LAPORAN KASUS
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
JULI 2019
MUHAMMADIYAH MAKASSAR
KESULITAN INTUBASI
PEMBIMBING:
dr. Zulfikar Tahir, M.Kes, Sp.An
OLEH :
Dwi Amrina Syarifuddin, S.Ked
10542047513
NIM : 10542047513
Pembimbing,
Assalamualaikum Wr. Wb
diselesaikan. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Baginda Besar Nabi
Muhammad SAW.
terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya sebagai salah satu syarat
sampaikan rasa horma terima kasih yang mendalam kepada dr. Zulfikar Tahir,
M.Kes, Sp.An selaku pembimbing yang telah banyak meluangkan waktu dan
sempurna adanya dan memiliki keterbatasan tetapi berkat bantuan dan dorongan
dari berbagai pihak, baik moral maupun material sehingga dapat berjalan dengan
baik. Akhir kata, penulis berharap agar laporan kasus ini dapat memberi manfaat
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
banyak diketahui seberapa besar perannya dalam pekerjaan dokter umum. Banyak
peristiwa atau kejadian didalam rumah tangga atau rumah sakit yang memerlukan
kejadian henti jantung dan hentti nafas akibat keracunan atau trauma, gangguan
saluran nafas pada penderita dengan penurunan kesadaran, dan pasien dengan
yang dapat dicegah pada pasien yang menjalani anestesi umum. Enam puluh
empat persen dari henti jantung selama anestesi umum disebabkan oleh kesulitan
menantang hingga saat ini. Faktor utama terkait morbiditas dan mortalitas pada
menambahkan struktur saluran nafas kelas 4, yaitu palatum mole yang tidak dapat
dengan posisi pasien duduk tegak, posisi kepala netral, lidah dijulurkan maksimal
kasus gawat darurat dan pada pasien kritis yang dirawat inetnsif untuk oksigenasi
perubahan letak tube bervariasi antara 22 sampai 66 %. Tidak jarang tube yang
telah dianggap tepat posisinya dan difiksasi dengan baik, masih tetap
problem ektubasi. 3
penting untuk membebaskan dan mempertahankan jalan napas dan sangat sering
dilakukan dalam praktik klinik sehari-hari maka perlu diketahui apakah tindakan
intubasi tersebut telah dilakukan dengan tepat sesuai dengan tujuan yang
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. S
Usia : 48 tahun
Berat Badan : 64 kg
Agama : Islam
No. RM : 490777
B. ANAMNESIS
Riwayat penyakit sekarang : Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan rasa
nyeri kepala dan sekitar mata. Awalnya pasien sering mengeluh hidung
tersumbat pada satu hidung dan terkadang keduanya. Pasien juga mengeluh
- Hipertensi (-)
- Dislipidemia (-)
- DM (-)
Riwayat asma : tidak ada
C. PEMERIKSAAN FISIK
GCS :E4V5M6 = 15
Vital Sign :
- Nadi : 84 x/menit
- Suhu : 36,5 C
- Pernafasan : 20 x/menit
Status Generalis
teraba hangat.
- Pemeriksaan Leher
a. Jantung
sinistra
Perkusi :
b. Paru
gerak.
c. Pemeriksaan Abdomen
Perkusi : Timpani
d. Pemeriksaan Ekstremitas :
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
2. Laboratorium
Hematologi
Hemostasis
Pembekuan
Perdarahan
Seroimmunologi
E. KESAN ANESTESI
F. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan yaitu :
G. KESIMPULAN
ACC ASA PS I
H. LAPORAN ANESTESI
3. Penatalaksanaan Preoperasi
Infus RL 24 tpm
4. Penatalaksanaan Anestesi
Endotraceal Tube
d. Premedikasi : Midazolam 5 mg
i. Respirasi : Spontan
j. Posisi : Supine
ANALISA KASUS
other septoplasty dengan diagnosis pre operatif Deviasi septum + konka bullosa.
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan rasa nyeri kepala dan sekitar mata.
