Anda di halaman 1dari 35

1

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL................................................................................................1
DAFTAR ISI............................................................................................................2
BAB I LAPORAN KASUS.....................................................................................3
1.1 Identitas......................................................................................................3
1.2 Anamnesa Umum......................................................................................3
1.3 Pemeriksaan Fisik......................................................................................4
1.4 Pemeriksaan Penunjang.............................................................................7
1.5 Resume.......................................................................................................8
1.6 Diagnosa....................................................................................................9
1.7 Planning.....................................................................................................9
1.8 Prognosis..................................................................................................10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................11
2.1 DEFINISI.................................................................................................11
2.2 ETIOLOGI...............................................................................................11
2.3 DIAGNOSIS............................................................................................14
2.4 DIAGNOSIS BANDING........................................................................24
2.5 PENATALAKSANAAN.........................................................................26
2.6 PENGOBATAN TAMBAHAN..............................................................29
2.7 REHABILITASI......................................................................................29
2.8 PROGNOSIS...........................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................31
BAB I
LAPORAN KASUS

1.1 Identitas

Nama : Tn. SM

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 57 tahun

Agama : Budha

Alamat : Besuki

Tanggal MRS : 10 April 2020

Tanggal pemeriksaan : 10 April 2020

1.2 Anamnesa Umum

 Keluhan Utama

 Sesak napas

 Keluhan Tambahan

 Demam

 Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang dengan keluhan utama sesak napas sejak 1 minggu sMRS
dan dirasakan semakin memberat. Pasien juga mengeluhkan batuk sejak 10 hari
sMRS, berdahak warna kuning, tidak ada darah, dan tidak pilek. Demam juga
dirasakan kurang lebih sejak 2 minggu sMRS. Selain itu pasien juga mengeluh
tidak nafsu makan dan mengalami penurunan berat badan. Pasien menyangkal
adanya keluhan terkait BAB dan BAK.
 Riwayat Penyakit Dahulu

 Riwayat Hipertensi (-)


 Riwayat Diabetes Mellitus (-)
 Riwayat Penyakit Ginjal (-)
 Riwayat Penyakit Jantung (-)
 Riwayat Gastritis (-)
 Riwayat Asma (-)

 Riwayat Pengobatan

disangkal

 Riwayat Penyakit Keluarga

 Tidak ada keluarga atau lingkungannya yang menderita penyakit


serupa dengan pasien

1.3 Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

1. Pemeriksaan Umum

 Keadaan umum : Lemah

 Kesadaran : Compos mentis

 GCS = 4 – 5 - 6

2. Tanda Vital

 TD : 120/80 mmHg

 Nadi : 92 x/mt, reguler

 RR : 30 x/mt,
 SpO2 : 97% dengan O2 nasal canule 3 lpm

 Suhu : 37,9ºC aksiler

3. Kepala

 Konjungtiva anemis (-)

 Sklera ikterus (-)

 Mukosa bibir sianosis (-)

 Pernafasan cuping hidung (-)

4. Leher

 Deviasi trakea : (-)

 Pembesaran KGB : (-)

5. Thorax

 Paru

Inspeksi : Normochest

Palpasi : Gerak napas asimetris, hemithorax sinistra


tertinggal

Perkusi : Hipersonor pada hemithorax sinistra,


Sonor pada hemithorax dextra

Sonor Hipersonor

Sonor Hipersonor

sonor Hipersonor

Auskultasi : Suara vesikular hemithorax dextra, menurun pada


hemithorax sinistra, rhonki (-/-), wheezing (-/-)

Ves ↓

Ves ↓

Ves ↓
 Jantung

Inspeksi : Pulsasi dan ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Pulsasi dan ictus cordis tidak teraba

Perkusi : Batas jantung dalam batas normal

Auskultasi : S1, S2 tunggal, murmur (-) gallop (-)

6. Abdomen

Inspeksi : flat

Auskultasi : Bising usus (+) normal

Perkusi :

