Anda di halaman 1dari 26

REFERAT

JUNI 2019

BAGIAN BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

OSTEOMYELITIS

Oleh :
NILA ARDILLA
10542040612

Pembimbing :
dr. IKHSAN KITTA Sp, OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Osteomielitis adalah peradangan pada tulang oleh infeksi mikroorganisme


berupa bakteri, mycobacterium, maupun jamur. Terbentuknya tulang mati
(sequester) yang terpisah dari aliran darah menyebabkan eliminasi infeksi sulit
dilakukan walaupun berbagai antibiotika baru yang poten .
Destruksi tulang yang terus berlanjut, diikuti terbentuknya pus, dan penyebaran
infeksi ke jaringan sekitarnya menyebabkan kerusakan luas yang membutuhkan
tindakan bedah agresif untuk membuang tulang mati dan jaringan lunak
terinfeksi, pemasangan implant untuk menyokong tulang, pengisian defek tulang
(bone graft), penutupan luka dengan flap jaringan lunak. Hal ini membutuhkan
biaya tinggi, operasi multipel, kesabaran baik pasien maupun dokter dan
perawatan rumah sakit yang lama. Kegagalan tatalaksana dapat berakhir dengan
cacat permanen bahkan amputasi.
Deteksi dini, identifikasi mikroorganisme spesifik penyebab, eradikasi jaringan
tulang nekrotik secara dini dan pemberian antibiotika jangka panjang merupakan
tatalaksana prinsip untuk keberhasilan pengobatan.1
Berdasarkan rute infeksinya, osteomyelitis akut dapat dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu hematogenik dan eksogenik. Infeksi tulang pada anak-anak terutama terjadi
secara hematogenik, meskipun kasus akibat sekunder dari trauma yang penetratif,
pembedahan, ataupun infeksi pada daerah yang terkena juga pernah dilaporkan.
Osteomyelitis hematogenik banyak ditemukan pada anak-anak terutama tulang
panjang yang kaya pembuluh darah, terutama ekstremitas bawah. Pada orang
dewasa, penyebaran hematogenik lebih sering mengenai corpus vertebrae lumbal
daripada di tempat lain.
Insidensi osteomieilitis pada anak adalah 13 / 100,000 / tahun (8 untuk kasus akut
dan 5 untuk kasus subakut). Insidensi osteomielitis lebih tinggi pada anak di bawah
usia 3 tahun dibandingkan dengan anak usia tua. Osteomielitis non-vertebral (10 per
100.000) juga memiliki insidensi yang lebih tinggi dibandingkan osteomielitis
vertebral (3 per 100.000) pada anak-anak. Osteomielitis vertebral lebih sering terjadi
pada anak perempuan 2,3
Insidens osteomielitis pada orang dewasa adalah 21.8 / 100,000 / tahun lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita dan meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Insidensi ini juga dilaporkan meningkat, contohnya pada tahun
1969 – 1979 insidensi osteomielitis hanya 11.4 / 100,000 / tahun, dan pada tahun
2000 – 2009 insidensi osteomielitis meningkat menjadi 24.4 / 100,000 / tahun.4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. ANATOMI DAN FISIOLOGI


