Anda di halaman 1dari 12

JUDUL

TENSION TYPE HEADACHE

LATAR BELAKANG
Tension Type Headache merupakan sensasi nyeri pada daerah kepala akibat kontraksi terus
menerus otot-otot kepala dan tengkuk (M.splenius kapitis, M.temporalis, M.maseter,
M.sternokleidomastoid, M.trapezius, M.servikalis posterior, dan M.levator skapula). Etiologi
dan Faktor Resiko Tension Type Headache (TTH) adalah stress, depresi, bekerja dalam posisi
yang menetap dalam waktu lama, kelelahan mata, kontraksi otot yang berlebihan,
berkurangnya aliran darah, dan ketidakseimbangan neurotransmitter seperti dopamin,
serotonin, noerpinefrin, dan enkephalin.
TTH terjadi 78 % sepanjang hidup dimana Tension Type Headache episodik terjadi 63 % dan
Tension Type Headache kronik terjadi 3 %. Tension Type Headache episodik lebih banyak
mengenai pasien wanita yaitu sebesar 71%sedangkan pada pria sebanyak 56 %. Biasanya
mengenai umur 20 – 40
tahun.
Klasifikasi TTH adalah Tension Type Headache episodik dan dan Tension Type Headache
kronik. Tension Type Headache episodik, apabila frekuensi serangan tidak mencapai 15 hari
setiap bulan. Tension Type Headache episodik (ETTH) dapat berlangsung selama 30 menit –
7 hari. Tension Type Headache kronik (CTTH) apabila frekuensi serangan lebih dari 15 hari
setiap bulan dan
berlangsung lebih dari 6 bulan.
Tension Type Headache harus memenuhi syarat yaitu sekurang kurangnya dua dari berikut
ini : (1) adanya sensasi tertekan/terjepit, (2) intensitas ringan – sedang, (3) lokasi bilateral,
(4) tidak diperburuk aktivitas. Selain itu, tidak
dijumpai mual muntah, tidak ada salah satu dari fotofobia dan fonofobia.
Gejala klinis dapat berupa nyeri ringan- sedang – berat, tumpul seperti ditekan atau diikat,
tidak berdenyut, menyeluruh, nyeri lebih hebat pada daerah kulitkepala, oksipital, dan
belakang leher, terjadi spontan, memburuk oleh stress,insomnia, kelelahan kronis,
iritabilitas, gangguan konsentrasi, kadang vertigo, danrasa tidak nyaman pada bagian leher,
rahang serta temporomandibular.
Tidak ada uji spesifik untuk mendiagnosis TTH dan pada saat dilakukan pemeriksaa
neurologik tidak ditemukan kelainan apapun. TTH biasanya tidak memerlukan pemeriksaan
darah, rontgen, CT scan kepala maupun MRI.
Relaksasi selalu dapat menyembuhkan TTH. Pasien harus dibimbing untuk mengetahui arti
dari relaksasi yang mana dapat termasuk bed rest,massage, dan/ atau latihan biofeedback.
Pengobatan farmakologi adalah simpel analgesia dan/atau muclesrelaxants. Ibuprofen dan
naproxen sodium merupakan obat yang efektif untuk kebanyakan orang. Jika pengobatan
simpel analgesia(asetaminofen, aspirin, ibuprofen, dll.) gagal maka dapat ditambah
butalbital dan kafein (dalam bentuk kombinasi seperti Fiorinal) yang akan
menambah efektifitas pengobatan.
Diferensial Diagnosa dari TTH adalah sakit kepala pada spondilo-artrosis deformans, sakit
kepala pasca trauma kapitis, sakit kepala pasca punksi lumbal,migren klasik, migren
komplikata, cluster headache, sakit kepala pada arteritis temporalis, sakit kepala pada
desakan intrakranial, sakit kepala pada penyakit kardiovasikular, dan sakit kepala pada
anemia.
TTH dapat menyebabkan nyeri yang menyakitkan tetapi tidak membahayakan. Nyeri ini
dapat sembuh dengan perawatan ataupun dengan menyelesaikan masalah yang menjadi
latar belakangnya jika penyebab TTH berupa pengaruh psikis. Nyeri kepala ini dapat sembuh
dengan terapi obat berupa analgesia. TTH biasanya mudah diobati sendiri. Progonis
penyakit ini baik, dan dengan penatalaksanaan yang baik maka > 90 % pasien dapat
disembuhkan.

