SINDROM NEFROTIK
Nama
No. Stambuk
: N 111 14 024
Pembimbing
Berikut ini akan dibahas refleksi kasus mengenai sindrom nefrotik pada anak
usia 12 tahun yang dirawat di Rumah Sakit Umum Daerah UNDATA Palu Sulawesi
Tengah.
LAPORAN KASUS
Masuk rumah sakit tanggal 2 Januari 2015 pukul 23.30 WITA
IDENTITAS
Nama
Tanggal lahir/Umur
Jenis Kelamin
Agama
Alamat
: An. FA
: 23 Oktober 2002 / 12 tahun 2 bulan
: Laki-laki
: Islam
: Desa Pipikoro, Kulawi
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Bengkak diseluruh badan
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan bengkak
di seluruh badan sejak 14 hari yang lalu. Awalnya bengkak di kaki 3 minggu yang lalu,
kemudian di wajah lalu bengkak di seluruh badan. Bengkak tersebut tidak terasa nyeri.
Demam (+) sejak 3 hari, panas naik perlahan-lahan, panas naik turun, menggigil (-),
kejang (-), sakit kepala (-), batuk (-), flu (-), mimisan (-), perdarahan gusi (-), nyeri
menelan (-), sesak (-), nyeri dada (-), mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan
dan minum baik, buang air besar (BAB) dan buang air kecil (BAK) baik dan lancar.
Riwayat penyakit dahulu: Tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya, pasien
baru pertama kali di rawat di rumah sakit.
Riwayat penyakit keluarga: tidak keluarga yang mengalami hal serupa. Riwayat
keluarga DM (-), Hipertensi (-).
Riwayat sosial-Ekonomi : Menengah
Riwayat Kehamilan dan persalinan :
antenatal care (ANC) ibu rutin. Penyakit selama kehamilan tidak ada. Lahir normal di
rumah dibantu oleh bidan. Berat badan lahir (BBL) 3800 gram, panjang badan lahir
(PBL) tidak diketahui.
2
Kemampuan dan Kepandaian Bayi : Dapat mengangkat kepala usia 3 bulan, dapat
duduk usia 7 bulan, berjalan usia 11 bulan, bicara lancar usia 2 tahun.
Anamnesis makanan :
-
: Sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
Berat badan
: 28,5 kg koreksi : 23 kg
Tinggi badan
: 129 cm
Tanda vital
Respirasi
= 28 x/menit
Suhu badan
= 38,5 0C
Kulit
: Ruam (-), petekie (-), turgor kulit baik (-), sianosis (-).
Kepala
Mata
Hidung
: Rhinorrhea (-)
Telinga
: Otorrhea (-)
Mulut
Leher
Paru
Inspeksi
Palpasi
Perkusi paru
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
Palpasi
Anggota gerak
Genital
: Normal
Punggung
Otot-otot
: Eutrofi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium
Nilai Normal :
HASIL
Kuning muda keruh
2+
6,0
NILAI NORMAL
Kuning muda jernih
(-) Negatif
6,5
0
(+) Penuh
(-)
0-2
0-1
(-) Negatif
Epitel
(+)
(+) Positif
Kristal
(-)
(-) Negatif
Kesan : Urin kuning muda keruh, albuminuria (+), sedimen penuh eritrosit.
RESUME :
Pasien anak laki-laki usia 12 tahun 2 bulan datang ke rumah sakit dengan
keluhan bengkak di seluruh badan sejak 14 hari yang lalu. Awalnya bengkak di kaki 3
minggu yang lalu, kemudian di wajah lalu bengkak di seluruh badan. Bengkak tersebut
tidak terasa nyeri. Demam (+) sejak 3 hari, panas naik perlahan-lahan. Buang air besar
(BAB) dan buang air kecil (BAK) baik dan lancar. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :
TD=120/80 mmHg, N=80x/menit S=38,5C, R=28x/menit. Pada mata tampak edema
palpebra (+), inspeksi pada abdomen tampak cembung, auskultasi shifting dullness (+)
kesan ascites, pada ekstremitas atas dan bawah tampak edema (+). Pada pemeriksaan
laboratorium didapatkan Hb: 15,0 g/dL (), Plt: 567 x 10 3/mm3 (), WBC : 18,8 x
103/mm3 (). Hasil urinalisis didapatkan urin berwarna kuning muda keruh, albuminuria
(+2), sedimen penuh eritrosit.
