Anda di halaman 1dari 74

CASE REPORT

BATU STAGHORN REN SINISTRA DAN HIDRONEFROSIS


GRADE III REN SINISTRA

Disusun Oleh :
Petrosina Jendriani Angwarmase
1361050274

Pembimbing :
dr. Sonny Agus Santoso, Sp.U

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


PERIODE 24 JULI – 30 SEPTEMBER 2017
RSUD TARAKAN KALIMANTAN UTARA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN
INDONESIA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan

zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukan batu pada

kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk diseluruh

dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak

sama diberbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai

pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit

batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan

aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita

penyakit ini, sedangkan diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang

menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di

bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.1

Batu yang terletak pada ureter maupun sistem pelvikalises mampu

menimbulkan obstruksi saluran kemih dan menimbulkan kelainan struktur saluran

kemih bagian atas. Obstruksi di ureter menimbulkan hidroureter dan

hidronefrosis, batu di pielum dapat menimbulkan hidronefrosis dan batu di kaliks

mayor dapat menimbulkan kaliekstasis pada kaliks yang bersangkutan. Jika

disertai dengan infeksi sekunder dapat menimbulkan pionefrosis, urosepsis, abses

ginjal, abses perinefrik, abses paranefrik ataupun pielonefritis. Pada keadaan yang
lanjut dapat terjadi kerusakan ginjal dan jika mengenai kedua sisi ginjal

mengakibatkan gagal ginjal permanen.1

Penulisan case report ini bertujuan untuk memenuhi kewajiban

dalam kepaniteraan klinik ilmu bedah di RSUD Tarakan, Kalimantan Utara.

Selain itu, penulisan case report ini juga bertujuan untuk mempelajari tentang

batu staghorn dan hidronefrosis pada ginjal.


BAB II

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien

No. MR : 28.83.65

Nama : Tn. Y

Usia : 48 tahun

Pendidikan :-

Pekerjaan : Karyawan Swasta

Agama : Katolik

Alamat : Jelarai km 2.2 Tanjung Selor, Kabupaten Bulungan

II. Anamnesis

Anamnesis dilakukan di Poli Urologi RSUD Tarakan pada 9 Agustus 2017.

A. Keluhan Utama : nyeri pada pinggang kiri atas

B. Keluhan Tambahan : kencing berdarah

C. Riwayat Penyakit Sekarang :

Seorang pasien berusia 48 tahun datang ke Poli Urologi RSUD Tarakan

tanggal 9 Agustus 2017 dengan keluhan nyeri pada pingang kiri atas dan

kencing berdarah. Pasien merupakan rujukan dari RSUD Soemarno

Sosroatmodjo, Tanjung Selor. Mual (-), muntah (-), demam (-).


D. Riwayat Penyakit Dahulu

Riwayat hipertensi : disangkal

Riwayat asma : disangkal

Riwayat penyakit paru-paru : disangkal

Riwayat DM : disangkal

E. Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat Penyakit paru-paru : disangkal

Riwayat Penyakit Jantung : disangkal

Riwayat Hipertensi : disangkal

Riwayat DM : disangkal

Riwayat Asma : disangkal

F. Riwayat Operasi : disangkal

III. Pemeriksaan Fisik

A. Status Generalis

i. Tinggi Badan : 160 cm

Berat Badan : 78 kg

Keadaan Umum : Tampak sakit sedang

Kesadaran : Composmentis

ii. Tanda Vital

Suhu : 36.2 ⁰ C

Tekanan Darah : 172/91 mmHg


Nadi : 100x/ menit

Pernafasan : 20x/ menit

iii. Kepala :

Normochepali, rambut hitam

Mata :

Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), oedem palpebra (-/-).

Hidung : Cavum nasi lapang, deviasi septum (-), sekret (-)

Telinga : Liang telinga lapang, serumen (-), sekret (-)

Gigi : Gigi lengkap, karies (-)

Leher : Kelenjar getah bening tidak teraba membesar

iv. Thorax

Jantung

Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak

Palpasi : Ictus cordis kuat angkat

Perkusi : Redup (+)

Auskultasi : BJ I dan BJ II regular, murmur (-), gallop (-)

Pulmo

Inspeksi : Pergerakkan dinding thoraks simetris, retraksi (-)

Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri

Perkusi : Sonor seluruh lapang paru

Auskultasi : Vesikuler +/+, ronkhi (-), wheezing (-)


Abdomen

Inspeksi : perut tampak membuncit

Palpasi : Nyeri tekan pada regio lumbal kiri (+) dan regio

iliaka kiri (+)

Perkusi : Nyeri ketuk (+) pada regio lumbal kiri dan regio

iliaka kiri

Auskultasi : BU (+)

v. Ekstremitas

Superior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-

Inferior : Akral hangat, CRT < 2 detik, edema -/-

vi. Pemeriksaan Ginjal

Nyeri ketok CVA : -/+

Ballotement : -/+

IV. Pemeriksaan Penunjang

a. Hasil Pemeriksaan Hematologi

13 Agustus 2017 14 Agustus 2017 Nilai Rujukan

WBC 6,2 x 103/µL 17,1 x103/ µL 4-12 ribu/mm3

RBC 4,88 x 106/ µL 3,56 x 106/ µL LK 4,5-6

juta/mm3; PR 4,0-

5,5 juta/mm3

HGB 15,4 g/dL 11,4 g/dL LK 14-18 g/dL;

PR 12-16 g/dL
HCT 42,4% 31,2% LK 40-48%; PR

37-43%

PLT 184 x 103/ µL 135 x 103/ µL 150-450 ribu/mm3

b. Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik

13 Agustus 2017 14 Agustus 2017 Nilai Rujukan

Glukosa

GDS 93 mg/dL Normal <140

mg/dL; Pre-

diabetes 140-199

mg/dL; Diabetes

>200 mg/dL

Faal Ginjal

Ureum (Metode 23,2 g/dL 10-50 g/dL

Urease)

Kreatinin Serum 1,2 g/dL LK 0,6-1,3; PR

(Metode Jaffe- 0,5-1,0

Kinetie)

Faal Hati

SGOT/AST 19 U/l LK <40; PR <33

(Metode

IFCC,37ºC)
SGPT/ALT 29 U/l LK <41; PR <32

(Metode IFCC,

37ºC)

Elektrolit

Kalium (Metode 3,08 mmol/l 3,20 mmol/l 3,48-5,50 mmol/l

ISE)

Natrium (Metode 141,4 mmol/l 138,3 mmol/l 135-145 mmol/l

ISE)

Klorida (Metode 107,7 mmol/l 107,3 mmol/l 96-106 mmol/l

ISE)

c. Hasil Pemeriksaan Urine

13 Agustus 2017 Nilai Rujukan

Makroskopis Urine

Warna Kuning

Kejernihan/Kekeruhan Keruh

Gross Hematuria +

Urinalisis

Leukosit (leukocyte 3+ 500 Leu/µL Negatif

esterase)

Nitrit (p-arsanilic acid) - Negatif


Urobilinogen (p- - 35 µmol/l Negatif

diethylaminobenzaldehide)

Protein (tetrabromophenol 2+ 10g/l Negatif

blue)

pH 6,5 4,5-8,0

Blood/Eritrosit 3+ 200 Ery/µl Negatif

(tetramethylbenzidine)

Specific Gravity/BJ 1,020 1,010-1,030

(bromthymol blue)

Keton (sodium - mmol/l Negatif

nitroprusside)

Bilirubin (dichloroaniline - µmol/l Negatif

diazonium salt)

Glukosa ( GOD-PAP) - mmol/l Negatif

Sedimen Urine

Sel epitel 2-4 3-5/LPB

Lekosit Penuh < 5/LPB

Eritrosit Penuh < 3/LPB

Kristal -

Lain-lain -
d. USG

Ginjal Kanan : Bentuk, ukuran dan echo dalam batas normal, tampak dilatasi

pelvocalyceal system terbuka, tidak tampak echo batu

didalamnya.

Ginjal Kiri : Bentuk, ukuran dan echo dalam batas normal, tampak dilatasi

ringan pelvocalyceal system disertai multiple echo batu

didalamnya dengan salah satu ukuran 0,7 cm.

Kesan :

- Pelvocalyectasis ginjal kanan e.c susp. Ureterolithiasis

- Nephrolithiasis sinistra disertai hydronephrosis ringan ginjal kiri


e. BNO IVP

Kesan (Foto BNO): Staghorn calculi ginjal kiri

Kesan (Foto IVP): Hydronephrosis ginjal kiri grade I-II.


