Disusun Oleh:
Intan Pratiwi G991902030
Faradiba Maharani G99172074
Faiq Murteza G99181028
Iqbal Rafsanzani G991902031
M. Prasetya Wibowo G991906022
Pembimbing:
dr. Alfa Alfin Nursidiq, Sp.JP., FIHA
A. ANAMNESIS
1. Identitas Pasien
Nama : Ny. S
Usia : 58 tahun
Jenis kelamain : Perempuan
Alamat : Karangrejo, Kendal, Kabupaten Ngawi
Tanggal periksa : 14 Juli 2019
No. RM : 01347721
2. Keluhan Utama
Dada terasa berdebar
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dari poli dengan keluhan dada berdebar. Berdebar memberat
dengan aktifitas dan sedikit membaik dengan istirahat. Keluhan nyeri dada
dan keringat dingin disangkal. Pasien biasa tidur menggunakan bantal, nyeri
perut ulu hati (-) dan nafsu makan berkurang.
4. Riwayat Penyakit Dahulu
a. Riwayat hipertensi : disangkal
b. Riwayat diabetes mellitus : disangkal
c. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
d. Riwayat sakit jantung : diakui dengan MS Moderate dan
MR Severe, TRMO, Thrombus (+) di LA dan LAD, EF 53-77%
Terapi Rutin pasien : Furosemid 1x40mg, Bisoprolol 1x5mg,
Spinorolacton 1x25mg, Simarc 2mg 0-0-1, Condesartan 1x16mg
e. Riwayat stroke : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
h. Riwayat mondok : disangkal
5. Riwayat Penyakit Keluarga
a. Riwayat penyakit jantung : disangkal
b. Riwayat hipertensi : disangkal
c. Riwayat DM : disangkal
d. Riwayat kolesterol tinggi : disangkal
e. Riwayat sakit paru : disangkal
f. Riwayat asma : disangkal
6. Riwayat Kebiasaan
a. Riwayat merokok : disangkal
b. Riwayat olahraga : jarang olahraga
c. Riwayat konsumsi alkohol : disangkal
7. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dan berobat menggunakan
fasilitas pelayanan kesehatan BPJS.
B. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Compos mentis (E4V5M6), tampak sakit sedang, gizi kesan cukup.
2. Tanda Vital
Tekanan darah : 98/74 mmHg
Laju napas : 20x/menit
Denyut nadi : 73x/menit
Detak jantung : 80x/menit
Suhu : 36,6°C
Saturasi O2 pulse : 96 %
3. Keadaan Sistemik
Kepala : mesocephal
Mata : konjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-), mata cekung (-
/-), edema palpebra (-/-)
Telinga : sekret (-/-)
Hidung : nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-)
Mulut : mukosa basah, sianosis (-)
Leher : JVP 5±2cm H2O, kelenjar getah bening tidak
teraba membesar
Toraks : bentuk normochest, simetris, retraksi(-/-)
Cor :
Inspeksi : ictus cordis tak tampak
Palpasi : ictus cordis tak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : Bunyi jantung S1-S2 normal, intensitas normal,
reguler, murmur (-)
Pulmo :
Inspeksi : pengembangan dada kanan sama dengan dada kiri
Palpasi : fremitus raba dada kanan sama dengan dada kiri
Perkusi : sonor / sonor
Auskultasi : suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-),
ronki basah kasar (-/-)
Abdomen :
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani (+) seluruh lapang abdomen, pekak alih (-)
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
Ekstremitas :
- - - -
- - - -
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
D. DIAGNOSIS
Anatomis : MS Severe. MR Moderate
Fungsional : NYHA II, AF NVR, EF 50%
Etiologi : PJR
Penyerta :
1. Hiponatremia
2. Hipokalemia
E. TERAPI
1. Bedrest
2. O2 3lpm
3. DJ III 1700 kkal
4. IVFD NaCl 0,9%
5. Spinorolactoan 1x25 mg
6. PMP 2x250 mg
7. Ramipril 1x10 mg
8. Furosemid 1x40 mg
9. Bisoprolol 1x10 mg
10. Codein 3x10 mg
Plan:
1. EKG jika ada keluhan
2. Pro MVR
3. Konsul BTKV
4. Ro Thorax PA
