Anda di halaman 1dari 20

REFLEKSI KASUS

DEMAM TIFOID PADA ANAK

Nama : Aulia Salmah Tandayu

No. Stambuk : N 111 14 024

Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA

PALU

FEBRUARI 2015
PENDAHULUAN

Demam tifoid ialah suatu sindroma sistemik penyakit infeksi akut pada usus halus
dengan gejala demam satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan
dengan atau tanpa gangguan kesadaran.(1) Demam tifoid adalah suatu penyakit infeksi
sistemik bersifat akut yang disebabkan oleh Salmonella typhi. Salmonella enterica serovar
Paratyphi A, B, dan C juga dapat menyebabkan infeksi yang disebut demam paratifoid.
Demam tifoid dan paratifoid termasuk ke dalam demam enterik. (1,2)
Demam tifoid juga masih menjadi topik yang sering diperbincangkan. Penyakit
sistemik ini sering mengenai sistem retikuloendotelial, kelenjar limfe saluran cerna, dan
kandung empedu. Masalah tifoid di Indonesia disebakan antara lain karena faktor kebersihan
(makanan, kebersihan pribadi dan lingkungan), maupun masalah klinisi seperti koinfeksi
dengan penyakit lain, resistensi antibiotika, serta belum adanya vaksin yang efektif. Umur
penderita yang terkena di Indonesia (daerah endemis) dilaporkan antara 3-19 tahun mencapai
91% kasus.(1,2)
Etiologi dari demam tifoid adalah Salmonella typhi, termasuk dalam genus
Salmonella yang tergolong dalam family Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat bergerak,
berbentuk batang, tidak membentuk spora, tidak berkapsul, gram (-).(2)
Kejadian demam tifoid di Negara maju adalah rendah, di AS adalah 0,2 per 100.000.
Di Eropa 4-15 per 100.000, sedangkan di Negara berkembang masih sangat tinggi yaitu 500
per 100.000. Manusia adalah sebagai sumber penularan yang utama. Cara penularan pada
umumnya adalah melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi. Selain secara fekal
oral, infeksi juga bisa terjadi secara transplasenta, atau terjadi pada saat persalinan yaitu
secara fekal oral dari ibu sebagai penular. Dua cara penularan Salmonella typhi yaitu pasien
dengan demam tifoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
tifoid dan masih terus mengekresi Salmonella typhi dalam tinjan dan air kemih selama lebih
dari 1 tahun. Penularan Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang dikenal
dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat),
dan melalui feces.(2)
Secara garis besar, gejala yang timbul pada demam tifoid adalah demam satu minggu
atau lebih, gangguan saluran pencernaan dan gangguan kesadaran. Selain itu, lidah tampak
kering, dilapisi selaput tebal, di bagian belakang tampak lebih pucat, di bagian ujung dan tepi
lebih kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan terjadi deskuamasi epitel sehingga

1
epitel lebih prominen. Roseola dapat terjadi pada akhir minggu pertama dan awal minggu
kedua.(1)
Hingga kini kloramfenikol masih merupakan baku emas (gold standard) dalam
pengobatan demam tifoid. Kloramfenikol diberikan dengan dosis 50 mg/kg BB/hari dalam 4
kali pemberian. Pemberian diteruskan selama 14 hari atau sampai 5-7 hari bebas demam.
Obat lain dengan khasiat yang baik adalah ampicillin 200 mg/kg BB/hari dalam 4 dosis,
amoxicillin 100 mg/kg BB/hari dalam 3 dosis, dan kotrimoxazole yang diberikan dalam 2
dosis. Akhir-akhir ini dilaporkan adanya Salmonella typhi yang resisten. Strain yang resisten
biasanya sensitif terhadap cephalosporin generasi ke-3.(3)
Prognosis pasien demam tifoid tergantung pada umur anak, kondisi kesehatan
sebelum sakit, serotipe Salmonella dan komplikasi yang terjadi. Di Negara maju angka
kematian adalah <1%, sedangkan di Negara berkembang bisa >10%.(3)
Berikut ini akan dibahas refleksi kasus mengenai demam tifoid pada anak usia 12
tahun 5 bulan yang dirawat di ruangan catelia Rumah Sakit Umum Daerah UNDATA Palu
Sulawesi Tengah.