V. Diagnosis Pra Bedah : Batu Staghorn Sinistra dan Hidronefrosis Grade III

Sinistra

VI. Penatalaksanaan

 Rencana Tindakan:

- Cek Na/Cl/K post op

- Infus NaCl 0,9% 2000cc

- Injeksi Ceftriaxone 2x1gr

- Injeksi Ketorolac 3x1 amp

- Irigasi kateter  bila jernih tetesan pelan

- Bila Hb<10  transfusi


 Rencana Tindakan: Bivalve Nefrolitotomi Sinistra

VII. Laporan Pembedahan

DPJP Bedah : dr.Sonny Agus S, Sp.U

DPJP Anastesi : dr.Puja, Sp.An

Tempat dan Waktu : OK IBS RSUD Tarakan, 14 Agustus 2017

Lama Pembedahan : 4 jam 30 menit

Diagnosis Pra-Bedah : Batu Staghorn Sinistra dan Hidronefrosis Grade III

Sinistra

Uraian Pembedahan

- Informed consent

- 1 jam sebelum operasi diberikan Ceftriaxone 1 gr

- Posisi pasien lumbotomi sinistra dan dilakukan asepsis antisepsis pada

daerah yang akan dioperasi

- Insisi ICS XI sinistra ±10cm sampai ginjal terlihat

- Dilakukan Bivalve Nefrolitotomi dan Batu Staghorn dikeluarkan

- Jahit ginjal dan pasang drain

- Luka operasi dijahit

Tindakan Pembedahan : Bivalve Nefrolitotomi Sinistra

Diagnosa Pasca Bedah : Batu Staghorn Sinistra dan Hidronefrosis Grade

III Sinistra
Follow Up Pasien

14 Agustus 2017

S O A P

Pasien mengeluh KU : TSB Post op Bivalve - IVFD NaCl

nyeri pada luka TD : 145/85 mmHg Nefrolitotomi 0,9%

operasi HR :80x/menit - Ceftriaxone

RR : 20x/menit 1gr IV

Suhu : 36,7ºC - Ketorolac 1

ampul

- Asam

Mefenamat

500mg IV

15 Agustus 2017

S O A P

Pasien mengeluh KU : TSS Post op Bivalve - Infus NaCl

nyeri pada luka TD : 136/56 Nefrolitotomi 0,9%

operasi mmHg 1500cc/hari

HR : 98x/menit - Injeksi

RR : 20x/menit Ceftriaxone

Suhu : 36,5oC 2x1 gr


- Injeksi

Ketorolac

3x1 amp

- Injeksi

Asam

Tranexamat

3x500mg

- Injeksi

kateter.

Bila

jernihtete

san pelan.

16 Agustus 2017

S O A P

Pasien mengeluh KU : TSS Post op Bivalve - IVFD NaCl

nyeri pada luka TD : 129/72 Nefrolitotomi 0,9%

operasi mmHg 1500cc/hari

HR :106x/menit - Ceftriaxone

RR : 20x/menit 1gr/12 jam

Suhu : 36,7ºC IV

- Ketorolac
30 mg/8

jam

- Asam

Tranexamat

at 500mg/8

jam IV

- Bila kateter

jernih 

tetesan

pelan

17 Agustus 2017

S O A P

Pasien mengeluh KU : TSS Post op Bivalve - IVFD NaCl

nyeri pada luka TD : 129/72 Nefrolitotomi 0,9%

operasi dan nyeri mmHg 1500cc/hari

di ulu hati HR :106x/menit - Ceftriaxone

RR : 20x/menit 1gr/12 jam

Suhu : 36,7ºC IV

Drain 10cc - Ketorolac

Urine jernih 30 mg/8

jam
- Asam

Tranexamat

at 500mg/8

jam IV

- Ranitidin 1

amp

- Bila kateter

jernih 

aff kateter

- Aff drain

- Infus stop

- Mobilisasi

jalanan

18 Agustus 2017

S O A P

Tidak ada keluhan KU : TSR Post op Bivalve - Venflon

TD : 155/88 Nefrolitotomi - Ceftriaxone

mmHg 1gr/12 jam

HR :100x/menit - Ketorolac

RR : 20x/menit 30 mg/8

Suhu : 36,7ºC jam


- Asam

Tranexamat

at 500mg/8

jam IV

- Mobilisasi

jalan

- Aff drain

dan terapi

lanjutan

19 Agustus 2017

S O A P

Tidak ada keluhan KU : TSR Post op Bivalve - Venflon

TD : 152/83 Nefrolitotomi - Ceftriaxone

mmHg 1gr/1 jam

HR :96x/menit - Ketorolac

RR : 20x/menit 30 mg/8

Suhu : 36,5ºC jam

- Asam

Tranexamat

at 500mg/8

jam
- Mobilisasi

jalan

- Ranitidin 1

amp/1 jam
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Anatomi Sistem Urogenitalia

Sistem urogenitalia atau genitourinaria terdiri atas sistem organ

reproduksi dan urinaria. Keduanya dijadikan satu kelompok sistem urogenitalia

karena mereka saling berdekatan, berasal dari embriologi yang sama dan

menggunakan saluran yang sama sebagai alat pembuangan misalkan uretra pada

pria.1

Sistem urinaria atau disebut juga sebagai sistem ekskretori adalah sistem

organ yang memproduksi, menyimpan, dan mengalirkan urine. Pada manusia

normal, organ ini terdiri dari ginjal beserta sistem pelvikalises, ureter, buli-buli,

dan uretra. Sistem organ genitalia atau reproduksi pria terdiri atas testis,

epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, kelenjar prostat dan penis. Pada

umumnya, organ urogenitalia terletak di rongga retroperitoneal dan terlindungi

oleh organ lain yang berada disekitarnya kecuali testis, epididimis, vas deferens,

penis dan uretra.1

3.2. Anatomi Ginjal

Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di

rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknye menyerupai kacang dengan sisi

cekungnya menghadap ke medial. Cekungan ini disebut sebagai hillus renalis,


yang didalamnya terdapat apeks pelvis renalis dan struktur lain yang merawat

ginjal, yakni pembuluh darah, sistem limfatik dan sistem saraf.

Besar dan berat ginjal sangat bervariasi; hal ini tergantung pada jenis

kelamin, umur serta ada tidaknya ginjal pada sisi yang lain. Dalam hal ini, ginjal

lelaki relatif lebih besar ukurannya dari pada perempuan. Pada orang mempunyai

ginjal tunggal yang didapat sejak usia anak, ukurannya lebih besar dari pada ginjal

normal. Pada autopsi klinis didapatkan bahwa ukuran rerata ginjal orang dewasa

adalah 11,5cm (panjang)x 6cm (lebar) x 3,5cm (tebal). Beratnya bervariasi antara

120-170gram atau kurang lebih 0,4% dari berat badan.1

Gambar 1. Ginjal (sumber: https://supribadi.wordpress.com/2014/11/16/anatomi-

dan-fisiologi-sistem-perkemihan-urinaria/)
3.2.1. Struktur Disekitar Ginjal

Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrus tipis dan mengkilat

disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal, yang melekat pada

parenkim ginjal. Di luar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang

di sebelah luarnya dibatasi oleh fasia Gerota. Diantara kapsula

fibrosa ginjal dengan kapsula Gerota terdapat rongga perirenal.1

Disebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak ginjal

terdapat kelenjar anak ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga

kelenjar suprarenal yang berwarna kuning. Kelenjar adrenal

bersama-sama ginjal dan jaringan lemak perirenal dibungkus oleh

fasia Gerota. Fasia ini berfungsi sebagai barier yang menghambat

luasnya peradarahan dari parenkim ginjal serta mencegah

ekstravasasi urine pada saat terjadi trauma ginjal. Selain itu, fasia

Gerota dapat pula berfungsi sebagai barier dalam menghambat

penyebaran infeksi atau menghambat metastasis tumor ginjal ke

organ disekitarnya. Diluar fasia Gerota terdapat jaringan lemak

retroperitoneal yang terbungkus oleh peritoneum posterior. Rongga

di antara kapsula Gerota dan peritoneum ini disebut rongga

pararenal. Disebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot

punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan di

sebelah anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan

dikelilingi oleh hepar, kolon, dan duodenum; sedangkan ginjal kiri di

kelilingi oleh lien, lambung, pankreas, jejunum, dan kolon.1,2


Gambar 2. Struktur Disekitar Ginjal (sumber:

http://www.knowyourbody.net/renal-fascia.html)

3.2.2. Struktur Ginjal

Secara anatomis, ginjal terbagi menjadi 2 bagian, yaitu

korteks dan medula ginjal. Korteks ginjal terletak lebih superfisial

dan didalamnya terdapat berjuta-juta nefron. Nefron merupakan unit

fungsional terkecil ginjal. Medula ginjal yang terletak lebih

profundus banyak terdapat duktuli atau saluran kecil yang mengalir

hasil ultrafiltrasi berupa urin.1

Nefron terdiri atas glomerulus, tubulus kontortus (TC)

proksimal, Loop of Henle, TC distal, dan duktus kolegentes. Darah

yang membawa sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi (disaring) di

dalam glomerulus dan kemudian setelah sampai di tubulus ginjal,

beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalami reabsorpsi dan


zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh mengalami

sekresi membentuk urin.1

Gambar 3. a). Korteks dan Medula Ginjal. b) dan c). Nefron Ginjal (sumber:

http://anfisdeny.blogspot.co.id/p/anatomi-internal-ginjal.html)

Setiap hari tidak kurang dari 180 liter cairan tubuh difiltrasi

di glomerulus dan menghasilkan urine sebanyak 1-2 liter. Urine yang

terbentuk di dalam nefron disalurkan melalui piramida ke sistem

pelivikalises ginjal untuk kemudian disalurkan ke dalam ureter.

Sistem pelvikalises ginjal terdiri dari atas kaliks minor,

infundibulum, kaliks major dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem

palvikalises terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas

otot polos yang mampu berkontraksi untuk mengalirkan urine

sampai ke ureter.1
Gambar 4. Sistem Pelvikalises Ginjal (sumber:

http://afgunsi.blogspot.co.id/2012/08/askep-gagal-ginjal-

kronik.html)

3.2.3. Vaskularisasi Ginjal

Suplai darah ke ginjal diperankan oleh arteri dan vena

renalis. Arteri renalis merupakan cabang langsung dari aorta

abdominalis dan vena renalis yang bermuara langsung ke dalam vena

kava inferior. Vena dan arteri renalis keduanya membentuk pedikel

ginjal. Arteri memasuki ginjal dan vena keluar dari ginjal didalam

area yang disebut hilus renalis. Pada sisi kanan, vena terletak

disebelah anterior arteri renalis. Pada sisi kiri, vena renalis lebih
panjang dari pada arteri. Dibelakang dari kedua pedikel ini terdapat

pelvis renalis.1,2

Pada sisi kiri, terdapat rangkaian sistem vena yang berbeda

dengan sebelah kanan, yakni vema yang merawat gonad (vena

spermatika pada lelaki aau ovarika pada perempuan), langsung

bermuara pada vena renalis kiri. Lain halnya dengan sisi kanan, vena

tersebut bermuara secara oblik langsung ke vena kava inferior,

dibawah percabangan vena renalis dengan vena kava.1,2

Gambar 5.Vaskularisasi Ginjal

(sumber:https://www.slideshare.net/fkunila2013/anatomi-traktus-

urinarius)
Arteri renalis bercabang menjadi anterior dan posterior.

