Anda di halaman 1dari 34

BAB 1

IDENTITAS PASIEN

1.1. Identitas Pasien


Nama : An. F
Tanggal Lahir : 7 Januari 2007
Usia : 10 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat :
Tanggal MRS : 10-07-2017 jam 17.00
Tanggal Pemeriksaan : 11-05-2017 jam 10.00
Ruangan : Pav. V

1.2. Anamnesa Umum


a. Keluhan utama : Diare
b. Keluhan tambahan : nyeri perut, badan lemas, pusing
c. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien dibawa ke IGD dengan keluhan diare sejak 2 hari sebelum
MRS. Pasien mengeluh diare sebanyak 6x/hari pada 2 hari sebelum
MRS, kemudian 1 hari sebelum MRS menjadi 10x/hari dengan jumlah
masing-masing sebanyak lebih dari segelas aqua. Konsistensi cair
tanpa ampas tidak ada darah maupun lendir. Warna kuning dan
berbau amis. Tidak ada keluhan sakit saat BAB. Sering buang angin
dan perut kembung. Pasien tidak diberi obat apapun selama diare.
Pasien mengeluh nyeri perut selama diare. Pasien juga merasa
tubuhnya lemas dan merasa pusing cekot-cekot pada kepala depan.
Nafsu makan dan minum masih dalam batas normal. Tidak ada
keluhan demam, mual, muntah, batuk,dan pilek.
d. Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat Kejang demam (sejak usia
2 tahun hingga usia 5 tahun , dalam setahun 2-3x kejang demam)

1
e. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami
keluhan serupa.
f. Riwayat Psikososial : pasien sering konsumsi makanan cepat saji
seperti Fried chicken dan dalam sehari pasien makan 6x sehari 1 porsi
makan 2 centong nasi, serta pasien sering konsumsi jajanan seperti
pentol dan minuman es.Tidak ada lingkungan dan teman sekolah yang
mengalami keluhan yang sama
g. Riwayat penggunaan obat
i. Riwayat alergi obat : disangkal
ii. Riwayat obat penyakit kronis yang digunakan : disangkal

1.3. Review of System


 Umum
 Lemas (+)
 Demam (-)
 Kepala
 Nyeri kepala (+)
 Mata
 Penglihatan kabur (-)
 Konjungtiva merah (-)
 Sekret (-)
 Fotofobi (-)
 Sistem Pendengaran
 Pendengaran menurun (-)
 Nyeri telinga (-)
 Alat bantu dengar (-)
 Sistem Pernapasan
 Batuk (-)
 Sesak nafas (-)
 Dyspneu on Effort (-)

2
 Orthopneu (-)
 Sistem Cardiovascular
 Nyeri dada (-)
 Berdebar (-)
 Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (-)
 Edema tungkai (-)
 Sistem Pencernaan
 Mual (-)
 Muntah (-)
 Nafsu makan turun (-)
 Diare (+)
 Sistem Urogenital
 Kencing lancar
 Nyeri pinggang (-)
 Hematuria (-)
 Sistem Saraf
 Kesemutan (-)
 Hematologi
 Anemia (-)

1.4. Pemeriksaan Fisik


A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran / GCS : Compos Mentis / 4-5-6
Aktivitas motorik : tremor (-), gerakan involunter (-), paresis/ paralisis -
Tinggi badan : 148cm
Berat Badan : 86 kg
IMT: Gizi obesitas
B. Vital Sign
Tensi : 120/70 mmHG

3
Nadi : 87 x / Menit, Reguler
Temp : 35,6˚C
RR : 19x/ Menit
C. Kulit, Rambut, Kuku
 Turgor : Normal
 Kulit : Lembab (+)
 Rambut : Normal (+)
 Kuku : CRT < 2 detik
D. Kepala dan Leher
Rambut : warna hitam
Kerutan dahi : simetris
Alis : simetris
Mata
 Palpebra oedem (-)
 Conjunctiva anemis (-)
 Sklera icteric (-)
 Pupil reflek cahaya (+/+)
 Lensa keruh (-)
Telinga
 Daun telinga simetris (+)
 Membran timpani intak (+)
 Sekret (-)
 Darah (-)
Hidung
 Bentuk simetris (+)
 Deviasi septum nasi (-)
 Polip (-)
 Sekret (-)

