Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN KASUS

APPENDICITIS AKUT
KEPANITERAAN KLINIK BIDANG ILMU BEDAH
UNIVERSITAS PELITA HARAPAN – RUMAH SAKIT MARINIR CILANDAK
Nama: Natalia Wiryanto
NIM: 07120100027
Pembimbing: dr. Andanu Indratnoto, Sp.B-KBD
BAB 1. PENDAHULUAN

Apendisitisdidefinisikan sebagaisuatu peradangan padalapisan dalamusus buntuberbentuk


ulatyang menyebarke bagianlainnya. Apendisitis dapat terjadi karena beberapa alasan, seperti
infeksi usus buntu, tetapi faktor yang paling penting adalah obstruksi lumen appendix. Tidak
adatanda-tanda, gejala, atautes diagnostiktunggalakuratmenegaskandiagnosisperadangan usus
buntudalam semua kasus, dansejarahklasikanoreksiadan nyeriperiumbilicaldiikuti mual, kuadran
kanan bawah(RLQ) nyeri, dan muntahterjadi padahanya 50% kasus
(lihatPresentasiklinis).Diagnosisapendisitisbisa sulitpada anak-anakkarenagejala
klasikseringtidak hadir.Penundaandalam diagnosisapendisitisberhubungan
denganrupturdanterkaitkomplikasi, terutamapada anak-anak. Perbaikan dalamtingkatpecahtelah
dibuatdenganpencitraanradiologiscanggih. Apendisitisadalah diagnosis klinisdenganpencitraan
yang digunakanuntuk mengkonfirmasikasussamar-samar.
Jika tidak diobati, usus buntu memiliki potensi untuk komplikasi berat, termasuk
perforasi atau sepsis, dan mungkin bahkan menyebabkan kematian. Pengobatandefinitifuntuk
usus buntuadalahapendektomi. Inisiasiantibiotikpadadiagnosispenting
untukmemperlambatproses infeksidanmembantu mencegahperkembanganusus
buntunonperforated. Kunciuntuk setiapevaluasidan rencana perawatanadalah sebagai berikut:
mengurangi rasa sakitpasiendan ketidaknyamananawal dankonsisten; berkomunikasi
denganpasien dan keluargatentang rencana; ulangipemeriksaansering;
menyesuaikandiagnosisyang sesuai;dan menjagapasienuntuk observasijika firm diagnosis belum
dibuat. Regimen antibiotic yang palingbanyak digunakanadalah kombinasiampisilin,
klindamisin(atau metronidazole), dangentamisin.
Kondisi ini merupakanpenyakitbedahumum danmendesakdenganmanifestasi
yangberagam, tumpang tindihdengansindrom klinislainnya, danmorbiditas yang signifikan, yang
meningkat dengandelaydiagnostik. Bahkan, meskipunkemajuandiagnostik dan terapeutikdalam
pengobatan, usus buntutetap menjadidaruratklinis danmerupakan salah satupenyebab yang lebih
umumdarisakit perutakut.Oleh karena itu, laporan kasus ini ditulis tidak hanya sebagai tugas
kepaniteraan klinik bidang ilmu bedah tetapi juga agar dapat lebih memahami tentang apendisitis
sehingga dapat mengurangi misdiagnosis / delay diagnosis seperti yang terjadi pada kasus ini.
BAB 2. KASUS

I. Identitas
1. Nama: An. Raditya Setya
2. Jenis Kelamin: Laki – Laki
3. Tempat, Tanggal Lahir: Jakarta, 14 April 2006
4. Usia: 8 tahun 4 bulan
5. Agama: Islam
6. Pekerjaan Orang Tua:
- Ayah: buruh pabrik
- Ibu: pemilik warung
7. Alamat: Jl. Asli No. 06 RT 012 / RW 001
Kelurahan Cipedak Kecamatan Jagakarsa
8. No. Telp: 083871885150
9. Penjamin: BPJS – Jamsostek
10. No. Rekam Medik: 332302
11. Tanggal Pendaftaran: 02 September 2014 pukul 13.00 WIB
12. Tanggal Masuk Rawat Inap: 05 September 2014

II. Anamnesis
1. Keluhan Utama: Pasien datang dengan rujukan dari Klinik Cahaya Murni di Jakarta
Selatan.
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang dengan rujukan dari Klinik Cahaya Murni dengan keterangan
sbb:
Diagnosa: Kolik abdomen + emesis + febris (DBD I)?
Ulcus pepticum?
Telah diberikan: Scopoma, diazepam 2 mg – ctm.
Pasien sakit perut sejak 1 malam SMRS.Sakit dirasakan di bagian ulu hati
yang kemudian berpindah ke bagian perut kanan bawah sejak pagi hari SMRS.Sakit
muncul tiba – tiba seperti rasa melilit.Tidak ada yang memperingan atau
memperparah rasa sakit yang dialami. Sakit yang dirasakan tidak menjalar ke bagian
tubuh lain seperti ke pundak, tembus hingga ke belakang, paha bagian dalam, alat
kelamin, dll. Sakit yang dialami sangat berat hingga membuat pasien sulit berjalan.
Pasien juga mengalami mual dan muntah sejak subuh SMRS sebanyak 2x.
Muntahan pasien berisi air bercampur makanan warna putih.Nafsu makan pasien
menurun tetapi masih mau minum.Tidak ada keluhan mengenai BAB seperti diare,
sulit / tidak bisa BAB, sakit saat BAB, dan ada darah / lendir dalam tinja.Keluhan
mengenai BAK seperti rasa sakit / panas saat berkemih, ada darah, warna jadi putih
keruh, berbusa, dan perubahan frekuensi dan volume air seni juga tidak ada.
Pasien mengalami demam sejak 1 malam SMRS.Suhu tidak diukur namun ibu
pasien mengatakan suhunya tidak terlalu tinggi tetapi tidak kunjung turun.Pasien
tidak menggigil atau pun kejang.Pasien hanya mengkonsumsi obat yang diberikan
dari klinik namun tidak kunjung membaik.Pasien tidak ada alergi dengan obat
apapun.Tidak ada obat / vitamin yang dikonsumsi secara rutin.

3. Riwayat Penyakit Dahulu:


Pasien tidak pernah menderita penyakit yang berat hingga harus dirawat inap /
menjalani operasi.

4. Riwayat Penyakit Keluarga:


Pasien tidak memiliki penyakit keturunan apapun.

III. Pemeriksaan Fisik


1. Keadaan Umum: Sakit sedang
2. Kesadaran: Composmentis
3. Tanda – Tanda Vital:
- TD: 130/100 mmHg
- Nadi: 120x/menit
- Napas: 20x/menit
- Suhu: 36,5oC
4. Status Gizi: Berat Badan 26kg.
5. Status Interna:
- Kepala: Normocephali
- Mata: CA -/- SI -/- RCL +/+
- THT: T1/T1, Faring tidak hiperemis, lidah bersih
- Leher: Tidak ada massa
Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
- Thoraks: Pergerakan napas simetris, tidak ada bekas luka / memar, bentuk normal
Tactile Fremitus R=L
Sonor/Sonor
BJ. S1 S2 reguler , Gallop (-) , Murmur (-)
SN. Ves/Ves , Rh -/- , Wh -/-, friction rub (-)
- Abdomen: Datar, BU (N), Timpani, NT (+) di RLQ, Massa (-)
- Ekstremitas: Akral hangat, edema (-), rash (-)
6. Status Lokalis:
- Regio: RLQ
- NT pada titik McBurney (+)
- Nyeri Lepas (+)
- Psoas sign (+)
- Obturator sign (+)
- Merckel sign (+)
- Dunphy sign (+)

