Anda di halaman 1dari 24

No. ID dan Nama Peserta : dr.

Farah Fauziah
No. ID dan Nama Wahana : RSUD Kayen Pati
Topik : Kasus Dewasa
Tanggal (kasus) : 28/12/2019 Presenter : dr. Farah Fauziah
Nama Pasien : Tn. S, 62 tahun No. RM : 043XXX
Tanggal Presentasi : Januari, 2020 Pendamping : dr. Nur Kartikasari
Tempat Presentasi : RSUD Kayen Pati
Obyektif Presentasi :
 Keilmuan   Ketrampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka
 Diagnostik √  Manajemen   Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia√  Bumil


Deskripsi : Tn. S, 62 Tahun dengan TB Paru
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan manajemen TB Paru
Bahan bahasan :  Tinjauan  Riset  Kasus   Audit
Pustaka
Cara membahas :  Diskusi  Presentasi dan  E-mail  Pos
diskusi 
Data pasien Nama: Tn. S, 62 Tahun No. RM : 043XXX
Nama klinik : RSUD Kayen Pati Telp : - Terdaftar sejak 27/12/2019
Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/ Gambaran klinis :
 Pasien datang ke IGD RSUD Kayen Pati dengan keluhan batuk berdahak ± 3 bulan.
Pasien mengatakan batuk dirasakan lebih sering pada malam hari, dahak kadang
berwarna hijau tapi kadang juga berwarna kuning. Pasien juga mengatakan adanya
demam, keringat dingin malam hari, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan yang awalnya 52 kg menjadi 50 kg dalam waktu 1 bulan. Serta pasien mengeluh
sesak.

2. Riwayat Pengobatan : -
3. Riwayat Kesehatan/penyakit :
Riwayat DM Tipe 2 (-)
Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Sakit Jantung (-)
Riwayat Asma (-)
Riwayat Alergi (-)
Riwayat Merokok (-)
4. Riwayat Keluarga : (-)
5. Riwayat Pekerjaan :
Petani
6. Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien tinggal bersama keluarga. Berobat menggunakan JKN PBI.

PEMERIKSAAN FISIK:
 KU : Lemas, Tampak sakit sedang
 Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4M6V5
 Vital sign
BP : 130/80 mmHg
HR : 80 x/menit, regular
RR : 22 x/menit
T : 37.9°C
SpO2 : 94%
BB : 50 kg
 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Simetris, Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-), Mukosa hiperemis (-), Deviasi lidah (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah, Nyeri telan (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), Deviasi Trakea (-), Massa (-), Peningkatan
JVP (-)
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)
C/ S1-II normal, reguler, Murmur (-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), sikatrik (-), caput medusa (-), hiperpigmentasi (-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Lien / Hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani.
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), Pitting edema (-/-), sianosis (-/-), CRT
<2”/<2”

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Satuan

Hb 14.20 14 – 18 g/dl
Eritrosit 4.86 4.6 – 6.2 juta/uL
Leukosit 13.5 4.0 – 10.0 ribu/uL
Hematokrit 41.5 40 – 48 %
Trombosit 136 150 – 400 ribu/uL
GDS 167 70 - 170 mg/dl
Ureum 23.7 10 - 50 mg/dl
Creatinin 0.87 0.6 - 1.1 mg/dl
Natrium 140.8 135 - 145 mmol/L
Kalium 4.17 3.5 - 5 mmol/L
Chloride 10.6 95 - 105 mmol/L

PEMERIKSAAN SPUTUM SPS


Positif (+)

PEMERIKSAAN RADIOLOGI
X-FOTO THORAX:
Kardiomegali LV
Pulmo: TB Paru

 DIAGNOSA SEMENTARA
Tuberculosis Paru

 PLANNING
1. Penatalaksanaan kegawatdaruratan
2. Melaksanakan manajemen terapi
3. Monitoring keadaan umum
4. Monitoring tanda-tanda vital
5. Monitoring SpO2

 PENATALAKSANAAN
 Nebu Ventolin + Pulmicort 1:1
 Konsul dr. Husein, Sp. PD → Advice:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam
- Po. Sucralfate syr 1 C/8 jam
- Po. FDC 4 tab/24 jam
- Po. Ambroxol 30 mg/8 jam
- Po. Paracetamol 500mg/8 jam