4
Mulut
 Tonsil membesar (-)
 Faring hiperemia (-)
 Membran difteria (-)
 Gusi berdarah (-)
 Lidah kotor (-)
 Mukosa bibir pucat (-)
 Pursed lip breathing (-)
Leher
 Bullneck (-)
 Pembesaran KGB (-)
 Pembesaran kelenjar tiroid (-)
 Deviasi trakea (-)

E. Thorax
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : gerak nafas simetris
Perkusi :
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor

5
Auskultasi :

Suara nafas tambahan


Suara nafas Wheezing Rhonki
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -

stridor (-)
F. Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) pada
semua regio
Perkusi : Timpani
G. Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
H. Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 13,6x 103/UL
RBC : 6,22 x 103/UL
Hb : 14,0 g/dL
MCV : 77,8 fL
MCH : 22,5 pg
MCHC : 28,9 g/dL
HCT : 48,4%
PLT : 344 x 103/UL

1.5. Resume

6
Anamnesis
Anak laki-laki, usia 10 tahun, BB 86 kg, datang ke IGD RSAL dengan
keluhan diare sejak 2 hari sebelum MRS. Pasien mengeluh diare sebanyak
6x/hari pada 2 hari sebelum MRS, kemudian 1 hari sebelum MRS menjadi
10x/hari dengan jumlah masing-masing sebanyak lebih dari segelas aqua.
Konsistensi cair tanpa ampas tidak ada darah maupun lendir. Warna kuning
dan berbau amis.. Sering buang angin dan perut kembung. Pasien mengeluh
nyeri perut selama diare. Pasien juga merasa tubuhnya lemas dan merasa
pusing cekot-cekot pada kepala depan. Tidak ada keluhan demam, mual,
muntah, batuk,dan pilek.

Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran / GCS : Compos Mentis / 4-5-6
Aktivitas motorik : tremor (-), gerakan involunter (-), paresis/ paralisis -
Tinggi badan : 148cm
Berat Badan : 86 kg
IMT: Gizi obesitas
B. Vital Sign
Tensi : 120/70 mmHG
Nadi : 87 x / Menit, Reguler
Temp : 35,6˚C
RR : 19x/ Menit
C. Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 13,6x 103/UL
RBC : 6,22 x 103/UL
Hb : 14,0 g/dL
MCV : 77,8 fL
MCH : 22,5 pg

7
MCHC : 28,9 g/dL
HCT : 48,4%
PLT : 344 x 103/UL

1.6. Follow Up
1.6.1. 12 Juli 2017
S: Pasien mengeluhkan muntah 2x yang berisi makanan sebanyak lebih
dari 1 gelas aqua jam 8 malam dan jam 2 pagi. Muntah terjadi sesudah
minum obat puyer.
O: Tampak sakit sedang
GCS 4-5-6
Tensi : 100/60
N : 95 x/menit, reguler
t : 36.6˚C
RR : 20 x/menit
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Mulut : Pembesaran tonsil (-), faring hiperemia (+)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax:
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi :

8
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor

Auskultasi :

Suara nafas tambahan


Suara nafas Wheezing Rhonki
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -

stridor (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 5,95 x 103/UL
RBC : 4,38 x 103/UL
Hb : 11,9 g/dL
MCV : 82,6 fL
MCH : 27,2 pg
MCHC : 32,9 g/dL
HCT : 36,2%