IV. Diagnosis
- Working diagnosis: Appendicitis kronik exacerbasi akut
- Differential diagnosis: mesenteric limfadenitis, meckel’s diverticulitis,
intussusception, HSP, lobar pneumonia dan pleurisy.
V. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium:
Tanggal 2-Sep-14 3-Sep-14 5-Sep-14
Hb (13-17 g/dl) 12,2 11,7 11,5
Ht (37 - 54 %) 37 35 35
Leukosit (5ribu - 10ribu / ul) 9,6 7,7 6,4
Trombosit (150ribu - 400ribu / ul) 382 410 367
Masa pembekuan / CT (2-6 menit) 4
Masa perdarahan / BT (1-3 menit) 2
Urinalisa lengkap
Warna (kuning) Kuning
Kekeruhan (jernih) Jernih
pH (6-8) 6,0
Protein (negatif) -
Reduksi (negatif) -
Berat jenis (1015 - 1025) 1,015
Bilirubin (negatif) -
Urobilin (positif) +
Keton / blood (negatif) -
Nitrit (negatif) -
Sedimen
Leukosit (<5/LBP) 3-Jan
Eritrosit (<3/LBP) 0-2
Epitel (<1/LPK) +
Silinder (negatif) -
K. Ca Oxalat (negatif) -
K. As Urat (negatif) -
K. Tripel Phospat (negatif) -
Amorf (negatif) -
2. USG Abdomen:
- Hepar: ukuran normal, permukaan dan tepi regular sudut tajam, echogenisitas
parenkim homogeny, system bilier tak tampak melebar, vaskuler baik, tak tampak
lesi fokal.
- GB: ukuran normal, dinding tak menebal, batu (-), sludge (-).
- Pankreas: ukuran normal, echoparenkim homogen, tak tampak lesi fokal.
- Lien: ukuran normal, echoparenkim homogen, tak tampak lesi fokal.
- Ginjal kanan: ukuran normal, tak tampak dilatasi system pelviocalyceal,
echogenisitas cortex baik, batas sinus cortex jelas, tak tampak batu / kista.
- Ginjal kiri: ukuran normal, tak tampak dilatasi system pelviocalyceal,
echogenisitas cortex baik, batas sinus cortex jelas, tak tampak batu / kista.
- Buli: ukuran normal, dinding tak menebal, batu (-).
- Udara yang meningkat di cavum abdomen.
- Tak tampak ascite smaupun effuse pleura.
Kesan:
* Meteorismus ringan
* USG organ abdomen lainnya tak tampak kelainan

VI. Tatalaksana
Antibiotik (ceftriaxone / metronidazole)
Symptomatik (analgetik: ketorolac ; antiemetic: ranitidine)
Hidrasi (kristaloid: RL)
Operasi: Appendectomy:
VII. Prognosis
Quo at vitam: ad bonam.
Quo at sanationam: ad bonam.
Quo at functionam: ad bonam.
VIII. Pembahasan
Diagnosis appendiksitis pada kasus ini ditegakkan karena ditemukan gejala dan tanda
yang khas pada apendiksitis, yaitu migrating pain, fever, mual muntah, penurunan nafsu
makan, nyeri tekan, nyeri lepas, dan perasat apendisitis (psoas dan obturator positif).
Differential diagnosis yang lain dapat disingkirkan karena tidak terdapat pembesaran
kelenjar geah bening di cerical, tidak ada riwayat perdarahan saluran cerna, tidak teraba
massa di abdomen (RLQ), tidak diawali dengan infeksi saluran pernapasan, tidak ada
rash, dan pada pemeriksaan fisik tidak didapati adanya pleural friction rub atau suara
nafas yang berbeda dari normal.
Tatalaksana yang dilakukan untuk pasien ini adalah sbb:
Pre operative: puasa, IVFD RL, antibiotic, analgetik.
Operasi (apendectomi)
Pasca operasi: analgetik dan IVFD RL
Sebaiknya persiapan pre operative diberikan juga antiemetic dan antipiretik karena pasien
juga mengeluhkan adanya demam, mual, dan muntah.Kateter dan NGT tidak diperlukan
oleh pasien ini.
BAB 3. TINJAUAN PUSTAKA

Appendicitis
Embriologi
Appendix, ileum, dan kolon ascending berasal dari midgut.Appendix pertama
muncul pada minggu ke – 8 kehamilan sebagai penonjolan cecum dan secara bertahap
berputar ke lokasi yang lebih medial karena rotasi usus dan cecum menjadi terfiksasi di
kuadran kanan bawah.Arteri appendiceal, cabang ileocolic arteri mensuplai
appendix.Pemeriksaan histology appendiks menunjukkan sel goblet yang memproduksi
mucus tersebar disepanjang mukosa.Lapisan submukosa berisi folikel limfoid,
mengarahkan kepada spekulasi bahwa appendix dapat memiliki peran penting yang
belum diketahui dalam system imun pada perkembangan awal.System limfatik masuk ke
anterior ileocolic lymph nodes.Pada orang dewasa, appendix tidak memiliki fungsi yang
diketahui. Panjang appendix bervariasi dari 2 – 20 cm, dengan panjang rata – rata 9 cm
pada orang dewasa.1

Anatomi2
Usus buntuadalah perpanjangan cecum yang mirip cacingdanuntuk alasan initelah
disebutusus buntuberbentuk ulat. Panjangrata-ratausus buntu orang dewasaadalah8-
10cm(berkisar 2-20cm). Usus buntuterkandung dalamperitoneumvisceralyang
membentukserosa dan lapisanbagian luarnya berbentuk longitudinal. Usus buntu berasal
daritaeniacoli; lapisan ototinterior yang lebih dalam berbentuk melingkar.Di
bawahlapisan initerletaklapisansubmukosa, yangmengandung jaringanlimfoepitelial.
Mukosaterdiri dariepitel kolumnardenganbeberapa elemenkelenjar dansel-
selneuroendokrinargentaffin.
Taeniacoliberkumpul didaerahposteromedialdarisekum, yang merupakan
tempatdaridasarappendix. Apendiks berubah menjadi lembaranserosalperitoneumyang
disebutmesoappendix, di antaraarteriapendikular, yangberasal
dariarteriileokolika.Kadang-kadang, arteriapendikularaksesori(berasal dari
artericecalposterior) dapat ditemukan.
Pembuluh darah usus buntu harus diketahui untuk menghindari perdarahan
intraoperatif. Arteri apendiks terkandung dalam lipatan mesenterika yang muncul dari
perpanjangan peritoneum dari ileum terminal ke aspek medial sekum dan usus buntu; itu
adalah cabang terminal dari arteri ileokolika dan berjalan berdekatan dengan dinding
apendiks. Drainase vena melalui vena ileokolika dan vena kolik kanan ke vena portal;
drainase limfatik terjadi melalui node ileokolika sepanjang perjalanan mesenterika arteri
superior ke kelenjar celiac dan cisterna chyli.
Apendikstidak memilikiposisi tetap.Iaberasal1,7-2,5cm di bawahileumterminal,
baikdi lokasidorsomedial(paling umum) darifunduscecal, langsung di
sampinglubangileum, atausebagaibukaanberbentuk corong(2-3% daripasien). Apendiks
memilikilokasiretroperitonealdi 65% daripasiendandapatturun kefossailiakadi 31%.
Bahkan, banyak orang mungkin memilikiappendiksyang terletak diruangretroperitoneal;
di panggul; atau di belakangterminalileum, sekum, kolon asendens, atau hati. Dengan
demikian, bentukusus buntu, posisiujungnya, danperbedaandalam posisiappendixsangat
merubahtemuan klinis, dan berpengaruh untuktanda-tandadan gejalausus buntuyang tidak
spesifik.