5. Usul cek HS Trop I
Hasil Pemeriksaan Echocardiography
a. Bedside (5 Juli 2019)
Kesimpulan :
PJR dengan MS Severe, MR moderate
SEC (+) di LA, thrombus (+) di LAA
LOW Probability OF PH
C. FOLLOW UP
CATATAN PERKEMBANGAN
TGL/JAM
TERINTEGRASI
14/7/19 Menerima pasien dari poli dengan dx : MS severe, MR
Cardio moderate
05.00
DPH 0 S : Nyeri dada (-), sesak nafas (-)
O : TD : 98 / 74
HR : 80 x/menit
N : 73 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 96%
Kepala : Mata conjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : JVP 5 + 2 cmH2O
Thorax : bentuk normochest, retraksi (-), gerakan
simetris kanan=kiri
Cor :
Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
Palpasi : Ictus cordis tidak kuat angkat
Perkusi : Batas jantung kesan melebar ke lateral
Auskultasi : S1-S2 Interval bervariasi iregular bising (+)
sistolik 3/6 apex
Pulmo : SDV +/+, RBH -/-, RBK -/-
Abdomen : BU (+), NT (-)
Ekstremitas :
_ _
Oedema
- -
Assessment :
Anatomi : MS severe, MR moderate
Fungsional : NYHA II, AFNVR, EF 50%
Etiologi : PJR
Terapi :
1. Bedrest
2. DJ III 1700 kkal
3. O2 3 lpm jika SpO2 <90%
4. IVFD RL 30 ml/jam iv
5. Spironolacton 1 x 25 mg
6. PMP 2 x 250 mg
7. Ramipril 1 x 10 mg
8. Furosemide 1 x 40 mg
9. Bisoprolol 1 x 10 mg
Plan :
1. Pro PCA dan pro MVR (18/7/2019)
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 14 Juli 2019
CATATAN PERKEMBANGAN
TGL/JAM
TERINTEGRASI
15/7/19 S : Sesak (-) nyeri dada (-)
Cardio O : TD : 100/70
05:00
DPH I HR : 86 x/menit
N : 72 x/menit
RR : 20 x/menit
SpO2 : 97%
Leher : JVP 5 + 2 cmH2O
Cor : Batas jantung melebar ke lateral, S1S2 Intensitas ireguler,
bising (+) sistolik 3/6 apex
Pulmo : SDV +/+, RBH -/-, RBK -/-
Abdomen : bising usus (+), NT (-)
Ekstremitas :
_ _
Oedema
_ _
Assessment :
Anatomi : MS severe, MR moderate, CAD IVD
Fungsional : NYHA II, AFNVR, EF 50%
Etiologi : PJR
Penyulit :
1. Hiponatremia (132)
2. Hipokalemia (3,2)
Terapi :
1. Bedrest
2. DJ III 1700 kkal
3. O2 3 lpm jika SpO2 <90%
4. IVFD NS 0,9% 30 ml/jam iv
5. Spironolacton 1 x 25 mg
6. PMP 2 x 250 mg
7. Ramipril 1 x 10 mg
8. Furosemide 1 x 40 mg
9. Bisoprolol 1 x 10 mg
10. Codein 3 x 10 mg
Plan :
1. 1. Pro MVR + single CABG single vessel (18-7-2019)
2. 2. Konsul BTKV
3. 3. Eko jika ada keluhan
4. 4. Rontgen Thorax PA
5. 5. Usul cek hs-Troponin I
6. 6. Cek elektrolit post koreksi
_ _
Oedema
_ _
Assessment :
Anatomi : MS severe, MR moderate, CAD IVD
Fungsional : NYHA II, AFNVR, EF 50%
Etiologi : PJR
Penyulit :
1. Hiponatremia (132)
2. Hipokalemia (3,2)
3. Trombus di LAA
Terapi :
1. Bedrest
2. DJ III 1700 kkal
3. O2 3 lpm jika SpO2 <90%
4. IVFD NS 0,9% 30 ml/jam iv
5.Spironolacton 1 x 25 mg
6. PMP 2 x 250 mg
7. Ramipril 1 x 10 mg ganti candesartan 1 x 16 mg
8. Furosemide 1 x 40 mg
9. Codein 3 x 10 mg
Plan :
7. 1. Pro MVR + single CABG single vessel (18-7-2019)
8. 2. Eko jika ada keluhan
9. 3. Cek elektrolit post koreksi
1. Kriteria Mayor
a) Karditis
Karditis adalah komplikasi yang paling serius dan paling
sering terjadi setelah poli artritis. Pankarditis meliputi
endokarditis, miokarditis dan perikarditis. Pada stadium
lanjut, pasien mungkin mengalami dipsnea ringan-sedang,
rasa tak nyaman di dada atau nyeri pada dada pleuritik,
edema, batuk dan ortopnea. Pada pemeriksaan fisik, karditis
paling sering ditandai dengan murmur dan takikardia yang
tidak sesuai dengan tingginya demam. Gambaran klinis yang
dapat ditemukan dari gangguan katup jantung dapat dilihat
pada tabel 2.