 PROGNOSIS
 Quo ad vitam : dubia ad bonam
 Quo ad sanactionam : dubia ad bonam
 Quo ad functionam : dubia ad bonam

Hasil pembelajaran :
1. Penegakan diagnosis Tuberculosis Paru
2. Penanganan pasien Penyakit Tuberculosis Paru
3. Manajemen pengelolaan pasien Tuberculosis Paru
SOAP

Subjektif

 KU : Batuk berdahak
 RPS : Pasien datang ke IGD RSUD Kayen Pati dengan keluhan batuk berdahak ± 3
bulan. Pasien mengatakan batuk dirasakan lebih sering pada malam hari, dahak kadang
berwarna hijau tapi kadang juga berwarna kuning. Pasien juga mengatakan adanya
demam, keringat dingin malam hari, penurunan nafsu makan, dan penurunan berat
badan yang awalnya 52 kg menjadi 50 kg dalam waktu 1 bulan. Serta pasien mengeluh
sesak.
 RPD : Tidak ada
 RPO : Tidak ada
 RPK : Tidak ada keluarga dengan keluhan serupa.
 RSOSEK : JKN PBI

Objektif

 KU : Lemas, Tampak sakit sedang


 Kesadaran : Composmentis, GCS 15 E4M6V5
 Vital sign
BP : 130/80 mmHg
HR : 80x/menit, regular
RR : 22x/menit
T : 37.9°C
SpO2 : 94%
BB : 50 kg

 Kepala
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), Sklera ikterik (-/-), Refleks cahaya (+/+)
Hidung : Simetris, Discharge (-/-), Nafas cuping hidung (-)
Mulut : Sianosis (-), Deformitas (-), Mukosa hiperemis (-), Deviasi lidah (-)
Tenggorokan : Hiperemis (-), Tonsil T1-T1, Uvula ditengah, Nyeri telan (-)
 Leher : Pembesaran KGB (-), Deviasi Trakea (-), Massa (-), Peningkatan
JVP (-)
 Thoraks :
Inspeksi : Simetris, Retraksi (-)
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
Perkusi : P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dalam batas normal
Auskultasi : P/ Vesikuler (+/+), Wheezing (-/-), Ronkhi (+/+)
C/ S1-II normal, reguler, Murmur (-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
 Abdomen
Inspeksi : Simetris, distensi (-), sikatrik (-), caput medusa (-), hiperpigmentasi
(-)
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Datar, Supel, Nyeri tekan epigastrium (-), Lien / Hepar tidak teraba
Perkusi : Timpani.
 Ekstremitas : Akral hangat (+/+), Pitting edema (-/-), sianosis (-/-), CRT
<2”/<2”,

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujuk Satuan

Hb 14.20 14 – 18 g/dl
Eritrosit 4.86 4.6 – 6.2 juta/uL
Leukosit 13.5 4.0 – 10.0 ribu/uL
Hematokrit 41.5 40 – 48 %
Trombosit 136 150 – 400 ribu/uL
GDS 167 70 - 170 mg/dl
Ureum 23.7 10 - 50 mg/dl
Creatinin 0.87 0.6 - 1.1 mg/dl
Natrium 140.8 135 - 145 mmol/L
Kalium 4.17 3.5 - 5 mmol/L
Chloride 10.6 95 - 105 mmol/L

PEMERIKSAAN SPUTUM SPS


Positif (+)
PEMERIKSAAN RADIOLOGI

X-FOTO THORAX PA
COR: CTR>50%. Apeks jantung bergerak ke laterocaudal
PULMO: corakan vesikuler meningkat
Tampak bercak dan fibrotic pada lapang atas paru kiri
Diafragma baik
Sinus kostofrenikus lancip

