PNEUMOTHORAX
Penyusun :
Pembimbing :
2019
1
DAFTAR ISI
2
BAB I
LAPORAN KASUS
1.1 Identitas
Nama : Tn. S
Umur : 57 tahun
Agama : Islam
Alamat : Besuki
Keluhan Utama
Sesak napas
Keluhan Tambahan
Demam
3
Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat Pengobatan
disangkal
A. Status Generalis
1. Pemeriksaan Umum
GCS = 4 – 5 - 6
2. Tanda Vital
TD : 120/80 mmHg
RR : 30 x/mt,
4
SpO2 : 97% dengan O2 nasal canule 3 lpm
3. Kepala
4. Leher
5. Thorax
Paru
Inspeksi : Normochest
Sonor Hipersonor
Sonor Hipersonor
sonor Hipersonor
Ves ↓
Ves ↓
Ves ↓
5
Jantung
6. Abdomen
Inspeksi : flat
Perkusi :
7. Ekstremitas
AHKM
+ +
+ +
Edema
- -
- -
6
CRT < 2 det
10-04-2019
7
Kesan: Pneumonia disertai pneumothorax sinistra,
kemungkinan merupakan proses spesifik TB paru
1.5 Resume
Anamnesa :
Pemeriksaan fisik
TD : 120/80 mmHg
RR : 30 x/mt,
8
Thorax
Paru
Inspeksi : Normochest
Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 14.5 x 10³/µL (N : 3.6 – 11.0 x 10³/µL)
Neutrofil : 77.6 % (N : 50-70%)
HGB : 10.6 g/dl (N : 11.7 – 15.5 g/dl)
Glukosa sewaktu : 302 mg/dL (N: <200 mg/dL)
CXR posisi AP
Kesan: Pneumonia disertai pneumothorax sinistra,
kemungkinan merupakan proses spesifik TB paru
1.6 Diagnosa
Ventile pneumothorax
1.7 Planning
Planning Diagnosa
9
Planning Terapi
Infus Ringer asetat 14 tpm
Diet B1
Inj. Ceftriaxone 2x1 mg
Inj. Metronidazole 3x500 mg
Inj. Santagesik 3x1 g
Inj. Omeprazole 1x40 mg
Inj. Ketorolac 2x30 mh
Novorapid 3x6 IU
pro WSD Cito
1.8 Prognosis
Dubia ad bonam
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
2.2 ETIOLOGI
11
obstruktik kronis (PPOK), kanker paru-paru, asma, dan infeksi
paru.
2. Pneumotoraks traumatik
Yaitu pneumotoraks yang terjadi akibat adanya suatu trauma,
baik trauma penetrasi maupun bukan, yang menyebabkan
robeknya pleura, dinding dada maupun paru.
Pneumotoraks tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam
dua jenis, yaitu :
Pneumotoraks traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumotoraks
yang terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada
dinding dada, barotrauma.
Pneumotoraks traumatik iatrogenik, yaitu pneumotoraks yang
terjadi akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumotoraks
jenis inipun masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
1) Pneumotoraks traumatik iatrogenik aksidental
Adalah suatu pneumotoraks yang terjadi akibat tindakan
medis karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan
tersebut, misalnya pada parasentesis dada, biopsi pleura.
2) Pneumotoraks traumatik iatrogenik artifisial (deliberate)
Adalah suatu pneumotoraks yang sengaja dilakukan dengan
cara mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya
tindakan ini dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya
pada pengobatan tuberkulosis sebelum era antibiotik,
maupun untuk menilai permukaan paru.
12
oleh jaringan paru disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum
mengalami re-ekspansi, sehingga masih ada rongga pleura,
meskipun tekanan di dalamnya sudah kembali negatif. Pada waktu
terjadi gerakan pernapasan, tekanan udara di rongga pleura tetap
negatif.
2. Pneumotoraks Terbuka (Open Pneumothorax),
Yaitu pneumotoraks dimana terdapat hubungan antara
rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
luar (terdapat luka terbuka pada dada). Dalam keadaan ini tekanan
intrapleura sama dengan tekanan udara luar. Pada pneumotoraks
terbuka tekanan intrapleura sekitar nol. Perubahan tekanan ini
sesuai dengan perubahan tekanan yang disebabkan oleh gerakan
pernapasan. (4)
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif (4). Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka
(sucking wound). (2)
3. Pneumotoraks Ventil (Tension Pneumothorax)
Adalah pneumotoraks dengan tekanan intrapleura yang
positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pada waktu inspirasi udara
masuk melalui trakea, bronkus serta percabangannya dan
selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang terbuka. Waktu
ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat keluar (4).
13
1. Pneumotoraks parsialis, yaitu pneumotoraks yang menekan pada
sebagian kecil paru (< 50% volume paru).
2.3 DIAGNOSIS
1. Gejala Klinis
Berdasarkan anamnesis, gejala dan keluhan yang sering
muncul adalah (2,4,5) :
1. Sesak napas, didapatkan pada hampir 80-100% pasien.
Seringkali sesak dirasakan mendadak dan makin lama makin
berat. Penderita bernapas tersengal, pendek-pendek, dengan
mulut terbuka.
