Anda di halaman 1dari 27

1

BAB I
PENDAHULUAN

Sepsis adalah penyakit sistemik yang dicetuskan oleh infeksi bakteri atau
jamur ditandai dengan beberapa hal meliputi bukti infeksi pada pasien, demam atau
hipertermi, leukositosis atau leukopenia, takikardia dan takipnea (Opal, 2012).
Berbagai definisi tentang sepsis, namun definisi yang digunakan saat ini di klinik
adalah definisi yang ditetapkan dalam consensus American College of Chest
Physician dan Society of Critical Care Medicine pada tahun 1992 yang
mendefinisikan sepsis sebagai sindrom respons inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome/SIRS), sepsis berat dan syok/renjatan sepsis.
Sepsis masih merupakan penyebab kematian utama pada kasus kritis di
berbagai penjuru dunia. Tingginya kejadian dan problema infeksi yang biasanya
dikaitkan dengan keadaan negara berkembang atau tempat dengan higienitas kurang,
ternyata tidak seluruhnya benar. Data dari Center for Disease Control (CDC)
menunjukkan bahwa insiden sepsis meningkat ±8,7% setiap tahun, dari 164.000
kasus (83 per 100.000 populasi) pada tahun 1979 menjadi 660.000 kasus (240 kasus
per 100.000 populasi) pada tahun 2000. Sepsis merupakan penyebab kematian nomor
11 dari seluruh penyebab kematian (Suharto, 2007). Di Amerika Serikat juga yang
merupakan negara maju, kematian akibat sepsis setiap tahun mencapai 70.000 orang.
Kira-kira 500.000 kasus baru mengalami sepsis dimana kematiannya mencapai 35%.
Angka kematian ini cenderung naik dan kini menempati urutan ke-10 penyebab
kematian di Amerika Serikat.
2

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Sepsis adalah kejadian infeksi yang diikuti dengan adanya manifestasi klinik
yang berupa inflamasi sistemik yang disebut Sistemic Inflammaion Respons
Sindrome (SIRS). SIRS dapat ditegakkan melalui dua atau lebih dari kriteria berikut :
1. Suhu > 38oC atau < 36oC
2. Denyut Jantung > 90 x/menit
3. Respirasi > 20x/menit atau Pa CO2< 32 mmHg
4. Hitung leukosit > 12.000/mm3 atau < 4.000/mm3

Infeksi pada sepsis tersebut ditentukan dengan biakan positif terhadap


organisme dari tempat atau organ yang terinfeksi.

2.2. Etiologi
Penyebab tersering dari sepsis adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
gram negatif dengan presentase 60-70% kasus. Bakteri gram positif jarang
menyebabkan sepsis, dengan prevalensi sebesar 20-40% dari keseluruhan kasus.
Tabel 2.1 Mikroorganisme Penyebab Sepsis
Common Less
Klebsiella spp termasuk organisme yang
Streptococus pneumoniae memproduksi extended spectrum beta-
lactamase (ESBL)
E.Coli Streptococus beta-hemolitikus grup C
dan G
S.pyogenes C.albicans
S.aureus termasuk methicillin- Bakteri anaerob seperti Bacteroides
resistant S.aureus (MRSA) fragilis, Clostridium spp dan lain-lain
3

2.3. Patofisiologi

2.4. Manifestasi Klinis


1. Demam

2. Takikardia

3. Takipnea

4. Leukositosis

5. Disfungsi organ, yang ditandai dengan adanya hipoksemia, koagulasi


intravaskular, gagal ginjal akut, perdarahan usus, gagal hati, gagal jantung dan
disfungsi sistem saraf pusat.
4

2.5. Penegakan Diagnosis

Dalam menegakkan diagnosis sepsis, terdapat beberapa kriteria sepsis


menurut Society of Critical Care Medicine :
1. Parameter umum
a. Demam (suhu tubuh > 38°C)
b. Hipotermi (suhu tubuh < 36°C)
c. Denyut jantung > 90 x/menit
d. Takipneu (pernafasan > 20 x/menit)
e. Penurunan kesadaran
f. Adanya edema atau positif fluid balance (>20mL/kg dalam 24 jam)
g. Hiperglikemi (kadar glukosa > 120 mg/dL) tanpa adanya diabetes
2. Parameter inflamasi
a. Leukositosis (>12000/μL)
b. Leukopenia (<4000/μL)
c. Jumlah sel darah putih normal dengan >10% bentuk imatur
d. C-reactive protein plasma > 2 SD diatas nilai normal
e. Prokalsitonin plasma > 2 SD diatas nilai normal
3. Parameter hemodinamik
a. Hipotensi arteri (tekanan darah sistol < 90 mmHg, Mean arterial
pressure < 70 mmHg atau tekanan darah sistol menurun > 40
mmHg)
b. Saturasi oksigen vena < 70%
c. Indeks jantung > 3,5 L/ menit
4. Parameter disfungsi organ
a. Hipoksemia arteri (PaO₂/FiO₂< 300)
b. Oligouri akut (urine output < 0,5 mL/kgBB/jam untuk ≥ 2 jam)
c. Peningkatan kreatinin > 0,5 mg/dL
d. Kelainan koagulasi (INR > 1,5 atau aPTT > 60 detik)
e. Ileus (hilangnya bising usus)
f. Trombositopenia (jumlah platelet < 100000/μL)
g. Hiperbilirubinemia (total bilirubin plasma > 4mg/dL)
5. Parameter perfusi jaringan
5

