Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN KASUS

PENYAKIT JANTUNG REMATIK

Disusun Oleh :

Meyva Sasmita (120100142)

Pembimbing:

dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
TELAH DI PERIKSA PADA TANGGAL :
NILAI :

Supervisor,

dr. Muhammad Ali, Sp.A(K)


i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini
dengan judul “Penyakit Jantung Rematik”.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen
pembimbing, dr. Muhammad Ali, Sp.A(K), yang telah meluangkan waktu dan
memberikan banyak masukan dan bimbingan dalam penyusunan laporan kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan laporan kasus ini masih jauh dari
kesempurnaan, baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
laporan kasus selanjutnya. Semoga laporan kasus ini bermanfaat, akhir kata
penulis mengucapkan terima kasih.

Medan,September 2016

Penulis
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................. 1
1.1. Latar Belakang............................................................................ 1
1.2. Tujuan......................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.................................................................. 3
2.1. Definisi ....................................................................................... 3
2.2. Etiologi........................................................................................ 3
2.3. Epidemiologi............................................................................... 3
2.4. Patofisiologi................................................................................ 4
2.5. Manifestasi Klinis....................................................................... 5
2.6. Diagnosis..................................................................................... 7
2.7. Penatalaksanaan.......................................................................... 9
BAB III LAPORAN KASUS....................................................................... 12
BAB IV DISKUSI ....................................................................................... 22
BAB V KESIMPULAN............................................................................... 24
DAFTAR PUSTAKA................................................................................... 25
1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah penyakit jantung sebagai akibat


adanya gejala sisa (sekuele) dari Demam Rematik (DR), yang ditandai dengan
terjadinya defek pada katup jantung. Demam rematik itu sendiri disebabkan oleh
adanya infeksi dari Streptococcus hemoliticus grup A (SBHA) pada tenggorokan
yang terjadi secara akut ataupun berulang dengan satu atau lebih gejala mayor
yaitu poliartritis migrans akut, karditis, korea, nodul subkutan dan eritema
marginatum.1
Penyakit jantung rematik ini merupakan kelainan jantung yang paling sering
terjadi pada anak-anak. Sampai saat ini, insidensinya berkisar antara 0,3-0,8 per
1.000 anak sekolah dengan rentang usia 5-15 tahun.2
Dalam laporan WHO Expert Consultation Geneva, 29 Oktober–1 November
2001 yang diterbitkan tahun 2004 angka mortalitas untuk PJR 0,5 per 100.000
penduduk di negara maju hingga 8,2 per 100.000 penduduk di negara berkembang
dan di daerah Asia Tenggara diperkirakan 7,6 per 100.000 penduduk.
Diperkirakan sekitar 2000-332.000 orang yang telah meninggal diseluruh dunia
karena penyakit tersebut. Angka disabilitas pertahun (The disability-adjusted life
years (DALYs)1 lost) akibat PJR diperkirakan sekitar 27,4 per 100.000 penduduk
di negara maju hingga 173,4 per 100.000 penduduk di negara berkembang yang
secara ekonomis sangat merugikan.3
Data insidensi DR yang dapat dipercaya sangat sedikit sekali. Pada beberapa
negara data yang diperoleh hanya berupa data lokal yang terdapat pada anak
sekolah. Pada tahun 2001, di Asia Tenggara, angka kematian akibat PJR sebesar
7,6 per 100.000 penduduk. Di India utara pada tahun 1992-1993, prevalensi PJR
sebesar 1,9-4,8 per 1.000 anak sekolah (dengan umur 5-15 tahun). Sedangkan di
Nepal (1997) dan Sri Lanka (1998) masing-masing sebesar 1,2 per 1.000 anak
sekolah dan 6 per 1.000 anak sekolah.2

1.2. Tujuan
2

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan untuk melaporkan kasus seorang
anak laki-laki berusia 16 tahun dengan diagnosis penyakit jantung rematik.
Sebagai tambahan, makalah ini juga bertujuan untuk menambah pengetahuan
mengenai PJR serta penanganannya.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Penyakit Jantung Rematik (PJR) adalah penyakit yang ditandai dengan
adanya kerusakan pada katup jantung yang disebabkan oleh respon imun
abnormal terhadap infeksi Streptococcus β hemoliticus grup A (SBHA) yang
terjadi saat demam rematik sebelumnya. PJR lebih sering terjadi pada pasien yang
mengalami keterlibatan jantung berat pada serangan demam rematik akut.
Walaupun deman rematik dapat mengenai perikardium, miokardium dan
endokardium, namun kelainan yang menetap hanya ditemukan pada endokardium,
terutama katup jantung. Katup yang sering terkena adalah katup mitral dan aorta
yang kelainannya dapat berupa insufisiensi tetapi bila penyakit telah berlangsung
lama dapat berupa stenosis.4

