Anda di halaman 1dari 36

SMF/Lab Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

Laporan Kasus

Morbili

Disusun Oleh Umar Jasalim NIM. 06.55363.00306.09

Pembimbing dr. Carta Gunawan. Sp.PD KPTI FINASIM

Dibawakan Dalam Rangka Tugas Kepaniteraan Klinik Pada SMF/Laboratorium Ilmu Penyakit Dalam Program Studi Profesi Dokter Fakultas Kedokteran - Universitas Mulawarman 2011

LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Kasus Morbili


Dipresentasikan pada tanggal 20 Agustus 2011

Pembimbing :

() dr. Carta Gunawan. Sp.PD KPTI FINASIM

BAB I PENDAHULUAN

Campak atau morbili adalah suatu infeksi virus akut yang memiliki 3 stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), dan (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan 1 Angka kejadian campak di Indonesia sejak tahun 1990 sampai 2002 masih tinggi sekitar 3000-4000 per tahun demikian pula frekuensi terjadinya kejadian luar biasa tampak meningkat dari 23 kali per tahun menjadi 174. Namun case fatality rate telah dapat diturunkan dari 5,5% menjadi 1,2%. Umur terbanyak menderita campak adalah 5-9 tahun, akan tetapi morbili bisa menyerang semua umur. Di Negara berkembang morbili lebih banyak menyerang di kelompok usia lebih muda. Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak 2. Selain infeksi aktif, kekebalan terhadap morbili juga bisa diperoleh setelah vaksinasi dan atau dari kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir dari ibu yg telah kebal / pernah terinfeksi morbili sebelumnya (bertahan selama 1 tahun)4.

Sidang WHA (World Health Assembly) tahun 1998, menetapkan kesepakatan global untuk membasmi polio atau Eradikasi Polio (Rapo), Eliminasi Tetanus Neonatorum (ETN) dan Reduksi Campak (RECAM) pada tahun 2000. Beberapa negara seperti Amerika, Australia dan beberapa negara lainnya telah memasuki tahap eliminasi campak. Pada sidang CDC/PAHO/WHO tahun 1996 menyimpulkan bahwa campak dimungkinkan untuk dieradikasi, karena satu-satunya pejamu (host) atau reservoir campak hanya pada manusia dan adanya vaksin dengan potensi yang cukup tinggi dengan efikasi vaksin 85 persen. Diperkirakan eradikasi akan dapat dicapai 1015 tahun setelah eliminasi2. Sehingga dapat diperkirakan infeksi morbili pada usia dewasa terjadi pada pasien yang belum mendapatkan kekebalan sebelumnya baik dari infeksi aktif, atau dari vaksinasi.

BAB II LAPORAN KASUS


A. Sumber Anamnesa Autoanamnesa Alloanamnesa

B. Anamnesa Umum Identitas Pasien Nama Usia : Tn. A : 22 tahun

Jenis Kelamin : Laki - laki Alamat Pekerjaan Pendidikan Suku Agama Status MRS Diperiksa : Jl. Imam Bonjol gang saad kamar no 6 Samarinda : Swasta : SMA : Banjar : Islam : Belum Menikah : 30 Juli 2011 pukul 14.30 WITA : 1 Agustus 2011 pukul 11.00 WITA

C. Anamnesis Khusus Keluhan utama: Nyeri menelan (odinofagia)

Riwayat Penyakit Sekarang: Keluhan utama (chief complaint) pasien adalah nyeri menelan. Nyeri menelan dialami / dirasakan pasien sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit. 5

Nyeri dirasakan saat menelan seperti ditusuk-tusuk (pasien merasa seperti menelan beling). Sehingga pasien sulit untuk makan dan minum. Pasien juga mengeluhkan mulai demam sejak + 5 hari yang lalu. Demam dialami pasien ringan dan semakin tinggi disertai batuk kering, demam turun ketika pasien minum obat penurun panas namun pasien terkadang masih merasa demam saat malam hari. Ketika masuk rumah sakit pasien kembali demam. Sejak demam, pasien mengeluhkan perasaan mual dan 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien muntah sebanyak 2 kali isi cairan dan makanan. Pasien juga mengeluhkan BAB yang encer sebanyak + 2x / hari, sedikit-sedikit, air > ampas, warna feces kuning, lendir (-) darah (-) tidak ada nyeri saat BAB. BAK dalam batas normal. Pasien mengaku sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, pasien menyadari munculnya bintik-bintik merah yang munculnya bertahap. Awalnya hanya di wajah pasien, namun dalam semalam bertambah banyak dan menjalar ke leher, dada, tangan kemudian hampir seluruh tubuh. Bintik awalnya terasa panas kemudian agak gatal. Pasien merasa paling gatal di area leher.

Riwayat Penyakit Dahulu : Riwayat demam dengan keluhan yang sama (nyeri menelan dan timbul bintik merah) tidak ada Riwayat kontak pasien dengan keluhan serupa (-). Riwayat hipertensi (-), riwayat asma (-), riwayat diabetes mellitus (-), riwayat malaria (-), riwayat DBD (-) dan riwayat tifoid (-). Riwayat vaksinasi atau imunisasi tidak ada.