Definisi2
Apendiksitis adalah peradangan pada lapisan dalam usus buntu yang berbentuk seperti
ulat yang menyebar ke bagian lainnya

Etiologi2
Apendisitis disebabkan oleh obstruksi lumen appendix. Penyebab paling umum
dari obstruksi luminal meliputi hiperplasia limfoid sekunder untuk penyakit radang usus
(IBD) atau infeksi (lebih umum selama masa kanak-kanak dan dewasa muda), stasis fekal
dan fecaliths (lebih umum pada pasien usia lanjut), parasit (terutama di negara-negara
Timur) , atau, lebih jarang, benda asing dan neoplasma.
Fecaliths terbentuk ketika garam kalsium dan puing-puing kotoran menjadi
berlapis di sekitar nidus feces inspissated terletak di dalam usus buntu. Hiperplasia
limfoid dikaitkan dengan berbagai gangguan inflamasi dan infeksi termasuk penyakit
Crohn, gastroenteritis, amebiasis, infeksi pernafasan, campak, dan mononukleosis.
Obstruksi lumen usus buntu telah jarang dikaitkan dengan bakteri (spesies
yersinia, adenovirus, cytomegalovirus, actinomycosis, spesies Mycobacteria, spesies
Histoplasma), parasit (misalnya, spesies Schistosomes, cacing kremi, Strongyloides
stercoralis) bahan asing, (misalnya, senapan pelet, alat kontrasepsi, lidah pejantan, arang
aktif), TBC, dan tumor.

Patofisiologi
Obstruksi lumen dipercaya sebagai penyebab utama apendiksitis akut.Hal ini
dapat disebakan oleh feses yang tersumbat (fecalith / appendicolith), lymphoid
hyperplasia, biji atau batang sayuran, parasit, atau keganasan. Lumen appendix kecil
sehingga dapat menjadi predisposisi terhadap obstruksi closed – loop. Obstruksi lumen
appendiceal berkontribusi terhadap pertumbuhan bakteri yang berlebih dan sekresi mucus
yang terus menerus yang menyebabkan distensi intraluminal dan peningkatan tekanan
dinding.Distensi luminal menghasilkan rasa sakit visceral yang dirasakan pasien sebagai
sakit periumbilical.Gangguan pengeluaran aliran limfatik dan vena menyebabkan iskemik
mukosa. Hal ini menyebabkan proses inflamasi local yang menyebabkan gangrene dan
perforasi. Inflamasi pada peritoneum tersebut menyebabkan rasa sakit yang 1terlokalisasi
pada kuadran kanan bawah. Perforasi biasanya terjadi setidaknya 48 jam setelah onset
gejala dan disertai oleh abses rongga yang dikelilingi oleh usus kecil dan omentum.
Walaupun jarang, perforasi appendiks secara bebas ke rongga peritoneal dapat terjadi,
yang mana dapat disertai oleh peritonitis dan shock septic dan dapat menimbulkan
multiple abses intraperitoneal sebagai komplikasi.2
Pada anak – anak, ketikausus buntutersumbat,bakteriterperangkap di
dalamlumenappendixmulai berkembang biak, danusus buntumenjadibuncit.
Meningkatkan tekananintraluminalmenghalangidrainase vena, danusus
buntumenjadipadat daniskemik.Kombinasiinfeksi
bakteridaniskemiamenghasilkanperadangan, yangberkembang
menjadinekrosisdangangren. Ketikausus buntumenjadigangren, mungkin perforasi.
Perkembangandariobstruksiperforasibiasanya terjadilebih dari72 jam.3
Pada tahap awaldariradang usus buntu, pasienmungkin merasa
sakithanyaperiumbilicalkarenapersarafanT10apendiks. Karena peradanganmemburuk,
eksudat terbentukpada
permukaanserosaappendix.Ketikaeksudatmenyentuhperitoneumparietal, sakitlebih
intensdan lokalberkembang.Perforasi menyebabkanpelepasancairaninflamasidan
bakterike dalam rongga perut.Hal ini menyebabkan inflamasi permukaan
peritonealdanmenyebabkan peritonitis. Lokasi danluasnyaperitonitis(difus ataulokal)
tergantung padasejauh manaomentumdanloop usus yang berdekatan dapat
menampungtumpahanisilumen.3
Jikaisimenjaditerkurungdanmembentukabses, rasa sakit dannyeri
tekandapatterlokalisir padasitusabses. Jikaisinya tidakterkurungdancairanini dapat
bergerakke seluruhperitoneum, rasa sakitdan nyerimenjadimenyeluruh.3