a. Hiperlaktatemia (> 1 mmol/L)


b. Penurunan waktu pengisian kapiler

Pasien dikatakan mengalami sepsis apabila terdapat bukti infeksi atau


kecurigaan suatu infeksi ditambah dengan 2 dari 4 kriteria SIRS (Systemic
Inflammatory Response Syndrome), yaitu :
a. Suhu tubuh < 36°C atau >38°C
b. Denyut jantung > 90 x/menit
c. Laju nafas > 20x/ menit
d. Leukosit >12000 /μL atau < 4000/μL atau jumlah neutrofil imatur >10%
Selain itu, pasien dinyatakan sepsis berat apabila adanya sepsis ditambah
dengan satu atau lebih kerusakan organ, antara lain seperti :
a. Gagal ginjal
b. Gagal nafas
c. Hipotensi refraktori
d. Perubahan status mental

Pasien dinyatakan mengalami syok sepsis apabila adanya kondisi sepsis berat
disertai dengan hipotensi setelah dilakukan resusitasi cairan yang adekuat (tekanan
darah < 90 mmHg dan nadi > 100x / menit).
Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan untuk membantu diagnosis sepsis
antara lain seperti leukosit (leukositosis atau leukopenia), trombosit (trombositosis
atau trombositopenia), kaskade koagulasi (peningkatan D-dimer, PT dan aPTT
memanjang, defisiensi antithrombin, defisiensi protein C), kreatinin (meningkat dari
normal), asam laktat (meningkat dari normal), enzim hati (peningkatan alkaline
fosfat, AST, ALT dan bilirubin), kadar serum fosfat (hipofosfatemia), kadar C-
reactive protein (meningkat dari normal) dan kadar prokalsitonin (meningkat dari
normal).
Pemeriksaan penunjang seperti foto thoraks, pemeriksaan dengan prosedur
radiografi dan radioisotop lain juga diperlukan sesuai dengan dugaan sumber infeksi
primer.
6

2.6. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan sepsis terpadu dengan metode EGDT (early goal directed
therapy) dapat membantu penanganan sepsis yang komprehensif dan adekuat
sehinggan disarankan pada semua pasien sepsis untuk membantu memperbaiki hasil
perawatan sepsis. EGDT merupakan suatu pendekatan algoritmik untuk optimalisasi
yang bertujuan mengembalikan keseimbangan antara sediaan dan kebutuhan oksigen
pada kasus-kasus sepsis berat atau syok sepsis pada 6 jam pertama rawat gawat
darurat.
7

1. Terapi Antibiotik
Berikan antibiotik secepat mungkin (sebaiknya satu jam pertama jika sepsis
berat atau sepsis syok). Hubungan antara terapi antimikrobial yang tepat waktu dan
sesuai dengan perbaikan morbiditas dan mortalitas telah banyak dibuktikan dalam
keadaan rawat intensif.
Direkomendasikan untuk pemberian antibiotika spektrum luas pada awalnya
yang disesuaikan dengan sumber infeksi potensial dan menurut pola sensitivitas dan
resistensi lokal rumah sakit. Konsultasi bedah untuk pengendalian sumber apabila
pasien mempunyai abses yang tidak dapat didrainase atau sumber sepsis
intraabdominal. Jangan lupa untuk menilai kembali regimen antibiotik setiap hari
untuk mengoptimalkan efikasi, mencegah resistensi, menghindari toksisitas. Hentikan
antibiotik jika ternyata penyebabnya bukan infeksi.

2. Terapi Volume
Target pertama EGDT pada kasus sepsis adalah pemulihan volume
intravaskular pasien. Terapi cairan intravena harus dimulai dengan bolus 500 cc
secara cepat dan berulang baik cairan kristaloid ataupun koloid sampai tercapai
volume cairan resusitasi 20-40 cc/kgBB, sehingga mencapai CVP 8-12 mmHg.