Riwayat penyakit keluarga : Kakak perempuan pasien pernah terkena campak saat masih kecil, sebelum pasien lahir.

PEMERIKSAAN FISIK (pada tanggal 1 agustus 2011) 1. Status Generalis Keadaan Sakit Kesadaran : : Tampak sakit sedang Kompos mentis, GCS 15 (E4V5M6)

Status Gizi Berat badan Tinggi badan BMI : : : 60 kg 165 cm 22 kg / m2 (berat badan normal)

Vital sign Tekanan darah Nadi Respirasi Suhu : : : : 120/90 mmHg 90 x/menit, reguler, isi cukup, kuat angkat 24 x/menit. 39,4 C, aksiler.

2. Kepala dan Leher Kepala Rambut tidak ada yang rontok Wajah terdapat ruam makulopapular (+) yang hilang dengan penekanan dan sebagian mengalami hiperpigmentasi. Tidak ada edema pada wajah

Mata Konjungtiva Sklera Pupil Refleks cahaya Gerakan bola mata : anemis (-/-), konjungtiva hiperemis (+/+) : Ikterik (-/-) : Bulat isokor, o 2mm : (+) Dextra = Sinistra : Normal, Dextra = Sinistra

Hidung Pernapasan cuping hidung (-) Tanda radang (-) Epistaksis (-) Penyumbatan (-)

Telinga Bentuk : Normal Tidak ada nyeri pada tragus, pinna dan prosesus mastoideus Tidak ada cairan keluar / otorrhea Ketajaman pendengaran : Baik

Mulut Kebersihan mulut baik Gusi dan gigi geligi Karies (-) Karang gigi (+)

Gigi yang tanggal (-) Lidah : merah, candidiasis (-) Tonsil : edema (-), hiperemis (+) Pharynx : edema (-), hiperemis (+)

Leher Inspeksi : Tidak tampak adanya pembesaran kelenjar tiroid ataupun KGB. Terdapat ruam makulopapular (+) eritema, yang memutih jika ditekan. Palpasi : Trakea terletak di tengah dan tidak ada deviasi, tidak teraba adanya pembesaran kelenjar tiroid ataupun KGB, tidak ada peningkatan JVP. Auskultasi : Tidak terdengar adanya bruit, terdengar suara napas trakeal.

Thorax Pulmo Inspeksi (anterior) : Bentuk dan besar dinding dada simetris D = S, Pergerakan dinding dada simetris D = S Retraksi ICS (-),Terdapat ruam makulopapular eritema (+) Penggunaan otot otot pernapasan tambahan (-) Deformitas tulang klavikula, costae dan sternum (-)

Inspeksi (posterior) : Bentuk dan besar dinding dada simetris D = S

Pergerakan dinding dada simetris D = S, Terdapat ruam makulopapular eritema (+) Deformitas tulang skapula, costae dan vertebrae (-)

Palpasi (anterior dan posterior) : Pergerakan dinding dada simetris D = S Fremitus raba dinding dada simetris D = S Massa (-), ruam makulopapular menghilang jika ditekan.

Perkusi (anterior dan posterior) : Dextra = Sinistra : sonor

Auskultasi (anterior & posterior) : Suara napas vesikuler di semua lapangan pandang paru Pleural friction ribs (-) Ronki (-/-) Wheezing (-/-) Stridor (-/-) Anterior Normal Normal Normal Normal Normal Normal Posterior Normal Normal Normal Normal Normal Normal

10

Cor Inspeksi : Iktus cordis (-) / tidak terlihat Palpasi : Iktus cordis teraba pada ICS V dari MCL sinistra, thrill (-) Perkusi : Batas jantung Batas atas = ICS III, 3 jari sebelah kanan dari MCL sinistra Batas jantung kiri = ICS V sejajar dengan MCL sinistra Batas jantung kanan = ICS III, IV, V 1 jari ke kanan dari PSL dekstra Auskultasi : bising jantung / murmur (-), gallop (-) S1 : tunggal regular / normal S2 : tunggal regular / S Aorta : normal ; S pulmonal : normal

Abdomen Inspeksi flat, striae (-), vena kolateral (-), hernia umbilikus (-), sikatriks (-) ruam makulopapular (+) Palpasi Soefl Nyeri tekan(-) Massa (-) Organomegali (-) Perkusi Timpani, ascites (-), nyeri ketuk costovertebra (-), nyeri ketok hepar (-). Auskultasi Bising usus (+ ) kesan normal.

11

Ektremitas Superior Kulit : ruam makulopapular (+), hiperpigmentasi (-), petechie (-) Jari : tremor (-), clubbing finger (-) Akral hangat, edema (-/-), Refleks biceps, triceps normal.

Inferior Kulit : ruam makulopapular (+), hiperpigmentasi (-), petechie (-) Jari : tremor (-), clubbing finger (-) Akral hangat, edema (-/-), Refleks patella, achilles normal.