2
LAPORAN KASUS

Masuk rumah sakit tanggal 3 Februari 2015

IDENTITAS
Nama : An. A
Tanggal lahir/Umur : 10 Agustus 2002 / 12 tahun 5 bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Alamat : Labuan Toposo

ANAMNESIS
Keluhan Utama : Panas
Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke rumah sakit dengan keluhan panas sejak hari
jumat siang (4 hari yang lalu), panas timbul mendadak tinggi, panas naik turun, turun bila
diberi obat penurun panas lalu naik lagi, menggigil (+), kejang (-), sakit kepala (+). Batuk (-),
flu (-). Mimisan (-), perdarahan gusi (-). Nyeri menelan (+), sesak (-), nyeri dada (-). Mual (-
), muntah (-), nyeri perut (+) pada semua lapang perut, kembung (+), nafsu makan menurun
sejak sakit, dan minum kurang/tidak bagus. Buang air besar (BAB) sudah 4 hari tidak ada,
buang air kecil (BAK) baik dan lancar, nyeri saat BAK (-).
Riwayat penyakit dahulu: Tidak pernah mengalami hal serupa sebelumnya, pasien baru
pertama kali di rawat di rumah sakit.
Riwayat penyakit keluarga: tidak ada di keluarga yang mengalami hal serupa.
Riwayat sosial-Ekonomi : Menengah
Riwayat kebiasaan dan lingkungan : Pasien setiap harinya mengerjakan pekerjaan rumah
tangga, jarang keluar rumah. Banyak nyamuk dilingkungan dalam rumah pasien, rumah
dihuni oleh 11 orang. Kebersihan pasien kurang.
Riwayat Kehamilan dan persalinan : Anak ke 2 dari 6 bersaudara. Perawatan antenatal
care (ANC) ibu rutin di Puskesmas oleh bidan. Penyakit selama kehamilan tidak ada. Lahir
normal di rumah dibantu oleh bidan. Berat badan lahir (BBL) dan panjang badan lahir (PBL)
tidak diketahui.
Kemampuan dan Kepandaian Bayi : Dapat berjalan usia 1 tahun 2 bulan, berbicara usia 1
tahun 5 bulan. Pasien sekarang kelas 1 SMP dan tidak pernah tinggal kelas.

3
Anamnesis makanan :
- ASI : usia 0 – 2 tahun
- Susu formula : tidak pernah
- Bubur : usia 6 bulan
- Nasi : usia 1 tahun sampai sekarang.
- Pasien tidak suka jajan diluar dan selalu makan makanan rumah.
Riwayat Imunisasi: lengkap

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum : Sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Berat badan : 32 kg
Tinggi badan : 148 cm
Status Gizi CDC : 32/39 x 100% = 81% (Gizi baik)

Tanda vital : Tekanan darah = 120/80 mmHg


Nadi = 96 x/menit, reguler, berisi.
Respirasi = 32 x/menit
Suhu badan = 37,9 0C
Kulit : Ruam (-), petekie (-), turgor kulit baik (-), sianosis (-), RLT (-).
Kepala : Bentuk normocephal (+), rambut hitam, tidak mudah dicabut
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik.
Hidung : Rhinorrhea (-)
Telinga : Otorrhea (-)
Mulut : Biasa, bibir kering/pecah-pecah (+), bau mulut (+), lidah kotor (+), tonsil
T1–T1 non hiperemis,
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada perbesaran
kelenjar tiroid
Paru
Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi dinding dada (-)
Palpasi : Vocal fremitus kanan sama dengan kiri, tidak teraba massa, tidak teraba
krepitasi, tidak ada nyeri tekan
Perkusi paru : Sonor pada lapang paru kanan dan kiri
Auskultasi : Suara napas bronkovesikuler, ronchi (-/-), wheezing (-/-)

4
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Teraba pulsasi ictus cordis pada SIC V linea midclavicular sinistra
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II murni regular
Abdomen
Inspeksi : tampak cembung, tidak ada sikatrik
Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan menurun
Perkusi : Hipertimpani
Palpasi : Nyeri tekan (+) pada semua lapang perut.

Anggota gerak : - Ekstremitas atas : Akral hangat, edema (-)


- Ekstremitas bawah : Akral hangat, edema (-)
Genital : Normal
Punggung : Tidak ada kelainan, lordosis (-), kifosis (-), scoliosis (-).
Otot-otot : Eutrofi

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Laboratorium Nilai Normal :
RBC : 3,56 x 106/mm3 (↓) RBC : 4–5,40 x 106/mm3
Hb : 11,01 g/dL (↓) Hb : 11,5–14,5 g/dL
Hct : 29,2 % (↓) Hct : 37-45 %
Plt : 96 x 103/mm3 (↓) Plt : 200-400 x 103/mm3
WBC : 4,4 x 103/mm3 (↓) WBC : 4,5-13,5 x 103/mm3

RESUME :
Pasien anak perempuan usia 12 tahun 5 bulan datang ke rumah sakit dengan keluhan
panas sejak hari jumat siang (4 hari yang lalu), panas timbul mendadak tinggi, panas naik
turun, turun bila diberi obat penurun panas lalu naik lagi, menggigil (+),sakit kepala (+).
Nyeri menelan (+), nyeri perut (+) pada semua lapang perut, kembung (+), nafsu makan
menurun sejak sakit, dan minum kurang/tidak bagus. Buang air besar (BAB) sudah 4 hari
tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan : TD=120/80 mmHg, N=96x/menit S=37,9°C,
R=32x/menit. Pemeriksaan mulut didapatkan bibir kering/pecah-pecah (+), bau mulut (+),
lidah kotor (+). Abdomen tampak cembung, bunyi peristaltik kesan menurun, auskultasi

5
bunyi hipertimpani, nyeri tekan (+) semua lapang perut. Pada pemeriksaan laboratorium
didapatkan RBC: 3,56 x 106/mm3 (↓) Hb: 11,01 g/dL (↓), Hct: 29,2 % (↓), Plt: 96 x 103/mm3
(↓), WBC: 4,4 x 103/mm3 (↓).

