APPENDISITIS AKUT
Pembimbing :
dr. Arief Setiawan SpB-KBD
Disusun oleh :
Lanny Winarta
11.2018.053
Riwayat Keluarga
Pasien dengan riwayat merokok lebih dari 15 tahun, sebelumnya ada
riwayat asma sudah sembuh. Ayah pasien menderita hipertensi dan
ibunya memiliki riwayat maag . pasien menyangkal adanya keluarga
mempunyai riwayat kanker, diabetes, jantung, ginjal. Pasien jarang
mengkonsumsi makanan buah dan sayur.
Riwayat Pengobatan
Ranitidin, Lansoprazole. Tidak ada riwayat alergi obat
Kepala:Normocephali, Lesi (-), rambut hitam dan kuat, distribusi rambut merata,
alopecia (-)
Telinga: lesi (-), Fistula pre dan post aurikuler (-/-),Luka (-),normotia,serumen
minimal
Leher:lesi(-)
Thorax:
Paru:lesi (-), nafas dada simetris baik statis maupun dinamis, sonor pada
kedua lapang paru, vesikuler(+/+),wheezing(-/-), rhonki (-/-)
Jantung : iktus cordis (-),
Rektum : TSA : Normal ; Tidak kolaps; mukosa licin, tidak berbenjol, tidak teraba
pembesaran prostat.
Genitalia:tidak dilakukan
b. Status Lokalis
Abdomen:
Inspeksi : Sawo matang, luka operasi (-), Caput medusa (-), Distensi abdomen
(-)
Auskultasi : Bising Usus Meningkat, Metalic sound (-)
Palpasi :supel,Mc Burney sign (+), Obturator sign (+), psoas Sign (+),Cullen
sign (-), Rovsing sign (-),Blomberg sign (+), Nyeri Tekan (+),massa(-)
Perkusi: timpani seluruh abdomen, shifting dullness (-)
Darah lengkap
Hemoglobin 15.1 13.0-18.0 g/dL
Hematokrit 43 40-52%
Eritrosit 5.1 4.3-6.0 juta/uL
Leukosit 20490* 4800-10800/ uL
Trombosit 253000 150000- 400000/uL
Hitung jenis :
Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1 1-3%
Neutrofil 82* 50-70%
Limfosit 13* 20-40%
Monosit 4 2-8%
MCV 84 80 - 96 fl
MCH 30 27-32 pg
MCHC 35 32-36 g/dL
Analisa Gas Darah
pH 7.449 7.37 – 7.45
pCO2 31.7* 33- 44 mmHg
pO2 106.8 71 -104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 22.2 22-29 mmol/L
Kelebihan Basa (BE) -0.8 (-2) – 3 mmol/L
Saturasi O2 97.9 94-98%
Urinalisis
Leukosit 18 <=10/uL
Eritrosit 4 <3/uL
Silinder 0 <=1/uL
Epitel 0 <15 sel/uL
Kristal 0 -<=10/uL
Lain –lain -/Negatif -/negatif
Koagulasi
PT
Kontrol 10.9 Detik
Pasien 10.2 9.3 – 11.8 detik
APTT
Kontrol 24.0 Detik
Pasien 26.5 23.4 -31.5 detik
Kimia klinik
Ureum 24 20-50 mg/dL
Kreatinin 1.10 0.5 – 1.5 mg/dL
eGFR(FormulaMDRD) 101.25 mL/mnt/1.73m3
Natrium (Na) 138 135-147 mmol/L
Kalium (K) 4.8 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 100 95 – 105 mmol/L
Glukosa Darah (Sewaktu) 98 70 - 140mg/dL
b. Pemeriksaan USG
Hepar : Besar dan bentuk normal, echostructure homogeny, portal dan bilier
normal. Sudut tumpul, permukaan rata. Tidak tampak lesi fokal
Kantung empedu:ukuran dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak
tampak batu maupun sludge
Pancreas : ukuran dan bentuk normal, echostructure homogeny. Tidak tampak lesi
fokal. Ductus pankreaticus tidak melebar
Kedua ginjal: ukuran dan bentuk normal,Struktur kortex dan medulla dalam batas
normal. Pelvio calyces tidak melebar.tidak tampak batu ataupun lesi fokal
Vesika urinaria : ukuran dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak tampak
batu
Prostat : ukuran dan bentuk normal, echostructure homogeny . tidak tampak lesi
fokal maupun kalsifikasi
V. RESUME
Laki – laki usia 30 tahun datang dengan keluhan adanya nyeri kanan bawah yang
bersifat terus menerus, nyeri bertambah bila berjalan. Adanya mual (+), Muntah (+),
pasien Belum BAB 1 hari yang lalu. pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
McBurney sign (+), psoas sign (+), obturator (+).pada pemeriksaan penunjang,Leukosit
20490/uL, Neutrofil 82%;USG : ditemukan adanya kesan akut appendicitis.
