Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

APPENDISITIS AKUT

Pembimbing :
dr. Arief Setiawan SpB-KBD

Disusun oleh :
Lanny Winarta
11.2018.053

KEPANITERAAN KLINIK ILMU BEDAH


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
PERIODE 18 MARET 2019 – 25 MEI 2019
RUMAH SAKIT PUSAT ANGKATAN DARAT GATOT SOEBROTO
JAKARTA
I. IDENTITAS KASUS
Nama : Tn. AZ
No RM :934985
TTL/Umur :24-05-1988 /30 tahun
Jenis Kelamin :Laki – laki
Alamat :DK notowarih bawah RT 005RW003, Notogiwang Paninggaran
Agama :Islam
Suku :Jawa
Pendidikan terakhir:SMA
Tanggal Masuk : 10 - 05- 2019

II. STATUS PASIEN


1. Anamnesis
Dilakukan auto alloanamnesa pada tanggal 10 Mei 2019
 Keluhan Utama
Nyeri perut kanan bawah sejak 3 jam SMRS
 Riwayat Penyakit
1 Hari SMRS, pasien mengeluh adanya nyeri ulu hati yang bersifat
hilang timbul. Pasien menyangkal adanya nyeri dada, mual , muntah,
demam.dan memakai NSAID jangka panjang Pasien pergi ke puskesmas
dekat. Pasien diberikan ranitidine dan lansoprazole dari puskesmas, adanya
perbaikan pada pasien .
6jam SMRS, pasien mengalami nyeri perut bagian bawah, pasien
merasakan adanya mual namun tidak disertai muntah, nyeri kepala. Pasien
memakan obat dari puskesmas namun adanya perbaikan yang bersifat
sementara.
3 jam SMRS, pasien mengalami nyeri hebat pada bagian kanan
bawah sehingga sulit untuk berjalan. Nyeri bersifat terus menerus, muntah
setelah makan malam, muntah makanan, tidak ada darah, lender, cairan
hitam, cairan hijau. Pasien mengeluh mual. Pasien menyangkal adanya
demam, perut kembung. Pasien belum BAB 1 hari dan BAK tidak ada
keluhan sulit berkemih maupun nyeri saat berkemih.

 Riwayat Keluarga
Pasien dengan riwayat merokok lebih dari 15 tahun, sebelumnya ada
riwayat asma sudah sembuh. Ayah pasien menderita hipertensi dan
ibunya memiliki riwayat maag . pasien menyangkal adanya keluarga
mempunyai riwayat kanker, diabetes, jantung, ginjal. Pasien jarang
mengkonsumsi makanan buah dan sayur.

 Riwayat Pengobatan
Ranitidin, Lansoprazole. Tidak ada riwayat alergi obat

III. STATUS PRAESENS


a. Status Umum

Kepala:Normocephali, Lesi (-), rambut hitam dan kuat, distribusi rambut merata,
alopecia (-)

Mata :Conjuntiva Anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-),exopthlamus (-/-), enopthalamus (-


/-),edema periorbital (-/-),

Hidung: septum deviasi (-),hiperemis (-)

Telinga: lesi (-), Fistula pre dan post aurikuler (-/-),Luka (-),normotia,serumen
minimal

Tenggorok: T1 -T1 tenang, hiperemis (-)

Mulut:simetris kanan dan kiri, sianosis(-), pendarahan gusi(-),

Leher:lesi(-)

Thorax:
 Paru:lesi (-), nafas dada simetris baik statis maupun dinamis, sonor pada
kedua lapang paru, vesikuler(+/+),wheezing(-/-), rhonki (-/-)
 Jantung : iktus cordis (-),

Punggung:lesi (-),CVA (-), nyeri ketok(-)

Rektum : TSA : Normal ; Tidak kolaps; mukosa licin, tidak berbenjol, tidak teraba
pembesaran prostat.

Genitalia:tidak dilakukan

Ekstremitas:edema (-),lesi (-), deformitas (-)

b. Status Lokalis

Abdomen:

 Inspeksi : Sawo matang, luka operasi (-), Caput medusa (-), Distensi abdomen
(-)
 Auskultasi : Bising Usus Meningkat, Metalic sound (-)
 Palpasi :supel,Mc Burney sign (+), Obturator sign (+), psoas Sign (+),Cullen
sign (-), Rovsing sign (-),Blomberg sign (+), Nyeri Tekan (+),massa(-)
 Perkusi: timpani seluruh abdomen, shifting dullness (-)

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


a. Pemeriksaan Lab

Darah lengkap
Hemoglobin 15.1 13.0-18.0 g/dL
Hematokrit 43 40-52%
Eritrosit 5.1 4.3-6.0 juta/uL
Leukosit 20490* 4800-10800/ uL
Trombosit 253000 150000- 400000/uL
Hitung jenis :