PERMASALAHAN
Seorang wanita, 36 tahun, nyeri kepala seperti diikat
Pasien datang ke dengan keluhan nyeri kepala sejak 2 hari sebelum datang ke puskesmas.
Nyeri kepala dirasakan di seluruh kepala terutama bagian leher dan kepala bagian belakang.
Terasa seperti diikat dan terasa berat, namun tidak berdenyut. Keluhan dirasakan terus
menerus dan makin lama makin memberat hingga pasien juga kesulitan untuk tidur. Mual
(-), muntah (-), pandangan kabur (-), mata dan hidung nrocos (-), pusing berbutar (-), demam
(-).
Dua bulan sebelumnya, pasien sudah berobat dan diberikan obat (pasien lupa nama obat
tersebut). Keluhan dirasakan berkurang, tetapi kemudian kambuh kembali. Keluhan seperti
ini dirasakan kambuh-kambuhan terutama jika pasien banyak pikiran dan kelelahan.

A. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg Nadi : 80x/menit
RR : 22x/menit
Suhu : 36,7oC
B. Mata
TIO per palpasi kesan tidak meningkat
C. Pemeriksaan Neurologis
Motorik : dalam batas normal
Sensorik : dalam batas normal

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


anamnesis, pemeriksaan fisik, terapi, kie konseling dan pencegahan

PELAKSAAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah Analgetik parasetamol 3 x 500 mg. Pasien
juga mengalami kesulitan tidur, bisa dipertimbangkan pemberian Diazepam 2 mg malam
hari sebelum tidur jika perlu. Alprazolam menjadi pilihan akhir karena memiliki efek
ketergantungan jika dikonsumsi terus menerus.

R/ Parasetamol tab mg 500 No.VI


S 2 dd tab I p.c. ⅟
R/ Diazepam tab mg 2No.II
S 0-0-0-1 p.r.n ⅟
Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan, dan
prognosis tension type headache pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan stress
pikiran maupun fisik dan kecemasan, bukan karena ada kelainan di dalam kepala atau otak.
Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada
penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada pasien bahwa
tidak ditemukan kelainan fisik dalam rongga kepala atau otaknya sehingga dapat
menghilangkan rasa takut akan adanya tumor otak
atau penyakit intracranial lainnya.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu mengurangi beban
pikiran/kecemasan yang menjadi pencetus keluhan yang dirasakan saat ini.