DIAGNOSIS KERJA : Susp. Sindrome Nefrotik
DIAGNOSIS BANDING : Glomerulonefritis akut
TERAPI
1.
2.
3.
4.
5.
6.
3 Januari 2015
S : Bengkak seluruh tubuh (+), demam (+), nyeri perut (-), nafsu makan&minum
: 120/80 mmHg
Nadi
: 92 x/menit
Suhu
: 38 C
Respirasi
: 30 x/menit
Kolesterol total
Ureum
Creatinin
Albumin
: 254,3 mg/dl ()
: 13,0 (menurun)
: 1,06 (N)
: 1,8 ()
A : Sindrom nefrotik
P : - IVFD D5% 10 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 650 mg iv
- Paracetamol 3 x tab
- Inj. Furosemid 2 x 1 amp iv
- Prednison 3 x 20 mg
- Diet rendah garam
- Diet protein
4 Januari 2015
-
S : Bengkak seluruh tubuh (+), demam (-), nyeri perut (-), nafsu makan&minum
: 110/80 mmHg
Nadi
: 88 x/menit
Suhu
: 36,7 C
Respirasi
: 28 x/menit
Edema palpebra (+), abdomen tampak cembung (+), ascites (+), ekstremitas atas
& bawah : akral hangat (-), edema (+).
Hasil Pemeriksaan Urinalisis :
PARAMETER
pH
Protein
Glukosa
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Epitel
Kristal
-
HASIL
6,0
(+3)
(+2)
1
(+) Penuh
(-)
(+)
(-)
NILAI NORMAL
6,5
(-) Negatif
(-) Negatif
0-2 /LPB
0-1 /LPB
(-) Negatif
(+) Positif
(-) Negatif
A : Sindrom nefrotik
P : - IVFD D5% 10 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 650 mg iv
- Paracetamol 3 x tab (jika demam)
- Inj. Furosemid 2 x 1 amp iv
- Prednison 3 x 20 mg
- Diet rendah garam
- Diet protein
5 Januari 2015
-
S : Bengkak seluruh tubuh (+), demam (-), nyeri perut (-), nafsu makan&minum
baik, tadi malam sakit kepala (+), pagi ini tidak (-), BAB&BAK lancar.
O:
KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD
: 110/70 mmHg
Nadi
: 86 x/menit
Suhu
: 36,4 C
Respirasi
: 24 x/menit
A : Sindrom nefrotik
P : - IVFD D5% 10 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 650 mg iv
- Paracetamol 3 x tab (jika demam)
- Inj. Furosemid 2 x 1 amp iv
- Prednison 3 x 20 mg
7
6 Januari 2015
-
S : Bengkak di wajah, kaki dan tangan (+) sedikit menurun, demam (-), nyeri
: 110/70 mmHg
Nadi
: 80 x/menit
Suhu
: 36 C
Respirasi
: 20 x/menit
PARAMETER
HASIL
pH
6,5
Protein
(+1)
Glukosa
(-)
Leukosit
1
Eritrosit
4
Silinder
(-)
Epitel
(+)
Kristal
(-)
A: Sindrom nefrotik
P : - aff infus (hematom)
- Paracetamol 3 x tab (jika demam)
- Furosemid 40 mg 2 x tab
- Prednison 3 x 20 mg
- Diet rendah garam
- Diet protein
NILAI NORMAL
6,5
(-) Negatif
(-) Negatif
0-2 /LPB
0-1 /LPB
(-) Negatif
(+) Positif
(-) Negatif
7 Januari 2015
-
S : Bengkak di wajah (+), bengkak di tangan dan kaki (+) sudah menurun,
demam (-), nyeri perut (-), nafsu makan&minum baik, BAB&BAK lancar.
O:
KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD
Nadi
: 110/70 mmHg
: 80 x/menit
Suhu
: 36 C
Respirasi
: 24 x/menit
A : Sindrom nefrotik
P : - Paracetamol 3 x tab (jika demam)
- Furosemid 40 mg 2 x tab
- Prednison 3 x 20 mg
- Diet rendah garam
- Diet protein
8 Januari 2015
-
S : Bengkak di wajah (+) sudah menurun, bengkak di tangan (-), bengkak di kaki
(+) sudah menurun, demam (-), nyeri perut (-), nafsu makan&minum baik,
BAB&BAK lancar.