3. Obat-Obatan Vasoaktif
Setelah target CVP dicapai, obat-obatan vasopresor diberikan bila pasien tetap
hipotensif (tekanan arterial rerata <65mmHg). Obat-obatan vasopresor termasuk
dopamin (5-20 μg/kg/menit intravena), noradrenalin (2-20μg/menit), fenilefrin
(40- 300μg/menit) dan vasopresin (0,01-0,04 unit/menit). Baik noradrenalin dan
dopamin telah disarankan sebagai obat-obatan vasopresor lini pertama pada kasus-
kasus sepsis. Oleh karena takikardia dapat dieksakserbasi oleh vasopresor β-agonis,
obat-obatan dengan α-agonis yang lebih kuat (seperti noradrenalin dan penilefrin)
lebih dipilih pada pasien dengan takikardia atau penyakit koroner mendasar.
Jika hipotensi tetap terjadi pada pasien yang telah mendapat obat-obatan
vasopresor, kekurangan vasopresin dapat dipertimbangkan; vasopresin sendiri
merupakan hormon yang diproduksi endogen dan sering kurang jumlahnya pada
pasien dengan syok sepsis. Pemberian vasopresin eksogen dalam dosis penggantian
fisiologik (0,01-0,04 unit/menit) dapat beraksi sinergis dengan obat vasopresor
8

lainnya. Dosis terapi 0,01-0,04 unit/menit merupakan dosis pengganti fisiologik


sehingga dosis tinggi 0,06-1,8 unit/menit tidak direkomendasikan pada syok sepsis
oleh karena adanya efek samping.Epinefrin (1-10μg/menit) dapat dipertimbangkan
untuk pasien-pasien yang tidak berespons terhadap vasopresor lainnya. Obat ini
meningkatkan tekanan arterial rerata dengan meningkatkan keluaran jantung dan
volume pompa. Bukti-bukti yang tersedia belum secara pasti membuktikan satu obat
vasopresor lebih superior dibandingkan lainnya pada keadaan sepsis berat ataupun
syok sepsis.

4. Pemberian Eritrosit
Apabila SCVO2 tetap dibawah 70% setelah optimalisasi preload, afterload
dan saturasi oksigen arterial, dapat ditingkatkan pemberian PRC untuk mencapai
hematokrit di atas 30%. Pada fase resusitasi akut target hematokrit 30% nampaknya
sesuai, dan pada fase konvalesens transfusi menjadi dibatasi.

5. Terapi Inotropik
Sepsis dapat disertai dengan penekanan miokardial pada 10-15% pasien, dan
keadaan ini tidak terkait usia. Pada studi EGDT, pasien-pasien ini secara persisten
memiliki SCVO2 rendah setelah mencapai target CVP, tekanan arterial rerata dan
hematokrit. Beberapa pasien datang dengan CVP meningkat sebagai hasil dari
penurunan komplians ventrikular dan bukan kelebihan volume. Dukungan inotropik
dengan dobutamin dapat memperbaiki depresi miokardial, namun dapat juga
memperlihatkan adanya hipovolemia terselubung oleh karena cara kerjanya untuk
meningkatkan kontraktilitas dan menurunkan resistensi tekanan vaskular perifer.
Seiring dengan respons komplians dan kontraktilitas ventrikel, CVP akan turun
seiring dengan perbaikan volume pompa.
Penggantian cairan lebih lanjut diperlukan untuk mempertahankan tekanan
CVP 8-12 mmHg. Dobutamin kemudian dititrasi dengan peningkatan
2,5μg/kg/menit setiap 20-30 menit untuk mencapai pengukuran SCVO2 70%. Klinisi
harus berhati-hati untuk menghindari takikardia (dengan mempertahankan laju
jantung <100 kali/menit) untuk mengoptimalkan volume pompa dan meminimalisasi
konsumsi oksigen miokardial.
Milrinon, penghambat fosfodiesterase, dapat dipertimbangkan sebagai
alternatif untuk meningkatkan keluaran jantung. Sama halnya dengan dobutamin,
9

obat ini adalah inotropik yang juga menurunkan tekanan vaskular perifer. Meskipun
demikian, waktu paruhnya (2,4 jam) lebih panjang dibandingkan dobutamin dan
mengalami akumulasi pada gagal ginjal.

6. Menurunkan Konsumsi Oksigen


Pada pasien sepsis berat, hantaran oksigen maksimal mungkin tidak dapat
secara adekuat mengembalikan keseimbangan antara sediaan dan permintaan.
Strategi untuk meminimalkan permintaan oksigen harus dipertimbangkan. Intubasi,
sedasi dan analgesia dengan ventilasi mekanis akan menurunkan kerja pernapasan
dan konsumsi oksigen oleh otot-otot pernapasan. Pengendalian demam dengan
antipiretik seperti asetaminofen juga akan membantu menurunkan konsumsi oksigen.