Tabel 2. Manifestasi Klinis Sesuai Gangguan Katup Jantung yang Timbul
Gangguan Manifestasi
- Aktivitas ventrikel kiri
meningkat
- Bising pansistolik di apeks,
Mitral Regurgitasi menyebar ke aksila bahkan ke
punggung
- Murmur mid-diastolik (carrey
coombs murmur) di apeks
- Aktivitas ventrikel kiri
meningkat
Regurgitasi Aorta - Bising diastolik di ICS II
kanan/kiri, menyebar ke apeks
- Tekanan nadi sangat lebar
(sistolik tinggi,
- Aktivitas ventrikel kiri negatif
- Bising diastolik di daerah apeks,
Stenosis Mitral dengan S1 mengeras
d) Kultur tenggorok
- Dua mayor
Rheumatic Fever
- Atau satu mayor dan dua
serangan ulang tanpa RHD
minor
- Ditambah bukti infeksi
SBHGA sebelumnya
- Dua minor
Rheumatic Fever
- ditambah dengan bukti
serangan ulang dengan
infeksi SBHGA sebelumnya
RHD
Chorea reumatik - Tidak diperlukan kriteria
Karditis reumatik insidious mayor lainnya atau bukti
infeksi SBHGA
- Tidak diperlukan kriteria
RHD lainnya untuk mendiagnosis
sebagai RHD
2.1.7. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pasien dengan rheumatic heart disease secara garis besar
bertujuan untuk mengeradikasi bakteri Streptococcus beta hemolyticus grup A,
menekan inflamasi dari respon autoimun, dan memberikan terapi suportif untuk
gagal jantung kongestif. Setelah lewat fase akut, terapi bertujuan untuk
mencegah rheumatic heart disease berulang pada anak-anak dan memantau
komplikasi serta gejala sisa dari rheumatic heart disease kronis pada saat
dewasa. Selain terapi medikamentosa, aspek diet dan juga aktivitas pasien harus
dikontrol. Selain itu, ada juga pilihan terapi operatif sebagai penanganan kasus-
kasus yang tidak dapat diatasi oleh antibiotik.
a. Terapi Antibiotik Profilaksis Primer
Obat Dosis
30 mcg/kg dosis total digitalisasi, 7,5
Digoxin mcg/kg/hari dosispemeliharaan
Diuretik: 0,5 – 2 mg/kg/hari,
Furosemide 0,2 – 0,4 mg/kg/hari
Metolazone
f. Terapi Operatif
Pada pasien dengan gagal jantung yang persisten atau terus
mengalami perburukan meskipun telah mendapat terapi medis yang agresif
untuk penanganan rheumatic heart disease, operasi untuk mengurangi
defisiensi katup mungkin bisa menjadi pilihan untuk menyelamatkan nyawa
pasien.Pasien yang simptomatik, dengan disfungsi ventrikel atau
mengalami gangguan katup yang berat, juga memerlukan tindakan
intervensi.
1) Stenosis Mitral: pasien dengan stenosis mitral murni yang
ideal, dapat dilakukan ballon mitral valvuloplasty (BMV). Bila
BMV tak memungkinkan, perlu dilakukan operasi.4
2) Mitral Regurgitasi: Rheumatic fever dengan Mitral Regurgitasi
akut (mungkin akibat ruptur khordae)/kronik yang berat
dengan rheumatic heart disease yang tak teratasi
dengan obat, perlu segera dioperasi untuk reparasi atau
penggantian katup.4
3) Stenosis Aortik: stenosis katut aorta yang berdiri sendiri amat
langka. Intervensi dengan balon biasanya kurang berhasil,
sehingga operasi lebih banyak dikerjakan.
4) Regurgitasi Aortik: regurgitasi katup aorta yang berdiri sendiri
atau kombinasi dengan lesi lain, biasanya ditangani dengan
penggantian katup.