Basofil 0 0-1%
Eosinofil 1 1-3%
Neutrofil 82* 50-70%
Limfosit 13* 20-40%
Monosit 4 2-8%
MCV 84 80 - 96 fl
MCH 30 27-32 pg
MCHC 35 32-36 g/dL
Analisa Gas Darah
pH 7.449 7.37 – 7.45
pCO2 31.7* 33- 44 mmHg
pO2 106.8 71 -104 mmHg
Bikarbonat (HCO3) 22.2 22-29 mmol/L
Kelebihan Basa (BE) -0.8 (-2) – 3 mmol/L
Saturasi O2 97.9 94-98%
Urinalisis

Warna Kuning Kuning


Kejernihan Kernih Jernih
Berat Jenis 1.020 1.000 - 1.030
pH 6.0 5.0 – 8.0
Protein -/negatif -/negatif
Glukosa -/negatif -/negatif
Keton -/negatif -/negatif
Darah -/negatif -/negatif
Bilirubin -/negatif -/negatif
Urobilinogen 0.1 0.1 – 1.0 mg/dL
Nitrit -/negatif -/ negatif
Leukosit Esterase +/positif 1 -/ negatif
Sedimen Urin

Leukosit 18 <=10/uL
Eritrosit 4 <3/uL
Silinder 0 <=1/uL
Epitel 0 <15 sel/uL
Kristal 0 -<=10/uL
Lain –lain -/Negatif -/negatif
Koagulasi

PT
Kontrol 10.9 Detik
Pasien 10.2 9.3 – 11.8 detik
APTT
Kontrol 24.0 Detik
Pasien 26.5 23.4 -31.5 detik
Kimia klinik
Ureum 24 20-50 mg/dL
Kreatinin 1.10 0.5 – 1.5 mg/dL
eGFR(FormulaMDRD) 101.25 mL/mnt/1.73m3
Natrium (Na) 138 135-147 mmol/L
Kalium (K) 4.8 3.5 – 5.0 mmol/L
Klorida (Cl) 100 95 – 105 mmol/L
Glukosa Darah (Sewaktu) 98 70 - 140mg/dL

b. Pemeriksaan USG

Dilakukan pada tanggal : 10 – 05 – 2019

Hepar : Besar dan bentuk normal, echostructure homogeny, portal dan bilier
normal. Sudut tumpul, permukaan rata. Tidak tampak lesi fokal
Kantung empedu:ukuran dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak
tampak batu maupun sludge

Pancreas : ukuran dan bentuk normal, echostructure homogeny. Tidak tampak lesi
fokal. Ductus pankreaticus tidak melebar

Lien : Ukuran dan bentuk normal,echostructure homogeny . tidak tampak lesi


fokal . vena lienalis tidak melebar.

Kedua ginjal: ukuran dan bentuk normal,Struktur kortex dan medulla dalam batas
normal. Pelvio calyces tidak melebar.tidak tampak batu ataupun lesi fokal

Vesika urinaria : ukuran dan bentuk normal, dinding tidak menebal. Tidak tampak
batu

Prostat : ukuran dan bentuk normal, echostructure homogeny . tidak tampak lesi
fokal maupun kalsifikasi

Regio Mc Burney: Appendikss tampak membesar (kaliber +/- 12 mm)

Kesan : akut appendicitis


c. Pemeriksaan Thorax

Pemeriksan Thorax dengan hasil :

 Jantung tidak membesar


 Aorta dan Mediastinum superior tidak melebar
 Trakea di tengah. Kedua hilus tidak melebar
 Coracan bronkovaskular kedua paru baik
 Tidak tampak infiltrate maupun nodul di kedua lapangan paru
 Kedua hemidiafragma licin. Kedua sinus kostofrenikus lancip
 Tulang –tulang intak

Kesan : tidak tampak kelainan radiologis pada jantung dan paru .

V. RESUME

Laki – laki usia 30 tahun datang dengan keluhan adanya nyeri kanan bawah yang
bersifat terus menerus, nyeri bertambah bila berjalan. Adanya mual (+), Muntah (+),
pasien Belum BAB 1 hari yang lalu. pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
McBurney sign (+), psoas sign (+), obturator (+).pada pemeriksaan penunjang,Leukosit
20490/uL, Neutrofil 82%;USG : ditemukan adanya kesan akut appendicitis.