Selain itu strategi tambahan yang dapat diberikan dalam penatalaksanaan


sepsis antara lain:
1.Terapi Steroid
Pada respons neurohumoral terhadap syok sepsis, banyak pasien
menunjukkan cadangan adrenal inadekuat, atau adanya insufisiensi adrenal relatif
(RAI-relative adrenal insufficiency).
Dibandingkan dengan plasebo, pemberian hidrokortison dosis rendah pada
pasien dengan syok sepsis menurunkan kebutuhan mereka akan vasopresor dan
menurunkan laju mortalitas. kortikosteroid (hidrokortison 50 mg intravena setiap 6
jam dan fludrokortison 50μg per oral sekali sehari) dimulai dalam 8 jam setelah
diagnosis syok sepsis dan dilanjutkan selama 7 hari. Oleh karena nilai batasan untuk
keuntungan masih dipertanyakan, keputusan dikembalikan kepada klinis yang
merawat untuk memutuskan apakah tes stimulasi adrenokortikotropin akan dilakukan
untuk membantu keputusan klinis. Oleh karena dexametason tidak mempengaruhi
hasil tes adrenokortikotropin, maka pemberian terapi empirik dengan 2mg steroid ini
dapat diberikan dan tes dilakukan pada saat yang lebih memungkinkan.

2.Protein C Teraktivasi
Protein C merupakan antikoagulan endogen yang juga memiliki efek
profibrinolitik, anti- inflamatorik, anti-apoptosis dan dapat memperbaiki aliran
mikrosirkulasi. suatu penelitian multicentre acak terkendali, menunjukkan bahwa
pemberian r-APC (juga dikenal sebagai drotecogin alfa activated atau Xigris)
10

menurunkan mortalitas sepsis berat atau syok sepsis sebesar 6% dibandingkan


dengan plasebo. Pada studi PROWESS, r-APC dimulai dalam waktu 24 jam setelah
kriteria sepsis berat dipenuhi.

3. Kendali Glikemik Ketat


Gunakan insulin IV untuk mengendalikan hiperglikemik pada pasien dengan
sepsis berat, usahakan KGD <  150 mg/dl. Pantau KGD setiap 1-2 jan (4 jam jika
stabil) pada pasien yang menerima insulin IV. 

2.7. Kriteria Merujuk

Sepsis berdasarkan SKDI adalah kompetensi 3B => Gawat darurat


Lulusan dokter mampu membuat diagnosis klinik dan memberikan terapi
pendahuluan pada keadaan gawat darurat demi menyelamatkn nyawa atau mencegah
keparahan atau kecatatan pada pasien.
Lulusan dokter mampu menentukan rujukan yang paling tepat bagi
penanganan pasien selanjutnya. Lulusan dokter juga mampu menindaklanjuti sesudah
kembali dari rujukan.
Penyebab paling sering dari sepsis adalah :
• Respiratory 38%
• Urinary tract 21%
• Intra‐abdominal 16.5%
• CRBSI 2.3%
• Device 1.3%
• CNS 0.8%
• Others 11.3%

2.8. Pencegahan
11

2.9 Prognosis

Angka Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS) telah membuat


skor sebagai metode untuk mengelompokkan resiko mortalitas pasien dengan sepsis.
Skor total dapat digunakan untuk menilai risiko kematian. Jadi, semakin besar jumlah
faktor risiko, semakin besar kemungkinan pasien meninggal selama di ICU/UPI
(Shapiro et.al, 2010).

Tabel 2.5.Prognosis Mortalitas di Emergency Department Sepsis (MEDS)


Faktor Resiko Skor MEDS
Penyakit terminal (kemungkinan kematian dalam 30 hari) 6 poin
Takipnea dan hipoksia 3 poin
Syok Sepsis 3 poin
Trombosit <150.000 3 poin
Umur >65 tahun 3 poin
Pneumoniae 2 poin
Pasien panti jompo 2 poin
Perubahan status mental 2 poin

Resiko Kematian Total skor MEDS (% dari kematian


akibat sepsis)
Sangat rendah 0-4 (1,1%)
Sedang 8-12 (9.3%)
Rendah 5-7 (4,4%)
Tinggi 13-15 (16,1%)
Sangat tinggi >15 (39%)

BAB III
STATUS ORANG SAKIT
12

ANAMNESIS PRIBADI
Nama : Bantahan Panjaitan
Umur : 70 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Status perkawinan : Sudah menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Suku : Batak
Agama : Kristen Protestan
Alamat : Jl. Jamgka Gg.Berdikari No.65 Sei Putih Barat