Pemeriksaan Penunjang Pemeriksaan laboratorium yang telah dilakukan pada tanggal 30-07-2011: a. Darah Lengkap DL Hb Leukosit Trombosit Hematokrit Eritrosit MCV MCH MCHC MPV GDS Nilai 14,7 g/dL 4 K/uL 154 K/uL 41,6 % 5.360.000 77.6 27.4 35.3 7,9 114

12

Diagnosis : Morbili

Penatalaksanaan: IVFD RL 20 tpm Primperan inj 3 x 1 amp Ranitidin inj 2 x 1 amp Paracetamol 3 x 1 tab Imboost Force 2 x 1 tab

Prognosis Vitam Fungsionam : Bonam : Bonam

Follow Up Pasien di Ruang Flamboyan

Perawatan Hari 1 1/08/2011

S demam (+), CM

A morbili

P IV IVFD RL 20 tpm Primperan inj 3 x 1 amp Ranitidin inj 2 x 1 amp Paracetamol 3 x 1 tab Imboost Force 2 x 1 tab Ceftriaxone inj 2 x 1 amp

bintik merah TD 110/80, >>, nyeri N 80 x/m, (+), T 37,7 oC (-), Rash makulopapular (+), faring

menelan (+), RR 20 x/m, mual Muntah

BAB cair (+) Batuk (+)

hiperemis (+)

13

Hari 2 2/08/2011

demam

(-), CM

Morbili

IV IVFD RL 20 tpm Primperan inj 3 x 1 amp Ranitidin inj 2 x 1 amp Paracetamol 3 x 1 tab Imboost Force 2 x 1 tab Ceftriaxone inj 2 x 1 amp

bintik merah TD 110/80 (+), nyeri N 84 x/m (-), T 36,3 oC (-), Rash (+) popular makulo (+),

menelan ( ), RR 22 x/m mual Muntah BAB

padat, batuk ( )

hiperpigmentasi (+)

Hari 3 3/08/2011

bintik merah CM (+) tetap, TD 120/80

Morbili

IV IVFD RL 20 tpm Primperan inj 3 x 1 amp (stop) Ranitidin inj 2 x 1 amp Paracetamol 3 x 1 tab Imboost Force 2 x 1 tab Ceftriaxone inj 2 x 1 amp

nyeri menelan N 84 x/m (-), BAB (+) RR 24x/m padat T 36,1 oC Hiperpigmentasi (+)

Hari 4 4/08/2011

bintik merah CM (+) tetap, TD 120/80 N 88 x/m RR 20x/m T 36,4 C Hiperpigmentasi (+)
o

Morbili

IV IVFD RL 20 tpm Ranitidin inj 2 x 1 amp Paracetamol 3 x 1 tab Imboost Force 2 x 1 tab Ceftriaxone inj 2 x 1 amp

BAB (+) dbn. KU baik

14

BAB III TINJAUAN PUSTAKA


DEFINISI Penyakit Morbili (Rubeola, campak, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus. Penyakit ini terdiri dari beberapa stadium yaitu (1)Stadium inkubasi yang berkisar antara 10 sampai 12 hari setelah pajanan pertama terhadap virus dan dapat disertai gejala minimal maupun tidak bergejala, (2)Stadium prodromal yang menunjukkan gejala demam, konjungtivitis, pilek, dan batuk yang meningkat serta ditemukannya enantem pada mukosa (bercak Koplik), (3)Stadium erupsi yang ditandai dengan keluarnya ruam makulopapular yang didahului dengan meningkatnya suhu badan, dan (4)Stadium konvalesensi yang ditandai dengan berkurangnya ruam dan meninggalkan hiperpigmentasi 1 Transmisi campak terjadi melalui udara, kontak langsung maupun melalui droplet dari penderita saat gejala yang ada minimal bahkan tidak bergejala. Penderita masih dapat menularkan penyakitnya mulai hari ke-7 setelah terpajan hingga 5 hari setelah ruam muncul. Biasanya seseorang akan mendapat kekebalan seumur hidup bila telah sekali terinfeksi oleh campak. ETIOLOGI Virus campak merupakan virus RNA famili paramyxoviridae dengan genus Morbili virus. Sampai saat ini hanya diketahui 1 tipe antigenik yang

15

mirip dengan virus Parainfluenza dan Mumps. Virus bisa ditemukan pada sekret nasofaring, darah dan urin paling tidak selama masa prodromal hingga beberapa saat setelah ruam muncul. Virus campak adalah organisme yang tidak memiliki daya tahan tinggi apabila berada di luar tubuh manusia. Pada temperatur kamar selama 3-5 hari virus kehilangan 60% sifat infektifitasnya. Virus tetap aktif minimal 34 jam pada temperatur kamar, 15 minggu di dalam pengawetan beku, minimal 4 minggu dalam temperatur 35C, beberapa hari pada suhu 0C, dan tidak aktif pada pH rendah. PATOLOGI Lesi pada campak terutama terdapat pada kulit, membran mukosa nasofaring, bronkus, saluran pencernaan, dan konjungtiva. Di sekitar kapiler terdapat eksudat serosa dan proliferasi dari sel mononuklear dan beberapa sel polimorfonuklear. Karakteristik patologi dari Campak ialah terdapatnya distribusi yang luas dari sel raksasa berinti banyak yang merupakan hasil dari penggabungan sel. Dua tipe utama dari sel raksasa yang muncul adalah (1) sel Warthin-Findkeley yang ditemukan pada sistem retikuloendotel (adenoid, tonsil, appendiks, limpa dan timus) dan (2) sel epitel raksasa yang muncul terutama pada epitel saluran nafas. Lesi di daerah kulit terutama terdapat di sekitar kelenjar sebasea dan folikel rambut. Terdapat reaksi radang umum pada daerah bukal dan mukosa faring yang meluas hingga ke jaringan limfoid dan membran mukosa trakeibronkial. Pneumonitis intersisial karena virus campak menyebabkan terbentuknya sel raksasa dari Hecht. Bronkopneumonia yang terjadi mungkin disebabkan infeksi sekunder oleh bakteri. Pada kasus encefalomyelitis terdapat demyelinisasi vaskuler dari area di otak dan medula spinalis. Terdapat degenerasi dari korteks dan subsdtansia alba