VI. DIAGNOSA

Appendisitis akut

VII. RENCANA PENGOBATAN

Rencana operasi laparoskopi

Antibiotik : Metronidazole 3x 500mg IV; ceftriakson 1x 2g IV

Ketorolac 3x 30mg IV

Ranitidin 2 x 50mg IV

Laporan operasi pada tanggal 10 -05 -2019 jam 19.30

 Pasien dibius dengan GA ( General anastesia )


 Asepsis daerah operasi, tutup dengan duk bolong
 Insisi infraumbilikal + 11mm , masuk trocar melalui pneumoperitoneum,
masuk ke cavum 10/0
 Masuk trocar II dan III, tampa omentum menutupi daerah caecum, tampak us
 Evaluasi adanya tampak appendix nekrotik retrocaecal dengan adanya pus
 Potong mecoapendix, clip pangkal appendix dan ikat dengan mecoplus
 Setelah appendix di potong masukkan ke endobag
 Cuci cavum abdomen dengan menggunakan NaCl 0,9%
 Keluarkan appendix dan endobag, kemudian pasang drain
 Jahit dan operasi selesai
VIII. PROGNOSIS

Ad vitam : Bonam

Ad Fungsionam: bonam

Ad Sanationam:dubia ad bonam
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Apendisitis akut merupakan inflamasi akut dan infeksi pada vermiform appendix.
Appendix merupakan bagian ujung dari cecum. Appendicitis merupakan suatu kegawat daruratan
yang harus segera ditangani dan merupakan penyebab tersering adanya nyeri abdomen terutama
pada anak – anak. Diagnose akan penyakit ini secepat mungkin ditegakan dikarenakan seiring
betambahnya waktu akan terjadi peningkatan proses rupture pada appendix yang akan
menyebabkan perforasi.1,2

Anatomi

Appendiks pada orang dewasa normalnya kisaran 6 -9 cm dengan diameter antara 3 -8 mm


dimana diameter luminal kisaran 1 -3 mm pada dewasa sedangkan pada anak panjang apendiks
adalah 4.5 cm. pendarahan pada bagian appendiks berasal dari percabangan ileocecal arteri yang
dimana berasal dari percabangan posterior dari ileum terminal. Nama pada arteri tersebut adalah
arteri appendikularis, arteri ini merupakan arteri tampa kolateral sehingga jika arteri ini tersumbat
seperti thrombosis pada infeksi , maka appendiks akan mengalami gangrene. Pengairan limfe pada
appendiks berasal dari nodus limfe yang berada di ileoarteri. Inervasi pada appendiks berasal dari
saraf simpatis yang berkontribusi dari superior mesentrika plexus dan afferent saraf simpatik
berasal dari nervus vagus. Oleh karena itu, nyeri visceral pada appendicitis bermula pada sekitar
umbilicus. Pada 65 % kasus appendiks terletak di intraperitoneal.selebihnya appendiks terletak
retroperitoneal, yaitu di belakang kolon ascendens.2-4

Gambar 1 : gambaran appendix normal di laparoskopi


Secara lokasi appendix bisa berbagai posisi yaitu :

 Retrosekal : merupakan appendix yang terletak di belakang cecum dan paling sering di
temukan.
 Splenik: terletak di ileum terminal bisa di anterior ke ileum atau posterior ke ileum.
 Promonterik: appendix yang menuju premontorium sacrum
 Pelvik: appendix yang menuju ke area pelvis
 Midinguinal : appendix yang terletak dibawah cecum dan menuju kearah titik mid inguinal
 Paracaecal:terletak pada kanan paracolic

Gambar 2 : gambar lokasi vermiform appendix.

Mikro anatomi

Secara histologi, apendiks terdiri dari 3 lapisan yaitu lapisan subserosa, yang merupakan
percabangan luar dari peritoneum; lapisan muscular, yang tidak selalu ada disemua lokasi pada
appendiks dan submucosa dan mukosa. Pada bagian mukosa adanya kelenjar intestinal yang
berbaris dengan adanya goblet sel yang memproduksi mucin, lamina propria mempunyai limfosit
yang sebagian di lapisi oleh muskularis mukosa yang akan memisahkan lapisan mukosa dan
submucosa. Pada bagian submucosa hampir seluruhnya dipenuhi oleh jaringan limfe yang di
susun oleh limfatik nodul yang jika di warnai pada pemeriksaan histologi akan berwarna gelap.
Pertengahan pada limfatik nodul disebut juga sebagai germinal center yang berisi limfoblast yang
berproliferasi.bagian luar dari submucosa memiliki pembuluh darah dan lebih sedikit adanya sel
imun yang infiltrasi. Mukosa pada appendix merupakan otot sikular dalam dan tipis longitudinal
externa yang mengelilingi appendix . pada mukosa ini terdapat mukosa dengan lubang dalam yang
sering disebut Crypts of Lieberkuhn yang berfungsi untuk menghasilkan mucus yang keluar dari
crypts bertujuan untuk lubrikasi dan melindungi mukosa pada usus dari isinya. lapisan paling luar
adalah subserosa yang berisi jaringan ikat, pembuluh darah dan saraf.5,6

Appendiks mulai terbentuk pada embrio berusia 6 minggu, dimulai dari timbul keluarnya
kantung dari organ caudal pada bagian midgut dan mulai elongasi hingga mencapai usia 5 bulan
untuk mendapatkan bentuk seperti cacing . Pertumbuhan appendiks dimulai dari ujung cecum
dikarenakan pertumbuhan yang tidak sempurna pada bagian lateral sekum menyebabkan
appendiks ditemukan pada bagian dinding posteromedial. Seiring dengan bertambahnya usia
semakin sedikit jaringan limfoid dikarenakan degenerasi.2,3,7
Gambar 3 : Appendix secara histologi 5

Fisiologi

Apendiks menghasilkan lendir sebanyak 1- 2 ml per hari . mnormalnya lendir itu


dicurahkan ke dalam lumen dan selanjutnya mengalir ke sekum. Hambaran aliran lendir di muara
apendiks tampaknya berperan pada pathogenesis apendisitis.