Tulang adalah suatu jaringan yang berubah secara aktif dan terus menerus
mengalami perubahan bentuk sementara menyesuaikan kembali kandungan mineral
Dan matriksnya menurut stres mekanis yang dialaminya. Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakkan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dari jaringan tulang adalah mineral-
mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat
membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks
kolagen dan proteoglikan. Mineralmineral ini memampatkan kekuatan tulang.
Matriks organik tulang disebut juga sebagai suatu osteoid. Sekitar 70% dari osteoid
adalah kolagen tipe I yang kaku dan memberikan daya rentang tinggi pada tulang.
Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam
hialuronat. Jaringan tulang dapat berbentuk anyaman atau lamelar. Tulang yang
berbentuk anyaman terlihat saat pertumbuhan cepat, seperti sewaktu perkembangan
janin atau sesudah terjadinya patah tulang, selanjutnya keadaan ini akan diganti oleh
tulang yang lebih dewaa yang berbentuk lamelar.
Diafisis atau batang adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder.
Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar, dilapisi
oleh selapis periosteum. Metafisis adalah bagian tulang yang melebar didekat ujung
akhir batang. Daerah ini terutama tersusun oleh tulang trabekular atau tulang
spongiosa yang mengandung sel hematopoetik. Sumsum merah terdapat dibagian
epifisis dan diafisis tulang. Pada dewasa aktivitas hematopoetik menjadi terbatas
hanya pada sternum dan krista iliaka. Metafisis juga menopang sendi dan
menyediakan daerah yang cukup luas untuk perlekatan tendon dan ligamen pada
epifisis. Lempeng epifisis adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak anak,
dan bagian ini akan menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung
berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga
pertumbuhan memanjang tulang terhenti. Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa
yang disebut periosteum yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi dan
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang
panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri
inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang
yang patah. Lapisan sel paling atas yang letaknya dekat dengan epifisis disebut
daerah sel istirahat. Lapisan berikutnya adalah zona proliferasi, pada zona ini terjadi
pembelahan aktif sel dan disinilah mulainya pertumbuhan tulang panjang. Sel-sel
yang aktif ini didoroh kearah batang tulang kedalam daerah hipertrofi, tempat sel-sel
ini membengkak, menjadi lemah dan secara metabolik menjadi tidak aktif.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang tersusun dari tiga jenis sel :
osteoblas, osteosit dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk
kolagen tipe I dan proteoglikan sebagai matriks tulang atau jaringan osteoid melalui
suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jaringan
osteoid, osteoblas dan mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali, yang
memegang perawan penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat kedalam
matriks tulang. Sebagian dari fosfat alkali akan memasuki aliran darah dengan
demikian kadar fosfatase alkali didalam darah dapat menjadi indikator yang baik
tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus
metastasis kanker ke tulang.
osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan
untuk pertukaran kimiawi melalui tulang yang padat. Osteoklas adalah sel-sel besar
berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi.
Osteoklas mengikis tulang, sel-sel ini menghasilkan enzim proteolitik yang
memecahkan matris dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang sehingga
kalsium dan fosfat terlepas kedalam aliran darah. Metabolisme tulang diatur oleh
beberapa hormon. Suatu peningkatan kadar hormon paratiroid (pth) mempunyai efek
langsung dan segera pada mineral tulang menyebabkan kalsium dan fosfat diabsorbsi
dan bergerak memasuki serum. Peningkatan PTH secara perlahan-lahan
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas sehingga terjadi
demineralisasi. Vitamin D mempengaruhi deposisi dan absorbs tulang. Vitamin D
dalam jumlah besar dapat menyebabkan absorbsi tulang seperti dapat menyebabkan
absorbsi tulang (kadar PTH). Vitamin D dalam jumlah yang sedikit membentuk
kalsifikasi tulang, antara lain dengan meningkatkan absorbsi kalsium dan fosfat
oleh usus halus.
B. DEFINISI

Osteomyelitis berasal dari kata osteon (tulang) dan muelinos (sumsum)


yang berarti infeksi sumsum tulang. Beberapa literatur menyebutkan bahwa
osteomyelitis merupakan proses inflamasi pada sumsum tulang (cavitas
medullaris) yang kemudian dapat menyebar sampai ke cortex dan periosteum.
Pus dan edema yang terbentuk di cavita medullaris inilah yang kemudian akan
menekan periosteum sehingga menimbulkan obstruksi pembuluh darah,
iskemi maupun nekrosis sebagai dasar patomekanisme osteomyelitis.1

C. EPIDEMIOLOGI
Osteomyelitis akut dengan penyebaran hematogen lebih sering
menyerang anak anak karena daerah metafisis (daerah pusat pertumbuhan
tulang pada anak) memiliki vaskularisasi yang banyak dan rentan terhadap
trauma. Lebih dari 50% kejadian osteomyelitis pada anak terjadi pada pasien
kurang dari 5 tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala-gejala sistemik
meliputi demam, iritabilitas selama 2 minggu. Selain itu, didapatkan gejala
lokalis seperti eritem, bengkak, dan kekakuan (tenderness) pada tulang yang
mengalami infeksi. Osteomyelitis kronis jarang terjadi pada anak.
Osteomyelitis kronis dapat terjadi akibat fraktur terbuka, bakterimia, atau
infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak sekitar tulang. Pada operasi
elektif post fraktur
tertutup, osteomyelitis kronis terjadi pada 1 – 5% pasien, dan 3 – 50% pada
pasien pasien dengan fraktur terbuka. Sebanyak 10 – 30% pasien
osteomyelitis akut berlanjut menjadi kronis. Osteomyelitis melalui penyebaran
hematogen (balterimia) dapat terjadi di vertebrae, tulang panjang, pelvis,
maupun klavikula dan risikonya meningkat apabila terdapat underlying
disease seperti diabetes mellitus, keganasan atau gagal ginjal. Angka kejadian
osteomyelitis kronis akibat infeksi perkontinuitatum dari jaringan lunak
sekitar tulang meningkat seiring dengan meningkatnya prevalensi ulkus
diabetikum (neuropati dan vaskulopati diabetikum). Manifestasi klinis
osteomyelitis kronis dapat meliputi nyeri kronis, luka persisten, buruknya
penyembuhan luka, malaise, dan demam. 2