Kesan:
Kardiomegali LV
Pulmo: TB Paru

Assesment

- Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang, diagnosis


pasien saat masuk Bangsal Rawat Inap adalah Tuberculosis Paru
Plan

a. Terapi
Konsul dr. Husein, Sp. PD → Advice:
 Nebu Ventolin + Pulmicort 1:1
 Konsul dr. Husein, Sp. PD → Advice:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam
- Po. Sucralfate syr 1 C/8 jam
- Po. FDC 4 tab/24 jam
- Po. Ambroxol 30 mg/8 jam
- Po. Paracetamol 500mg/8 jam

b. Pendidikan
 Menjelaskan pengertian dan sebab Tuberculosis
 Menjelaskan tanda dan gejala Tuberculosis
 Menjelaskan pengobatan Tuberculosis
 Menjelaskan untuk pengendalian dan pencegahan penularan Tuberculosis

c. Konsultasi
Memberikan edukasi kepada pengantar pasien untuk mendampingi pasien selama
dirawat di rumah sakit.
Follow Up

27 Desember 2019 28 Desember 2019

S: Pasien mengatakan batuk terus-menerus, S: Pasien mengatakan batuk terus-menerus,


demam dan sesak demam dan sesak berkurang
O: O:
Keadaan Umum : Tampak sakit Keadaan Umum : Sakit sedang
sedang Kesadaran: CM GCS 15
Kesadaran: CM GCS 15 Tanda Vital
Tanda Vital BP : 120/80 mmHg
BP : 140/70 mmHg HR : 82 x/menit
HR : 88 x/menit RR : 22 x/menit
RR : 24 x/menit T : 37,7°C
T : 38,1°C SpO2 : 95%
SpO2 : 95% Mata : TAK
Mata : TAK Hidung : TAK
Hidung : TAK Mulut : TAK
Mulut : TAK Tenggorokan: TAK
Tenggorokan: TAK Leher : TAK
Leher : TAK Thoraks :
Thoraks : Inspeksi: Simetris, Retraksi (-) ,
Inspeksi: Simetris, Retraksi (-) Palpasi :
Palpasi : P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga
P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga melebar (-)
melebar (-) C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial LMCS
LMCS Perkusi:
Perkusi: P/ Sonor diseluruh lapang paru
P/ Sonor diseluruh lapang paru C/ Batas jantung-paru dbn
C/ Batas jantung-paru dbn Auskultasi:
Auskultasi: P/ Vesikuler +/+, Wheezing (+/+),
P/ Vesikuler +/+, Wheezing (-/-), Ronkhi (-/-)
Ronkhi (+/+) C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-),
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-), Gallop (-), Pulsus defisit(-)
Gallop (-), Pulsus defisit(-) Abdomen : TAK
Abdomen : TAK Ekstremitas : TAK
Ekstremitas : TAK
A:
A: Tuberculosis Paru
Tuberculosis Paru P:
P: - IVFD RL 20 tpm
- IVFD RL 20 tpm - Inj. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
- Inj. Moxifloxacin 400 mg/24 jam - Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam - Po. Sucralfate syr 1 C/8 jam
- Po. Sucralfate syr 1 C/8 jam - Po. FDC 4 tab/24 jam
- Po. Ambroxol 30 mg/8 jam - Po. Ambroxol 30 mg/8 jam
- Po. Paracetamol 500mg/8 jam - Po. Paracetamol 500mg/8 jam

29 Desember 2019
S: Pasien mengatakan batuk dan sesak
berkurang, demam (-)
O:
Keadaan Umum : Tampak sakit
sedang
Kesadaran: CM GCS 15
Tanda Vital
BP : 130/80 mmHg
HR : 85 x/menit
RR : 22 x/menit
T : 36,8°C
SpO2 : 95%
Mata : TAK
Hidung : TAK
Mulut : TAK
Tenggorokan: TAK
Leher : TAK
Thoraks :
Inspeksi: Simetris, Retraksi (-) ,
Palpasi :
P/ Taktil fremitus kanan = kiri, Sela iga
melebar (-)
C/ Ictus cordis di ICS V 2 jari medial
LMCS
Perkusi:
P/ Sonor diseluruh lapang paru
C/ Batas jantung-paru dbn
Auskultasi:
P/ Vesikuler +/+, Wheezing (+/+),
Ronkhi (-/-)
C/ S1-2 normal, Reguler, Murmur(-),
Gallop (-), Pulsus defisit(-)
Abdomen : TAK
Ekstremitas : TAK