Manifestasi Klinis
- Anamnesis4:
Pasien biasanya datang dengan gejala dan tanda yang muncul biasanya adalah
sakit pada epigastrik kemudian ke iliac kanan, mual, muntah, penurunan nafsu
makan, dan nyeri tekan lokal per abdomen / per rectum. Gejala yang tidak selalu
muncul adalah defense muscular local, distensi local, hiperestesia superficial, demam,
dan konstipasi. Gejala yang jarang / tidak biasa namun dapat juga dikeluhkan adalah
gejala testicular.
Sakit yang dirasakan pada sebagian besar kasus dirasakan di sekitar umbilicus
kemudian terlokalisasi di iliac fossa kanan.Kadang – kadang sakit dirasakan di
seluruh abdomen yang lebih umum pada kasus perforasi, pada hipogastrium, atau di
iliac kanan ketika apendiks di retrocecal. Lokalisasi nyeri pada iliac kanan biasanya
terjadi beberapa jam setelah onset diffuse pain di epigastrik / umbilical region. Sakit
yang dirasakan sering kali samar seperti ingin buang hajat, namun sakit menetap
sekali pun sudah BAB.
Muntah biasanya terjadi pada stadium awal, beberapa jam setelah
sakit.Beberapa tidak muntah, hanya merasa mual.penurunan nafsu makan muncul
sebagai derajat yang lebih rendah dari sensasi mual. Muntah biasanya lebih sering
pada anak – anak dan pasien yang rentan dengan masalah saluran cerna.Derajat mual
dan frekuensi muntah pada stadium awal tergantug pada luas distensi pada apendiks
yang meradang dan resiko perforasi yang mungkin terjadi.
Nyeri tekan local disekitar apendiks biasanya tidak ada pada saat onset
serangan dan tertutupi oleh nyeri abdomen secara umum.Setelah mereda, sakit dapat
dengan mudah dimunculkan.Lokasi nyeri pada saat palpasi bervariasi berdasarkan
posisi apendiks dan dapat ditemukan ketika viscus tidak menempel pada bagian lain
disekitarnya. Kadang – kadang nyeri tekan terjadi karena iritasi peritoneal.
Hiperestesia local kulit dinding abdomen biasanya terfiksasi pada sebelah
kanan walaupun tidak selalu menyertai inflamasi appendiks yang tidak perforasi.Area
yang terpengaruhi biasanya yang dipersarafi oleh dorsl 10, 11, dan 12, serta lumbal 1.
Kekakuan otot secara local disekitar area yang mengalami inflamasi biasa
ditemukan tetapi bukan tanda konstan pada stadium awal.Ada beberapa derajat
kekakuan otot.Derajat yang ekstrim adalah didapati kekakuan yang persisten pada
bagian abdomen tertentu dan tidak bergerak pada saat bernapas.Pada derajat yang
lebih ringan, kekakuan muncul segera setelah tangan menyentuh kulit.Dan pada
derajat yang paling ringan, kekakuan terjadi hanya ketika jari ditekan agak dalam ke
iliac fossa atau mengarah ke appendix.Pada sebagian besar kasus, kekakuan muscular
extreme menunjukkan peritonitis, dan bahkan derajat yang teringan sekalipun ada
karena iritasi parietal peritoneum.Ketika inflamasi appendiks menyebabkan edema
abdominal parietes bagian portiguous, kekakuan muscular adalah
keharusan.Kekakuan psoas harus diuji dengan mengekstensi paha kanan dengan
pasien pada sisi kanan. Kekakuan quadrates lumborum harus ada pada inflamasi
apendiks ascending.
Demam biasanya tidak muncul pada awal onset namun muncul sebelum 24
jam setelah onset. Sebelum pecah, suhu tidak banyak meningkat.Pada kasus yang
dicurigai, suhu harus diukur setiap 2 – 4 jam; jika naik bertahap, maka meningkatkan
kecurigaan appendiksitis. Kenaikan suhu initidak biasa muncul ketika perforasi sudah
terjadi, tetapi perforasi tidak biasa terjadi lebih awal dari 24 jam hingga 36 jam
setelah onset gejala.
Infeksi bakteri menyebabkan akumulasi produk yang mengiritasi yang
menyebabkan distensi lumen appendiks.Konstipasi sering dikeluhkan khususnya
selama fase awal nyeri visceral, namun diare terjadi pada beberapa kasus, terutama
pada anak – anak.Nadi biasanya meningkat pada stadium awal tetapi dapat juga
normal sekali pun suhu meningkat.Peningkatan nadi menunjukkan peritonitis local
atau pelebaran appendix dengan infective material.
Ketika apendiks meradang secara akut, kadang – kadang terjadi distensi gas
pada cecum; distensi local ini kemungkinan hasil reflex adinamic ileus. Ini lebih
sering terjadi ketika apendiks berada di retrocecal dan dekat tertempel pada dinding
cecum.Distensi ini menyebabkan pembengkakan local dengan hasil perkusi
timpani.Distensi yang difus dan parah hanya terjadi pada kasus perforasi yang
terlambat.
Gejala testiskular kadang – kadang ditemukan pada laki – laki dengan
appendiks yang meradang bahkan ketika tidak perforasi. Sakit juga dapat timbul pada
testis kan, kiri, atau keduanya. Pasien biasanya mengatakan testis kanannya seperti
tertarik pada stadium tertentu penyakit ini. Hal ini merupakan referred pain karena
kedua visceranya disuplai oleh segmen spinal dorsal ke – 10. Stimulasi langsung saraf
genitocrural oleh exudate inflamasi berperan dalam menyebabkan retraksi testis.
Urutan munculnya gejala adalah sakit (biasanya pada epigastrik / umbilical),
mual, muntah, anoreksia, nyeri tekan (di abdomen / pelvis), demam, kemudian
leukositosis.Jika terjadi dengan urutan yang berbeda, maka diagnosis apendiksitis
perlu dipertanyakan.Serangan apendiksitis akut biasanya terjadi pada tengah malam,
bahkan dapat menyebabkan pasien terbangun dari tidurnya.Sakit biasanya tidak
terlalu parah dan sering hanya terasa secara local dari pertama dirasakan. Muntah
tidak terlalu sering dan biasanya kekakuan otot disekitar focus penyakit kurang
daripada yang diperkirakan. Sakit di epigastrik, mual / muntah, sakit di iliac kanan,
dan low grade fever, hampir selalu ada, dan nyeri tekan local baik dengan tekanan
dalam pada daerah iliac kana atau pun, di flank, atau melalui rectal tussae tidak
bervariasi kecuali pada 1 atau 2 jam pertama serangan. Kekakuan local umum terjadi
tapi tidak selalu terjadi. Gejala lain yang disebutkan tidak konstan dan nadi biasanya
normal.
- Pemeriksaan Fisik2:
Temuanfisik yang palingspesifik dalamusus buntuadalahnyeri lepas,
nyeripada perkusi, kekakuan, danmenjaga. Meskipunnyeri tekan RLQhadir
dalam96% daripasien, iniadalahpenemuan yang spesifik. Jarang, nyeri lepas kuadran
kiri bawah(LLQ) menjadi manifestasiutamapada pasien dengansitus inversusatau
pada pasiendenganusus buntupanjang yangmeluas keLLQ. Nyeri tekanpada
palpasidiRLQdi atas titikMcBurneyadalah tanda yang palingpentingpada pasien ini.
Pemeriksaan fisikyang cermat, tidak terbatas padaperut, harus dilakukanpada
semua pasiendengan dugaanapendisitis. Gastrointestinal(GI), genitourinari, dan
sistemparuharus dipelajari. Bayi dan anaklaki-lakikadang-
kadanghadirdenganhemiscrotummeradangkarena migrasidariappendiks
yangmeradang ataunanahmelaluipaten prosesus vaginalis. Hal ini seringawalnyasalah
didiagnosis sebagaitorsio testisakut. Selain itu, lakukanpemeriksaan duburpada
pasiendengangambaran klinisyang tidak jelasdan lakukan pemeriksaanpanggulpada
semua wanitadengan nyeri perut.
Dalamsebagian kecil pasiendenganapendisitis akut, beberapatanda-tanda
laindapat dicatat. Namun, ketidakhadiran merekatidakharus digunakanuntuk
menyingkirkanperadangan usus buntu. TheRovsingtanda (nyeri
RLQdenganpalpasiLLQ) menunjukkaniritasiperitonealdalamRLQdipicu olehpalpasidi
lokasi yang jauh. Tandaobturator(nyeriRLQdenganrotasi
internaldaneksternaldaripinggul kanantertekuk) menunjukkan bahwausus buntuyang
meradangterletakjauh di dalamhemipelvistepat.
Tandapsoas(nyeriRLQdenganperpanjanganpinggul kananataudenganfleksipinggul
kananmelawan tahanan) menunjukkan bahwaapendiks yangmeradangterletak di
sepanjangjalannyaototpsoaskanan. TandaDunphy(nyeri tajam diRLQditimbulkan
olehbatuksukarela) dapatmembantu dalam membuatdiagnosis klinisperitonitislokal.
Tanda Markle adalahnyeriyang munculdi daerah tertentudiperutketikapasienyang
berdiriturun dariberdiri dijari kakiketumitdenganpendaratan yang terguncang –
guncang.Tanda ini dipelajaridi 190pasien yang menjalanioperasi usus
buntudanditemukan memilikisensitivitas74%.
Tidak ada buktidalam literatur medisbahwapemeriksaan colok dubur(DRE)
memberikan informasi yang bergunadalam evaluasipasien yang didugaapendisitis;
Namun, kegagalan untukmelakukanpemeriksaan dubursering dikutip
dalamklaimmalprakteksukses. Pada tahun 2008, Sedlaketalmeneliti577pasien yang
menjalaniDREsebagai bagiandarievaluasiuntuk tersangkausus buntudan tidak
menemukannilaisebagai saranamembedakanpasien dengan dan tanpausus buntu.
Insidenapendisitistidak berubahpada kehamilanrelatif terhadappopulasi
umum, tapi presentasiklinislebihbervariasi daripadadi lain waktu.Selama kehamilan,
usus buntubermigrasidalam arahberlawananmenujuginjal kanan, naik di
ataspuncakiliakapada usia kehamilansekitar 4,5bulan. NyeriRLQdan
nyerimendominasipada trimester pertama, namundi paruh keduakehamilan,
kuadrankanan atas(kuadran kanan atas) ataunyeri pinggangkananharusdianggap
sebagai tandakemungkinanperadangan usus buntu. Mual, muntah, dananoreksiayang
umum dirumitpertamakehamilantrimester, namunmuncul kembalimerekanantipada
kehamilanharus dipandangdengankecurigaan.