O:
KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD
: 110/80 mmHg
Nadi
: 78 x/menit
Suhu
: 36 C
Respirasi
: 26 x/menit
A : Sindrom nefrotik
P : - Furosemid 40 mg 2 x tab
- Prednison 3 x 20 mg
- Diet rendah garam
- Diet protein
Pasien boleh pulang tetapi harus kontrol ke poli jika ada keluhan lagi.
Diskusi
Defenisi
Sindrom nefrotik pediatrik, yang juga disebut sebagai nefrosis, merupakan
kumpulan gejala yang terdiri dari proterinuria massif (40 mg/m 2 LPB/jam atau 50
mg/kg/hari atau rasio protein/kreatinin pada urine sewaktu > 2 mg atau dipstick 2+),
hipoalbuminemia (2,5 g/dl), edema dan hiperkolesterolemia (200 mg/ul). 1 Angka
kejadian, terbanyak pada anak berumur antara 3-4 tahun dengan perbandingan
perempuan : laki-laki = 1 : 2. Pada kasus ini pasien yang mengalami sindrom nefrotik
adalah pasien laki-laki usia 12 tahun 2 bulan.
Sindrom nefrotik (SN) merupakan kumpulan dari tanda dan gejala klinis akibat
hilangnya protein secara massif melalui ginjal. Oleh karena itu, SN bukan merupakan
sebuah penyakit yang berdiri sendiri, tetapi merupakan manifestasi dari banyak penyakit
glomerular. Penyakit ini dapat menyerang secara akut dan transien, seperti
glumerulonefritis post infeksi, atau yang bersifat kronik dan progresif, seperti
glumerulosklerosis fokal segmental (GFS).
SN secara umum dibagi menjadi etiologi primer dan sekunder. Sindrom nefrotik primer,
yang biasa disebut sebagai sindrom nefrotik idiopatik, akibat kelainan pada glomerular
secara intrinsic pada ginjal, dan tidak berhubungan dengan penyebab sistemik.
Termasuk sindrom nefrotik kelainan minimal (SNKM), GFS, nefropati membrane
(MN), glumerulonefritis membranoproliferatif (GMPN) dll. Sedangkan sindrom
nefrotik sekunder, menandakan bahwa penyakit ini disebabkan oleh etiologi ekstrinsik
ke ginjal, termasuk autoimun seperti Henoch Scholein purpura, systemic lupus
erithematosus; penyakit infeksi seperti sifilis kongenital, malaria, HIV dan hepatitis B
dan C; keganasan; paparan obat dan lingkungan seperti penggunaan heroin dan merkuri;
dan penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dll.2
Etiologi
Penyebab pasti terjadinya penyakit ini belum sepenuhnya diketahui namun sering
penyakit sindrom nefrotik dianggap sebagai penyakit autoimun (reaksi antigenantibodi). Umumnya para ahli membagi etiologi penyakit ini menjadi :
10
I.
II.
III.
pertama kehidupan.
Sindrom nefrotik sekunder
Disebabkan oleh :
1. Malaria kuartana atau parasit lain
2. Penyakit kolagen seperti SLE
3. Glomerulonefritis akut / kronik, trombosis vena renalis
4. Bahan kimia seperti trimetadion, paradion, penisilamin, garam emas, air
raksa, dll
5. Amiloidosis, penyakit sel sabit, nefritis membranoproliferatif.
Sindrom nefrotik idiopatik
Berdasarkan histopatologis yang tampak pada biopsi ginjal dengan
pemeriksaan mikroskopik biasa dan mikroskop elektron. Churg dkk, membagi
dalam 4 golongan yaitu :
1. Kelainan minimal
2. Nefropati membranosa
3. Glomerulonefritis proliferatif
4. Glomerulosklerosis fokal segmental
Pada kasus ini penyebab sindron nefrotik di duga pada pasien adalah idiopatik.
Hal ini dapat dilihat dari anamnesis yang menyatakan bahwa pasien tidak ada riwayat
sakit sebelumnya, tidak terdapat riawayat penyakit ginjal pada keluarga dan penyakit ini
baru pertama kali dialami oleh pasien. Faktor lain yang menunjukkan sindrom nefrotik
idiopatik adalah pasien responsif terhadap pemberian steroid. Hal ini terdapat pada
sindrom nefrotik kelainan minimal.