ANAMNESIS PENYAKIT

Keluhan Utama: Demam Tinggi


Telaah :
Hal ini dialami os sejak 1 minggu yang lalu. Demam tinggi mendadak dan
bersifat naik turun , namun tidak pernah kembali ke suhu normal. Demam tidak turun
dengan obat penurun demam. Menggigil dan berkeringat tidak dijumpai. Riwayat
bepergian ke daerah endemis malara tidak dijumpai.
Os juga mengeluhkan batuk selama 1 minggu ini. Batuk disertai dahak
berwarna putih kental. Batuk berdarah tidak dijumpai.Riwayat berkeringat dimalam
hari tidak dijumpai. Sesak nafas dijumpai dalam 1 minggu terakhir. Sesak tidak
berhubungan dengan aktivitas maupun cuaca, dan tidak berkurang dengan perubahan
posisi. Nyeri dada dan jantung berdebar tidak dijumpai.Os mengaku tidak selera
makan dan minum dalam 1 minggu ini. Mual dijumpai namun muntah tidak
dijumpai.
Os juga mengeluhkan perut membesar secara perlahan-lahan dalam 6 bulan
ini disertai rasa nyeri di perut kanan atas hingga ulu hati. Os merasa ada benjolan
yang semakin membesar di perut kanan atas.Riwayat BAB seperti dempul disangkal.
BAK normal. Riwayat penurunan BB dijumpai ± 10-15 kg dalam 3 bulan terakhir.
Dijumpai riwayat konsumsi alkohol (bir hitam) 3-4 gelas perhari selama ± 20
tahun.Os sebelumnya pernah didiagnosa dengan hepatoma di RSHAM 6 bulan yang
lalu dan pernah menjalani operasi pengangkatan tumor rongga perut 4 tahun lau di
RS luar. Os tidak pernah kontrol kembali setelah operasi. Riwayat menderita darah
tinggi dan sakit gula tidak dijumpai.
13

RPT: Tumor abdomen


RPO: Tidak jelas

ANAMNESIS ORGAN

Jantung: Sesak nafas : (+) Edema: (-)


Angina Pektoris: (-) Palpitasi: (-)
Lain-lain: (-)

Saluran Batuk: (+) Asma, bronkitis: (-)


Pernafasan Dahak: (+) Lain-lain: (-)
putih kental

Saluran pencernaan Nafsu makan: menurun Penurunan BB: (+) 10-15 kg


dalam
Keluhan menelan: (-) Keluhan defekasi: (-) 3 bulan
Keluhan perut: nyeri di Lain-lain: (-)
hipokondria dextra

Saluran urogenital Sakit Buang Air Kecil: (-) Buang air kecil tersendat: (-)
Mengandung batu: (-) Keadaan urin: normal
Haid: (-) Lain-lain: (-)

Sendi dan tulang Sakit pinggang: (-) Keterbatasan gerak: (-)


Keluhan persendian: (-) Lain-lain: (-)

Endokrin Haus/polidipsi: (-) Gugup: (-)


Poliuri: (-) Perubahan suara: (-)
Polifagi: (-) Lain-lain: (-)

Saraf pusat Sakit kepala: (-) Hoyong: (-)


Lain-lain: (-)
14

Darah dan Pucat: (-) Perdarahan: (-)


Pembuluh darah Petechie: (-) Purpura: (-)
Lain-lain (-)

Sirkulasi Perifer Claudicatio intermitten: (-) Lain-lain: (-)

ANAMNESIS FAMILI : Tidak dijumpai riwayat penyakit yang sama pada keluarga

PEMERIKSAAN FISIK DIAGNOSTIK

STATUS PRESENS
Keadaan umum : Buruk Keadaan Penyakit : Berat

Sensorium : CM Pancaran Wajah : lemah


Tekanan darah: 140/60 mmHg Sikap paksa : (-)
Nadi : 120 x/i Refleks fisiologis : (+/+)
Pernafasan : 24 x/i Refleks patologis : (-/-)
Temperatur : 40.1 °C

Keadaan Gizi: Kurang Anemia (+) ,ikterus (-), Dispnu (-)


BW: (BB/TB-100) X 100% Sianosis (-) ,Edema (+) purpura (-)
: 71.43 %

TB: 170 cm
BB: 50 Kg
IMT: 50/(1,7)2 = 17,3 kg/m2
Kesan : underweight

Pemeriksaan Fisik

KEPALA
Mata : Konjungtiva palpebra pucat (+/+), ikterus (-/-), pupil: isokor, ukuran: 3 mm
15

refleks cahaya direk (+/+) indirek (+/+), kesan : anemis


Telinga : dalam batas normal
Hidung : dalam batas normal
Mulut : Lidah : dalam batas normal
Gigi geligi : dalam batas normal
Tonsil/Faring : dalam batas normal