Cabang posterior merawat segmen medius dan posterior. Cabang

anterior merawat kutub (pole) atas, bawah, dan seluruh segmen

anterior ginjal. Arteri renalis bercabang menjadi arteri interlobaris,

yang berjalan didalam kolumna Bertini (diantara piramida renalis),

kemudian membelok membentuk busur mengikuti basis basis

piramida sebagai arteri kuarta dan selanjutnya menuju korteks

sebagai arteri lobularis. Arteri ini bercabang kecil menuju ke

glomeruli sebagai arteri afferen, dan dari glomeruli keluar arteri

efferen yang menuju ke tubulus ginjal. sistem arteri ginjal adalah end

arteries yaitu arteri yang tidak mempunyai anastomosis dengan

cabang dari arteri lain, sehingga jika terdapat kerusakan pad asalah

satu cabang arteri ini, berakibat timbulnya iskemia/nekrosis pada

daerah yang dilayaninya. Sistem cairan limfe ginjal dialirkan ke

dalam limfonodi yang terletak di dalam hilus ginjal. Seperti halnya

pada sistem pembuluh darah dan persarafan, sistem limfatik berada

di dalam rongga retroperitoneum.1


Gambar 6. Vaskularisasi Ginjal (2)

(sumber:https://www.slideshare.net/abdeetarmiziII/sistem-traktus-urinarius)

3.2.4. Persarafan Ginjal

Ginjal mendapat persarafan melalui pleksus renalis yang

seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Input dari sistem

simpatis meyebabkan vasokonstriksi yang menghambat aliran darah

ke ginjal. ginjal diduga tidak mendapat persarafan parasimpatis.

Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis segmen

T10-T11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya.

Oleh karena itu, dapat dimengerti bahwa nyeri di daerah pinggang

(flank) bisa merupakan nyeri referal dari ginjal.1


3.2.5. Fungsi Ginjal

Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat

penting bagi kehidupan, yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil

metabolisme dan toksin dari darah, serta mempertahankan

homeostasis cairan dan elektrolit tubuh yang kemudian dibuang

melalui urine. Fungsi tersebut diantaranya (1) mengontrol sekresi

hormon aldosteron dan ADH (antiduretik hormon) yang berperan

dalam mengatur jumlah cairan tubuh, (2) mengatur metabolisme ion

kalsium dan vitamin D, (3) menghasilkan beberapa hormon antara

lain: eritropoetin yang berperan dalam pembentukan sel darah

merah, renin yang berperan dalam mengatur tekanan darah, serta

hormon prostaglandin yang berguna dalam berbagai mekanisme

tubuh.1

3.2.6. Pembentukan Urine

Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urine

antara lain:

a. Filtrasi Glomerulus. Sewaktu darah mengalir melalui

glomerulus, plasma bebas protein tersaring melalui kapiler

glomerulus ke dalam kapsul Bowman. Dalam keadaan

normal, 20% plasma yang masuk ke glomerulus tersaring.

Proses ini, dikenal sebagai filtrasi glomerulus yang

merupakan langkah pertama dalam pembentukan urin. Secara


rerata, 125 ml filtrat glomerulus (cairan yang difiltrasi)

terbentuk secara kolektif dari seluruh glomerulus setiap

menit. Jumlah ini sama dengan 180 liter (sekitar 47,5 galon)

setiap hari. Dengan mempertimbangkan bahwa volume rerata

plasma pada orang dewasa adalah 2,75 liter, maka hal ini

berarti bahwa ginjal menyaring keseluruhan volume plasma

sekitar 65 kali sehari. Jika semua yang difiltrasi keluar

sebagai urine, semua plasma akan menjadi urin dalam waktu

kurang dari stengah jam. Namun hal ini tidak terjadi karena

tubulus ginjal dan kapiler peritubulus berhubungan erat

diseluruh panjangnya sehingga bahan-bahan dapat

dipertukarkan antara cairan di dalam tubulus dan darah di

dalam kapiler peritubulus.3

b. Reabsorpsi Tubulus. Sewaktu filtrat mengalir melalui

tubulus, bahan-bahan yang bermanfaat bagi tubuh

dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan

selektif bahan-bahan dari bagian dalam tubulus (lumen

tubulus) ke dalam darah ini disebut reabsorpsi tubulus.

Bahan-bahan yang direabsorpsi tidak keluar dari tubuh

melalui urin tapi dibawa oleh kapiler peritubulus ke sistem

vena dan kemudian ke jantung untuk di resirkulasi. Dari 180

liter plasma yang disaring per hari, sekitar 178,5 liter

direabsorpsi. Sisa 1,5 liter di tubulus mengalir ke dalam


pelvis ginjal untuk dikeluarkan sebagai urin. Secara umum,

bahan-bahan yang perlu dihemat oleh tubuh secara selektif

direabsorpsi, sementara bahan-bahan yang tidak dibutuhkan

dan harus dikeluarkan tetap berada di urin.3

c. Sekresi Tubulus. Proses ginjal ketiga, sekresi tubulus adalah

pemindahan selektif bahan-bahan dari kapiler peritubulus ke

dalam lumen tubulus. Proses ini merupakan rute kedua bagi

masuknya bahan ke dalam tubulus ginjal dari darah,

sedangkan yang pertama adalah melalui filtrasi glomerulus.

Hanya sekitar 20% dari plasma yang mengalir melalui

kapiler glomerulus difiltrasi ke dalam kapsul Bowman; sisa

80% mengalir melalui arteriol eferen ke dalam kapiler

peritubulus. Sekresi tubulus merupakan mekanisme untuk

mengeluarkan bahan dari plasma secara cepat dengan

mengekstraksi sejumlah tertentu bahan dari 80% plasma

yang tidak terfiltrasi di kapiler peritubulus dan

memindahkannya ke bahan yang sudah ada di tubulus

sebagai hasil filtrasi.3

Eksresi urin adalah pengeluaran bahan-bahan dari

tubuh ke dalam urin. Ini bukan merupakan proses terpisah tetapi

merupakan hasil ketiga dari dari proses pertama diatas. Semua

konstituen plasma yang terfiltrasi atau disekresikan tetapi tidak

direabsorpsi akan tetap di tubulus dan mengalir ke pelvis ginjal


untuk diekskresikan sebagai urin dan dikeluarkan dari tubuh.

Perhatikan bahwa semua yang difiltrasi dan direabsorpsi atau

tidak difiltrasi sama sekali masuk ke darah vena dari kapiler

peritubulus dan karenanya dipertahankan di dalam tubuh dan

tidak di ekskresikan di urin meskipun mengalir melewati ginjal.1,3

3.2.7. Keseimbangan Asam Basa

Keseimbangan asam basa tubuh dikontrol oleh kompleks

sistem bufer pada tubulus proksimal dan distal yang melibatkan

pengaturan ion fosfat, bikarbonat dan amonium; sedangkan sekresi

ion hidrogen terutama terjadi di tubulus distal.1

3.2.8. Penghasil Hormon Eritropoetin, Renin dan Prostaglandin

Renin. Pada saat darah mengalir ke ginjal, sensor didalam

ginjal menentukan jumlah kebutuhan cairan yang akan di

ekskresikan melalui urin dengan mempertimbangkan konsentrasi

elektrolit yang terkandung di dalamnya. Sebagai contoh, jika pasien

mengalami dehidrasi, ginjal akan menahan cairan tubuh tetap

beredar melalui darah sehingga urin sangat kental. Jika tubuh telah

terrehidrasi dan cairan yang beredar telah cukup, urine kembali encer

dan warnanya menjadi lebih jernih. Sistem pengaturan tadi dikontrol

oleh hormon renin yakni hormon yang diproduksi di dalam ginjal

yang berperan dalam meregulasi cairan dan tekanan darah. Hormon

ini di produksi di dalam sel juxta glomerulus sebagai respon dari


penurunan perfusi jaringan. Renin merubah angiotensinogen (dari

liver) angiotensin I, (AT I) yang kemudian dirubah oleh enzim ACE

(Angiotensin Converting Enzyme) menjadi angiotensin II (AT II)

yang menyebabkan vasokonstriksi dan reabsorpsi natrium untuk

mengembalikan fungsi perfusi jaringan.1

Eritropoetin (Epo). Ginjal juga menghasilkan eritropoetin,

yakni hormon yang merangsang jaringan hemopoetik (sumsum

tulang) membuat sel darah merah. Terdapat sel khusus yang

memantau konsentrasi oksigen dalam darah, yaitu jika kadar oksigen

turun, kadar eritropoetin meningkat dan tubuh mulai memproduksi

sel darah merah.1

Prostaglandin (PG). Prostaglandin disintesis di dalam

ginjal, tetapi peranannya belum diketahui secara pasti. Vasodilatasi

dan vasokonstriksi yang diinduksi oleh PG adalah sebagai respon

dari berbagai stimulus, diantaranya adalah peningkatan tekanan

kapsula Bowman.1

1,25-dihidroksi cholekalsiferol. Merupakan metabolit

aktif vitamin D, diproduksi oleh ginjal dan membantu

mempertahankan kadar kalsium darah. Ginjal juga memproduksi

kinin, yakni kalikrein dan bradikinin; yang biasanya menyebabkan

vasodilatasi sehingga berakibat meningkatnya produksi urine dan

eksresi natrium.1
3.3. Ureter

Ureter adalah organ berbentuk tabung kecil yang berfungsi

mengalirkan urin dari pielum (pelvis) ginjal ke dalam buli-buli. Pada orang

dewasa panjangnya lebih kurang 25-30 cm, dan diameternya 3-4 mm. Dindingnya

terdiri atas mukosa yang dilapisi oleh sel transisional, otot polos sirkuler, dan otot