A:
Tuberculosis Paru
P:
- IVFD RL 20 tpm
- Inj. Moxifloxacin 400 mg/24 jam
- Inj. Lansoprazole 30 mg/24 jam
- Po. Sucralfate syr 1 C/8 jam
- Po. FDC 4 tab/24 jam
- Po. Ambroxol 30 mg/8 jam
- Po. Paracetamol 500mg/8 jam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis Paru


2.1.1. Epidemiologi

Tuberkulosis (TB) merupakan penyakit menular yang masih menjadi permasalahan di dunia
kesehatan hingga saat ini. Dalam situasi TB di dunia yang memburuk dengan meningkatnya jumlah
kasus TB dan pasien TB yang tidak berhasil disembuhkan terutama di 22 negara dengan beban TB
paling tinggi di dunia, World Health Organization (WHO) melaporkan dalam Global Tuberculosis
Report 2011 terdapat perbaikan bermakna dalam pengendalian TB dengan menurunnya angka
penemuan kasus dan angka kematian akibat TB dalam dua dekade terakhir ini. Insidens TB secara
global dilaporkan menurun dengan laju 2,2% pada tahun 2010-2011. Walaupun dengan kemajuan
yang cukup berarti ini, beban global akibat TB masih tetap besar. Diperkirakan pada tahun 2011
insidens kasus TB mencapai 8,7 juta (termasuk 1,1 juta dengan koinfeksi HIV) dan 990 ribu orang
meninggal karena TB. Secara global diperkirakan insidens TB resisten obat adalah 3,7% kasus baru
dan 20% kasus dengan riwayat pengobatan. Sekitar 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB di
dunia terjadi di negara berkembang (Rahman, 2012).

Pada tahun 2011 Indonesia (dengan 0,38-0,54 juta kasus) menempati urutan keempat
setelah India, Cina, Afrika Selatan. Indonesia merupakan negara dengan beban tinggi TB pertama di
Asia Tenggara yang berhasil mencapai target Millenium Development Goals (MDG) untuk penemuan
kasus TB di atas 70% dan angka kesembuhan 85% pada tahun 2006 (WHO, 2006).

2.1.2. Definisi dan Klasifikasi

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium


tuberculosis dikenal sebagai Bakteri Tahan Asam (BTA). Sebagian besar kuman tuberkulosis
menyerang paru-paru, tetapi dapat juga menyerang organ lain yang ada pada tubuh manusia yang
dikenal dengan TB ekstraparu.
2.1.3. Kriteria Klasifikasi dan Diagnosis TB Paru

Tuberkulosis paru ialah tuberkulosis yang menyerang jaringan paru, namun tidak termasuk
pleura (selaput paru). Tuberkulosis paru diklasifikasikan berdasarkan hasil pemeriksaan
sputum/dahak BTA (Basil Tahan Asam) dan tipe penderita / riwayat pengobatan sebelumnya,
sebagai berikut :

1. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaan dahak BTA


a. Tuberkulosis Paru BTA (+)
 Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak menunjukkan hasil BTA positif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan
kelainan radiologik menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.
 Hasil pemeriksaan satu spesimen dahak menunjukkan BTA positif dan biakan
positif.
b. Tuberkulosis Paru BTA (-)
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif, gambaran klinik
dan kelainan radiologik menunjukkan tuberkulosis aktif serta tidak respons
dengan pemberian antibiotik spektrum luas.
 Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA negatif walaupun biakan
M.tuberculosis positif.
 Jika belum ada hasil pemeriksaan dahak, tulis BTA belum diperiksa.
2. Berdasarkan tipe Penderita / Riwayat Pengobatan Sebelumnya
a. Kasus Baru
Penderita yang belum pernah mendapat pengobatan dengan OAT atau
sudah pernah menelan OAT kurang dari satu bulan (30 dosis harian).
b. Kasus Kambuh (Relaps)
Penderita tuberkulosis yang sebelumnya pernah mendapat pengobatan
tuberkulosis dan telah dinyatakan sembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif atau biakan
positif.
c. Kasus Pindahan (Transfer In)
Penderita yang sedang mendapatkan pengobatan di suatu kabupaten
dan kemudian pindah berobat ke kabupaten lain. Penderita pindahan tersebut
harus membawa surat rujukan/pindah.
d. Kasus Lalai Berobat
Penderita yang sudah berobat paling kurang 1 bulan, dan berhenti 2
minggu atau lebih, kemudian datang kembali berobat. Umumnya penderita
tersebut kembali dengan hasil pemeriksaan dahak BTA positif.
e. Kasus Gagal
 Penderita BTA positif yang masih tetap positif atau kembali menjadi
positif pada akhir bulan ke-5 (satu bulan sebelum akhir pengobatan)
 Penderita dengan hasil BTA negatif gambaran radiologik positif
menjadi BTA positif pada akhir bulan ke-2 pengobatan dan atau
gambaran radiologik ulang hasilnya perburukan
f. Kasus Kronik
Penderita dengan hasil pemeriksaan dahak BTA masih positif setelah
selesai pengobatan ulang kategori 2 dengan pengawasan yang baik
g. Kasus Bekas TB
 Hasil pemeriksaan dahak mikroskopik (biakan jika ada fasilitas)
negatif dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesi TB inaktif,
terlebih gambaran radiologik serial menunjukkan gambaran yang
menetap. Riwayat pengobatan OAT yang adekuat akan lebih
mendukung
 Pada kasus dengan gambaran radiologi meragukan lesi TB aktif,
namun setelah mendapat pengobatan OAT selama 2 bulan ternyata
tidak ada perubahan gambaran radiologik
2.1.4. Tanda Gejala dan Diagnosis TB Paru