Diagnostik Scoring2
Beberapapenelititelah menciptakansistem penilaiandiagnostikuntuk
memprediksikemungkinanapendisitis akut. Dalam sistem ini, jumlah terbatasvariabel
klinisyang ditimbulkandari pasiendan masing-masingdiberinilai numerik; kemudian,
jumlahnilai-nilai tersebutdigunakan. Yang paling terkenaldarisistem penilaian
iniadalahMANTRELSskor, yangterdiri darimigrasinyeri, anoreksia, mual
dan/ataumuntah, nyeri diRLQ, nyeri lepas, suhu tinggi, leukositosis, danbergeser kekiri.
Dalam meninjaucatatandari150 pasienEDyang
menjalaniabdominopelviccomputed tomography(CT) scanninguntuk menyingkirkanusus
buntu, McKaydanShepherdmenyatakan bahwapasiendengan skor0-3MANTRELSbisa
dipulangkantanpapemeriksaan radiologi, sedangkanorang-orang denganskor7atau
lebihdikonsultasikan ke bedah, dan orang-orangdengan skor4-6menjalaniCTevaluasi.
Para penelitimenemukan bahwa pasiendengan skorMANTRELSdari3atau lebih
rendahmemiliki insiden3,6% dariradang usus buntu, pasien dengan skor4-
6memiliki32%kejadianusus buntu, danpasien dengan skor7-10memiliki insiden78%
dariradang usus buntu.
Dalam studi lain,Schneideretalmenyimpulkan bahwaskorMANTRELStidakcukup
akuratuntuk digunakan sebagaisatu-satunya metodeuntukmenentukan kebutuhanusus
buntupada populasi anak. Penelitiini, mempelajari588pasien berusia3-21tahundan
menemukanbahwaskorMANTRELSdari7atau lebihmemiliki nilaiprediktif
positif65%dannilai prediksinegatif85%.DiagnosisComputer-aidedterdiri dari
menggunakandata retrospektifdarigambaran klinispasiendenganusus buntu danpenyebab
laindarisakit perutdankemudianprospektifmenilairesiko radang usus buntu.
DiagnosisComputer-aideddapat mencapaisensitivitaslebih besar dari90% sekaligus
mengurangitingkatperforasidanlaparotominegatifsebanyak50%. Namun,
kelemahanprinsipmetodeini adalah bahwamasing-masing lembagaharus
menghasilkandatabase sendiriuntuk mencerminkankarakteristik populasilokal,
danperalatan khususdan waktuinisiasisignifikandiperlukan. Selain itu, diagnosisdibantu
komputertidak tersedia secara luasdiASeds.

Staging2
Tahapanapendisitisdapat dibagi menjadiawal, supuratif, gangren, perforasi,
phlegmonous, spontanresolving, berulang, dan kronis. Padatahap awalapendisitis,
obstruksi lumenappendixmenyebabkanmukosaedema, ulserasimukosa, diapedesisbakteri,
distensiapendiksakibat akumulasicairan, danmeningkatkan tekananintraluminal. Serabut
sarafaferenvisceraldirangsang, danpasien merasakanperiumbilicalatauepigastriumnyeri
viseralringan, yang biasanya berlangsung4-6jam.
Pada apendisitis supuratif,
peningkatantekananintraluminalakhirnyamelebihitekanan perfusikapiler yang
berhubungan denganlimfatikterhambatdandrainase venadan
memungkinkaninvasicairanbakteridanperadangandaridindingappendixtegang.Penyebaran
transmuralbakterimenyebabkanapendisitis supuratifakut. Ketikaserosameradangusus
buntuterjadi kontakdenganperitoneumparietal,
pasienbiasanyamengalamipergeseranklasiknyeridariperiumbilicuskekuadran kananperut
bagian bawah(RLQ), yangterus-menerus danlebih parahdaripadanyeri viseralawal.
Kemudian, pada apendisitisgangren, Intramural venous dan
arterialtrombosisterjadi,sehinggaterjadi gangrene pada usus buntu.
Sedangkan pada tahap perforated appendiks, iskemik jaringan yang menetap
menghasilkaninfarkdanperforasi. Perforasidapat menyebabkanperitonitis fokal atau
general. Adapun apendisitis phlegmonousatau absesadalah usus buntu yangmeradang
atauberlubangterkurung oleh omentumyang lebih besar yang berdekatanatau loop usus
kecil, sehingga terjadi usus buntuphlegmonousatau absesfokal.
Tidak hanya itu, ada juga usus buntu yang sembuh secara spontan.Jikaobstruksi
lumenappendixhilang, apendisitisakut dapatsembuh secara spontan. Hal ini terjadijika
penyebabgejalaadalahhiperplasialimfoidatau ketikaterlihatnya fekalithyangdikeluarkan
darilumen.
Jenis apendisitis yang lain lagi adalah apendisitisrekuren.
Insidenapendisitisberulang adalah10%. Diagnosisditegakkan jika
pasienmengalamikejadianserupanyeriRLQpada waktu yang berbeda, setelah usus buntu,
yanghistopatologiterbuktimerupakan hasil darilampiranmeradang.
Jenis yang terakhir adalah usus buntukronis.Apendisitis kronisterjadidengan
insiden1% dandidefinisikansebagai berikut: (1) pasien
memilikiriwayatnyeriRLQdurasiminimal3minggutanpadiagnosis alternatif; (2)
setelahusus buntu, pasien mengalamibantuan lengkapgejala; (3) histopatologi,
gejalayangterbukti menjadiakibat dari peradangankronis
aktifdaridindingappendixataufibrosisusus buntu.

Differential Diagnosis5

Penyakit yang paling sering keliru untuk usus buntu akut adalah gastroenteritis
akut dan limfadenitis mesenterika. Dalamlimfadenitis mesenterika, rasa sakit kolik di
alam dan kelenjar getah bening leher mungkin membesar. Mungkin mustahil untuk klinis
membedakan diverticulitis Meckel dari apendisitis akut. Rasa sakit mirip; Namun, tanda-
tanda dapat menjadi pusat atau kiri sisi. Kadang-kadang, ada riwayat dari perut yg rasa
sakit atau intermiten perdarahan gastrointestinal yang lebih rendah. Hal ini penting untuk
membedakan antara apendisitis akut dan intususepsi. Apendisitis jarang sebelum usia dari
dua tahun, sedangkan usia rata-rata untuk intususepsi adalah 18 bulan. Ada massa yang
dapat teraba di kuadran kanan bawah dan pengobatan pilihan intususepsi adalah
pengurangan oleh hati-hati barium enema. Henoch-Schönlein purpura sering didahului
oleh sakit tenggorokan atau infeksi saluran pernapasan. Nyeri perut dapat parah dan dapat
bingung dengan intususepsi atau usus buntu. Ada hampir selalu ruam ecchymotic,
biasanya mempengaruhi permukaan ekstensor tungkai dan bokong. Wajah biasanya
terhindar. Jumlah trombosit dan waktu perdarahan masih dalam batas normal.Hematuria
mikroskopik adalah umum. Lobar pneumonia dan radang selaput dada, terutama di dasar
yang tepat, dapat menimbulkan sakit perut sisi kanan dan usus buntu meniru. Rasa nyeri
minimal, demam ditandai, dan pemeriksaan dada mungkin mengungkap menggosok
gesekan pleura ataunapas diubah terdengar pada auskultasi. Sebuah rontgen dada adalah
diagnostik.