MONITOR DAN EVALUASI


keluhan dan gejala pasien, komplikasi dan reaksi pengobatan
JUDUL
URTIKARIA

LATAR BELAKANG
Urtikaria adalah kelainan kulit yang ditandai dengan peninggian kulit yang timbul mendadak
dan/atau disertai angiodema; ukurannya bervariasi, biasanya dikelilingi eritema, terasa gatal
atau sensasi terbakar, umumnya menghilang dalam 1-24 jam. Angioedema terjadi akibat
edema lapisan dermis bagian bawah dan jaringan subkutan, biasanya lebih dirasakan
sebagai sensasi nyeri, dan menghilang setelah 72 jam.
Urtikaria dapat diklasifikasikan berdasarkan durasi dan faktor pencetus. Berdasarkan durasi,
urtikaria dapat diklasifikasikan menjadi urtikaria akut (<6 minggu) dan urtikaria kronis (>6
minggu). Urtikaria harus dibedakan dengan kondisi atau penyakit lain yang menimbulkan
peninggian kulit atau angioedema, seperti tes tusuk kulit, reaksi anafilaksis, sindrom auto-
inflamasi, dan hereditary angioedema.
Urtikaria mempunyai dampak cukup signifikan terhadap kualitas hidup penderitanya,
meskipun sering dianggap ringan.
Urtikaria ditandai dengan timbulnya peninggian pad kulit dan/atau angioedema secara
mendadak. Peninggian kulit pada urtikaria harus memenuhi kriteria di bawah ini:
1. Ditemukan edema sentral dengan ukuran bervariasi, dan bisa disertai eritema di
sekitarnya
2. Terasa gatal atau kadang-kadang sensasi erbakar
3. Umumnya dapat hilang dalam 1-24 jam, ada yang < 1 jam.
Angioedema ditandai dengan karakteristik berikut:
1. Edema dermis bagian bawah atau jaringan subkutan yang timbul mendadak, dapat
berwarna kemerahan ataupun warna lain, sering disertai edema membran mukosa.
2. Lebih sering dirasakan sebagai sensasi nyeri dibandingkan gatal, dapat menghilang
setelah 72 jam.
Diagnosis urtikaria meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, tes diagnostik rutin; tes diagnostik
lanjutan dilakukan jika perlu. Tujuan diagnosis adalah menentukan tipe dan subtipe urtikaria
serta mengidentifikasi etiologi.
Urtikaria akut lebih sering dijumpai dan biasanya cepat menghilang, tetapi identifikasi
etiologi penting untuk mencegah kekambuhan. Etiologi urtikaria akut sebagian besar dapat
diketahui melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik menyeluruh, jarang dibutuhkan
pemeriksaan penunjang. Pada anak, etiologi yang sering adalah infeksi virus dan infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA). Makanan dan obat-obatan, seperti antibiotik dan NSAID
(nonsteroidal anti-inflammatory drug), dapat sebagai penyebab pada anak ataupun dewasa.
Tes diagnostik hanya diindikasikan apabila dicurigai didasari oleh alergi tipe I.
Di Indonesia, sampai saat ini belum ada pedoman terapi untuk urtikaria. Sebagian besar
institusi menganut pedoman terapi EEACI (European Academy of Allergy and Clinical
Immunology)/GA2LEN (the Global Allergy and Asthma European Network)/EDF (the
European Dermatology Forum)/WAO (World Allergy Organization) yang diadopsi oleh AADV
(Asian Academy of Dermatology and Venereology) untuk urtikaria kronis di Asia pada tahun
2010.
Tatalaksana urtikaria, baik akut maupun kronis terdiri dari 2 hal utama, yaitu:
1. Identifikasi dan eliminasi faktor penyebab atau pencetus
2. Terapi simptomatis
PERMASALAHAN
Seorang anak perempuan, 36 tahun, gatal sejak 1 hari yang lalu
Pasien datang ke Puskemas IV Denpasar Selatan dengan keluhan gatal seluruh tubuh
semenjak 1 hari yang lalu. Keluhan serupa tidak pernah dialamin sebelumnya, riwayat alergi
tidak diketahui, riwayat asma (-), asma pada keluarga (-). Riwayat mata bengkak dan sesak
nafas (-).
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 120/70 mmHg
Nadi : 68x/menit
RR : 19x/menit
Suhu : 36,7oC
BB. : 53 kg
E. Status Lokalis
Macula eritematus (+)

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


anamnesis, pemeriksaan fisik, tatalaksana, kie konseling dan pencegahan

PELAKSAAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah antihistamin loratadine 10mg, steroid
dexametason 0,5mg dan bedak salisilat

R/ Loratadin 10mg tab No.X


S 0-0-1 ⅟
R/ Dexametason 0.5mg tab No.X
S 3 dd I ⅟
R/ Bedak Salisilat No.I
S 2 dd 1 ue ⅟

Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan, dan
prognosis urtikaria pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan
kebersihan diri sendiri maupun lingkungan dan dapat menyebar luas ke bagian tubuh lain
apabila tidak diterapi dengan benar dan terdapat juga faktor reaksi berlebih oleh imun
tubuh. Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada pasien
penyebab, gejala serta pencegahan ke pasien agar pasien dapat menghindari segala macam
risiko yang dapat menyebabkan penyakit ini muncul kembali.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu menjaga kebersihan pasien, lingkungan
serta imunitas pasien

