IDENTITAS PASIEN
1
e. Riwayat Penyakit Keluarga : tidak ada keluarga yang mengalami
keluhan serupa.
f. Riwayat Psikososial : pasien sering konsumsi makanan cepat saji
seperti Fried chicken dan dalam sehari pasien makan 6x sehari 1 porsi
makan 2 centong nasi, serta pasien sering konsumsi jajanan seperti
pentol dan minuman es.Tidak ada lingkungan dan teman sekolah yang
mengalami keluhan yang sama
g. Riwayat penggunaan obat
i. Riwayat alergi obat : disangkal
ii. Riwayat obat penyakit kronis yang digunakan : disangkal
2
Orthopneu (-)
Sistem Cardiovascular
Nyeri dada (-)
Berdebar (-)
Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (-)
Edema tungkai (-)
Sistem Pencernaan
Mual (-)
Muntah (-)
Nafsu makan turun (-)
Diare (+)
Sistem Urogenital
Kencing lancar
Nyeri pinggang (-)
Hematuria (-)
Sistem Saraf
Kesemutan (-)
Hematologi
Anemia (-)
3
Nadi : 87 x / Menit, Reguler
Temp : 35,6˚C
RR : 19x/ Menit
C. Kulit, Rambut, Kuku
Turgor : Normal
Kulit : Lembab (+)
Rambut : Normal (+)
Kuku : CRT < 2 detik
D. Kepala dan Leher
Rambut : warna hitam
Kerutan dahi : simetris
Alis : simetris
Mata
Palpebra oedem (-)
Conjunctiva anemis (-)
Sklera icteric (-)
Pupil reflek cahaya (+/+)
Lensa keruh (-)
Telinga
Daun telinga simetris (+)
Membran timpani intak (+)
Sekret (-)
Darah (-)
Hidung
Bentuk simetris (+)
Deviasi septum nasi (-)
Polip (-)
Sekret (-)
4
Mulut
Tonsil membesar (-)
Faring hiperemia (-)
Membran difteria (-)
Gusi berdarah (-)
Lidah kotor (-)
Mukosa bibir pucat (-)
Pursed lip breathing (-)
Leher
Bullneck (-)
Pembesaran KGB (-)
Pembesaran kelenjar tiroid (-)
Deviasi trakea (-)
E. Thorax
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : gerak nafas simetris
Perkusi :
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
5
Auskultasi :
stridor (-)
F. Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) meningkat
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (+) pada
semua regio
Perkusi : Timpani
G. Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
H. Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 13,6x 103/UL
RBC : 6,22 x 103/UL
Hb : 14,0 g/dL
MCV : 77,8 fL
MCH : 22,5 pg
MCHC : 28,9 g/dL
HCT : 48,4%
PLT : 344 x 103/UL
1.5. Resume
6
Anamnesis
Anak laki-laki, usia 10 tahun, BB 86 kg, datang ke IGD RSAL dengan
keluhan diare sejak 2 hari sebelum MRS. Pasien mengeluh diare sebanyak
6x/hari pada 2 hari sebelum MRS, kemudian 1 hari sebelum MRS menjadi
10x/hari dengan jumlah masing-masing sebanyak lebih dari segelas aqua.
Konsistensi cair tanpa ampas tidak ada darah maupun lendir. Warna kuning
dan berbau amis.. Sering buang angin dan perut kembung. Pasien mengeluh
nyeri perut selama diare. Pasien juga merasa tubuhnya lemas dan merasa
pusing cekot-cekot pada kepala depan. Tidak ada keluhan demam, mual,
muntah, batuk,dan pilek.
Pemeriksaan Fisik
A. Pemeriksaan Umum
Keadaan umum : Sakit sedang
Kesadaran / GCS : Compos Mentis / 4-5-6
Aktivitas motorik : tremor (-), gerakan involunter (-), paresis/ paralisis -
Tinggi badan : 148cm
Berat Badan : 86 kg
IMT: Gizi obesitas
B. Vital Sign
Tensi : 120/70 mmHG
Nadi : 87 x / Menit, Reguler
Temp : 35,6˚C
RR : 19x/ Menit
C. Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 13,6x 103/UL
RBC : 6,22 x 103/UL
Hb : 14,0 g/dL
MCV : 77,8 fL
MCH : 22,5 pg
7
MCHC : 28,9 g/dL
HCT : 48,4%
PLT : 344 x 103/UL
1.6. Follow Up
1.6.1. 12 Juli 2017
S: Pasien mengeluhkan muntah 2x yang berisi makanan sebanyak lebih
dari 1 gelas aqua jam 8 malam dan jam 2 pagi. Muntah terjadi sesudah
minum obat puyer.