DIAGNOSIS KERJA : Demam dengue


DIAGNOSIS BANDING : Susp. Demam tifoid
TERAPI

1. IVFD RL 34 tetes/menit
2. Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
3. Paracetamol 3 x 1 tab
4. Dulcolax sup. 10 mg

ANJURAN : Darah rutin.

6
FOLLOW UP

4 Februari 2015

- S : Demam (+) hari ke 5, menggigil (+), nyeri kepala (+), nyeri menelan (+), nyeri perut
(+) di semua lapang perut, kembung (+), nafsu makan kurang, nafsu minum mulai
bagus, BAB (+) 1x kemarin, biasa, hari ini BAB (-), BAK lancar.
- O : KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD : 90/60 mmHg
Nadi : 80 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 38 °C
Respirasi : 28 x/menit
Lidah kotor (+), abdomen tampak cembung, bunyi peristaltik kesan normal, auskultasi
bunyi hipertimpani, nyeri tekan (+) semua lapang perut, ekstremitas atas & bawah :
akral hangat (+).
- A : Demam dengue
DD: Susp.tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab

5 Februari 2015
- S : Demam (+) hari ke 6, menggigil (-), nyeri kepala (+), nyeri menelan (+), nyeri perut
(+) di semua lapang perut, kembung (+), nafsu makan kurang, nafsu minum mulai
bagus, BAB (-) dari kemarin (2 hari), BAK lancar.
- O : KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD : 110/60 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 40 °C
Respirasi : 40 x/menit
Lidah kotor (+), abdomen tampak cembung, bunyi peristaltik kesan normal, auskultasi
bunyi hipertimpani, nyeri tekan (+) semua lapang perut, ekstremitas atas & bawah :
akral hangat (+).

7
- A : Demam dengue
DD: Susp.tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab
- Inj. Dexametason 3 x ½ amp iv

Anjuran : Darah rutin, test Widal.

6 Februari 2015
- S : Demam (-) hari ke 7, menggigil (-), nyeri kepala (+), nyeri menelan (-), nyeri perut (+)
di semua lapang perut, kembung (+), nafsu makan kurang, nafsu minum mulai bagus,
BAB (-) dari kemarin (3 hari), BAK lancar.
- O : KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 64 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 37,5 °C
Respirasi : 24 x/menit
Lidah kotor (+), abdomen tampak cembung, bunyi peristaltik kesan normal, auskultasi
bunyi hipertimpani, nyeri tekan (+) semua lapang perut, ekstremitas atas & bawah :
akral hangat (-).

Hasil Pemeriksaan darah rutin :


PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
WBC 6,82 3,6 – 11,0
RBC 3,92 3,8 – 5,2
Hgb 10,5 11,7 – 15,5
Hct 29,7 35 – 47
Plt 132 150 – 440

8
Hasil Pemeriksaan Widal Test :
PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
Salmonella Typhi (O) (+1/80) ≤ 1/ 40
Salmonella Typhi (H) (+1/160) ≤ 1/ 40
Salmonella Paratyphi A (AH) (+1/80) ≤ 1/ 40
Salmonella Paratyphi B (BH) (+1/80) ≤ 1/ 40

- A : Demam tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab (jika demam)
- Diet lunak

7 Februari 2015
- S : Demam (+) hari ke 8, menggigil (+), nyeri kepala (+), nyeri menelan (-), nyeri perut
(+) di semua lapang perut, kembung (+), nafsu makan mulai bagus (3x/hr sedikit-
sedikit), minum bagus, BAB (+) 1x tadi subuh, biasa, BAK lancar.
- O : KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD : 100/60 mmHg
Nadi : 104 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 38,9 °C
Respirasi : 44 x/menit
Lidah kotor (+) mulai berkurang, abdomen tampak cembung, bunyi peristaltik kesan
normal, auskultasi bunyi timpani, nyeri tekan (+) semua lapang perut, ekstremitas atas
& bawah : akral hangat (+).