16

dengan inclusion body intranuklear dan intrasitoplasmik pada subacute sclerosing panencephalitis. PATOGENESIS Campak merupakan infeksi virus yang sangat menular, dengan sedikit virus yang infeksius sudah dapat menimbulkan infeksi pada seseorang. Lokasi utama infeksi virus campak adalah epitel saluran nafas nasofaring. Infeksi virus pertama pada saluran nafas sangat minimal. Kejadian yang lebih penting adalah penyebaran pertama virus campak ke jaringan limfatik regional yang menyebabkan terjadinya viremia primer. Setelah viremia primer, terjadi multiplikasi ekstensif dari virus campak yang terjadi pada jaringan limfatik regional maupun jaringan limfatik yang lebih jauh. Multiplikasi virus campak juga terjadi di lokasi pertama infeksi. Selama lima hingga tujuh hari infeksi terjadi viremia sekunder yang ekstensif dan menyebabkan terjadinya infeksi campak secara umum. Kulit, konjungtiva, dan saluran nafas adalah tempat yang jelas terkena infeksi, tetapi organ lainnya dapat terinfeksi pula. Dari hari ke-11 hingga 14 infeksi, kandungan virus dalam darah, saluran nafas, dan organ lain mencapai puncaknya dan kemudian jumlahnya menurun secara cepat dalam waktu 2 hingga 3 hari. Selama infeksi virus campak akan bereplikasi di dalam sel endotel, sel epitel, monosit, dan makrofag . Daerah epitel yang nekrotik di nasofaring dan saluran pernafasan memberikan kesempatan serangan infeksi bakteri sekunder berupa

bronkopneumonia, otitis media, dan lainnya. Dalam keadaan tertentu, adenovirus dan herpes virus pneumonia dapat terjadi pada kasus campak .

17

Tabel 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit Hari 0 Manifestasi Virus campak dalam droplet kontak dengan permukaan epitel nasofaring atau kemungkinan konjungtiva Infeksi pada sel epitel dan multiplikasi virus 1-2 2-3 3-5 Penyebaran infeksi ke jaringan limfatik regional Viremia primer Multiplikasi virus campak pada epitel saluran nafas di tempat infeksi pertama, dan pada RES regional maupun daerah yang jauh 5-7 7-11 Viremia sekunder Manifestasi pada kulit dan tempat lain yang bervirus, termasuk saluran nafas 11-14 15-17 Virus pada darah, saluran nafas dan organ lain Viremia berkurang lalu hilang, virus pada organ menghilang Sumber :Feigin et al.2004.Textbook of Pediatric Infectious Diseases 5th edition

18

Gambar 1. Patogenesis infeksi campak tanpa penyulit

19

MANIFESTASI KLINIS 1. Stadium inkubasi Masa inkubasi campak berlangsung kira-kira 10 hari (8 hingga 12 hari). Walaupun pada masa ini terjadi viremia dan reaksi imunologi yang ekstensif, penderita tidak menampakkan gejala sakit. 2. Stadium prodromal Manifestasi klinis campak biasanya baru mulai tampak pada stadium prodromal yang berlangsung selama 2 hingga 4 hari. Biasanya terdiri dari gejala klinik khas berupa batuk, pilek dan konjungtivitis, juga demam. Inflamasi konjungtiva dan fotofobia dapat menjadi petunjuk sebelum munculnya bercak Koplik. Garis melintang kemerahan yang terdapat pada konjungtuva dapat menjadi penunjang diagnosis pada stadium prodromal. Garis tersebut akan menghilang bila seluruh bagian konjungtiva telah terkena radang Koplik spot yang merupakan tanda patognomonik untuk campak muncul pada hari ke-101 infeksi. Koplik spot adalah suatu bintik putih keabuan sebesar butiran pasir dengan areola tipis berwarna kemerahan dan biasanya bersifat hemoragik. Tersering ditemukan pada mukosa bukal di depan gigi geraham bawah tetapi dapat juga ditemukan pada bagian lain dari rongga mulut seperti palatum, juga di bagian tengah bibir bawah dan karunkula lakrimalis. Muncul 1 2 hari sebelum timbulnya ruam dan menghilang dengan cepat yaitu sekitar 12-18 jam kemudian. Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan mengeluhkan nyeri tenggorokkan.