Appendiks berfungsi sebagai organ imunitas yang aktif dalam mengsekresikan


immunoglobulin terutama pada immunoglobulin A. Immunoglobulin sekretoar yang dihasilkan
oleh GALT ( gut associated lymphoid tissue) yang terdapat di sepanjang saluran cerna, termasuk
apendiks, ialah IGA. Immunoglobulin itu sangat efektif sebagai pelindung terhadap infeksi.
Namun demikian pengangkatan apendiks tidak mempengaruhi system imun tuuh karena jumlah
jaringan limfe di sini sedikit sekali jika dibandingkan dengan jumlah di saluran cerna dan di
seluruh tubuh. Appendix berfungsi sebagai reservoir untuk rekolonisasi pada colon dengan flora
normal. 3,4

Epidemiologi

Appendicitis merupakan salah satu penyakit emergensi yang paling sering ditemui. Di
Amerika ditemukan 250.000 kasus apendisitis per 1 juta pasien per hari. Apendisitis terjadi sekitar
7 % dari populasi Amerika dengan tingkat insiden 1,1 kasus per 1000 orang. Pada Asia dan Afrika
memiliki tingkat insiden lebih rendah dikarenakan adanya kebiasaan makanan pada bagian
regional. Insiden ini menurun bila adanya kebiasaan mengkonsumsi serat tinggi. Pada insidensi
menurut pria dan wanita sekitar 3 :2. Insiden pada appendicitis meningkat sejak lahir dan mencapai
puncaknya pada usia akhir remaja dan menurun pada usia tua. Pada anak – anak insiden terjadi
perforasi adalah 50 – 85%.3,4,8Tingkat resiko pada laki – laki selama hidup adalah 12 % dan 25 %
pada perempuan, meskipun apendisitis menyerang dalm berbagai usia terutama pada usia 10 – 19
tahun.1

Etiologi
Secara penyebabnya appendicitis terjadi dikarenakan adanya obstruksi appendix bisa
dikarenakan inflamasi pada dinding appendix( limfoid hyperplasia dimana pada appendix
ditemukan adanya massa pada jaringan limfoid pada lapisan mukosa dan submukosa yang kaan
menyebabkan obstruksi lumen) , dikarenakan pola makan ( Fekalit, appendicolit ), dan infeksi (
penyebab tersering pada anak – anak dan dewasa muda). Hiperlasia limfoid yang dimaksud ini
adalah hyperplasia limfoid sekunder yang disebabkan oleh penyakit lain seperti : Crohn disease,
gastroenteritis, infeksi paru dan parasite. Parasit yang paling sering menyebabkan sumbatan lumen
dan erosi pada mukosa appendiks adalah cacing ascariasis dan E.histolytica . pola makan, yang
rendah serat juga dapat menyebabkan konstipasi, dimana konstipasi ini akan meningkatkan
tekanan intrasekal sehingga terjadinya sumbatan fungsional appendiks dan meningkatnya
pertumbuhan flora normal di kolon.1,3,4,8

Patogenesis

Apendisitis bermula terjadinya pada mukosa yang melibatkan seluruh dinding apendiks
dalam waktu 24 -48 jam pertama. Proses imun pada tubuh berupaya untuk membatas proses
inflamasi dengan cara menutup apendiks dengan omentum, usus halus sehingga terbentuk massa
periapendikuler yang didalam massa tersebut adanya infiltrate apendiks. Dapat terjadi abses
hingga terjadinya perforasi, jika tidak terbentuk abses maka massa tersebut akan mengurai diri
secara lambat. Namun apendiks yang telah terjadi inflamasi tidak akan sembuh sempurna
dikarenakan adanya terbentuk jaringan ikat yang melengket dengan jaringan sekitarnya, sehingga
dapat menimbulkan nyeri berulang pada perut kanan bawah.4

