Anda di halaman 1dari 7

SAKIT KEPALA MIGREN

I. DEKRIPSI PENYAKIT

A. Definisi
Migren adalah sakit kepala kambuhan dengan intensitas sedang sampai berat yang terkait
dengan sindrom anatomis, neurologis dan saluran cerna. Pada migren dengan aura, gejala
neurologis fokus yang rumit akan mendahului atau menyertai serangan sekit kepala.

B. Patofisiologi
Pada saat ini dipercaya bahwa saraf yang tidak berfungsi (neuronal dysfunction)
sebagai penyebab dasar dari patofiologi migren. Gejala yang berhubungan dengan aura
di perkirakan merupakan akibat dari saraf yang tidak berfungsi dan ditandai dengan
berkurangnya gelombang aktivitas elektrik yang disampaikan ke korteks serebral. Aura
juga berkaitan dengan menurunnya aliran darah ke otak.
Nyeri migren di anggap sebagai hasil dari aktivitas di dalam sistem trigeminovaskular
yang menyebabkan pelepasan neuropeptida vasoaktifsehingga terjadi vasodilatasi,
ekstravasasi plasma dural, dan peradangan perivaskular.
Patogenesis migren mungkin disebabkan oleh ketidakseimbangan aktivitas sel saraf
(neuron) yang mengandung serotonin dan/ jalur noradrenergik di inti (nuclei) batang
otak yang mengatur pembuluh darah otak dan persepsi nyeri. Ketidakseimbangan ini
dapat menyebabkan vasodilitasi pembuluh darah intrakranial serta aktivitas sistem
trigeminovaskular.
Serotonin (5-hidroksitriptamin, atau 5-HT) merupakan mediator migren yang penting.
Obat anti migren akut seperti alkaloid ergot dan turunan triptan merupakan agonis dari
subtipe reseptor 5-HT1 vaskular dan neuronal,sehingga menyebabkan vasokontriksi
dan hambatan pelepasan neuropeptida vasoaktif dan transmisi sinyal nyeri. Obat
profilaksis migren menstabilkan neurotransmisi serotonin dan meningkatkan ambang
batas nyeri dengan cara antagonisme atau mengurangi kerja reseptor 5-HT2, atau
dengan cara mengatur pembuangan (discharge) serotonin neuronal.

C. Manifestasi klinis

UMUM
Migren adalah jenis sakit kepala yang lazim ditemui, bersifat berat dan kambuhan
(recurrent) yang mempengaruhi fungsi tubuh normal. Migren termasuk kedalam gangguan
sakit kepala primer dan di bagi menjadi dua subtipe besar, yaitu migren dengan aura dan
tanpa aura.

GEJALA
Migren ditandai dengan episode berulang nyeri kepala yang terasa seperti gelombang
yang menghantam (throbbing/pulsating) dan biasanya hanya terjadi disebelah kepala
(unilateral), jika tidak diobati bisa berlangsung 4-72 jam. Sakit kepala migren dapat
sangat berat dan menyebabkan mual, muntah, peka terhadap cahaya, suara, dan atau
gerakan. Tidak semua gejala akan muncul saat terjadi serangan.
Pada pemeriksaan tentang sakit kepala, harus dikenalai tentang tanda bahaya saat
diagnosis. Hal ini meliputi : serangan akut sakit kepala yang pertama kali dan
terburuk, pola perkembangan keparahan (accelerating) sakit kepala setelah serangan
subakut, sakit kepala yang pertama kali terjadi pada usia di atas 50 tahun, sakit kepala
akibat penyakit sistemik (misal : demam, mual, muntah, kaku leher dan rash atau
bintik kemerahan), sakit kepala dengan gejala neurologik fokal atau papilledema, serta
sakit kepala yang baru pertama muncul pada pasien kanker atau infeksi Human
Immonodeficiency Virus (HIV).

