Anda di halaman 1dari 18

BORANG PORTOFOLIO KASUS MEDIS

No. ID dan Nama Peserta dr. Ayu Retno Pertiwi


No.ID dan Nama Wahana RS. Bhayangkara Jitra Tk-III Polda Bengkulu

Topik Kasus Penyakit Dalam


Tanggal (kasus) 20 Maret 2018
Nama Pasien Ty. M No.RM 05.25.35
Tanggal Presentasi Pendamping dr. Mariatul aini
dr. debby
Tempat Presentasi RS. Bhayangkara Jitra Tk-III Polda Bengkulu

Objektif Presentasi

Keilmuan Keterampilan Penyegaran Tinjauan Pustaka


Diagnostik Manajemen Masalah Istimewa

Neonatus Bayi Anak Remaja Dewasa Lansia Bumi


l

Deskripsi Perempuan 45 tahun, lemas dan gusi berdarah


Tujuan Mendiagnosis dan memberikan tatalaksana yang tepat sesuai
dengan penyakit yang dialami pasien
Bahan Bahasan Tinjauan Pustaka Riset Kasus Au
dit
Cara Membahas Diskusi Presentasi dan Diskusi Email Pos

Data Utama untuk Bahan Diskusi :


Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang ke IGD RS Bhayangkara dengan keluhan gusi berdarah. Gusi berdarah dialami os
sejak 1 hari SMRS, darah berwarna merah segar volume ± 10 cc setiap kali meludah, lemas
dijumpai, demam disangkal, mimisan disangkal, nafsu makan menurun, mual dijumpai, muntah
disangkal, os sedang tidak menstruasi, riwayat jatuh disangkal, BAK normal warna kuning biasa,
BAB normal

1
Riwayat Pengobatan: os sering mengkonsumsi dexametasondan piroxicam yang dibeli tanpa
resep dokter
Riwayat Kesehatan / Penyakit : Rheumatoid arthritis (+), riwayat dengan keluhan yang sama
sebelumnya disangkal
Riwayat Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita sakit seperti ini
Riwayat Pekerjaan : -
Kondisi Lingkungan Sosial dan Fisik : Baik
PEMERIKSAAN FISIK :

1. Objektif :
Keadaan Umum : Compos mentis
Vital sign :
 TD = 120/80 mmHg
 HR = 88 x/i
 RR = 22 x/i
 T = 36.5 OC
A. Status Generalis
 Kepala
Mata : Konjugtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek cahaya (+/+), pupil isokor
(3 mm), edema palpebra (-/-).
Telinga : Liang lapang, simetris, serumen minimal
Hidung : Secret (-), pernafasan cuping hidung (-), darah (-)
Mulut : Mukosa basah, lidah kotor (-), cheilitis angularis (+)
T/H/M : Dalam batas normal
Leher : Pemb. KGB (-)

 Pulmo
Inspeksi : pergerakan dada simetris, ketinggalan pernafasan (-)
Palpasi : stem fremitus kiri = kanan
Perkusi : sonor di kedua lapang paru
Auskultasi : suara nafas vesikuler, ronki -/- di seluruh lapangan paru, wheezing-/-

2
 Jantung
Inspeksi : iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : iktus cordis tidak teraba
Perkusi : batas jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, gallop (-), murmur (-)
 Abdomen
Inspeksi : simetris
Palpasi : soepel, hepar dan lien tidak teraba
Auskultasi : peristaltik (+) N, Asites (-)
Perkusi : timpani
 Ekstremitas
Akral hangat, oedem pretibial -/-, deformitas (-)
Ekstremitas : akral hangat, perfusi baik, purpura (+), CRT< 2 detik, edema -/-/-/-

PEMERIKSAAN PENUNJANG :