LEHER
Struma tidak membesar, tingkat : (-) nodular/multi nodular/diffuse
Pembesaran kelenjar limfa (-),lokasi: (-) jumlah: (-), konsistensi: (-)
mobilitas: (-), nyeri tekan: (-)
Posisi trakea: medial, TVJ : R-2 cm H20.
Kaku Kuduk: (-), lain-lain: (-)

THORAX DEPAN

Inspeksi
Bentuk : Simetris fusiformis
Pergerakan : Tidak ada ketinggalan bernafas

Palpasi
Nyeri tekan : (-)
Fremitus suara : SF ki > ka, kesan: mengeras di lap.paru kiri atas dan tengah
Iktus : Teraba di ICS V 1 cm lateral LMCS

Perkusi
Paru Sonor memendek di lap.paru kiri atas dan tengah
Batas paru-hati R/A : R: ICS V dextra/ A: ICS VI dextra
Peranjakan : 1 cm

Jantung
Batas atas jantung : ICS III Sinistra
Batas kiri jantung : ICS V 1cm lateral LMCS
Batas kanan jantung : LPSD
16

Auskultasi
Paru
Suara pernafasan : Bronchial di lap.atas s/d tengah paru kiri
Suara Tambahan : Ronchi basah di lap.atas s/d tengah paru kiri
Jantung
M1 > M2, P2>P1, T1>T2, A2>A1, desah sistolis (-), tingkat (-),
desah diastolis (-)lain-lain (-).
HR: 120 x/menit, regular, intensitas :cukup

THORAX BELAKANG

Inspeksi : Simetris fusiformis


Palpasi : SF ki > ka
Perkusi : Sonor memendek di lap.paru kiri atas dan tengah
Auskultasi : SP: Bronchial di lap.atas s/d tengah paru kiri
ST: Ronchi basah di lap.atas s/d tengah paru kiri

ABDOMEN
Inspeksi
Bentuk : Simetris membesar, (+) jaringan parut bekas luka
operasi
di perut bagian atas
Gerakan lambung/ usus : (-)
Vena kolateral : (+)
Caput Medusa : (-)

Palpasi
Dinding abdomen : Undulasi (+)

HATI
Pembesaran : (+), 7 cm BAC, 8 cm BPX
Permukaan : Berbenjol
Pinggir : Tumpul
17

Nyeri tekan : (+)


LIMFA
Pembesaran : (-), Schuffner: (-), Haecket: (-)
GINJAL
Ballotement : (-), kiri/kanan, lain-lain: (-)
UTERUS/OVARIUM : Tidak dilakukan pemeriksaan
TUMOR : Tidak dilakukan pemeriksaan

Perkusi
Pekak Hati : (+)
Pekak Beralih : (+)

Auskultasi
Peristaltik usus : Normoperistaltik
Lain-lain : Double sound (+)

PINGGANG
Nyeri ketuk sudut kostovertebra (-), kiri/kanan

INGUINAL :Tidak dilakukan pemeriksaan


GENITALIA LUAR : Tidak dilakukan pemeriksaan
PEMERIKSAAN COLOK DUBUR : Tidak dilakukan pemeriksaan

Anggota gerak atas


Deformitas sendi : (-)
Lokasi : (-)
Jari tabuh : (-)
Tremor ujung jari : (-)
Telapak tangan sembab:(-)
Sianosis : (-)
Eritema Palmaris : (-)
Lain-lain : (-)
18

Anggota gerak bawah


Kiri Kanan
Edema (+) (+)
Arteri femoralis (+) (+)
Arteri tibialis posterior (+) (+)
Arteri Dosalis Pedis (+) (+)
Refleks KPR (+) (+)
Refleks APR (+) (+)
Refleks fisiologi (+) (+)
Refleks patologis (-) (-)
Lain-lain (-) (-)

Pemeriksaan Laboratorium Rutin

Darah
Hb : 6.8 g%
Eritrosit : 2.18x 106/mm3
Leukosit :12.41 x103/mm3
Trombosit :417 x 103/mm3
Ht : 20 %
LED :-
Hitung jenis
Eosinofil : 0,2 %
Basofil : 02 %
Neutrofil : 84.2 %
Limfosit : 8.1 %
Monosit : 7,3%

Kemih
Warna : Kuning jernih
Protein : (-)
Reduksi : (-)
19

Bilirubin : (-)
Urobilinogen : (+)
Sedimen
eritrosit : 1-3/lpb
leukosi : 0-1/lpb
epitel : (-)
silinder : (-)

Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan

RESUME

ANAMNESIS
KU : Febris
Telaah : dialami ± 1 minggu terakhir disertai ptusis dan dispneu, bersifat tinggi
mendadak, naik turun namun tidak pernah normal dan tidak turun dengan
antipiretik. Sputum putih purulen (+). Anoreksia (+), Nausea (+), Vomit (-).
Penurunan BB (+) 10-15 kg dalam 3 bulan. Asites (+) dalam 6 bulan terakhir
disertai abdominal pain di region hipokondria dextra dan epigastrium.
Riwayat konsumsi alkohol (+) 3-4 gelas perhari dalam 20 tahun.
Riwayat operasi pengangkatan tumor abdomen (+) 4 tahun lalu.
Os didiagnosa menderita HCC 6 bulan lalu di RSHAM.