TANDA

Tanda-tanda sakit kepala migren meliputi pola yang stabil, tidak di derita sepanjang
hari (daily headache), dalam riwayat keluarga terdapat pasien migren, pemeriksaan
neurologis yang normal/tidak ada kelainan, adanya makanan sebagai pemicu migren,
berkaitan dengan menstruasi, riwayat penyakit migren telah lama diderita, membaik
saat tidur, dan evolusi subakut. Aura bisa menjadi tanda migren, tetapi tidak menjadi
penentu dalam diagnosis.
Sekitar 10% sampai 60% pasien migren mengalami gejala premonitory atau
prodromal, dalm beberapa jam atau beberapa hari sebelum timbul sakit kepala. Gejala
prodromal neurologis (phonophobia/ tidak tahan mendengar suara keras, photophobia/
tidak tahan melihat cahaya, hyperosmia/ gangguan penciuman, sulit berkonsentrasi)
adalah yang paling sering muncul, tetapi gejala psikologis (cemas, deprsi,mengantuk,
kelelahan), otonomis (poliuria, diare, sembelit) dan konstitusional atau sistemik (misal
: kaku leher, menguap, haus, lapar, anoreksia) juga dapat terjadi.
Migren dengan aura dialami sekitar 31% pasien migren. Biasanya aura mulai
berevolusi/muncul perlahan selama lebih dari 5 menit sampai dengan 20 menit dan
terus berlangsung sampai dengan kurang dari 60 menit. Rasa sakit kepala biasanya
muncul dalam 60 menit satelah aura. Aura pada indera penglihatan meliputi gambaran
positif (contoh : scintillations, photopsia, theihopsia, fortification spectrum) maupun
negatif (misal : scotoma, hemianopsia). Gejala motorik dan sensorik seperti
paresthesia/rasa kesemutan atau mati rasa pada lengan dan wajah, dysphasia atau
aphasia, lemah dan hemiparesis/lumpuh pada satu sisi tubuh juga dapat terjadi.
Migren dapat muncul kapanpun pada pagi maupun malam hari, tetapi umumnya pada
pagi hari saat baru bangun tidur. Rasa sakit timbul bertahap, makin memuncak
intensitasnya selama beberapa menit sampai beberapa jam, dan tetap berlangsung
selama 4-72 jam. Nyeri ini biasanya termasuk jenis sedang sampai berat dan hampir
selalu melibatkan bagian frontotemporal/dahi dan pelipis. Sakit kepala biasanya
bersifat unilateral dan seperti mengantam atau berdenyut-denyut. Gangguan pada
saluran cerna (contoh : mual, muntah) hampir selalu menyertai sakit kepala ini. Gejala
sistemik yang lain meliputi anoreksia, sembelit, diare, kram perut, hidung tersumbat,
mata kabur, diaphoresis, pucat, dan edema/bengkak terlokalisasi pada wajah
atauperiorbital, pucat, dan edema/bengkak terlokalisasi pada wajah atau periorbital.
Sensory hyperacuity (phonophobia/ tidak tahan mendengar suara keras, photophobia/
tidak tahan melihat cahaya, osmophobia) di laporkan seringkali terjadi. Aktifitas fisik
dapat memperburuk rasa nyeri, dan banyak pasien memerlukan ruangan yang sepi dan
gelap untuk beristirahat dan menyembuhkan penyakitnya.
Sekali rasa sakit mereda, dimulailah fase fase resolusi yang di tandai dengan
kelelahan, lemah dan iritabilita.

TES LABORATORIUM
Pada lingkungan tertentu dan sakit kepala sekunder, hasil pemeriksaan kimiawi serum,
pola toksikologi urine, uji fungsi tiroid, dan pemeriksaan darah lainnya seperti hitung
jenis lengkap, titer antibodi antinuklear, laju endap eritrosit, dan titer antibodi
antifospolipid juga harus di pertimbangkan.

II. TERAPI
A. Tujuan terapi
Terapi akibat seharusnya memberikan hasil berupa pengurangan gejala secara cepat
dan konsisten dengan efek samping dan kekambuhan yang minimal. Idealnya, pasien
dapat mengatasi sakit kepalanya secara efektif tanpa harus mengunjungi dokter atau
bagian gawat darurat rumah sakit.
Klinisi dan pasien migren hendaknya bekerjasama untuk menciptakan rencana
pengolahan jangka panjang panjang untuk mengurangi frekuensi dan keparahan
serangan, meminimalkan jangkauan terhadap emosi dan aktivitas pasien serta
meningkatkan mutu kehidupannya.