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN

Hemoglobin 15,9 g/dl

Hematokrit 45 VOL%

3
Lekosit 4,0 103/L

Trombosit 4 103/L

Eritrosit 5.4 106/L

Diff: lymphochytes 0 %

Diff: monochytes 0 %

Diff: eosinophils 0 %

Diff: basophils 0 %

Diff: neutrop polys 0 %

 Faal Hemostasis

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Waktu pembekuan 2 1-2 Minute

Waktu perdarahan 30 5-15 Minute

 21 Maret 2018

PEMERIKSAAN HASIL SATUAN

Hemoglobin 13,9 g/dl

Hematokrit 39 VOL%

Lekosit 7,8 103/L

Trombosit 14 103/L

Eritrosit 4,7 106/L

 22 Maret 2018

4
PEMERIKSAAN HASIL SATUAN

Hemoglobin 13,7 g/dl

Hematokrit 39 VOL%

Lekosit 9,7 103/L

Trombosit 57 103/L

Eritrosit 4,6 106/L

 23 Maret 2018

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN

Hemoglobin 13,6 L=14-18 ; P=12-16 g/dl

Hematokrit 39 L=37-54 ; P=37-47 VOL%

Lekosit 8,4 5-11 103/L

Trombosit 97 150-450 103/L

Eritrosit 4,6 L=4,2-5,4 ; P=3,8-5,2 106/L

 Pemeriksaan Morfologi Darah Tepi


Eritrosit
 Jumlah normal, distribusi renggang
 Gambaran normokrom normositer
 Morfologi sebagian besar dalam batas normal
Leukosit

 Jumlah menurun
 Seri granulosit : neutrofil segmen (+), eosinofil (+)
 Seri non granulosit : limfosit matur (+), monosit(+)
 Tidak ditemukan blast, morfologi dalam batas normal

5
Trombosit

 Jumlah sangat menurun


 Morfologi dalam batas normal
Kesan : trombositopenia dengan leukopenia
Diagnosis
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang diagnosis kasus ini
adalah: Idiopathic Thrombocytopenia Purpura.

Penatalaksanaan
Non medikamentosa:
• Tirah baring
• Observasi tanda vital dan keluhan
Medikamentosa
• IVFD RL 20 gtt/
• Inj. Kalnex 3x1 amp IV
• Inj. Vit K 3x1 amp IV
• Inj. Omeprazole 1x1 amp
• Inj. Metilprednisolon 2x62,5 mg IV
Anjuran : konsul Sp.PD
Daftar Pustaka :
 Purwanto I. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed V. Jakarta : Pusat penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
 Alvina. 2011. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura Laboratoty Diagnosis and
Mangement. Vol 30. Jakarta : Universa Medicina
 Sianipar NB. 2014. Trombositopenia dan Berbagai Penyebabnya. Vol 41. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam. FK Universitas Brawijaya

6
 Denta M. 2015. Refarat Idiopathic Thrombocytopenic Purpura
 Hall S. Murphy M. Pavord S. 2015. Immune Thrombocytopenic Purpura information for
patients. United Kingdom : Oxford University Hospital. Available at
http://www.ouh.nhs.uk/information

Hasil Pembelajaran :

1. diagnosis ITP melalui anamnesa dan pemeriksaan fisik


2. penentuan terapi ITP
3. edukasi megenai tatalaksana penyakit ITP
SUBJEKTIF :
Pasien datang ke IGD RS Bhayngkara dengan keluhan gusi berdarah. Gusi berdarah
dialami os sejak 1 hari SMRS, darah berwarna merah segar volume ± 10 cc setiap kali meludah,
lemas dijumpai, demam disangkal, mimisan disangkal, nafsu makan menurun, mual dijumpai,
muntah disangkal, os sedang tidak menstruasi, riwayat jatuh disangkal, BAK normal warna
kuning biasa, BAB normal. Riwayat pengobatan os sering mengkonsumsi dexamethason dan
piroxicam yang dibeli tanpa resep dokter.

