Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN KASUS

LAKI-LAKI USIA 38 TAHUN DENGAN STATUS EPILEPTIKUS,


VERTIGO CENTRAL, DIABETES MELITUS, HIPERTENSI, SUPRA
VENTRIKEL TACHYCARDIA

DISUSUN OLEH:
dr. Deny Guslipat Nasiandeka
dr. Indra Dwi Setiawan
dr. Tengku Maulana Ramzi

PENDAMPING :
dr. Fitri Sp.S

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RSU ADVENT BANDAR LAMPUNG
ANGKATAN II PERIODE 2023

i
HALAMAN PENGESAHAN

Laporan kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan Program Dokter


Internsip Indonesia di RSU Advent Bandar Lampung Angkatan II Periode 2023.
Laporan kasus dengan judul:

LAKI-LAKI USIA 38 TAHUN DENGAN STATUS EPILEPTIKUS,


VERTIGO, DIABETES MELITUS, HIPERTENSI, SUPRA VENTRIKEL
TACHYCARDIA

Oleh:
dr. Deny Guslipta Nesiandeka
dr. Indra Dwi Setiawan
dr. Tengku Maulana Ramzi

Mengetahui dan menyetujui,


Pendamping Laporan Kasus

dr. Fitri Sp.S

ii
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. H
Jenis kelamin : Laki-laki
Tanggal lahir : 23 Oktober 1984
Usia : 38 tahun
Pekerjaan :
Alamat : Jl. Raya Bumisari, Gg. Ontoseno, Kedaton,
Natar, Kab. Lampung Selatan
Tanggal masuk : 10 Oktober 2023
Tanggal pemeriksaan : 10 Oktober 2023
Nomor rekam medis : 964***

B. KELUHAN UTAMA
Pusing berputar

C. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien datang dengan keluhan pusing berputarsejak 1 minggu ini,
mual, muntah disangkal, nyeri dada disangkal, sesak disangkal, demam
disangkal, BAB dan BAK normal
D. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat jantung/HT/DM : HT, SVT, DM
- Riwayat merokok :+
E. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
- Riwayat keluhan serupa : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal

25
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat jantung/HT/DM : HT+DM

F. RIWAYAT PENGGUNAAN OBAT


Amlodipine 10ng 1x1, Candesartan 16mg 1x1, Bisoprolol 5mg 1x1

G. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum
Keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : compos mentis
GCS : E4V5M6
2. Antropometri
TB :
BB :
IMT :
3. Tanda vital
TD : 110/70mmHg
HR : 81x/menit
RR : 20x/menit
SpO2 : 98%
Suhu : 36.4
4. Kepala
Mesocephal (+), jejas (-)
5. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil isokor (3 mm/ 3 mm),
refleks cahaya (+/+), oedem palpebra (-/-), sekret (-/-).
6. Telinga
Deformitas (-/-), sekret (-/-), darah (-/-), nyeri (-/-).
7. Hidung
Napas cuping hidung (-/-), deformitas (-), sekret (-/-), darah (-/-).

2
8. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+), lidah kotor dan hiperemis (-)
9. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1 hiperemis (-), faring hiperemis (-),
detritus (-).
10. Leher
Pembesaran kelenjar getah bening (-)
11. Thoraks
Bentuk : normochest, simetris, retraksi (-).
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri.
Palpasi : fremitus taktil kanan = kiri
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,
bising (-)
12. Abdomen
Inspeksi : dinding perut = dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani pada seluruh regio abdomen
Palpasi : supel, nyeri tekan (-), hepatojugular reflux (-)
13. Ekstremitas:
Look : tidak terdapat jejas
Feel : bahu kiri serasa nyeri dan kebas
Move : Motorik lengan kiri 4