TERAPI NON FARMAKOLOGI

Menempelkan es di kepala dan beristirahat atau tidur sejenak, biasanya di ruangan


yang agak gelap terang, dapat bermanfaat bagi pasien migren.
Penatalaksanaan pencegahan sebaiknya di mulai dengan mengidentifikasi dan
menghindarai faktor yang dapat memicu serangan migren.
Perubahan perilaku (terapi relaksasi, biofeedback, terapi kognitif) merupakan tindakan
pencegahan yang dapat dilakukan oleh pasien yang cenderung memilih terapi tanpa
obat atau jika terapi obat tidak efektif atau tidak dapat di toleransi dengan baik oleh
pasien. Alogarutma pengobatan untuk sakit kepala migren akut di tunjukan dalam
gambar 40.1

TERAPI FARMAKOLOGI

Terapi migren akut (Tabel 40.2) paling efektif jika diberikan pada saat awal serangan
migren.
Terapi sebelum serangan dengan antimetik (misal, prokloroperazin, metokopramid) 15
30 menit sebelum memberikan terapi abortif atau pengobatan non-oral (suppositoria
rektal, obat semprot hidung, injeksi) di anjurkan jika mual atau muntah parah. Selain
sebagai antiemetik, bahan prokinetik metolopramid juga dapat meningkatkan absorpsi
obat oral.
Terapi migren akut harus di batasi hanya untuk dua hari/minggu untuk mencegah
penyalahgunaan obat atau efek rebound (sakit kepala justru muncul kembali ).

Analgesik dan Anti inflamsi Nonsteroid (AINS)

Analgesik dan AINS merupakan obat yang efektif untuk mengobati serangan migren
ringan sampai sedang. Aspirin, ibuprofen, naproksen sodium, asam tolfenamik, dan
kombinasi asetaminofen plus aspirin dan kefein menunjukan bukti manfaat paling
konsisten.
Penghambat COX-2 dan naproksen baru-baru ini diketahui menimbulkan gangguan
jantung dan stroke. Penghambat COX-2 sebaiknya tidak dipilih untuk indikasi ini. The
food and drug administration (FDA) menekankan bahwa dosis anjuran seperti tertera
di label obat harus di ikuti secara cermat jika digunakan untuk indikasi apapun.
AINS tampaknya mencegah inflamasi yang diperantarai oleh saraf (neuroginecally) di
sistem trigeminovaskular dengan cara menghambat sintesa prostaglandin.
Secara umum, lebih dipilih AINS dengan waktu paruh (half-life) panjang yang tidak
memerlukan pemakaian terlalu sering. Ketorolak supositoria dan intramuskular
merupakan pilihan untuk pasien dengan mual dan muntah yang parah.
Kombinasi asetaminofen, aspirin, dan kafein yang dapat dibeli tanpa resep di amerika
disetujui untuk mengurangi nyeri migren dan gejala yang terkait.
Aspirin dan asetaminofen juga dapat dikombinasikan dengan barbiturat jangka kerja
pendek (butalbital) atau dengan opioid (misal, kodein) dan harus diberikan dengan
resep dokter. Tidak ada penelitian plasebo-terkontrol dan bersifat acak yang
mendukung manfaat sediaan yang mengandung butalbital yang digunakan sebagai
obat.
Midrin merupakan merek sediaan dengan kombinasi tetap terdiri asetaminofen,
isometepten mukat (amin simpatomimetik), dan dikloralfenazon (derivat kloral hidrat)
yang paling sering menunjukan bukti manfaat di beberapa penelitian plasebo-
terkontrol. Obat iini dapat dijadikan alternatif untuk pasien yang mendapat serangan
migren ringan sampai sedang.