20

3. Stadium erupsi Pada campak yang tipikal, ruam akan muncul sekitar hari ke-14 infeksi yaitu pada saat stadium erupsi. Ruam muncul pada saat puncak gejala gangguan pernafasan dan saat suhu berkisar 39,5C. Ruam pertama kali muncul sebagai makula yang tidak terlalu tampak jelas di lateral atas leher, belakang telinga, dan garis batas rambut. Kemudian ruam menjadi makulopapular dan menyebar ke seluruh wajah, leher, lengan atas dan dada bagian atas pada 24 jam pertama. Kemudian ruam akan menjalar ke punggung, abdomen, seluruh tangan, paha dan terakhir kaki, yaitu sekitar hari ke-2 atau 3 munculnya ruam. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya. Saat awal ruam muncul akan tampak berwarna kemerahan yang akan tampak memutih dengan penekanan. Saat ruam mulai menghilang akan tampak berwarna kecokelatan yang tidak memudar bila ditekan. Seiring dengan masa penyembuhan maka muncullah deskuamasi kecokelatan pada area konfluensi. Beratnya penyakit berbanding lurus dengan gambaran ruam yang muncul. Pada infeksi campak yang berat, ruam dapat muncul hingga menutupi seluruh bagian kulit, termasuk telapak tangan dan kaki. Wajah penderita juga menjadi bengkak sehingga sulit dikenali. 4. Stadium konvalesensi Erupsi berkurang meninggalkan bekas yang berwarna lebih tua (hiperpigmentasi) yang bisa hilang sendiri. Selain hiperpigmentasi pada anak Indonesia sering ditemukan pula kulit yang bersisik. Hiperpigmentasi ini merupakan gejala patognomonik untuk morbili. Pada penyakit-penyakit lain

21

dengan eritema atau eksantema ruam kulit menghilang tanpa hiperpigmentasi. Suhu menurun sampai menjadi normal kecuali bila ada komplikasi

DIAGNOSIS Diagnosis campak biasanya cukup ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pemeriksaan laboratorium jarang dilakukan. Pada stadium prodromal dapat ditemukan sel raksasa berinti banyak dari apusan mukosa hidung. Serum antibodi dari virus campak dapat dilihat dengan pemeriksaan

Hemagglutination-inhibition (HI), complement fixation (CF), neutralization, immune precipitation, hemolysin inhibition, ELISA, serologi IgM-IgG, dan fluorescent antibody (FA). Pemeriksaan HI dilakukan dengan menggunakan dua sampel yaitu serum akut pada masa prodromal dan serum sekunder pada 7 10 hari setelah pengambilan sampel serum akut. Hasil dikatakan positif bila terdapat peningkatan titer sebanyak 4x atau lebih (Cherry, 2004). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis dan didapatkan peningkatan protein, peningkatan ringan jumlah limfosit sedangkan kadar glukosa normal. DIAGNOSIS BANDING Diagnosis banding morbili diantaranya :

22

1. Roseola infantum. Pada Roseola infantum, ruam muncul saat demam telah menghilang. 2. Rubella. Ruam berwarna merah muda dan timbul lebih cepat dari campak. Gejala yang timbul tidak seberat campak. 3. Alergi obat. Didapatkan riwayat penggunaan obat tidak lama sebelum ruam muncul dan biasanya tidak disertai gejala prodromal. 4. Demam skarlatina. Ruam bersifat papular, difus terutama di abdomen. Tanda patognomonik berupa lidah berwarna merah stroberi serta tonsilitis eksudativa atau membranosa. Komplikasi Campak menjadi berat pada pasien dengan gizi buruk dan anak berumur lebih kecil. Kebanyakan penyulit campak terjadi bila ada infeksi sekunder oleh bakteri. Beberapa penyulit campak adalah : a) Bronkopneumonia Merupakan salah satu penyulit tersering pada infeksi campak. Dapat disebabkan oleh invasi langsung virus campak maupun infeksi sekunder oleh bakteri (Pneumococcus, Streptococcus, Staphylococcus, dan Haemophyllus influenza). Ditandai dengan adanya ronki basah halus, batuk, dan meningkatnya frekuensi nafas. Pada saat suhu menurun, gejala pneumonia karena virus campak akan menghilang kecuali batuk yang masih akan bertahan selama beberapa lama. Bila gejala tidak berkurang, perlu dicurigai adanya infeksi sekunder oleh bakteri yang menginvasi mukosa saluran nafas yang telah