O: Tampak sakit sedang
GCS 4-5-6
Tensi : 100/60
N : 95 x/menit, reguler
t : 36.6˚C
RR : 20 x/menit
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Mulut : Pembesaran tonsil (-), faring hiperemia (+)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax:
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi :
8
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi :
stridor (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 5,95 x 103/UL
RBC : 4,38 x 103/UL
Hb : 11,9 g/dL
MCV : 82,6 fL
MCH : 27,2 pg
MCHC : 32,9 g/dL
HCT : 36,2%
9
PLT : 167 x 103/UL
10
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi :
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
sonor sonor
Auskultasi :
stridor (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
11
Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
Pemeriksaan Laboratorium
WBC : 5,95 x 103/UL
RBC : 3,97 x 103/UL
Hb : 10,8 g/dL
MCV : 82,5 fL
MCH : 27,1 pg
MCHC :32,9 g/dL
HCT : 32,8 %
PLT : 134 x 103/UL
12
1.6.3. 4 Mei 2017
S: Sudah tidak panas.
O: Tampak baik
GCS 4-5-6
Tensi : 100/60
N : 92 x/menit, reguler
t : 36˚C
RR : 20 x/menit
K/L : A/I/C/D -/-/-/-
Mulut : Pembesaran tonsil (-), faring hiperemia (+)
Leher : pembesaran KGB (-), deviasi trakea (-)
Thorax:
Cor:
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba, tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : S1 S2 normal, M (-), G (-)
Pulmo:
Inspeksi : Penggunaan otot bantu nafas (-), gerak nafas
simetris,
Palpasi : Gerak nafas simetris
Perkusi :
Perkusi
sonor sonor
sonor sonor
13
sonor sonor
Auskultasi :
stridor (-)
Abdomen
Inspeksi : Supel
Auskultasi : Bising Usus (+) Normal
Palpasi : Hepar, Renal, Lien tidak teraba, Nyeri tekan (-)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Akral Hangat Edema
+ + - -
+ + - -
14
Komplikasi Pemberian makanan
yang timbul yang cukup kalori
Menjaga kebersihan
dan lingkungan pasien
serta mengedukasi
pentingnya 3M
Kontrol poliklinik anak
setelah 3 hari
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
DemamDengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan
oleh virus genus Flavivirus, famili Flaviviridae, mempunyai 4 jenis serotipe
yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui perantara
nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus. (Karyanti, 2015)
2.2. Etiologi
15
Penyakit tersebut disebabkan oleh virus dengue yang termasuk ke
dalam famili Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-
1, Den-2, Den3 dan Den-41, yang ditularkan ke manusia melalui gigitan
nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti dan Ae.
Albopictus. (Candra A, 2010)
Dari 4 serotipe dengue yang terdapat di Indonesia, DEN-3 merupakan
serotipe yang dominan dan banyak berhubungan dengan kasus berat, diikuti
dengan serotipe DEN-2. (Karyanti, 2015)
2.3. Epidemiologi
Dalam 50 tahun terakhir, kasus DBD meningkat 30 kali lipat dengan
peningkatan ekspansi geografis ke negara - negara baru dan, dalam dekade
ini, dari kota ke lokasi pedesaan. Penderitanya banyak ditemukan di
sebagian besar wilayah tropis dan subtropis, terutama Asia Tenggara,
Amerika Tengah, Amerika dan Karibia. (Candra A, 2010; WHO 2011)
Virus dengue dilaporkan telah menjangkiti lebih dari 100 negara,
terutama di daerah perkotaan yang berpenduduk padat dan pemukiman di
Brazil dan bagian lain Amerika Selatan, Karibia, Asia Tenggara, dan India.
Jumlah orang yang terinfeksi diperkirakan sekitar 50 sampai 100 juta orang,
setengahnya dirawat di rumah sakit dan mengakibatkan 22.000 kematian
setiap tahun; diperkirakan 2,5 miliar orang atau hampir 40 persen populasi
dunia, tinggal di daerah endemis DBD yang memungkinkan terinfeksi virus
dengue melalui gigitan nyamuk setempat. Jumlah kasus DBD tidak pernah
menurun di beberapa daerah tropik dan subtropik bahkan cenderung terus
meningkat12 dan banyak menimbulkan kematian pada anak8 90% di
antaranya menyerang anak di bawah 15 tahun.
