OLEH:
dr. Arief Purwodito
Pembimbing :
dr. H. Hendry Tanjung, MM
Status Pasien
I. Identitas
Nama : Tn. H
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Tipar Cakung
Status : Belum Menikah
Pekerjaan : Buruh
Suku : Jawa
Agama : Islam
Masuk RS : 17-8-2017
II. Anamnesis
a. Keluhan Utama
Demam sejak 4 hari SMRS
d. Riwayat Pengobatan
Meminum paracetamol yang di berikan dokter di klinik, demam turun tetapi naik kembali.
e. Riwayat Alergi
Alergi obat-obatan, makanan, cuaca dan debu tidak ada.
b. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala
Bentuk : bulat, simetris, normocephal.
Rambut : pendek, warna hitam, tidak mudah dicabut
Mata : konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, pupil isokor, reflek cahaya +/+.
Hidung : tidak ada sekret, tidak berbau, tidak ada perdarahan, tidak ada septum deviasi
Telinga : tidak ada sekret, tidak bau, pendengaran dalam batas normal.
Mulut/bibir : tidak sianosis, tidak ada sariawan, perdarahan gusi (-).
Lidah : tidak kotor, tidak hiperemi.
2. Leher
Inspeksi : simetris, tidak tampak pembesaran KGB leher
Palpasi : tidak teraba pembesaran KGB leher serta tidak terjadi pembesaran kelenjar
tiroid.
3. Thorax
Jantung :
Inspeksi : Iktus kordis tak terlihat
Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Batas atas : redup pada ICS II PSL dextra
Batas kanan : redup pada ICS IV PSL dextra
Batas kiri : redup pada ICS V MCL sinistra
Auskultasi : Suara jantung I dan II normal, Gallop (-), murmur (-)
Paru:
Inspeksi : normochest, simetris, tidak ada retraksi
Palpasi : vocal fremitus teraba sama pada kedua lapang paru
Perkusi : sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronchi (-/-)
4. Abdomen
Inspeksi : datar, tidak terlihat massa.
Auskultasi : bising usus (+) 12x/menit
Palpasi : hepar dan lien tidak teraba, terdapat nyeri tekan epigastrium, supel, turgor kulit
normal, undulasi (-).
Perkusi : timpani di seluruh kuadran abdomen.
5. Ekstremitas
Superior : akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
Inferior : akral hangat +/+, edema -/-, petekie (-), RCT < 2 detik
IV. PemeriksaanPenunjang
17-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 43,4 % 40 – 52 %
18-1-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 43,5 % 40 – 52 %
18-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
19-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 44.1 % 40 – 52 %
19-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 42.5 % 40 – 52 %
20-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
20-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 39.2 % 40 – 52 %
21-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 39.3 % 40 – 52 %
21-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
22-8-2017
Jenis pemeriksaan Hasil Satuan Nilai rujukan
Hematologi
Hematokrit 42.1 % 40 – 52 %
V. Resume
Tn. H, laki-laki 28 tahun mengeluh febris sejak 4 hari SMRS, febris continue dan lebih
berat dirasakan pada malam hari, tidak disertai menggigil. nausea (+) vomitus (+) 5-10 kali,
cephalgia (+) myalgia (+) malaise (+), anoreksia (+) nyeri epigastrium (+), belum BAB sudah 4
hari. Epistaksis (-), gusi berdarah ketika menggosok gigi, bintik perdarahan pada tubuh tidak ada.
Riwayat pemakaian obat parasetamol demam sempat turun tetapi naik kembali.
PF : TTV :
TD, N, RR dalam batas normal,Suhu : 38,2oC.
Nyeri tekan epigastrium (+)
VII. Pembahasan
1. Dengue Hemorrhagic Fever
Os mengeluh demam sejak 4 hari yang lalu, demam mendadak tinggi terus menerus,
nyeri pada tulang dan otot, sakit kepala (+), lemas, nafsu makan menurun, gusi
berdarah (+) mimisan (-), bintik merah pada kulit (-).