2.1 KELAINAN KATUP
Penyakit katup jantung merupakan penyakit yang melibatkan satu atau lebih dari
empat katup jantung (katup aorta dan bikuspid di sisi kiri jantung dan katup pulmonal
dan trikuspid di sisi kanan jantung). Kondisi ini terjadi sebagian besar karena proses
penuaan/degeneratif, mungkin juga merupakan hasil kelainan bawaan (kongenital) atau
penyakit tertentu atau proses fisiologis termasuk penyakit jantung rematik dan
kehamilan (Nkomo et al., 2006).
Penyakit katup jantung merupakan penyakit yang umum terjadi pada populasi di
AS, dan merupakan penyakit yang meningkat seiring bertambahnya usia (terutama
lebih dari 75 tahun). Penyakit katup mitral (MVD) dan penyakit katup aorta (AVD)
paling sering dijumpai, dan pada penyakit ini dapat muncul gejala atau asimptomatik.
Mitral regurgitation (MR) dan aortic stenosis (AS) merupakan penyebab penyakit
katup jantung paling banyak (Moore et al., 2016).
Secara anatomis, katup merupakan bagian dari jaringan ikat padat pada jantung
yang dikenal sebagai kerangka jantung dan bertanggung jawab dalam pengaturan aliran
darah melalui jantung dan pembuluh darah besar. Kegagalan atau disfungsi katup dapat
menyebabkan berkurangnya fungsi jantung, tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan penyakit katup. Terapi katup yang rusak dapat menggunakan obat saja,
tetapi sering melalui pembedahan untuk perbaikan katup (valvuloplasti) atau
penggantian katup (penyisipan katup jantung buatan) (Nkomo et al., 2006).
Pada makalah ini penyakit katup jantung yang akan dibahas yaitu Mitral
Regurgitasi dan mitral stenosis
1. Mitral Regurgitasi
a. Jenis
i. Mitral Regurgitasi Primer
d. Pemeriksaan Penunjang
i. Radiografi Thorax
ii. Elektrokardiografi.
iii. Echocardiography
e. Terapi
2. Stenosis mitral
a. Definisi dan etiologi stenosis mitral
Stenosis mitral adalah kondisi dimana terjadi hambatan aliran darah
dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat penyempitan
katup mitral. Penyebab stenosis mitral paling sering demam rematik,
penyebab lain adalah karsinoid, sistemik lupus erimatosus, reumatoid
artritis, mukopolisakaridosis dan kelainan bawaan.
Stenosis mitral murni dengan irama sinus, tekanan atrium kiri rata-
rata dan pulmonal artery wedge pressure biasanya meningkat,denyut
tekanan menunjukan kontraksi atrium yang menonjol (gelombang a) dan
tekanan bertahap menurun setelah pembukaan katup mitral (y descent). Pada
pasien dengan stenosis mitral ringan sampai sedang tanpa peningkatan
resistensi vaskuler paru, tekanan arteri pulmonalis mungkin mendekati batas
atas normal pada waktu istirahat dan meningkat seiring dengan exercise.
Pada stenosis mitral berat dan kapan saja ketika resistensi vaskuler paru
naik, tekanan arteri pulmonalis meningkat bahkan ketika pasien sedang
istirahat, dan pada kasus ekstrim dapat melebihi tekanan arterial sistemik.
Kenaikan tekanan atrium kiri, kapiler paru, dan tekanan arteri pulmonalis
selanjutnya terjadi selama latihan. Jika tekanan sistolik arteri pulmonalis
melebihi kira-kira 50 mmHg pada pasien dengan stenosis mitral, atau pada
keadaan dengan lesi yang mengenai sisi kiri jantung, peningkatan afterload
ventrikel kanan menghalangi pengosongan ruangan ini, sehingga tekanan
diastolik akhir dan volume ventrikel kanan biasanya meningkat sebagai
mekanisme kompensasi.
sarkoidosis)
Sekunder (hipertensi) Fibrosis
Output meningkat
Kelainan metabolik Aliran darah yang berlebihan
dari normal
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur Pasien dengan penyakit jantung dengan
jantung yang berhubungan dengan sedikit pembatasan aktivitas fisik.
perkembangan gagal jantung, tidak Merasa nyaman saat istirahat. Hasil
terdapat tanda dan gejala. aktivitas normal fisik kelelahan,
palpitasi, dispnea atau nyeri angina.