OBJEKTIF :
Dari hasil anamnesa didapatkan keluhan utama pasien adalah gusi berdarah dan terdapat
bintik- binti merah .
ASSESSMENT :

Idiopathic Thrombocytopenia Purpura (ITP) adalah suatu gangguan autoimun yang


ditandai dengan trombositopenia yang menetap (angka trombosit darah perifer kurang dari
150.000/µL) akibat autoantibodi yang mengikat antigen trombosit yang menyebabkan destruksi
prematur trombosit dalam sistem retikuloendotel terutama di limpa (Purwanto,2009). Antibodi
tersebut adalah IgG yang pada dasarnya ditujukan untuk menyerang antigen trombosit yaitu
kompleks GP IIb/IIIa dan GP Ib/IX, limpa merupakan lokasi utama penghancuran trombosit
(Sianipar,2014).2
Insidensi ITP pada anak terjadi antara 4,0-5,3 per 100.000, ITP akut umumnya terjadi pada
anak-anak usia antara 2-6 tahun. 7-28 % anak-anak dengan ITP akut berkembang menjadi kronik

7
15-20%. Onset penyakit biasanya mendadak, riwayat infeksi mengawali terjadinya perdarahan
berulang, sering dijumpai eksantem pada anak-anak (rubeola dan rubella) dan penyakit saluran
nafas yang disebabkan oleh virus merupakan 90% dari kasus pediatrik trombositopenia
imunologik. Virus yang paling banyak diidentifikasi adalah varisella zooster dan ebstein barr.
Manifestasi perdarahan akut pada anak biasanya ringan. ITP akut pada anak biasanya self
limiting, remisi spontan terjadi pada 90% penderita, 60% sembuh dalam 4-6 minggu lebih dari
90% sembuh dalam 3-6 bulan (Purwanto,2009).4
Insidensi ITP kronis pada dewasa adalah 58-66 kasus baru per satu juta populasi
pertahun(Purwanto,2009). ITP kronik pada umumnya terdapat pada orang dewasa dengan
median rata-rata usia 40-45 tahun dengan prevalensi tertinggi pada wanita daripada laki-laki
dengan rasio 3:1. Onset ITP kronik biasanya tidak menentu, episode perdarahan dapat
berlangsung beberapa hari sampai beberapa minggu, mungkin intermitten atau bahkan terus
menerus (Alvina,2011). 3

Patofisologi
Pada ITP masa hidup trombosit memendek jadi beberapa jam. Trombosit memiliki
Platelet Associated Antigen yang akan merangsang pembentukan autoantibodi IgG di limpa,
sumsum tulang, dan jaringan limfoid lain. Trombosit yang diselimuti autoantibodi IgG akan
mengalami percepatan pembersihan dilimpa dan di hati yang menyebabkan destruksi trombosit
secara prematur dari sirkulasi setelah berikatan dengan reseptor Fcγ yang diekspresikan oleh
makrofag jaringan dan sistem retikuloendotel di limpa dan sumsung tulang. Limpa merupakan
organ utama tempat destruksi trombosit dan tempat utama terjadinya sintesis autoantibodi. Jika
antibodi melekat pada Megakaryocyte Associated Antigen maka akan mempengaruhi
trombopoiesis. Massa megakariosit total dan perputaran trombosit meningkat secara sejajar
menjadi sekitar 5 x normal.1,2
Pada awalnya glikoprotein IIb / IIIa yang dikenali pertama kali oleh autoantibodi
sedangkan antibodi yang mengenali glikoprotein Ib / IX belum terbentuk. Trombosit yang
diselimuti autoantibodi akan berikatan dengan sel penyaji, antigen (makrofag atau dendritik)
melalui reseptor Fcg kemudian akan mengalami proses internalisasi dan degradasi. Sel penyaji