Hasil Pemeriksaan darah rutin :


PARAMETER HASIL NILAI NORMAL
WBC 7,42 3,6 – 11,0
RBC 4,12 3,8 – 5,2
Hgb 10,8 11,7 – 15,5
Hct 31,5 35 – 47

9
Plt 166 150 – 440

- A : Demam tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab
- Diet lunak

8 Februari 2015
- S : Demam (+) hari ke 9, menggigil (-), nyeri kepala (+), nyeri menelan (-), nyeri perut (-)
di semua lapang perut, kembung (-), nafsu makan mulai bagus (3x/hr sedikit-sedikit),
minum bagus, BAB (+) biasa, BAK lancar.
- O : KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 100 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 39 °C
Respirasi : 40 x/menit
Lidah kotor (+) berkurang, abdomen cembung (-), bunyi peristaltik kesan normal,
auskultasi bunyi timpani, nyeri tekan (-) semua lapang perut, ekstremitas atas &
bawah : akral hangat (+).
- A : Demam tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab
- Diet lunak

9 Februari 2015
- S : Demam (-) hari ke 10, menggigil (-), nyeri kepala (+) berkurang, nyeri menelan (-),
nyeri perut (-) di semua lapang perut, kembung (-), nafsu makan bagus, minum bagus,
BAB (+) biasa, BAK lancar.
- O : KU : sakit sedang, composmentis.
TTV : TD : 110/80 mmHg
Nadi : 76 x/menit, reguler, berisi.

10
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 26 x/menit
Lidah kotor (+) berkurang, abdomen cembung (-), bunyi peristaltik kesan normal,
auskultasi bunyi timpani, nyeri tekan (-) semua lapang perut, ekstremitas atas &
bawah : akral hangat (-).
- A : Demam tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab (jika demam)
- Diet lunak

10 Februari 2015
- S : Demam (-) hari ke 11, menggigil (-), nyeri kepala (-), nyeri menelan (-), nyeri perut (-)
di semua lapang perut, kembung (-), nafsu makan bagus, minum bagus, BAB (+)
biasa, BAK lancar.
- O : KU : membaik, composmentis.
TTV : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 90 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 28 x/menit
Lidah kotor (-), abdomen cembung (-), bunyi peristaltik kesan normal, auskultasi
bunyi timpani, nyeri tekan (-) semua lapang perut, ekstremitas atas & bawah : akral
hangat (-).
- A : Demam tifoid
- P : - IVFD RL 34 tetes/menit
- Inj. Ceftriaxone 2 x 1 g iv
- Paracetamol 3 x 1 tab (jika demam)
- Diet lunak

11 Februari 2015
- S : Demam (-) hari ke 12, menggigil (-), nyeri kepala (-), nyeri menelan (-), nyeri perut (-)
di semua lapang perut, kembung (-), nafsu makan bagus, minum bagus, BAB (+)
biasa, BAK lancar.
- O : KU : membaik, composmentis.

11
TTV : TD : 100/70 mmHg
Nadi : 88 x/menit, reguler, berisi.
Suhu : 36,5 °C
Respirasi : 26 x/menit
Lidah kotor (-), abdomen cembung (-), bunyi peristaltik kesan normal, auskultasi
bunyi timpani, nyeri tekan (-) semua lapang perut, ekstremitas atas & bawah : akral
hangat (-).
- A : Demam tifoid
- P : - aff infus
- Boleh pulang dengan alasan bebas demam 2 hari tetapi harus tetap kontrol ke poli
jika ada keluhan lagi

12
DISKUSI

Demam tifoid adalah suatu sindrom klinik terutama disebabkan oleh Salmonella
typhi. Demam tifoid merupakan jenis terbanyak dari Salmonellosis. Jenis lain dari demam
enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh Salmonella paratyphi A, Salmonella
schottmuelleri (semula Salmonella paratyphi B), dan Salmonella hirschfeldii (semula
Salmonella paratyphi C). Demam tifoid memberikan gejala yang lebih berat dibandingkan
dengan lainnya.(2) (4)
Etiologi dari demam tifoid ialah Salmonella typhy, termasuk dalam genus Salmonella
yang tergolong famili Enterobacteriacea. Salmonella bersifat bergerak, berbentuk batang,
tidak berspora, tidak berkapsul, dan gram (-). Tahan terhadap berbagai bahan kimia, tahan
beberapa hari/minggu pada suhu kamar. Salmonella memiliki antigen O (somatik), adalah
komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang stabil pada panas, dan antigen H (flagelum)
adalah protein yang labil terhadap panas. Antigen O merupakan kompleks fosfolipid protein
polisakarida yang tahan terhadap pendidihan, alkohol dan asam. Aglutinasi O berlangsung
lebih lambat dan bersifat kurang imunogenik, namun mempunyai nilai diagnostik yang
tinggi. Titer antibodi yang timbul oleh antigen O ini selalu lebih rendah dibandingkan dari
titer antibodi H. Antigen flagel H merupakan protein termolabil dan bersifat sangat
imunogenik, antigen ini rusak dengan pendidihan dan alkohol, tetapi tidak rusak oleh
formaldehid. Antigen Vi merupakan antigen permukaan dan bersifat termolabil. Antibodi
yang terbentuk dan menetap lama dalam darah dapat memberi petunjuk bahwa individu
tersebut sebagai pembawa kuman (karier). Antigen Vi terdapat pada Salmonella typhy,
Salmonella paratyphi C dan Salmonella dublin.(2) (4)
Patogenesis demam tifoid melibatkan 4 proses kompleks mengikuti ingesti organisme,
yaitu (1) penempelan dan invasi sel-sel M Peyer’s patch, (2) bakteri bertahan hidup dan
bermultipikasi di makrofag Peyer’s patch, nodus limfatikus mesenterikus, dan organ-organ
ekstra intestinal sistem retikuloendotelial (3) bakteri hidup di dalam aliran darah, (4) produksi
enterotoksin yang meningkatkan kadar caMP di dalam kripta usus dan menyebabkan
keluarnya elektrolit dan air ke dalam lumen intestinal. Kuman Salmonella masuk bersama
makanan/minuman. Setelah kuman Salmonella typhi tertelan, kuman tersebut dapat bertahan
terhadap asam lambung dan masuk ke dalam tubuh melalui mukosa usus pada ileum
terminalis. Di usus kuman diangkut ke kelenjar getah bening usus dan di situ memperbanyak
diri di dalam sel mononukleus, Kemudian sel monosit yang mengandung Salmonella typhi
menyebar ke sistem limfoid mesenterika dan masuk ke dalam pembuluh darah melalui sistem