3
H. PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Detail Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan


RBS 394mg/dL >150
HbA1C 16.5% Diabetik>6.5
Creatinin 0.9mg/dL L= 0,7-1,5;P=0,5-1,0
BUN/Urea 12mg/dL 0-12
HbsAg Non Reaktif 0,05 Non Reaktif
Cholesterol Total 158 mg/dL 140-200
Trigliserida 88 mg/dL 25-150
HDL 41mg/dL 40-60
LDL 99mg/dL 135

Cek Urine Lengkap


Detail Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Color Yellow Yellow
S.P Gravity 1.010 1.005-1.030
Protein Negatif Negatif
Glukosa 2+ Negatif
Urobilinogen Negatif Negatif
Occult Blood Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Appearance Sl. Turbide Clear
Epithel: Round -/LPK -
Epithel: Squamous Positif/LPK Positif
Keton Negatif Negatif
Leukosit Negatif Negatif
Micr. Amoorphous Negatif/LPK Negatif
Micr. Crystals Negatif/LPK Negatif
Micr. Casts Negatif/LPK Negatif

4
Micr. RBC 0-1 Cell/LPB 0-1
Micr.WBC 0-1 Cell/LPB 0-2
Nitrit Negatif Negatif
PH 6 6-7

Cek Darah Lengkap


Detail Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan
Hemoglobin 18.5 g/dL 14-18
Hematokrit 56Vol% 37-54
Leukosit 16.0 10^3/uL 5-11
Trombosit/Platelet 41 10^3/uL 150-450
Eritrosit 6.1 10^3/uL 4.2-5.4
MCV 92fL 80-100
MCH 30pg 26-36
MCHC 33g/dL 32-36
Lymphocytes 16% 22-40
Monocyt 3% 4-8
Eosinophils 1% 1-4
Basophils 0% 0-1
Neutrop Polys 80% 36-66

5
I. PEMERIKSAAN RADIOLOGI

Hasil pemriksaan Ro Thorax:


Cor: Bentuk normal
CRT 0,5
Pulmo: Corakan paru normal
Kedua apex bersih
Tak tampak infiltrate maupun massa paru
Sinus costofrenicus kanan kiri lancip
Disfragma kanan kiri licin

Kesan : Cord an Pulmo dalam batas normal

6
Hasil Pemeriksaan Ct Scan Kepala, potongan aksial, tanpa kontras:
- Tak tampak lesi hipo/hiperdens intra calvaria,
- Struktur mediana tak deviasi,
- Sistema ventrikel tak melebar,
- Sulci & gyri normal,
- Tak tampak massa retrobulber,
- Tak tampak pemadatan intrasinus paranasal,
- Celula mastoidea kanan & kiri baik.
Kesan: Tak tampak kelainan

Hasil pemerisaan Ct scan kepala tanpa injeksi bahan kontas iv:


- Tak tampak lesi hipo/hiperdens di extracranial.
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak,
- Kedua bulbus oculi simetris, tak tampak lesi,
- Cavum nasi, sinus paranasales dan aircellulae mastodeae
normolusen,
- Batas cortex dan medulla tegas,
- Tampak lesi hipodens kecil di thalamus bilateral dan crus posterior
capsula interna bilateral,
- Sulci normal dan gyri tak prominen,
- Sistema ventrikel tak tampak melebar,
- Tak tampak deviasi midline.
Kesan :
Sugestif lacunar infact di thalamus bilateral dan crus posterior capsula
interna bilateral.

7
J. PEMERIKSAAN

Kesan :
K. DIAGNOSIS BANDING
1. Stroke + Vertigo Central + DM+HT+SVT
2. Hemiparese Sinistra + Vertigo Perifer + DM+HT+SVT

8
L. DIAGNOSIS KERJA
Stroke + Vertigo Central+ DM+HT+SVT

M. TATALAKSANA
IGD:
Rawat inap terapi lanjut dr. Fitri Sp.S :
CT Scan kepala lapor hasil
Konsul Sp.PD
Konsul Sp.JP
Inj Citicholin 2x1
Betahostine 6mg 3x1
Flunarizine 5mg 1x1
Omz 20mg 1x1