Awalnya pasien sering mengeluh hidung tersumbat pada satu hidung dan
batuk(-), riwayat penyakit dalam keluarga (-). BAB dan BAK normal. Hipertensi
laboratorium hematologi yang dilakukan tanggal 19 Juli 2019 dengan hasil: RBC :
4,79x106 Wbc : 8,8x103 Hb 14,5 g/dl ; waktu pembekuan : 6’35” menit, waktu
puasa untuk mencegah terjadinya aspirasi isi lambung karena regurgitasi atau
muntah pada saat dilakukannya tindakan anestesi akibat efek samping dari obat-
obat anastesi yang diberikan sehingga refleks laring mengalami penurunan selama
anestesia. Penggantian puasa juga harus dihitung dalam terapi cairan ini yaitu 8x
maintenance. Sehingga kebutuhan cairan yang harus dipenuhi selama 8 jam ini
adalah 800cc/8jam.
84x/menit, dan SpO2 99%.Dilakukan injeksi midazolam 5 mg, fentanyl 120 mcg.
rasa khawatir. Selanjutnya diberikan obat induksi yaitu propofol 180 mg. lalu
dan agar pasien tetap dianestesi dan dapat bernafas dengan adekuat.
adanya kesulitan intubasi kepada pasien. Dan dari hasil pemfis di dapatkan tidak
ada kelaiann pada gigi geligi serta faring, uvula dan palatum molle terlihat jelas.
Mallampati skor 1. Namun pasien terdapat leher pendek yang merupakan salah
Mobilitas leher yang kurang baik akan menganggu visualisasi glotis pada saat
spondylitis atau arthritis rematik juga dapat mempengaruhi mobilitas leher. Selain
itu, lingkar leher juga perlu dinilai. Lingkar leher kurang dari > 17 inch (43 cm)
serta trakhea dan laringoskop berada dalam satu garis lurus (menggunakan botol
infus 1 gram), kemudian dilakukan anastesi dan pelumpuh otot berupa Noveron 5
ml dalam spoit 5, dan berikan oksigen 100% dengan melakukan bagging selama 2
menit untuk menekan pengembangan paru dan juga menunggu kerja dari pelemas
gas (sevoflurane) dengan ukuran 2 vol% dengan oksigen dari mesin ke jalan
efek induksi dan pulih dari anestesi lebih cepat dibanding dengan gas lain, dan
baunya pun lebih harum dan tidak merangsang jalan napas sehingga digemari
untuk induksi anestesi dibanding gas lain (halotan). Efek terhadap kardiovaskular
laju napas 20 x/ menit. Sesaat setelah operasi selesai gas anestesi diturunkan untuk
Juga diharapkan agar pasien dapat melakukan nafas spontan menjelang operasi
hampir selesai.
Setelah operasi selesai di berikan penawar pelumpuh otot yakni reversal
ke manual supaya pasien dapat melakukan nafas spontan. Gas sevo dihentikan
TINJAUAN PUSTAKA
A. INTUBASI ENDOTRAKEA
memlaui melalui hidung atau melaui mulut dengan sasaran jalan napas
atau trauma daerah muka dan leher. Intubasi juga diindikasikan untuk
operasi posisi miring atau tengkurap, operasi yang lama dan atau sulit
obat induksi anestesi tertentu yang membuat apneu dalam waktu tempo
Persiapan
Persiapan
lobektomi VATS
yang digunakan bila terjadi henti jantung dan sulfat atropine (SA)
dahulu 1
operasi
atau pasien dengan reflex akibat sumbatan yang terjadi, ventilasi yang
kepala kebawah, menjaga darah dan sekresi keluar dari trakea selama
kasus
dilakukan intubasi
Teknik Intubasi
b. Jika GCS pasien 111, dengan mudah dapat dilakukan intubasi tanpa
anastetik
bilah lurus)
resusitasi
k. Jika pasien masih sadar, dapat diberikan obat induksi seperti propofol
Komplikasi
laryaneal cuff
b. Trauma jalan nafas : kerusakan gigi, laserasi bibir, lidah atau mukosa
b. Trauma jalan nafas : inflamasi dan ulserasi mukosa serta eksoriasi kulit
hidung
a. Trauma jalan nafas : edema dan stenosis (glotis, subglotis, atau trakea,
suara serak atau parau (granuloma atau paralisis pita suara, malfungsi dan
aspirasi laring
c. Edema glotis-subglotis
B. Kesulitan Intubasi
butuh lebih dari 10 menit atau lebih dari tiga kali untuk sebuah intubasi
dalam intubasi ini berhubungan dengan komplikasi yang serius, terutama bila
intubasi tersebut gagal. Hal ini merupakan salah satu kegawatdaruratan yang
pasien yang kemungkinan sulit untuk diintubasi, hal ini mungkin dapat
mengurangi resiko anestesi yang lebih besar. Salah satu klasifikasi yang luas
3. Kelas III : Palatum mole, dan dasar uvula saja yang terlihat
Kelas I dan II merupakan bentuk yang paling mudah untuk dilakukan intubasi
diabndingkan dengan kelas III dan kelas IV merupakan kelas yang paling
4. Residing mandibular
tingkatan:
sedikit
atau 4 mengesankan pasien akan sulit diintubasi. Hasil dari tes ini
junction.