13
limfatik. Bakteremia primer terjadi pada tahap ini dan biasanya tidak didapatkan gejala dan
kultur darah biasanya masih memberikan hasil yang negatif. Periode inkubasi ini terjadi
selama 7-14 hari. Bakteri dalam pembuluh darah ini akan menyebar ke seluruh tubuh dan
berkolonisasi dalam organ-organ sistem retikuloendotelial, yakni di hati, limpa, dan sumsum
tulang. Kuman juga dapat melakukan replikasi dalam makrofag. Setelah periode replikasi,
kuman akan disebarkan kembali ke dalam sistem peredaran darah dan menyebabkan
bakteremia sekunder sekaligus menandai berakhirnya periode inkubasi. Bakteremia dapat
menetap selama beberapa minggu bila tidak diobati dengan antibiotik. Pada tahapan ini,
bakteri tersebar luas di hati, limpa, sumsum tulang, kandung empedu, dan Peyer’s patches di
mukosa ileum terminal. Ulserasi pada Peyer’s patches dapat terjadi melalui proses infl amasi
yang mengakibatkan nekrosis dan iskemia. Komplikasi perdarahan dan perforasi usus dapat
menyusul ulserasi. Kekambuhan dapat terjadi bila kuman masih menetap dalam organ-organ
sistem retikuloendotelial dan berkesempatan untuk berproliferasi kembali. Menetapnya
Salmonella dalam tubuh manusia diistilahkan sebagai pembawa kuman atau carrier.(2,4)
Antigen Vi pada permukaan kapsul dari Salmonella typhi berpengaruh pada proses
fagositosis dengan cara mencegah pengikatan C3 pada permukaan bakteri. Endotoksin yang
beredar adalah komponen lipopolisakarida dari dinding bakteri diperkirakan sebagai
penyebab panas dan gejala toksik dari demam enterik. Endoktoksin yang diproduksi karena
pengaruh sitokin oleh makrofag adalah juga penyebab timbulnya gejala sistemik. Sebagai
penyebab terjadinya diare yang terjadi adalah toksin yang ada hubungannya dengan toksin
kolera dan toksin yang labil terhadap panas dari E.coli. masa inkubasi adalah 7-14 hari, tetapi
bisa pula 3-30 hari tergantung pada besarnya inokulum Salmonella typhi.(5)
Pada usia sekolah dan adolesen, awalan penyakit adalah samar. Mula-mula gejalanya
ialah demam, lesu, anoreksia, mialgia, sakit kepala, dan sakit perut berlangsung 2-3 hari.
Mula-mula bisa terjadi diare, dapat pula terjadi konstipasi. Mual muntah pada minggu ke-3
menandakan adanya komplikasi. Mungkin dijumpai gejala mimisan dan batuk, dan letargi
berat. Suhu badan naik secara remiten dan makin meningkat dalam 1 minggu, kemudian
menetap pada suhu 400C, biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan
malam hari. Dalam minggu kedua, penderita terus berada dalam keadaan demam. Dalam
minggu ketiga suhu badan berangsur - angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu
ketiga. Pada minggu ke-2 suhu bertahan tinggi, dan gejala yang ada tampak makin berat.
Anak tampak sakit akut dengan disorientasi, letargi, delirium dan stupor.(6) Tanda fisis yang
biasa ditemukan adalah bradikardia relatif, hepatosplenomegali, dan distensi abdomen
disertai rasa nyeri. Pada 50% kasus dijumpai bercak-bercak kemerahan (rose spots) yaitu