2.2. Etiologi
Penyakit jantung rematik muncul sebagai sekuele atau gejala sisa dari
demam rematik akut sebelumnya yang disebabkan oleh infeksi bakteri
Streptococcus β hemoliticus grup A. Lesi primer pada penyakit jantung rematik
adalah kerusakan katup diikuti dengan perubahan dari ruangan jantung dan
ketebalan dari dinding sebagai bentuk kompensasi. Lesi primer pada miokard
biasanya terjadi tanpa gejala klinis yang signifikan. Riwayat serangan akut demam
rematik tidak dijumpai pada semua pasien yang mengalami penyakit jantung
rematik. Hal ini mungkin disebabkan karena serangan subklinis yang dialami
beberapa pasien atau tidak terdiagnosis saat serangan demam rematik.5
2.3. Epidemiologi
Demam rematik jarang terjadi sebelum usia 5 tahun dan setelah usia 25
tahun, paling banyak ditemukan pada anak-anak dan dewasa muda. Insidensi
tertinggi terdapat pada anak usia 5-15 tahun dan di negara tidak berkembang atau
sedang berkembang dimana antibiotik tidak secara rutin digunakan untuk
pengobatan faringitis.6
4

Penyakit jantung rematik merupakan penyebab utama mitral stenosis


dengan 60% mitral stenosis murni disertai riwayat demam rematik akut. PJR
lebih sering terjadi pada perempuan dibandingkan laki-laki dengan perbandingan
2:1. Pada negara berkembang, penyakit ini memiliki periode laten 20-40 tahun
sampai beberapa dekade untuk gejala penyakit yang memerlukan intervensi
bedah. Pada gejala yang terbatas, tanpa terapi memiliki survival rate sebesar 0-
15%. Diperkirakan seperlima dari pasien dengan penyakit jantung post reumatik
memiliki insufisensi murni, 45% memiliki stenosis dengan insufisiensi, 34%
murni stenosis, dan 20% murni insufisiensi.7

2.4. Patofisiologi
Terdapat 2 teori yang menjelaskan patofisiologi demam rematik, yaitu
teori sitotoksik dan teori imunologi. Teori sitotoksik menduga toksin dari SBHA
terlibat dalam patogenesis demam rematik akut dan PJR. SBHA memproduksi
beberapa enzim yang sitotoksik terhadap sel jantung mamalia, seperti streptolisin
O yang memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mamalia pada kultur jaringan.
Namun demikian salah satu masalah utama adalah hipotesis sitotoksik tidak dapat
menjelaskan periode laten diantara faringitis akibat SBHA dan onset dari demam
rematik akut.8

Patogenesis yang dimediasi imun pada demam rematik akut dan PJR
diduga adanya reaksi silang antara komponen SBHA dan sel mamalia. 9
Diperkirakan terjadinya reaksi silang oleh karena adanya kemiripan molekul
antara protein M (subtipe 1,3,5,14,18,19 dan 24)3dari SBHA dengan antigen
glikoprotein jantung, sendi dan jaringan lainnya. 10 Protein M pada SBHA
( M1,M5,M6, dan M19) bereaksi silang dengan glikoprotein pada jantung seperti
miosin dan tropomiosin, dan endotelium katup.9

Antibodi antimiosin mengenali laminin, sebuah matriks ekstraseluler alfa-


heliks koil protein yang merupakan bagian dari struktur membran katup. Katup
yang paling sering terkena secara urutan mulai dari yang tersering adalah mitral,
aorta, trikuspid, dan pulmonal. Dalam banyak kasus katup mitral diikuti 1 atau 3
katup lainnya. 9
5

Sel T yang responsif terhadap protein M menginfiltrasi katup melewati


endotelium katup diaktivasi oleh ikatan antistreptokokal karbohidrat dengan
pelepasan TNF dan Interleukin.10