Pemeriksaan Penunjang3
Membuatdiagnosistepat waktuapendisitisadalahtantangan yang sulitpada anak-
anakdengansakit perut. Temuan laboratoriumdapat
meningkatkankecurigaanapendisitistetapi tidakdiagnostik. Hasil
pemeriksaanlaboratoriumminimumuntuk pasiendengan
kemungkinanapendisitismeliputiseldarah putih(WBC) menghitung
dengandiferensialdanurinalisis. Tes fungsi hatidan penilaianamilasedanlipasemembantu
ketikaetiologitidak jelas.
BaselineBUNdankreatinindiperlukansebelumintravenaCTkontras.Penelitian
lain,sepertiinterleukin6danproteinC-reaktif (CRP) tes, telah dianjurkanoleh
beberapadalam diagnosisusus buntu. Namun, dalam beberapaseriklinis, penelitian
inibelumterbuktimanfaatyang jelas dan, untuk sebagian besar, hanyamenambah
biayaevaluasi.
HitunganWBCmenjadimeningkat padasekitar 70-90% pasien denganapendisitis
akut. Namun, jumlahWBCmeningkat padabanyak kondisiperutlainnya, juga.Selain itu,
jumlahWBCseringdalam kisaranreferensidalam24 jam pertamagejala.
Elevationcenderung terjadihanya sebagaiproses penyakitberlangsung,dan biasanyaringan.
Oleh karena itu, nilai prediktifterbatas.Peningkatanneutrofilatau bandcountdapat dilihat
tanpaelevasidari totaljumlahWBCdandapatmendukungdiagnosisapendisitis.
Jikaleukositmelebihi15.000sel/uL, pasien lebihcenderung memilikiperforasi. Namun, satu
studitidak menemukan perbedaandalamjumlahWBCanakdenganapendisitissederhana
danorang-orang denganperforasiusus buntu. Pada pasienimmunocompromised,
jumlahneutrofilkurang dari800mungkin menyarankantyphlitis.
urinalisis.
Urinalisisberguna untukmendeteksi penyakitsaluran kemih, termasukinfeksidan
batuginjal. Namun, iritasikandung kemih atauureterolehlampiranmeradangdapat
menyebabkanleukositurinbeberapa. Kehadiran20atau lebihleukositperlapangandaya
tinggi(hpf) menunjukkaninfeksi saluran kemih. Hematuriamungkin disebabkan
olehbatuginjal, infeksisaluran kemih, Henoch-Schönlein purpura, atau
sindromhemolitikuremik-. Namun, sejumlah kecilsel darah merah(sel darah merah) dapat
ditemukan disebanyak20% daripasien denganusus buntuketikaphlegmonatau
absesterletakberdekatan denganureter. Biasanya, sel darah
merahurin<20/hpf.Ketonuriadapat menandakandehidrasi danlebih
umumdenganperforasiusus buntu.Hasilurinalisisnormaltidak memilikinilai
diagnostikuntuk usus buntu. Namun, hasilterlaluabnormal
dapatmenunjukkanpenyebabalternatifsakit perut.
Temuanradiografiabdomennormaldalambanyak individudenganusus buntu.
Namun, film-filmbiasadapat membantu dalampengaturansembelit parah.
Sebuahterlihatnya fekalithappendixkalsifikasihadirdalam waktu kurang dari10%
dariorang denganperadangan, namunkehadirannyamenunjukkandiagnosis. Tanda-
tandaradiografisugestifapendisitismeliputicembungscoliosislumbalis,
obliterasimarginpsoaskanan, kuadran kanan bawah(RLQ) air fluid level, udara dalam
lampiran, danileuslokal. Dalaminsidenyang jarang terjadi,usus buntuperforasidapat
menghasilkanpneumoperitoneum.
Jika tidak adastudi pencitraanlainnya harus / maudilakukan, serangkaian
pemeriksaanperutdapat membantu.Mengingatpotensi risikoradiasidariCTscan,
ultrasonografikompresidinilaimungkinmodalitaspencitraanawaldisukaidalam
evaluasiapendisitis akutanak. Teknik ini melibatkanmenemukanusus buntudankemudian
mencobauntuk kompreslumennya. Padaultrasonografi,untukdiagnosisusus buntuoperator
harusmemvisualisasikanusus buntu.Bahkan jikausus buntutidakdivisualisasikan,usus
buntudapat dikecualikanjikaultrasonografitidak menunjukkan tanda-tandasekunderradang
usus buntu(misalnya, hyperechoiclemakmesenterika, pengumpulan cairan,
lokalmelebarlingkaranusus halus).Temuanpositifadalahstruktur
tubularnoncompressible>6mm diRLQ. Struktur
inilembutselamapalpasidenganprobeultrasonografi. Temuanmendukungtambahan
mencakupappendicolith, cairan dilumenappendix, nyeri tekan local di sekitarusus buntu
yangmeradang(sonografi titikMcBurney) dandiametertransversal>6mm. Pada
pasiendenganusus buntuberlubang, ultrasonografidapat
mengungkapkanphlegmonperiappendicealataupembentukan abses.Pemeriksaan
ultrasonografiRLQmengungkapkan>6mmstrukturtubularnoncompressibleditunjukkan
padacross section. Ketidaknyamanantercatat karenaprobelebih menekanstruktur ini.
Sejumlah kecilcairan bebasjugatercatatsekitarusus buntu. Pemeriksaan ultrasonografi
Ultrasonografiabdomentelahterbukti bernilaiuntuk mendiagnosisusus buntupada
anak-anak, dengan laporanyang palingdipublikasikanmenunjukkansensitivitas,
spesifisitas, dan akurasiminimal90-95%. Selain itu, beberapa penulistelah menemukan
bahwaUSGlebih sensitif danspesifik daripadakesanklinis danmeningkatkanakurasi
diagnostikbila digunakansendiri atau bersamadenganhasil laboratorium.Keuntungan
dariultrasonografitermasuknoninvasive, kurangnya radiasi, tidak adamedia kontras,
danrasa sakit yang minimal. Kelemahandariultrasonografiadalah
bahwapemeriksaantergantung pada operatordanmungkin tidak tersediadi
beberapalembaga. Faktor-faktoryang menambahkesulitanuntukpemeriksaantermasuk
obesitasdandistensigasdariususdisekitar apendiks. Namun, hasildarisebuah
studimenetapkan bahwaultrasonografiharus terus menjadistudipencitraan
diagnostikpertamamendugausus buntu, terlepas dariindeks massatubuh
anak(BMI).Ultrasonografijuga bergunadalam mendiagnosispatologialternatif(misalnya,
tubo-ovarium abses, torsiovarium, kista ovarium, adenitismesenterika).
Sebuah studi prospektifolehLoweetalmembandingkannoncontrastCT
scandanultrasonografimengungkapkansensitivitas, spesifisitas, danakurasi97%, 100%,
dan98%, untukunenhancedCT scan, dibandingkan dengan100%, 88%, dan91%
untukultrasonografi. Yang laintelah menunjukkanbahwa tingkatperforasidannegatif
apendektomy dapatdikurangi denganmenggunakankedua tesbersama-sama.
CT scanadalah modalitasyang berguna untukmendiagnosis usus buntupada anak-
anak. Meskipunpaparan radiasiadalah kekhawatiran, CTscantelah terbuktimemiliki
akurasi97% dalammendiagnosis usus buntu. Keuntungan dariCT
scanmeliputiketersediaan disebagian besar lembaga, kemampuan untuk
mengevaluasiseluruhperutdan menemukanabsesdanphlegmon, kurangnyaketergantungan
padaketerampilan operator, dan keterbiasaandokter dalam membacaCTscan.
TemuanCTyangmenunjukkanapendisitisberupa appendixyang menebal, fat
streaking di sekitarusus buntu, ataupenebalan dindingcecal. CT scanyang
menggambarkandistensi strukturtubular descending ke dalam
pelvisdanmengandungkalsifikasibulat(yaitu, appendicolith). CT
scanmengungkapkanenhancing strukturtubularturunke dalam panggul.
Peradanganperiappendicealdanstreakingyang disebutlemakkotor, ditemukan disekitarusus
buntu. TemuanCTyangmenyarankanapendisitisperforasi
meliputiperiappendicealataupericecaludara,abses, phlegmon, dancairan bebasyang luas.
Karenapenyakit inidisebabkan olehobstruksiusus buntudan peradanganterjadipada
distalobstruksi, ekstravasasikontras atauudara bebasyang luasjarang terlihat. Jika seorang
pasienditemukan memilikiudara bebasdi seluruhperutatau di bawahdiafragma, diagnosis
lainharusdipikirkan.
CT scandapat membantupada pasien obesitasatau merekayang secara klinis
didugaabsesappendixlokal. Pada pasiendenganabses, CT scanjuga dapat
membantudalamdrainase abses yang dipandu dengan CT. CT scantelahditemukan
memilikisensitivitas, spesifisitas, dan akurasiyang sama denganultrasonografi. [7, 8]
Kekurangantermasukpaparan radiasi, kebutuhan untukoral dan intravena kontrasdan
kerugian yang berhubungan,dan keharusanbagi pasien untukdiam, yangseringkali sulit
bagianak-anak kecil.
MeskipunCT scandigunakan secara luas untuk evaluasiusus
buntudengansensitivitas dan spesifisitasunggul, tingkat usus buntunegatifpada anak-
anakbelum menunjukkanpenurunan yang signifikansecara statistik.
PecketaldanMullinsetaltelah melaporkansensitivitas92-97% dan kepekaandari99,6-99%,
masing-masingmenggunakannoncontrastheliksCT scan. Callahanetalmelaporkan
hasilyang setaradenganheliksCT scandanmateri kontras per rektal. Mereka melaporkan
bahwateknik ini berhasil menurunkan jumlah haripengamatanrawat inap, penurunan
jumlahlaparotominegatif, dan penurunan biayaper-pasien.
Pengujianradiografitambahanjelasdiindikasikan pada pasienyang datang dengantanda dan
gejalausus buntusamar-samar. Baik noncontrastCT scan, rektalkontras ditingkatkanCT
scan, CT scandengankontras oraldanintravena, atauultrasonografidigunakanmungkin
merupakan fungsidarilembaga atauwaktu saat itu.Data tersebut jelasmenunjukkan
bahwamasing-masing memilikikepekaandankekhususanlebih dari90% danmasing-
masingdapat membantu dalampengambilan keputusan klinis.
Jikasejarah,pemeriksaan fisik, tes laboratorium, dan studipencitraantelahgagal
menghasilkandiagnosisdiferensialyang memuaskan, anteroposterior(AP) dan
lateralradiografi dadaharus dilakukanuntuk mencaripneumonialobuskanan
bawah.Biasanya, temuan histologisberkisar dariinfiltratinflamasi akutyang palingjelas
dalamtingkatsubmukosapadausus buntuawalinfarktransmuraldalamusus buntu perforasi.
Temuanapendiks yangtampaknyanormal padaoperasimembutuhkantindak lanjut
yang hati - hatidaritemuanhistologis. Kadang-kadang,apendisitisdinisecara
histologidiidentifikasidanklinisberkorelasi denganresolusi gejalapra operasi. Selain itu,
temuantak terdugadarinematodaluminalharus menunjukkanterapiobat cacinglebih lanjut
(misalnya, mebendazole[Vermox]). Peradangan kronisataufibrosisdariujungusus
buntuyangkadang-kadang terlihatdanbertepatan denganresolusigejala.
Penilaianelektrolitdan tesfungsi ginjallebihbermanfaatbagi
manajemendaridiagnosis. Indikasiuntuk tes initermasukriwayatmuntahataukecurigaan
klinisdehidrasiyang signifikan.Sedangkan pengujiankehamilan denganbeta-human
chorionic gonadotropin(beta-HCG) tes harusdilakukan untuk menyingkirkankehamilan
ataukehamilan ektopikpada remaja putri.
5
Tatalaksana3
Tatalaksana apendisitis dibagi menjadi 2, yaitu operasi (appendectomy) dan dengan obat