Di Indonesia, setiap tahunnya selalu terjadi KLB di beberapa provinsi,
yang terbesar terjadi tahun 1998 dan 2004 dengan jumlah penderita 79.480
orang dengan kematian sebanyak 800 orang lebih. Pada tahun-tahun
berikutnya jumlah kasus terus naik tapi jumlah kematian turun secara
16
bermakna dibandingkan tahun 2004. Misalnya jumlah kasus tahun 2008
sebanyak 137.469 orang dengan kematian 1.187 orang atau case fatality rate
(CFR) 0,86% serta kasus tahun 2009 sebanyak 154.855 orang dengan
kematian 1.384 orang atau CFR 0,89%.(Candra A, 2010)
Penderita DBD yang tercatat selama ini, tertinggi adalah pada
kelompok umur <15 tahun (95%) dan mengalami pergerseran dengan
adanya peningkatan proporsi penderita pada kelompok umur 15 -44 tahun,
sedangkan proporsi penderita DBD pada kelompok umur >45 tahun sangat
rendah seperti yang terjadi di Jawa Timur berkisar 3,64%. (Candra A, 2010)
Munculnya kejadian DBD, dikarenakan penyebab majemuk, artinya
munculnya kesakitan karena berbagai faktor yang saling berinteraksi,
diantaranya agent (virus dengue), host yang rentan serta lingkungan yang
memungkinan tumbuh dan berkembang biaknya nyamuk Aedes spp. Selain
itu, juga dipengaruhi faktor predisposisi diantaranya kepadatan dan mobilitas
penduduk, kualitas perumahan, jarak antar rumah, pendidikan, pekerjaan,
sikap hidup, golongan umur, suku bangsa, kerentanan terhadap penyakit,
dan lainnya. (Candra A, 2010)
2.4. Patofisiologi
Walaupun DD dan DBD disebabkan oleh virus yang sama, tapi
mekanisme patofisiologisnya berbeda dan menyebabkanperbedaan klinis.
Perbedaan utama adalah adanya renjatan yang khas pada DBD yang
disebabkan kebocoran plasma yang diduga karena proses immunologi, pada
demam dengue hal ini tidak terjadi. (Harikushartono, dkk. 2002).
Manifestasi klinis DD timbul akibat reaksi tubuh terhadap masuknya
virus yang berkembang di dalam peredaran darah dan ditangkap oleh
makrofag. Selama 2 hari akan terjadi viremia (sebelum timbul gejala) dan
berakhir setelah lima hari timbul gejala panas. Makrofag akan menjadi
17
antigen presenting cell (APC) dan mengaktifasi sel T-Helper dan menarik
makrofag lain untuk memfagosit lebih banyak virus. T-helper akan
mengaktifasi sel T-sitotoksik yang akan melisis makrofag yang sudah
memfagosit virus. Juga mengaktifkan sel B yang akan melepas antibodi. Ada
3 jenis antibodi yang telah dikenali yaitu antibodi netralisasi, antibodi
hemaglutinasi, antibodi fiksasi komplemen.Proses tersebut akan
menyebabkan terlepasnya mediator-mediator yang merangsang terjadinya
gejala sistemik seperti demam, nyeri sendi, otot, malaise dan gejala lainnya.