Gambar 2.1. Patofisiologi Penyakit Jantung Rematik

2.5. Manifestasi Klinis


2.5.1. Manifestasi Klinis pada Jantung dari Demam Rematik Akut8,9
Pankarditis adalah komplikasi yang paling serius dan komplikasi kedua
tersering dari demam rematik akut (50%). Dalam kasus yang berat, pasien
mengeluhkan kesulitan bernafas (dispnea), nyeri dada ringan sampai sedang,
edema, batuk, atau ortopnea.
Pada pemeriksaan fisik, karditis terutama dideteksi dengan adanya
murmur baru dan takikardia. Murmur baru atau berubah harus disadari untuk
diagnostik valvulitis rematik. Beberapa kardiologis menganjurkan pemeriksaan
echo-Doppler untuk pembuktian insufisiensi mitral, bersamaan dengan aorta
6

insufisiensi, mungkin cukup untuk mendiagnosis karditis (walaupun tanpa adanya


penemuan pada auskultasi). Manifestasi klinis pada jantung dari demam rematik
akut yaitu:

1. Murmur baru atau berubah


Murmur pada demam rematik akut secara tipikal dikarenakan insufisiensi
katup. Murmur berikut ini adalah yang paling sering ditemukan selama demam
rematik akut :

a. Murmur pansistolik apikal : bernada tinggi, murmur dengan blowing


quality dari mitral regurgitasi yang beradiasi ke aksila kiri. Tidak dipengaruhi oleh
respirasi dan posisi dengan intensitas bervariasi dan derajat 2/6 atau lebih besar.
Mitral insufisiensi berhubungan dengan disfungsi katup, korda dan muskulus
papilaris
b. Murmur diastolik apikal ( Carey-Coombs murmur ) : didengar pada
karditis aktif dan mitral insufisiensi yang berat. Mekanisme murmur ini adalah
adanya darah yang melewati katup mitral yang mengalami regurgitasi selama
pengisian ventrikel. Terdengar paling baik dengan stetoskop bell, dengan posisi
pasien lateral kiri dan menahan nafas selama ekspirasi
c. Murmur diastolik basal : diastolik awal (early diastolic) murmur dari
regurgitasi aorta, bernada tinggi, blowing, decrescendo dan terdengar paling baik
sepanjang kanan atas dan kiri tengah garis sternal setelah ekspirasi dalam dengan
pasien duduk dan badan maju ke depan.

2. Gagal jantung kongestif


Gagal jantung kongestif dapat terjadi sekunder akibat insufisiensi katup
yang berat atau miokarditis. Pada pemeriksaan fisik yang berkaitan dengan gagal
jantung dapat ditemukan takipnea, ortopnea, distensi vena jugularis, rales,
hepatomegali, ritme galop, dan edema ekstremitas.

3. Perikarditis
Pada pemeriksaan fisik adanya pericardial friction rub mengindikasikan
adanya perikarditis. Perkusi menjadi semakin redup pada jantung dan suara
jantung yang menjauh konsisten dengan adanya efusi pericardial.
7

2.5.2. Manifestasi Klinis pada Jantung dari Penyakit Jantung Rematik


Manifestasi klinis pada jantung dari penyakit jatung rematik antara lain:10
1. Deformitas katup, paling sering berupa mitral insufisiensi, mitral
stenosis,aorta insufisiensi, dan aorta stenosis
2. Atrial fibrilasi
3. Tromboemboli

2.6. Diagnosis
Penegakan diagnosis dahulu berdasarkan kriteria Jones, tetapi saat ini telah
ada kriteria yang diperbaharui oleh AHA dan WHO tahun 2002-2003. Melalui
kriteria yang telah diperbaharui ini dapat dilakukan diagnosis terhadap :3

1. Episode pertama demam rematik


2. Serangan berulang demam rematik pada pasien tanpa PJR
3. Serangan berulang demam rematik pada pasien dengan PJR
4. Reumatik Chorea
5. Onset awal Karditis Rematik
6. PJR kronik

Tabel 2.1. Kriteria WHO 2002-2003 untuk Diagnosis Demam Rematik dan
Penyakit Jantung Rematik (Berdasarkan Revisi Kriteria Jones 1992)
8

Tabel 2.2. Kriteria Jones (revisi) untuk Pedoman Diagnosis Demam Rematik
(1992)

2.7. Penatalaksanaan
9

Prinsip penatalaksanaan medis pada penderita PJR adalah untuk


mengeliminasi bakteri SBHA pada faringitis (bila masih ada), mensupresi
inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan tatalakasana suportif bagi
penderita gagal jantung. Pada tahap resolusi episode akut, terapi ditujukan
mencegah kekambuhan PJR pada anak dan memonitoring komplikasi dan sequele
dari PJR pada orang dewasa.11

Tatalaksana manifestasi akut dari demam rematik akut meliput salisilat dan
steroid. Aspirin sebagai anti-inflamasi dengan dosis efektif mampu mengurangi
semua manifestasi dari penyakit kecuali korea. Pemberian aspirin sebagai dosis
anti-inflamasi diberikan sampai tanda dan gejala demam rematik akut berkurang
atau membaik (6-8 minggu) dan reaktan fase akut kembali ke normal. Ketika
memutuskan terapi, perlu monitoring reaktan fase akut untuk pembuktian
terjadinya rebound atau tidak.12