– obatan.Tatalaksana non – operatif nya adalah bowel rest dan intravenous antibiotic
(metronidazole dan cephalosphorin generasi ketiga).Hindari mengobati sakit perut samar-
samar dengan pemberian opiat parenteral dan kemudian memulangkan pasien. Narkotika
dan obat anti-inflamasi nonsteroid ampuh mungkin diperlukan untuk mengontrol rasa
sakit. Dosis besar atau penggunaan yang berkelanjutan harus dihindari sampai setelah
konsultasi bedah. Pasien dengan riwayat klasik memerlukan konsultasi bedah.
Pertahankan status nothing per oral pada pasien dengan dugaan apendisitis dan mulai
cairan infus untuk mengembalikan volume intravaskular. Antibiotik harus dimulai setelah
diagnosis apendisitis. Penyisipan tabung nasogastrik (bila perlu), infus, dan kateter uretra
(bila perlu) dan pemberian antibiotik, obat antiemetik, obat antipiretik, dan analgesik
idealnya harus menjadi bagian dari protokol gawat darurat untuk manajemen pra operasi.
Pastikan hidrasi yang cukup untuk pasien yang datang dengan dugaan apendisitis.
Bahkan pada awal apendisitis akut, anak-anak sering tidak memiliki asupan oral yang
cukup dan hadir dengan beberapa derajat dehidrasi intravaskular. Hidrasi intravena sering
meningkatkan gejala perut pada anak-anak yang tidak memiliki usus buntu.Pasien dengan
radang usus buntu biasanya membutuhkan bolus cairan sebelum operasi dalam rangka
untuk melawan dehidrasi. Namun, pasien ini membutuhkan resusitasi cairan lanjutan
sesuai dengan status cairan dan keparahan apendisitis.Jika status cairan tidak jelas, urin
adalah ukuran yang paling umum. Output Urine harus tidak lebih rendah dari 0,5 mL / kg
/ jam. Jika dehidrasi diduga, Foley pemasangan kateter, pemantauan urin, dan
penggantian cairan yang benar ditunjukkan. Pasca operasi, spektrum manajemen cairan
berkisar dari pasien dengan apendisitis awal yang dimulai dengan cairan bening pasca
operasi dan dapat memiliki intravena (IV) cairan dihentikan ketika maju ke diet teratur,
untuk pasien dengan apendisitis perforasi yang membutuhkan bolus cairan pasca operasi.
Terapi antibiotik merupakan aspek penting dari pengobatan pecah usus buntu. Antibiotik
intravena harus dimulai setelah diagnosis apendisitis akut dikonfirmasi. Terapi antibiotik
harus diarahkan terhadap organisme gram-negatif dan anaerob seperti Escherichia coli
dan spesies Bacteroides. Jika usus buntu tidak gangren atau berlubang, tidak ada
antibiotik pasca operasi ditunjukkan. Sebuah gangren waran appendiks antibiotik untuk
24-72 jam, tergantung pada perbaikan klinis dan / atau pewarnaan Gram, jika diperoleh
selama operasi. Terapi antibiotik untuk usus buntu pecah dilanjutkan selama minimal 7-
10 hari, tetapi lebih lama tentu saja mungkin diperlukan. Antibiotik intravena digunakan
selama rawat inap. Antibiotik oral dapat digunakan untuk melengkapi terapi jika anak
sudah cukup baik untuk debit. Sementara usus buntu tetap menjadi pengobatan definitif
untuk usus buntu, banyak pasien dengan apendisitis perforasi sekarang diobati dengan
antibiotik intravena saja dengan drainase abses jika diperlukan. Selain itu, beberapa
menganjurkan pengobatan nonoperative dengan antibiotik hanya untuk usus buntu awal,
terutama ketika diagnosis tidak jelas.
Pengobatan definitif untuk usus buntu adalah apendektomi. Pasien yang ditemukan
memiliki usus buntu berlubang selama apendektomi harus diperlakukan dengan cara yang
sama seperti orang-orang dengan radang usus buntu nonperforated. Dokter bedah harus
menyelesaikan usus buntu secara normal. Jikaappendektomi laparoskopi sedang
dilakukan, perforasi saja bukan alasan untuk konversi untuk membuka usus buntu.
Namun, jika abses ditemui dan dikeringkan, penempatan mengalir di rongga abses harus
dipertimbangkan. Selain itu, ketika apendektomi terbuka yang dilakukan pada pasien
dengan usus buntu berlubang, tingginya insiden infeksi luka harus dipertimbangkan
dalam hal penutupan kulit. Pada kasus yang jarang, peradangan bisa begitu parah
sehingga usus buntu tidak dapat dengan aman diidentifikasi dan dihapus. Untuk
menghindari morbiditas yang tidak perlu, prosedur drainase dengan usus buntu interval
berikutnya dapat diterima.
Secara historis, pasien dengan radang usus buntu, terutama usus buntu berlubang,
dilarikan ke ruang operasi untuk apendektomi; Namun, hal ini tidak lagi terjadi.
Manajemen Konservatif dengan apendektomi interval mungkin cocok untuk perforasi
usus buntu. Whyte et al telah menyarankan bahwa apendektomi interval dapat dengan
aman dilakukan sebagai prosedur rawat jalan.
Manajemen Konservatif dimulai dengan uji coba terapi medis. Seorang pasien ditemukan
dengan apendisitis perforasi berdasarkan temuan studi pencitraan harus dirawat di rumah
sakit dan harus ditempatkan pada (NPO)serta harus diberikan intravena (IV) resusitasi
cairan.
Jika pasien hemodinamik tidak stabil atau jika output urine tidak dapat diukur, kateter
Foley harus ditempatkan. Antibiotik IV harus dimulai. Umumnya, antibiotik untuk
kondisi ini ditargetkan pada tumbuhan enterik (misalnya, generasi kedua cephalosporin,
gentamisin, metronidazol, lihat Obat). Jika pasien memiliki abses yang dapat diakses,
drainase perkutan dilakukan. Discharge dari rumah sakit berdasarkan kurangnya demam,
toleransi rasa sakit pada obat-obatan oral, dan asupan oral yang memadai. Seorang pasien
yang tidak membaik setelah masuk dan terapi antibiotik intravena harus menjalani
operasi untuk drainase infeksi dan usus buntu, jika secara teknis layak. Faktor-faktor
yang menunjukkan kegagalan manajemen konservatif termasuk bandemia pada
penerimaan CBC count, demam lebih dari 38,3 ° C setelah 24 jam terapi medis, dan
keterlibatan multisektor pada CT scan. Terapi medis dianggap telah gagal pada median 3
hari. Terapi medis gagal dalam sebanyak 38% dari anak-anak dengan apendisitis
perforasi.
Pada anak-anak yang sembuh dengan terapi medis, alternatif untukapendektomi interval
adalah untuk menunda operasi indefinitely. Kebanyakan pasien melakukannya dengan
baik dengan pendekatan ini. Tingkat kekambuhan jauh lebih tinggi (72%) terlihat pada
pasien anak dengan hadir appendicolith selama episode akut awal. Akibatnya, banyak
ahli menyarankan bahwa apendektomi interval mungkin diperlukan hanya pada pasien
dengan appendicolith. Kebanyakan pasien yang mengalami kekambuhan melakukannya
dalam 6 bulan pertama setelah episode awal mereka apendisitis;tindak lanjut terlama
sampai saat ini adalah 13 tahun. Namun, tidak diketahui apakah pasien anak yang
menerima pengobatan konservatif untuk usus buntu beresiko untuk kambuh selama masa
dewasa. Karena ketidakpastian ini, banyak ahli bedah pediatrik lebih memilih untuk
melakukan operasi usus buntu interval.Menunda operasi definitif terkait dengan
penggunaan sumber daya yang signifikan, termasuk peningkatan pencitraan, prosedur
drainase, dan penerimaan tambahan. Selain itu, manajemen konservatif dengan
apendektomi laparoskopi dilakukan di kemudian hari menimbulkan risiko misdiagnosis.
Diagnosis banding utama untuk abses appendix akut atau massa termasuk penyakit Crohn
dan keganasan.
Peningkatan penggunaan CT scan atau USG dalam keadaan emergensi yang muncul telah
menurunan risiko misdiagnosis. Studi ini membantu untuk mengkonfirmasi diagnosis
massa apendiks dan juga memandu intervensi drainase. Peningkatan penggunaan
teknologi, dikombinasikan dengan peningkatan antibiotik, membuat manajemen
konservatif pilihan yang lebih menarik dan kurang berisiko dalam hal misdiagnosis atau
kegagalan pengobatan.Manajemen Nonoperative dengan antibiotik untuk usus buntu
awal adalah sebuah konsep baru dalam populasi anak dan studi lebih lanjut diperlukan
sebelum rekomendasi rutin praktek ini.
Seringkali, pasien dengan gangren atau perforasi apendisitis mengembangkan abses intra-
abdominal. Ini dapat hadir pada saat presentasi atau mungkin berkembang setelah operasi
atau selama rawat inap jika usus buntu interval direncanakan. Umumnya, pasien yang
memiliki ileus berkepanjangan atau demam selama lebih dari 5 hari pasca operasi
memiliki abses intra-abdominal. Pendekatan yang umum adalah untuk melakukan CT
scan perut dan panggul dengan kontras oral dan intravena untuk menentukan adanya
abses. Jika penelitian ini menegaskan kehadiran dan aksesibilitas abses, drainase perkutan
harus dilakukan. Sebuah saluran umumnya tersisa di rongga abses, dan terus drainase
dipantau. Setelah drainase berkurang, tiriskan dapat dihapus. Ulangi pencitraan tidak
selalu diperlukan.
Pasien yang telah menjalani operasi usus buntu harus diresepkan obat nyeri pada saat
pulang. Acetaminophen cair biasanya sudah cukup pada anak-anak yang lebih kecil,
dengan acetaminophen cair plus codeine atau hydrocodone diberikan untuk nyeri
terobosan. Kombinasi obat yang sama dalam bentuk tablet dapat digunakan pada pasien
yang lebih tua, dengan asumsi mereka mampu menelan tablet.Pasien yang menerima
narkotika rawat inap atau yang habis pada narkotika rawat jalan harus berhati-hati tentang
kemungkinan menjadi sembelit. Pasien-pasien ini mungkin memerlukan pelunak feses
yang ditentukan.
Pasien dengan radang usus buntu nonperforated dapat diberikan cairan bening pasca
operasi. Diet awal jika ditoleransi. Pasien yang dapat mentoleransi diet reguler dapat
dipulangkan. Pasien-pasien ini memiliki keterlambatan minimal dalam kembalinya fungsi
usus dan tidak perlu buang air besar sebelum dibuang. Pasien dengan radang usus buntu
perforasi yang segera menjalani apendektomi harus tetap NPO sampai fungsi usus
mereka kembali. Mereka kemudian harus dimulai pada cairan bening, dan diet diteruskan
jika ditoleransi. Jumlah gizi parenteral mungkin diperlukan pada anak dengan rawat inap
berkepanjangan dari usus buntu yang pecah.