STATUS PRESENS
Keadaan Umum : Buruk
Keadaan Penyakit : Berat
Keadaan Gizi : Kurang

PEMERIKSAAN FISIK
Sensorium : CM
TD : 140/60 mmHg
HR : 120 x/i
20

RR : 24 x/i
T : 40.1 °c

Kepala : Conj.palp.inf. anemis (+/+)


Thorax : -Inspeksi : Simetris fusiformis
-Palpasi : SF ki > ka, kesan mengeras di lap.atas dan tengah
paru
kiri
-Perkusi : Sonor memendek di lap.atas s/d tengah paru kiri
-Auskultasi : SP: Bronchial di lap.atas s/d tengah paru kiri
ST: Ronchi basah di lap.atas s/d tengah paru kiri
Abdomen : -Inspeksi : Simetris membesar, (+) jaringan parut bekas luka
operasi
di regio epigastrium, vena kolateral (+)
-Palpasi : Undulasi (+), hepatomegali (+) 7 cm BAC, 8 cm
BPX, permukaan berbenjol, pinggir tumpul, nyeri
tekan (+)
-Perkusi : Shifting dullness (+)
-Auskultasi : Double sound (+)

Ekstremitas : Oedem ext.inf (+/+)

LABORATORIUM RUTIN
Darah : Hb: 6.8 g% (Kesan: anemia)
Leukosit: 12.410 (Kesan: leukositosis)
Kemih : Normal
Tinja : Tidak dilakukan pemeriksaan

DIAGNOSIS BANDING
1. Sepsis e.c pneumonia dd/TB Paru
2. Asites sirotik dd/Asites non sirotik
3. HCC e.c SH dd/Tumor abdomen metastase
21

4. Anemia e.c Penyakit kronis dd/ def.Fe dd/def.Asam folat

DIAGNOSIS SEMENTARA
Sepsis e.c pneumonia + Asites sirotik + HCC e.c SH + Anemia e.c penyakit kronis

PENATALAKSANAAN
Aktivitas : Tirah baring
Diet : Diet Hati III
Tindakan suportif : O2 2-4 liter/menit
Medikamentosa :-IVFD NaCl 0.9% 20 gtt/i
-Inj. Cefotaxim 2 gr/24 jam
-Drip.Ciprofloxacin 400 mg/24 jam
-Inj.Ranitidin 50 mg/12jam
-Inj. Metocloprmide 10 g/8 jam
-PCT 3x500 mg
-N-asetilsistein 3x1 tab

RENCANA PENJAJAKAN DIAGNOSTIK/LANJUTAN


1. Darah lengkap, AGDA, Kultur Darah, Urin rutin, Feses rutin
2. LFT, AFP
3. Pewarnaan gram, kultur sputum, BTA DS 3x
4. SI,TIBC, Serum Feritin, Reticulosit count, MDT
5. HBsAg, Anti HCV
6. USG Abdomen
7. Foto Thorax AP
8. Konsul Gastro
9. Konsul PAI, HOM
10. Konsul Gizi
22

BAB IV
FOLLOW UP
P
Tgl S O A
Therapy Diagnostic
23
22-4- Demam (+), Sens: Compos mentis - Pneumonia (CAP) - Tirah baring -Pasang NGT
2016 SesakNafas (-), - HCC - O2 2-4 L/menit -CT Scan
TD :110/40mmHg
Mual (-) - Anemia ec penyakit - Diet MBTKTP abdomen
Nadi:91x/mnt, reguler, t/v: cukup kronis - IVFD NaCl 0,9% 20 - LFT
-Hipoalbuminemia (2,5) gtt/i -Kolonoskopi
RR: 24x/mnt;Temp: 36.4°C
-Hiponatremia (126) - Inj. Cefotaxime -Konsul Gizi
PEMERIKSAAN FISIK : 2gr/24 jam -Konsul Gaster
- Inj. Ciprofloxacin -Konsul PAI
Kepala :
400gr/24 jam -Konsul HOM
- Mata :anemis (-/-)
- Inj. Ranitidine 50 mg/ - Viral Marker
Leher :
- TVJ R-2 cm H20
12 jam IV - Kultur Dahak
- Inj. Metoclopramide - Kultur Darah