Pada anak-anak dosis aspirin yaitu 100 mg/kg/hari dibagi dalam 4-5 dosis
dan dapat ditingkatkan sampai 125 mg/kg/hari selama 2 minggu. Setelah dosis
inisial selama 2 minggu, dosis dapat diturunkan menjadi 60-70 mg/kg/ hari untuk
3-6 minggu berikutnya. Bila alergi aspirin dapat diberikan naproxen dengan dosis
10-20 mg/kg/hari.11,12

Bila terdapat karditis sedang hingga berat yang ditandai dengan adanya
kardiomegali, gagal jantung kongestif, blok jatung derajat III, ganti salisilat
dengan prednison per oral. Pemberian prednison yaitu selama 2-6 minggu,
bergantung tingkat keparahan karditis.11,12

Prednison diberikan dengan dosis 1-2 mg/kg/hari maksimal 80 mg/hari


dalam pemberian tunggal atau dalam dosis terbagi. Diberikan selama 2-3 minggu
kemudian diturunkan 20-25% setiap minggunya.11,12

Pergantian terapi prednison setelah periode pendek (2-4 minggu) diikuti


pemberian salisilat untuk beberapa minggu dapat mengurangi efek yang tidak
diinginkan dari steroid dan mencegah rebound-nya karditis.11,12
10

Pasien dengan demam rematik akut dan gagal jatung mendapat terapi
meliputi digoxin, diuretik, ACE-inhibitor, suplemen oksigen, tirah baring dan
restriksi cairan dan natrium. Diuretik yang biasa digunakan bersamaan dengan
digoxin untuk anak-anak dengan gagal jantung meliputi furosemid dan
spironolakton. Diperlukan pengecekan elektrolit dan koreksi hipokalemia sebelum
memulai terapi dengan digoxin.11,12

Total dosis digitalis adalah 20-30 mcg/kg per oral dengan 50% dosis
inisial, diikuti 25% dosis 12 jam dan 24 jam setelah dosis inisial. Dosis
maintenance biasanya 8-10 mcg/kg/hari per oral dibagi dalam 2 dosis. Pada anak
yang lebih tua dan dewasa, total loading dose adalah 1,25-1,5 mg per oral dan
dosis maintenance adalah 0,25-0,5 mg per oral setiap hari. Terapi digoxin
dipertahanakan pada level 1,5-2 ng/mL.11,12

Agen pengurang afterload, seperti ACE inhibitor mungkin efektif untuk


memperbaiki curah jantung, terutama dengan adanya insufisiensi mitral dan aorta.
Dimulai dengan dosis inisial yang kecil dan diberikan hanya bila telah dilakukan
koreksi hipovolemia.11,12

Jika terjadi gagal jatung yang tetap dan progresif selama episode demam
rematik akut, selain terapi medikamentosa, pembedahan diindikasikan dan
mungkin dapat menyelamatkan dari mitral dan atau aorta insufisiensi yang
berat.11,12

Terapi preventif dan profilaksis di indikasikan untuk demam rematik dan


PJR akut untuk mencegah kerusakan katup yang lebih lanjut. Injeksi 0,6-1,2 juta
unit ( <30 kg dan ≥ 30 kg ) benzathine penisilin G intramuskular setiap 3-4
minggu direkomendasikan untuk profilaksis sekunder. Penisilin V per oral dapat
diberikan dengan dosis 250 mg 2 kali sehari bila tidak dapat diberikan suntikan
karena perdarahan hebat. Bila mengalami alergi penisilin dapat diberikan
eritromisin per oral 250 mg 2 kali sehari. Pemberian dosis yang sama diberikan
setiap 3 minggu pada area endemik demam rematik, pasien dengan karditis
residual, dan pasien berisiko tinggi.11,12
11

Durasi pemberian antibiotik profilaksis masih merupakan kontroversial


terutama untuk pasien dengan risiko tinggi (seperti tenaga kesehatan, guru, dan
pekerja perawatan). AHA (American Heart Association) merekomendasikan
pasien dengan demam rematik tanpa karditis menerima profilaksi antibiotik
selama 5 tahun atau sampai berusia 18 tahun. Pasien dengan demam rematik dan
karditis tanpa penyakit katup menerima profilaksis antibiotik selama 10 tahun atau
sampai usia 25 tahun. Pasien dengan demam rematik dan karditis disertai penyakit
katup menerima antibiotik seumur hidup.11,12
12

BAB III
LAPORAN KASUS

Kasus
T, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun, datang ke unit gawat darurat
Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik pada tanggal 24 Agustus 2016
dengan keluhan sesak nafas.