Jawaban dr. Sigit Sp.JP : Obat rutin jantung lanjut

N. PLAN
Ro Thorax, CT Scan kepala lapor hasil, CBC DIFF, Na/K, EKG

Konsul Sp.PD
Konsul Sp.JP

O. PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
Ad fungsionam : dubia ad bonam

9
P. FOLLOW UP

Tanggal/DPH S O A P

10/10/2023 pusing berputar, mual, KU: tampak sakit sedang Stroke + vertigo Instruksi PPA:
kebas extremitas atas Kesadaran: CM sentral 1. IVFD RL 20 tpm
kiri Tanda vital: 2. Inj. Citicoline 2x1
TD: 110/80 mmHg 3. Betahistine tab 6 mg 3x1
HR: 81x/menit 4. Flunarizine tab 5 mg 1x1
RR: 20x/menit 5. Omeprazole tab 20 mg 1x1
T: 36,5ºC
SpO2: 99%
Pemeriksaan fisik:
Kepala: normocephal
Mata: CA (-/-), reflek cahaya (+/+)
Hidung: NCH (-/-)
Mulut: mukosa basah (+)
Leher: pembesaran KGB (-)
Thorax: simetris (+), retraksi (-)
Cor: BJ I-II reguler, bising (-)

25
Pulmo: SDV (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen: supel, nyeri tekan (-),
bising usus (+) normal
Ektremitas: motorik lengan kiri 4
akral : hangat (+/+/+/+), CRT<2s
Pemeriksaan penunjang:
1. CBC-diff
2. HBsAg Rapid
3. RBS
4. CT-Scan kepala

11/10/2023 Lengan kiri kaku KU: tampak sakit sedang Observasi kejang Instruksi:
11.08 WIB mata melirik ke kiri Kesadaran: apatis E: 4, M : 5, V: 4 suspect epilepsi, Sp.S
berulang beberapa Tanda vital: vertigo, HT, DM 1. Plan : EEG saat rawat jalan
kali dalam minggu TD: 130/80 mmHg 2. Phenitoin 100 mg cap 2x1 awasi
ini, kejang kurang HR: 77x/menit tanda alergi obat, stop bila alergi
lebih berlangsung 5 RR: 20x/menit obat
menit, kejang seperti T: 36,3ºC
ngorok susah bicara SpO2: 98%

11
Pemeriksaan fisik: Intruksi :
Mual berkurang, Kepala: mesocephal Sp. PD.
nyeri kepala Mata: CA (-/-), reflek cahaya (+/+) 1. Diet DM 1500 kkol per hari
berkurang, pusing Hidung: NCH (-/-) 2. Inj. Lantus 12 unit SC malam
berputar + Mulut: mukosa basah (+) 3. Glimepiride 2x2mg AC
Leher: pembesaran KGB (-) 4. Vildagliptin 1x50 mg siang AC
Thorax: simetris (+), retraksi (-)
Cor: BJ I-II reguler, bising (-)
Pulmo: SDV (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen: supel, nyeri tekan (-),
bising usus (+) normal
Ektremitas: atas kiri, mot 5
akral hangat (+/+/+/+), CRT<2s
Pemeriksaan Penunjang :
Hba1C
BUN-CR
Kalium
Natrium