Diagnosis tuberkulosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinik, pemeriksaan


fisik/jasmani, pemeriksaan bakteriologik, radiologik dan pemeriksaan penunjang lainnya.

1. Gejala Klinik
Gejala klinik tuberkulosis dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala
respiratorik (atau gejala organ yang terlibat) dan gejala sistemik.
a. Gejala Respiratorik
 Batuk ≥ 2 minggu
 Batuk Darah
 Sesak Napas
 Nyeri Dada

Gejala respiratorik ini sangat bervariasi, dari mulai tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Kadang penderita terdiagnosis pada saat medical
check up. Bila bronkus belum terlibat dalam proses penyakit, maka penderita mungkin tidak
ada gejala batuk. Batuk yang pertama terjadi karena iritasi bronkus, dan selanjutnya batuk
diperlukan untuk membuang dahak ke luar.

Gejala tuberkulosis ekstra paru tergantung dari organ yang terlibat, misalnya pada
limfadenitis tuberkulosa akan terjadi pembesaran yang lambat dan tidak nyeri dari kelenjar
getah bening, pada meningitis tuberkulosa akan terlihat gejala meningitis, sementara pada
pleuritis tuberkulosa terdapat gejala sesak napas & kadang nyeri dada pada sisi yang rongga
pleuranya terdapat cairan.

b. Gejala Sistemik
 Demam
 Gejala sistemik lain : Malaise, keringat malam, anoreksia, penurunan
berat badan.
2. Pemeriksaan Jasmani
Pada tuberkulosis paru, kelainan yang didapat tergantung luas kelainan
struktur paru. Pada permulaan (awal) perkembangan penyakit umumnya tidak (atau
sulit sekali) menemukan kelainan. Kelainan paru pada umumnya terletak di daerah
lobus superior terutama daerah apex dan segmen posterior , serta daerah apex lobus
inferior. Pada pemeriksaan jasmani dapat ditemukan antara lain suara napas bronkial,
amforik, suara napas melemah, ronki basah, tanda-tanda penarikan paru, diafragma &
mediastinum.
3. Pemeriksaan Bakteriologik
a. Bahan Pemeriksaan
Pemeriksaan bakteriologik untuk menemukan kuman tuberkulosis
mempunyai arti yang sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Bahan
untuk pemeriksaan bakteriologik ini dapat berasal dari dahak, cairan pleura,
liquor cerebrospinal, bilasan bronkus, bilasan lambung, kurasan
bronkoalveolar (bronchoalveolar lavage/BAL), urin, faeces dan jaringan
biopsi (termasuk biopsi jarum halus/BJH). Namun, pada TB Paru, bahan
spesimen yang dilakukan pemeriksaan ialah Sputum/Dahak.
b. Cara Pengumpulan dan Pengiriman Bahan
Cara pengambilan dahak 3 kali, setiap pagi 3 hari berturut-turut atau
dengan cara :
 Sewaktu/spot (dahak sewaktu saat kunjungan)
 Dahak Pagi ( keesokan harinya )
 Sewaktu/spot ( pada saat mengantarkan dahak pagi)