Riwayat Penyakit :
Sesak nafas dialami os sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit. Sesak
dirasakan saat beraktifitas seperti berjalan 100 meter dan berkurang dengan
istirahat. Riwayat sesak sebelumnya tidak dijumpai. Os juga merasa mudah lelah
sejak 1 bulan ini. Batuk tidak dijumpai, riwayat batuk disangkal. Demam tidak
dijumpai, riwayat demam sebelumnya disangkal.
Nyeri sendi juga dialami os sejak 2 minggu sebelum masuk rumah sakit.
Nyeri dirasakan di sendi lutut kanan dan kiri, sendi lengan dan siku kanan. Nyeri
dirasakan berpindah pindah dari satu sendi ke sendi lain. Riwayat terdapat bercak-
bercak kemerahan di badan, tangan dan kaki tidak dijumpai. Riwayat terdapat
benjolan keras di bawah kulit pada daerah persendian tidak dijumpai. Riwayat
terdapat gerakan cepat dan tidak beraturan pada wajah dan lengan tidak dijumpai.
Nyeri menelan dirasakan os sejak 2 hari terakhir. Riwayat nyeri menelan
sebelumnya disangkal. BAB (+) kesan normal, BAK (+) kesan cukup.

Riwayat Pengobatan Sebelumnya:


Os merupakan pasien rujukan dari RSUD Kota Tanjung Balai oleh dokter Sp.A
dengan diagnosis sangkaan Rheumatic Heart Disease (RHD) dan diberi
tatalaksana injeksi ceftriaxon, chloramphenicol, dan ranitidine.

Riwayat Penyakit dalam Keluarga : .


Hipertensi (-), DM (-), TB (-), Kejang (-)

Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir secara spontan pervaginam dengan bantuan dokter, os lahir cukup
bulan, dan segera menangis. Tidak dijumpai biru dan tubuh kuning pada saat os
lahir.
13

BBL : 3200 gram LK: tidak jelas


PB: 50 cm

Riwayat Nutrisi :
ASI diberikan usia 0-6 bulan
Susu formula diberikan sejak usia 6 bulan
Bubur susu sejak usia 7 bulan
Nasi tim diberikan usia 8-12 bulan
Makanan dewasa diberikan sejak usia 13 bulan

Riwayat Imunisasi : Hepatitis B 3x


BCG 1x
Polio 4x
Campak 1x
DPT 3x

Riwayat Tumbuh Kembang :


Mengangkat kepala mulai usia 2 bulan
Membalikkan badan mulai usia 5 bulan
Duduk mulai usia 7 bulan
Merangkak usia 9 bulan
Berdiri mulai usia 12 bulan
Berjalan mulai usia 15 bulan
Bicara mulai usia 2 tahun
14

Pemeriksaan Fisik
Status Presens:
Sensorium : CM Dyspnea (+) Anemia (-)
Temperatur : 36,9 Sianosis (-) Jaundice (-)
Edema (-)
Status Gizi:
BB : 42 kg BB/U : 68.85 %
TB : 162 cm TB/U : 93.64 %
BB/TB : 84 %

Status Lokalisata:
Kepala :
 Mata : refleks cahaya (+/+), pupil isokor (+/+), conjungtiva palpebra
inferior anemis (-/-), sclera ikterik (-/-)
 Telinga : dalam batas normal
 Hidung : terpasang O2 nasal kanul
 Mulut : sianosis (-)
Leher : tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Dada : simetris fusiformis, retraksi (-)
RR: 32 kali/menit, regular, suara pernapasan melemah di
lapangan bawah paru kiri (N: 16-20 kali/menit)
HR: 120 kali/menit, regular, murmur (+) pansistolik grade III/6
ICR III-IV LMCS, thrill (+) di ICR III-IV LMCS (N:60-100
kali/menit)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) normal, hepar dan lien: tidak teraba.
Extremitas : TD : 120/70 mmHg, nadi: 120 kali/min, regular, t/v cukup, akral
hangat, CRT < 3”, edema pretibial (-), sendi lutut kanan dan kiri
stiffness (+), ROM terbatas, nyeri (+).
Anogenital : tidak dilakukan pemeriksaan
15

Hasil Laboratorium (24 Agustus 2016)