TD : 110/70 mmHg RR : 16 x/m
N : 108 x/m S : 38,20C
Nyeri Epigastrium (+)
Lab : Trombosit 37.000
Hb : 16.1 g/dL
Ht : 43.4%
L : 2.400 µL
Working Diagnosis : Dengue Hemorrhagic Fever
Differential Diagnosis : -
Planning
a. Diagnostik
- Darah Rutin tiap 12 jam
- Dengue Blood
- Kimia rutin
b. Terapeutik
Hidrasi :
Infus RL 1500 + 20 (BB dalam Kg – 20) 1500 + 20 (67 – 20) 2440 cc/24 jam
33 tpm (Pantau Urine Output)
Medikamentosa
Paracetamol tablet 500 mg 3 x 1
Ranitidin tablet 150 mg 2 x 1
Ondansentron tablet 8 mg 2 x 1
Non-Medikamentosa :
Menganjurkan banyak minum
Tirah baring
Cek darah rutin setiap 12 jam
VIII. Prognosis
Quo ad Vitam : ad bonam
Quo ad Functionam : ad bonam
Quo ad Sanactionam : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.2 Patogenesis
Patogenesis DBD masih kontroversial. Dua teori yang banyak dianut adalah hipotesis
infeksi sekunder (secondary heterologous infection theory) dan hipotesis immune enhancement.
Menurut hipotesis infeksi sekunder, akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang berbeda,
respon antibodi anamnestik pasien akan terpicu dan menyebabkan kenaikan titer tinggi IgG
antidengue. Replikasi virus dengue mengakibatkan terbentuknya kompleks virus-antibodi yang
selanjutnya mengaktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a menyebabkan peningkatan
permeabilitas dinding pembuluh darah dan merembesnya cairan ke ekstravaskular. Hal ini
terbukti dengan peningkatan kadar hematokrit (Ht), penurunan natrium (Na) dan terdapatnya
cairan dalam rongga serosa. Pada pasien dengan syok berat, volume plasma dapat berkurang
sampai lebih dari 30% dan berlangsung selama 24-48 jam dan bila tidak ditangani secara
adekuat, akan menyebabkan asidosis dan anoksia yang dapat berakibat fatal.1,2
Hipotesis immune enhancement menjelaskan menyatakan secara tidak langsung bahwa
mereka yang terkena infeksi kedua oleh virus heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar
untuk menderita DBD berat. Antibodi heterolog yang telah ada akan mengenali virus lain
kemudian membentuk kompleks antigen-antibodi yang berikatan dengan Fc reseptor dari
membran leukosit terutama makrofag. Sebagai tanggapan dari proses ini, akan terjadi sekresi
mediator vasoaktif yang kemudian menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah,
sehingga mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.1,2
b. Fase Kritis
Akhir fase demam merupakan fase kritis pada DBD. Pada saat demam mulai cenderung
turun dan pasien tampak seakan-akan sembuh, maka hal ini harus diwaspadai sebagai awal
kejadian syok. Saat demam mulai turun hingga dibawah 37,5-38 oC yang biasanya terjadi pada
hari ke 3-7, peningkatan permeabilitas kapiler akan terjadi dan keadaan ini berbanding lurus
dengan peningkatan hematokrit. Periode kebocoran plasma yang signifikan secara klinis
biasanya terjadi selama 24-48 jam.2,5
Leukopenia progresif disertai penurunan jumlah platelet yang cepat merupakan tanda
kebocoran plasma. Derajat kebocoran plasma dapat bervariasi. Temuan efusi pleura dan asites
secara klinis bergantung pada derajat kebocoran plasma dan volume terapi cairan. Derajat
peningkatan hematokrit sebanding dengan tingkat keparahan kebocoran plasma.2,5
Keadaan syok akan timbul saat volume plasma mencapai angka kritis akibat kebocoran
plasma. Syok hampir selalu diikuti warning signs. Terdapat tanda kegagalan sirkulasi: kulit
teraba dingin dan lembab terutama pada ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien
menjadi gelisah, nadi cepat, lemah, kecil sampai tak teraba.Saat terjadi syok berkepanjangan,
organ yang mengalami hipoperfusi akan mengalami gangguan fungsi (impairment), asidosis
metabolik, dan koagulasi intravaskula diseminata (KID). Hal ini menyebabkan perdarahan hebat
sehingga nilai hematokrit akan sangat menurun pada keadaan syok hebat. 1,2,5
Pasien yang mengalami perbaikan klinis setelah demam turun dapat dikatakan menderita
dengue yang tidak gawat. Beberapa pasien dapat berkembang menjadi fase kritis kebocoran
plasma tanpa penurunan demam sehingga pada pasien perlu dilakukan pemeriksaan laboratorium
untuk mengetahui adanya kebocoran plasma.5
c. Fase Penyembuhan (Recovery)
Jika pasien dapat bertahan selama 24-48 jam saat fase kritis, reabsorpsi gradual cairan
ekstravaskular akan terjadi dalam 48-72 jam. Keadaan umum pasien membaik, nafsu makan
kembali, gejala gastrointestinal berkurang, status hemodinamik meningkat, dan diuresis normal.