Manifestasi klinik
Sindrom nefrotik (SN) adalah sindrom klinik yang mempunyai banyak penyebab,
ditandai permeabilitas membran glomerulus yang meningkat dengan manifestasi
proteinuria masif yang menyebabkan hipoalbuminemia, biasa disertai edema dan
hiperkolesterolemia. Anak biasanya datang dengan keluhan edema dimana awalnya
terjadi disekitar mata dan ekstremitas bawah. Seiring bertambahnya waktu, edema akan
semakin meluas, dengan pembentukan asites, efusi pleura, dan edema genital. Anorexia,
iritabilitas, nyeri perut, dan diare juga sering terjadi. Hipertensi dan hematuria juga
11
sering ditemukan. Pada kasus ini didapatkan edema diseluruh tubuh pasien, asites (+),
hipertensi, hipoalbuninemia, hiperkolesterolemia.
Diagnosis pada pasien ditetapkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis pasien datang mengeluhkan udem diseluruh
tubuhnya dimana udem berawal dari kaki, kemudian wajah dan akhirnya seluruh tubuh.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan pada mata tampak edema palpebra (+), inspeksi pada
abdomen tampak cembung, auskultasi shifting dullness (+) kesan ascites, pada
ekstremitas atas dan bawah tampak edema (+). Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan WBC : 18,8 x 103/mm3 () (leukositosis). Hasil urinalisis didapatkan urin
berwarna kuning muda keruh, albuminuria (+), sedimen penuh eritrosit (hematuria).
Sedangkan pemeriksaan kolesterol total didapatkan hasil 254,3 mg/dl () atau
hiperkolesterolemia, dan pemeriksaan albumin serum didapatkan hasil 1,8 () atau
hipoalbuminemia.
Patofisiologi
Pada kasus ini, seorang anak laki-laki berusia 12 tahun datang dengan keluhan
bengkak di seluruh tubuh, awalnya bengkak dialami di kedua tungkai, lalu wajah
kemudian seluruh tubuh. Manifestasi edema pada pasien ini merupakan manifestasi
klinik utama pada 95% anak dengan sindrom nefrotik. Edema pada kasus ini dapat
dijelaskan dengan teori underfill dan overfill. Teori underfill menjelaskan bahwa
hipoalbuminemia merupakan faktor kunci terjadinya edema pada SN. Hipoalbuminemia
menyebabkan penurunan tekanan onkotik plasma sehingga cairan bergeser dari
intravascular ke jaringan interstisium dan terjadi edema. Akibat penurunan tekanan
onkotik plasma dan bergesernya cairan plasma terjadi hipovolemia, dan ginjal
melakukan kompensasi dengan meningkatkan retensi natrium dan air. Mekanisme
kompensasi
ini
akan
memperbaiki
volume
intravascular
tetapi
juga
akan
terutama
kenaikan
konsentrasi
hormone
aldosterone
yang
akan
12
mempengaruhi sel-sel tubulus ginjal untuk mengabsorpsi ion natrium sehingga ekskresi
ion natrium (natriuresis) menurun. Selain itu, terjadi kenaikan aktivasi tahanan atau
resistensi vaskuler glomerulus meningkat, hal ini mengakibatkan penurunan LFG dan
kenaikan desakan Starling kapiler peritubuler sehingga terjadi penurunan ekskresi
natrium. 3
Dari hasil pemeriksaan urinalisis didapatkan nilai protein: protein +2; kemudian
pemeriksaan albumin serum 1,8 mg/dl dan nilai kolesterol 254,3 mg/dl. Proteinuria
yang terjadi pada kasus merupakan proteinuria massif (>300 mg/dl). Terjadinya
proteinuria pada kasus sindrom nefrotik merupakan kelainan dasar dari SN. Proteinuria
sebagian besar dari kebocoran glomerulus (proteinuria glomerular) dan hanya sebagian
kecil berasal dari sekresi tubulus (proteinuria tubular). Perubahan integritas membrana
basalis glomerulus menyebabkan peningkatan permeabilitas glomerulus terhadap
protein plasma dan protein utama yang diekskresikan dalam urine adalah albumin.
Dalam keadaan normal, membrane basal glomerulus (MBG) mempunyai mekanisme
penghalang untuk mencegah kebocoran protein. Mekanisme penghalang pertama
berdasarkan ukuran molekul (size barrier) dan yang kedua berdasarkan muatan listrik
(charge barrier). Pada SN kedua mekanisme penghalang tersebut terganggu. Selain itu
konfigurasi molekul protein juga menentukan lolos tidaknya protein melalui MBG.