14
ruam berupa makula atau makulopapul berwarna kemerahan yang hilang jika ditekan,
sebanyak 10-15 buah sebesar 1-5 mm menggerombol dibawah dada bagian bawah dan/ atau
perut bagian atas. Ruam tersebut timbul pada hari ke 7-10 dan hanya berlangsung 2-3 hari
warna berubah menjadi kecoklatan sebelum hilang sama skali. Bila tidak ada komplikasi
maka gejala akan reda dalam 2-4 minggu, kecuali lesu dan letargi dapat bertahan sampai 1-2
bulan.(5)
Pada pemeriksaan fisik didapatkan anak tampak sakit sedang atau berat, kesadaran
apatis, suhu tubuh meningkat, lidah berselaput putih, bercak merah (rose spot) di dinding
dada dan perut, hati terasa membesar. Roseola lebih sering terjadi pada akhir minggu pertama
dan awal minggu kedua. Merupakan suatu nodul kecil sedikit menonjol dengan diameter 2-4
mm, berwarna merah pucat serta hilang pada penekanan. Roseola ini merupakan emboli
kuman yang di dalamnya mengandung kuman Salmonella, dapat juga ditemukan di bokong,
ataupun bagian fleksor lengan atas. Lidah tifoid biasanya terjadi beberapa hari setelah panas
meningkat dengan tanda-tanda antara lain, lidah tampak kering di belakang tampak lebih
pucat, di bagian ujung dan tepi tampak kemerahan. Bila penyakit makin progresif, akan
terjadi deskuamasi epitel sehingga papilla lebih prominen. Pada abdomen mungkin
ditemukan keadaan perut kembung (meteorismus). Hati dan limpa membesar di sertai nyeri
tekan abdomen, banyak juga dijumpai hepatomegali dibandingkan splenomegali. Biasanya
didapatkan konstipasi, akan tetapi mungkin pula normal bahkan dapat terjadi diare.(1)(3)
Bayi dan anak umur < 5 tahun. Pada usia ini biasanya berlangsung ringan dengan
demam ringan dan lesu, sehingga diagnosis sulit ditetapkan. Gejala diare lebih sering
ditemukan hingga diagnosis mengarah ke gastroenteritis. Pada sebagian anak gejalanya bisa
mengarah ke infeksi saluran nafas bawah. Bayi baru lahir, infeksi pada ibu hamil dapat
mengakibatkan abortus atau lahir prematur. Gejala timbul pada hari ke 3, biasanya berupa
muntah, diare, dan kembung. Gejala lainnya adalah hepatomegali, ikterus, anoreksia, dan
berat badan menurun.(5)
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
Pada kasus ini, dari anamnesis didapatkan bahwa pasien perempuan usia 12 tahun 5
bulan datang ke rumah sakit dengan keluhan panas sejak hari jumat siang (4 hari yang lalu),
panas timbul mendadak tinggi, panas naik turun, turun bila diberi obat penurun panas lalu
naik lagi, menggigil (+),sakit kepala (+). Nyeri menelan (+), nyeri perut (+) pada semua
lapang perut, kembung (+), nafsu makan menurun sejak sakit, dan minum kurang/tidak
bagus. Buang air besar (BAB) sudah 4 hari tidak ada. Pada pemeriksaan fisik didapatkan :

