DESEMBER 2015
GLOMERULONEFRITIS AKUT
POST STREPTOCOCUS
Nama
No. Stambuk
: N 111 15 002
Pembimbing
PENDAHULUAN
Glomerulonefritis akut (GNA): suatu istilah yang lebih bersifat umum dan lebih
menggambarkan suatu proses histopatologi berupa proliferasi & inflamasi sel glomeruli
akibat proses imunologik. Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak
dijumpai pada anak adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus (GNAPS). GNAPS
dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling sering terjadi pada usia 6 7 tahun. Penelitian
multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 15 tahun dengan rerata usia
tertinggi 8,46 tahun dan rasio : = 1, 34 : 1.13
Angka kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih
banyak dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang
akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakit infeksi, sedangkan di negara sedang
berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.2 Di Indonesia & Kashmir, GNAPS
lebih banyak ditemukan pada golongan sosial ekonomi rendah, masing masing 68,9%1 &
66,9%.3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PENDERITA
Nama
: An. S
Jenis kelamin
: Laki - laki
Umur/Tgl lahir
: 11 tahun
Alamat
: Jl.Tombolotutu
Masuk RS
: 30 November 2015
ANAMNESIS
(Autoanamnesis dan Alloanamnesis dengan ibu penderita tanggal 30 November 2015)
Keluhan utama : Pusing
1. Riwayat penyakit sekarang :
Sejak 2 minggu SMRS pasien batuk dan demam naik turun, demam terutama malam hari,
menggigil (+), tidak ada bintik bintik merah muncul, gusi berdarah (-), nafsu makan
pasien berkurang karena sulit menelan, buang air besar tidak ada keluhan. Buang air kecil
warna kuning jernih, BAK berwarna seperti air cucian daging disangkal (-) , berbusa (-),
nyeri BAK (-), peningkatan frekuensi BAK (-) Pasien sudah berobat ke puskesmas, diberi
parasetamol dan obat batuk serta dianjurkan control, demam sudah mereda.
Kesadaran
: Compos mentis
Status Gizi
Tanda vital
34
: 22 x/menit
Mata
Hidung
Telinga
Mulut
: Bibir tidak sianosis, selaput lendir tidak kering, lidah tidak kotor,
gusi berdarah (-), Caries gigi (+)
T2- T2, faring tidak hiperemis, nyeri saat menelan (-)
Leher
Thorax
3
Pulmo
: I
Jantung
Pa
Pe
: I
Pa
Pe
: Batas kiri
Batas atas
Abdomen
: I
Pa
: Datar,
: Sedikit tegang, nyeri tekan (-)
Hepar : Tidak teraba
Lien
Pe
: Tidak teraba
Anggota gerak
Sianosis
Oedema
Superior
Inferior
(-)/(-)
(-)/(-)
(-)/(-)
(+)/(+)
Akral hangat
(+)/(+)
(+)/(+)
Cap. refill
<2
<2
D. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
1. Pemeriksaan darah
LED
: 12 mm/jam
Hemoglobin
Hematokrit
: 28 % (37 43%)
Leukosit
: 14,4 sel/mm3
Trombosit
GDS
Kolesterol total
2. Pemeriksaan urin :
Makroskopis
Warna
: Merah
Kimiawi
Protein
: ++
Mikroskopis
Epitel
:+
Leukosit
: banyak / LPB
Eritrosit
: 6 8 / LPB
: Reaktif
DIAGNOSIS SEMENTARA
Krisis hipertensi e.c Suspect glomerulonefritis akut post Streptococcal
DD : - Krisis hipertensi e.c Lupus eritematosus sistemik
-
PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
- Infus Dextrosa 5 % 30 tpm
- Furosemid, 2x 40mg
- Captopril 12mg 3 x tab
- Ampicilin 4 x 500 mg iv
2.
Diet :
- Rendah garam
3. Monitoring
-
DISKUSI
Dari kasus An.S laki-laki umur 12 tahun, datang dengan keluhan pusing sejak 4 hari
sebelum masuk rumah sakit, didapatkan daftar masalah, sebagai berikut :
1. Hipertensi
2. Glomerulonefritis akut
1. Hipertensi
Pada pasien ini, dipikirkan suatu keadaan hipertensi, berdasarkan keluhan pusing
yang terjadi tiba-tiba disertai muntah dan dari pemeriksan fisis didapatkan tekanan darah
180 /150 mmHg. Sebagaimana yang didefinisikan dalam literatur, hipertensi dinyatakan
sebagai suatu kondisi dimana rerata TDS dan/atau TDD > persentil 95 menurut jenis
kelamin, usia dan tinggi badan pada > 3 kali pengukuran1. Sedangkan krisis hipertensi
itu sendiri didefinisikan suatu kondisi dengan tekanan darah rerata TDS atau TDD >5
mmHg di atas persentil 99 disertai gejala dan tanda klinis 1. Dalam literatur lain
menyebutkan, krisis hipertensi bila tekanan sistolik > 180 mmHg dan atau diastolik > 120
mmHg2. Dan pada pasien ini hasil pengukuran tekanan darah 180/150.