8
antigen akan merusak glikoprotein IIb / IIIa dan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein
trombosit yang lain. Sel penyaji antigen kemudian akan menjadi teraktivasi,sel penyaji antigen
teraktivasi akan mengekspresikan peptida baru pada permukaan sel dengan bantuan kostimulasi
(interaksi CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang berfungsi memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4+
T cell clone (T-cell clone 1) dan spesifisitas tambahan (T-cell clone 2). Reseptor sel
imunoglobulin sel B yang mengenali antigen trombosit (Bcell clone 2) akan menginduksi
proliferasi dan sintesis antibodi antiglikoprotein Ib / IX dan meningkatkan produksi antibodi
antiglikoprotein IIb / IIIa oleh B-cell clone 1 (Denta,2015).1,3,4

Gambar 1.1. Patogenesis Idiopathic Trombocytopenia Purpura

Gejala dan Tanda

Manifestasi perdarahan pada penderita ITP dapat berupa purpura, ekimosis dan ptekie, dan
perdarahan mukosa. Hemorrhagic vesikel atau bula dapat terlihat pada rongga mulut ataupun
permukaan mukosa lainnya. Perdarahan gusi dan epistaksis merupakan gambaran klinis yang
paling sering terjadi. Perdarahan lainnya yang dapat terjadi pada saluran cerna berupa melena dan

9
lebih jarang lagi dengan hematemesis, dan saluran genitourinaria seperti hematuria dan
menorrhagia. Tanda perdarahan spontan yang dapat dijumpai seperti ptekie, purpura, konjungtiva
dan perdarahan mukosa. Pada pasien-pasien usia muda dapat dijumpai splenomegaly ringan
(Alvina,2011).4

Gambar 1.2. Ptekie dan purpura pada pasien ITP

10
Gambar 1.3. Oral Purpura

Lamanya perdarahan serta tidak terdapatnya gejala sistemik dapat membantu dokter untuk
menyingkirkan diagnosa lain. Penting untuk anamnesis pemakaian obat-obatan yang dapat
menyebabkan trombositopenia dan pemeriksaan fisik hanya didapatkan perdarahan karena
trombosit yang rendah (ptekie, purpura, pedarahan konjungtiva dan perdarahan mukosa lainnya).
Adanya anemia dan atau neutropenia menunjukkan ke arah penyakit yang lain (Purwanto,2009).4

Golongan Obat

Antiplatelet Anagrelide, Abciximab, Eptifibatide, Tirofiban,


Ticlopidine

Antimikroba Penisilin, isoniazid, rifampin, obat-obatan sulfa,


vacomycin

Cardiovascular agent Digoxin, amiodaron, captopril hidroklorotiazid,

11
procainamid, atorvastatin, simvastatin

Gastrointestinal agents Cimetidine, ranitidin, famotidine

Neuropsychiatric agents Haloperidol, carbamazepine, methyldopa.


Phenytoin

Analgesic agnets Acetaminophen, ibuprofen, sulindac, naproxen

Anticoagulant agents Heparin, low molecular weight heparin

Immunomodulator agents Interferon α, gold, rituximab

Immunosupresant agents Mycophenolate mofetil, tacrolimus

Tabel 1.1. Obat-obatan yang menyebabkan trombositopenia

Pemeriksaan morfologi darah tepi menunjukkan eritrosit dan leukosit normal dan
diperlukan untuk menyingkirkan kelainan hematologi lainnya. Megatrombosit sering terlihat
pada pemeriksaan darah tepi. Salah satu diagnosis penting adalah pemeriksaan fungsi sumsum
tulang. Pada sumsum tulang dijumpai banyak megakariosit dan agranuler atau tidak mengandung
trombosit. Secara praktis pemeriksaan sumsum tulang dilakukan pada pasien lebih dari 40 tahun,
pasien dengan gambaran tidak khas atau pasien yang tidak berespon baik dengan terapi. Meski
tidak dianjurkan, banyak ahli pediatri merekomendasikan pemeriksaan sumsum tulang sebelum
memulai terapi kortikosteroid untuk menyingkirkan kasus leukimia akut (Purwanto,2009).2,4,5
Trombositopenia imbas obat pada kebanyakan kasus disebabkan oleh mekanisme imun.
Pada evaluasi pasien dengan trombositopenia, riwayat pengobatan termasuk obat yang dibeli
sendiri tanpa resep dokter harus ditanyakan secara teliti dan obat apapun yang baru dimulai harus
dicurigai sebagai penyebab trombositopenia. Gambaran khasnya adalah trombositopenia dan
perdarahan mukosa setelah 7-14 hari penggunaan obat baru walaupun dapat sangat bervariasi