15
TD=120/80 mmHg, N=96x/menit S=37,9°C, R=32x/menit. Pemeriksaan mulut didapatkan
bibir kering/pecah-pecah (+), bau mulut (+), lidah kotor (+). Abdomen tampak cembung,
bunyi peristaltik kesan menurun, auskultasi bunyi hipertimpani, nyeri tekan (+) semua lapang
perut. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan RBC: 3,56 x 106/mm3 (↓) Hb: 11,01 g/dL
(↓), Hct: 29,2 % (↓), Plt: 96 x 103/mm3 (↓), WBC: 4,4 x 103/mm3 (↓).
Dari teori dikatakan bahwa demam tifoid berlangsung >7 hari, sedangkan pasien
masuk ke rumah sakit dengan panas hari ke-5 sehingga demam tifoid belum dapat
ditegakkan. Berdasarkan hasil anamnesis awal, pemeriksaan fisik dan laboratorium, diagnosis
pasien sementara yaitu demam dengue dengan diagnosis banding demam tifoid, namun masih
perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan untuk memastikan diagnosis. Seiring dengan hasil
follow up yang didapatkan panas didapatkan >7 hari sehingga dapat dilakukan uji Widal dan
hasil yang didapatkan yaitu positif (+) untuk demam tifoid.
Diagnosis pasti demam tifoid dipastikan bila biakan darah positif. Biakan darah dalam
minggu pertama memperlihatkan Salmonella positif pada 40-60% kasus, sedangkan biakan
urin dan tinja adalah positif setelah minggu pertama, dan biakan tinja kadang-kadang sudah
positif pada masa inkubasi. Biakan sumsum tulang adalah paling sensitif yaitu positif pada
85-90% dan kurang dipengaruhi oleh pemberian antibiotika sebelumnya. Karena biakan
memerlukan waktu beberapa hari, maka diperlukan pemeriksaan yang lebih cepat, yaitu
pemeriksaan antibodi monoklonal. Pemeriksaan reaksi rantai polymerase, dalam beberapa
jam dapat diperoleh hasil. Pemeriksaan serologi terhadap antigen O, H, dan Vi dari
Salmonella dengan uji widal tidak banyak membantu dalam menetapkan diagnosis, karena
hasilnya banyak yang semu.(1)(3)
Pada demam tifoid sering disertai anemia dari yang ringan sampai yang sedang
dengan peningkatan laju endap darah, gambaran eritrosit normokrom normosit, yang diduga
merupakan efek toksik supresi sumsum tulang atau perdarahan usus. Hitung leukosit dapat
normal ataupun leukositosis. Kemungkinan ditemukannya biakan positif pada sumsum tulang
adalah 84%, darah 44%, feses 65%, cairan duodenum 42%. Hasil pemeriksaan biakan positif
dari sampel darah penderita digunakan untuk menegakkan diagnosis, sedangkan hasil
pemeriksaan biakan negative dua kali berturut-turut pemeriksaan feses atau urin digunakan
untuk menentukan bahwa penderita telah sembuh atau belum ada karier. Akhir-akhir ini, ada
beberapa teknik baru untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap Salmonella typhi pada
serum penderita dan adanya antigen Salmonella typhi di dalam darah dan urine, antara lain
dengan Hemaglutination Inhibition Test, ELISA, Complemen fixation Test, Staphylococcal
Protein A coaglutination assay.(1)(3)

16
Pemeriksaan laboratorium pada pasien ini terdapat adanya anemia (Hb :11,01 g/dL
(↓)), leukopeni (WBC: 4,4 x 103/mm3 (↓)) dan trombositopeni (Plt: 96 x 103/mm3 (↓)), dan
pada pemeriksaan widal didapatkan peningkatan titer Salmonella typhi O +1/80. Meskipun
pemeriksaan widal memiliki banyak kekurangan, adanya peningkatan titer ini dapat
mengarahkan diagnosis demam tifoid.
Penatalaksanaan demam tifoid terbagi atas 3, yaitu perawatan, diet dan obat-obatan.
Penderita demam tifoid perlu dirawat di rumah sakit untuk isolasi, observasi serta
pengobatan. Penderita harus istirahat 5-7 hari bebas panas. Tirah baring (istirahat mutlak)
dilakukan di tempat tidur dan letak baring harus sering diubah. Lamanya tirah baring
berlangsung sampai 5 hari bebas demam, dilanjutkan dengan mobilisasi secara bertahap
sebagai berikut:
1. Hari 1: Duduk 2 x 15 menit
2. Hari 2: Duduk 2 x 30 menit
3. Hari 3: Jalan dan pulang
Seandainya selama mobilisasi bertahap ada kecerendungan suhu meningkat, maka
istirahat mutlak diulangi kembali.(7)
Pada penderita dengan kesadaran yang menurun harus diobservasi agar tidak terjadi
aspirasi. Diet pada demam tifoid perlu juga mendapat perhatian khusus. Tidak seperti diet
tifoid dahulu yang diawali dengan diet bubur saring, beberapa peneliti menganjurkan
makanan padat dini yang wajar sesuai dengan keadaan penderita dengan memperhatikan segi
kualitas ataupun kuantitas dapat diberikan dengan aman. Pemberian makanan padat dini
banyak memberikan keuntungan, seperti dapat menekan turunnya berat badan selama
perawatan, masa di rumah sakit lebih diperpendek, dapat menekan penurunan albumin dalam
serum dan dapat mengurangi kemungkinan kejadian infeksi lain selama perawatan.(1)
Hingga kini kloramfenikol masih merupakan baku emas (gold standard) dalam
pengobatan demam tifoid. Dosis yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/hari selama 10-14
hari. Pada neonatus, dosis tidak melebihi 25 mg/kg/hari, selama 10 hari. Kekurangan
kloramfenikol antara lain adalah reaksi hipersensitivitas, reaksi toksik, grey baby syndrome,
kolaps dan tidak cocok untuk pengobatan karier. Toksisitas kloramfenikol fatal dapat terjadi
pada bayi baru lahir, khususnya bayi prematur, jika terpajan obat ini secara berlebihan.
Penyakit yang muncul, yakni grey baby syndrome muncul dengan manifestasi muntah,
kesulitan menelan, pernapasan tidak teratur dan cepat, distensi abdomen, sianosis, dan bayi
mengalami sakit parah pada akhir hari pertama dan pada 24 jam berikutnya menjadi lemah,
warna berubah kelabu, dan mengalami hipotermia, sehingga bayi berusia 2 minggu atau lebih