9
PLT : 167 x 103/UL

No Assesment Planning Planning Terapi Planning Planning Edukasi


Diagnosa Monitoring
1 Dengue  DL  Inf D5 ½ NS  Vital signs  Pengertian
Fever
1250 cc/24 jam  Hct, tentang penyakit
 Inj. Antrain trombosit pada pasien
3x150mg  Keluhan  Konsumsi obat
 Paracetamol penderita teratur, tepat
3x1  Pemeriksaan dosis, jadwal
fisik  Istirahat yang
 Komplikasi cukup
yang timbul  Pemberian
minum yang
cukup.
 Menjaga
kebersihan dan
lingkungan
pasien serta
mengedukasi
pentingnya 3M

1.6.2. 3 Mei 2017


S: Demam pada kemarin sore. BAB (+), BAK (+).
O: Tampak sakit sedang
GCS 4-5-6
Tensi : 90/60
N : 110 x/menit, reguler
t : 38,1˚C
RR : 20 x/menit
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Mulut : Pembesaran tonsil (-), faring hiperemia (+)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax:

10
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi :
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor

Auskultasi :

Suara nafas tambahan


Suara nafas Wheezing Rhonki
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -

stridor (-)

Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani

11
Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 5,95 x 103/UL
RBC : 3,97 x 103/UL
Hb : 10,8 g/dL
MCV : 82,5 fL
MCH : 27,1 pg
MCHC :32,9 g/dL
HCT : 32,8 %
PLT : 134 x 103/UL

No Assesment Planning Planning Terapi Planning Planning Edukasi


Diagnosa Monitoring
1 Dengue  DL  Inf D5 ½ S  Vital signs  Pengertian
Fever
1250 cc/24  Keluhan tentang penyakit
jam penderita pada pasien
 Inj. Antrain  Pemeriksaan  Konsumsi obat
3x150mg fisik teratur, tepat
 Paracetamol  Komplikasi dosis, jadwal
3x1 yang timbul  Istirahat yang
cukup
 Pemberian minum
yang cukup
 Menjaga
kebersihan dan
lingkungan pasien
serta
mengedukasi
pentingnya 3M

12
1.6.3. 4 Mei 2017
S: Sudah tidak panas.
O: Tampak baik
GCS 4-5-6
Tensi : 100/60
N : 92 x/menit, reguler
t : 36˚C
RR : 20 x/menit
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Mulut : Pembesaran tonsil (-), faring hiperemia (+)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax:
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : Gerak nafas simetris

Perkusi :
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor

13
sonor sonor

Auskultasi :

Suara nafas tambahan


Suara nafas Wheezing Rhonki
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -
vesikuler vesikuler - - - -

stridor (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -

No Assesment Planning Planning Planning Planning Edukasi


Diagnosa Terapi Monitoring
1 Dengue -  Multivit  Vital signs  Pengertian tentang
Fever
1x I cth  Keluhan penyakit pada pasien
penderita  Konsumsi obat teratur,
 Pemeriksaan tepat dosis, jadwal
fisik  Istirahat yang cukup

14
 Komplikasi  Pemberian makanan
yang timbul yang cukup kalori
 Menjaga kebersihan
dan lingkungan pasien
serta mengedukasi
pentingnya 3M
 Kontrol poliklinik anak
setelah 3 hari

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
DemamDengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui perantara
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. (Karyanti, 2015)

2.2. Etiologi

15
Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dengue yang termasuk ke
dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-
1, Den-2, Den3 dan Den-41, yang ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
Albopictus. (Candra A, 2010)
Dari 4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti
dengan serotipe DEN-2. (Karyanti, 2015)

2.3. Epidemiologi
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke negara - negara baru dan, dalam dekade
ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara,
Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. (Candra A, 2010; WHO 2011)
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India.
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang,
setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian
setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi
dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus
dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah
menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus
meningkat12 dan banyak menimbulkan kematian pada anak8 90% di
antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun.
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi,
yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480
orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara

16
bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008
sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate
(CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan
kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.(Candra A, 2010)
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada
kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan
adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15 -44 tahun,
sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat
rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%. (Candra A, 2010)
Munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk, artinya
munculnya kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi,
diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang
memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain
itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas
penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan,
sikap hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap penyakit,
dan lainnya. (Candra A, 2010)

2.4. Patofisiologi
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi
mekanisme patofisiologisnya berbeda dan menyebabkanperbedaan klinis.
Perbedaan utama adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang
disebabkan kebocoran plasma yang diduga karena proses immunologi, pada
demam dengue hal ini tidak terjadi. (Harikushartono, dkk. 2002).
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya
virus yang berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh
makrofag. Selama 2 hari akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan
berakhir setelah lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi

17
antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada
3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.Proses tersebut akan
menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
(Soegijanto S. 2010)
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume
plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem
meliputi efusi pleura,hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. (Novriani, 2002)
Setelah masuk dalam tubuh manusia,virus dengue berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imunbaik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan
antikomplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat. (Soegijanto S. 2010)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan
kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus
dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi
IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibody IgM setelah hari

18
sakit kelima, diagnosi infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan
adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat. (Novriani, 2002)

Respon primer dan sekunder infeksi virus Dengue (Soegijanto S.


2010)

Patofisiologi DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh karena
itu muncul banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi
antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan
monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab
infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui
aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila
terjadi antibodi nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus,
keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus yang masuk tidak
sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang
dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda, virus dengue

19
berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau
makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen presenting cell (APC) yang
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari mayor
histocompatibility complex (MHC). (Soegijanto S. 2010).

2.5. Pathogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.9 Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-
paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya
genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentukkomponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. (Soegijanto S.
2010) Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe
virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.(Koraka, 2001)
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-
mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. (Darwis, 1999). Berdasarkan
perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang
memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody
non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS
(Soegijanto S. 2010).

2.6. Gambaran Klinis

20
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi
dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik.
Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever
(sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue
ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue
(DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang
tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy.
Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.

a. Undifferentiated fever (sindrom infeksi virus)


Pada undifferentiated fever, demam sederhana yang tidak dapat
dibedakan dengan penyebab virus lain. Demam disertai kemerahan
berupa makulopapular, timbul saat demam reda. Gejala dari saluran
pernapasan dan saluran cerna sering dijumpai.
b. Demam dengue (DD)

21
 Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot
& sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung,
facial flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri
tenggorok, dan depresi umum.
Pemeriksaan fisik
 Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari
 Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka
kemerahan), leher, dan dada
 Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit
makulopapular/rubeolliform
 Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki
bagian dorsal, lengan atas, dan tangan
 Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang
pucat pada kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal
 Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak,
perdarahan saluran cerna (jarang terjadi, dapat terjadi
pada DD dengan trombositopenia)
c. Demam berdarah dengue Terdapat tiga fase dalam perjalanan
penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa penyembuhan
(convalescence, recovery).
 Fase demam
 Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang
demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
 Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan

22
 Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
 Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur
vena
 Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
 Epistaksis, perdarahan gusi
 Perdarahan saluran cerna
 Hematuria (jarang)
 Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan
kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.

Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
 Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
masa transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of
fever defervescence) ditandai dengan,
 Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
 Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema
pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral
decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan
plasma tersebut.
 Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g%
yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
 Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba.

23
Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan
diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik).
Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
 Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila
syok tidak dapat segera diatasi.
 Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu
makan kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan
pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia
dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati,
ginjal, otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan
infeksi penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang
berkepanjangan.