Bahan pemeriksaan/spesimen yang berbentuk cairan dikumpulkan/ditampung


dalam pot yang bermulut lebar, berpenampang 6 cm atau lebih dengan tutup berulir, tidak
mudah pecah dan tidak bocor. Apabila ada fasiliti, spesimen tersebut dapat dibuat sediaan
apus pada gelas objek (difiksasi) sebelum dikirim ke laboratorium.
Spesimen dahak yang ada dalam pot (jika pada gelas objek dimasukkan ke dalam
kotak sediaan) yang akan dikirim ke laboratorium, harus dipastikan telah tertulis identitas
penderita yang sesuai dengan formulir permohonan pemeriksaan laboratorium.

Bila lokasi fasiliti laboratorium berada jauh dari klinik/tempat pelayanan penderita,
spesimen dahak dapat dikirim dengan kertas saring melalui jasa pos.

Cara pembuatan dan pengiriman dahak dengan kertas saring :

 Kertas saring dengan ukuran 10 x 10 cm, dilipat empat agar terlihat


bagian tengahnya
 Dahak yang representatif diambil dengan lidi, diletakkan di bagian
tengah dari kertas saring sebanyak 1 ml
 Kertas saring dilipat kembali dan digantung dengan melubangi pada
satu ujung yang tidak mengandung bahan dahak
 Dibiarkan tergantung selama 24 jam dalam suhu kamar di tempat yang
aman, misal di dalam dus
 Bahan dahak dalam kertas saring yang kering dimasukkan dalam
kantong plastik kecil
 Kantong plastik kemudian ditutup rapat (kedap udara) dengan
melidahapikan sisi kantong yang terbuka dengan menggunakan lidi
 Di atas kantong plastik dituliskan nama penderita dan tanggal
pengambilan dahak
 Dimasukkan ke dalam amplop dan dikirim melalui jasa pos ke alamat
laboratorium.
c. Cara Pemeriksaan Dahak dan Interpretasi
Pemeriksaan bahan dahak/sputum dapat dilakukan dengan cara
mikroskopik maupun biakan.
i. Pemeriksaan Mikroskopik
 Mikroskopik biasa : Pewarnaan Ziehl-Nielsen atau Kinyoun
Gabbett
 Mikroskopik Flouresens : Pewarnaan Auramin-Rhodamin
(Khususnya untuk screening)

lnterpretasi hasil pemeriksaan mikroskopik dari 3 kali pemeriksaan ialah


bila :

 2 kali positif, 1 kali negatif → Mikroskopik positif


 1 kali positif, 2 kali negatif → ulang BTA 3 kali , kemudian :
o bila 1 kali positif, 2 kali negatif → Mikroskopik positif
o bila 3 kali negatf → Mikroskopik negatif
ii. Pemeriksaan Biakan
Pemeriksaan biakan M.tuberculosis dengan metode konvensional ialah
dengan cara :
 Egg base media (Lowenstein-Jensen, Ogawa, Kudoh)
 Agar base media : Middle brook
4. Pemeriksaan Radiologik
Pemeriksaan standar ialah foto toraks PA dengan atau tanpa foto lateral.
Pemeriksaan lain atas indikasi : foto apiko-lordotik, oblik, CT-Scan. Pada
pemeriksaan foto toraks, tuberkulosis dapat memberi gambaran bermacam-macam
bentuk (multiform). Gambaran radiologik yang dicurigai sebagai lesi TB aktif :
 Bayangan berawan / nodular di segmen apikal dan posterior lobus atas paru
dan segmen superior lobus bawah
 Kaviti, terutama lebih dari satu, dikelilingi oleh bayangan opak berawan atau
nodular
 Bayangan bercak milier
 Efusi pleura unilateral (umumnya) atau bilateral (jarang)

Gambaran radiologik yang dicurigai lesi TB inaktif :

 Fibrotik pada segmen apikal dan atau posterior lobus atas


 Kalsifikasi atau fibrotik
 Kompleks ranke
 Fibrotoraks/Fibrosis parenkim paru dan atau penebalan pleura