12
Lipid profil RBS tiap pre meal

11/10/2023 Kejang ketiga KU: tampak sakit sedang Status epileptikus + Instruksi:
12.37 WIB Sedang masuk Kesadaran: Sopor E:3 V:5 M:2 SVT+HT+DM 1. Masuk ICU, edukasi ke istri OS acc
phenitoin drip, Tanda vital: untuk masuk ICU
TD: 140/90 mmHg 2. Lapor Sp.S. bilang kejang inj, Valium
Kejang kedua diberi HR: 150x/menit pelan pelan PRN
valium inj. 3 mg RR: 30x/menit 3. Lapor Sp.An. Inj.Midazolam 5 mg
sudah stop, T: 36ºC pelan pelan
20 menit kemudian SpO2: 96%
kejang kembali diberi Pemeriksaan fisik: Intruksi :
inj. Valium 2 mg Kepala: mesocephal Sp. JP.
sampai kejang Mata: CA (-/-), reflek cahaya (+/+) 1. Bisoprolol 1x5mg pagi
berhenti Hidung: NCH (-/-) 2. Candesartan 1x8mg malam
Mulut: mukosa basah (+)
Di ruang ICU tidak Leher: pembesaran KGB (-)
sadar lalu berontak Thorax: simetris (+), retraksi (-)
saat diberi inj. Cor: BJ I-II reguler, bising (-)
Valium 10 mg pelan Pulmo: SDV (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

13
pelan Abdomen: supel(+), bising usus +
normal
Ektremitas: akral hangat (+/+/+/+),
CRT<2s

12/10/2023 Kejang tidak ada, KU: tampak sakit sedang Post Status Instruksi:
defisit neurologis Kesadaran: CM Epileptikus + Sp.S.
tidak ada. Tanda vital: SVT+HT+DM 1. Acc pindah ruangan bila sudah acc
TD: 136/89 mmHg Sp.JP. dan Sp.PD.
HR: 68x/menit 2. Phenitoin 3x1amp injeksi perlahan-
RR: 20x/menit lahan di encerkan
T: 36,8ºC 3. Dicoba makan per oral hati hati
SpO2: 99% tersedak
Pemeriksaan fisik:
Kepala: normocephal Intruksi :
Mata: CA (-/-), reflek cahaya (+/+) Sp.PD.
Hidung: NCH (-/-) 1. Pindah ruangan
Mulut: mukosa basah (+) 2. Inj.ceftriaxone 2 mg iv

14
Leher: pembesaran KGB (-) Intruksi :
Thorax: simetris (+), retraksi (-) Sp.JP.
Cor: BJ I-II reguler, bising (-) 1. Terapi Lanjut
Pulmo: SDV (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen: supel(+)
Ektremitas: akral hangat (+/+/+/+),
CRT<2s

13/10/2023 Tidak ada sesak, KU: tampak sakit ringan Post Status Instruksi:
tidak kejang, tidak Kesadaran: CM Epileptikus + Sp.JP.
ada defisit neurologis Tanda vital: SVT+HT+DM 1. Terapi Lanjut
TD: 120/80 mmHg Sp.PD.
HR: 85x/menit HM: BLPL
RR: 20x/menit 1. Glimepiride 2x2mg
T: 36ºC 2. Sitagliptin 1x100mg AC
SpO2: 99% 3. Metformin 3x500mg PC
Pemeriksaan fisik: Sp.S.
Kepala: mesocephal HM : BLPL
Mata: CA (-/-), reflek cahaya (+/+) 1. Kontrol 1 minggu

15
Hidung: NCH (-/-) 2. Phenitoin 100mg caps 4x1
Mulut: mukosa basah (+) 3. Lanjut obat HT sesui intruksi
Leher: pembesaran KGB (-) Sp.JP
Thorax: simetris (+), retraksi (-) 4. Lanjut obat DM sesuai instruksi
Cor: BJ I-II reguler, bising (-) Sp.PD.
Pulmo: SDV (+/+), rh (-/-), wh (-/-)
Abdomen: supel, bising usus (+)
normal
Ektremitas: akral hangat (+/+/+/+),
CRT<2s