polos longitudinal. Kontraksi dan relaksasi kedua otot polos itulah yang

memungkinkan terjadinya gerakan peristaltic ureter untuk mengalirkan urin ke

dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terdapat sumbatan pada lumen ureter

sehingga menyumbat aliran urin, otot polos ureter akan berkontraksi secara

berlebihan, yang bertujuan untuk mendorong/mengeluarkan sumbatan itu dari

saluran kemih. Kontraksi itu dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara

berkala, sesuai dengan irama peristaltic ureter.1

Terdapat penyempitan pada ureter, yaitu pelvi-ureter junction (perbatasan

antara pelvis renalis dan ureter), tempat pada saat ureter menyilang pada rongga

pelvis, dan pada saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Untuk kepentingan

pembedahan, ureter dibagi menjadi dua bagian, yakni ureter pars abdominalis,

yang membentang mulai dari pelvis renalis sampai menyilang vasa iliaka; dan

ureter pars pelvika, yang membentang dari persilangannya dari dengan vasa iliaka

sampai muaranya di dalam buli-buli. Secara radiologi, ureter dibagi menjadi tiga

bagian, yaitu ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas sacrum,

ureter 1/3 medial mulai dari batas atas sacrum sampai pada batas bawah sacrum,

dan ureter 1/3 distal mulai batas bawah sacrum sampai masuk ke buli-buli.1
Ureter mendapatkan persarafan otonomik simpatetik dan parasimpatetik.

Simpatetik: serabut preganglionic dari segmen spinal T10-L2, serabut post

ganglionic berasal dari coeliac, aortikorenal, mesenterika superior, dan pleksus

otonomik hypogastric inferior. Parasimpatik: serabut vagal melalui coeliac ke

ureter sebelah atas; sedangkan serabut S2-4 ke ureter bawah.1

Peranan persarafan otonomik belum jelas dan tidak berperan pada

peristaltik ureter (meskipun ada kemungkinan memodulasi gerakan tersebut).

Gelombang peristaltik berasal dari pacemaker yang berada di dalam intrinsik sel

otot polos yang terletak di kaliks minor sistem pelvikalises.1

3.4. Buli-Buli

Buli-buli atau vesika urinaria adalah organ berongga yag teridiri atas 3

lapis otot detrusor yang saling beranyaman, yaitu terletak paling dalam adalah otot

longitudinal, di tengah merupakan otot sirkuler, dan paling luar merupakan otot

longitudinal. Buli-buli berfungsi menampung urin dari ureter dan kemudian

mengeluarkannya melalui uretra dalam mekanisme miksi. Volume menampung

urin untuk orang dewasa lebih kurang 300-450 ml, sedangkan kapasitas buli-buli

pada anak menurut formula dari Koff adalah:1

Kapasitas buli-buli = [Umur + 2]x 30 ml

Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen dan

mengaktifkan pusat miksi di medulla spinalis segmen sacral S2-4. Hal ini

menyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli, dan relaksasi

sfingter uretra sehingga terjadilah proses miksi. Buli-buli mendapatkan


vaskularisasinya dari cabang arteri iliaka interna, yakni arteri vesikalis superior,

yang menyilang di depan ureter. Sistem vena dari buli-buli bermuara ke dalam

vena iliaka interna.1

3.5. Uretra

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin keluar dari buli-buli

melalui proses miksi. Secara antomis uretra dibagi menjadi dua bangian yaitu

uretra posterior dan uretra anterior. Pada pria, organ ini juga berfungsi dalam

menyalurkan air mani. Uretra dilengkapi dengan sfingter uretra interna yang

terletak pada perbatasan buli-buli dan uretra, serta sfingter uretra eksterna yang

terletak pada perbatasan uretra anterior dan posterior. Sfingter uretra interna

terdiri atas otot polos yang dipersarafi oleh sistem simpatetik sehingga pada saat

buli-buli penuh, sfingter ini terbuka. Sfingter uretra eksterna terdiri atas otot

bergaris yang dipersarafi oleh sistem somatic. Aktivitas sfingter uretra eksterna ini

dapat diperintah sesuai dengan keinginan seseorang. Pada saat kencing sfingter ini

terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing. Panjang uretra wanita

kurang lebih 3-5cm, sedangkan uretra pria dewasa kurang lebih 23-25cm.1

Uretra posterior pada pria terdiri atas uretra pars prostatika, yaitu bagian

uretra yang dilingkupi oleh kelenjar prostat, dan uretra pars membranasea. Di

bagian posterior lumen uretra prostatika, terdapat tonjolan verumontanum, dan di

sebelah proksimal dan distal dari verumontanum ini terdapat krista uretralis.1

Uretra anterior adalah bagian dari uretra yang dibungkus oleh korpus

spongiosum penis. Uretra anterior terdiri atas pars bulbosa, pars pendularis, fossa
navikularis, dan meatus uretra eksterna. Di dalam lumen uretra anterior terdapat

beberapa muara kelenjar yang berfungsi dalam proses reproduksi, yaitu kelenjar

Cowperi yang berada di dalam diafragma urogenitalis dan bermuara di uretra pars

bulbosa, serta kelenjar Littre, yaitu kelenjar parauretralis yang bermuara di uretra

pars pendularis.1

Panjang uretra wanita lebih kurang 4cm dengan diameter 8 mm. Berada di

bawah simfisis pubis dan bermuara di sebelah anterior vagina. Di dalam uretra

bermuara kelenjar periuretra, di antaranya adalah kelenjar Skene. Kurang lebih

sepertiga medial uretra, terdapat sfingter uretra eksterna yang terdiri atas otot otot

bergaris. Tonus otot sfingter uretra eksterna dan tonus otot Levator ani berfungsi

mempertahankan agar urin tetap berada di dalam buli-buli pada saat perasaan

ingin miksi. Miksi terjadi pada saat tekanan intravesika melebihi tekanan

intrauretra akibat kontraksi otot detrusor, dan relaksasi sfingter uretra eksterna.1
Gambar 7. Uretra Pria (sumber: http://urologi-

fkunram.blogspot.co.id/2009/02/striktur-uretra.html)

3.6. Kelenjar Prostat

Prostat adalah organ genitalia pria yang terletak di sebelah inferior buli-

buli, di depan rektum dan membungkus uretra posterior. Bentuknya seperti buah

kemiri dengan ukuran 4 x 3 x 2,5 cm dan beratnya kurang lebih 20 gram. Kelenjar

ini terdiri atas jaringan fibromuskular dan glandular yang terbagi dalam beberapa

daerah atau zona, yaitu zona perifer, zona sentral, zona transisional, zona

preprostatik sfingter, dan zona anterior (McNeal 1970). Secara histopatologik

kelenjar prostat terdiri atas komponen kelenjar dan stroma. Komponen stroma ini

terdiri atas otot polos, fibroblas, pembuluh darah, saraf, dan jaringan penyanggah

yang lain.1

Prostat menghasilkan suatu cairan yang merupakan salah satu komponen

dari cairan ejakulat. Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara
di uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain

pada saat ejakulasi. Volume cairan prostat merupakan ± 25% dari seluruh volume

ejakulat.1

Prostat mendapatkan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari

pleksus prostatikus. Pleksus prostatikus (pleksus pelvikus) menerima masukan

serabut parasimpatik dari korda spinalis S2-4 dan simpatik dari nervus

hipogastrikus (T10-L2). Stimulasi parasimpatik meningkatkan sekresi kelenjar

pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik menyebabkan pengeluaran

cairan prostat ke dalam uretra posterior, seperti pada saat ejakulasi. Sistem

simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula prostat, dan leher

buli- buli. Di tempat-tempat itu banyak terdapat reseptor adrenergik-α.

Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot polos tersebut. Jika

kelenjar ini mengalami hiperplasia jinak atau berubah menjadi kanker ganas dapat

membuntu uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya obstruksi saluran

kemih.1

3.7. Testis

Testis adalah organ genitalia pria yang terletak di skrotum. Ukuran testis

pada orang dewasa adalah 4 x 3 x 2,5 cm, dengan volume 15-25 ml berbentuk

ovoid. Kedua buah testis terbungkus oleh jaringan tunika albuginea yang melekat

pada testis. Di luar tunika albuginea terdapat tunika vaginalis yang terdiri atas

lapisan viseralis dan parietalis, serta tunika dartos. Otot kremaster yang berada di

sekitar testis memungkinkan testis dapat digerakkan mendekati rongga abdomen


untuk mempertahankan temperatur testis agar tetap stabil.1

Secara histopatologis, testis terdiri atas ± 250 lobuli dan tiap lobulus terdiri

atas tubuli seminiferi. Di dalam tubulus seminiferus terdapat sel-sel

spermatogonia dan sel Sertoli, sedang di antara tubuli seminiferi terdapat sel-sel