Thyromental distance diukur dari thyroid notch ujung rahang dengan
kepala yang diekstensikan.Jarak normal adalah 6,5 cm atau lebih dan ini
dengan kepala ekstensi dan ini dipengaruhi oleh ekstensi leher. Jarak
diintubasi.
kesulitan intubasi.
mudah
L= Look externally
(sulit dinilai)
antara gigi seri pasien sekurangnya 3 jari (3), jarak antara tulang hyoid
dan dagu sekurangnya 3 jari (3), dan jarak antara thyroid notch dan dasar
M= Mallampati
O= Obstruction
N= Neck mobility
Ini merupakan hal yang vital dalam keberhasilan intubasi.Hal ini dapat
diintubasi
Cara penilaian LEMON dapat dilihat dalam tabel berikut, dengan nilai
laring menjadi satu garis lurus dikenal dengan posisi magill. Nilai
gerakan leher terbatas, dan ini harus dinilai untuk menjamin kemampuan
dan intubasi
Ekstubasi
catatan tidak akan terjadi spasme laring. Sebelum ekstubasi bersihkan rongga
mulut laring faring dari secret dan cairan lainnya. Ekstubasi di tunda sampai
yaitu pengembalian fungsi respirasi pasien dari nafas kendali menjadi nafas
spontan. Sesaat setelah obat bius dihentikan segeralah berikan oksigen 100%
disertai penilaian apakan pemulihan nafas spontan telah terjadi dan apakah
hambatan nafas, tentukaan apakah hambatan pada central atau perifer. Teknik
ekstubasi pasien dengan membuat pasien sadar betul atau pilihan lainnya
pasien tidak sadar (tidur dalam), jangan lakukan dalam keadaan setengah
sadar ditakutkan adanya vagal refleks. Bila ekstubasi pasien sadar, segera
mata spontan. Yakinkan pasien sudah bernafas spontan dengan jalan nafas
yang lapang dan saat inspirasi maksimal. Pada ekstubasi pasien tidak sadar
diperlukan dosis pelumpuh otot dalam jumlah yang cukup banyak, dan
lapang berupa pipa orofaring atau nasofaring dan disertai pula dengan triple
C. Deviasi septum
Bentuk septum normal adalah lurus di tengah rongga hidung
tetapi pada orang dewasa biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di garis
tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan mengganggu, akan tetapi bila
deviasi itu cukup berat, menyebabkan penyempitan pada satu sisi hidung.
komplikasi 4
sesudah lahir, pada waktu partus atau bahkan pada masa janin intrauterine.
septum nasi terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah
huruf C atau S (2) dislokasi yaitu bagian bawah kartilago septum keluar dari
krista maksilla dan masuk dalam rongga hidung. (3) penonjolan tulang rawan
septum, bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista dan bila sangat
runcing dan pipih disebut spina. (4) Bila deviasi atau krista septum bertemu
dan melekat dengan konka dihadapannya disebut sinekia Bentuk ini akan
menambah obtruksi 4
hidung. Sumbatan bisa unilateral dapat pula bilateral. Sebab pada sis deviasi
terdapat konka hipotrofi sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang
merupakan factor predisposisi terjadinya sinusitis. Bila gejala sinus tidak ada
keluhan sangat ringan tidak perlu dilakukan tindakan koreksi septum. Ada 2
jenis tindakan operatif yang dapat dilakukan pada pasien dengan keluhan
mukoperiosteum kedua sisi dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum.
Bagian tulang atau tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang
mukoperisteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah 4
yang bengkok di reposisi. Hanya bagian yang berlebihan saja yang akan
dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah komplikasi yang mungkin
Kedokteran
Jakarta : FKUI.
10 Mansjoer, Arif dkk. 2005. Intubasi Trakea, Dalam : Kapita Selekta