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Timpani Timpani Timpani

Palpasi : Supel, Nyeri tekan (-)

7. Ekstremitas

AHKM

+ +

+ +

Edema

- -

- -
CRT < 2 det

1.4 Pemeriksaan Penunjang

1. Hasil Laboratorium Darah Lengkap

10-04-2019

 WBC : 14.5 x 10³/µL (N : 3.6 – 11.0 x 10³/µL)


 Lymphosit : 10.4 % (N: 25-40%)
 Neutrofil : 77.6 % (N : 50-70%)
 Eosinofil : 0.6 % (N : 2-4%)
 Basofil : 0.5% (N : 0-1%)
 Monosit : 10.9 % (N : 2-8%)
 RBC : 3.94 X 106/µL (N : 3.80 – 5.20 x 106/µL)
 HGB : 10.6 g/dl (N : 11.7 – 15.5 g/dl)
 HCT : 32.0 % (N : 35 – 47 %)
 MCV : 81.2 fL (N : 80.0 – 100.0)
 MCH : 26.9 pg (N : 26.0 – 34.0 pg)
 MCHC : 33.1 g/dl (N : 32.0 – 36.0 g/dl)
 PLT : 364 x 10³/µL (N : 170 – 394 x 10³/µL)

2. Hasil Laboratorium Kimia Darah (10-04-2019)

 Glukosa sewaktu : 302 mg/dL (N: <200 mg/dL)

3. Hasil Chest X-ray AP (9-04-2019)


Kesan: Pneumonia disertai pneumothorax sinistra, kemungkinan
merupakan proses spesifik TB paru

1.5 Resume

Pasien Laki-laki berusia 57 tahun datang dengan :

Anamnesa :

 Sesak napas sejak 1 minggu sMRS dan dirasakan semakin


memberat.
 Batuk sejak 10 hari sMRS, berdahak warna kuning,
 Demam sejak 2 minggu sMRS.
 Tidak nafsu makan
 mengalami penurunan berat badan..

Pemeriksaan fisik

 TD : 120/80 mmHg

 Nadi : 92 x/mt, reguler

 RR : 30 x/mt,

 SpO2 : 97% dengan O2 nasal canule 3 lpm

 Suhu : 37,9ºC aksiler


Thorax

 Paru

Inspeksi : Normochest

Palpasi : Gerak napas asimetris, hemithorax sinistra


tertinggal

Perkusi : Hipersonor pada hemithorax sinistra,


Sonor pada hemithorax dextra

Auskultasi : Suara vesikular hemithorax dextra, menurun pada


hemithorax sinistra

Pemeriksaan Laboratorium
 WBC : 14.5 x 10³/µL (N : 3.6 – 11.0 x 10³/µL)
 Neutrofil : 77.6 % (N : 50-70%)
 HGB : 10.6 g/dl (N : 11.7 – 15.5 g/dl)
 Glukosa sewaktu : 302 mg/dL (N: <200 mg/dL)
 CXR posisi AP
Kesan: Pneumonia disertai pneumothorax sinistra,
kemungkinan merupakan proses spesifik TB paru

1.6 Diagnosa

Diagnosa : Closed Pneumothorax sinistra + CAP s. TB Paru + DM tipe 2

Diagnosa banding : Open pneumothorax

Ventile pneumothorax

1.7 Planning

Planning Diagnosa

 Bakteriologi sputum (TCM)


 GDP dan GD2jpp
Planning Terapi
 Infus Ringer asetat 14 tpm
 Diet B1
 Inj. Ceftriaxone 2x1 mg
 Inj. Metronidazole 3x500 mg
 Inj. Santagesik 3x1 g
 Inj. Omeprazole 1x40 mg
 Inj. Ketorolac 2x30 mh
 Novorapid 3x6 IU
 pro WSD Cito

1.8 Prognosis

 Dubia ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam


cavum pleura, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga
paru-paru tidak mengembang dengan maksimal. Pneumothorax adalah suatu
keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang menyebabkan kolapsnya
paru yang terkena (5).