D. ETIOLOGI
Penyebab tersering osteomielitis adalah Staphylococcus aureus. Pada
bayi baru lahir dan infant, selain S.aureus, penyebab lainya adalah
S.epidermidis, Streptococcus b hemoliticus dan E coli. Sumber infeksi
biasanya adalah pemasangan central venous catheters.Infeksi dapat terjadi
multifokal, dan setengah dari kasus menyebabkan septic arthritis sendi di
dekatnya.
Pada anak, penyebab tersering adalah S.aureus, diikuti oleh
Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza type B dan Kinsella kingae.
Anak dengan penyakit sickle cell memiliki resiko lebih tinggi mengalami
osteomielitis, dengan penyebab utama Salmonela species, S aureus, Serratia
species, dan Proteus mirabilis
Sedangkan pada orang tua, infeksi dapat disebabkan oleh bakteri gram
negatif seperti E.coli, Proteus mirabilis, dan lainnya. Pada pasien yang
teridentifikasi salmonella sebagai penyebabnya, perlu dideteksi adanya
kemungkinan sickle cell disease, sedangkan pada infeksi akibat ganguan
neurovaskular, kemungkinan terdapat infeksi campuran (polimikrobial), aerob
dan anaerob.1,2- keberhasilan pengobatan osteomyelitis adalah dengan
mengidentifikasi mikrorganisme spesifik penyebab infeksi, baik melalui kultur
darah maupun biopsi tulang –
E. PATOFISIOLOGI
Proses mikroorganisme untuk menempel dan membentuk koloni
dalam tulang dipengaruhi virulensi mikroorganisme, daya tahan tubuh, dan
kondisi lokal jaringan. Virulensi mikroorganisme ditentukan oleh kemampuan
untuk melekat pada matriks tulang, bertahan terhadap mekanisme fagositosis
pertahanan tubuh,dan kemampuan untuk menembus jaringan. Kemampuan
melekat dibentuk oleh polisakarida yang diproduksi oleh mikroorganisme.
Penghindaran terhadap mekanisme pertahanan tubuh dilakukan melalui
produksi protein, sedangkan kemampuan invasi kuman dilakukan melalui
enzim hidrolase. Staphylococcus aureus, juga memiliki kemampuan untuk
hidup intrasel, dan membentuk biofilm sehingga mempersulit mekanisme
pertahanan tubuh alami untuk membunuh mikroorganisme tersebut.6
Biofilm adalah lapisan koloni mikroorganisme patogen yang saling
terhubung dalam membrane dengan metabolism lebih rendah. Hubungan antar
sel tersebut memudahkan distribusi nutrisi dan metabolism yang rendah
menjadikan antibiotik dan mekanisme fagositosis tubuh.6- biofilm ini adalah
salah satu sebab sulitnya mengeliminasi infeksi pada pemasangan prosthesis,
harus diganti atau dilepas saat operasi pembersihan.
Infeksi kuman ke dalam darah terjadi melalui abrasi kulit, trauma
benda tajam, penyakit gigi, melalui tali pusat yang terinfeksi pada neonatus,
maupun pemasangan IV line terutama pada neonates. Pada osteomielitis
hematogenik, bersarangnya kuman pada metafisis tulang panjang anak diduga
akibat melambatnya aliran darah yang disebabkan melengkungnya (looping)
pembuluh darah saat mendekati dan menjauhi lempeng epifisis, serta tiadanya
lapisan membranosa di bagian itu. Sehingga menimbulkan kondisi yang
bersifat relatif avaskular di dekat lempeng epifisis dan mungkin ditambah
dengan adanya trauma lokal di daerah tersebut. Aliran yang lambat ini
memungkinkan kuman melekat dan berproliferasi di daerah metafisis tersebut.
Proliferasi kuman pada fokus infeksi menyebabkan meningginya tekanan
intraoseus lokal melebihi tekanan kapiler darah sehingga terjadi kondisi iskemia
jaringan.-ini menjelaskan nyeri konstan intens yang dirasakan pasien di ujung tulang
panjang - Proses pertahanan tubuh selular maupun humoral untuk mengeliminasi
infeksi, dikombinasikan dengan enzim dari mikroorganisme dan kondisi iskemia
jaringan menyebabkan destruksi trabekula tulang. Pada area sekitar fokus infeksi
terjadi proses penyerapan tulang oleh osteoklas, yang akhirnya membuat fokus
infeksi terpisah dari jaringan tulang di sekitarnya. Tulang nekrotik yang terpisah dari
jaringan sekitarnya terputus dari aliran darah tubuh dinamakan sequester. Sequester
menjadi tempat bersarangnya koloni mikroorganisme yang tidak terjangkau oleh
mekanisme pertahanan tubuh maupun antibiotika,dan merupakan penyebab
kegagalan terapi medikamentosa.
Selanjutnya terjadi ekspansi dari infeksi terjadi ke arah medulla dan ke arah
korteks. Penyebaran kearahluar mendestruksi korteks sendi, dan pus yang terbentuk
mengangkat periosteum dari korteks, merangsang pembentukan tulang baru di bawah
perisosteum yang terangkat, yang dinamakan involukrum. Infeksi kemudian
bergerak menuju permukaan kulit, dan pus keluar dari kulit melalui sinus. Infeksi
juga dapat merabat melalui periosteum menuju epifisis dan sendi didekatnya dan
mengakibatkan artritis septik.Kadang dapat terjadi kerusakan korteks yang luas pada
tulang panjang yang memungkinkan serpihan tulang mati terdorong keluar tubuh.
Lubang di korteks tulang dinamakan Kloaka.
Selama proses tersebut, tulang melakukan reaksi untuk melokalisir proses
infeksi dengan melakukan pembentukan tulang baru di sekitar fokus infeksi. Bila
berhasil, fokus infeksi akan terlokalisir dan dormant di dalam bungkusan penebalan
tulang yang disebut abses Brodie, dengan manifestasi klinis minimal. Bila ekspansi
dan virulensi kuman melebihi kemampuan daya tahan tubuh, tulang hanya mampu
membuat involukrum, untuk mencegah kerusakan tulang yang lebih luas dan fraktur
patologis
Pada anak –anak, proses infeksi ke arah epifisis dan sendi tertahan di lempeng
epifisis yang bersifat avaskular. Ekstensi infeksi dari osteomielitis pada metafisis