Penyakit structural jantung yang lanjut Pasien dengan penyakit jantung yang
serta gejala gagal jantung yang sangat mengakibatkan ketidakmampuan untuk
bermakna saat istirahat walaupun telah melakukan aktivitas fisik apapun tanpa
mendapat terapi. ketidaknyamanan. Gejala gagal jantung
dapat muncul bahkan pada saat istirahat.
Keluhan meningkat saat melakukan
aktifitas
Ciri-ciri klinis
Gejala (e.g dyspnea) Ya Ya
Status kongesti ( e.g Ya Ya
edema)
Aktifitas neurohormonal Ya Ya
(e.g brain natriuretic
peptide)
Struktur dan fungsi
ventrikel kiri
Fraksi ejeksi Normal Berkurang
Massa ventrikel kiri Bertambah Bertambah
Ketebalan dindingrelatif Bertambah Berkurang
Latihan fisik
Kapasitas latihan Berkurang Berkurang
Penambahan cardiac Berkurang Berkurang
output
End diastolic pressure Bertambah Bertambah
Renal loss:
Addison’s
disease
Renal tubular
acidosis
Salt wasting
nephropathy
Diuretic use
cerebral salt
wasting
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
disease exhaustive)
Stroke Lung (oat Infection Carbamazepine SLE
Meningitis cell) Pancreas TB Tricyclic
Encephalitis Prostate Abscess antidepressants
Neurosurgery Urological Cystic Phenothiazines
Trauma Leukaemia fibrosis Omeprazole
Malignancy Lymphoma Pulmonary Vincristine
vasculitis Opiates
Gejala klinis
sodium
Mild 130 – 135 mmol/ l Often no features, or,
anorexia, headache,
nausea, vomiting, lethargy
Moderate 120 – 129 mmol/ l Muscle cramps, muscle
weakness, confusion,
ataxia, personality change
Severe ≤ 120 mmol /l Drowsiness, reduced
reflexes, convulsions,
coma, death
(The College of Emergency Medicine & Doctors.net.uk, 2008)
Pemeriksaan
Pengobatan
2.1.1. Hipernatremia
Definisi
Investigasi
Pengobatan
/ l / hari dalam semua kasus kecuali onsets sangat akut. Dalam hipernatremia akut
(≤ 48 jam) natrium dapat diperbaiki dengan cepat tanpa menimbulkan masalah.
Namun, jika ada keraguan untuk tingkat onset, natrium harus diperbaiki perlahan
selama setidaknya 48 jam. (The College of Emergency Medicine &
Doctors.net.uk, 2008)
2.1.2. Hipokalemia
Definisi
Penyebab
Ginjal yang normal dapat menahan kalium dengan baik. Jika konsentrasi
kalium darah terlalu rendah, biasanya disebabkan oleh ginjal yang tidak berfungsi
secara normal atau terlalu banyak kalium yang hilang melalui saluran pencernaan
(karena diare, muntah, penggunaan obat pencahar dalam waktu yang lama atau
polip usus besar). Hipokalemia jarang disebabkan oleh asupan yang kurang
karena kalium banyak ditemukan dalam makanan sehari-hari. Kalium bisa hilang
lewat air kemih karena beberapa alasan. Yang paling sering adalah akibat
penggunaan obat diuretik tertentu yang menyebabkan ginjal membuang natrium,
air dan kalium dalam jumlah yang berlebihan. (Dawodu S, 2004)
Gejala Klinis
Hipokalemia ringan biasanya tidak menyebabkan gejala sama sekali.
Hipokalemia yang lebih berat (kurang dari 3 mEq/L darah) bisa menyebabkan
kelemahan otot, kejang otot dan bahkan kelumpuhan. Irama jantung menjadi
tidak normal, terutama pada penderita penyakit jantung. (Dawodu S, 2004)
Pengobatan
Tingkat-tingkat serum kalium diatas 3.0 mEq/liter tidak
dipertimbangkan bahaya atau sangat mengkhawatirkan; mereka dapat dirawat
dengan penggantian potassium melalui mulut. Tingkat-tingkat yang lebih rendah
dari 3.0 mEq/liter mungkin memerlukan penggantian intravena. Keputusan-
keputusan adalah spesifik pasien dan tergantung pada diagnosis, keadaan-
keadaan dari penyakit, dan kemampuan pasien untuk mentolerir cairan dan obat
melalui mulut. (Dawodu S, 2004)
2.1.3. Hiperkalemia
Definisi Hiperkalemia
Secara teknis, hiperkalemia berarti tingkat potassium dalam darah yang
naiknya secara abnormal. Tingkat potassium dalam darah yang normal adalah
3.5-
Gejala-Gejala Hiperkalemia
mual,
lelah,
kelemahan otot, atau
perasaan-perasaan kesemutan.