2.2 ETIOLOGI

Menurut penyebabnya, pneumotoraks dapat dikelompokkan menjadi dua,


yaitu (2,3) :
1. Pneumotoraks spontan
Yaitu setiap pneumotoraks yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumotoraks tipe ini dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumotoraks spontan primer, yaitu pneumotoraks yang terjadi secara
tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya.
b. Pneumotoraks spontan sekunder, yaitu pneumotoraks yang terjadi
dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki
sebelumnya, misalnya fibrosis kistik, penyakit paru
obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma, baik
trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
 Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
 Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks jenis inipun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan medis
karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) Adalah
suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumotoraks dapat
diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks Tertutup (Simple Pneumothorax)
Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada jejas
terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan dunia
luar. Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura, meskipun
tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan
pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara rongga
pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia luar (terdapat
luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama
dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks terbuka tekanan
intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan
tekanan yang disebabkan oleh gerakan pernapasan. (4)
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
(4)
ekspirasi tekanan menjadi positif . Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound). (2)
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang positif dan
makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di pleura viseralis
yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea,
bronkus serta percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura
melalui fistel yang terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura
(4)
tidak dapat keluar . Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin
lama makin tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul
dalam rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering
menimbulkan gagal napas. (2)

Sedangkan menurut luasnya paru yang mengalami kolaps, maka


pneumotoraks dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu (4) :
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada sebagian
kecil paru (< 50% volume paru).

2. Pneumotoraks totalis, yaitu pneumotoraks yang mengenai sebagian besar


paru (> 50% volume paru).

2.3 DIAGNOSIS

1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering muncul
adalah (2,4,5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali
sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin berat. Penderita
bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri dirasakan
tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan terasa lebih nyeri
pada gerak pernapasan.
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10% pasien,
biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.

2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan (3,4) :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi
dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak
menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila tekanan
intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative
3. Gambaran Radiologi
A. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat
ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks yang
mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular menunjukkan paru
yang mengalami pneumothoraks dengan paru yang kolaps
memberikan gambaran radiopak. Bagian paru yang kolaps dan
yang mengalami pneumotoraks dipisahkan oleh batas paru kolaps
berupa garis radioopak tipis yang berasal dari pleura visceralis,
yang biasa dikenal sebagai pleural white line.

Gambar 1. Tanda panah menunjukkan pneumothorax line.


(dikutip dari kepustakaan 7)
Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang ditunjukkan
dengan anak panah merupakan bagian paru yang kolaps.
(dikutip dari kepustakaan 3)

- Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi supine orang


(11)
dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.
Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura
menembus lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan
lien. Jika terdapat udara pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus
menjadi lebih dalam daripada biasanya. Oleh karena itu, seorang
klinisi harus lebih berhati-hati saat menemukan sudut kostofrenikus
yang lebih dalam daripada biasanya atau jika menemukan sudut
kostofrenikus menjadi semakin dalam dan lancip pada foto dada seri.
Jika hal ini terjadi maka pasien sebaiknya difoto ulang dengan posisi
tegak. Selain deep sulcus sign, terdapat tanda lain pneumotoraks
berupa tepi jantung yang terlihat lebih tajam. Keadaan ini biasanya
terjadi pada posisi supine di mana udara berkumpul di daerah anterior
tubuh utamanya daerah medial.(11)

Gambar 4. Deep sulcus sign (kiri) dan tension pneumotoraks kiri


disertai deviasi mediastinum kanan dan deep sulcus sign (kanan).
(dikutip dari kepustakaan 7)

- Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah


hilus atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong
mediastinum ke arah kontralateral. Jika pneumotoraks semakin
memberat, akan mendorong jantung yang dapat menyebabkan gagal
sirkulasi. Jika keadaan ini terlambat ditangani akan menyebabkan
kematian pada penderita pneumotoraks tersebut. Selain itu, sela iga
menjadi lebih lebar.(6,10)