Patofisiologi

Adanya obstruksi lumen yang menyebabkan peningkatan di lumen appendix.Appendix


akan mengeluarkan secret cairan pada bagian luminal mukosa sehingga terjadinya distensi pada
appendix. Distensi appendix ini lah menyebabkan adanya proliferasi bakteri dan inflamasi. Bila
terjadi distensi terus menerus pada appendix akan terjadinya perforasi.
Inervasi viseral menyebabkan adanya nyeri yang tidak dapat dilokalisasi bagian
periumbilical yang pada umumnya ditemukan pada pemeriksaan klinis adanya rasa tidak nyaman
di perut. Inflamasi terus menerus menyebabkan nyeri berinervasi ke bagian peritoneum parietal
yang menyebabkan nyeri klasik, yaitu nyeri perut kanan bawah dimana lokasinya di titik
McBurney yang berada 1/3 spina iliaca anterior superior. 50 % pasien tidak mempunyai gejala
khas seperti retrosekal appendix yang nyeri dibagian area pinggang, abdomen displacement dari
uterus pasien hamil akan merasakan nyeri kanan atas.3,4,8

Stadium Appendisitis

Secara stadium pada appendicitis akut dibagi menjadi 2 garis besar yaitu appendicitis
akut tampa komplikasi dan appendicitis dengan komplikasi..9

Tabel 1 :stadium appendicitis Gomes et al. tahun 2015

Grade 0, merupakan dimana ditemukan pada diagnose klinis pada appendicitis akut dan
laparoskop ditemukan bentuk “appendix normal”. Appendix terlihat normal pada laparoskopi
akan tetapi penyakit lain dapat ditemukan pada pasien yang menyebabkan nyeri. Grade ini
merupakan grade awal appendiks yang inflamasi hanya sebatas lapisan intramural. Pasa tahap ini
terjadi ulserasi pada mucosal appendiks. Umumnya ditemukan adanya nyeri epigastrium yang
akan berakhir 4- 6 jam sekali.

Gambar 4 : Grade 0 pada appendicitis akut

Grade 1 , ditemukan adanya inflamasi yang terdapat pada cavitas abdomen dan appendix
.sekitar 10 % pasien ditemukan adanya hiperemis, edema dan eksudat fibrin yang menuju ke
cavitas abdomen. Pada hasil studi sekitar 10 % ditemukan bakteri negative pada appendix. Ini
yang menjadi salah satu komplikasi jika appendicitis dengan postoperative peritonitis dan abses
intra abdominal setelah appendektomi simple terutama jika tidak diberikan profilaktik antibiotic.

Gambar 5 : Appendisitis akut Grade 1

Grade 2, dibagi menjadi 2 yaitu . tipe segmental nekrosis dan basal nekrosis.Grade 2A/
Nekrosis segmental meruupakan nekrosis yang terisolasi, ada/ tidaknya eksudasi local pada
appendix. Sedangkan pada Grade 2B adanya terjadi nekrosis hingga basal appendiks adanya
insersi di dinding cecum. Namun pada grade 2B sangat jarang terjadi.9

Gambar 6 : Appendisitis Akut Grade 2A

Grade 3, dibagi menjadi 3 yaitu: adanya flegmon, abses kurang dari 5 cm tampa udara
peritoneal dan abses diatas 5cm tampa udara di peritoneal.terjadinya inflamasi atau perforasinya
appendiks yang didalam omentum mayor atau jendolan di usus besar yang menyebabkan adanya
fokal abses. Rekurensi appendicitis, tingkat insidensinya hanya 10% dengan gejala nyeri kanan
bawah bahkan terdapat adanya nyeri pada setelah appendektomi, histopatologis dapat ditemukan
appendix yang terinflamasi.8,9

Gambar 7: Appendisitis Akut Grade 3B


Grade 4 ,merupakan perforasi hingga difusi peritonitis. Hasil akhir dari penyakit ini
memiliki prognosa yang buruk.9

Gambar 8: Appendisitis Akut Grade 4

Gambaran Klinis

Appendicitis akut sering timbul adanya gejala nyeri abdomen yang akut dimana nyeri
tersebut bisa di periumbilical, central dan epigastrium yang nyeri tersebut akan bermigrasi ke
bagian kuadran kanan bawah.sering disertai adanya mual dan muntah . umumnya nafsu makan
menurun, terkadang pasien tidak ada keluhan nyeri epigastrium tetapi terdapat konstipasi
sehingga penderita butuh obat pencahar. Tindakan ini berbahaya karena dapat menyebabkan
terjadinya perforasi. Pasien biasanya mengeluh sakit bertambah bila berjalan atau batuk. Bila
apendiks berada di retrosekal retroperitoneal adanya nyeri perut kanan bawah yang tidak jelas.
Pemeriksaan yang harus dilakukan pada kasus tersebut dengan nyeri yng timbul pada saat
berjalan.bila apendiks terdapat di rongga pelvis, timbul gejala rangsangan sigmoid dan rectum
meningkat sehingga peristalits meningkat dan pengosongan rectum cepat. Jika lokasi apendiks
berada di saluran kemih maka adanya keluhan dysuria atau hematuria, peningkatan frekuensi
kemih dikarenakan rangsangan apendiks di dinding kemih.1,4,8

Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik , kita harus mengecek pasien dari kepala hingga kaki. Pada
bagian dada kita harus periksa untuk mengetahui adanya dehidrasi dan takikardi atau bradikardi
dikarenakan nyeri.pada pasien anak umumnya ada perubahan sikap pasiennya seperti rewel,
menangis. Demam juga dapat ditemukan pada pasiem, umumnya ringan sekitar 37,5-38,5 o
C.Bila suhu lebih tinggi terjadi perforasi terdapat perbedaan suhu aksilar dan rektal mencapai 1 o
C.