2. Nyeri dada, yang didapatkan pada 75-90% pasien. Nyeri
dirasakan tajam pada sisi yang sakit, terasa berat, tertekan dan
terasa lebih nyeri pada gerak pernapasan.
14
3. Batuk-batuk, yang didapatkan pada 25-35% pasien.
4. Denyut jantung meningkat.
5. Kulit mungkin tampak sianosis karena kadar oksigen darah yang
kurang.
6. Tidak menunjukkan gejala (silent) yang terdapat pada 5-10%
pasien, biasanya pada jenis pneumotoraks spontan primer.
2. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik toraks didapatkan (3,4) :
1. Inspeksi :
a. Dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper
ekspansi dinding dada)
b. Pada waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya
tertinggal
c. Trakea dan jantung terdorong ke sisi yang sehat
2. Palpasi :
a. Pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau
melebar
b. Iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat
c. Fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang
sakit
3. Perkusi :
a. Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan
tidak menggetar
b. Batas jantung terdorong ke arah toraks yang sehat, apabila
tekanan intrapleura tinggi
4. Auskultasi :
a. Pada bagian yang sakit, suara napas melemah sampai
menghilang
b. Suara vokal melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni
negative
15
3. Gambaran Radiologi
A. Foto Thoraks
Untuk mendiagnosis pneumotoraks pada foto thoraks dapat
ditegakkan dengan melihat tanda-tanda sebagai berikut :
- Adanya gambaran hiperlusen avaskular pada hemitoraks
yang mengalami pneumotoraks. Hiperlusen avaskular
menunjukkan paru yang mengalami pneumothoraks dengan
paru yang kolaps memberikan gambaran radiopak. Bagian
paru yang kolaps dan yang mengalami pneumotoraks
dipisahkan oleh batas paru kolaps berupa garis radioopak
tipis yang berasal dari pleura visceralis, yang biasa dikenal
sebagai pleural white line.
16
Gambar 2. Foto Rö pneumotoraks (PA), bagian yang
ditunjukkan dengan anak panah merupakan bagian paru yang
kolaps.
(dikutip dari kepustakaan 3)
17
(dikutip dari kepustakaan 7)
18
loculated pneumothorax adalah adanya daerah hiperlusen di
daerah tepi paru yang berbentuk seperti cangkang telur. (14)
19
Ekspirasi penuh menyebabkan volume paru berkurang dan
relatif menjadi lebih padat sementara udara dalam rongga pleura
tetap konstan sehingga lebih mudah untuk mendeteksi adanya
pneumotoraks utamanya yang berukuran lebih kecil. Perlu diingat,
pneumotoraks yang terdeteksi pada keadaan ekspirasi penuh akan
terlihat lebih besar daripada ukuran sebenarnya.(11,13)
Pneumotoraks yang berukuran sangat kecil dapat dideteksi
dengan foto lateral dekubitus. Pada posisi ini, udara yang
mengambil tempat tertinggi pada hemitoraks (di daerah dinding
lateral) akan lebih mudah terlihat dibandingkan pada posisi tegak.
(11,13,14)
20
Gambar 8. Emfisema subkutan.
(dikutip dari kepustakaan 16)
Gambar 9. Hidropneumothoraks.
(dikutip dari kepustakaan 17)
21
1. Rasio antara volume paru yang tersisa dengan volume hemitoraks,
dimana masing-masing volume paru dan hemitoraks diukur sebagai
volume kubus (2).
Misalnya : diameter kubus rata-rata hemitoraks adalah 10cm dan
diameter kubus rata-rata paru-paru yang kolaps adalah
8cm, maka rasio diameter kubus adalah :
83 512
______ = ________ = ± 50 %
103 1000
2. Menjumlahkan jarak terjauh antara celah pleura pada garis vertikal,
ditambah dengan jarak terjauh antara celah pleura pada garis
horizontal, ditambah dengan jarak terdekat antara celah pleura
pada garis horizontal, kemudian dibagi tiga, dan dikalikan sepuluh
(2).
% luas pneumotoraks
A + B + C (cm)
= __________________ x 10
3
3. Rasio antara selisih luas hemitoraks dan luas paru yang kolaps
dengan luas hemitoraks (4).
22
(L) hemitorak – (L) kolaps paru
(AxB) - (axb)
_______________ x 100 %
AxB
B. CT-scan thorax
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumotoraks, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan
antara pneumotoraks spontan primer dan sekunder. (7)
23
Gambar 10. CT-Scan pneumothoraks.
(dikutip dari kepustakaan 7)
24
Gambar 11. Bleb dan bulla paru.
(dikutip dari kepustakaan 18)
25
Gambar 13. CT-Scan pulmonary bullae.
(dikutip dari kepustakaan 19)
2.5 PENATALAKSANAAN
2. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada kasus
pneumotoraks yang luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini
bertujuan untuk mengurangi tekanan intra pleura dengan membuat
hubungan antara rongga pleura dengan udara luar dengan cara (2) :
26
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga
pleura, dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga
pleura akan berubah menjadi negatif karena mengalir ke luar
melalui jarum tersebut (2), (4).