12
(Sianipar,2014).1
Berdasarkan penjelasan tersebut diagnosa pasien lebih mengarah ke idopathic
thrombocytopenia purpura karena pada anamnesa pasien mengeluhkan gusi berdarah dimana gusi
berdarah merupakan salah satu gambaran klinis yang paling sering terjadi pada penderita ITP
akan tetapi penyebab rendahnya nilai trombosit pada pasien tidak disebabkan oleh obat-obat yang
pasien konsumsi karena obat-obatan seperti piroxicam dan dexametason tidak menyebabkan
tromsitopenia, selain itu pada pemeriksaan fisik dijumpai tanda-tanda perdarahan spontan seperti
purpura pada kedua lengan bawah dan kedua tungkai pasien. Sedangkan pada pemeriksaan darah
lengkap dijumpai nilai trombosit dibawah 150.000/µL yaitu 4.000/µL, pada pemeriksaan
morfologi darah tepi dijumpai nilai eritrosit dalam batas normal akan tetapi jumlah leukosit dan
trombosit menurun, pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan sumsum tulang.
Terapi ITP lebih ditujukan untuk menjaga jumlah trombosit dalam kisaran aman sehingga
mencegah terjadinya perdarahan mayor. Manifestasi perdarahan berat di kulit, epistaksis yang
lama, perdarahan gusi, gross hematuria, atau menorrhagia mungkin akan berlangsung jika
trombosit kurang dari 10.000/µL. Perdarahan spontan intrakranial atau post traumatic atau
perdarahan di organ internal lainnya jarang terjadi pada trombosit di kisaran antara 10.000 dan
20.000/ µL tanpa didahului penanda perdarahan sebelumnya. Terapi umum meliputi hindari
aktivitas fisik yang berlebihan untuk mencegah terjadinya trauma kepala, hindari pemakaian
obat-obatan yang mempengaruhi fungsi trombosit. Terapi khusus yakni terapi farmakologis
(Purwanto,2009).1,4,5

Penatalaksanaan
a. Prednison 5
Penatalaksanaan pada ITP adalah dengan pemberian steroid dimana steroid akan bekerja
dengan menghentikan sistem imun untuk menghancurkan trombosit dengan menurunkan level
antibodi pada aliran darah. Steroid adalah terapi yang baik untuk penderita ITP dan

13
pemberiannya hanya membutuhkan waktu yang sebentar (Hall,2015).
Terapi awal ITP dengan prednisolon atau prednison yang diberikan pada kasus-kasus yang
bukan bersifat emergensi sebagai per oral dengan dosis 1,0 – 1,5 mg/kgBB/hari selama 2
minggu. Respon prednison terjadi dalam 2 minggu dan biasanya terjadi pada minggu pertama,
bila respon baik maka kortikosteroid dilanjutkan sampai 1 bulan kemudian di tappering off.
Kriteria respon awal adalah peningkatan trombosit ≥30.000/µL, trombosit ≥50.000/µL setelah 10
hari terapi awal terhentinya perdarahan. Tidak berespon jika peningkatan trombosit < 30.000/µL,
< 50.000/µL setelah terapi 10 hari. Respon menetap bila trombosit menetap >50.000/µL setelah 6
bulan follow up (Purwanto,2009).
b. Intravenous imunoglobulin G
Intravenous imunoglobulin G (IgIV) dosis 1g/kg/ hari selama 2-3 hari berturut turut
digunakan bila terjadi perdarahan internal, saat trombosit <50.000/µL meskipun telah
mendapatkan terapi kostikosteroid dalam beberapa hari atau adanya purpura yang progresif.
Hampir 80% penderita berespon baik dengan cepat meningkatkan trombosit namun perlu
pertimbangan biaya. Mekanisme kerja IgIV pada ITP masih belum diketahui (Purwanto,2009).
c. Intravena anti D
Pemberian intravena anti D dapat meningkatan trombosit dengan mekanisme kerjanya
yaitu mendestruksi sel eritrosit rhesus D-positif yang dibersihkan oleh retikuloendoplasma di
limpa dan bersaing dengan antibodi yang menyelimuti trombosit melalui reseptor Fc reseptor
blokade, dosis yang diberikan 50 – 75 μg/kgBB/hari intravena (Denta,2015).
2. Terapi lini kedua
Untuk penderita dengan terapi standar kortikosteroid tidak membaik, ada beberapa pilihan
terapi yang dapat digunakan yakni sebagai berikut :