Hipertensi pada anak, bisa berupa hipertensi primer dan hipertensi sekunder.
Hipertensi primer atau esensial merupakan hipertensi yang tidak dapat dijelaskan
penyebabnya. Meskipun demikian, beberapa faktor dapat diperkirakan berperan
menimbulkan seperti faktor keturunan, berat badan, respons terhadap stres fisik dan
psikologis, dan resistensi insulin2.
Sekitar 60-80% hipertensi sekunder pada masa anak berkaitan dengan penyakit
parenkim ginjal.2
perut, muntah, atau gangguan penglihatan. Krisis hipertensi dapat pula bermanifestasi
sebagai keadaan hipertensi berat yang diikuti komplikasi yang mengancam jiwa atau
fungsi organ seperti ensefalopati, gagal jantung akut, infark miokardial, edema paru, atau
gagal ginjal akut. Ensefalopati hipertensif ditandai oleh kejang fokal maupun umum
diikuti penurunan kesadaran dari somnolen sampai koma. Gejala yang tampak pada anak
dengan ensefalopati hipertensif umumnya akan segera menghilang bila pengobatan segera
diberikan dan tekanan darah diturunkan. Gejala dan tanda kardiomegali, retinopati
hipertensif, atau gambaran neurologis yang berat sangat penting karena menunjukkan
hipertensi yang telah berlangsung lama2.
Pada pasien ini, dipikirkan suatu hipertensi sekunder. Mengingat data yang
terkumpul dari anamnesis bahwa keluhan pusing yang disertai dengan tekanan darah
tinggi baru dialami pertama kali oleh pasien. Disertai dengan keluhan berupa muka
yang menjadi sembab.
Hipertensi primer yang dikaitkan dengan obesitas, dapat disingkirkan dengan
adanya hasil status gizi sebagai berikut :
Status Gizi : BB terukur x 100% = 34
BB ideal
34
Hipertensi primer dikaitkan dengan resistensi insulin seperti pada diabetes melitus
juga dapat disingkirkan dengan tidak adanya keluhan khas berupa poliuria, polidipsi,
dan polifagi, serta diperkuat dengan adanya hasil GDS 113 mg/dL.
Sehingga pada pasien ini dipikirkan krisis hipertensi yang terjadi merupakan suatu
hipertensi sekunder.
2. Glomerulonefritis akut
Dipikirkan pasien ini menderita glomerulonefritis akut, yaitu penyakit ginjal dengan
suatu inflamasi dan proliferasi sel Glomerulus3, dikarenakan :
a. Pasien adalah seorang anak laki laki, usia 11 tahun.
Glomerulonefritis akut paling sering terjadi pada anak usia sekolah dengan usia
antara 5-12 tahun. Perbandingan anak laki-laki dan anak perempuan 2 : 13.
b. Adanya keluhan berupa muka sembab, perut terasa lebih tegang dan tidak nyaman,
pusing serta adanya hipertensi semakin mengarahkan pada kecurigaan adanya
glomerulonefritis. Dan keadaan ini semakin didukung dengan adanya hasil
laboratorium berupa penurunan kadar Hb (9,8 gr/dL), hematokrit 28% (hemodilusi),
proteinuria ++, leukosituria, hematuria mikroskopik.
Diagnosis sindroma nefritik akut4 dibuat berdasarkan adanya:
(i)
Oliguri,
(ii)
Edema
(iii)
Hipertensi serta
(iv)
Kelainan urinalisis berupa proteinuri kurang dari 2 gram/hari dan hematuri serta
silinder eritrosit
Lebih dari 50 % kasus GNAPS adalah asimtomatik. Kasus klasik atau tipikal
diawali dengan infeksi saluran napas atas dengan nyeri tenggorok dua minggu
mendahului timbulnya sembab. Periode laten rata - rata 10 atau 21 hari setelah infeksi
tenggorok atau kulit. Hematuria dapat timbul berupa gross hematuria maupun
mikroskopik3. Manifestasi yang timbul urine dapat berwarna seperti cola, teh, air
cucian daging, ataupun keruh dan sering dengan oliguri 4. Variasi yang tidak spesifik
bisa dijumpai seperti demam, malaise, nyeri, nafsu makan menurun, nyeri kepala, atau
lesu.
Pada pemeriksaan fisis dijumpai hipertensi pada hampir semua pasien. Hipertensi
pada GNAPS dapat mendadak tinggi selama 3-5 hari. Edema bisa berupa wajah
9
sembab, edema pretibial atau berupa gambaran sindrom nefrotik. Asites dijumpai
pada sekitar 35% pasien dengan edema. Bendungan sirkulasi secara klinis bisa nyata
dengan takipne dan dispne. Gejala gejala tersebut dapat disertai oliguria sampai anuria
karena penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG)3.