Pada pemeriksaan abdomen terutama pada inspeksi , menyuruh pasien untuk


menunjukan rasa sakit hebat berada dimana kemudian jika ada penonjolan perut kanan bawah
dapat ditemukan adanya massa atau abses periapendikular.Palpasi abdomen pada pasien diarea
bagian sakit tersebut. Observasi wajah pasien pada saat palpasi, untuk mengetahui nyeri bagian
dimana saat palpasi abdomen. Rovsing sign( palpasi di kuadran kiri bawah yang respon nyeri
adalah kanan bawah), bisa diindikasikan adanya gangguan di peritoneal. Psoas sign dilakukan
dengan tujuan untuk mengetahui adanya inflamasi massa yang berada di otot psoas. Jika ada
terasa nyeri pada pemeriksaan psoas sign maka letak appendix berada di Retrocecal. Obturator
sign juga dilakukan denganfleksi panggul dengan rotasi internal pada panggul, jika (+)/ positif
maka adanya massa inflamasi pada bagian pelvis. Metode lain dapat dilakukan yaitu menyuruh
pasien untuk batuk, duduk lompat ataumenggerakan panggulnya. Umunya pada pasien anak
dengan apendisitis akan menolak melakukannya dikarenakan dapat menambah rasa nyeri.
Dikarenakan adanya gangguan peritoneal.

Auskultasi abdomen di temukan normal dapat juga hilang dikarenakan ileus paralitik
pada peritonitis generalisata yang disebabkan oleh appendicitis perforasi.

Pemeriksaan rectum dilakukan jika ada pasien dengan obturator sign nya positif . pada
pemeriksaan ini juga dilakukan pengecekan adanya feses atau karena massa yang disebabkan
oleh inflamasi. Pemeriksaan ini juga untuk memastikan bahwa appendix pasien berada di area
pelvis. Pemeriksaan pelvis dilakukan dengan indikasi anak remaja perempuan yang seksual aktif
untuk mendiagnosa banding PID ( Pelvic Inlamatory Disease ). 1,3,4,8

Pemeriksaan juga dapat memakai berbagai skor yaitu :


Appendisitis dapat dilakukan dengan penggunaan system skoring yaitu Alvarado score. Dimana
pada hasil skor tersebut jika 0-3 maka resiko rendah ; 4- 8 resiko sedang ; skor 9 -10 resiko tinggi.8
berikut table Alvarado dengan score appendicitis inflammatory

10
Tabel 1 : Alvarado Score dan AIR score

Pemeriksaan skor lain juga dpaat dilakukan PAS (Pediatric Appendicitis Score). Dimana
indikasi pemakaian skor ini pada pasien usia 3 – 18 tahun dengan adanya nyeri yang terlokalisasi
pada kanan bawah ; durasi nyeri abdominal selama 4 hari ; tidak dapat digunakan pada pasien
dengan adanya gangguan pencernaan, kehamilan atau adanya operasi abdomen
sebelumnya.Dengan intepretasi:

 Resiko Rendah (<4)


o Resiko rendah pada akut apendisitis dan tidak diperlukan untuk Radiologi
o Pikirkan diagnosa banding pada penyakit akut abdomen
 Resiko Sedang (4 -6)
o Pemeriksaan Ragiologi dapat membantu menegakan diagnose seperti USG atau
MRI pada pasien.
o Tindakan bedah dapat dilakukan dan hasil dari USG tidak dapat divisualisasikan
 Resiko tinggi (>6)
o Tindakan bedah segera pada pasien
o Periksa segera penunjang pasti pada USG.11
Tabel 1 : Pediatric Appendisitic Score dan Alvarado Score11,12

Pemeriksaan skor appendicitis inflammatory Response (AIR). Merupakan pemeriksaan


diagnose yang dapat digunakan pada usia 2 -96 tahun dengan catatan harus ada pemeriksaan
CRP pada pasien ini. Pemeriksaan ini dengan intepretasi : low risk 1 -4 ; maka pasien ini tidak
perlu di eksplorasi dengan diagnose appendicitis akut ; bila intermediate 5- 8 maka pasien ini
harus segera dilakukan pemeriksaan USG , Pemeriksaan Fisik dan pemeriksaan laboratorium
yang lebih lanjut atau dengan diagnostic laparoskopi.; jika high >9 maka segera dilakukan
operasi eksplorasi.12

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan darah lengkap : pada penyakit appendicitis dapat ditemukan adanya leukosit > 10.500
sel/uL dengan ada neutrofilia.