VI. DIAGNOSA
Appendisitis akut
Ketorolac 3x 30mg IV
Ranitidin 2 x 50mg IV
Ad vitam : Bonam
Ad Fungsionam: bonam
Ad Sanationam:dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Apendisitis akut merupakan inflamasi akut dan infeksi pada vermiform appendix.
Appendix merupakan bagian ujung dari cecum. Appendicitis merupakan suatu kegawat daruratan
yang harus segera ditangani dan merupakan penyebab tersering adanya nyeri abdomen terutama
pada anak – anak. Diagnose akan penyakit ini secepat mungkin ditegakan dikarenakan seiring
betambahnya waktu akan terjadi peningkatan proses rupture pada appendix yang akan
menyebabkan perforasi.1,2
Anatomi
Retrosekal : merupakan appendix yang terletak di belakang cecum dan paling sering di
temukan.
Splenik: terletak di ileum terminal bisa di anterior ke ileum atau posterior ke ileum.
Promonterik: appendix yang menuju premontorium sacrum
Pelvik: appendix yang menuju ke area pelvis
Midinguinal : appendix yang terletak dibawah cecum dan menuju kearah titik mid inguinal
Paracaecal:terletak pada kanan paracolic
Mikro anatomi
Secara histologi, apendiks terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan subserosa, yang merupakan
percabangan luar dari peritoneum; lapisan muscular, yang tidak selalu ada disemua lokasi pada
appendiks dan submucosa dan mukosa. Pada bagian mukosa adanya kelenjar intestinal yang
berbaris dengan adanya goblet sel yang memproduksi mucin, lamina propria mempunyai limfosit
yang sebagian di lapisi oleh muskularis mukosa yang akan memisahkan lapisan mukosa dan
submucosa. Pada bagian submucosa hampir seluruhnya dipenuhi oleh jaringan limfe yang di
susun oleh limfatik nodul yang jika di warnai pada pemeriksaan histologi akan berwarna gelap.