Gambar 5. Pneumotoraks kanan (kiri) dan tension pneumotoraks


(kanan).
(dikutip dari kepustakaan 3)
Besarnya kolaps paru bergantung pada banyaknya udara yang
dapat masuk ke dalam rongga pleura. Pada pasien dengan adhesif pleura
(menempelnya pleura parietalis dan pleura viseralis) akibat adanya reaksi
inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit tidak dapat terjadi. Hal
yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru difus di mana
paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru komplit.
Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated pneumothorax
atau encysted pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara tidak dapat
bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. Tanda terjadinya
loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di daerah tepi
paru yang berbentuk seperti cangkang telur. (14)

Gambar 6. Loculated Pneumotoraks.


(dikutip dari kepustakaan 12)

Foto dada pada pasien pneumotoraks sebaiknya diambil dalam


posisi tegak sebab sulitnya mengidentifikasi pneumotoraks dalam posisi
supinasi. Selain itu, foto dada juga diambil dalam keadaan ekspirasi penuh.
(11)

Gambar 3. Pneumotoraks kanan yang berukuran kecil dalam keadaan


inspirasi (kiri) dan dalam keadaan ekspirasi (kanan).
(dikutip dari kepustakaan 3)
Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan relatif
menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura tetap konstan
sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya pneumotoraks utamanya
yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat, pneumotoraks yang terdeteksi
pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran
sebenarnya.(11,13)
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi dengan
foto lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang mengambil tempat
tertinggi pada hemitoraks (di daerah dinding lateral) akan lebih mudah
terlihat dibandingkan pada posisi tegak.
(11,13,14)

Pada pneumotoraks perlu diperhatikan kemungkinan terjadi


keadaan ini (4):
- Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi
jantung mulai dari basis sampai ke apeks.

Gambar 7. CT-Scan thoraks yang menunjukkan


pneumomediastinum.
(dikutip dari kepustakaan 15)

- Emfisema Subkutan, dapat diketahui bila ada rongga hitam di bawah


kulit.
Gambar 8. Emfisema subkutan.
(dikutip dari kepustakaan 16)

- Bila ada cairan di dalam rongga pleura, maka akan tampak


permukaan cairan sebagai garis datar di atas diafragma; yang biasa
ditemui pada kasus Hidropneumotoraks.

Gambar 9. Hidropneumothoraks.
(dikutip dari kepustakaan 17)

Dalam kasus pneumotoraks ini kita juga perlu mengetahui bagaimana


cara menghitung luas pneumothoraks. Perhitungan luas pneumotoraks ini
berguna terutama dalam penentuan jenis kolaps, apakah bersifat parsialis
ataukah totalis. Ada beberapa cara yang bisa dipakai dalam menentukan
luasnya kolaps paru, antara lain :
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks, dimana
masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai volume kubus
(2)
.
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan diameter
kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah 8cm, maka rasio
diameter kubus adalah :

83 512
= = ± 50 %
3
10 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,
ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis horizontal,
ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura pada garis horizontal,
kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh
(2).

% luas pneumotoraks

A + B + C (cm)
= x 10
3

3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps dengan luas
hemitoraks (4).
(L) hemitorak – (L) kolaps paru

(AxB) - (axb)
x 100 %
AxB

4. Rumus Light( Light Index) digunakan untuk mengukur volume


pneumothorax simplex yang sederhana, tapi tidak yang loculated.

Light Index : #% pneumothorax = 100 – (a3/b3 x 100).


% pneumothoraks = 100 – (857,375 / 1728) x 100
% px = 49,62
Jika volume pnemothorax tidak melebihi 20% volume paru maka dilakukan
penenganan secara konserfatif saja, yaitu dibiarkan saja.

B. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara emfisema
bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara dengan cairan intra dan
ekstrapulmoner dan untuk membedakan antara pneumotoraks spontan
primer dan sekunder. (7)
Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks.
(dikutip dari kepustakaan 7)

2.4 DIAGNOSIS BANDING

Pneumotoraks dapat memberi gejala seperti infark miokard, emboli paru,


dan pneumonia. Pada pasien muda, tinggi, laki-laki, dan perokok jika setelah
difoto diketahui ada pneumotoraks maka diagnosis umumnya menjurus ke
pneumothoraks spontan primer. Pneumotoraks spontan sekunder kadang-kadang
sulit dibedakan dengan pneumotoraks yang terlokalisasi dari suatu bleb atau bulla.
(2)

Dalam radiologi, bleb atau bulla digambarkan sebagai area yang


hiperlusen, dengan dinding bleb atau bulla yang sangat tipis. Dalam beberapa
kasus, dimana bleb atau bulla menyerang 1 lobus paru, dapat memberikan
gambaran radiologi yang mirip dengan pneumotoraks. Untuk membedakannya,
dapat dilihat dari daerah yang hiperlusen apakah pada daerah tersebut terdapat
gambaran vaskularisasi atau tidak. Pada pneumotoraks daerah hiperlusen-nya
tidak terdapat vaskular sehingga biasa disebut hiperlusen avaskular, sedangkan
pada bleb atau bulla terdapat garis-garis trabekula pada daerah paru yang
mengalami bleb atau bulla. Selain itu, pada bleb atau bulla yang besar, jaringan
paru di sekitar bulla akan mengalami pemadatan yang diakibatkan oleh
pendesakan bulla tersebut kepada jaringan paru. (18)
Gambar 11. Bleb dan bulla paru.
(dikutip dari kepustakaan 18)

Gambar 12. Gambaran foto thoraks bulla paru.


(dikutip dari kepustakaan 18)
Gambar 13. CT-Scan pulmonary bullae.
(dikutip dari kepustakaan 19)

2.5 PENATALAKSANAAN

Tujuan utama penatalaksanaan pneumotoraks adalah untuk mengeluarkan


udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.
Pada prinsipnya, penatalaksanaan pneumotoraks adalah sebagai berikut :
1. Observasi dan Pemberian O2
Apabila fistula yang menghubungkan alveoli dan rongga pleura telah
menutup, maka udara yang berada didalam rongga pleura tersebut akan
diresorbsi. Laju resorbsi tersebut akan meningkat apabila diberikan
tambahan O2. Observasi dilakukan dalam beberapa hari dengan foto toraks
(2)
serial tiap 12-24 jam pertama selama 2 hari . Tindakan ini terutama
ditujukan untuk pneumotoraks tertutup dan terbuka (4).
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan
untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat hubungan antara
rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura,
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar melalui jarum
tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke dalam
rongga pleura, kemudian infus set yang telah dipotong pada
pangkal saringan tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air.
Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak gelembung
udara yang keluar dari ujung infus set yang berada di dalam
botol (2,4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan pada
posisi yang tetap di dinding toraks sampai menembus ke
rongga pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal.
Kanula ini kemudian dihubungkan dengan pipa plastik infus
set. Pipa infuse ini selanjutnya dimasukkan ke botol yang
berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka, akan tampak
gelembung udara yang keluar dari ujung infuse set yang
berada di dalam botol (2,4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat dilakukan
melalui celah yang telah dibuat dengan bantuan insisi kulit di
sela iga ke-4 pada linea mid aksilaris atau pada linea aksilaris
posterior. Selain itu dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis
mid klavikula.
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter segera
dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut,
sehingga hanya kateter toraks yang masih tertinggal di rongga
pleura. Selanjutnya ujung kateter toraks yang ada di dada dan
pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa plastik lainnya.
Posisi ujung pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada
2 cm di bawah permukaan air supaya gelembung udara dapat
(3),
dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan tersebut
(4)
.
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan
intrapleura tetap positif. Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negatif sebesar 10-
20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat mengembang.
Apabila paru telah mengembang maksimal dan tekanan intra
pleura sudah negatif kembali, maka sebelum dicabut dapat
dilakukuan uji coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit
atau ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga
pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa dicabut.
Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien dalam keadaan
ekspirasi maksimal (2).
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga toraks
dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi, kemudian
dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka dapat dilakukan
dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang mengalami
robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal dibuang,
kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di tempat fistel.