Leydig. Sel-sel spermatogonium pada proses spermatogenesis menjadi sel

spermatozoa. Sel-sel Sertoli berfungsi memberi makan pada bakal sperma,

sedangkan sel-sel Leydig atau disebut sel-sel interstisial testis berfungsi dalam

menghasilkan hormon testosteron.1

Sel-sel spermatozoa yang diproduksi di tubuli seminiferi testis disimpan

dan mengalami pematangan/maturasi di epididimis. Setelah mature (dewasa) sel-

sel spermatozoa bersama- sama dengan getah dari epididimis dan vas deferens

disalurkan menuju ke ampula vas deferens. Sel-sel itu setelah bercampur dengan

cairan-cairan dari epididimis, vas deferens, vesikula seminalis, serta cairan prostat

membentuk cairan semen atau mani.1

Testis mendapatkan darah dari beberapa cabang arteri, yaitu (1) arteri

spermatika interna yang merupakan cabang dari aorta, (2) arteri deferensialis

cabang dari arteri vesikalis inferior, dan (3) arteri kremasterika yang merupakan

cabang arteri epigastrika. Pembuluh vena yang meninggalkan testis berkumpul

membentuk pleksus Pampiniformis. Pleksus ini pada beberapa orang mengalami

dilatasi dan dikenal sebagai varikokel.1

3.8. Epididimis

Epididimis adalah organ yang berbentuk seperti sosis terdiri atas kaput,
korpus, dan kauda epididimis. Korpus epididimis dihubungkan dengan testis

melalui duktuli eferentes. Vaskularisasi epididimis berasal dari arteri testikularis

dan arteri deferensialis. Di sebelah kaudal, epididimis berhubungan dengan vasa

deferens.1

Sel-sel spermatozoa setelah diproduksi di dalam testis dialirkan ke

epididimis. Di sini spermatozoa mengalami maturasi sehingga menjadi motil

(dapat bergerak) dan disimpan di dalam kauda epididimis sebelum dialirkan ke

vas deferens.1

3.9.Vas Deferens

Vas deferens adalah organ berbentuk tabung kecil dan panjangnya 30-

35cm, bermula dari kauda epididimis dan berakhir pada duktus ejakulatorius di

uretra posterior. Dalam perjalannya menuju duktus ejakulatorius, duktus deferens

dibagi dalam beberapa bagian, yaitu (1) pars tunika vaginalis, (2) pars skrotalis (3)

pars inguinalis, (4) pars pelvikum, dan (5) pars ampularis. Pars skrotalis ini

merupakan bagian yang dipotong dan diligasi saat vasektomi.1

Duktus ini terdiri atas otot polos yang mendapatkan persarafan dari sistem

simpatik sehingga dapat berkontraksi untuk menyalurkan sperma dari epididimis

ke uretra posterior.1

3.10. Vesika Seminalis

Vesikula seminalis terletak di dasar buli-buli dan di sebelah kranial dari

kelenjar prostat. Panjangnya kurang lebih 6 cm berbentuk sakula-sakula. Vesikula

seminalis menghasilkan cairan yang merupakan bagian dari semen. Cairan ini di
antaranya adalah frukstosa, berfungsi dalam memberi nutrisi pada sperma.

Bersama-sama dengan vas deferens, vesikula seminalis bermuara di dalam duktus

ejakulatorius.1

3.11. Penis

Penis terdiri atas 3 buah korpora berbentuk silindris, yaitu 2 buah korpora

kavernosa yang saling berpasangan dan sebuah korpus spongiosum yang berada di

sebelah ventralnya. Korpora kavernosa dibungkus oleh jaringan fibroelastik

tunika albuginea sehingga merupakan satu kesatuan, sedangkan di sebelah

proksimal terpisah menjadi dua sebagai krura penis (Gambar 18A). Setiap krus

penis dibungkus oleh otot ishio-kavernosus yang kemudian menempel pada rami

osis ischii.1

Korpus spongiosum membungkus uretra mulai dari diafragma urogenitalis

dan di sebelah proksimal dilapisi oleh otot bulbo-kavernosus. Korpus spongiosum

ini berakhir pada sebelah distal sebagai glans penis seperti tampak pada gambar 1-

8B. Ketiga korpora itu dibungkus oleh fasia Buck dan lebih superfisial lagi oleh

fasia Colles atau fasia Dartos yang merupakan kelanjutan dari fasia Scarpa.1

Di dalam setiap korpus yang terbungkus oleh tunika albuginea terdapat

jaringan erektil yaitu berupa jaringan kavernus (berongga) seperti spon. Jaringan

ini terdiri atas sinusoid atau rongga lakuna yang dilapisi oleh endotelium dan otot

polos kavernosus. Rongga lakuna ini dapat menampung darah yang cukup banyak

sehingga menyebabkan ketegangan batang penis.


3.12. Fisiologi Sistem Urinaria

Sistem kemih terdiri dari organ pembentuk urin dan struktur-struktur yang

membawa urin dari ginjal ke luar untuk dieliminasi dari tubuh. Setiap ginjal

terdiri dari sekitar 1 juta unit fungsional mikroskopik yang disebut nefron yang

disatukan oleh jaringan ikat. Setiap nefron terdiri dari komponen vascular dan

komponen tubular. Bagian dominan komponen vascular nefron adalah

glomerulus, suatu kuntum kapiler berbentuk bola tempat filtrasi sebagian air dan

zat terlarut dari darah yang melewatinya. Cairan yang telah disaring ini, yang

komposisinya hampir sama dengan plasma, kemudian mengalir melewati

komponen tubular nefron. Komponen tubular nefron adalah suatu tabung

berongga berisi cairan yang dibentuk oleh suatu lapisan sel epitel. Komponen

tubulus berawal dari kapsul Bowman suatu invaginasi berdinding rangkap yang

melimgkupi glomerulus untuk mengumpulkan cairan dari kapiler glomerulus.3

Dari kapsul Bowman, cairan yang difiltrasi mengalir melalui tubulus

proksimal, yang seluruhnya terletak dalam korteks. segmen berikutnya ansa henle

(lengkung henle), membentuk lengkung berbentuk U tajam yang masuk ke dalam

medula ginjal. Pars desendens ansa henle masuk dari korteks ke dalam medula;

pars asendens berjalan balik ke korteks. pars asendens kembali ke regio

glomerulus nefronnya sendiri. Tempat saluran ini berjalan melewati garpu yang

dibentuk oleh arteriol aferen dan eferen. Sel-sel tubulus dan vaskular di titik ini

mengalami spesialisasi untuk membentuk aparatus jukstaglomerulus, suatu

struktur yang terletak di samping glomerulus. Selanjutnya tubulus kembali

membentuk kumparan erat menjadi tubulus distal, yang juga seluruhnya berada
dalam korteks. Tubulus distal mengalirkan isinya kedalam tubulus kolingentes,

dengan masing-masing duktus menerima cairan dari hingga delapan nefron

berbeda. setiap duktus kolingentes berjalan ke dalam medula untuk

mengosongkan cairan isinya (urin) ke dalam pelvis ginjal.3

Gambar 8. Nefron pada Ginjal (sumber: http://www.materikelas.com/sistem-

eksresi-ginjal-bagian-nefron-proses-pembentukan-urine-dan-gangguan-pada-

ginjal/)

Tiga proses dasar yang terlibat dalam pembentukan urin: filtrasi

glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus. cairan yang di filtrasi dari
glomerulus ke dalam kapsul Bowman harus melewati tiga lapisan yang

membentuk membran glomerulus, yaitu dinding kapiler glomerulus, membran

basal, dan lapisan dalam kapsul Bowman. secara kolektif, lapisan-lapisan ini

berfungsi sebagai saringan molekular halus yang menahan sel darah dan protein

plasma tetapi membolehkan H2O dan zat terlarut dengan ukuran molekul kecil

lewat.3

Semua konstituen plasma kecuali protein di filtrasi bersama melalui

kapiler glomerulus. Cairan filtrasi juga mengandung nutrient, elektrolit, dan bahan

lain yang dibutuhkan tubuh. Melalui filtrasi glomerulus yang terus menerus,

jumlah dari bahan-bahan yang terfiltrasi per hari lebih besar dari yang ada di

tubuh. Bahan-bahan esensial yang terfiltrasi dikembalikan ke tubuh melalui

reabsopsi tubulus, transfer diskret bahan-bahan dari lumen tubulus ke dalam

kapiler peritubulus. Pada sekresi tubulus melibatkan transport transepitel. Bahan-

bahan penting yang disekresikan oleh tubulus adalah ion hydrogen (H+), ion

kalium (K+), serta anion dan kation organic, yang banyak diantaranya adalah

senyawa asing bagi tubuh.3

Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang penting bagi kehidupan.

Yaitu sebagai filtrasi sisa hasil metabolisme dan toksin dari darah, serta

mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit tubuh, yang kemudian dibuang

melalui urin. Ginjal melakukan fungsi-fungsi spesifik berikut, yang sebagian

besar membantu mempertahankan stabilitas lingkungan cairan internal.3

1. Mempertahankan keseimbangan H2O di tubuh


2. Mempertahankan osmolaritas cairan tubah yang sesuai, terutama melalui

regulasi keseimbangan H2O. Fungsi ini penting untuk mencegah fluks-

fluks osmotik masuk atau keiuar sel, yang masing-masing dapat

menyebabkan pembengkakkan atau penciutan sel yang merugikan.

3. Mengatur jumlah dan konsentrasi sebagian besar ion CES, termasuk

natrium (Na+), klorida (Cl-), kalium (K+), kalsium (Ca2+), ion hidrogen

(H+), bikarbonat (HCO3-), fosfat (PO43-), sulfat (SO42-), dan magnesium

(Mg2+). Bahkan fluktuasi kecil konsentrasi sebagian elektrolit ini dalam

CES dapat berpengaruh besar. Sebagai contoh, perubahan konsentrasi K+

CES dapat menyebabkan disfungsi jantung yang mematikan.

4. Mempertahankan volume plasma yang tepat, yang penting dalam

pengaturan jangka panjang tekanan darah arteri. Fungsi ini dilaksanakan

melalui peran regulatorik ginjal dalam keseimbangan garam (Na+ dan Cl-)

dan H2O

5. Membantu mempertahankan keseimbangan asam-basa tubuh yang tepat

dengan menyesuaikan pengeluaran H+ dan HCO3- di urin. 