Test Result Unit References


Darah Lengkap

Hemoglobin 11.5 g/dL 13 – 18


Eritrosit 4,44 106/mm3 4,50 – 6,50
Leukosit 7,780 103/mm3 4,0-11,0
Trombosit 489 103/mm3 150-450
Hematocrite 35 % 39 - 54
Eosinophil 0,80 % 1-3
Basophil 0,10 % 0-1

Neutrophil 83,30 % 50 - 70
Lymphocyte 12,30 % 20 - 40
Monocyte 3,50 % 2–8
Neutrophil Absolute 6,48 103/µL 2,7-6,5
Lymphocyte Absolute 0,96 103/µL 1,5-3,7
Monocyte Absolute 0,27 103/µL 0,2-0,4
Basophil Absolute 0,01 103/µL 0-0.1
Eosinophil Absolute 0,06 103/µL 0–0.1
MCV 80 fL 81 – 99

MCH 25,9 Pg 27,0 – 31,0

MCHC 32,6 g% 31,0 – 37,0

RDW 12,1 % 11,5 – 14,5

PCT 0.420 % 0.1 – 0.5

Metabolisme Karbohidrat

Glukosa darah (sewaktu) 105 mg/dl <200


Ginjal

BUN 6 mg/dl 9-21


16

Ureum 13 mg/dl 19-44

Kreatinin 0,48 mg/dl 0,7-1,3

Analisa Gas Darah

pH 7.34 7.35-3.45

pCO2 28.0 mmHg 38-42

pO2 90 mmHg 85-100


HCO3 15.1 mmol/L 22-26

Kelebihan Basa -9.3 mmol/L (-2)-(+2)

Saturasi O2 96% % 95-100

Elektrolit

Natrium (Na) 138 mEq/L 135-155

Kalium (K) 4,3 mEq/L 3.6-5.5

Klorida (Cl) 104 mEq/L 96-106

Tes Lain

Procalcitonin 0.13 ng/ml <0.05

Diagnosa banding : CHF NYHA III e.c dd/ 1. RHD


2. Endokarditis infektif
Diagnosa kerja : CHF NYHA III e.c Susp. RHD

Terapi : O2 nasal kanul 1-2 liter/menit


IVFD D5% 5 cc/jam
Inj. Furosemid 30 mg/12 jam/iv
Spironolakton tab 2 x 12,5 mg
Ibuprofen 400 mg (k/p)
Diet MB 1940 kkal dengan 84 gr protein

Rencana : Echocardiography
Prognosis : Dubia ad Malam
FOTO THORAX
17

(24 Agustus 2016)

Kesan: Kardiomegali (CTR : 62%) dengan edema paru

EKG
18

(24 Agustus 2016)

Kesan EKG : Normal Sinus Rhytm


19

FOLLOW UP

Tanggal : 25 Agustus 2016


S Sesak nafas (+), nyeri sendi (+)
Sens : CM t : 37,0oC
Kepala : Mata : RC (+/+), pupil isokor, konjunctiva palpebra inferior pucat (-/-)
T/H/M:dbn/terpasang O2 nasal kanul/dbn
Leher: Pembesaran KGB (-)
Dada: SF, retraksi (-)
O
HR: 85 x/min, regular, desah (+) pansistolik grade III/6 ICR III-IV LMCS
RR: 30 x/min, regular, SP melemah di lap.bawah paru kiri
Abdomen: soepel, peristaltik (+) N, H/L : tidak teraba
Extremitas : nadi: 85 x/min,regular, t/v cukup, CRT < 3 detik, sendi lutut
kanan dan kiri kaku, ROM terbatas, nyeri (+), TD: 110/70
A CHF NYHA II-III e.c Susp.RHD
O2 nasal kanul 1-2 liter/menit
IVFD D5% 5 cc/jam
Inj. Furosemid 30 mg/12 jam/iv
Spironolakton tab 2 x 12,5 mg
Ibuprofen 400 mg (k/p)
P
Diet MB 1940 kkal dengan 84 gr protein

Rencana:
-Cek ASTO, Rheumatoid factor, LED
-Echocardiography

Tanggal : 26 Agustus 2016


S Sesak nafas (+) berkurang, Nyeri sendi (+)
Sens : CM t : 36,7oC
Kepala : Mata : RC (+/+), pupil isokor, konjunctiva palpebra inferior pucat (-/-)
T/H/M:dbn/terpasang O2 nasal kanul/dbn
Leher: Pembesaran KGB (-)
Dada: SF, retraksi (-)
O HR: 100 x/min, regular, desah (+) pansistolik grade III/6 ICR III-IV LMCS
RR: 26 x/min, regular, ronchi (-/-)
Abdomen: soepel, peristaltik (+) N, H/L : tidak teraba
Extremitas : nadi: 100 x/min,regular, t/v cukup, CRT < 3 detik, sendi lutut
kanan dan kiri kaku, ROM terbatas, nyeri (+), TD: 120/80