C- Reactive Protein (CRP): merupakan respon infeksi atau inflamasi yang akut dan akan
meningkat drastic pada 12 jam pertama dan akan menurun setelah 12jam pada onset tersebut. CRP
pada appendicitis umumnya meningkat > 1mg/dL.

Urinalisis : digunakan untuk menyingkirkan diagnosis ISK, jika adanya keluhan pyuria
USG (Ultrasonografi): digunakan untuk diagnostic pada pasien kasus appendicitis. Normalnya
appendix tidak dapat dilihat namun pada appendicitis dapat dilihat adanya target appearance,
appendix dilatasi yang berasal dari sekum.1-4,8

Diagnosa banding

Pada keadaan tertentu, beberapa penyakit perlu dipertimbangkan sebagai diagnosis banding.

Gastroenteritis, gejala mual, muntah dan diare mendahului rasa nyeri. Nyeri perut sifatnya ringan
dan tidak berbatas tegas. Sering dijumpai adanya hiperperistaltik. Panas dan leukositosis kurang
menonjol dibandingkan dengan apendisitis akut.

Limfadenitis mesentrika, yang biasa didahului oleh enteritis dan gastroenteritis , ditandai dengan
nyeri perut, terutama perut sebelah kanan, serta perasaan mual dan nyeri tekan perut yang
sifatnya samar, terutama perut sebelah kanan.

Kelainan ovulasi , folikel ovarium yang pecah pada ovulasi dapat menimbulkan nyeri pada perut
kanan bawah ditengah siklus menstruasi. Pada anamnesis, nyeri yang sama hilang timbul. Tidak
ada tanda radang, nyeri bisa hilang dalam waktu 24 jam, tetapi mungkin dapat menganggu
selama dua hari.

Infeksi panggul, salphingitis akut kanan sering di misdiagnosa sebagai appendicitis . umumnya
pada kasus ini pada anamnesis adanya nyeri bagian kanan bawah yang disertai nyeri lebih dari
14 hari setelah menstruasi dengan adanya riwayat infeksi saluran kencing dan keputihan. Pada
pemeriksaan fisik ditemukan adanya cairan keputihan , nyeri kanan bawah yag lebih difus. Pada
colok vagina, akan timbul nyeri hebat di panggul jika uterus diayun. Pada gadis dapat dilakukan
colok dubur jika perlu untuk diagnosis banding. Pemeriksaan penunjang untuk membantu
diagnosa penyakit ini adalah urinalisis; terjadinya peningkatan Eritosit > 40. 4,6

Kehamilan di luar kandungan,hampir selalu ada riwayat terlambat haid dengan keluhan yang
tidak menentu. Jika ada rupture tuba atau abortus kehamilan di luar Rahim dengan pendarahan,
akan timbul nyeri yang mendadak difus di daerah pelvis dan mungkin terjadi syok hipovolemik.
Pada pemeriksaan vagina, didapatka nyeri dan penonjolan rongga Douglas dan pada
kuldosintesis didapatkan darah.
Kista ovarium terpuntir, timbul nyeri mendadak dengan intensitas yang tinggi dan teraba massa
dalam rongga pelvis pada pemeriksaan perut, colok vagina atau colok rektal. Tidak terdapat
demam, pemeriksaan ultrasonografi untuk menentukan diagnosis.

Endometriosis eksterna, endometrium di luar Rahim akan menimbulkan nyeri di tempat


endometriosis berada dan darah menstruasi terkumpul di tempat itu karena tidak ada jalan keluar.

Urolitiasis pielum, adanya riwayat kolik dari pinggang ke perut yang menjalar ke inguinal kanan
merupakan gambaran yang khas. Eritrosituria sering ditemukan. Foto polos perut atau urografi
intravena dpat memastikan penyakit tersebut. Pielonefritis sering disertai demam tinggi,
mengigil, nyeri costovertebral disebelah kanan dan pyuria.4,8

Tatalaksana

Non Medika mentosa

Bila diagnosis klinis sudah jelas, tindakan paling tepat dan merupakan satu – satunya pilihan
yang baik adalah apendektomi. Pada apendisitis tampa komplikasi, biasanya tidak perlu
diberikan antibiotik, kecuali pada apendisitis gangrenosa atau apendisitis perforate. Penundaan
tindak bedah sambal memberikan antibiotik dapat menimbulkan abses dan perforasi

Apendektomi bisa dilakukan secara terbuka atau dengan laparaskopi. Dalam apendektomi
terbuka,insisi Mc burney paling banyak dipilih oleh ahli bedah. Pada penderita yang
diagnosisnya tidak jelas, sebaiknya dilakukan observasi terlebih dahulu. Pemeriksaan
laboratorium dan ultrasonografi dapat dilakukan bila dalam observasi masi terdapat keraguan.
Bila tersedia laparoskop, tindakan laparoskopi diagnostic pada kasus meragukan dapat segera
menentukan akan dilakukan operasi atau tidak.4