23

dirusak oleh virus campak. Penanganan dengan antibiotik diperlukan agar tidak muncul akibat yang fatal. b) Encephalitis Komplikasi neurologis tidak jarang terjadi pada infeksi campak. Gejala encephalitis biasanya timbul pada stadium erupsi dan dalam 8 hari setelah onset penyakit. Biasanya gejala komplikasi neurologis dari infeksi campak akan timbul pada stadium prodromal. Tanda dari encephalitis yang dapat muncul adalah : kejang, letargi, koma, nyeri kepala, kelainan frekuensi nafas, twitching dan disorientasi. Dugaan penyebab timbulnya komplikasi ini antara lain adalah adanya proses autoimun maupun akibat virus campak tersebut. c) Subacute Slcerosing Panencephalitis (SSPE) Merupakan suatu proses degenerasi susunan syaraf pusat dengan karakteristik gejala terjadinya deteriorisasi tingkah laku dan intelektual yang diikuti kejang. Merupakan penyulit campak onset lambat yang rata-rata baru muncul 7 tahun setelah infeksi campak pertama kali. Insidensi pada anak lakilaki 3x lebih sering dibandingkan dengan anak perempuan. Terjadi pada 1/25.000 kasus dan menyebabkan kerusakan otak progresif dan fatal. Anak yang belum mendapat vaksinansi memiliki risiko 10x lebih tinggi untuk terkena SSPE dibandingkan dengan anak yang telah mendapat vaksinasi. d) Konjungtivitis Konjungtivitis terjadi pada hampir semua kasus campak. Dapat terjadi infeksi sekunder oleh bakteri yang dapat menimbulkan hipopion, pan oftalmitis dan pada akhirnya dapat menyebabkan kebutaan.

24

e) Otitis Media Gendang telinga biasanya hiperemi pada fase prodromal dan stadium erupsi. f) Diare Diare dapat terjadi akibat invasi virus campak ke mukosa saluran cerna sehingga mengganggu fungsi normalnya maupun sebagai akibat menurunnya daya tahan penderita campak. g) Laringotrakheitis Penyulit ini sering muncul dan kadang dapat sangat berat sehingga dibutuhkan tindakan trakeotomi. h) Jantung Miokarditis dan perikarditis dapat menjadi penyulit campak. Walaupun jantung seringkali terpengaruh efek dari infeksi campak, jarang terlihat gejala kliniknya. i) Black measles Merupakan bentuk berat dan sering berakibat fatal dari infeksi campak yang ditandai dengan ruam kulit konfluen yang bersifat hemoragik. Penderita menunjukkan gejala encephalitis atau encephalopati dan pneumonia. Terjadi perdarahan ekstensif dari mulut, hidung dan usus. Dapat pula terjadi koagulasi intravaskuler diseminata.

25

Imunitas Struktur antigenik Imunoglobulin kelas IgM dan IgG distimulasi oleh infeksi campak. Kemudian IgM menghilang dengan cepat (kurang dari 9 minggu setelah infeksi) sedangkan IgG tinggal tak terbatas dan jumlahnya dapat diukur. IgM menunjukkan baru terkena infeksi atau baru mendapat vaksinasi. IgG menandakan pernah terkena infeksi. IgA sekretori dapat dideteksi dari sekret nasal dan hanya dapat dihasilkan oleh vaksinasi campak hidup yang dilemahkan, sedangkan vaksinasi campak dari virus yang dimatikan tidak akan menghasilkan IgA sekretori. Imunitas transplasental Bayi menerima kekebalan transplasental dari ibu yang pernah terkena campak. Antibodi akan terbentuk lengkap saat bayi berusia 4 6 bulan dan kadarnya akan menurun dalam jangka waktu yang bervariasi. Level antibodi maternal tidak dapat terdeteksi pada bayi usia 9 bulan, namun antibodi tersebut masih tetap ada. Janin dalam kandungan ibu yang sedang menderita campak tidak akan mendapat kekebalan maternal dan justru akan tertular baik selama kehamilan maupun sesudah kelahiran. Imunisasi Imunisasi campak terdiri dari Imunisasi aktif dan pasif. Imunisasi aktif dapat berasal dari virus hidup yang dilemahkan maupun virus yang dimatikan. Vaksin dari virus yang dilemahkan akan memberi proteksi dalam jangka waktu yang lama dan protektif meskipun antibodi yang terbentuk hanya 20% dari

26

antibodi yang terbentuk karena infeksi alamiah. Pemberian secara sub kutan dengan dosis 0,5ml. Vaksin tersebut sensitif terhadap cahaya dan panas, juga harus disimpan pada suhu 4C, sehingga harus digunakan secepatnya bila telah dikeluarkan dari lemari pendingin. Vaksin dari virus yang dimatikan tidak dianjurkan dan saat ini tidak digunakan lagi. Respon antibodi yang terbentuk buruk, tidak tahan lama dan tidak dapat merangsang pengeluaran IgA sekretori. Indikasi kontra pemberian imunisasi campak berlaku bagi mereka yang sedang menderita demam tinggi, sedang mendapat terapi imunosupresi, hamil, memiliki riwayat alergi, sedang memperoleh pengobatan imunoglobulin atau bahan-bahan berasal dari darah. Imunisasi pasif digunakan untuk pencegahan dan meringankan morbili. Dosis serum dewasa 0,25 ml/kgBB yang diberikan maksimal 5 hari setelah terinfeksi, tetapi semakin cepat semakin baik. Bila diberikan pada hari ke 9 atau 10 hanya akan sedikit mengurangi gejala dan demam dapat muncul meskipun tidak terlalu berat. PENATALAKSANAAN Pengobatan bersifat suportif dan simptomatis, terdiri dari istirahat, pemberian cairan yang cukup, suplemen nutrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder, anti konvulsi apabila terjadi kejang, antipiretik bila demam, dan vitamin A 100.000 Unit untuk anak usia 6 bulan hingga 1 tahun dan 200.000 Unit untuk anak usia >1 tahun. Vitamin A diberikan untuk membantu pertumbuhan epitel saluran nafas yang rusak, menurunkan morbiditas campak juga berguna untuk meningkatkan titer IgG dan jumlah limfosit total.