Gejala-gejala hyperkalemia yang lebih serius termasuk denyut jantung
yang perlahan dan nadi yang lemah. Hyperkalemia yang parah dapat berakibat
pada berhentinya jantung yang fatal. Umumnya, tingkat potassium yang naiknya
secara perlahan (seperti dengan gagal ginjal kronis) ditolerir lebih baik daripada
tigkat-tingkat potassium yang naiknya tiba-tiba. Kecuali naiknya potassium
adalah sangat cepat, gejala-gejala dari hyperkalemia adalah biasanya tidak jelas
hingga tingkat-tingkat potassium yang sangat tinggi (secara khas 7.0 mEq/l atau
lebih tinggi). (Dawodu S, 2004)
Penyebab Hyperkalemia
Penyebab-penyebab utama dari hyperkalemia adalah disfungsi ginjal,
penyakit-penyakit dari kelenjar adrenal, penyaringan potassium yang keluar dari
sel-sel kedalam sirkulasi darah, dan obat-obat. (Dawodu S, 2004)
Disfungsi ginjal
Potassium nornmalnya disekresikan (dikeluarkan) oleh ginjal-ginjal, jadi
penyakit-penyakit yang mengurangi fungsi ginjal-ginjal dapat berakibat pada
hyperkalemia. Ini termasuk:
ACE inhibitors,
Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAIDs),
Angiotensin II Receptor Blockers (ARBs), dan
ACE inhibitors,
ARBs,
NSAIDs,
Diuretics hemat potassium seperti:
o Spironolactone (Aldactone),
o Triamterene (Dyrenium), dan
o Trimethoprim-sulfamethoxazole (Bactrim).
Meskipun hyperkalemia yang ringan adalah umum dengan obat-obat ini, hyperkalemia yang
parah biasanya tidak terjadi kecuali obat-obat ini diberikan pada pasien-pasien dengan
disfungsi ginjal. (Dawodu S, 2004)
BAB III
ANALISIS KASUS
Pasien datang dengan keluhan dada berdebar yang dirasakan sejak 3 hari SMRS dan sesak
napas. Dada berdebar dan sesak napas memberat dengan aktivitas dan sedikit membaik dengan
istirahat. Pasien mengeluhkan berdebar – debar. Terdapat perbedaan kecepatan heart rate dan nadi
(disebut Pulsus defisit) merupakan tanda yang khas pada pasien dengan fibrilasi atrium. Fibrilasi
Atrium merupakan takiaritmia supraventrikuler yang ditandai dengan aktivasi atrium yang tidak
terkoordinasi. Pada elektrokardiogram FA menunjukkan gelombang P yang digantikan oleh
gelombang getar (fibrilasi) yang bervariasi bentuk, durasi dan amplitudo yang dapat diikuti dengan
respon ventrikel yang ireguler (PERKI, 2014).
Pasien juga mengeluhkan sesak. Sesak nafas merupakan gejala yang sering ditemukan pada
pasien dengan gangguan sirkulasi dan respirasi. Sesak nafas karena gangguan sirkulasi, disebabkan
oleh adanya edema paru (seperti pada pasien dengan gagal jantung kongestif), dimana pasien
biasanya mengeluhkan sesak memberat saat berbaring. Hal ini sesuai bahwa pasien menggunakan
1 bantal ketika tidur (Schwartzstein, 2015).
Pasien memiliki riwayat penyakit jantung dengan MS Severe dan MR Moderate TR Mild
Thrombus (+) di LAA EF 53-77%. Terapi rutin pasien furosemide 1x40 mg, bisoprolol 1x5 mg,
spironolakton 1x 25 mg, simarc 2 mg 0-0-1, candersatan 1x16mg.