Alkaloid Ergot dan Turunannya

Alkaloid Ergot merupakan 5-HT yang bersifat nonselektif, yaitu suatu agonis reseptor
yang menyebabkan pembuluh darah intrakranial berkontraksi serta menghambat
timbulnya peradangan/inflamasi neurogenik di sistem trigeminovaskular. Alkaloid
ergot juga mempunyai aktivitas pada reseptor -adrenergik, -adrenergik, dan
dopaminergik.
Ergotamin tartat tersedia untuk pemberian peroral, sublingual, dan rektal. Sediaan oral
dan rektal mengandung kafein untuk meningkatkan efek analgesik. Karena ergotamine
oral mengalami metabolisme lintas pertama pada hepar dalam jumlah yang cukup
besar, maka lebih dianjurkan pemberian per rektal. Dosisnya harus dititrasi (dinaikan
bertahap) agar tetap berkhasiat namun tetap tidak menyebabkan mual.
Dihidroergotamin (DHE) tersedia untuk perberian secara intranasal dan parental
(intramuskular [IM], intravena [IV], subkutan [SC]). Pasian dapat dilatih untuk dapat
menyuntikan DHE secara IM atau SC untuk dirinya sendiri. Khasiat DHE intranasal
telah terbukti secara konsisten.
Mual dan muntah merupakan efek samping yang biasa ditemui pada derivat
ergotamin. Ergotamin 12 kali lebih menyebabkan mual (emetogenik) dibandingkan
dengan DHE; percobaan pertama dengan antiemetik harus berikan jika pasien
menerima terapi ergotamin dan DHE secara IV. Efek samping lain meliputi meliputi
nyeri perut, rasa lemah, kelelahan, kesemutan (paresthesias), nyeri otot, diare, dan
dada sesak. Gejala iskemia periferal (ergotism) berarti meliputi rasa dingin, mati rasa,
nyeri pada tangan dan kaki : paresthesia berkelanjutan; nadi perifer melemah; serta
klaudikasi. Gangren pada anggota gerak (ekstremitas), infark miokard, nekrosis hepar,
serta iskemia atak dan usus pernah dilaporkan (jarang) terjadi pada pemakaian
ergotamin. Derivat ergotamin tidak boleh diberikan bersamaan dalam 24 jam
penggunaan golongan triptan demikian juga sebaliknya.
Kontraindikasi meliputi gagal ginjal atau hepar; penyakit pada pembuluh darah
koroner, serebral, atau perifer; hipertensi yang tidak terkontrol; spesies; dan wanita
hamil atau menyusui.
DHE tampknya tidak menyebabkan rebound headache (sakit kepala justru timbul
kembali setelah pemakaian obat), tetapi pembatasan dosis untuk ergitamin tamat harus
dipantau sangat ketat untuk mencegah komplikasi tersebut.

Agonis Reseptor Serotonin (Golongan Triptan)

Sumatriptan, zolmitriptan, naratripan, rizatriptan, almotrliptan, frovatriptan, dan