dapat mencapai jaringan lunak di sekitar sendi dan membentuk infeksi sendi sekunder
(septic arthritis). Infeksi sendi sekunder lebih mudah terjadi pada sendi-sendi dengan
metafisis yang secara anatomis berada di dalam sendi, seperti hip joint dan
radiocapitular joint.
Pada orang dewasa, penyebaran osteomielitis dapat terjadi pada 2 korpus
vertebrae yang berdekatan karena diperdarahi oleh 1 segmental arteri yang sama.
Proses destruksi tulang, diawali di daerah end plate dari korpus vertebrae,
menyerupai proses ekstensi infeksi yang terjadi pada metafisis anak. Ekstensi kearah
diskus mengakibatkan kerusakan dan kolaps dari diskus antara 2 vertebra yang
terinfeksi. - Keterlibatan diskus ini penting untuk membedakan dengan proses
neoplasma yang biasanya tidak melibatkan diskus intervertebralis-.
Proses osteomielitis pada pemasangan prosteis dan implan adalah melalui
implantasi mikroorganisme langsung pada tulang melalui implan. Mikroorganisme
terutama S.aureus memiliki kemampuan untuk membentuk biofilm pada permukaan
implan, yang relatif resisten terhadap sistem imunitas tubuh dan antibiotika.1,2,6
F. MANIFESTASI KLINIK
Osteomielitis hematogenik akut pada anak, keluhan awal berupa nyeri di ujung
tulang panjang yang persisten dengan intensitas yang semakin berat, diikuti oleh
demam, rewel, malaise, . Biasanya anak memiliki kecenderungan untuk tidak
menggunakan atau menggerakan ekstremitas yang terinfeksi, dan tidak membiarkan
area yang terinfeksi disentuh. Bisa didapatkan adanya riwayat cedera muskuloskeletal
beberapa hari sebelumnya, sehingga kadang keluarga pasien menyangka nyeri adalah
sprain atau patah tulang akibat cedera. Sesudah itu tanda peradangan mulai nampak
seperti edema, kemerahan, hangat, nyeri tekan pada jaringan tulang sekitar sendi.
Tanda- tanda lokal tersebut biasanya mereda setelah 5 sampai 7 hari, sehingga kadang
disangka infeksi sudah membaik.7,8
Pada osteomielitis hematogenik subakut, gambaran klinis yang ditunjukkan
bersifat lebih ringan, bisa diakibatkan virulensi rendah dari patogen atau daya tahan
tubuh pasien yang lebih resisten atau kombinasi keduanya dengan lokasi predileksi
yang sama dengan osteomielitis hematogenik akut. Gambaran klinis bisa berupa nyeri
pada area mendekati sendi untuk beberapa minggu. Dari pemeriksaan fisik bisa
didapatkan terlihat lemas, bengkak minimal, atrofi otot, dan nyeri tekan lokal. Suhu
tubuh biasanya normal.6,8
Pada kasus yang mendekati kronis didapatkan pus yang keluar dari kulit melalui
lubang yang dinamakan sinus. Sejalan dengan progresivitas menjadi kronis, terjadi
perubahan bentuk tulang, hiperpigmentasi kulit, jaringan parut pada sinus yang
menutup. Draining sinus berulang merupakan konfirmasi telah terjadi proses kronik
infeksi. Limfadenopati juga sering ditemukan walaupun bersifat tidak spesifik pada
osteomielitis. Perlu diingat bahwa gambaran klinis ini dapat berubah bila pasien
sudah mendapatkan antibiotik6
Pada kasus osteomielitis pasca trauma dapat ditemukan deformitas tulang atau
non-union, sedangkan pada osteomielitis akibat pemasangan prostesis atau implan
biasanya tanda-tanda infeksi baru akan mulai muncul antara 3 minggu – 1 tahun
pasca operasi. Pada awalnya, nyeri yang ditimbulkan sulit dibedakan dengan nyeri
akibat instabilitas atau loosening dari implant. Yang memperkuat terjadinya infeksi
adalah tanda-tanda peradangan lokal dengan adanya cairan purulen saat diaspirasi,
atau terbentuknya sinus yang berhubungan dengan prostesis.9
Pada neonatus dan bayi, dapat ditemukan limitasi dari tungkai atau ekstremitas
yang terkena infeksi (pseudoparalisis), gangguan konstitusional yang bersifat ringan,
gangguan tumbuh kembang, terlihat mengantuk dan gelisah. Namun perlu diwaspadai
karena demam belum tentu dapat ditemukan akibat dari sistem imun yang belum
matur, sehingga reaksi inflamasi tidak akan seberat dari anak yang lebih tua atau
orang dewasa. Pada orang tua keluhan dapat berupa nyeri di daerah punggung yang
dirasa makin bertambah dan dapat disertai demam. Nyeri ini tidak hilang walaupun
pasien beristirahat dengan berbaring.1,6
Osteomielitis pada neonatus dan bayi sering kali hanya dengan gejala klinis yang
ringan, dapat mengenai satu atau banyak tulang dan mudah meluas ke sendi di
dekatnya. Biasanya lebih sering terjadi pada bayi dengan resiko tinggi seperti
prematur, berat badan kurang. Tindakan-tindakan seperti resusitasi, vena seksi,
kateterisasi dan infuse secara potensial dapat merupakan penyebab Infeksi. Kuman
penyebab tersering adalah Streptococcus.
Osteomielitis pada bayi biasanya disertai destruksi yang luas dari tulang, tulang
rawan dan jaringan lunak sekitarnya. Pada neonatus ada hubungan antara
pembuluh darah epifisis dengan pembuluh darah metafisis, yang disebut pembuluh
darah transfiseal, Hubungan ini menyebabkan mudahnya infeksi meluas dari
metafisis ke epifisis dan sendi. Kadang-kadang osteomielitis pada bayi juga dapat
mengenai tulang lain seperti maksila, vertebra, tengkorak, iga dan pelvis. Tanda
paling dini yang dapat ditemukan pada foto rontgen ialah pembengkakan jaringan
lunak dekat tulang yang terlihat kira-kira 3 hari setelah infeksi. Demineralisasi
tulang terlihat kira-kira 7 hari setelah infeksi dan disebabkan hyperemia dan
destruksi trabekula. Destruksi korteks dan sebagai akibatnya pembentukan tulang
sub-periosteal terlihat pada kira-kira 2 minggu setelah infeksi. 1,6
Adapun Faktor predisposisi
1. Diabetes mellitus