6. Mengeluarkan (mengekskresikan) produk-produk akhir (sisa) metabolisme

tubuh, misalnya urea, asam urat, dan kreatinin. Jika dibiarkan menumpuk

maka bahan-bahan sisa ini menjadi racun, terutama bagi otak. 


7. Mengeluarkan banyak senyawa asing, misalnya obat, aditif makanan,

pestisida, dan bahan eksogen non-nutritif lain yang masuk ke tubuh.

8. Menghasilkan eritropoietin, suatu hormon yang merangsang produksi sel


darah merah

9. Menghasilhan renin, suatu hormon enzim yang memicu suatu reaksi

berantai yang penting dalam penghematan garam oleh ginjal.

10. Mengubah vitamin D menjadi bentuk aktifnya

3.13. Batu Ginjal

Penyakit batu saluran kemih sudah dikenal sejak zaman Babilonia dan

zaman Mesir kuno. Sebagai salah satu buktinya adalah ditemukan batu pada

kandung kemih seorang mumi. Penyakit ini dapat menyerang penduduk diseluruh

dunia tidak terkecuali penduduk di Indonesia. Angka kejadian penyakit ini tidak

sama diberbagai belahan bumi. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai

pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai penyakit

batu saluran kemih bagian atas; hal ini karena adanya pengaruh status gizi dan

aktivitas pasien sehari-hari. Di Amerika Serikat 5-10% penduduknya menderita

penyakit ini, sedangkan diseluruh dunia rata-rata terdapat 1-12% penduduk yang

menderita batu saluran kemih. Penyakit ini merupakan tiga penyakit terbanyak di

bidang urologi disamping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna.1

Batu saluran kemih merupakan proses terbentuknya batu yang disebabkan

oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya

berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.

Berdasarkan lokasi, batu saluran kemih dapat dibagi menjadi batu saluran kemih

bagian atas yaitu batu berada dalam ginjal atau ureter, dan batu saluran kemih
bagian bawah yaitu batu berada dalam kandung kemih dan uretra. Pada umumnya

batu saluran kemih bagian atas ini merupakan batu ginjal.5

3.13.1. Definisi

Batu staghorn adalah batu ginjal yang bercabang yang menempati

lebih dari satu collecting system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke

satu atau lebih kaliks. Istilah batu cetak/ staghorn parsial digunakan jika

batu menempati sebagian cabang collecting system, sedangkan istilah batu

cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati seluruh collecting

system.5

Menurut Fabiansyah, et al (2012), batu ginjal terbentuk pada tubuli

ginjal di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis

serta seluruh kaliks ginjal. Batu yang mengisi pielum dan lebih dari dua

kaliks ginjal memberikan gambaran menyerupai tanduk rusa sehingga

disebut batu staghorn atau batu cetak ginjal.5

3.13.2. Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan

gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih,

dehidrasi dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap

(idiopatik).1

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah

terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor itu meliputi faktor
intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor

ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.1

Faktor intrinsik itu antara lain adalah:1,6

a. Herediter (keturunan): penyakit ini diduga diturunkan

dari orang tuanya

b. Umur: penyakit ini paling sering didapatkan pada usia

30-50 tahun.

c. Jenis kelamin: jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih

banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

Beberapa faktor ekstrinsik antara lain:1,6

a. Geografi: pada beberapa daerah menunjukan angka

kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada

daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt

(sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan

hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

b. Iklim dan temperatur.

c. Asupan air: kurangnya asupan air dan tingginya kadar

mineral kalsium pada air yang di konsumsi dapat

meningkatkan insiden batu saluran kemih.

d. Diet: diet banyak purin, oksalat dan kalsium

mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.


e. Pekerjaan: penyakit ini sering dijumpai pada orang yang

pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau

sedentary life.

3.13.3. Teori Proses Pembentukan Batu Saluran Kemih

Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih

terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urin

(stasis urine) yaitu pada sistem kalises ginjal atau buli-buli. Adanya

kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-pelvis), divertikel,

obstruksi intravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,

striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang

memudahkan terjadinya pembentukan batu.1

Secara pasti etiologi batu saluran kemih belum diketahui dan

sampai sekarang banyak teori dan faktor yang berpengaruh untuk

terjadinya batu saluran kemih, yaitu:6

1. Teori Fisiko Kimiawi

Prinsip teori ini yaitu terbentuknya batu saluran kemih karena

adanya proses kimia, fisiko maupun gabungan fisiko kimiawi. Dari hal

tersebut diketahui terjadinya batu di dalam sistem pielokaliks ginjal

sangat dipengaruhi oleh konsentrasi bahan pembentuk batu dalam

tubulus renalis. Berdasarkan faktor fisiko kimiawi dikenal teori

pembentukan batu sebagai berikut:6


a. Teori Supersaturasi

Supersaturasi air kemih dengan garam-garam pembentuk

batu merupakan dasar terpenting dan merupakan prasyarat untuk

terjadinya presipitasi (pengendapan). Apabila kelarutan suatu

produk tinggi dibandingkan titik endapnya, maka terjadi

supersaturasi sehingga menimbulkan terbentuknya kristal dan pada

akhirnya akan terbentuk batu. Supersaturasi dan kristalisasi terjadi

bila ada penambahan yang bisa mengkristal dalam air dengan pH

dan suhu tertentu, sehingga suatu saat terjadi kejenuhan dan

selanjutnya terjadi kristal. Bertambahnya bahan yang dapat

mengkristal yang disekresikan oleh ginjal, maka pada suatu saat

akan terjadi kejenuhan sehingga terbentuk kristal.1,6

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-

bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urine.

Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable

(tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu

yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal

yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi)

yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan-

bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun

ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum

cukup mampu membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal


menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal)

dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu

sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat

saluran kemih.1,6

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan,

adanya koloid dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju

aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di

dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu.1

b. Teori Matriks

Menurut teori ini, batu saluran kemih terdiri dari komponen

matriks yang berasal dari protein (albumin, globulin dan

mukoprotein) dengan sedikit hexose dan hexosamine yang

merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

Di dalam air kemih terdapat protein yang berasal dari

pemecahan mitochondria sel tubulus renalis yang berbentuk

laba-laba. Kristal batu oksalat maupun kalsium fosfat akan

menempel pada anyaman tersebut dan berada di sela-sela

anyaman sehingga terbentuk batu. Benang seperti sarang laba-

laba yang berisi protein 65%, Heksana10%, Heksosamin 2-5%

sisanya air. Pada benang menempel kristal batu yang sebabkan

batu makin lama makin besar. Matrik tersebut merupakan

bahan yang merangsang timbulnya batu.5,6

c. Teori Inhibitor
Pada penelitian diketahui bahwa walaupun kadar bahan

pembentuk batu sama tingginya pada beberapa orang tetapi

tidak semua menderita penyakit batu. Hal tersebut disebabkan

pada orang yang tidak terbentuk batu dalam air kemihnya

mengandung bahan penghambat untuk terjadinya batu

(inhibitor) yang lebih tinggi kadarnya dibanding pada penderita

batu. Dikenal 2 jenis inhibitor yaitu organik yang sering

terdapat adalah asam sitrat, nefrokalsin dan tamma-horsefall

glikoprotein dan jarang terdapat yaitu glikosaminoglikans,

uropontin. Inhibitor anorganik yaitu pirofosfat, magnesium dan

Zinc. Defisiensi zat yang berfungsi sebagai inhibitor batu

merupakan salah satu faktor penyebab timbulnya batu saluran

kemih.1,5,6

Menurut penelitian inhibitor yang paling kuat yaitu sitrat,

karena sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk

kalsium sitrat yang larut dalam air. Inhibitor mencegah

terbentuknya kristal kalsium oksalat, mencegah agregasi dan

mencegah perlengketan kristal kalsium oksalat pada membran

tubulus. Magnesium mencegah terjadinya kristal kalsium

oksalat dengan mengikat oksigen menjadi magnesium oksalat.

Sitrat terdapat pada hampir semua buah-buahan tetapi kadar

tertinggi pada jeruk.1,5,6

d. Teori Infeksi
Teori terbentuknya BSK juga dapat terjadi karena adanya

infeksi dari kuman tertentu misalnya teori tentang

pembentukan batu struvit.6

Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu

kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan

fosfat, membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat;

sedangkan sisanya berasal dari batu asam urat, batu magnesium

amonium fosfat (batu infeksi), batu xanthyn, batu sistein dan

batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-

batu diatas hampir sama, tetapi suasana di saluran kemih yang

memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Dalam

hal ini, misalkan batu asam urat mudah terbentuk dalam

suasana asam, sedangkan batu magnesium amonium fosfat

terbentuk karena urine bersifat basa.1

3.13.4. Jenis-Jenis Batu Saluran Kemih

a. Batu Kalsium.

Batu jenis ini banyak dijumpai, yaitu kurang lebih

70-80% dari seluruh batu saluran kemih. Kandungan dari

batu jenis ini terdiri dari kalsium oksalat, kalsium fosfat atau

campuran dari kedua unsur itu. Faktor-faktor terjadinya batu

kalisium adalah:1,4

 Hiperkalsiuri, yaitu kadar kalsium di dalam urine

>250-300mg/24 jam. Menurut Pak (1976) terdapat 3


macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain:

(1) hiperkalsiuri absorptif yang terjadi karena adanya

peningkatan absorpsi kalsium melalui usus. (2)

Hiperkalsiuri renal terjadi karena adanya gangguan

kemampuan reabsorpsi kalsium melalui tubulus

ginjal. (3) Hiperkalsiuri resorptif terjadi karena

adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang yang

banyak terjadi pada hiperparatiroidisme primer atau

pada tumor paratiroid.