Keluaran urine dapat menurun, oliguria serta retensi garam dan air merupakan
faktor penyebab utama edema, kongesti sirkulasi, hipertensi, serta gangguan
elektrolit. Proteinuria dapat bervariasi dari yang ringan hingga rentang nefrotik, ekresi
protein urine biasanya < 1,0 gr/ 24 jam. Beratnya keterlibatan ginjal dapat bervariasi
dari hematuria mikroskopis tidak bergejala dengan fungsi ginjal yang normal sampai
gagal ginjal3. Hipoalbuminemia ringan sering didapatkan pada GNA karena efek
dilusi akibat penambahan volume intravaskular.
Pada pemeriksaan darah ditemukan anemia ringan karena retensi natrium dan
hemodilusi. Pada sediaan darah tepi dijumpai sistosit, fragmentasi eritrosit disertai
tandatanda mikroangiopati. Laju endapan darah meninggi walaupun tidak mempunyai
arti diagnosis maupun prognosis4.
Penurunan laju filtrasi glomerulus berhubungan dengan penurunan koefisien
ultrafiltrasi glomerulus. Penurunan laju filtrasi glomerulus diikuti penurunan ekskresi
atau kenaikan reabsorbsi natrium sehingga terdapat penimbunan natrium dengan air
selanjutnya akan diikuti kenaikan volume plasma dan volume cairan ekstraselular
sehingga akan timbul gambaran klinis oliguria, hipertensi, edema dan bendungan
sirkulasi4.
Kemungkinan Glomerulonefritis Akut post streptokokus pada pasien ini dapat
ditegakkan hal ini dikarenakan dari anamnesis adanya data yang mendukung yaitu
riwayat batuk dan sakit tenggorokan serta sulit menelan, yang menunjukkan adanya
infeksi saluran pernapasan atas 2 minggu yang lalu. Dan hasil pemeriksaan fisik
10
didapatkan tonsil yang membesar (T2 T2) namun tanpa disertai hiperemis.
Mengingat adanya bukti infeksi streptokokus pada pasien ini, maka untuk itu
dibutuhkan pemeriksaan tambahan berupa swab tenggorok, pemeriksaan titer Anti
Streptolosin Titer O, kadar komplemen C3 namun pada kasus ini hanya dilakukan
Pemeriksaan gabungan titer ASTO reaktif dapat mendeteksi infeksi streptokokus
sebelumnya pada hampir 100% kasus3.
Foto rontgen torak juga diperlukan untuk memastikan ada tidaknya gambaran
kardiomegali atau pun adanya bendungan paru. Asites yang banyak bias terlihat ketika
adanya kekaburan yang tampak pada hasil foto rontgen abdomen. Sedangkan asites
minimal bias tampak melalui USG abdomen yang juga bisa memperlihatkan ukuran
ginjal.
Sedangkan diagnosis banding krisis hipertensi e.c lupus eritematosus sistemik
dapat disingkirkan, mengingat bahwa pasien ini adalah seorang anak laki laki
(sedangkan SLE lebih sering pada wanita usia dewasa muda), selain itu pada pasien
ini juga tidak didapatkan adanya riwayat ruam kupu kupu di wajah, nyeri sendi,
fotosensitivitas terhadap cahaya. Namun untuk memperkuat dugaan ini, bisa
dipastikan dengan pemeriksaan ANA.
Sedangkan untuk nefropati IgA juga dapat disingkirkan. Kecurigaan kearah
nefropati IgA pada seorang anak dibuat bila timbulnya serangan hematuria
makroskopik secara akut dipicu oleh suatu episode panas yang berhubungan dengan
ISPA. Hematuria makroskopik biasanya bersifat sementara dan menghilang bila ISPA
mereda, namun akan berulang kembali bila penderita mengalami panas yang
berkaitan dengan ISPA. Diantara 2 episode, biasanya penderita tidak menunjukkan
gejala, kecuali hematuria mikroskopik dengan proteinuria ringan masih ditemukan
pada urinalisis. Edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal biasanya tidak
11
ditemukan. Kadar IgA serum biasanya meningkat pada 10-20% dari jumlah kasus
yang telah dilaporkan, kadar komplemen (C3 dan C4) dalam serum biasanya normal.
Diagnosis pasti biasanya dibuat berdasarkan biopsi ginjal.5
DAFTAR PUSTAKA
1
Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1995, Glomerulonefritis Akut, 835-839,
Infomedika, Jakarta.
Iturbe BR, Mezzano S. Acute post infectious glomerulonephritis. Dalam : Avner ED,
Hormon WE, Niaudet P, Yoshikawa N, penyunting. Pediatric Nephrology, Sixth
Completely Review, Updated and Enlarged Edition. Berlin Heidelberg: SpringerVerlag; 2008; hlm. 74355.
13