Appendectomy terbuka, jika pada nonperforasi appendicitis dilakukan insisi pada


McBurney point (1/3 dari jarak anterior superior spina iliaka ke umbilicus). Jika pada perforasi
atau adanya kecurigaan akan perforasi maka harus di lakukan dibawah 2 cm dari McBurney
Point. Pada saat operasi pasien di buat posisi Tradelenburg dengan rotasi ke bagian kiri pasien.
Jika appendix sulit ditemukan maka harus dicari sekum terlebih dahulu. Dimulai pencarian
appendix dari taenia libera (anterior taenia), yang paling terlihat dari taenia coli.
Appendix memiliki perlengketan pada dinding lateral atau pelvis yang harus di potong
bebas. Membelah mesentrium appendix untuk mengetahui appendix basal. Tangkai appendix
bisa di atasi dengan simple ligasi atau ligasi dan inversi. Selama tangkai appendiks bisa terlihat
dan bagian dasar sekum tidak ada proses inflamasi maka dapat dilakukan ligasi. Obliterasi
mukosa dengan elektrocauteri dengan tujuan untuk menghilangkan perkembangan untuk menjadi
mukokel. Menggunakan drain surgical dapat dilakukan baik pada appendicitis complicated
maupun tidak complicated. Pus pada abdomen harus di aspirasi bukan diirigasi pada komplikasi
apendisitis. Jika appendicitis tidak ditemukan maka bagian sekum dan mesenteri harus di
periksa. Utamakan pada crohn disease pada diagnose banding apendisitis. Pada pasien wanita
usia reproduktif maka harus dicek bagian alat reproduksi tersebut.2,5

Laparoskopi dilakukan juga dengan anastesi general. Pasien diberikan oro atau
nasogastric tube dan kateter. Pasien diposisikan supine dengan bagian tangan kiri di sampingkan
ke bagian meja operasi. Layar laparoskopik terletak di sebelah kiri pasien. Pada saat operasi
sama dengan prosedur open surgery . appendix di ambil lewat infraumbilikal trocr melewati tas
pengambilan.3

Preoperative antibiotic, memberikan penurunan yang signifikan pada post operasi


dibeberapa studi . pemberian antibiotic harus bersifat broad spectrum negative dan anaerob. Pada
pasien yang memiliki riwayat alergi golongan penisilin maka obat yang cocok pada pasien ini
adalah karbapene. Jika pasien itu merupakan pasien hamil maka berikan obat antibiotic golongan
kategori A atau B.8

Komplikasi

Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa perforasi bebas
maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan sehingga berupa massa
yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum dan lekuk usus halus.4,8

Daftar pustaka

1. Gadiparthi R, Waseem M. Pediatric Appendicitis. diakses pada tanggal 27 – 4-2019


2. Hodge BD, Zadeh AK.Anatomy, Abdomen and Pelvis, appendix.di akses
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK459205/ pada tanggal 27 april 2019
3. Brunicardi FC,Andersen DK,Billiar TR, Dunn DL, Hunter JG,Matthews JB, et
al.Schwatz’s principle of surgery 10th ed. Mc Graw Hill.2015.p 1242-59
4. Sjamsuhidajat,De jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 4 Vol 3. EGC:Jakarta.2014. p 776-83
5. The Anatomy and physiology of the appendix. Diakses pada
http://www.appendicitis.pro/the-john-hunter-memorial/the-anatomy-and-physiology.html
pada tanggal 5-5-2019
6. Appendix diakses pada https://www.proteinatlas.org/learn/dictionary/normal/appendix
pada tanggal 27 - 4- 2019
7. Vasudeva N, Mishra S. Inderbir Singh’s Textbook of human Histology with color atlas and
practical guide. Ed 8; Jaypee. New Delhi .2016. p 190
8. Craig S. Appendicitis. Diakses di https://emedicine.medscape.com/article/773895-
clinical#b6 pada tanggal 27/4/2019
9. Gomes GA, et al. Acute appendicitis : proposal of a newcomprehensive grading system
based on Clinical,imaging and laparoscopic finding. World Jounal of Emergency Surgery
.2015 diakses pada www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4669630/
10. Ohle R, O’Reily F, O’Brien KK, Fahey T, Dimotrov. The Alvarado score for predicting
acute appendicitis :a systematic review. BMC Med . 2011;139 (9) diakses dari
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3299622/ pada tanggal 27 – 4- 2019
11. Samuel M. Pediatric Appendicitis Score (PAS). Diakses dari
https://www.mdcalc.com/pediatric-appendicitis-score-pas#why-use pada tanggal 8-5-
2019
12. Andersson M, Andersson RE. Appendisiti Inflamatory Response. Diakses dari
https://www.mdcalc.com/appendicitis-inflammatory-response-air-score#why-use pada
tanggal 8 – 5- 2019

Anda mungkin juga menyukai