2. Penyakit sickle cell disease
3. Acquired immune deficiency s yndrome (AIDS)
4. IV drug abuse
5. Alcoholism
6. Penggunaan steroid jangka panjang
7. Immunosupresi
8. Penyakit sendi kronis
9. Penggunaan alat-alat bantu ortopedik.
G. DIAGNOSIS BANDING
Pada orang dewasa, gout dan pseudogout menyerupai gejala klinis septic
arthritis. Diagnosis dapat ditegakkan dengan analisis cairan sendi dan pemeriksaan
polarized microscope .
Pada anak, sarkoma tulang memberikan gejala demam, nyeri, dan bengkak
sekitar tulang yang mirip dengan osteomielitis. Diagnosis dapat ditegakkan
dengan pemeriksaan x ray, MRI, dan biopsi.
F. DIAGNOSIS
Untuk menegakkan diagnosis osteomielitis dapat ditentukan melalui pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
Demam (terdapat pada 50% dari neonates)
Edema
Teraba hangat
Fluktuasi
Penurunan dalam penggunaan ekstremitas (misalnya ketidakmampuan dalam
berjalan jika tungkai bawah yang terlibat atau terdapat pseudoparalisis
anggota badan pada neonatus).
Kegagalan pada anak-anak untuk berdiri secara normal.
Pemeriksaan Laboratorium
- Pemeriksaan darah lengkap
Jumlah leukosit mungkin tinggi, tetapi sering normal. Adanya pergeseran ke kiri
biasanya disertai dengan peningkatan jumlah leukosit polimorfonuklear. Tingkat
C-reaktif protein biasanya tinggi dan nonspesifik; penelitian ini mungkin lebih
berguna daripada laju endapan darah (LED) karena menunjukan adanya
peningkatan LED pada permulaan. LED biasanya meningkat (90%), namun,
temuan ini secara klinis tidak spesifik. CRP dan LED memiliki peran terbatas
dalam menentukan osteomielitis kronis seringkali didapatkan hasil yang normal.
- Kultur
Kultur dari luka superficial atau saluran sinus sering tidak berkorelasi dengan
bakteri yang menyebabkan osteomielitis dan memiliki penggunaan yang terbatas.
Darah hasil kultur, positif pada sekitar 50% pasien dengan osteomielitis
hematogen. Bagaimanapun, kultur darah positif mungkin menghalangi kebutuhan
untuk prosedur invasif lebih lanjut untuk mengisolasi organisme. Kultur tulang
dari biopsi atau aspirasi memiliki hasil diagnostic sekitar 77% pada semua studi.
Pemeriksaan Radiologi
a. Foto polos
Pada osteomielitis awal, tidak ditemukan kelainan pada pemeriksaan radiograf.
Setelah 7-10 hari, dapat ditemukan adanya area osteopeni, yang mengawali
destruksi cancellous bone. Seiring berkembangnya infeksi, reaksi periosteal akan
tampak, dan area destruksi pada korteks tulang tampak lebih jelas. Osteomielitis
kronik di dentifikasi dengan adanya detruksi tulang yang masif dan adanya
involukrum, yang membungkus fokus sklerotik dari tulang yang nekrotik yaitu
sequestrum. Infeksi jaringan lunak biasanya tidak dapat dilihat pada radiograf
kecuali apabila terdapat oedem. Pengecualian lainnya adalah apabila terdapat
infeksi yang menghasilkan udara yang menyebabkan terjadinya ‘gas gangrene’.
Udara pada jaringan lumak ini dapat dilihat sebagai area radiolusen, analog dengan
udara usus pada foto abdomen. 1,2,6
b. Ultrasound
Berguna untuk mengidentifikasi efusi sendi dan menguntungkan untuk
mengevaluasi pasien pediatrik dengan suspek infeksi sendi panggul. Teknik
sederhana dan murah telah menjanjikan, terutama pada anak dengan osteomielitis
akut. Ultrasonografi dapat menunjukkan perubahan sejak 1-2 hari setelah
timbulnya gejala. Kelainan termasuk abses jaringan lunak atau kumpulan cairan
dan elevasi periosteal. Ultrasonografi memungkinkan untuk petunjuk ultrasound
aspirasi. Tidak memungkinkan untuk evaluasi korteks tulang.
c. Radionuklir
Jarang dipakai untuk mendeteksi osteomielitis akut. Pencitraan ini sangat
sensitive namun tidak spesifik untuk mendeteksi infeksi tulang. Umumnya, infeksi
tidak bisa dibedakan dari neoplasma, infark, trauma, gout, stress fracture, infeksi
jaringan lunak, dan artritis. Namun, radionuklir dapat membantu untuk mendeteksi
adanya proses infeksi sebelum dilakukan prosedur invasif dilakukan. 10
d. CT Scan
CT scan dengan potongan koronal dan sagital berguna untuk menidentifikasi
sequestra pada osteomielitis kronik. Sequestra akan tampak lebih radiodense
dibanding involukrum disekelilingnya. 2
e. MRI
MRI efektif dalam deteksi dini dan lokalisasi operasi osteomyelitis. Penelitian
telah menunjukkan keunggulannya dibandingkan dengan radiografi polos, CT, dan
scanning radionuklida dan dianggap sebagai pencitraan pilihan. Sensitivitas
berkisar antara 90-100%. Tomografi emisi positron (PET) scanning memiliki
akurasi yang mirip dengan MRI.
f. Radionuklida scanning tulang
Tiga fase scan tulang, scan gallium dan scan sel darah putih menjadi
pertimbangan pada pasien yang tidak mampu melakukan pencitraan MRI. Sebuah
fase tiga scan tulang memiliki sensitivitas yang tinggi dan spesifisitas pada orang
dewasa dengan temuan normal pada radiograf. Spesifisitas secara dramatis
menurun dalam pengaturan operasi sebelumnya atau trauma tulang. Dalam
keadaan khusus, informasi tambahan dapat diperoleh dari pemindaian lebih lanjut
dengan leukosit berlabel dengan 67 gallium dan / at au indium 111. 10
G. PENATALAKSANAAN
Osteomielitis akut harus diobati segera. Biakan darah diambil dan
pemberian antibiotika intravena dimulai tanpa menunggu hasil biakan. Karena
Staphylococcus merupakan kuman penyebab tersering, maka antibiotika yang
dipilih harus memiliki spektrum antistafilokokus. Jika biakan darah negatif, maka
diperlukan aspirasi subperiosteum atau aspirasi intramedula pada tulang yang