eletriptan merupakan terapi lini pertama untuk pasien dengan migren sedang sampai
berat atau sebagai terapi darurat jika obat lain yang tak spesifik tidak berhasil.
Obat-obat ini adalah agonis selektif dari reseptor 5-HT1B dan 5-HT 1D. Penyembuhan
sakit kepala migren adalah hasil dari :
(1) Vasokontriksi dari pembuluh darah intrakranial melalui stimulasi pada reseptor 5-
HT1B vaskular;
(2) Inhibisi pelepasan neuropeptida yang bersifat vasoaktif dari saraf perivaskular
melalui stimulasi reseptor 5-HTID presinaps; dan
(3) Hambatan penghantaran sinyal nyeri di dalam batang otak melalui stimulasi
reseptor 5-HTID. Obat-obat itu juga menunjukan afinitas untuk reseptor 5-HTIA, 5-
HT1E, dan 5-HT1F.
Sumatriptan tersedia untuk pemberian secara oral, intranasal, dan SC. Injeksi SC
dikemas dalam bentuk alat autoinjector untuk digunakan sendiri oleh pasien. Khasiat
antara dosis 50-mg dengan 100-mg adalah sebanding. Jika dibandingkan dengan
sediaan oral, pemberian secara SC menunjukan peningkatan khasiat obat dan mula
kerja yang lebih cepat (10 dibanding 30 menit). Sumatriptan intrasal juga mempunyai
mula kerja yang lebih cepat (15 menit) daripada sediaan oral dan menghasilkan efek
obat dengan laju yang serupa. Sekitar 30%-40% pasien yang cocok dengan
sumatriptan mengalami sakit kepala kambuhan dalam 24 jam; dosis kedua yang
diberikan pada saat terjadinya kekambuhan biasanya efektif. Namun, pemberian dosis
oral atau SC kedua secara rutin tidak akan meningkatkan laju efek awa obat atau
mencegah kekambuhan sakit kepala.
Obat generasi kedua mempunyai bioavailabilitas oral yang lebih besar dan waktu
paruh (halflives) yang lebih lama dibandingkan dengan sumatriptan oral, yang secara
teoritis dapat memperbaiki kondisi asalkan pengobatan secara teratur dan dapat
mengurangi kekambuhan sakit kepala. Namun, diperlukan penelitian perbandingan
klinis untuk menentukan khasiat relatifnya.
Karakteristik farmakokinetika triptan ditunjukan dalam tabel 40.3.
Respon klinis terhadap golongan triptan bervariasi diantara orang per orang pasien,
dan tidak adanya respon terhadap salah satu bahan obat bukan berarti terapi dengan
obat lain yang segolongan juga tidak efektif.
Efek samping golongan triptan meliputi paresthesias (kesemutan), fatigeu (kelelahan),
dizziness (pusing), flushing (wajah memerah), warm sensations (rasa hangat), dan
somnolence (mengantuk). Reaksi ringan pada tempat suntikan pernah dilaporkan pada
pemakaian secara SC, dan perubahan pada indra pengecap serta gangguan nasal
(bagian hidung) dapat terjadi pada penggunaan secara intranasal. Sampai dengan 15%
pasien melaporkan dada sesak, tekanan, terasa berat atau nyeri pada dada, leher dan
tenggorokan; walaupun mekanisme gejala-gejala tersebut belum diketahui, tampaknya
bukan karena gangguan jantung pada kebanyakan pasien tersebut. Tetapi pernah
dilaporkan secara terpisah adanya kasus infark miokard dan spasme pembuluh darah
koroner disertai iskemia.
Kontraindikasi meliputi penyakit jantung iskemik, tekanan darah tinggi tidak
terkontrol, gangguan serebrovaskular, serta migren disertai hemiplegi (lumpuh sebelah
anggota badan) dan migran. Golongan triptan jangan diberikan dalam 24 jam
pemberian derivat ergotamin. Tidak dianjurkan pemberiannya secara bersamaan
dalam 2 minggu terapi dengan penghambat monoamin oksidase.

Golongan Opioid

Opioid dan turunannya (misal : meperidin, butorfanol, oksikodon, hidromorfon)


memberikan efek menyembuhkan migren jenis intractable (tidak sembuh dengan obat
lain) tetapi hanya boleh diberikan kepada pasien yang jarang mengalami sakit kepala
sedang sampai berat, dimana terapi konvensional dikontraindikasikan atau sebagai
pertolongan darurat setelah gagal merespon obat konvensional.
Butorphanol intranasal merupakan alternatif bagi pasien yang sering harus dirujuk ke
dokter atau UGD untuk terapi migren dengan injeksi. Mula kerja analgesik terjadi
dalam waktu 15 menit setelah pemberian obat. Efek samping obat meliputu dizziness
(pusing), nausea (mual), vomiting (muntah), drowsiness (mengantuk), dan gangguan
indra pengecapan. Golongan opioid juga merupakan obat yang harus di awasi dan
dilaporkan dengan ketat karena potensial menimbulkan ketergantungan dan ketagihan.