Pertengahan pada limfatik nodul disebut juga sebagai germinal center yang berisi limfoblast yang
berproliferasi.bagian luar dari submucosa memiliki pembuluh darah dan lebih sedikit adanya sel
imun yang infiltrasi. Mukosa pada appendix merupakan otot sikular dalam dan tipis longitudinal
externa yang mengelilingi appendix . pada mukosa ini terdapat mukosa dengan lubang dalam yang
sering disebut Crypts of Lieberkuhn yang berfungsi untuk menghasilkan mucus yang keluar dari
crypts bertujuan untuk lubrikasi dan melindungi mukosa pada usus dari isinya. lapisan paling luar
adalah subserosa yang berisi jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf.5,6
Appendiks mulai terbentuk pada embrio berusia 6 minggu, dimulai dari timbul keluarnya
kantung dari organ caudal pada bagian midgut dan mulai elongasi hingga mencapai usia 5 bulan
untuk mendapatkan bentuk seperti cacing . Pertumbuhan appendiks dimulai dari ujung cecum
dikarenakan pertumbuhan yang tidak sempurna pada bagian lateral sekum menyebabkan
appendiks ditemukan pada bagian dinding posteromedial. Seiring dengan bertambahnya usia
semakin sedikit jaringan limfoid dikarenakan degenerasi.2,3,7
Gambar 3 : Appendix secara histologi 5
Fisiologi
Epidemiologi
Appendicitis merupakan salah satu penyakit emergensi yang paling sering ditemui. Di
Amerika ditemukan 250.000 kasus apendisitis per 1 juta pasien per hari. Apendisitis terjadi sekitar
7 % dari populasi Amerika dengan tingkat insiden 1,1 kasus per 1000 orang. Pada Asia dan Afrika
memiliki tingkat insiden lebih rendah dikarenakan adanya kebiasaan makanan pada bagian
regional. Insiden ini menurun bila adanya kebiasaan mengkonsumsi serat tinggi. Pada insidensi
menurut pria dan wanita sekitar 3 :2. Insiden pada appendicitis meningkat sejak lahir dan mencapai
puncaknya pada usia akhir remaja dan menurun pada usia tua. Pada anak – anak insiden terjadi
perforasi adalah 50 – 85%.3,4,8Tingkat resiko pada laki – laki selama hidup adalah 12 % dan 25 %
pada perempuan, meskipun apendisitis menyerang dalm berbagai usia terutama pada usia 10 – 19
tahun.1
Etiologi
Secara penyebabnya appendicitis terjadi dikarenakan adanya obstruksi appendix bisa
dikarenakan inflamasi pada dinding appendix( limfoid hyperplasia dimana pada appendix
ditemukan adanya massa pada jaringan limfoid pada lapisan mukosa dan submukosa yang kaan
menyebabkan obstruksi lumen) , dikarenakan pola makan ( Fekalit, appendicolit ), dan infeksi (
penyebab tersering pada anak – anak dan dewasa muda). Hiperlasia limfoid yang dimaksud ini
adalah hyperplasia limfoid sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain seperti : Crohn disease,
gastroenteritis, infeksi paru dan parasite. Parasit yang paling sering menyebabkan sumbatan lumen
dan erosi pada mukosa appendiks adalah cacing ascariasis dan E.histolytica . pola makan, yang
rendah serat juga dapat menyebabkan konstipasi, dimana konstipasi ini akan meningkatkan
tekanan intrasekal sehingga terjadinya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal di kolon.1,3,4,8
Patogenesis
Apendisitis bermula terjadinya pada mukosa yang melibatkan seluruh dinding apendiks
dalam waktu 24 -48 jam pertama. Proses imun pada tubuh berupaya untuk membatas proses
inflamasi dengan cara menutup apendiks dengan omentum, usus halus sehingga terbentuk massa
periapendikuler yang didalam massa tersebut adanya infiltrate apendiks. Dapat terjadi abses
hingga terjadinya perforasi, jika tidak terbentuk abses maka massa tersebut akan mengurai diri
secara lambat. Namun apendiks yang telah terjadi inflamasi tidak akan sembuh sempurna
dikarenakan adanya terbentuk jaringan ikat yang melengket dengan jaringan sekitarnya, sehingga
dapat menimbulkan nyeri berulang pada perut kanan bawah.4
Patofisiologi
Stadium Appendisitis
Secara stadium pada appendicitis akut dibagi menjadi 2 garis besar yaitu appendicitis
akut tampa komplikasi dan appendicitis dengan komplikasi..9
Grade 0, merupakan dimana ditemukan pada diagnose klinis pada appendicitis akut dan
laparoskop ditemukan bentuk “appendix normal”. Appendix terlihat normal pada laparoskopi
akan tetapi penyakit lain dapat ditemukan pada pasien yang menyebabkan nyeri. Grade ini
merupakan grade awal appendiks yang inflamasi hanya sebatas lapisan intramural. Pasa tahap ini
terjadi ulserasi pada mucosal appendiks. Umumnya ditemukan adanya nyeri epigastrium yang
akan berakhir 4- 6 jam sekali.