Proteinuria dibedakan menjadi selektif dan non selektif berdasarkan ukuran molekul
protein yang keluar melalui urine. Proteinuria selektif apabila yang keluar terdiri dari
molekul kecil misalnya albumin, sedangkan non selektif apabila protein yang keluar
terdiri dari molekul besar seperti immunoglobulin. Selektivitas proteinuria ditentukan
oleh keutuhan struktur MBG.3
Pada kasus ini, juga didapatkan nilai albumin serum yaitu 1,8 mg/dl dimana
keadaan ini merupakan hipoalbuminemia. Hipoalbuminemia disebabkan oleh hilangya
albumin melalui urine dan peningkatan katabolisme albumin di ginjal. Sintesis protein
di hati biasanya meningkat (namun tidak memadai untuk mengganti kehilangan albumin
dalam urine), tetapi mungkin normal atau menurun.3
Hiperkolesterolemia pada kasus ini juga terjadi pada kasus ini yaitu 254,3 mg/dl.
Hiperkolesterolemia terjadi akibat korelasi terbalik antara konsentrasi albumin serum
dan kolesterol. Pada keadaan hipoalbuminemia, hiperkolesterolemia dapat terjadi karena
13
sintesis dihati yang meningkat atau karena degradasi yang menurun sehingga
mengakibatkan aktivasi lipase lipoprotein menurun. Meningkatnya produksi lipoprotein
di hati, diikuti dengan meningkatnya sintesis albumin. Pada kasus ini didapatkan juga
hiperkolesterolemia. Pada beberapa kasus dapat terjadi penurunan kesadaran, hal ini
diakibatkan oleh hipoalbuminemia dapat menyebabkan penurunan tekanan onkotik
sehingga cairan akan berekstravasasi keruang intertsisial akibatnya terjadi pengurangan
volume plasma yang besar sehingga terjadi syok hipovolemik. Hipertensi terjadi sebagai
kompensasi jantung terhadap cairan intravaskular yang menurun akibat terjadinya
edema.
Pada kasus ini, sindrom nefrotik pada pasien diketahui untuk pertama kalinya,
sehingga pasien dirawat di rumah sakit dengan tujuan mempercepat pemeriksaan dan
evaluasi pengaturan diet, penanggulangan edema, memulai pengobatan steroid, dan
edukasi bagi orangtua.1 Evaluasi diet pada kasus ini yaitu dengan melakukan diet rendah
garam (1-2 g/hari) karena anak memiliki manifestasi edema. Pemberian diet tinggi
protein dianggap merupakan kontraindikasi karena akan menambah beban glomerulus
untuk mengeluarkan sisa metabolisme protein (hiperfiltrasi) dan menyebabkan sclerosis
glomerulus. Jadi cukup diberikan diet protein normal sesuai dengan RDA
(recommended daily allowances) yaitu 1,5-2 g/kgbb/hari. Pada kasus ini, pasien juga
mengalami edema, oleh karena itu diberikan terapi diet rendah garam (1-2 g/hari) yang
dimana terapi diet rendah garam hanya diperlukan selama anak menderita edema.1
Restriksi cairan dianjurkan selama ada edema berat (anasarca). Biasanya
diberikan loop diuretic seperti furosemid 1-3 mg/kgbb/hari, bila perlu dikombinasikan
dengan spironolakton (antagonis aldosteron, diuretic hemat kalium) 2-4 mg/kgbb/hari.
Sebelum pemberian diuretik, perlu disingkirkan kemungkinan hipovolemia. Pada
pemakaian diuretik lebih dari 1-2 minggu perlu dilakukan pemantauan elektrolit kalium
dan natrium darah.1 Bila pemberian diuretik tidak berhasil (edema refrakter), biasanya
terjadi karena hipovolemia atau hipoalbuminemia berat ( 1 g/ dL), dapat diberikan
infus albumin 20-25% dengan dosis 1 g/kgbb selama 2-4 jam untuk menarik cairan dari
jaringan interstisial dan diakhiri dengan pemberian furosemid intravena 1-2 mg/kgbb.
Bila pasien tidak mampu dari segi biaya, dapat diberikan plasma 20 ml/kgbb/hari secara
pelan-pelan 10 tetes/menit untuk mencegah terjadinya komplikasi dekompensasi
jantung. Bila diperlukan, suspensi albumin dapat diberikan selang-sehari untuk memberi
14
kesempatan pergeseran cairan dan mencegah overload cairan. Pada kasus ini, pasien
diberikan terapi retriksi cairan berupa diuretic furosemide injeksi.