Golongan Glukokortikoid

Pemberian golongan glukokortikoid oral atau parental jangka pendek (misal,


prednison, deksametason, hidrokortison) tampaknya berguna bagi akit kepala
membandel (refractory headache) yang telah berlangsung selama beberapa hari.
Golongan kortikosteroid mungkin menjadi terapi darurat yang efektif untuk terapi
status migrainosus, yaitu migren berat yang dapat berlangsung sampai 1 minggu.

PENGOBATAN PROFILAKSIS MIGREN

Terapi profilaksis (tabel 40.4) adalahpemberian obat setiap hari untuk mengurangi
frekuensi, keparahan, dan lamanya serangan, serta untuk meningkatkan respon
terhadap nyeri akut yang bersifat simptomatik. Alogaritma pengobatan untuk terapi
profilaksis sakit kepala jenis migren ditunjukan pada gambar 40.2.
Profilaksis harus dipertimbangkan diberikan pada migren kambuhan yang
menyebabkan keterbatasan aktivitas pasien ; sering mengalami serangan sehingga
memerlukan pengobatan simptomatis lebih dari 2 kali seminggu ; jika terapi
simptomatik tidak efektif, kontraindikasi atau mempunyai efek samping seurius;
migrane variants yang tidak lazim terjadi yang menyebabkan gangguan bermakna
dan/risiko gangguan neurologik; dan pasien yang cenderung tidak tahan terhadap
serangan migren.
Terapi pencegahan juga dapat diberikan secara berselang jika sakit kepala terjadi
dengan pola yang dapat diperkirakan (misal, migren yang di picu oleh olah raga atau
menstruasi).
Karena khasiat berbagai obat profilaksis tampaknya serupa, maka pemilihan obat
didasarkan kepada efek samping dan penyakit penyerta pada pasien. Respon indivial
terhadap bahan obat tertentu tidak dapat diramalkan, dan diperlukan terapi percobaan
selama 2 sampai 3 bulan agar dapat menilai khasiat masing-masing obat.
Hanya propranolol, timolol, dan asam valproat yang diberikan ijin oleh FDA untuk
indikasi tersebut.
Profilaksis harus dimulai dengan dosis rendah dan ditingkatkan perlahan sampai efek
terapi tercapai atau efek sampingnya tidak dapat di toleransi lagi.
Profilaksi biasanya dilanjutkan sampai sekurangnya 3-6 bulan setelah frekuensi dan
keparahan sakit kepala berkurang, dan kemudian secara bertahap dikurangi dan
dihentikan, jika memungkinkan.

Antagonis -Adrenergik

Golongan -bloker (propranolol, nadolol, timolol, atenolol, dan metoprolol)


merupakan obat yang paling banyak untuk mencegah migren. Golongan -bloker
dengan aktivitas simpatomimetik intrinsik kurang efektif.
Efek samping meliputi mengantuk, kelelahan, gangguan pola tidur, mimpi buruk,
gangguan ingatan (memori), depresi, intoleransi saluran cerna, disfungsi seksual,
bradikardia, dan hipotensi.
Golongan -bloker harus digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gagal
jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan konduksi atrioventrikular, asma,
depresi, dan diabetes.

Golongan antidepresan

Amitriptilin merupakan obat terpilih dari golongan antidepresan trisiklik (TCA), tetapi
imipramin, doksepin, nortriptin, dan protriptiin juga digunakan.
Efek menguntungkan bagi terapi profilaksis migren tersebut tidak terkait efektivitas
antidepresan dan mungkin berkaitan dengan regulasi pada 5-HTZ sentra dan reseptor
edrenergik.
Biasanya TCA dapat di toleransi pada profilaksis migren dengan dosis rendah, tetapi
efek kolinergik menyebabkan penggunaannya menjadi terbatas, terutama pada pasien
dengan benign prostatic hyperplasia (pembesaran prostat jinak) atau glaukoma. Dosis
yang diminum pada malam hari lebih dianjurkan untuk menghindari sedasi.
Penghambat selektif ambilan serotonin sebagai profilaksis migren belum di teliti
secara luas. Belum ada data yang konsisten untuk fluoksetin, fluvoksamin, dan tidak
ada data prosfektif yang mengevaluasi sertralin.

Anda mungkin juga menyukai