16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Status epileptikus merupakan kondisi emergensi di bidang
neurologi yang berkaitan dengan tingginya angka kematian dan kecacatan
jangka panjang. Status epileptikus merupakan kondisi yang sering tidak
terdiagnosis, padahal kondisi tersebut merupakan kondisi yang dapat
mengancam jiwa (Fathia, 2017).
DESKRIPSI STATUS EPILEPTIKUS
Status epileptikus didefinisikan sebagai bangkitan yang
berkelanjutan atau seizure yang multipel tanpa adanya fase kembali sadar,
dapat diamati adanya gejala sensoris, motoris dan atau disfungsi kognitif
minimal 30 menit. Walaupun begitu, seizure pada umumnya berlangsung
hanya beberapa menit. Oleh karena itu, pada serangan seizure yang
berlangsung selama 20 menit, 10 menit atau bahkan hanya 5 menit dan
bertahan dalam kondisi tidak sadar, maka secara fungsional dikategorikan
sebagai status epilepticus (Ziai, 2009).
Terdapat 2 tipe utama dari status epileptikus yang digolongkan
berdasarkan semiologi seizure yang dibedakan oleh Gastaut menjadi
general status epileptikus dan partial status epileptikus. General status
epileptikus meliputi general convulsive status epileptikus, dapat berupa
tonik klonik status epileptikus (grand mal status epileptikus), tonik status
epileptikus, klonik status epileptikus atau myoclonic status epileptikus dan
nonconvulsive status epileptikus. Sedangkan partial status epileptikus
meliputi simple partial status epileptikus, dapat berupa gejala motorik,
sensorik atau afasia dan complex partial status epilepticus (Ziai, 2009).

B. ETIOLOGI
Etiologi status epileptikus. Lebih dari separuh pasien status
epileptikus pada anak-anak terjadi karena demam atau infeksi sebelumnya.

25
Sedangkan pada dewasa, sebagian besar partial status epileptikus
disebabkan oleh lesi fokal dari otak yang bersifat akut terutama
disebabkan oleh stroke. Sedangkan penyebab yang lain adalah penyebab
simptomatik seperti kelainan metabolik, hipoksia dan rendahnya kadar
obat antiepilepsi (Shorvon, 2009).

C. EPIDEMIOLOGI
Kejadian status epileptikus dilaporkan 10 per 100.000 sampai 40
per 100.000. Insidensi tertinggi pada usia di bawah 10 tahun (14,3 per
100.000) dan pada usia lebih dari 50 tahun (28,4 per 100.000) dengan
angka kematian tertinggi pada populasi lansia.1 Status epileptikus dapat
merupakan manifestasi awal dari epilepsi kronis pada 30% pasien,
sedangkan etiologi simptomatik akut status epileptikus pada 40% sampai
50% kasus. Di Amerika Serikat terlihat peningkatan diagnosis status
epileptikus dalam 10 tahun terakhir dan peningkatan jumlah rawat inap di
rumah sakit untuk status epileptikus, terutama pada pasien lanjut usia yang
diintubasi di unit perawatan intensif (ICU) (Betjemann, 2015).

D. PATOFISIOLOGI
Status epileptikus disebabkan oleh aktivasi neurotransmiter eksitasi
yang berlebihan dan atau aktivitas neurotransmiter inhibisi yang tidak
efektif. Eksitasi bisa berasal dari banyak sumber, seperti rangkaian
epileptogenik dari epilepsi yang sudah ada sebelumnya, eksitasi daerah
sekitar lesi struktural, atau eksitasi difus dari kondisi toksik atau
metabolik. Masukan limbik dan kortikal ini masuk ke jalur perforant
sepanjang gyrus parahippocampal dan ke neuron di gyrus dentatus. Gyrus
dentatus PRAKTIS 866 CDK-270/ vol. 45 no. 11 th. 2018 CDK-270/ vol.
45 no. 11 th. 2018 867 menjadi “rem” untuk menghambat aktivitas
neurotransmiter eksitasi, tetapi jika tidak mampu, aktivitas eksitasi masuk
kembali ke hippocampus dan kemudian kembali ke gyrus

18
parahippocampal, menciptakan sirkuit yang akan memperpanjang kondisi
status epilepticus (Fountain, 1995).