(Soegijanto S. 2010)
Patofisiologi primer DBD dan dengue syock syndrome (DSS) adalah
peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang mengarah ke kebocoran
plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus berat, volume
plasma menurun lebih dari 20%, hal ini didukung penemuan post mortem
meliputi efusi pleura,hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. (Novriani, 2002)
Setelah masuk dalam tubuh manusia,virus dengue berkembang biak
dalam sel retikuloendotelial yang selanjutnya diikuti dengan viremia yang
berlangsung 5-7 hari. Akibat infeksi ini, muncul respon imunbaik humoral
maupun selular, antara lain anti netralisasi, anti-hemaglutinin dan
antikomplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM,
pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada infeksi
sekunder kadar antibodi yang telah ada jadi meningkat. (Soegijanto S. 2010)
Antibodi terhadap virus dengue dapat ditemukan di dalam darah
sekitar demam hari ke-5, meningkat pada minggu pertama sampai dengan
ketiga, dan menghilang setelah 60-90 hari. Kinetik kadar IgG berbeda dengan
kinetik kadar antibodi IgM, oleh karena itu kinetik antibodi IgG harus
dibedakan antara infeksi primer dan sekunder. Pada infeksi primer antibodi
IgG meningkat sekitar demam hari ke-14 sedang pada infeksi sekunder
antibodi IgG meningkat pada hari kedua. Oleh karena itu diagnosa dini infeksi
primer hanya dapat ditegakkan dengan mendeteksi antibody IgM setelah hari
18
sakit kelima, diagnosi infeksi sekunder dapat ditegakkan lebih dini dengan
adanya peningkatan antibodi IgG dan IgM yang cepat. (Novriani, 2002)
Patofisiologi DBD dan DSS sampai sekarang belum jelas, oleh karena
itu muncul banyak teori tentang respon imun. Pada infeksi pertama terjadi
antibodi yang memiliki aktivitas netralisasi yang mengenali protein E dan
monoklonal antibodi terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab
infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang telah terinfeksi virus tersebut melalui
aktivitas netralisasi atau aktifasi komplemen. Akhirnya banyak virus
dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya terjadilah
kekebalan seumur hidup terhadap serotipe virus yang sama, tetapi apabila
terjadi antibodi nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus,
keadaan penderita akan menjadi parah apabila epitop virus yang masuk tidak
sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospest. Pada infeksi kedua yang
dipicu oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda, virus dengue
19
berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau
makrofag. Makrofag ini menampilkan antigen presenting cell (APC) yang
membawa muatan polipeptida spesifik yang berasal dari mayor
histocompatibility complex (MHC). (Soegijanto S. 2010).
2.5. Pathogenesis
Nyamuk Aedes spp yang sudah terinfeksi virus dengue, akan tetap
infektif sepanjang hidupnya dan terus menularkan kepada individu yang
rentan pada saat menggigit dan menghisap darah.9 Setelah masuk ke dalam
tubuh manusia, virus de-ngue akan menuju organ sasaran yaitu sel kuffer
hepar, endotel pembuluh darah, nodus limpaticus, sumsum tulang serta paru-
paru. Beberapa penelitian menunjukkan, sel monosit dan makrofag
mempunyai peran pada infeksi ini, dimulai dengan menempel dan masuknya
genom virus ke dalam sel dengan bantuan organel sel dan
membentukkomponen perantara dan komponen struktur virus. Setelah
komponen struktur dirakit, virus dilepaskan dari dalam sel. (Soegijanto S.
2010) Infeksi ini menimbulkan reaksi immunitas protektif terhadap serotipe
virus tersebut tetapi tidak ada cross protective terhadap serotipe virus
lainnya.(Koraka, 2001)
Secara invitro, antobodi terhadap virus dengue mempunyai 4 fungsi
biologis yaitu netralisasi virus, sitolisis komplemen, antibody dependent cell-
mediated cytotoxity (ADCC) dan ADE. (Darwis, 1999). Berdasarkan
perannya, terdiri dari antobodi netralisasi atau neutralizing antibody yang
memiliki serotipe spesifik yang dapat mencegah infeksi virus, dan antibody
non netralising serotype yang mempunyai peran reaktif silang dan dapat
meningkatkan infeksi yang berperan dalam pathogenesis DBD dan DSS
(Soegijanto S. 2010).
20
Manifestasi klinis menurut kriteria diagnosis WHO 2011, infeksi
dengue dapat terjadi asimtomatik dan simtomatik.
Infeksi dengue simtomatik terbagi menjadi undifferentiated fever
(sindrom infeksi virus) dan demam dengue (DD) sebagai infeksi dengue
ringan; sedangkan infeksi dengue berat terdiri dari demam berdarah dengue
(DBD) dan expanded dengue syndrome atau isolated organopathy.
Perembesan plasma sebagai akibat plasma leakage merupakan tanda
patognomonik DBD, sedangkan kelainan organ lain serta manifestasi yang
tidak lazim dikelompokkan ke dalam expanded dengue syndrome atau
isolated organopathy.
Secara klinis, DD dapat disertai dengan perdarahan atau tidak;
sedangkan DBD dapat disertai syok atau tidak.
21
Anamnesis: demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, nyeri otot
& sendi/tulang, nyeri retro-orbital, photophobia, nyeri pada punggung,
facial flushed, lesu, tidak mau makan, konstipasi, nyeri perut, nyeri
tenggorok, dan depresi umum.