Beberapa pasien akan mengalami ruam kulit putih yang dikelilingi area kemerahan disekitarnya
dan pruritus generalisata. Bradikardia dan perubahan elektrokardiografi juga sering ditemukan
pada fase ini. Hematokrit akan stabil atau lebih rendah karena efek dilusi yang disebabkan
reabsorpsi cairan. Jumlah leukosit biasanya akan meningkat segera setelah demam turun, namun
trombosit akan meningkat kemudian. Pemberian cairan pada fase ini perlu diperhatikan karena
bila berlebihan akan menimbulkan edema paru atau gagal jantung kongestif.5
1.9 Diagnosis
Diagnosis DBD dapat ditegakkan secara klinis dan laboratoris. Berdasarkan kriteria
WHO 1997, diagnosis DBD secara klinis dapat ditegakkan bila semua hal di bawah ini
terpenuhi:1,9
1. Demam atau riwayat demam akut, antara 2-7 hari biasanya bifasik.
2. Terdapat minimal 1 manifestasi perdarahan berikut: uji bendung positif; petekie,
ekimosis, atau purpura; perdarahan mukosa; hematemesis, dan melena.
3. Trombositopenia (jumlah trombosit <100.000/ ml).
4. Hepatomegali (pembesaran Hati)
5. Syok, ditandai dengan nadi cepat dan lemah, serta penurunan tekanan nadi, hipotensi,
kaki tdan tangan dingin, kulit lembab dan pasien tampak gelisah.
6. Terdapat minimal 1 tanda kebocoran plasma sebagai berikut:
Peningkatan hematokrit >20% dibandingkan standar.
Penurunan hematokrit >20% setelah mendapat terapi cairan dibandingkan dengan
nilai hematokrit sebelumnya.
Tanda kebocoran plasma seperti: efusi pleura, asites, hipoproteinemia, dan
hiponatremia.
Terdapat 4 derajat spektrum klinis DBD (WHO, 1997), yaitu:1,9
• Derajat 1: Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi perdarahan
adalah uji torniquet.
• Derajat 2: Seperti derajat 1, disertai perdarahan spontan di kulit dan perdarahan lain.
• Derajat 3: Didapatkan kegagalan sirkulasi, yaitu nadi cepat dan lemah, tekanan nadi
menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di sekitar mulut kulit dingin
dan lembab, tampak gelisah.
• Derajat 4: Syok berat, nadi tidak dapat diraba dan tekanan darah tidak terukur.
Sedangkan menurut WHO 2009, berdasarkan riwayat penyakit, pemeriksaan fisik
dan/atau darah lengkap dan hematokrit, diagnosis DBD ditegakkan dengan melihat fase penyakit
(febris, kritis, atau penyembuhan), menentukan adanya warning signs, hidrasi, dan status
hemodinamik pasien, serta apakah pasien memerlukan rawat.5
WHO pada tahun 2009 mengeluarkan klasifikasi dan derajat keparahan dari infeksi virus
dengue, yaitu probable dengue, warning sign dan kriteria severe dengue, seperti pada gambar
berikut ini :
Kriteria sugestif untuk mengetahui kasus tersangka DBD adalah pasien tinggal atau baru
bepergian dari daerah endemis dengue, adanya riwayat demam lebih dari tiga hari, jumlah
leukosit rendah atau menurun, dan/atau trombositopenia ± uji torniquet positif.
1.10 Penatalaksanaan
Tidak ada terapi yang spesifik untuk DBD. Prinsip terapi utama adalah terapi suportif.
Pemeliharaan cairan sirkulasi merupakan hal terpenting dalam penanganan kasus DBD. Asupan
cairan, terutama melalui oral, harus dipertahankan. Jika tidak bisa, maka diperlukan suplemen
cairan melalui jalur intravena. 1,4 Menurut WHO 2009, berdasarkan manifestasi klinis dan kondisi
lainnya, pasien dapat dibagi tiga kategori: rawat jalan (kelompok A), membutuhkan penanganan
di rumah sakit/rawat inap (kelompok B), dan membutuhkan penanganan emergensi atau urgensi
(kelompok C).5
Kelompok-A5
Pasien yang termasuk dalam kelompok ini adalah yang dapat dimotivasi untuk minum
secara adekuat, masih dapat berkemih setidaknya sekali tiap enam jam, dan tidak mempunyai
warning signs, khususnya saat demam mereda.
Pasien rawat jalan harus diobservasi setiap hari untuk mencegah progresi hingga
melewati periode kritis. Pasien dengan Ht stabil dapat dipulangkan setelah dirawat dan diberikan
edukasi untuk segera kembali ke rumah sakit apabila warning signs muncul. Apabila warning
signs muncul maka tindakan selanjutnya adalah:
Memotivasi minum oral rehydration solution (ORS), jus buah, dan cairan lain yang
mengandung elektrolit dan gula untuk mengganti cairan yang hilang akibat demam.