Pada pemeriksaan tanda vital, ditemukan tekanan darah pasien 98/74 mmHg, heart rate
sebesar 80 kpm dan denyut nadi sebesar 73 kpm. Terjadinya perbedaan heart rate dan nadi
berkaitan dengan berkurangnya preload akibat tidak efektifnya kontraksi atrium pada fibrilasi
atrium. Kontraksi fibril pada atrium hanya mampu menyebabkan kontraksi ventrikel namun kurang
untuk mencapai cardiac output yang dibutuhkan. Palpitasi merupakan manifestasi klinis yang
umum dijumpai pada fibrilasi atrium, dan terjadi akibat berkurangnya volume darah yang dialirkan
atrium ke ventrikel, sehingga terjadi mekanisme kompensasi oleh ventrikel berupa peningkatan
heart rate untuk mempertahankan stroke volume (Mawatari K et al., 1998; PERKI, 2014). Pada
pemeriksaan leher, ditemukan peningkatan JVP, yang menunjukan adanya akumulasi volume
darah berlebih di atrium kanan (Bickley, 2013). Pada perkusi jantung didapatkan batas jantung
kesan melebar. Hal ini dapat menunjukan adanya cardiomegaly, namun perlu dikonfirmasi dengan
pemeriksaan rongent dada. Pada auskultasi jantung, ditemukan S1 dan S2 dengan intensitas
bervariasi, irregular, menunjukan adanya kelainan pada kontraksi ventrikel. Adanya bising pada
fase sistolik di SIC V linea midclaviculae dan linea parastrenalis sisnistra menunjukan kelainan
pada penutupan (regurgitasi) katup atrioventrikularis (mitral dan trikuspid) (Dimattia, 2003;
Bickley 2013).
Regurgitasi katup mitral sering ditemukan pada pasien dengan LVH, baik sebagai sebab,
maupun akibat. Adanya regurgitasi mitral menjadikan tekanan dalam ventrikel kiri berkurang,
sehingga cardiac output berkurang. Ventrikel kiri mengompensasi hal tersebut dengan
meningkatkan kontraktilitas, yang jika berlangsung terus menerus dapat menyebabkan hipertrofi.
(Symons, et al., 2001) Sebaliknya, adanya hipertrofi ventrikel kiri dapat juga mengakibatkan
gangguan penutupan katup mitral. Hal ini berkaitan dengan pelebaran anulus mitral (Ennezat et al.,
2013). Pada auskultasi paru, terdengar RBH di 1/3 lapang paru yang menunjukan adanya akumulasi
cairan di parenkim paru (Bohandara A, 2017). Regurgitasi katup trikuspid biasanya dikaitkan
dengan hipertrofi ventrikel kanan yang mengakibatkan pelebaran valve’s ring-like base. Keadaan
ini dipat terjadi akibat peningkatan tekanan darah pulmonal, dan kelain pada jantung kiri (Harris
C, 2017).
Pasien menderita kelainan katup akibat penyakit jantung rematik yang dideritanya, yaitu
antara lain MS Severe, MR Moderate, dan TR mild. Mitral Stenosis severe merupakan kondisi
dimana terjadi hambatan aliran darah dari atrium kiri ke ventrikel kiri pada fase diastolik akibat
penyempitan katup mitral dengan derajat berat. Diklasifikasikan MS berat karena Mitral Valve
Area (MVA) < 1 cm2. Gejala yang muncul akibat MS ini adalah dispneu, kelelahan, palpitasi.
Sesuai dengan yang dikeluhkan pasien. Mitral regurgitasi moderate memungkikan aliran darah
berbalik dari ventrikel kiri ke atrium kiri akibat penutup katup yang tidak sempurna selama sistolik
ventrikel dengan derajat sedang. Sehingga kerja ventrikel kiri harus ditambahkan untuk
mempertahankan curah jantung. Pasien dengan NYHA II yang berarti bahwa pasien merasakan
sakit apabila melakukan aktifitas yang berat. Merasa nyaman saat istirahat. Hasil aktivitas normal
fisik kelelahan
Pada EKG ditemukan kelainan berupa irama Atrial Fibrilasi Normo VR, HR 82x dan
normoaxis. Pada hasil rontgent thoraks PA, ditemukan:
1. Cardiomegaly dengan konfigurasi RVH RAH LAH disertai dengan hipertensi pulmonal
mengonfirmasi pembesaran jantung pada perkusi batas jantung.