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :
1) Dapat memakai infus set
Jarum ditusukkan ke dinding dada sampai ke
dalam rongga pleura, kemudian infus set yang telah
dipotong pada pangkal saringan tetesan dimasukkan ke
botol yang berisi air. Setelah klem penyumbat dibuka,
akan tampak gelembung udara yang keluar dari ujung
infus set yang berada di dalam botol (2,4).
2) Jarum abbocath
Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari
gabungan jarum dan kanula. Setelah jarum ditusukkan
pada posisi yang tetap di dinding toraks sampai
menembus ke rongga pleura, jarum dicabut dan kanula
tetap ditinggal. Kanula ini kemudian dihubungkan
dengan pipa plastik infus set. Pipa infuse ini selanjutnya
dimasukkan ke botol yang berisi air. Setelah klem
penyumbat dibuka, akan tampak gelembung udara
yang keluar dari ujung infuse set yang berada di dalam
botol (2,4).
3) Pipa water sealed drainage (WSD)
Pipa khusus (toraks kateter) steril, dimasukkan ke
rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan
bantuan klem penjepit. Pemasukan troakar dapat
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan
bantuan insisi kulit di sela iga ke-4 pada linea mid
aksilaris atau pada linea aksilaris posterior. Selain itu
dapat pula melalui sela iga ke-2 di garis mid klavikula.
27
Setelah troakar masuk, maka toraks kateter
segera dimasukkan ke rongga pleura dan kemudian
troakar dicabut, sehingga hanya kateter toraks yang
masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung
kateter toraks yang ada di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya. Posisi ujung
pipa kaca yang berada di botol sebaiknya berada 2 cm
di bawah permukaan air supaya gelembung udara
dapat dengan mudah keluar melalui perbedaan tekanan
tersebut (3), (4).
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila
tekanan intrapleura tetap positif. Penghisapan ini
dilakukan dengan memberi tekanan negatif sebesar 10-
20 cm H2O, dengan tujuan agar paru cepat
mengembang. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intra pleura sudah negatif
kembali, maka sebelum dicabut dapat dilakukuan uji
coba terlebih dahulu dengan cara pipa dijepit atau
ditekuk selama 24 jam. Apabila tekanan dalam rongga
pleura kembali menjadi positif maka pipa belum bisa
dicabut. Pencabutan WSD dilakukan pada saat pasien
dalam keadaan ekspirasi maksimal (2).
28
3. Torakoskopi
Yaitu suatu tindakan untuk melihat langsung ke dalam rongga
toraks dengan alat bantu torakoskop.
4. Torakotomi
5. Tindakan bedah (4)
a. Dengan pembukaan dinding toraks melalui operasi,
kemudian dicari lubang yang menyebabkan pneumotoraks
kemudian dijahit
b. Pada pembedahan, apabila ditemukan penebalan pleura
yang menyebabkan paru tidak bias mengembang, maka
dapat dilakukan dekortikasi.
c. Dilakukan resesksi bila terdapat bagian paru yang
mengalami robekan atau terdapat fistel dari paru yang rusak
d. Pleurodesis. Masing-masing lapisan pleura yang tebal
dibuang, kemudian kedua pleura dilekatkan satu sama lain di
tempat fistel.
29
1. Penderita yang telah sembuh dari pneumotoraks harus dilakukan
pengobatan secara tepat untuk penyakit dasarnya.
2. Untuk sementara waktu, penderita dilarang mengejan, batuk atau
bersin terlalu keras.
3. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif,
berilah laksan ringan.
4. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan
batuk, sesak napas.
2.8 PROGNOSIS
30
DAFTAR PUSTAKA
31
11. Ketai, L. H. Pleura and diaphragm. In: Fundamentals of 9
Radiology Second Edition. China. Elsevier Saunders. 2006.
P.172-177.
12. Gaillard, Frank. Loculated pneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
pneumothorax
13. Felson, Benjamin. Pneumothorax. In : Chest Roentgenology.
Philadelphia : W. B. Saunders Company. P. 366-372.
14. Sutton, David. Pneumothorax. In : A Textbook of Radiology and
Imaging. Vol. 1. 5th edition. London : Churchill Livingstone. 1992.
P. 371-374.
15. Radswiki. Pneumomediastinum. Cited on [28 September 2011].
Available from
http://www.radiopedia.org/cases/pneumomediastinum-4
16. D’Souza, Donna. Subcutannous emphysema. Cited on [28
September 2011]. Available from
http://www.radiopedia.org/cases/subcutanous-emphysema
17. Rao, K, K. Loculated hydropneumothorax. Cited on [28 September
2011]. Available from http://www.radiopedia.org/cases/loculated-
hydropneumothorax-1
18. Massie, J. Robert. Welchons, George A. Pulmonary blebs and
bullae. Cited on [05 Oktober 2011]. Available from
http://www.ncbi.nlm.gov/pmc/articles/PMC1609584/pdf/annsurg01
326-0101.pdf
19. Dawes, Laughlin. Subpleural bullae. Cited on [05 Oktober 2011].
Available from http://www.radiopedia.org/articles/pulmonary-bullae
32