a. Splenektomi
Spelenektomi pada ITP dewasa dipertimbangkan sebagai terapi lini kedua yang gagal
berespon dengan terapi kortikosteroid. Efek splenektomi pada kasus yang berhasil adalah
menghilangkan tempat-tempat antibodi yang tertempel trombosit yang bersifat merusak dan

14
menghilangkan produksi antibodi anti trombin. Indikasi splenektomi sebagai berikut :
- Bila trombosit <50.000/ µL setelah 4 minggu
- Angka trombosit tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu
- Angka trombosit normal tetapi menurun bila dosis kortikosteroid diturunkan (tappering off)
Respon post splenektomi didefinisikan sebagai tak ada respon bila gagal mempertahankan
nilai trombosit ≥50.000/ µL beberapa waktu setelah splenektomi. Relaps bila nilai trombosit
turun <50.000/ µL. Respon splenektomi pada pasien-pasien ITP dewasa mempunyai respon yang
menetap sekitar dua pertiganya dan sekitar 10-15 % mempunyai respon partial.
b. Steroid dosis tinggi
Dapat diberikan deksametason 40mg/hari selama 4 hari, diulang setiap 28 hari untuk 6
siklus. Dari 10 penderita dalam penelitian semua memberi respon yang baik dengan angka AT
>100.000/ µL bertahan sekurang-kurangnya dalam 6 bulan. Pasien yang tidak berespon dengan
deksametason dosis tinggi segera diganti obat lainnya. Metilprednisolon dosis tinggi dapat
diberikan pada ITP anak dan dewasa yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional.
Dari penelitian Weil pada penderita ITP menggunakan dosis tinggi metilprednisolon 30mg/kg iv
kemudian dosisi diturunkan tiap 3 hari sampai 1 mg/kg sekali sehari. Respon steroid intravena
bersifat sementara pada semua pasien dan memerlukan steroid oral untuk menjaga agar AT tetap
adekuat.
c. IGIV dosis tinggi
Imunoglobulin intravena dosis tinggi 1 gr/kg/hari selama 2 hari berturut turut sering
dikombinasi dengan kortikosteroid akan meningkatkan AT dengan cepat. Efek samping terutama
sakit kepala, namun jika berhasil maka dapat diberikan secara intermitten atau disubstitusi
dengan anti D intravena. Metode regimen kedua adalah menggunakan dosis 400 mg/kg/hari
selama 5 hari.

d. Intravena anti D
Intravena anti D telah menunjukkan peningkatan AT 79-90% pada pasien-pasien dewasa
dengan Rh positif. Dosis anti D 50-75 µg/kg perhari IV.