2.7. Pemeriksaan Penunjang


a. Laboratorium
1. Pemeriksaan darah perifer, yaitu hemoglobi, leuosit, hitung jenis,
hematokrit dan trombosit. Antigen NS-1 dapat dideteksi pada hari ke-1
setelah demam dan akan menurun sehingga tidadk terdeteksi setelah
hari sakit ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat digunakan untuk
diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak dapat
membedakan oenyakit DD/DBD.
2. Uji serologi IgM dan IgG anti Dengue
 Antibodi IgM anti dengue dapat dideteksi pada hari sakit ke-5,
mencapai puncaknya pad hari sakit ke- 10-14, dan akan
menurun / menghilang pada akhir minggu keempat sakit.

24
 Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi
pada hari sakit ke-14, dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4
tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan
terdeteksi pada hari sakit ke-2.
 Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer
dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM : IgG > 1,2
menunjukkna infeksi primer, namun apabila IgM : IgG rasio <
1,2 menunjukkan infeksi sekunder (Karyanti, 2012).

Gambar: Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue

b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan
atas indikasi,
 Distres pernafasan / sesak
 Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma telah
mencapai 20 – 40%
 Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk
menilai edema paru karena overload pemberian cairan.
 Kelainan radiologi yang dapat terjadi : dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemithoraks kanan lebih radioopaque

25
dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada
kiri dan efusi pleura.
 Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan
dinding vesika felea dan dinding buli-buli (Karyanti, 2012).

2.8. Tatalaksana
a. Periode febris
Apabila penderita infeksi virus dengue datang pada periode febris,
saat belum dapat dibedakan Demam Dengue atau Demam Berdarah
Dengue, maka pengobatan yang dapat diberikan adalah
 Antipiretik
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/kgBB/kali tidak lebih
dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen
sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
 Makan disesuaikan dengan kondisi nafsu makannya.
 Kebutuhan cairan harus dipenuhi. Pemberian cairan dapat diberikan
per oral, akan tetapi apabila penderita tidak mau minum, muntah terus,
atau panas yang terlalu tinggi maka pemberian cairan intravena
menjadi pilihan.

Apabila cairan intravena dijadikan pilihan terapi, maka dikenal formula


untuk memenuhi cairan rumatan yaitu formula Holiday Segar dengan
rincian
Berat Badan (kg) Cairan Rumatan / 24 jam
10 100 cc/kgBB
10-20 1000 cc + 50 cc/kgBB di atas 10
kg
>20 1500 cc + 20 cc/kgBB di atas 20
kg

26
Untuk cairan rumatan ini dapat diberikan solusio D5 ½ saline untuk
anak usia >3 tahun atau D5 ¼ saline untuk penderita berumur <3
tahun.
 Lakukan observasi secara cermat setiap 6 jam atas tanda vitalnya,
dengan tujun untuk mendeteksi tanda-tanda kebocoran plasma yang
mengarah ke demam berdarah dengue.

b. Periode Afebris

27
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat I / II

28
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat III

29
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat IV

2.9. Diagnosa Banding


1. Campak
 Merupakan penyakit infeksi virus akut yang disebabkan virus
campak, sangat infeksius, menular sejak masa awal prodormal
sampai lebih kurang 4 hari setelah muncul ruam. Penyebarannya
melalui udara (airborne).

30
2. Rubella
 Merupakan infeksi virus yang mengenai kulit dan kelenjar getah
bening. Penyakit ini biasanya ringan dan sembuh dengan baik,
kecuali jika menhgenai ibu yang sedang hamil. Bayi yang
dikandung dapat mengalami kecactan bahkan kematian.
3. Cikungunya
 Penyakit virus yang menyerang manusiamelalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti atau aedes albopticus.
4. Malaria
 Merupakan penyakit infeksi akut hingga kronis yang disebabkan
oleh satu atau lebih spesie plasmodium, ditandai dengan panas
tinggi bersifat intermitten, anemia, dan hepatosplenomegali.
5. Thypoid
 Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman
gram negatif Salmonella thypi. Selama terjadi infeksi, kuman
tersebut terjadi multiplikasi dalam sel fagostik mononuklear dan
secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
6. ISK
 Kondisi terjadinya infeksi pada organ-organ saluran kemih (ginjal,
ureter, kandung kemih dan uretra).