 Hiperoksaluri adalah ekskresi oksalat urine yang

>45gram per hari. Keadaan ini banyak diujumpai

pada pasien yang mengalami gangguan pada usus

sehabis menjalani pembedahan usus dan pasien yang

banyak mengkonsumsi makanan yang kaya akan

oksalat diantaranya adalah teh, kopi instan, minuman

soft drink, kokoa, arbei, jeruk sitrun, dan sayuran

berwarna hijau terutama bayam.

 Hiperurikosuria adalah kadar asam urat di dalam urine

yang >850mg/24 jam. Asam urat yang berlebihan

dalam urine bertindak sebagai inti batu/nidus untuk

terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat

di dalam urine berasal dari makanan yang


mengandung banyak purin maupun berasal dari

metabolisme endogen.

 Hipositraturia. Di dalam urine, sitrat bereaksi dengan

kalsium membentuk kalsium sitrat sehingga

menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau

fosfat. Hal ini dimungkinkan karena ikatan kalsium

sitrat lebih mudah larut dari pada kalsium oksalat.

Oleh karena itu, sitrat dapat bertindak sebagai

penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturi

dapat terjadi pada penyakit asidosis tubuli ginjal atau

renal tubular acidosis, sindrom malabsorpsi, atau

pemakaian diuretik golongan thiazide dalam jangka

waktu lama.

 Hipomagnesuria. Seperti halnya pada sitrat,

magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya

batu kalsium, karena didalam urine magnesium

bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat

sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.

Penyebab tersering hipomagnesuria adalah penyakit

inflamasi usus (inflammatory bowel disease) yang

diikuti dengan gangguan malabsorpsi.

b. Batu Struvit
Batu struvit disebut juga batu infeksi mempunyai

komposisi magnesium amonium fosfat. Batu ini disebabkan

oleh karena adanya infeksi saluran kemih. Terjadinya batu

jenis ini dipengaruhi pH air kemih ≥7,2 dan terdapat

amonium dalam air kemih, misalnya pemecah urea (urea

splitting bacteria). Urease yang terbentuk akan

menghidrolisa urea menjadi karbon dioksida dan amonium

dengan reaksi seperti dibawah ini:1,4,6

Akibat reaksi ini maka pH air kemih akan naik lebih

dari 7 dan terjadi reaksi sintesis amonium yang terbentuk

dengan molekul magnesium dan fosfat menjadi magnesum

amonium fosfat (batu struvit). Bakteri penghasil urease

sebagian besar Gram negatif yaitu golongan proteus,

klebsiela, providensia dan pseudomonas. Ada juga bakteri

gram positif yaitu stafilokokus, mikrokokus dan

korinebakterium serta golongan mikoplasma, seperti T

strain mikoplasma dan ureaplasma urelithikum.4,6

c. Batu Asam Urat


Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu

saluran kemih dan biasanya terjadi pada laki-laki. Di antara

75-80% batu asam urat terdiri atas asam urat murni dan

sisanya merupakan campuran kalsium oksalat. Penyakit

batu asam urat banyak di derita oleh pasien-pasien penyakit

gout, penyakit mieloproliferatif, pasien yang mendapatkan

terapi antikanker dan yang banyak mempergunakan obat

urikosurik diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide, dan

salisilat. Kegemukan, peminum alkohol, dan diet tinggi

protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk

mendapatkan penyakit ini.1,4,6

Sumber asam urat berasal dari diet yang

mengandung purin dan metabolisme endogen di dalam

tubuh. Degradasi purin di dalam tubuh melalui asam

inosinat dirubah menjadi hipoxanthin. Dengan bantuan

enzim xanthin oksidase, hipoxanthin dirubah menjadi

xanthin yang akhirnya dirubah menjadi asam urat. Pada

manusia, asam urat diekskresikan melalui urine dalam

bentuk asam urat bebas dan garam urat yang lebih sering

berikatan dengan natrium membentuk natrium urat. Natrium

urat lebih mudah larut di dalam air dibandingkan dengan

asam urat bebas sehingga tidak mungkin mengadakan

kristalisasi di dalam urine.1


Asam urat relatif tidak larut di dalam urine,

sehingga pada keadaan tertentu mudah sekali membentuk

kristal asam urat dan selanjutnya membentuk batu asam

urat. Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam

urat adalah (1) urine yang terlalu asam (pH urine <6), (2)

volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 Liter/hari) atau

dehidrasi, (3) hiperurikosuri atau kadar asam urat yang

terlalu tinggi.1

Ukuran batu asam urat bervariasi mulai dari ukuran

kecil sampai ukuran besar sehingga membentuk batu

staghorn yang mengisi seluruh pelvikalises ginjal. tidak

seperti batu jenis kalsium yang bentuknya bergerigi, batu

asam urat bentuknya halus dan bulat sehingga seringkali

keluar spontan. Batu asam urat murni bersifat radiolusen,

sehingga pada pemeriksaan IVP tampak sebagai bayangan

filling defect pada saluran kemih sehingga seringkali harus

dibedakan dengan bekuan darah, bentukan papila ginjal

yang nekrosis, tumor atau benzoar jamur. Pada pemeriksaan

USG memberikan gambaran bayangan akustik (acoustic

shadowing).

Untuk mencegah timbulnya kembali batu asam urat

setelah terapi adalah banyak minum, alkalinisasi urine

dengan mempertahankan pH diantara 6,5-7 dan menjaga


jangan terjadi hiperurikosuria dengan mencegah terjadinya

hiperurisemia. Setiap pagi pasien dianjurkan untuk

memeriksa pH urine dengan kertas nitrazin dan dijaga

supaya produksi urine tidak kurang dari 1500-2000 ml

setiap hari. Dilakukan pemeriksaan kadar asam urat secara

berkala dan jika terjadi hiperurisemia harus diterapi dengan

obat-obatan inhibitor xanthin oksidase diantaranya adalah

allopurinol.1

d. Batu Jenis Lain

Batu sistin, batu xanthin, batu triamteren dan batu

silikat sangat jarang dijumpai. Batu sistin didapatkan karena

kelainan metabolisme sistin yaitu kelainan dalam absorpsi

sistin di mukosa usus. Demikian batu xanthin terbentuk

karena penyakit bawaan berupa defisiensi enzim xanthin

oksidase yang mengkatalisis perubahan hipoxanthin

menjadi xanthin dan xanthin menjadi asam urat. Pemakaian

antasida yang mengandung silikat (magnesium silikat atau

aluminometilsalisilat) yang berlebihan dan dalam jangka

waktu lama dapat menyebabkan timbulnya batu silikat.1

3.13.5. Gambaran Klinis

Keluhan yang disampaikan oleh pasien tergantung pada posisi atau letak

batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi. Keluhan yang paling dirasakan
adalah oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini mungkin bisa berupa

nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena aktivitas peristaltik

otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha untuk

mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan

tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal

saraf yang memberikan sensasi nyeri. Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan

kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis atau infeksi pada ginjal.1,4,5

Batu terletak di sebelah distal ureter dirasakan oleh pasien sebagai nyeri

pada saat kencing atau sering kencing. Batu dengan ukuran kecil mungkin dapat

keluar spontan setelah melalui hambatan pada perbatasan uretero-pelvik, saat

ureter menyilang vasa iliaka, dan saat ureter masuk ke dalam buli-buli. Hematuria

sering kali dikeluhkan oleh pasien akibat trauma pada mukosa saluran kemih yang

disebabkan oleh batu. Kadang-kadang hematuria didapatkan dari pemeriksaan

urinalisis berupa hematuria mikroskopik.1

Jika didapatkan demam harus dicurigai suatu urosepsis dan ini merupakan

kegawatdaruratan di bidang urologi. Dalam hal ini harus secepatnya ditentukan

letak kelainan anatomik pada saluran kemih yang mendasari timbulnya urosepsis

dan segera dilakukan terapi berupa drainase dan pemberian antibiotika. Pada

pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra,

teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-tanda gagal ginjal,

retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam/menggigil.1


Pemeriksaan sedimen urine menunjukan adanya leukosituria, hematuria,

dan dijumpai berbagai kristal pembentuk batu. Pemeriksaan kultur urine mungkin

menunjukan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea. Pemeriksaan faal ginjal

bertujuan untuk mencari kemungkinan terjadinya penurunan fungsi ginjal dan

untuk mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP. Perlu juga

diperiksa kadar elektrolit yang diduga sebagai faktor penyebab timbulnya batu

saluran kemih (antara lain: kadar kalsium, oksalat, fosfat maupun asam urat dalam

darah maupun di dalam urine).1

3.13.6. Hidronefrosis

Hidronefrosis adalah suatu keadaan sistem pelvikalises ginjal yang

mengalami pelebaran akibat terkumpulnya urin di dalam ginjal. Penyebab dari

hidronefrosis ini adalah obstruksi dari saluran kemih dan gangguan aliran urin.

Obstruksi saluran kemih ini dapat terjadi akibat unilateral obstruktif uropati akut,

batu saluran kemih, tumor, terbentuknya skar, dan nefrolitiasis. Keadaan

penimbunan urin dalam ginjal akan dibagi sebagai derajat hidronefrosis. Derajat

ini hanya bisa dilihat menggunakan modalitas radiologi. Modalitas radiologi yang

dapat dilakukan adalah computerized tomography dan ultrasonography. Berikut

adalah derajat pembagian dari hidronefrosis:7,8

a. Derajat 1: dilatasi ringan dari pelvis ginjal.

b. Derajat 2: dilatasi pelvis ginjal termasuk beberapa kaliks.

c. Derajat 3: dilatasi pelvis ginjal dan kaliks. Jaringan ginjal masih normal.
d. Derajat 4: dilatasi pelvis ginjal dan kaliks disertai dengan jarak parenkim yang

dekat.