Komplikasi3
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah:
 Perforation  Infertility
 Sepsis  Wound dehiscence
 Shock  Wound infection
 Postoperative adhesions  Bowel obstruction

Prognosis2
Umumnya, prognosis sangat baik. Pada saat diagnosis, tingkat perforasi appendix
adalah 20-35%. Tingkat perforasi adalah 80-100% untuk anak-anak muda dari 3 tahun,
dibandingkan dengan 10-20% pada anak-anak berusia 10-17 tahun. Anak-anak dengan
apendisitis pecah beresiko untuk pembentukan abses intra-abdomen dan obstruksi usus
halus, dan mereka dapat memiliki rumah sakit yang berkepanjangan tinggal (beberapa
minggu atau lebih). Tingkat kematian untuk anak-anak dengan apendisitis adalah 0,1-1%.
Kematian dari apendisitis paling sering terjadi pada neonatus dan bayi untuk 2
alasan berikut: Pertama, radang usus buntu jarang terjadi pada kelompok usia ini; dengan
demikian, kecuali indeks dokter kecurigaan tinggi, radang usus buntu sering rendah
dalam daftar dicurigai diagnosis diferensial. Kedua, pasien yang sangat muda tidak dapat
memberitahu lokasi dan sifat nyeri mereka. Beberapa neonatus mungkin tidak menjadi
demam. Seringkali,gejala pasien hanya lekas marah atau inconsolability.

BAB 4. DAFTAR PUSTAKA


1. Townsend, Courtney M, R. Daniel Beauchamp, B. Mark Evers, Kenneth L. Mattox.
Sabiston Text Book of Surgery: The biological basis of modern surgical practice. 19th
ed. Canada: Elsevier; 2012.
2. Craig, Sandy. Appendicitis [internet]: Medscape[updated July 21, 2014; cited October
1, 2014]. Available from: http://emedicine.medscape.com/article/773895-
workup#showall
3. Minkes, Robert K. Pediatric Appendicitis [internet]: Medscape [updated Apr 25,
2013; cited October 1, 2014]. Available from:
http://emedicine.medscape.com/article/926795-treatment#showall
4. Silen, William. Cope’s Early Diagnosis of the Acute Abdomen. 19th ed. USA:
Oxford; 1996.
5. Williams, Norman S., Christopher J.K. Bulstrode, dan P. Ronan O’Connell. Bailey &
Love’s Short Practice of Surgery. 26thed. USA: CRC Press; 2013.

Anda mungkin juga menyukai