E. FAKTOR RISIKO
Terdapat beberapa faktor resiko untuk status epileptikus. Proses
akut yang potensial meliputi:
o Infeksi sistem saraf pusat (SSP) (meningitis, ensefalitis, dan abses
intrakranial)
o Kelainan metabolik (hipoglikemia, hiponatremia, hipokalsemia,
ensefalopati hepatik, dan kelainan metabolisme bawaan pada anak-
anak)
- Kecelakaan serebrovaskular
- Trauma kepala (dengan atau tanpa perdarahan intrakranial)
- Toksisitas obat
- Sindrom putus obat (misalnya, alkohol, benzodiazepin, dan barbiturat)
- Hipoksia
- Keadaan darurat hipertensi
- Gangguan autoimun (Langenbruch, 2019).

F. KLASIFIKASI
1. Berdasarkan klinis:
a. SE fokal
b. SE general/umum
2. Berdasarkan durasi:
a. SE dini (5-30 menit)
b. SE menetap/established (>30 menit)
c. SE refrakter (bangkitan tetap ada setelah mendapat dua atau tiga jenis
antikonvulsan awal dengan dosis adekuat). (Prasetyo, 2018).
3. berdasarkan ada atau tidak adanya gejala mototrik menonjol :
A. Gejala motorik yang menonjol
- SE konvulsif

19
- SE mioklonik
- Status motorik fokal
- Status tonik
- SE hiperkinetik
Tingkat gangguan kesadaran
B. Tanpa gejala motorik yang menonjol
- NCSE dengan koma
- NCSE tanpa koma
Umum :
Khas atau tidak khas
Fokal:
Tanpa gangguan kesadaran (misalnya, aura continua)
Status aphasic
Dengan gangguan kesadaran
Tidak diketahui apakah fokal atau umum
SE Otonom (Lee S. K., 2020).

1. Klasifikasi SE BERDASARKAN CSE DAN NCSE

20
G. DIAGNOSIS
Diagnosis status epileptikus konvulsif umum dilakukan
berdasarkan klinis pasien. Status epileptikus umum harus ditangani sedini
mungkin. Setelah kejang berhenti, etiologi harus segera dicari. Etiologi
paling sering adalah epilepsi, lesi struktural otak akut atau gangguan
metabolik akut (Louis, 2016).
Diagnosis status epileptikus non-konvulsif sulit ditegakkan. Pasien
dengan gangguan status mental pada unit perawatan intensif memiliki
risiko bangkitan non-konvulsif sebanding dengan tingkat keparahan
gangguan status mentalnya. Pasien koma memiliki risiko status epileptikus
non-konvulsif sebesar 30% - 40% (Claassen, 2004).
Pasien dengan kelainan neurologi primer seperti perdarahan,
tumor, stroke, dan ensefalitis memiliki risiko tinggi mengalami status
epileptikus. Pemeriksaan CT scan kepala tanpa kontras merupakan
langkah pertama untuk mengevaluasi etiologi struktural. Jika pemeriksaan
darah lengkap dan CT scan tidak menemukan penyebab pasti, perlu
dipertimbangkan pemeriksaan MRI. Pasien demam disertai leukositosis
dan kaku kuduk, harus dicurigai mengalami infeksi sistem saraf pusat
seperti meningitis dan ensefalitis serta harus dilakukan pungsi lumbal
(Hantus, 2016).
Pemeriksaan Fisik
1. Tanda vital: Tekanan darah, eksklusi ensefalopati hipertensi dan syok
2. Suhu, eksklusi hipertermia
3. Nadi, eksklusi aritmia yang berbahaya
Pemeriksaan Penunjang
1 Analisis gas darah
2. Pungsi lumbal, kecuali jika penyebab kejang sudah dapat ditentukan atau ada
tanda peningkatan tekanan intrakranial atau defisit neurologis fokal.
3. EKG
4. Sampel urin untuk pemeriksaan toksikologi (Prasetyo, 2018).

21
H. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding dari status epileptikus meliputi:
- Keracunan akut
- Hipoksia otak katastropik dini
- Ensefalopati yang berasal dari toksik dan metabolik
- Stroke iskemik
- Kejang non-epilepsi
- Trauma (Wylie, 2017).