2. Efusi pleura bilateral minimal mengkonfirmasi ronki basah halus pada auskultasi.
Hasil pemeriksaan laboratorium darah ditemukan hipontremia dan hipokalemia. Adanya
hipokalemia dapat menjadi factor pencetus munculnya fibrilasi atrium. Pemberian furosemid
bertujuan mengurangi sesak akibat edema paru. Pasien mendapat terapi Spironolakton 1x25 mg,
PMP 2x250 mg untuk penyakit jantung rematik, Ramipril 1x10 mg, Furosemid 1x40 mg,
Bisoprolol 1x10 mg.
Daftar Pustaka
ACCF/AHA Pocket Guidelne. 2011. Management of Patients With Atrial
Fibrillation. American: American College of Cardiology Foundation
and American Heart Association. www.heart.org
Anderson, S., & Anderson, K. (2015). Heart Failure. Dalam Lippincott Illustrated
Reviews Pharmacology (hlm. 255–267). Philadelphia: Lippincott
Williams and Wilkins.
Böhm, M., & Maack, C. (2000). Treatment of heart failure with beta-blockers.
Mechanisms and results. Basic Research in Cardiology, 95 Suppl 1,
I15-24.
Camm AJ, Lip G.Y.H, Caterina D.R, et al. 2012 focused update of the ESC
Guidelines for the management of atrial fibrillation. European Heart
Journal (2012) 33, 2719–2747 doi:10.1093/eurheartj/ehs253
Crouch MA, Didomenico RJ, Rodgers JE. 2007. Applying consensus guidelines in
the management of acute decompensated heart failure. ACPE Program
#204-000-06-407-H01. Bethesda, MD: ASHP Advantage.
Felker, G. M., O’Connor, C. M., & Braunwald, E. (2009). Loop Diuretics in Acute
Decompensated Heart Failure: Necessary? Evil? A Necessary Evil?
Circulation. Heart failure, 2(1), 56–62.
https://doi.org/10.1161/CIRCHEARTFAILURE.108.821785
Galdo AJ, Riggs AR, Morris AL. 2013. Acute Decompensated Heart Failure.
https://www.medscape.com/viewarticle/780685_1 diakses pada 12
Juni 2019
Gheorghiade, M., Colucci, W. S., & Swedberg, K. (2003). β-Blockers in Chronic
Heart Failure. Circulation, 107(12), 1570–1575.
https://doi.org/10.1161/01.CIR.0000065187.80707.18
Guyton & Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Joseph SM, Cedars AM, Ewald GA, et al. 2009. Acute decompensated heart failure:
contemporary medical management. Tex Heart Inst J.36:510–520.
Katzung, B. (2018). Drugs Used in Heart Failure. Dalam Basic and Clinical
Pharmacology (hlm. 212–227). Philadelphia: McGraw Hill.
Kirchhof, P., Benussi, S., Kotecha, D., Ahlsson, A., Atar, D., Casadei, B., …
Zeppenfeld, K. (2016). 2016 ESC Guidelines for the management of
atrial fibrillation developed in collaboration with EACTS. European
Heart Journal, 37(38), 2893–2962.
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehw210
McMurray, J. J. V., Adamopoulos, S., Anker, S. D., Auricchio, A., Bohm, M.,
Dickstein, K., … Ponikowski, P. (2012). ESC Guidelines for the
diagnosis and treatment of acute and chronic heart failure 2012.
European Heart Journal, 33(14), 1787–1847.
https://doi.org/10.1093/eurheartj/ehs104
Palazzuoli, A., Pellegrini, M., Ruocco, G., Martini, G., Franci, B., Campagna, M.
S., … Ronco, C. (2014). Continuous versus bolus intermittent loop
diuretic infusion in acutely decompensated heart failure: a prospective
randomized trial. Critical Care, 18(3), 2–10.
https://doi.org/10.1186/cc13952
Page, RL. 2004. Newli diagnosed Atrial Fibrillation, The new England Journal of
Medicine;351:2408-16
Palmer, B. F. (2015). Regulation of Potassium Homeostasis. Clinical
Journal of the American Society of Nephrology, 10(6),
1050–1060. https://doi.org/10.2215/CJN.08580813
Van Meyel, J. J., Smits, P., Dormans, T., Gerlag, P. G., Russel, F.
G., & Gribnau, F. W. (1994). Continuous infusion of
furosemide in the treatment of patients with congestive
heart failure and diuretic resistance. Journal of Internal
Medicine, 235(4), 329–334.