A CHF NYHA II e.c RHD


P O2 nasal kanul 1-2 liter/menit
IVFD D5% 5 cc/jam
20

Inj. Furosemid 30 mg/12 jam/iv


Spironolakton tab 2 x 12,5 mg
Ibuprofen 400 mg (k/p)
Diet MB 1940 kkal dengan 84 gr protein

Hasil Echo: Severe MR, Moderate MS, Moderate AR, Mild TR

Tanggal 27Agustus 2016


S Sesak nafas (-), nyeri sendi (+)
Sens : CM t : 37,1oC
Kepala : Mata : RC (+/+), pupil isokor, konjunctiva palpebra inferior pucat (-/-)
T/H/M:dbn/dbn/dbn
Leher: Pembesaran KGB (-)
O Dada: SF, retraksi (-)
HR: 92 x/min, regular, desah (+) pansistolik grade III/6 ICR III-IV LMCS
RR: 22 x/min, regular, ronchi (-/-)
Abdomen: soepel, peristaltik (+) N, H/L : tidak teraba
Extremitas : nadi: 92 x/min,regular, t/v cukup, CRT < 3 detik, TD: 110/80
A RHD
Inj.Benzatine Penicilin 1,2 juta IU /IM
Inj. Furosemide 30 mg/12 jam
P Spironolakton tab 2 x 12,5 mg
Ibuprofen 400 mg (k/p)
Diet MB 1940 kkal dengan 84 gr protein

Tanggal 28 Agustus 2016


S Sesak nafas (-), nyeri sendi (+)
Sens : CM t : 36,9oC
Kepala : Mata : RC (+/+), pupil isokor, konjunctiva palpebra inferior pucat (-/-)
T/H/M:dbn/dbn/dbn
Leher: Pembesaran KGB (-)
O Dada: SF, retraksi (-)
HR: 96 x/min, regular, desah (+) pansistolik grade III/6 ICR III-IV LMCS
RR: 20 x/min, regular, ronchi (-/-)
Abdomen: soepel, peristaltik (+) N, H/L : tidak teraba
Extremitas : nadi: 96 x/min,regular, t/v cukup, CRT < 3 detik, TD: 120/70
A RHD
P Inj. Furosemide 30 mg/12 jam
Spironolakton tab 2 x 12,5 mg
Ibuprofen 400 mg (k/p)
Diet MB 1940 kkal dengan 84 gr protein
21

Rencana : PBJ dengan injeksi benzatine penicilin 1,2 juta IU per 28 hari
22

BAB IV

DISKUSI

KASUS TEORI
MANIFESTASI KLINIS
1. Sesak nafas dialami os sejak 2 1. Manifestasi klinis demam
minggu sebelum masuk rumah rematik akut :
sakit. Sesak dirasakan saat -Kriteria Mayor :
beraktifitas seperti berjalan 100 a. Poliarthritis migrans
meter dan berkurang dengan b. Carditis (pericarditis,
istirahat. miocarditis, endocarditis)
2. Nyeri sendi juga dialami os ditandai dengan adanya
sejak 2 minggu sebelum masuk murmur, tanda-tanda
rumah sakit. Nyeri dirasakan di gagal jantung kongestif
sendi lutut kanan dan kiri, sendi (takipnea, ortopnea, distensi
lengan dan siku kanan. Nyeri vena jugularis, rales,
dirasakan berpindah pindah dari hepatomegali, ritme galop,
satu sendi ke sendi lain. edema dan pembengkakan
3. Nyeri menelan dirasakan os ekstremitas), dan adanya
sejak 2 hari terakhir. pericardial friction rub.
4. Murmur (+) pansistolik grade c. Chorea Sydenham
III/6 ICR III-IV LMCS d. Erythema Marginatum
5. RR: 32 kali/menit, suara e. Subcutaneous Nodule
pernapasan melemah di -Kriteria Minor:
lapangan bawah paru kiri a. Demam
6. Sendi lutut kanan dan kiri
b. Arthralgia
stiffness (+), ROM terbatas,
2. Manifestasi klinis PJR:
nyeri (+).
Adanya tanda-tanda deformitas
katup seperti MS, MI, AS, AI