MONITOR DAN EVALUASI


keluhan dan gejala pasien, komplikasi dan reaksi pengobatan
JUDUL
PIODERMA

LATAR BELAKANG
Pioderma adalah infeksi pada epidermis, tepat di bawah stratum korneum atau pada folikel
rambut, oleh bakteri patogen yang sering disertai sekret purulen. Bakteri patogen tersering
yang merupakan penyebab pioderma adalah Sta- phylococcus aureus, meskipun dapat
disebabkan oleh Sta- phylococcus aureus maupun Streptococcus  hemoliticus grup A.
Manifestasi klinis pioderma bervariasi, mulai dari pioderma superfisial hingga infeksi
jaringan lunak invasif, bergantung pada lokasi anatomis infeksi dan faktor pejamu.
Manifestasi klinis infeksi pada kulit dapat berupa impetigo bulosa dan impetigo non-bulosa,
infeksi pada folikel rambut dan jaringan sekitarnya berupa folikulitis, furunkulosis dan
karbunkel, sedangkan infeksi jaringan lunak berupa selulitis.
Apabila terdapat abses kutan, tindakan utamanya adalah insisi dan drainase, untuk abses
atau bisul yang kecil tindakan ini cukup. Antibiotik diberikan bila terdapat abses yang berat
dan luas, abses yang cepat berkembang menjadi selulitis, abses dengan tanda dan gejala
sistemik, abses yang berhubungan dengan keadaan imunosupresi, abses pada usia tua,
abses di daerah yang sulit dilakukan drainase, abses yang berhubungan dengan flebitis
septik dan abses yang tidak membaik dengan insisi dan drainase saja.
Pembersihan benda asing, misalnya benang jahit, massa atau prostetik di dalamnya perlu
segera dilakukan karena benda asing tersebut merupakan nidus untuk bakteri dan terjadi
pembentukan biofilm. Biofilm di sekitar benda asing dapat melindungi bakteri terhadap
antibiotik.
Kultur dari abses serta infeksi kulit dan jaringan lunak purulen lainnya dianjurkan pada
pasien yang diobati dengan antibiotik, pasien dengan infeksi lokal yang berat atau disertai
tanda sistemik, pasien yang tidak membaik pada terapi awal, dan bila dipertimbangkan akan
terjadi suatu kejadian luar biasa.
Secara garis besar dibagi menjadi dua, yang pertama adalah terapi untuk infeksi MSSA dan
kedua adalah terapi untuk MRSA.
Pilihan terapinya meliputi mupirosin dan asam fusidat sebagai terapi topikal. Terapi lokal
dengan salep atau krim mupirosin, pembersihan krusta, dan higiene yang baik cukup untuk
menyembuhkan kasus ringan hingga sedang. Terapi sistemik yang dapat diberikan adalah
golongan penisilin, misalnya dikloksasilin serta amoksilin dengan asam klavulanat. Untuk
pasien yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan azitromisin, klindamisin atau
eritromisin.
Jika diduga kuat infeksi disebabkan oleh CA-MRSA, dapat dilakukan rawat jalan dan
diberikan sulfametoksazol- trimetoprim, minosiklin, doksisiklin atau klindamisin.
Sulfametoksazol-trimetoprim secara mikrobiologis sangat efektif terhadap MRSA, tetapi
hasil penelitian klinis tidak sebaik vankomisin. Hanya ada empat antibiotik yang diakui oleh
FDA untuk pengobatan MRSA, yaitu vankomisin, linezolid, daptomisin dan tigesiklin.

PERMASALAHAN
Seorang anak perempuan, 5 tahun, muncul bentolan beriisi nanah pada tangan
Pasien datang diantar ibunya ke Puskesmas Salaman I dengan keluhan muncul bentolan
berisi nanah sejak 2 hari yang lalu, bentolan dirasakan nyeri bila ditekan dan gatal. Demam
(-), gatal malam hari (-), luka sebelum timbul bentolan tidak tau, luka pada area lain
disangkal. Riwayat bermain2 kotor sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga
yang mengalami keluhan serupa disangkal.
Seminggu sebelumnya pasien kontrol di Puskesmas IV Denpasar Selatan dengan keluhan
gatal dengan diagnosis scabies dan mendapatkan obat scabimet
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Nadi : 71x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 18 kg
C. Status Lokalis
Regio Palmar D/S
Bula multiple, ukuran bervariasi, eritem (-), punctat (+).