17
muda sebaiknya menerima dosis yang lebih rendah. Tiamfenikol mempunyai efek yang sama
dengan kloramfenikol. Komplikasi hematologi pada tiamfenikol lebih jarang dilaporkan.
Dosis oral yang dianjurkan adalah 50-100 mg/kg/hari, selama 10-14 hari. Pilihan lain adalah
ampisilin, amoksisilin (100 mg/kg/hari secara oral dalam 3 sampai 4 dosis), dan
kotrimoxazole (10 mg trimethoprim dan 50 mg sulfamethoxazole, secara oral dalam 2
dosis).(1)(9)
Pada anak dengan gangguan yang mendasari termasuk malnutrisi berat, perluasan
terapi antibiotik selama 21 hari dapat mengurangi angka komplikasi. Disamping terapi
antibiotik, pemberian cepat dexamethasone, dengan menggunakan 3 mg/kg untuk dosis awal,
disertai dengan 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam, memperbaiki angka ketahanan hidup
penderita dengan syok, menjadi lemah, stupor atau koma. Bila perdarahan usus berat,
transfusi darah diperlukan. Transfusi trombosit dianjurkan untuk pengobatan trombositopenia
yang dianggap cukup berat sehingga menyebabkan perdarahan saluran cerna pada pasien-
pasien yang masih dalam pertimbangan untuk dilakukan transfusi bedah. (1)(4)(8)
Pada pasien ini dapat diberikan antibiotik golongan cephalosporin generasi III yaitu
ceftriaxone. Terdapat penelitian bahwa terdapat resistensi terhadap pengobatan kloramfenikol
sehingga dapat digunakan antibiotik lain. Antipiretik dapat pula diberikan untuk menangani
demam yang terjadi pada pasien ini. Dexametasone digunakan sebagai antiinflamasi.
Na.diklofenak diberikan pada pasien ini sebagai analgetik pada perawatan hari kedua untuk
mengatasi nyeri perut dan nyeri kepala yang tidak hilang-hilang. Sedangkan penatalaksanaan
non medikamentosa yang dapat diberikan adalah diet makanan lunak, disertai istirahat sampai
5-7 hari bebas panas, tanpa harus tirah baring sempurna.
Komplikasi demam tifoid dapat dibagi atas dua bagian :
a. Komplikasi pada usus halus : perdarahan, perforasi , peritonitis.
b. Komplikasi diluar usus halus : bronkitis , bronkopnemonia, ensefalopati, kolesistitis,
meningitis, miokarditis, dan karier kronik. (1)
Pada kasus ini tidak ada penyulit ataupun komplikasi yang terjadi.
Prognosis pasien dengan tifoid tergantung pada terapi segera, usia penderita, keadaan
kesehatan sebelumnya, dan munculnya komplikasi. Di Negara maju, dengan antimikroba
yang tepat, angka mortalitas dibawah 1%. Pada anak kemungkinan terjadi pneumonia lebih
(4)(9)
tinggi daripada dewasa. Pada kasus ini prognosisnya tergolong baik terutama berkaitan
dengan komplikasi yang tidak muncul sama sekali. Keadaan kesehatan pasien sebelumnya
juga baik.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Rampengan, TH, Penyakit Infeksi Tropik Pada Anak ed. 2. Jakarta: EGC, 2007.
2. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: Sagung
Seto, 2011.
3. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam. Jakarta: Sagung
Seto, 2011.
4. Ashkenazi, S, Cleary, TG, Infeksi Salmonella, in: Nelson (Ed), Ilmu Kesehatan Anak
Nelson Edisi 15 Volume II. Jakarta: EGC, 2000 : 965-73.
5. Pusponegoro, H. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak Edisi I. Jakarta: Balai
penerbit IDAI, 2005.
6. Soedarmo, S.S.P. Garna, H. Hadinegoro, S.R. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak
Infeksi dan Penyakit Tropis edisi 1. Jakarta: Balai penerbit IDAI, 2002.
7. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UNHAS, SMF Anak RS DR. Wahidin
Sudirohusodo. Standar Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Makassar. Hal. 5-6.
8. Chambers, HF, Inhibitor Sintesis Protein dan Berbagai Senyawa Antibakteri, in:
Hardman, JG, Limbird, LE (Eds). Goodman & Gilman Dasar Dasar Farmakologi
Terapi Edisi 10 Volume 2. Jakarta: EGC, 2008.
9. Adisasmito AW. Penggunaan Antibiotik Pada Terapi Demam Tifoid Anak di RSAB
Harapan Kita. Sari Pediatri, Vol. 8, No. 3, Desember 2006:174-180.

19

Anda mungkin juga menyukai