DIAGNOSIS
23

-Berdasarkan hasil anamnesis, Berdasarkan kriteria WHO 2002-2003


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
mengenai diagnosis DR dan PJR dari
penunjang didapati adanya 2 kriteria
mayor yaitu poliarthritis migrans dan hasil revisi kriteria Jones (1992)
carditis berupa tanda-tanda
keterlibatan endokard/katup jantung
yaitu ditemukannya murmur dan
adanya tanda-tanda gagal jantung.
-Berdasarkan hasil echo dijumpai:
Severe MR, Moderate MS, Moderate
AR, Mild TR
PENATALAKSANAAN
-O2 nasal kanul 1-2 liter/menit Prinsip tatalaksana DR dan PJR:
-IVFD D5% 5 cc/jam
1. Eradikasi bakteri SBHA dengan
-Inj. Furosemid 30 mg/12 jam/iv
-Spironolakton tab 2 x 12,5 mg antibiotik untuk mencegah rekurensi
-Ibuprofen 400 mg (k/p) dengan antibiotik pilihan yaitu:
-Benzatin Penicilin 1,2 juta IU/IM
-Benzathine penisilin, 1,2 juta unit
setiap 28 hari
IM, satu kali sebulan
-Oral penisilin V, 250 mg 2x sehari
-Oral sulfadiazine 1g 1x sehari
-Oral eritromisin 250 mg 2x sehari
2. Supresi reaksi inflamasi dari respon
autoimun dengan obat pilihan:
-Aspirin 100 mg/kg/hari
-Prednison 2 mg/kg/hari
3. Tatalaksana suportif untuk gagal
jantung, meliputi pemberian:
- Diuretik : Furosemid, spironolakton
- Digoxin
- ACE-I
24

BAB V
KESIMPULAN

T, seorang anak laki-laki berusia 16 tahun dengan berat badan 42 kg dan


tinggi badan 162 cm, datang ke RSUP H.Adam Malik pada tanggal 24 Agustus
2016 dengan keluhan sesak nafas dan nyeri sendi. Pasien ini didiagnosa dengan
CHF akibat RHD dan diberi tatalaksana:
-O2 nasal kanul 1-2 liter/menit
-IVFD D5% 5 cc/jam
-Inj. Furosemid 30 mg/12 jam/iv
-Spironolakton tab 2 x 12,5 mg
-Ibuprofen 400 mg (k/p)
-Diet MB 1940 kkal dengan 84 gr protein

Pasien diperbolehkan pulang pada tanggal 28 Agustus 2016 karena


keadaan umum sudah stabil, dengan rawat jalan untuk mendapatkan injeksi
Benzatin Penicilin 1,2 juta IU/IM setiap 28 hari.
25

DAFTAR PUSTAKA

1. Bland EF, Jones TD: Rheumatic fever and rheumatic heart disease, Circulation
4:836—843, 1951.
2. Marijon E, dkk. Prevalence of rheumatic heart disease detected by
echocardiographic screening. NEJM. 2007;357:470-6
3. Report of a WHO Expert Consultation. Rheumatic Fever and Rheumatic Heart
Disease
4. Madyono B. Epidemiologi penyakit jantung reumatik di Indonesia. J Kardiol
Indones 1995;200:25-33
5. Kaplan EL: Acute rheumatic fever. In Hurst JW, editor: The heart, arteries, and
veins, ed 7, New York, 1990, McGraw-Hill, pp 1523-1529.
6. Kannel WB, Thom JJ: Incidence, prevalence, and mortality of cardiovascular
disease. In Hurst JW, editor: The heart, arteries, and veins, ed 7, New York, 1990,
McGraw-Hill, pp 627-639.
7. Levy RI: Prevalence and epidemiology of cardiovascular disease. In Wyngaarden
JB, Smith LH, editor: Cecil textbook of medicine, ed 17,Phildelphia,1985, WB
Saunders
8. Kumar et al. Robbins Basic Pathology. 8th ed. UK:Elsevier;2008.hal 592-595
9. Gerber MA. Chapter 182. Rheumatic Fever. In :Kleigman RM, Behrman RE,
Jenson HB, Stanton BF. Nelson Textbook of Pediatrics.18th ed. UK :
Elsevier;2007.p1135-45.
10. Burke AP, Butanny J. Articles : Pathology of Rheumatic Heart Disease. Updated
April 7th 2011. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/1962779-
overview.
11. Standard treatment whf. http://www.ass.nc/themes/rhumatisme-articulaire-
aigu/publications/doc_download/333-.
12. Chin TK, Chin EM, Siddiqui T, Sundell AK. Article : Pediatric Rheumatic Heart
Disease. Available at : http://emedicine.medscape.com/article/891897-
overview#showall.

Anda mungkin juga menyukai