebut
dikaitkan dengan bayi baru lahir dengan hipotiroid kongenital primer, di sisi lain
hal lain yang dapat dialami bayi baru lahir juga memiliki kemungkinan
mengalami hipotiroid sekunder atau sentral akibat perlambatan peningkatan kadar
TSH oleh kelenjar hipofisis. Belum ada pemeriksaan lain yang dapat mendeteksi
gangguan hipotiroid pada bayi akibat kesalahan pada proses transpot atau
metabolisme hormon tiroid. Dengan adanya program skrining ini dikatakan
banyak ditemukan kasus hipotiroid kongenital.
Skrining dilakukan dengan mengukur kadar T4 atau TSH yang dilakukan
pada kertas saring. Bayi yang memiliki kadar T4 diatas persentil <10 perlu
dilakukan follow up pemeriksaan TSH. Dikatakan hipotiroid kongenital jika kadar
TSH >30 mU/L serum. Adapun menurut pendapat lain mengemukakan, bayi
dengan kadar TSH <10 mU/L serum dikatakan skrining negatif hipotiroid
kongenital, kadar TSH >10 mU/L serum dan <20 mU/L serum dikatakan
borderline hipotiroid kongenital, dan kadar TSH >20 mU/L serum dikatakan
positif hipotiroid kongenital.
15
Bayi baru lahir dengan kadar TSH yang meningkat dan kadar T4 yang
rendah dapat dikatakan hipotiroid primer. Dengan adanya keadaan tersebut perlu
dilakukan penanganan segera dengan pemberian levotiroksin tanpa menunggu
konfirmasi ulang hasil pemeriksaan. Bila kadar TSH yang meningkat dan kadar
T4 normal bayi baru lahir dapat dikatakan mengalami hipertirotropinemia. Hal ini
mungkin disebabkan kelainan permanen dari kelenjar tiroid atau keterlambatan
maturasi dari axis kelenjar hipofisis-hipotalamus. Pada keadaan dimana kadar
TSH normal dan kadar T4 rendah pada bayi baru lahir kemungkinan disebabkan
imaturitas pada aksis kelnjar hipofisis-hipotalamus dan insufisiensi kelenjar tiroid
ataupun pemberian glukokortikoid dosis tinggi juga dapat menyebabkan
terhambatnya TSH sehingga menyebabkan penurunan kadar T4. Adapun kadar
TSH dapat mengalami keterlambatan yang sering terjadi pada bayi BBLR. Selain
itu terdapat keadaan yang sangat jarang terjadi yaitu “transient TSH elevation”.
Hal ini kemungkinan akibat pemberian anti tiroid saat masa kehamilan, kelebihan
iodium saat prenatal atau postnatal, dan defisiensi iodium.
Bayi yang telah terdeteksi fungsi hormon tiroid yang abnormal melalui
skrining harus segera mendapatkan pemeriksaan konfirmasi hasil laboratorium
tentang kadar free T4 dan TSH. Mengenai kadar TSH dan free T4 memiliki
perbedaan kadar tergantung dari usia bayi.
16