2.1.5. Pengobatan Tuberkulosis

Pengobatan TB menggunakan obat utama (lini 1) berupa : Rifampisin (R), INH (H),
Pirazinamid (Z), Ethambutol (E), dan Streptomisin (S). Panduan Pengobatan Tuberkulosis dibagi
menjadi :

 TB Paru (Kasus Baru), BTA Positif atau lesi luas


o 2 RHZE / 4RH atau 2 RHZE /4R3H3
o Panduan pengobatan ini diberikan pada :
 TB paru BTA (+), kasus baru
 TB paru BTA (-), dengan gambaran radiologik lesi luas
 TB di luar paru kasus berat
o Fase lanjutan diberikan selama 7 bulan dengan panduan 2RHZE / 7RH atau
2RHZE / 7R3H3 pada :
 TB dengan lesi luas
 Disertai penyakit komorbid (DM, pemakaian obat kortikosteroid / obat
imunosupresi)
 TB kasus berat (Milier, dll)
 TB Paru Kasus Kambuh
o 3RHZE / 6RH atau 2RHZES/ 1RHZE/ 5R3H3E3
 TB Paru Gagal Pengobatan
o 2RHZES/ 1 RHZE/ 5R3H3E3
 TB Paru Lalai Berobat
Penderita TB paru kasus lalai berobat, akan dimulai pengobatan kembali sesuai
dengan kriteria sebagai berikut :
o Penderita yang menghentikan pengobatannya < 2 minggu, pengobatan OAT
dilanjutkan sesuai jadual
o Penderita menghentikan pengobatannya 2 minggu
 Berobat 4 bulan , BTA negatif dan klinik, radiologik negatif,
pengobatan OAT STOP
 Berobat > 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang lebih kuat dan jangka waktu pengobatan yang lebih
lama
 Berobat < 4 bulan, BTA positif : pengobatan dimulai dari awal dengan
paduan obat yang sama
 Berobat < 4 bulan , berhenti berobat > 1 bulan , BTA negatif, akan
tetapi klinik dan atau radiologik positif : pengobatan dimulai dari awal
dengan paduan obat yang sama
 Berobat < 4 bulan, BTA negatif, berhenti berobat 2-4 minggu
pengobatan diteruskan kembali sesuai jadual.
 TB Paru Kasus Kronik
o Pengobatan TB paru kasus kronik, jika belum ada hasil uji resistensi, berikan
RHZES. Jika telah ada hasil uji resistensi, sesuaikan dengan hasil uji resistensi
(minimal terdapat 2 macam OAT yang masih sensitif dengan H tetap
diberikan walaupun resisten) ditambah dengan obat lain seperti kuinolon,
betalaktam, makrolid
o Jika tidak mampu dapat diberikan INH seumur hidup
o Pertimbangkan pembedahan untuk meningkatkan kemungkinan penyembuhan
Kasus TB paru kronik perlu dirujuk ke ahli paru.
2.2. Program dan Standar Pengendalian TB
Pengobatan kasus TB merupakan salah satu strategi utama pengendalian TB karena dapat
memutuskan rantai penularan. Meskipun Program Pengendalian TB Nasional telah berhasil
mencapai target angka penemuan dan angka kesembuhan, penatalaksanaan TB di sebagian besar
rumah sakit dan praktik swasta belum sesuai dengan strategi Directly Observed Treatment Short-
course (DOTS) dan penerapan standar pelayanan berdasar International Standards for Tuberculosis
Care (ISTC).

Pada tahun 1995 Program Nasional Pengendalian TUBERKULOSIS mulai menerapkan strategi
directly observed treatment short course (DOTS) dan dilaksanakan di Puskesmas secara bertahap.
Sejak tahun 2000 strategi DOTS dilaksanakan secara nasional di seluruh fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) terutama Puskesmas yang diintegrasikan dalam pelayanan kesehatan dasar.

Pada awalnya, penerapan strategi DOTS di Indonesia hanya dilaksanakan di pusat kesehatan
masyarakat (puskesmas). Seiring berjalannya waktu, strategi DOTS mulai dikembangkan di Balai
Kesehatan Paru Masyarakat (BKPM) dan rumah sakit baik pemerintah maupun swasta. Hasil survei
prevalens TB tahun 2004 melaporkan bahwa pola pencarian pengobatan sebagian besar pasien TB
ketika pertama kali sakit adalah rumah sakit sehingga melibatkan rumah sakit untuk melaksanakan
strategi DOTS menjadi sesuatu yang penting yang memberikan kontribusi berarti terhadap upaya
penemuan pasien TB.