I. TATALAKSANA
FARMAKOLOGIS
Prinsip tatalaksana kegawatdaruratan status epileptikus konvulsif
meliputi penanganan jalan napas dan pernapasan, mempertahankan
sirkulasi, pemasangan akses intravena (jika belum dilakukan) dan
pemberian obat untuk menghentikan kejang. Suplementasi oksigen dapat
diberikan jika diperlukan. Pemeriksaan glukosa darah harus dilakukan;
jika hipoglikemia, diberikan 100 mg thiamin IV. dan 50 mL D50W IV.
Fase terapi awal harus dimulai saat durasi kejang mencapai 5 menit dan
diakhiri pada menit ke-20 saat kejang menunjukkan respons ataupun tidak
(Prasetyo, 2018).
Obat golongan benzodiazepin (terutama midazolam IM, lorazepam
IV, atau diazepam IV) direkomendasikan sebagai pilihan terapi awal atau
lini pertama. Meskipun terbukti efektif dan dapat ditoleransi dengan baik
sebagai terapi awal, fenobarbital IV harus diinjeksikan secara perlahan;
menyebabkan fenobarbital lebih tepat menjadi obat alternatif dibandingkan
obat lini pertama. Pada penanganan kejang sebelum sampai ke rumah sakit
atau jika tiga terapi pilihan benzodiazepin lini pertama tidak tersedia,
alternatifnya adalah diazepam rektal, midazolam intranasal, dan
midazolam bukal. Terapi awal harus diberikan sebagai dosis penuh
tunggal. Terapi awal tidak boleh diberikan dua kali kecuali lorazepam IV
dan diazepam IV yang bisa diulang dengan dosis penuh satu kali.

22
Beberapa panduan konsensus mencantumkan dosis berbeda; misalnya
fenobarbital sering direkomendasikan pada 20 mg/kgBB.3 Terapi lini
kedua harus dimulai saat durasi kejang mencapai 20 menit dan harus
diakhiri pada menit ke-40 sekalipun kejang masih berlanjut (Prasetyo,
2018).
Pilihan terapi lini kedua adalah fosfenitoin, asam valproat dan
levetirasetam. Tidak ada bukti salah satu pilihan terapi lebih baik dari yang
lain. Fenobarbital IV adalah alternatif pilihan terapi lini kedua jika tidak
satu pun dari ketiga terapi yang direkomendasikan tersedia.3 Terapi lini
ke-tiga harus dimulai saat durasi kejang masih terjadi hingga menit ke-40.
Akan tetapi, terapi lini ketiga tidak lebih efektif dibandingkan terapi lini
pertama dan kedua.14 Sehingga, jika terapi lini kedua gagal menghentikan
kejang, pertimbangan pengobatan harus mencakup pengulangan terapi lini
kedua atau menggunakan dosis anestesi tiopental, midazolam,
pentobarbital, atau propofol (semua dengan pemantauan EEG terus
menerus) (Prasetyo, 2018).

NONFARMAKOLOGIS
Tata laksana non-farmakoterapi meliputi tindakan bedah dan non-
bedah, salah satu tindakan nonbedah adalah modifikasi diet. Berbagai
bukti klinis menunjukkan bahwa penerapan diet konsumsi makanan rendah
karbohidrat dan tinggi lemak, atau yang dikenal sebagai diet ketogenik
mampu memperbaiki kondisi epilepsi termasuk pasien yang refrakter
dengan (Obat Anti Epilepsi) OAE (Mitchell, 2012).