Grade 1 , ditemukan adanya inflamasi yang terdapat pada cavitas abdomen dan appendix
.sekitar 10 % pasien ditemukan adanya hiperemis, edema dan eksudat fibrin yang menuju ke
cavitas abdomen. Pada hasil studi sekitar 10 % ditemukan bakteri negative pada appendix. Ini
yang menjadi salah satu komplikasi jika appendicitis dengan postoperative peritonitis dan abses
intra abdominal setelah appendektomi simple terutama jika tidak diberikan profilaktik antibiotic.
Grade 2, dibagi menjadi 2 yaitu . tipe segmental nekrosis dan basal nekrosis.Grade 2A/
Nekrosis segmental meruupakan nekrosis yang terisolasi, ada/ tidaknya eksudasi local pada
appendix. Sedangkan pada Grade 2B adanya terjadi nekrosis hingga basal appendiks adanya
insersi di dinding cecum. Namun pada grade 2B sangat jarang terjadi.9
Grade 3, dibagi menjadi 3 yaitu: adanya flegmon, abses kurang dari 5 cm tampa udara
peritoneal dan abses diatas 5cm tampa udara di peritoneal.terjadinya inflamasi atau perforasinya
appendiks yang didalam omentum mayor atau jendolan di usus besar yang menyebabkan adanya
fokal abses. Rekurensi appendicitis, tingkat insidensinya hanya 10% dengan gejala nyeri kanan
bawah bahkan terdapat adanya nyeri pada setelah appendektomi, histopatologis dapat ditemukan
appendix yang terinflamasi.8,9
Gambaran Klinis
Appendicitis akut sering timbul adanya gejala nyeri abdomen yang akut dimana nyeri
tersebut bisa di periumbilical, central dan epigastrium yang nyeri tersebut akan bermigrasi ke
bagian kuadran kanan bawah.sering disertai adanya mual dan muntah . umumnya nafsu makan
menurun, terkadang pasien tidak ada keluhan nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita butuh obat pencahar. Tindakan ini berbahaya karena dapat menyebabkan
terjadinya perforasi. Pasien biasanya mengeluh sakit bertambah bila berjalan atau batuk. Bila
apendiks berada di retrosekal retroperitoneal adanya nyeri perut kanan bawah yang tidak jelas.
Pemeriksaan yang harus dilakukan pada kasus tersebut dengan nyeri yng timbul pada saat
berjalan.bila apendiks terdapat di rongga pelvis, timbul gejala rangsangan sigmoid dan rectum
meningkat sehingga peristalits meningkat dan pengosongan rectum cepat. Jika lokasi apendiks
berada di saluran kemih maka adanya keluhan dysuria atau hematuria, peningkatan frekuensi
kemih dikarenakan rangsangan apendiks di dinding kemih.1,4,8
Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik , kita harus mengecek pasien dari kepala hingga kaki. Pada
bagian dada kita harus periksa untuk mengetahui adanya dehidrasi dan takikardi atau bradikardi
dikarenakan nyeri.pada pasien anak umumnya ada perubahan sikap pasiennya seperti rewel,
menangis. Demam juga dapat ditemukan pada pasiem, umumnya ringan sekitar 37,5-38,5 o
C.Bila suhu lebih tinggi terjadi perforasi terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal mencapai 1 o
C.
Auskultasi abdomen di temukan normal dapat juga hilang dikarenakan ileus paralitik
pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh appendicitis perforasi.