Pemeriksaan fisik
Demam: 39-40°C, berakhir 5-7 hari
Pada hari sakit ke 1-3 tampak flushing pada muka (muka
kemerahan), leher, dan dada
Pada hari sakit ke 3-4 timbul ruam kulit
makulopapular/rubeolliform
Mendekati akhir dari fase demam dijumpai petekie pada kaki
bagian dorsal, lengan atas, dan tangan
Convalescent rash, berupa petekie mengelilingi daerah yang
pucat pada kulit yg normal, dapat disertai rasa gatal
Manifestasi perdarahan
o Uji bendung positif dan/atau petekie
o Mimisan hebat, menstruasi yang lebih banyak,
perdarahan saluran cerna (jarang terjadi, dapat terjadi
pada DD dengan trombositopenia)
c. Demam berdarah dengue Terdapat tiga fase dalam perjalanan
penyakit, meliputi fase demam, kritis, dan masa penyembuhan
(convalescence, recovery).
Fase demam
Anamnesis
Demam tinggi, 2-7 hari, dapat mencapai 40°C, serta terjadi kejang
demam. Dijumpai facial flush, muntah, nyeri kepala, nyeri otot dan
sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis, nyeri di bawah
lengkung iga kanan, dan nyeri perut.
Pemeriksaan fisik
o Manifestasi perdarahan
22
Uji bendung positif (≥10 petekie/inch2) merupakan manifestasi
perdarahan yang paling banyak pada fase demam awal.
Mudah lebam dan berdarah pada daerah tusukan untuk jalur
vena
Petekie pada ekstremitas, ketiak, muka, palatum lunak.
Epistaksis, perdarahan gusi
Perdarahan saluran cerna
Hematuria (jarang)
Menorrhagia
o Hepatomegali teraba 2-4 cm di bawah arcus costae kanan dan
kelainan fungsi hati (transaminase) lebih sering ditemukan pada DBD.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat hemostasis yang tidak normal,
perembesan plasma (khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal),
hipovolemia, dan syok, karena terjadi peningkatan permeabilitas kapiler.
Perembesan plasma yang mengakibatkan ekstravasasi cairan ke dalam
rongga pleura dan rongga peritoneal terjadi selama 24-48 jam.
Fase kritis
Fase kritis terjadi pada saat perembesan plasma yang berawal pada
masa transisi dari saat demam ke bebas demam (disebut fase time of
fever defervescence) ditandai dengan,
Peningkatan hematokrit 10%-20% di atas nilai dasar
Tanda perembesan plasma seperti efusi pleura dan asites, edema
pada dinding kandung empedu. Foto dada (dengan posisi right lateral
decubitus = RLD) dan ultrasonografi dapat mendeteksi perembesan
plasma tersebut.
Terjadi penurunan kadar albumin >0.5g/dL dari nilai dasar / <3.5 g%
yang merupakan bukti tidak langsung dari tanda perembesan plasma
Tanda-tanda syok: anak gelisah sampai terjadi penurunan kesadaran,
sianosis, nafas cepat, nadi teraba lembut sampai tidak teraba.
23
Hipotensi, tekanan nadi ≤20 mmHg, dengan peningkatan tekanan
diastolik. Akral dingin, capillary refill time memanjang (>3 detik).
Diuresis menurun (< 1ml/kg berat badan/jam), sampai anuria.
Komplikasi berupa asidosis metabolik, hipoksia, ketidakseimbangan
elektrolit, kegagalan multipel organ, dan perdarahan hebat apabila
syok tidak dapat segera diatasi.
Fase penyembuhan (convalescence, recovery)
Fase penyembuhan ditandai dengan diuresis membaik dan nafsu
makan kembali merupakan indikasi untuk menghentikan cairan
pengganti. Gejala umum dapat ditemukan sinus bradikardia/ aritmia
dan karakteristik confluent petechial rash seperti pada DD.
d. Expanded dengue syndrome
Manifestasi berat yang tidak umum terjadi meliputi organ seperti hati,
ginjal, otak,dan jantung. Kelainan organ tersebut berkaitan dengan
infeksi penyerta, komorbiditas, atau komplikasi dari syok yang
berkepanjangan.
24
Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi
pada hari sakit ke-14, dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4
tahun. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan
terdeteksi pada hari sakit ke-2.
Rasio IgM/IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer
dari infeksi sekunder. Apabila rasio IgM : IgG > 1,2
menunjukkna infeksi primer, namun apabila IgM : IgG rasio <
1,2 menunjukkan infeksi sekunder (Karyanti, 2012).