terlibat. Pasien diharuskan untuk tirah baring, keseimbangan cairan dan elektrolit
dipertahankan, diberikan antipiretik bila demam, dan ekstremitas diimobilisasi
dengan gips. Perbaikan klinis biasanya terlihat dalam 24 jam setelah pemberian
antibiotika. Jika tidak ditemukan perbaikan, maka diperlukan intervensi bedah.
Terapi antibiotik biasanya diteruskan hingga 6 minggu pada pasien dengan
osteomielitis. LED dan CRP sebaiknya diperiksa secara serial setiap minggu
untuk memantau keberhasilan terapi. Pasien dengan peningkatan LED dan CRP
yang persisten pada masa akhir pemberian antibiotik yang direncanakan mungkin
memiliki infeksi yang tidak dapat ditatalaksana secara komplit. C-Reactive
Protein (CRP) Adalah suatu protein fase akut yang diproduksi oleh hati sebagai
respon adanya infeksi, inflamasi atau kerusakan jaringan. Inflamasi merupakan
proses dimana tubuh memberikan respon terhadap injury . Jumlah CRP akan
meningkat tajam beberapa saat setelah terjadinya inflamasi dan selama proses
inflamasi sistemik berlangsung. Sehingga pemeriksaan CRP kuantitatif dapat
dijadikan petanda untuk mendeteksi adanya inflamasi/infeksi akut. Berdasarkan
penelitian, pemeriksaan Hs-CRP dapat mendeteksi adanya inflamasi lebih cepat
dibandingkan pemeriksaan Laju Endap Darah (LED). Terutama pada pasien
anak-anak yang sulit untuk mendapatkan jumlah sampel darah yang cukup untuk
pemeriksaan LED.
Sedangkan LED adalah merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah. Proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan
memasukkan darah kita ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak
sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya
nilai pada LED memang sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama
saat terjadi radang. Nilai LED meningkat pada keadaan seperti kehamilan ( 35
mm/jam ), menstruasi, TBC paru-paru ( 65 mm/jam ) dan pada keadaan infeksi
terutama yang disertai dengan kerusakan jaringan. Jadi pemeriksaan LED masih
termasuk pemeriksaan penunjang yang tidak spesifik untuk satu penyakit. Bila
dilakukan secara berulang laju endap darah dapat dipakai untuk menilai
perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis.
LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED
dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED
yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan.
Perbedaan pemeriksaan CRP dan LED:
Hasil pemeriksaan Hs-CRP jauh lebih akurat dan cepat
Dengan range pengukuran yang luas, pemeriksaan Hs-CRP sangat baik
dan penting untuk: Mendeteksi Inflamasi/infeksi akut secara cepat (6-7
jam setelah inflamasi)
Hs-CRP meningkat tajam saat terjadi inflamasi dan menurun jika terjadi
perbaikan sedang LED naik kadarnya setelah 14 hari dan menurun
secara lambat sesuai dengan waktu paruhnya.
Pemeriksaan Hs-CRP dapat memonitor kondisi infeksi pasien dan
menilai efikasi terapi antibiotika. Bila pasien tidak menunjukkan
respons terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan
pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat dan daerah itu
diiringi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Tetapi
antibiotik dianjurkan. Pada osteomielitis kronik, antibiotika merupakan
adjuvan terhadap debridemen bedah. Dilakukan sequestrektomi
(pengangkatan involukrum secukupnya supaya ahli bedah dapat
mengangkat sequestrum). Kadang harus dilakukan pengangkatan tulang
untuk memajankan rongga yang dalam menjadi cekungan yang dangkal
(saucerization). Semua tulang dan kartilago yang terinfeksi dan mati
diangkat supaya dapat terjadi penyembuhan yang permanen.Pada
beberapa kasus, infeksi sudah terlalu berat dan luas sehingga satu-
satunya tindakan terbaik adalah amputasi dan pemasangan prothesa.
Bila proses akut telah dikendalikan, maka terapi fisik harian dalam
rentang gerakan diberikan. Kapan aktivitas penuh dapat dimulai
tergantung pada jumlah tulang yang terlibat. Pada infeksi luas,
kelemahan akibat hilangnya tulang dapat mengakibatkan terjadinya
fraktur patologis.
Indikasi dilakukannya pembedahan ialah :
1. Adanya sequester.
2. Adanya abses.
3. Rasa sakit yang hebat.
4. Bila mencurigakan adanya perubahan kearah keganasan (karsinoma
Epidermoid).
Luka dapat ditutup rapat untuk menutup rongga mati (dead space) atau
dipasang tampon agar dapat diisi oleh jaringan granulasi atau dilakukan
grafting dikemudian hari. Dapat dipasang drainase berpengisap untuk
mengontrol hematoma dan mebuang debris. Dapat diberikan irigasi
larutan salin normal selama 7 sampai 8 hari. Dapat terjadi infeksi
samping dengan pemberian irigasi ini.
Rongga yang didebridemen dapat diisi dengan graft tulang kanselus
untuk merangsang penyembuhan. Pada defek yang sangat besar, rongga
dapat diisi dengan transfer tulang
berpembuluh darah at au flup otot (dimana suatu otot diambil dari
jaringan sekitarnya namun dengan pembuluh darah yang utuh). Teknik
bedah mikro ini akan meningkatkan asupan darah; perbaikan asupan
darah kemudian akan memungkinkan penyembuhan tulang dan
eradikasi infeksi. Prosedur bedah ini dapat dilakukan secara bertahap
untuk menyakinkan penyembuhan. Debridemen bedah dapat
melemahkan tulang, kemudian memerlukan stabilisasi atau penyokong
dengan fiksasi interna atau alat penyokong eksterna untuk mencegah
terjadinya patah tulang. Saat yang terbaik untuk melakukan tindakan
pembedahan adalah bila involukrum telah cukup kuat; mencegah
terjadinya fraktur pasca pembedahan.