27

Indikasi rawat inap bila hiperpireksia (suhu >39,5C), dehidrasi, kejang, asupan oral sulit atau adanya penyulit. Pengobatan dengan penyulit disesuaikan dengan penyulit yang timbul. PENCEGAHAN Pencegahan terutama dengan melakukan imunisasi campak. Imunisasi Campak di Indonesia termasuk Imunisasi dasar yang wajib diberikan terhadap anak usia 9 bulan dengan ulangan saat anak berusia 6 tahun dan termasuk ke dalam program pengembangan imunisasi (PPI). Imunisasi campak dapat pula diberikan bersama Mumps dan Rubela (MMR) pada usia 12-15 bulan. Anak yang telah mendapat MMR tidak perlu mendapat imunisasi campak ulangan pada usia 6 tahun. Pencegahan dengan cara isolasi penderita kurang bermakna karena transmisi telah terjadi sebelum penyakit disadari dan didiagnosis sebagai campak. PROGNOSIS Campak merupakan penyakit self limiting sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik

28

BAB IV PEMBAHASAN DAN ANALISIS KASUS

Pasien dengan nama Tn. AN usia 22 tahun datang dengan keluhan nyeri menelan. Pasien didiagnosa Morbili. Berikut adalah pembahasan mengenai perbandingan antara teori dan fakta yang terjadi pada perjalanan penyakit pasien tersebut. Anamnesa Fakta Demam perlahan meninggi Batuk. Nyeri menelan Muncul ruam kemerahan Teori Gejala mulai timbul dalam waktu 714 hari setelah berupa: terinfeksi, yaitu - nyeri

- Panas badan

tenggorokan - hidung meler (Coryza ) - batuk ( Cough) - Bercak Koplik nyeri otot -mata merah ( conjuctivitis ) 2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah

bertahap pada wajah - leher punggung tangan - dada - kaki Ruam pada wajah yang mulai Menghitam (hiperpigmentasi) BAB encer Mual dan Muntah Riwayat kontak (-) Riwayat vaksinasi tidak jelas

timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan

yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah,

29

yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu l-2 hart, ruam menyebar ke dan wajah tungkai, mulai

batang tubuh, sedangkan memudar. Resiko dengan minggu tinggi

lengan di

ruam

adalah

bila

kontak

penderita morbili (l atau 2 sebelumnya) dan belum

pernah vaksinasi campak. Virus yang berada ke aliran darah akan masuk ke pusat muntah di medula oblongata sehingga menyebabkan

anorexia dan malaise. Pada pathogenesis saluran cerna terjadi Hiperplasi jaringan limfoid

terutama

pada usus buntu mukosa usus teriritasi bertambah kecepatan pergerakan sekresi usus

meningkat Diare Analisis Pada kasus ini didapatkan hasil anamnesa yang sesuai dengan manifestasi klinis morbili berdasarkan stadium penyakit tersebut. Pasien mengalami demam sejak 5 hari yg lalu dimana demam bertahap menjadi tinggi disertai batuk, dan nyeri menelan. Dua hari setelah itu pasien mengalami munculnya ruam kemerahan pada wajahnya. Setelah 24 jam ruam kemerahan tersebut menyebar ke punggung dan tangan pasien, dan semakin bertambahnya hari

30

ruam semakin rata ke seluruh tubuh. Dan setelah ruam di kaki muncul, ruam di wajah mulai mengalami perubahan warna menjadi cokelat kehitaman. Menurut teori, gejala Morbili dibagi dalam 4 stadium dimana pada Stadium inkubasi yang berlangsung 10 -12 hari, tanpa gejala. Manifestasi klini bisanya terjadi pada stadium prodormal. Dimana Stadium prodromal

berlangsung 2-4 hari, ditandai dengan gejala-gejala demam, diikuti coryza (batuk, bersin, diikuti hidung tsrsumbat dan ingus/pilek), faring merah, nyeri saat menelan, stomatitis (radang mulut), konjungtivitis. Tanda khas

(pathognomonic): enantema mukosa bukalis di depan gigi seri (molar) ketiga yang disebut bercak Koplik (Koplik spots). Selanjuftrya stadium erupsi yang ditandai dengan panas tinggi dan timbulnya rash makulopapuler (ruam kemerahan) yang dimulai dari batas rambut di belakang telinga, lalu menyebar ke wajah, leher, dan akhirnya ke ekstremitas (anggota gerak fubuh, seperti tangan dan kaki). Kemudian stadium penyembuhan (konvalesens) pada saat ruam berangsur-angsur menghilang. Ruam kulit menjadi kehitaman dan

mengelupas, akan menghilang setelah l-2 minggu. Adanya kulit kehitaman dan bersisik (hiperpigmentasi) dapat merupakan tanda penyembuhan. Saat ruam muncul di kaki, ruam pada wajah akan menghilang diikuti oleh bagian tubuh lainnya sesuai dengan urutan munculnya.