2.6 PENGOBATAN TAMBAHAN

1. Apabila terdapat proses lain di paru, maka pengobatan tambahan ditujukan


terhadap penyebabnya. Misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronkhitis dengan obstruksi saluran napas diberi antibiotik dan
bronkodilator (4).
2. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat (4).

2.7 REHABILITASI (4)


1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau bersin
terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah
laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk,
sesak napas.

2.8 PROGNOSIS

Pasien dengan pneumotoraks spontan hampir separuhnya akan mengalami


kekambuhan, setelah sembuh dari observasi maupun setelah pemasangan
tube thoracostomy. Kekambuhan jarang terjadi pada pasien-pasien
pneumotoraks yang dilakukan torakotomi terbuka. Pasien-pasien yang
penatalaksanaannya cukup baik, umumnya tidak dijumpai komplikasi. Pasien
pneumotoraks spontan sekunder tergantung penyakit paru yang
mendasarinya, misalkan pada pasien PSS dengan PPOK harus lebih berhati-
hati karena sangat berbahaya.
BAB III
PEMBAHASAN

Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam


cavum pleura, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga
paru-paru tidak mengembang dengan maksimal. Menurut penyebabnya
pneumothorax di bagi menjadi dua yaitu spontan dan traumatik, pada kasus
tersebut di dapatkan pneumothorax spontan yang terjadi secara tiba-tiba dan di
klasifikasikan ke dalam dua jenis yaitu pneumothorax spontan primer karena
terjadi secara tiba-tiba tanpa diketahui penyebabnya dan sesuai dengan kondisi
pasien ketika di anamnesis yaitu pasien datang dengan keluhan utama sesak napas
sejak 1 minggu sMRS dan dirasakan semakin memberat. Pasien juga
mengeluhkan batuk sejak 10 hari, demam sejak kurang lebih 2 minggu sebelum
masuk rumah sakit dan pasien mengalami penurunan nafshu makan dan
penurunan berat badan.
Pada kasus tersebut pasien memiliki gejala klinis yaitu keluhan utama
sesak nafas semakin memberat, batuk dan demam. Melihat gejala klinis tersebut
dapat di identifikasikan sebagai pneumothorax karena memiliki penegakan
diagnosis melalui gejala klinis yang sering muncul pada pasien pneumothorax
yaitu sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien. Seringkali sesak
dirasakan mendadak dan makin lama makin berat, Nyeri dada, yang didapatkan
pada 75-90% pasien namun pada kasus ini pasien tidak mengeluhkan nyeri dada,
Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien, Denyut jantung meningkat,
kulit tampak sianosis dan tidak menunjukan gejala (silent) biasanya terdpat pada
5-10% pasien.
Pemeriksaan fisik pada pasien yang mengalami pneumothorax yaitu di
dapatkan melalui inspeksi; dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit, pada
waktu respirasi bagian yang sakit geraknya tertinggal, trakea terdorong ke sisi
yang sehat. Paada pasien untuk kasus tersebut pemeriksaan fisik inpeksi
didapatkan normochest pada palpasi di dapatkan gerak napas asimetris,
hemithorax sinistra tertinggal, pada perkusi di dapatkan hipersonor pada
hemithorax sinistra dan pada auskultasi di dapatkan suara hemitorac dextra,
menurun pada hemithorax sinistra dimana hal tersebut sesuai dengan pemeriksaan
fisik yang di dapatkan pada pasien yang mengalami kasus pneumothorax.
Pada gambaran pemeriksaan Radiologi dilakukan pemeriksaan Foto
Thorax untuk mendiagnosis pneumothorax akan di tegakan dengan melihat tanda-
tanda yaitu adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemithorax yang
mengalami pneumothorax. Untuk mendeteksi pneumotoraks pada foto dada posisi
supine orang dewasa maka tanda yang dicari adalah adanya deep sulcus sign.
Normalnya, sudut kostofrenikus berbentuk lancip dan rongga pleura menembus
lebih jauh ke bawah hingga daerah lateral dari hepar dan lien. Jika terdapat udara
pada rongga pleura, maka sudut kostofrenikus menjadi lebih dalam daripada
biasanya. Jika pneumotoraks luas maka akan menekan jaringan paru ke arah hilus
atau paru menjadi kolaps di daerah hilus dan mendorong mediastinum ke arah
kontralateral Selain itu, sela iga menjadi lebih lebar. Besarnya kolaps paru
bergantung pada banyaknya udara yang dapat masuk ke dalam rongga pleura.
Pada pasien dengan adhesif pleura (menempelnya pleura parietalis dan pleura
viseralis) akibat adanya reaksi inflamasi sebelumnya maka kolaps paru komplit
tidak dapat terjadi Hal yang sama juga terjadi pada pasien dengan penyakit paru
difus di mana paru menjadi kaku sehingga tidak memungkinkan kolaps paru
komplit. Pada kedua pasien ini perlu diwaspadai terjadinya loculated
pneumothorax atau encysted pneumothorax. Keadaan ini terjadi karena udara
tidak dapat bergerak bebas akibat adanya adhesif pleura. pneumotoraks yang
terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan terlihat lebih besar daripada ukuran
sebenarnya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. Ventilasi paru. Dalam : Buku Ajar


Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : EGC; 2007. P. 495-500.
2. Hisyam, B. Budiono, Eko. Pneumothoraks spontan. Dalam : Sudoyo,
Aru, W. Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati, Siti (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P. 1063-1068.
3. Bascom, R. Pneumothorax. Cited on [26 September 2011]. Available
from http://emedicine.medscape.com/article/827551
4. Alsagaff, Hood. Mukty, H. Abdul. Pneumotoraks. Dalam : Dasar-
Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga University Press. 2009.
p. 162-179
5. Schiffman, George. Stoppler, Melissa, Conrad. Pneumothorax (Collapsed
Lung). Cited : [26 September 2011]. Available from :
http://www.medicinenet.com/pneumothorax/article.htm
6. Ekayuda, I. Pneumotoraks. Dalam : Radiologi Diagnostik. Edisi Kedua.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2005. P.119-122.
7. Alhameed, F.M. Pneumothorax imaging. Cited on [26 September 2011].
Available from www.emedicine.com
8. Sjamsuhidajat, R. Dinding toraks dan pleura. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Bedah. Jakarta : EGC. 1997. P.404-419.
9. Wibowo, Daniel, S. Paryana, Widjaja. Rongga thorax. Dalam : Anatomi
Tubuh Manusia. Yogyakarta : Graha Ilmu. 2009. P. 209- 220.
10. Reed, James, C. Kelainan-kelainan rongga pleura. Dalam : Radiologi
Thoraks. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran. 1995. P. 63-64.
11. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9 Radiology
Second Edition. China. Elsevier Saunders. 2006. P.172-177.
12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
pneumothorax
13. Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology. Philadelphia
: W. B. Saunders Company. P. 366-372.
14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and Imaging.
Vol. 1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992. P. 371-374.
15. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011].
Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
16. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28 September
2011]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
17. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
hydropneumothorax-1
18. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and bullae.
Cited on [05 Oktober 2011]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01 326-
0101.pdf
19. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [05 Oktober 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-bullae

Anda mungkin juga menyukai