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


anamnesis, pemeriksaan fisik, tatalaksana, kie konseling dan pencegahan

PELAKSAAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah insisi seluruh vistula dan bersihkan
seluruh pus yang ada. Diberikan antibiotic amoksisilin dan analgesic parasetamol sebagai
anti nyeri

R/ Amoksisilin sirup 60/5ml No.I


S 3 dd II cth ⅟
R/ Parasetamol sirup 60/5ml No.I
S 3 dd II cth ⅟
Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan, dan
prognosis pioderma pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan
kebersihan diri sendiri maupun lingkungan dan dapat menyebar luas ke bagian tubuh lain
apabila tidak diterapi dengan benar. Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada
penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada pasien
penyebab, gejala serta pencegahan ke pasien agar pasien yang masih usia dini dapat
menghindari segala macam risiko yang dapat menyebabkan penyakit ini muncul kembali.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu menjaga kebersihan pasien, lingkungan
serta imunitas pasien.

MONITOR DAN EVALUASI


keluhan dan gejala pasien, komplikasi dan reaksi pengobatan
JUDUL
IMPETIGO KRUSTOSA

LATAR BELAKANG
Hasil Pembelajaran
Ektima adalah pioderma ulseratif kulit yang umumnya disebabkan oleh Streptococcus β-
hemolyticus. Penyebab lainnya bisa Staphylococcus aureus atau kombinasi dari keduanya.
Menyerang epidermis dan dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta
berlapis, biasanya terdapat pada tungkai bawah. Pioderma ialah penyakit kulit yang
disebabkan oleh Staphylococcus, Streptococcus, atau oleh kedua-duanya. Faktor
predisposisi yang dapat menyebabkan timbulnya penyakit ini adalah hygiene yang kurang,
menurunnya daya tahan tubuh, atau jika telah ada penyakit lain di kulit. Gambaran ektima
mirip dengan impetigo, namun kerusakan dan daya invasifnya pada kulit lebih dalam
daripada impetigo.
Pasien datang ke dokter dengan keluhan adanya luka dan gatal. Terjadi dalam waktu yang
lama akibat trauma berulang, seperti gigitan serangga. Riwayat penyakit sebelumnya.
Misalnya, Diabetes melitus dapat menyebabkan penyembuhan luka yang lama.
Faktor risiko:
• - tingkat kebersihan dari pasien dan kondisi kehidupan sehari - harinya merupakan
penyebab yang paling terpenting untuk perbedaan angka serangan, beratnya lesi, dan
dampak sistemik yang didapatkan pada pasien ektima.
Tatalaksana:
- Sistemik : Pengobatan sistemik digunakan jika infeksinya luas. Pengobatan sistemik dibagi
menjadi pengoatan lini pertama dan pengobatan lini kedua.
o Pengobatan lini pertama (golongan Penisilin)
 Dewasa: Dikloksasilin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. Anak : 5 - 15 mg/kgBB/dosis, 3 - 4
kali/hari.
 Amoksisilin + Asam klavulanat 3 x 25 mg/kgBB
 Sefaleksin 40 - 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari
o Pengobatan lini kedua (golongan Makrolid)
 Azitromisin 1 x 500 mg, kemudian 1 x 250 mg selama 4 hari
 Klindamisin 15 mg/kgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari
 Dewasa: Eritomisin 4 x 250 - 500 mg selama 5 - 7 hari. Anak : 12,5 - 50 mg/kgBB/dosis, 4
kali/hari.
- Topikal
o Pengobatan topikal digunakan jika infeksi terlokalisir, tetapi jika luas maka digunakan
pengobatan sistemik. Neomisin, Asam fusidat 2%, Mupirosin, dan Basitrasin merupakan
antibiotik yang dapat digunakan secara topikal. Neomisin merupakan obat topikal yang
stabil dan efektif yang tidak digunakan secara sistemik, yang menyebabkan reaksi kulit
minimal, dan memiliki angka resistensi bakteri yang rendah sehingga menjadi terapi
antibiotik lokal yang valid. Neomisin dapat larut dalam air dan memiliki kestabilan terhadap
perubahan suhu. Neomisin memiliki efek bakterisidal secara in vitro yang bekerja spektrum
luas gram negatif dan gram positif. Efek samping neomisin berupa kerusakan ginjal dan
ketulian timbul pada