Pemeriksaan rectum dilakukan jika ada pasien dengan obturator sign nya positif . pada
pemeriksaan ini juga dilakukan pengecekan adanya feses atau karena massa yang disebabkan
oleh inflamasi. Pemeriksaan ini juga untuk memastikan bahwa appendix pasien berada di area
pelvis. Pemeriksaan pelvis dilakukan dengan indikasi anak remaja perempuan yang seksual aktif
untuk mendiagnosa banding PID ( Pelvic Inlamatory Disease ). 1,3,4,8
10
Tabel 1 : Alvarado Score dan AIR score
Pemeriksaan skor lain juga dpaat dilakukan PAS (Pediatric Appendicitis Score). Dimana
indikasi pemakaian skor ini pada pasien usia 3 – 18 tahun dengan adanya nyeri yang terlokalisasi
pada kanan bawah ; durasi nyeri abdominal selama 4 hari ; tidak dapat digunakan pada pasien
dengan adanya gangguan pencernaan, kehamilan atau adanya operasi abdomen
sebelumnya.Dengan intepretasi:
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan darah lengkap : pada penyakit appendicitis dapat ditemukan adanya leukosit > 10.500
sel/uL dengan ada neutrofilia.
C- Reactive Protein (CRP): merupakan respon infeksi atau inflamasi yang akut dan akan
meningkat drastic pada 12 jam pertama dan akan menurun setelah 12jam pada onset tersebut. CRP
pada appendicitis umumnya meningkat > 1mg/dL.
Urinalisis : digunakan untuk menyingkirkan diagnosis ISK, jika adanya keluhan pyuria
USG (Ultrasonografi): digunakan untuk diagnostic pada pasien kasus appendicitis. Normalnya
appendix tidak dapat dilihat namun pada appendicitis dapat dilihat adanya target appearance,
appendix dilatasi yang berasal dari sekum.1-4,8
Diagnosa banding
Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.
Gastroenteritis, gejala mual, muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya ringan
dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltik. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.
Limfadenitis mesentrika, yang biasa didahului oleh enteritis dan gastroenteritis , ditandai dengan
nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang
sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.
Kelainan ovulasi , folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut
kanan bawah ditengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama hilang timbul. Tidak
ada tanda radang, nyeri bisa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu
selama dua hari.
Infeksi panggul, salphingitis akut kanan sering di misdiagnosa sebagai appendicitis . umumnya
pada kasus ini pada anamnesis adanya nyeri bagian kanan bawah yang disertai nyeri lebih dari
14 hari setelah menstruasi dengan adanya riwayat infeksi saluran kencing dan keputihan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya cairan keputihan , nyeri kanan bawah yag lebih difus. Pada
colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayun. Pada gadis dapat dilakukan
colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Pemeriksaan penunjang untuk membantu
diagnosa penyakit ini adalah urinalisis; terjadinya peningkatan Eritosit > 40. 4,6
Kehamilan di luar kandungan,hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim dengan pendarahan,
akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan vagina, didapatka nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosintesis didapatkan darah.
Kista ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal. Tidak terdapat
demam, pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan diagnosis.
Urolitiasis pielum, adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi
intravena dpat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi,
mengigil, nyeri costovertebral disebelah kanan dan pyuria.4,8
Tatalaksana
Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu – satunya pilihan
yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tampa komplikasi, biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan
tindak bedah sambal memberikan antibiotik dapat menimbulkan abses dan perforasi
Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi. Dalam apendektomi
terbuka,insisi Mc burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang
diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masi terdapat keraguan.
Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.4
Laparoskopi dilakukan juga dengan anastesi general. Pasien diberikan oro atau
nasogastric tube dan kateter. Pasien diposisikan supine dengan bagian tangan kiri di sampingkan
ke bagian meja operasi. Layar laparoskopik terletak di sebelah kiri pasien. Pada saat operasi
sama dengan prosedur open surgery . appendix di ambil lewat infraumbilikal trocr melewati tas
pengambilan.3
Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus.4,8
Daftar pustaka