Gambar: Interpretasi uji serologi IgM dan IgG pada infeksi dengue
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan foto dada dalam posisi right lateral decubitus dilakukan
atas indikasi,
Distres pernafasan / sesak
Dalam keadaan klinis ragu-ragu, namun perlu diingat bahwa terdapat
kelainan radiologis terjadi apabila pada perembesan plasma telah
mencapai 20 – 40%
Pemantauan klinis, sebagai pedoman pemberian cairan, dan untuk
menilai edema paru karena overload pemberian cairan.
Kelainan radiologi yang dapat terjadi : dilatasi pembuluh darah paru
terutama daerah hilus kanan, hemithoraks kanan lebih radioopaque
25
dibandingkan yang kiri, kubah diafragma kanan lebih tinggi daripada
kiri dan efusi pleura.
Pada pemeriksaan ultrasonografi dijumpai efusi pleura, kelainan
dinding vesika felea dan dinding buli-buli (Karyanti, 2012).
2.8. Tatalaksana
a. Periode febris
Apabila penderita infeksi virus dengue datang pada periode febris,
saat belum dapat dibedakan Demam Dengue atau Demam Berdarah
Dengue, maka pengobatan yang dapat diberikan adalah
Antipiretik
Parasetamol sebagai pilihan, dengan dosis 10 mg/kgBB/kali tidak lebih
dari 4 kali sehari. Jangan memberikan aspirin dan brufen/ibuprofen
sebab dapat menimbulkan gastritis dan atau perdarahan.
Makan disesuaikan dengan kondisi nafsu makannya.
Kebutuhan cairan harus dipenuhi. Pemberian cairan dapat diberikan
per oral, akan tetapi apabila penderita tidak mau minum, muntah terus,
atau panas yang terlalu tinggi maka pemberian cairan intravena
menjadi pilihan.
26
Untuk cairan rumatan ini dapat diberikan solusio D5 ½ saline untuk
anak usia >3 tahun atau D5 ¼ saline untuk penderita berumur <3
tahun.
Lakukan observasi secara cermat setiap 6 jam atas tanda vitalnya,
dengan tujun untuk mendeteksi tanda-tanda kebocoran plasma yang
mengarah ke demam berdarah dengue.
b. Periode Afebris
27
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat I / II
28
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat III
29
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue Derajat IV
30
2. Rubella
Merupakan infeksi virus yang mengenai kulit dan kelenjar getah
bening. Penyakit ini biasanya ringan dan sembuh dengan baik,
kecuali jika menhgenai ibu yang sedang hamil. Bayi yang
dikandung dapat mengalami kecactan bahkan kematian.
3. Cikungunya
Penyakit virus yang menyerang manusiamelalui gigitan nyamuk
Aedes aegypti atau aedes albopticus.
4. Malaria
Merupakan penyakit infeksi akut hingga kronis yang disebabkan
oleh satu atau lebih spesie plasmodium, ditandai dengan panas
tinggi bersifat intermitten, anemia, dan hepatosplenomegali.
5. Thypoid
Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut disebabkan oleh kuman
gram negatif Salmonella thypi. Selama terjadi infeksi, kuman
tersebut terjadi multiplikasi dalam sel fagostik mononuklear dan
secara berkelanjutan dilepaskan ke aliran darah.
6. ISK
Kondisi terjadinya infeksi pada organ-organ saluran kemih (ginjal,
ureter, kandung kemih dan uretra).
2.10. Komplikasi
a. DF : Ulkus peptikum, trombositopenia yang parah, trauma
b. DHF:
Ensefalopati dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
Kelaianan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan
gagal ginjal akut.
Edema dan atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading
pemberian cairan pada masa perembesan plasma.
31
Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik dan
perdarahan hebat ( DIC, kegagalan organ multipel).
2.11. Prognosis
Baik bila di diagnosa dan diterapi dengan tepat dan cepat.
32
DAFTAR PUSTAKA
Karyanti MR. 2012. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Divisi Infeksi
dan Pediatri Tropik, Departemen Ilmu Kesehatan Anak. RSUPN Cipto
Mangunkusumo. Jakarta: FKUI.
Koraka P, Suharti C, Setiati CE, Mairuhu AT, Van Gorp E, Hack CE, et al.
Kinetics of Dengue Virus-specific Immunoglobulin Classes and Subclasses
Correlate with Clinical Outcome of Infection. J Clin Microbio.2001;Vol. 39
4332-8.
33
Wang S, Patarapotikul HR. Antibody- Enhanced Binding of Dengue Vitus to
Human Platelets. J Virology. 1995;Vol.213:1254-7.
34