Dalam pelaksanaan program DOTS TB, terdapat 5 komponen utama, yaitu:

1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB Nasional


2. Penemuan kasus TB dengan pemeriksaan BTA mikroskopis
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku / standar

Pelaksanaan program tentunya memerlukan kerja sama antara pelaksana dan peserta /
target sasaran program, dimana pelaksanaan program dengan outcome yang diharapkan dapat
terwujud dengan adanya kerja sama yang baik dan sikap kooperatif peserta program.
2.3. Pengendalian dan Pencegahan TB berbasis Lingkungan
Lingkungan fisik rumah adalah lingkungan fisik sehari-hari yang dialami dan dijalani
penderita TB paru atau kondisi rumah dan berbagai perangkat yang ada di dalamnya yang meliputi
bentuk, kondisi bangunan serta padat hunian dalam rumah merupakan hal yang mendasar yang
dapat mempengaruhi penyembuhan dan penyebaran TB paru yang selanjutnya dapat berdampak
pada kesehatan keluarga serta lingkungan (Notoadmojo, 2003).

Dalam pencegahan penyakit TB Paru sangat perlu menjaga lingkungan yang sehat
seperti pengaturan syarat – syarat rumah yang sehat diantaranya luas bangunan rumah,
ventilasi pencahayaan dengan jumlah anggota keluarga serta kebersihan lingkungan tempat
tinggal. Beberapa upaya pencegahan penyakit TB Paru berbasis lingkungan yang dapat
dilakukan antara lain :
1. Satu kamar di huni tidak lebih dari 2 orang atau sebaiknya luas kamar lebih atau sama
dengan 10 m²/orang.
2. Lantai rumah sebaiknya di semen dan memperbaiki ventilasi serta menambah
ventilasi buatan.
3. Selalu membuka pintu atau jendela terutama di pagi hari agar pencahayaan alami
dapat masuk ke dalam rumah.
4. Menutup mulut bila batuk atau bersin bagi penderita maupun bukan penderita jika
salin berdekatan.
5. Tidak meludah di sembarang tempat, upayakan meludah pada tempat yang terkena
sinar matahari atau I tempat khusus seperti tempat sampah.
6. Menjemur tempat tidur bekas penderita secara teratur karena kuman tuberkulosis akan
mati bila terkena sinar matahari.
7. Menjaga kebersihan diri, baik perorangan maupun keluarga serta menjaga kesehatan
badan agar sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.
8. Di usahakan tidur terpisah dengan penderita dan menjaga jarak aman ketika
berhadapan dengan penderita TB Paru.
9. Bagi penderita di usahakan istirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi.
10. Hindari melakukan hal-hal yang dapat melemahkan sistem imunitas, seperti begadang
dan kurang istirahat.

Selain upaya berbasis lingkungan, pencegahan TB juga dapat dilakukan dengan cara
melakukan pengawasan dan interaksi terhadap penderita berupa :
1. Meningkatkan daya tahan tubuh, terhadap bayi harus diberikan vaksinasiBCG.
2. Memberikan penyuluhan tentang penyakit TB Paru yang meliputi gejala, bahaya dan
akibat yang akan ditimbulkan.
3. Isolasi, pemeriksaan kepada orang-orang yang terinfeksi, pengobatankhusus TBC.
Pengobatan di rumah sakit hanya bagi penderita yang kategori berat yang memerlukan
pengembangan program pengobatannya yang karena alas an-alasan sosial, ekonomi
dan medis tidak dikehendaki pengobatan jalan.
4. Tuberkulin test bagi seluruh anggota keluarga dengan foto rontgen yang bereaksi
positif, apabila cara-cara ini negative, perlu di ulang pemeriksaan tiap bulan selama 3
bulan.
5. Pengobatan khusus bagi penderita aktif. Obat-obat kombinasi yang telah ditetapkan
oleh dokter diminum secara teratur selama sakit.

Anda mungkin juga menyukai