Memberikan parasetamol bila pasien merasa tidak nyaman akibat demam. Interval
pemberian parasetamol sebaiknya tidak kurang dari enam jam.
Petugas kesehatan harus setiap hari memantau temperatur, asupan dan keluaran cairan,
urin output (volume dan frekuensi), warning signs, tanda perembesan plasma atau
perdarahan, hematokrit, jumlah leukosit, dan trombosit (kelompok-B).
Kelompok-B5
Pasien harus dirawat inap untuk observasi ketat, khususnya pada fase kritis. Kriteria
rawat pasien DBD adalah:5
1. Adanya warning signs
2. Terdapat tanda dan gejala hipotensi: dehidrasi, tidak dapat minum, hipotensi postural,
berkeringat sedikit, pingsan, ekstremitas dingin.
3. Perdarahan
4. Gangguan organ: ginjal, hepar (hati membesar dan nyeri walaupun tidak syok),
neurologis, kardiak (nyeri dada, gangguan napas, sianosis).
5. Adanya peningkatan Ht, efusi pleura, atau asites
6. Kondisi penyerta: hamil, DM, hipertensi, ulus peptikum, anemia hemolitik, overweight/
obese, bayi, dan usia tua
7. Kondisi sosial: tinggal sendiri, jauh dari pelayanan kesehatan tanpa transpor memadai.
Apabila pasien memiliki warning signs maka hal yang harus dilakukan adalah:
Periksa Ht sebelum pemberian cairan. Berikan larutan isotonik seperti normosalin 0,9%,
RL. Mulai dari 5-7 ml/kg/jam selama 1-2 jam, lalu kurangi menjadi 3-5 ml/kg/jam
selama 2-4 jam, dan kurangi lagi menjadi 2-3 ml/kg/jam atau kurang sesuai respon klinis.
Nilai kembali status klinis, ulangi Ht. Bila Ht sama atau meningkat sedikit, lanjutkan
dengan jumlah sama (2-3 ml/kg/jam) selama 2-4 jam. Bila tanda vital memburuk dan Ht
meningkat drastis, tingkatkan pemberian cairan 5–10 ml/kg/jam selama 1-2 jam. Nilai
kembali status klinis, ulang Ht, dan periksa kecepatan cairan infus berkala.
Berikan volume intravena minimum untuk menjaga perfusi dan urin output 0,5 ml/kg/jam
selama 24-48 jam. Kurangi jumlah cairan infus berkala saat kebocoran plasma berkurang,
yakni saat akhir fase kritis. Hal ini bisa diketahui dari urin output dan/atau asupan minum
cukup dan Ht menurun.
Pasien dengan warning signs harus diobservasi hingga fase kritis lewat. Parameter yang
harus dimonitor adalah tanda vital dan perfusi perifer (tiap 1-4 jam hingga lewat fase
kritis), urin output (tiap 4-6 jam), Ht (sebelum dan setelah pemberian cairan, selanjutnya
tiap 6-12 jam), glukosa darah, dan fungsi organ sesuai indikasi.
Pada pasien tanpa warning signs, hal berikut harus dilakukan:
Motivasi minum. Jika tidak bisa, mulai infus intravena dengan NS 0,9% atau RL dengan
atau tanpa dekstrosa dengan dosis pemeliharaan. Untuk pasien obese atau overweight
digunakan dosis sesuai berat ideal. Berikan volume minimum untuk memelihara perfusi
dan urine output selama 24-48 jam.
Pasien harus dimonitor: temperatur, asupan dan keluaran cairan, urin output (volume dan
frekuensi), warning signs, hematokrit, leukosit, dan trombosit. Pemeriksaan laboratorium
lain dapat dilakukan sesuai indikasi.
Kelompok-C5
Pasien membutuhkan tatalaksana emergensi dan urgensi apabila mengalami DBD berat
untuk memudahkan akses intensif dan transfusi darah. Resusitasi cairan dengan kristaloid
isotonik secepatnya sangat penting untuk menjaga volume ekstravaskular saat periode kebocoran
plasma atau larutan koloid pada keadaan syok hipotensi. Pantau nilai Ht sebelum dan sesudah
resusitasi. Tujuan akhir resusitasi cairan adalah meningkatkan sirkulasi sentral dan perifer
(takikardia berkurang, tekanan darah dan nadi meningkat, ekstremitas tidak pucat dan hangat,
dan CRT <2 detik) dan meningkatkan perfusi organ (level kesadaran membaik, urin output >0,5
ml/kg/jam, asidosis metabolik menurun).