Thorax : 10 gr /8jam - Anemia Profile

- SP :bronchial di lapanganatas s/d - USG Abdomen


- PCT 3x500 mg
tengahparukiri - AGDA
- ST :ronchibasah di lapanganatas - Vit. B Complex 2x1 - Urinalisa
s/d tengahparukiri - Feces Rutin
Abdomen :
- Soepel
- Heparteraba 10 cm BAC, 8 cm
BPX
- NyeriTekan (-)
- Peristaltik (+)
Ekstremitas :
- Inferior :oedema (-/-)
24

BAB V
DISKUSI KASUS

NO TEORI KASUS
1. Manifestasi Klinis
-Demam -Demam tinggi
-Hipotermi -Takipnea
-Takipnea -Takikardia
-Takikardia -Batuk
Disfungsi Organ -Penurunan Nafsu Makan
2. Pemeriksaan Fisik
-Demam -Pucat
-Sesak napas -Sesak napas
-Batuk dengan/ tanpa dahak -Batuk
-Takipnea -Dahak Putih Kental
-Takikardia -Penurunan berat badan
-Sianosis -Palpasi: fremitus mengeras di
-Pernafasan cuping hidung lapangan atas dan tengah paru
kiri
-Perkusi: sonor memendek di
lapangan atas dan tengah paru
kiri
-Auskultasi: bronchial dan
ronchi basah di lapangan atas
dan tengah paru kiri
3. Pemeriksaan Penunjang
-Leukositosis / Leukopenia -Leukosit : 12.410
-Trombositosis / trombositopenia -Kreatinin :
-Oliguri akut -Total bilirubin : 2.5 mg/dl
-Peningkatan kreatinin
-Hiperbilirubinemia ( total bilirubin plasma >
1.2mg/dl)
-Hiperlaktatemia (>1mmol/L)
-Peningkatan kadar C-reactive protein > 2 SD
-Kadar prokalsitonin (meningkat)
-Kaskade koagulasi (peningkatan D-dimer, PT dan
aPTT memanjang)
-Pemeriksaan penunjang lain seperti foto thorax,
pemeriksaan dengan prosedur radiografi dan
radioisotop juga diperlukan sesuai dengan dugaan
sumber infeksi primer
4. Penatalaksanaan
Karena kasus sepsis merupakan kasus -Tirah baring
kegawatdaruratan, pada dasarnya penatalaksanaan -Diet Hati III
berupa mempertahankan jalan napas, dan segera -O2 2-4 liter/menit
resusitasi cairan untuk mempertahankan hemodinamik -IVFD NaCl 0.9% 20
tetap stabil. Cari tahu secepatnya sumber infeksi untuk tetes/menit
pengendalian sepsis dan berikan amtibiotik spektrum -Inj. Cefotaxim 2gr/24jam IV
luas sesuai penyebab infeksi dalam 1 jam pertama -Inj. Ranitidine 50mg/12 jam
setelah terdiagnosis sepsis. -Inj.Metoclopramide
25

10gram/8jam
-PCT 3x500mg
-N-asetilsistein 3x1tab
26

BAB VI

KESIMPULAN
27

DAFTAR PUSTAKA

Chen, K., and Pohan, H.T., 2009. Penatalaksanaan Syok Septik. In: Sudoyo, A.W.,
Setiyohadi, B., Alwi, I., Simadibrata, M., Setiati, S., ed. Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. 5th ed. Jakarta: Interna Publishing, 252-256.

Hamilton, V., 2014. SEPSIS Recognition, Treatment and Referral Dr. Vida Hamilton
National Clinical Lead Sepsis.

Opal, S.M., 2012. Septicemia. In: Ferri et al., ed. Ferri’s Clinical Advisor 2012: 5 Books in 1.
Philadelphia: Elsevier Mosby, 924-925.

Pangaribuan, J.P., 2014. Mortalitas Penderita Sepsis Berat yang Dirawat di Unit Pelayanan
Intensive di RSUP HAM.

Sepsis. Available from : http://www.chestnet.org/accp/pccsu/sepsis-definitionsepidemiology-


etiology-and-pathogenesis?page=0,3.

Shapiro, N.I., Zimmer, G.D., and Barkin, A.Z., 2010. Sepsis Syndromes. In: Marx et al., ed.
Rosen’s Emergency Medicine Concepts and Clinical Practice. 7th ed. Philadelphia:
Mosby Elsevier, 1869-1879.

Suharto, Nasronudin, Kuntaman, 2007. Penyakit Infeksi di Indonesia Solusi Kini dan
Mendatang. Surabaya: Airlangga University Press.

Sumantri, S., 2012. Tinjauan Imunopatogenesis dan Tatalaksana Sepsis.

Anda mungkin juga menyukai