J. PROGNOSIS
Angka kematian untuk pasien dengan episode pertama status
epileptikus kejang umum adalah antara 16 hingga 20 persen. Angka
kematian tergantung pada etiologi status epileptikus, dengan status
epileptikus anoksik mendekati 80 persen. Status epileptikus refraktori
memiliki angka kematian antara 35 hingga 60 persen, dengan pasien yang

23
membutuhkan barbiturat atau benzodiazepin dalam jangka waktu yang
lama akan terkena dampak terburuk. Pasien muda yang memiliki status
epileptikus refrakter kriptogenik bernasib sedikit lebih baik daripada
pasien yang lebih tua yang memiliki etiologi yang teridentifikasi.
Beberapa model in vitro menunjukkan bahwa kerusakan neurologis
permanen dapat terjadi setelah 30 menit status epileptikus. Sekitar 40
persen pasien dengan episode pertama status epileptikus mengalami
epilepsi berikutnya, dan terdapat risiko 25 hingga 30 persen status
epileptikus berulang setelah episode pertama (Hesdorffer, 2007).

24
DAFTAR PUSTAKA

Betjemann, J.P., Josephson, S.A., Lowenstein, D.H. and Burke, J.F., 2015. Trends
in status epilepticus—related hospitalizations and mortality: redefined in
US practice over time. JAMA neurology, 72(6), pp.650-655.
Claassen J, Hirsch LJ, Kreiter KT, Du EY, Sander Connolly E, Emerson RG, dkk.
Quantitative continuous EEG for detecting delayed cerebral ischemia in
patients with poor-grade subarachnoid hemorrhage. Clin Neurophysiol.
2004;115(12):2699–710.
Fountain, N.B. and Lothman, E.W., 1995. Pathophysiology of status
epilepticus. Journal of clinical neurophysiology, 12(4), pp.326-342.
Hantus S. Epilepsy emergencies: Contin Lifelong Learn Neurol. 2016;22(1):173–
90.
Hesdorffer DC, Logroscino G, Cascino GD, Hauser WA. Recurrence of afebrile
status epilepticus in a population-based study in Rochester,
Minnesota. Neurology. 2007 Jul 03;69(1):73-8. [PubMed]
Langenbruch L, Krämer J, Güler S, Möddel G, Geßner S, Melzer N, Elger CE,
Wiendl H, Budde T, Meuth SG, Kovac S. Seizures and epilepsy in
multiple sclerosis: epidemiology and prognosis in a large tertiary referral
center. J Neurol. 2019 Jul;266(7):1789-1795. [PubMed]
Lee, S.K., 2020. Diagnosis and treatment of status epilepticus. Journal of
Epilepsy Research, 10(2), p.45.
Louis ED, Mayer SA, Rowland LP. Merritt’s neurology. 13 ed. New York:
Lippincott Williams & Wilkins; 2016.
Mitchell, J.W., Seri, S. and Cavanna, A.E., 2012. Pharmacotherapeutic and non-
pharmacological options for refractory and difficult-to-treat
seizures. Journal of central nervous system disease, 4, pp.JCNSD-S8315.
Pramesti, F.A., Husna, M., Kurniawan, S.N. and Rahayu, M., Penegakan
Diagnosis Dan Tatalaksana Nonconvulsive Status Epileptikus (Ncse)
Diagnosis And Management Of Nonconvulsive Status Epilepticus (Ncse).
Mnj, Vol.03, No.01, Januari 2017

25
Prasetyo, A. and Prasetyo, B.H., 2018. Tatalaksana Status Epileptikus di Instalasi
Gawat Darurat. Cermin Dunia Kedokteran, 45(11), pp.866-868.
Prasetyo, A. and Prasetyo, B.H., 2018. Tatalaksana Status Epileptikus di Instalasi
Gawat Darurat. Cermin Dunia Kedokteran, 45(11), pp.866-868.
Shorvon, S., 2009. The classification of nonconvulsive status
epilepticus. Nonconvulsive Status Epilepticus, p.11.
Wylie, T., Sandhu, D.S. and Murr, N., 2017. Status epilepticus.
Ziai, W.C. and Kaplan, P.W., 2008, November. Seizures and status epilepticus in
the intensive care unit. In Seminars in neurology (Vol. 28, No. 05, pp.
668-681). © Thieme Medical Publishers.

26

Anda mungkin juga menyukai