Kegagalan pemberian antibiotika dapat disebabkan oleh:


1. Pemberian antibiotik yang tidak cocok dengan mikroorganisme
penyebabnya
2. Dosis yang tidak adekuat
3. Lama pemberian tidak cukup
4. Timbulnya resistensi
5. Kesalahan hasil biakan
6. Pemberian pengobatan suportif yang buruk
7. Kesalahan diagnostik
8. Pada pasien yang imunokempremaise
Debridement
Debridement pada pasien dengan osteomielitis kronis dapat dilakukan.
Kualitas debridement merupakan faktor penting dalam suksesnya
pengobatan. Setelah debridement dengan eksisi tulang, adalah hal yang perlu
untuk menghapuskan/ menghilangkan dead space yang dilakukan dengan
memindahkan jaringan di atasnya. Pengobatan dead space termasuk
myoplasty lokal, pemindahan jaringan dan penggunaan antibiotik.
Pelaksanaan pada jaringan lunak telah dikembangkan untuk meningkatkan
aliran darah lokal dan pendistribusian antibiotik.
H. KOMPLIKASI
Komplikasi dari osteomielitis antara lain :
- Kematian tulang (osteonekrosis)
Infeksi pada tulang dapat menghambat sirkulasi darah dalam tulang,
menyebabkan kematian tulang. Jika terjadi nekrosis pada area yang luas,
kemungkinan harus diamputasi untuk mencegah terjadinya penyebaran
infeksi.
- Arthritis septic
Dalam beberapa kasus, infeksi dalam tuolang bias menyebar ke dalam
sendi di dekatnya.
- Gangguan pertumbuhan
Pada anak-anak lokasi paling sering terjadi osteomielitis adalah pada
daerah yang lembut, yang disebut lempeng epifisis, di kedua ujung tulang
panjang pada lengan dan kaki. Pertumbuhan normal dapat terganggu pada
tulang yang terinfeksi.
- Kanker kulit
Jika osteomielitis menyebabkan timbulnya luka terbuka yang menyebabkan
keluarnya nanah, maka kulit disekitarnya berisiko tinggi terkeba karsinoma
sel skuamosa. Dalam kepustakaan lain, disebutkan bahwa osteomielitis
juga dapat menimbulkan komplikasi
berikut ini
1. Abses tulang
2. Bakteremia
3. Fraktur
4. Selulitis
I. PROGNOSIS
Setelah mendapatkan terapi, umumnya osteomielitis akut menunjukkan hasil
yang memuaskan. Prognosis osteomielitis kronik umumnya buruk walaupun
dengan pembedahan, abses dapat terjadi sampai beberapa minggu, bulan atau
tahun setelahnya. Amputasi mungkin dibutuhkan, khususnya pada pasien dengan
diabetes atau berkurangnya sirkulasi darah. Pada penderita yang mendapatkan
infeksi dengan penggunaan alat bantu prostetik perlu dilakukan monitoring lebih
lanjut. Mereka perlu mendapatkan terapi antibiotik profilaksis sebelum dilakukan
operasi karena memiliki resiko yang lebih tinggi untuk mendapatkan osteomielitis.
DAFTAR PUSTAKA