PERMASALAHAN
Seorang anak laki-laki, 6 tahun, terdapat luka koreng pada kaki
Pasien datang diantar ayahnya dengan keluhan luka koreng pada kaki sejak 5 hari yang lalu,
riwayat bermain ditempat kotor (+) dan tidak memakai sendal (+), demam (-), nyeri pada
area luka (-), gatal (+). Riwayat keluarga memiliki keluhan serupa disangkal..
Riwayat pengoatan sebelumnya tidak ada.
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 111/80 mmHg Nadi : 75x/menit
RR : 19x/menit
Suhu : 36,5oC
BB : 20 kg
D. Status Lokalis
Regio Cruris D/S
Krusta (+), ulkus (-), perdarahan (-), pus (+) minimal

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


anamnesis, pemeriksaan fisik, tatalaksana, kie konseling dan pencegahan

PELAKSAAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah antibiotic oral dan topikal amoksisilin dan
analgesic parasetamol sebagai anti nyeri

R/ Amoksisilin sirup 60/5ml No.I


S 3 dd II cth ⅟
R/ Parasetamol sirup 60/5ml No.I
S 3 dd II cth ⅟
R/ Gentamisin Salep No.I
S 3 dd I ue ⅟
Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan, dan
prognosis Impetogp krustosa pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan
kebersihan diri sendiri maupun lingkungan dan dapat menyebar luas ke bagian tubuh lain
apabila tidak diterapi dengan benar. Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada
penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada pasien
penyebab, gejala serta pencegahan ke pasien agar pasien yang masih usia dini dapat
menghindari segala macam risiko yang dapat menyebabkan penyakit ini muncul kembali.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu menjaga kebersihan pasien, lingkungan
serta imunitas pasien.

MONITOR DAN EVALUASI


keluhan dan gejala pasien, komplikasi dan reaksi pengobatan
JUDUL
TOPIK : SKABIES

LATAR BELAKANG
Skabies atau dikenal juga dengan kudis, gudig, dan budug, adalah penyakit kulit yang
disebabkan oleh infeksi kutu Sarcoptes scabiei varietas hominis. Sarcoptes scabiei varietas
hominis adalah parasit yang termasuk kelas Arachnida, subkelas Acarina, ordo Astigmata,
dan famili Sarcoptidae. Selain varietas hominis, S. scabiei juga mempunyai varietas hewan,
namun tidak menular, hanya menimbulkan dermatitis sementara serta tidak dapat
melanjutkan siklus hidupnya pada manusia.
Siklus hidup S. scabiei terdiri tadi telur, larva, nimfa, dan tungau dewasa. Infestasi dimulai
ketika tungau betina gravid berpindah dari penderita skabies ke orang sehat. Tungau betina
dewasa akan berjalan di permukaan kulit untuk mencari daerah untuk digali; lalu
melekatkan dirinya di permukaan kulit menggunakan ambulakral dan membuat lubang di
kulit dengan menggigitnya. Tungau akan menggali terowongan sempit dan masuk ke dalam
kulit; penggalian biasanya malam hari sambil bertelur atau mengeluarkan feses. Tungau
betina hidup selama 30-60 hari di dalam terowongan dan selama itu tungau tersebut terus
memperluas terowongannya.
Diagnosis perkiraan (presumtif) apabila ditemukan trias:
1. Lesi kulit pada daerah predileksi.
 • Lesi kulit: terowongan (kunikulus) berbentuk garis lurus atau berkelok, warna
putih atau abu-abu dengan ujung papul atau vesikel. Apabila terjadi infeksi sekunder timbul
pustul atau nodul.
 • Daerah predileksi pada tempat dengan stratum korneum tipis, yaitu: sela jari
tangan, pergelangan tangan bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak, areola mamae,
umbilikus, bokong, genitalia eksterna, dan perut bagian bawah. Pada bayi dapat mengenai
wajah, skalp, telapak tangan dan telapak kaki.
2. Gatalterutamapadamalamhari(pruritusnocturnal).
3. Terdapatriwayatsakitserupadalamsaturumah/kontak.
Diagnosis pasti apabila ditemukan: tungau, larva, telur atau kotorannya melalui
pemeriksaan penunjang (mikroskopis).
Penatalaksanaan Non Medikamentosa
1. Menjaga hygiene individu dan lingkungan.
2. Dekontaminasi pakaian dan alas tidur dengan mencuci pada suhu 60°C atau disimpan
dalam kantung plastik tertutup selama beberapa hari. Karpet, kasur, bantal, tempat duduk
terbuat dari bahan busa atau berbulu perlu dijemur di bawah terik matahari setelah
dilakukan penyedotan debu.
Medikamentosa
Prinsip: tata laksana menyeluruh meliputi penggunaan skabisida yang efektif untuk semua
stadium Sarcoptes scabiei untuk pasien dan nara kontak secara serempak, menjaga higiene,
serta penanganan fomites yang tepat. Terdapat beberapa obat yang dapat dipilih sesuai
dengan indikasi sebagai berikut:
1. Topikal
• Krim permetrin 5% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Dapat diulang
setelah satu pekan.
• Krim lindane 1% dioleskan pada kulit dan dibiarkan selama 8 jam. Cukup sekali
pemakaian, dapat diulang bila belum sembuh setelah satu pekan. Tidak boleh digunakan
pada bayi, anak kecil, dan ibu hamil.
• Salep sulfur 5-10%, dioleskan selama 8 jam, 3 malam berturut-turut.
• Krim krotamiton 10% dioleskan selama 8 jam pada hari ke-1,2,3, dan8.
• Emulsi benzil benzoat 10% dioleskan selama 24 jam penuh.
2. Sistemik
• Antihistamin sedatif (oral) untuk mengurangi gatal.
• Bila infeksi sekunder dapat ditambah antibiotik sistemik.
• Pada skabies krustosa diberikan ivermektin (oral) 0,2 mg/kg dosis tunggal, 2-3 dosis setiap
8-10 hari. Tidak boleh pada anak-anak dengan berat kurang dari 15 kg, wanita hamil dan
menyusui.