15
e. Alkaloid vinka
Semua terapi golongan alkaloid vinka jarang digunakan meskipun mungkin bernilai ketika
terapi lainnya gagal dan ini diperlukan untuk meningkatkan AT dengan cepat, misalnya
vinkristin 1 mg untuk anak-anak dan 2 mg untuk dewasa diberikan secara IV setiap minggu atau
7 hari, vinblastin 5-10 mg setiap minggu selama 4-6 minggu.
f. Danazol
Danazol adalah steroid anabolik yang mempunyai efek androgenik ringan dipakai pada
pengobatan ITP dengan dosis yang lazim antara 10-15 mg/kg/hari atau dapat diberikan 200 mg
po 4 x sehari selama sedikitnya 6 bulan karena respon sering lambat. Fungsi liver harus diperiksa
setiap bulan. Bila respon terjadi, dosis diteruskan sampai dosis maksimal sekurang-kurangya 1
tahun kemudian diturunkan 200mg/hari setiap 4 bulan.
g. Imunosuppresif dan kemoterapi kombinasi
Immunosupresif diperlukan pada penderita yang gagal berespon dengan terapi lainnya.
Terapi dengan azathioprin 2mg/kg maksimal 150mg/ hari atau siklofosfamid sebagaiobat tunggal
dapat dipertimbangkan dan responnya bertahan sampai 25%. Pada penderita berat, simtomatik,
siklofosfamis 50-100 mg p.o selama 3 bulan atau siklofosfamid secara injeksi intravena 2 atau 3
siklus memakai dosis berkisar antara 500-1000 mg/m2 dengan interval 3 atau 4 minggu.
Azathioprin dengan dosis 2 mg/kg/hari atau dengan pemakaian 50-100 mg p.o, bila 3 bulan tidak
ada respon obat dihentikan, bila ada respon sampai 3 bulan, dosis dapat diturunkan sampai dosis
terkecil.
h. Dapson
Dapson diberikan dengan dosis 75-100 mg p.o perhari, respon terjdi dalam 2 bulan. Pasien-
pasien harus diperiksa G6PD, karena pada pasien dengan kadar G6PD yang rendah mempunyai
resiko hemolisis yang serius.

16
Gambar 1.4. Terapi ITP

Respon terapi 50 -75 % dengan kortikosteroid. Pasien ITP dewasa sebagian kecil
mengalami remisi spontan. Penyebab mortalitas apabila terjadi perdarahan intrakranial yang
terdapat dari 1 % perdarahan berat, insiden mortalitas sekitar 2,2 % untuk pasien berusia >40
tahun dan sampai 4,7 % untuk pasien berusia > 60 tahun.
Terapi awal yang diberikan pada pasien yakni pemberian kortikosteroid berupa inj.
Metilprednisolon dengan dosis 2x 62,5mg dimana dengan pemberian steroid ini pasien
memberikan respon awal yang baik ditunjukkan dengan peningkatan AT ≥50.000/µL yaitu

17
97.000/µL pada hari ketiga.5

PLANT :

Terapi
Non medikamentosa:
• Tirah baring
• Observasi tanda vital dan keluhan
Medikamentosa
• IVFD RL 20 gtt/
• Inj. Kalnex 3x1 amp IV
• Inj. Vit K 3x1 amp IV
• Inj. Omeprazole 1x1 amp
• Inj. Metilprednisolon 2x62,5 mg IV

- Pendidikan
 Edukasi mengenai penyakit bertujuan untuk memotivasi pasien menjalani rawat inap
agar dikonsulkan kepada pihak yang lebih berkompeten (Sp.Pd) karena pasien
menderita Idiopathic Trombocytopenia Purpura dan hal tersebut adalah Penyakit yang
harus ditangani dan di observasi setiap harinya melalui pemeriksaan fisik melihat apa
ada perdarahan spontan ataupun pemeriksaan penunjang dilihat dari kadar Trombosit.
 Edukasi juga diberikan agar pasien mulai banyak minum air putih untuk kebutuhan
cairan dalam tubuh makan makanan yang bergizi untuk membantu pemulihan
kesehatan lebih cepat.

- Konsultasi
Konsultasi ditujukan kepada dokter spesialis (Sp.Pd) untuk mendapatkan
pengobatan dan Penanganan lebih lanjut.

18

Anda mungkin juga menyukai