2.10. Komplikasi
a. DF : Ulkus peptikum, trombositopenia yang parah, trauma
b. DHF:
 Ensefalopati dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
 Kelaianan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan
gagal ginjal akut.
 Edema dan atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma.

31
 Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik dan
perdarahan hebat ( DIC, kegagalan organ multipel).

2.11. Prognosis
Baik bila di diagnosa dan diterapi dengan tepat dan cepat.

2.12. Indikasi KRS


 Bebas demam dalam 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
 Nafsu makan telah kembali
 Perbaikan klinis, tidak ada demam, tidak ada distress pernafasan, dan
nadi teratur
 Diuresis baik
 Minimum 2-3 hari setelah sembuh dari syok
 Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
 Trombosit >50.000/mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada
umumnya jumlah trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5
hari.

32
DAFTAR PUSTAKA

Karyanti MR. 2012. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Divisi Infeksi
dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: FKUI.

Candra A. 2010. Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan


Faktor Risiko Penularan. Aspirator Vol. 2 No. 2. Hal : 110 –119.

WHO. 2011. Comprehensive Guidelines for Prevention and Control of


Dengue and Dengue Haemorrhagic Fever: Revised and Expanded Edition.
India. ISBN 978-92-9022-387-0.

Harikushartono, Hidayah N, Darmowandowo W, Soegijanto S. Demam


Berdarah Dengue: Ilmu Penyakit Anak, Diagnosa dan Penatalaksanaan.
Jakarta:Salemba Medika; 2002.

Soegijanto S. Patogenesa dan Perubahan Patofisiologi Infeksi Virus Dengue.


www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc; 2002 ; Available
from: www.pediatrikcom/buletin/20060220-8ma2gi-buletindoc

Novriani H. Respon Imun dan Derajat Kesakitan Demam Berdarah Dengue


dan Dengue Syndrome Pada Anak. Cermin Dunia Kedokteran. 2002;Vol
134:46-9.

Koraka P, Suharti C, Setiati CE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, et al.
Kinetics of Dengue Virus-specific Immunoglobulin Classes and Subclasses
Correlate with Clinical Outcome of Infection. J Clin Microbio.2001;Vol. 39
4332-8.

Darwis D. Kegawatan Demam Berdarah Dengue Pada Anak. Naskah


lengkap,pelatihan bagi dokter spesialis anak dan dokter spesialis penyakit
dalam pada tata laksana kasus DBD. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia;1999.

Dewi BE, Takasaki T, Sudiro TM, Nelwan R, Kurane I. Elevated Levels of


Solube Tumour Necrosis Factor Receptor 1 Thrombomodulin and Solube
Endothelial Cell adhesion Molecules in Patients with Dengue Hemorrhagic
Fever. Dengue Bulletin.2007;Vol 31:103-10.

33
Wang S, Patarapotikul HR. Antibody- Enhanced Binding of Dengue Vitus to
Human Platelets. J Virology. 1995;Vol.213:1254-7.

Soegijanto S. Prospek Pemanfaatan Vaksin Dengue Untuk Menurunkan


Prevalensi di Masyarakat. Dipresentasikan di Peringatan 90 Tahun
Pendidikan Dokter di FK Unair;Surabaya; 2003.

Avirutnan P, Malasit P, Seliger B, Bhakti S, Husmann M. Dengue Virus


Infection of Human Endothelial Cells Leads to Chemokin Production,
Complement Activation,and Apoptosis. J Immunol. 1998;Vol161:6338-46.

Darmowandowo, Widodo., Basuki, Parwati Setiono., Soegijanto, Soegeng.,


2008, Infeksi Virus Dengue dalam Pedoman Diagnostik dan Terapi SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD dr. Soetomo Surabaya.

34

Anda mungkin juga menyukai