PERMASALAHAN
Seorang anak perempuan, 5 tahun, gatal-gatal pada sela jari
Pasien datang diantar ibunya ke Puskesmas Salaman I dengan keluhan gatal pada area sela-
sela jari selama 7 hari, gatal terutama dirasakan memburuk ketika malam hari. Akibat gatal
yang tidak tertahankan pasien sering menggaruk-garuk tangannya sehingga menyebabkan
luka. Riwayat bermain2 kotor sebelumnya disangkal oleh pasien. Riwayat keluarga yang
mengalami keluhan serupa disangkal.
Ibu pasien sempat memberikan salep namun tidak ingat nama obat tersebut.
A. Vital Sign
Tekanan Darah : 110/70 mmHg
Nadi : 68x/menit
RR : 20x/menit
Suhu : 36,7oC
BB : 18 kg
B. Status Lokalis
Regio Palmar D/S
krusta multiple, pus (+) minimal, hiperemi (+)

PERENCANAAN DAN PEMILIHAN INTERVENSI


anamnesis, pemeriksaan fisik, tatalaksana, kie konseling dan pencegahan

PELAKSAAN
Pengobatan :
Pengobatan yang diberikan kepada pasien adalah salep permethrin 5% yang dioleskan pada
area gatal selama 8-12jam 1x, dan pemberian antibiotic sirup untuk infeksi sekunder yang
sudah diderita dan pemberian cetirizine sirup sebagai antihistamin untuk mengurangi gatal

R/ Scabiment tube No.I


S Singel dose ⅟
R/ Amoksisilin sirup 60/5ml No.I
S 3 dd II cth ⅟
R/ Cetirizine sirup No.I
S 1 dd 1 cth ⅟
Konseling/Edukasi
a. Menjelaskan mengenai definisi, faktor risiko, penyebab, penatalaksanaan, dan
prognosis skabies pada pasien.
b. Menjelaskan kepada pasien bahwa keluhannya tersebut berkaitan dengan
kebersihan diri sendiri maupun lingkungan dan dapat menyebar luas ke bagian tubuh lain
apabila tidak diterapi dengan benar. Sehingga pengobatannya pun didasarkan pada
penyebab yang mendasari.
c. Keluarga pasien diharapkan ikut serta membantu menjelaskan kepada pasien
penyebab, gejala serta pencegahan ke pasien agar pasien yang masih usia dini dapat
menghindari segala macam risiko yang dapat menyebabkan penyakit ini muncul kembali.
d. Keluarga pasien diharapkan ikut membantu menjaga kebersihan pasien, lingkungan
serta imunitas pasien.

MONITOR DAN EVALUASI


keluhan dan gejala pasien, komplikasi dan reaksi pengobatan

Anda mungkin juga menyukai