1. Lew PD, Wadvogel FA. Osteomyelitis. Lancet. 2004;364:369-79.

2. Michno A, Nowak A, Królicki K. Review of contemporary knowledge of


osteomyelitis diagnosis. World Sci News. 2018;92(2):272-82.

3. Riise RO, Kirkhus E, Handelan KS, Flato B. Reiseter T, Cvancarova M. Childhood


osteomyelitis-incidence and differentiation from other acute onset musculoskeletal
features in a population-based study. BMC Pediatr. 2008;8:45.

4. Kremers HM, Nwojo ME, Ransom JE, Wood-Wentz CM, Melton LJ 3rd,
Huddleston PM 3rd. Trends in the epidemiology of osteomyelitis: a population-
based study, 1969 to 2009. J Bone Joint Surg Arm. 2015;97(10):837-45.

5. Cierny G, Mader JT, Pennick JJ. A clinical staging system for adult osteomyelitis.
Clin Orthop Relat Res. 2003;414:7-24.

6. Solomon L, Warwick D, Nayagam S, Apley A. Apley's system of orthopaedics and


fractures. 9th ed. London: Hodder Education; 2010.

7. Groll ME, Woods T, Salcido R. Osteomyelitis: a context for wound management.


Adv skin Wound Care. 2018;31(6):253-62.

8. Chiappini E, Camposampiero C, Lazzeri S, Indolfi G, Martino MD, Galli L.


Epidemiologi and management of acute haematogenous osteomyelitis in a tertiary
paediatric center. Int J environ Res Public Health. 2017;14(5):477-87.

9. Govaert GAM, Glaudemans AWJM, Ploegmakers JJW, Viddeleer AR, Wendt


KW, Reininga IHF. Diagnostic strategies for posttraumatic osteomyelitis: a survey
amongst Dutch medical specialists demonstrates the need for a consensus protocol.
Eur J Trauma Emerg Surg. 2018;44:417-26.
10. Manz N, Krieg A, Heininger U, Ritz N. Evaluation of the current use of imaging
modalities and pathogen detection in children with acute osteomyelitis and septic
arthritis. Eur J Pediatr 2018;177(7):1071-80.

Anda mungkin juga menyukai