Gambar 9. Stadium Hidronefrosis (sumber:

https://www.sumber.com/kesehatan/penyakit/jenis-

penyakit/sumber/hidronefrosis.html)

3.13.7. Foto Polos Abdomen

Pembuatan foto polos abdomen bertujuan untuk melihat kemungkinan

adanya batu radio-opak di saluran kemih. Batu jenis kalsium oksalat dan kalsium

fosfat bersifat radioopak dan paling sering dijumpai diantara batu jenis lain,

sedangkan batu asam urat bersifat non-opak (radiolusen).1

3.13.8. Intravenous Pyelography (IVP)

Pemeriksaan ini bertujuan untuk menilai keadaan anatomi dan fungsi

ginjal. selain itu, IVP dapat mendeteksi adanya batu semi-opak atau batu non opak
yang tidak dapat terlihat oleh foto polos perut. Jika IVP belum dapat menjelaskan

keadaan sistem saluran kemih akhibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai

penggantinya adalah pemeriksaan pielografi retrograd.1

3.13.9. Ultrasonografi

USG dikerjakan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP,

yaitu pada keadaan-keadaan alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang

menurun, dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat menilai

adanya batu di ginjal atau di buli-buli (yang ditandai sebagai echoic shadow),

hidronefrosis, pionefrosis atau pengerutan ginjal.1

3.13.10. Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya

harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyulit yang lebih parah. Indikasi

untuk melakukan tindakan atau terapi pada batu saluran kemih adalah jika batu

telah menimbulkan obstruksi, infeksi, atau harus diambil karena sesuatu indikasi

sosial.1

Obstruksi karena batu saluran kemih yang telah menimbulkan hidroureter

atau hidronefrosis dan batu sudah menyebabkan infeksi saluran kemih, harus

segera dikeluarkan. Kadang kala batu saluran kemih tidak menimbulkan penyulit

seperti diatas tetapi diderita oleh seorang yang karena pekerjaannya (misalkan

batu yang diderita oleh seorang pilot pesawat terbang) mempunyai resiko tinggi

dapat menimbulkan sumbatan saluran kemih pada saat yang bersangkutan sedang

menjalankan profesinya; dalam hal ini batu harus dikeluarkan dari saluran kemih.1
Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa, dipecahkan dengan

ESWL, melalui tindakan endourologi, bedah laparaskopi atau pembedahan

terbuka.1

3.13.10.1. Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang

ukurannya kurang dari 5mm karena diharapkan batu dapat keluar

spontan. Terapi yang diberikan bertujuan untuk mengurangi

nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum,

dan minum banyak air putih supaya dapat mendorong batu keluar

dari saluran kemih.1

3.13.10.2. ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan

pertama kali oleh Caussy pada tahun 1980. Alat ini dapat

memecah batu ginjal, batu ureter proksimal, atau batu buli-buli

tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah

menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan

melalui saluran kemih. Tidak jarang pecahan batu yang sedang

keluar menimbulkan perasaan nyeri kolik dan menyebabkan

hematuria.1

3.13.10.3. Endourologi
Tindakan endourologi adalah tindakan invasif minimal

untuk mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas

memecah batu dan kemudian mengeluarkannya dari saluran

kemih melalui alat yang dimasukan langsung ke dalam saluran

kemih. Alat itu dimasukan melalui uretra atau melalui insisi kecil

pada kulit (perkutan). Proses pemecahan batu dapat dilakukan

secara mekanik dengan memakai energi hidraulik, energi

gelombang suara, atau dengan energi laser. Beberapa tindakan

endourologi itu adalah:1

 PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy) adalah usaha

untuk mengeluarkan batu yang berada di dalam saluran

ginjal dengan cara memasukan alat endoskopi ke sistem

kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian

dikeluarkan atau di pecah terlebih dahulu menjadi

fragmen-fragmen kecil.

 Litotripsi adalah memecah batu buli-buli aau batu uretra

dengan memasukan alat pemecah batu (litotriptor) ke

dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan

evakuator Ellik.

 Ureteroskopi atau uretero-renoskopi adalah dengan

memasukan alat ureteroskopi per-uretra guna melihat

keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan

memakai energi tertentu, batu yang berada dalam ureter


maupun sistem pelvikalises dapat dipecah melalui

tuntunan ureteroskopi/uretero-renoskopi ini.

 Ekstraksi Dormia adalah mengeluarkan batu ureter dengan

menjaringnya melalui alat keranjang Dormia.

3.13.10.4. Bedah Laparoskopi

Pembedahan laparoskopi untuk mengambil batu saluran

kemih saat ini sedang berkembang. Cara ini banyak dipakai untuk

mengambil batu ureter.

3.13.10.5. Bedah Terbuka

Di klinik, yang belum mempunyai fasilitas yang memadai

untuk tindakan-tindakan endourologi, laparoskopi, maupun

ESWL, pengambilan batu masih dilakukan melalui pembedahan

terbuka. Pembedahan terbuka itu antara lain adalah: pielolitotomi

atau nefrolitotomi untuk mengambil batu pada saluran ginjal, dan

ureterolitotomi untuk batu di ureter. Tidak jarang pasien harus

menjalani tindakan nefrektomi atau pengambilan ginjal karena

ginjalnya sudah tidak berfungsi dan berisi nanah (pionefrosis),

korteksnya sudah sangat tipis atau mengalami pengkerutan akibat

batu saluran kemih yang menimbulkan obstruksi dan infeksi

menahun.1

3.13.11. Pencegahan
Setelah batu dikeluarkan dari saluran kemih, tindakan selanjutnya yang

tidak kalah pentingnya adalah upaya menghindari timbulnya kekambuhan. Angka

kekambuhan batu saluran kemih batu saluran kemih rata-rata 7% per tahun atau

kurang lebih 50% dalam 10 tahun. 1

Pencegahan yang dilakukan adalah berdasarkan atas kandungan unsur

yang menyusun batu saluran kemih yang diperoleh dari analisis batu. Pada

umumnya pencegahan itu berupa: (1) menghindari dehidrasi dengan minum

cukup dan diusahakan produksi urine sebanyak 2-3 liter per hari, (2) diet untuk

mengurangi kadar zat komponen pembentuk batu, (3) aktivitas harian yang cukup

dan (4) pemberian medikamentosa.1

Jenis Batu Faktor Penyebab Jenis Mekanisme

Timbulnya Batu Obat/Tindakan Kerja Obat

Kalsium Hiperkalsiuri Natrium selulosa Mengikat Ca

Absorptif fosfat dalam usus 

absorpsi ↓

Thiazide ↑ reabsorpsi Ca di

tubulus

Orthofosfat ↓ sintesa vitamin

↑ urine inhibitor

Hiperkalsiuri renal Thiazide ↑ reabsorpsi Ca di

tubulus
Hiperkalsiuri Paratiroidektomi ↓ resorpsi Ca di

resorptif tulang

Hipositraturi Potasium sitrat ↑pH, ↑ sitrat, ↓ Ca

urine

Hipomagnesiuri Magnesium sitrat ↑ Mg urine

Hiperurikosuri Allopurinol ↓ asam urat

Potasium alkali ↑ pH

Hiperoksaluria Allopurinol ↓ asam urat

Pyridoxin ↓ asam urat

Kalsium suplemen ↓ asam urat

MAP Infeksi Antibiotika Eradikasi infeksi

AHA (amino Urease inhibitor

hydroxamic acid)

Urat Dehidrasi Hidrasi cukup ↑ pH

(pH urine ↓) Potasium Alkali ↓ urat

Hiperurikosuri Allopurinol

Tabel 1. Tindakan atau Terapi Untuk Pencegahan Timbulnya Kembali Batu

Saluran Kemih

3.13.12. Komplikasi

Komplikasi pada nefrolitiasis bedakan menjadi komplikasi akut dan

komplikasi jangka panjang.9

a. Komplikasi akut: kematian dan kehilangan fungsi ginjal.


b. Komplikasi jangka panjang: obstruksi, hidronefrosis, pionefrosis dan kegagalan

faal ginjal yang terkena.

DAFTAR PUSTAKA

1. Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi ketiga. Sagung Seto. 2012.

2. Brunicardi, Andersen, Billiar, Dunn, Hunter, Pollock. 2015. Colon,


Rectum, and Anus. In Schwartz’s Principles of Surgery. 10th edition. USA:
McGraw-Hill. P 1651.

3. Sherwood L. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi 6. Jakarta:EGC.


2012;553-602.

4. McAninch J.W., Lue T.F. Urinary Stone Disease In Smith & Tanagho’s

General Urology. 18 th edition. USA: McGraw-Hill. P 249-79.

5. Rohmawati D.L. Analisis Praktik Klinik Keperawatan Kesehatan

Masyarakat Perkotaan pada Pasien Batu Cetak Ginjal Di Ruang Rawat

Bedah Gedung A RSUPN Cipto Mangunkusumo Jakarta. Jakarta:

Universitas Indonesia. 2013.

6. Lina N. Faktor-Faktor Resiko Kejadian Batu Saluran Kemih pada Laki-

Laki. Semarang: Universitas Diponegoro. 2008.

7. Baskoro C., Rodjani A. Hubungan Antara Ukuran Batu Ureter Dengan

Derajat Hidronefrosis pada Penderita Batu Ureter. Jakarta:Universitas

Indonesia.
8. Hydronephrosis. Homepage on the internet

https://www.uwhealth.org/healthfacts/parenting/7767.pdf Diunduh

tanggal 15 September 2017.

9. Putra M.M.A., Fauzi A. Nephrolithiasis. Universitas Lampung. 2016.

Anda mungkin juga menyukai