Pengobatan dengan Kortikosteroid1
Pada SN idiopatik, kortikosteroid merupakan pengobatan awal, kecuali bila ada
kontraindikasi. Jenis steroid yang diberikan adalah prednison atau prednisolon.
Terapi inisial
Terapi inisial pada anak dengan sindrom nefrotik idiopatik tanpa kontraindikasi
steroid sesuai dengan anjuran ISKDC adalah diberikan prednison 60 mg/m2 LPB/hari
atau 2 mg/kgbb/hari (maksimal 80 mg/ hari) dalam dosis terbagi, untuk menginduksi
remisi. Dosis prednisone dihitung sesuai dengan berat badan ideal (berat badan terhadap
tinggi badan). Prednison dosis penuh (full dose) inisial diberikan selama 4 minggu. Bila
terjadi remisi dalam 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan
dosis 40 mg/m2 LPB (2/3 dosis awal) atau 1,5 mg/kgbb/hari, secara alternating (selang
sehari), 1 x sehari setelah makan pagi. Bila setelah 4 minggu pengobatan steroid dosis
penuh, tidak terjadi remisi, pasien dinyatakan sebagai resisten steroid.1
Pada kasus ini, terapi kortikosteroid inisial diberikan pada pasien yaitu prednison
sebanyak 3 x 20 mg dalam sehari. Pada kasus ini, pasien mendapat pengobatan selama 6
hari di rumah sakit, selanjutnya pengobatan dilanjutkan dirumah. Untuk pemberian 4
minggu pertama, diberikan full dose kortikosteroid yaitu 60 mg/m2 LPB/hari.
Tata laksana komplikasi sindrom nefrotik1
1. Infeksi
Pasien sindrom nefrotik sangat rentan terhadap infeksi, bila terdapat infeksi
perlu segera diobati dengan pemberian antibiotik. Infeksi yang terutama adalah
selulitis dan peritonitis primer. Bila terjadi peritonitis primer (biasanya disebabkan
oleh kuman Gram negative dan Streptococcus pneumoniae) perlu diberikan
pengobatan penisilin parenteral dikombinasi dengan sefalosporin generasi ketiga
yaitu sefotaksim atau seftriakson selama 10-14 hari.12 Infeksi lain yang sering
ditemukan pada anak dengan SN adalah pnemonia dan infeksi saluran napas atas
karena virus.
15
16
4. Antibiotik bila terdapat infeksi (ceftriaxon 25-50 mg/kgbb = 2 x 650 mg/ hari)
5. Paracetamol (jika demam) 3 x 250 mg.
6. Diet rendah garam
Prognosis
Prognosis pada penderita SN bergantung kepada adekuatnya pengobatan yang
diberikan dan penyebab SN itu sendiri. Pada kasus ini prognosis kasus baik. Hal ini
dapat dilihat dari keadaan pasien yang sudah membaik dan tidak terjadi komplikasi.
Selain
itu,
prognosis
SN
sangat
tergantung
penyebabnya,
pasien
dengan
17
DAFTAR PUSTAKA
1. IDAI, 2012. Konsensus Tatalaksana Sindrom Nefrotik Idiopatik pada Anak. Unit
Kerja Koordinasi Nefrologi Ikatan Dokter Anak Indonesia. http://idai.or.id/wpcontent/uploads/2013/02/TATA-LAKSANA-SINDROM-NEFROTIKIDIOPATIK-PADA-ANAK.pdf
2. Jerome C. Lane et al,
2014.
Pediatric
Nephrotic
Syndrome.
http://emedicine.medscape.com/article/982920-overview#showall
3. IDAI, 2005. Buku Ajar Nefrologi Anak. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
4. Husein Albar, 2006. Tatalaksana Sindrom Nefrotik Kelainan Minimal pada
Anak. Sari Pediatri, Vol 8 No.1 2006:60-68 http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/81-9.pdf
5. Sudung O. Pardede, 2005. Sindrom Nefrotik Kongenital. Sari Pediatri Vol.7
No.3 2005 114-124 http://saripediatri.idai.or.id/pdfile/7-3-1.pdf
6. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2002. Buku Ajar Nefrologi Anak, edisi ke-2.
Balai Penerbit FKUI. Jakarta
18