Pemerilisaan Fisik Fakta . KU: lemah . to: 39,4 C, aksiler Mata : konjungtiva hiperemis (+) Wajah : ruam makulopapular (+), hiperpigmentasi (+), petechiae (-)
0

Teori Pada stadium kataral manifestasi

yang tampak mungkin hanya demam (biasanya tinggi) dan tanda-tanda nasofaringitis dan konjungtivitis. Pada umunya penderita tampak

31

Mukosa buccal dan palatum hiperemia (+), koplik spot (-) Faring hiperemis (+) Leher Kelenjar limfe: membesar (-) submandibula, nyeri tekan (-) Thorax Kulit : ruam makulopapular (+) eritema, memutih dengan penekanan, hiperpigmentasi (-) petechiae (-) Abdomen Kulit : ruam makulopapular (+),memutih dengan penekanan, hiperpigmentasi (-)petechiae (-) Ekstremitas Kulit nram makulopapular (+), hiperpigmentasi (-),memutih dengan penekanan, petechiae (-)

lemah. Koplik spot pada hari ke 2-3 panas (akhir stadium kataral). Pada akhir masa prodromal, dinding posterior faring biasanya menjadi hiperemis dan penderita akan

mengeluhkan nyeri tenggorokkan. Ruam (rash) yang khas makulopapular mulai dari yang belakang : ruam

munculnya telinga,

mengikuti pertumbuhan rambut di dahi, muka, dan kemudian seluruh tubuh. Kadang-kadang terdapat perdarahan primer pada kulit. Rasa gatal, muka bengkak. Terdapat pembesaran disudut leher

kelenjar getah bening mandibula belakang. Saat awal dan didaerah

ruam muncul akan yang

tampak berwarna kemerahan akan

tampak memutih dengan Saat ruam mulai

penekanan.

menghilang akan tampak berwama kecokelatan bila ditekan. yang tidak memudar

32

Pemerilaaan Penunjang F'akta Laboratorium: Darah Lengkap : Leukosit:4000 Hb : 14,7 grldl Kimia darah: tidak dilakukan Teori Pemeriksaan Laboratorium Darah tepi: jumlah leukosit normal atau meningkat jika ada komplikasi infeksi bakteri. Dapat disertai leukopenia, limfopenia. Menurut teori pemeriksaan jarang

dilakukan karena diagnosis Morbili dapat ditegakan melalui anamnesis dan fisik diagnostik.

Analisis Pada kasus pemeriksaan darah lengkap dalam batas normal. Kecuali leukosit yang sedikit menurun. Berdasarkan teori, infeksi morbili terkadang dapat disertai leukopenia, limfopenia, namun mekanisme terjadinya leucopenia masih belum jelas. Menurut teori pemeriksaan yang bisa dilakukan untuk mendiagnosis morbili adalah serum antibodi dari virus campak pemeriksaan neutalization, Hemagglutination-inhibition, yang dapat dilihat dengan complement fixation (CF),

immune precipition, hemolysin

inhibihon, ELISA, serologi

IgM-IgG, dan flluorescent antibody(FA). Serum IgM merupakan tes yang berguna pada saat munculnya ruam. Serum IgM akan menurun dalam waktu sekitar 9 minggu, sedangkan serum IgG akan menetap kadarnya seumur hidup. Pada pemeriksaan darah tepi, jumlah sel darah putih cenderung

menurun. Pungsi lumbal dilakukan bila terdapat penyulit encephalitis.

33

Penatalalaksanaan Fakta o IVFD RL 20 tpm o Paracetamol 3x500 mg (antipiretik) o Imboost Force 2xl tab (imunostimulan) o Ranitidin inj. 2xl ampul (H2 antagonis) o Primperan inj 3 x 1 amp Teori Pengobatan simptomatis, pemberian bersifat terdiri cairan suportif dari dan

istirahat

yang cukup,

suplemen nufrisi, antibiotik diberikan bila terjadi infeksi sekunder. Pengobatan disesuaikan timbul dengan penyulit

dengan penyulit yang

Analisis Terapi yang diberikan pada pasien kasus bersifat suportif dan simtomatis yang sesuai dengan penatalaksanaan pada literature. Dimana pengobatan bersifat suportif dan simtomatis. Pada kasus pasien tidak ditemukan adanya penyulit lain, sehingga terapi yang diberikan sudah sesuai.

Prognosis Prognosa pasien ini adalah bonam, karena penatalaksanaan pada pasien sudah adekuat dan tidak ditemukan adanya penyulit selama sakit. Menurut literature campak/morbili merupakan penyakit self limitng disease sehingga bila tanpa disertai dengan penyulit maka prognosisnya baik.

34

BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Dari penjelasan kasus di atas, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut: Diagnosis masuk pasien ialah Morbili, diagnosis ruangan ialah Morbili (measles/rubeola). Berdasarkan anamnesis, gejala klinis, pemeriksaan penunjang dan literatur, diagnosis tersebut sudah tepat. Secara keseluruhan pada pasien sudah dilakukan pemeriksaan penunjang yang cukup dan dibutuhkan untuk penegakan diagnosis. Adapun beberapa pemeriksaan penunjang tidak dilakukan, namun berdasarkan literature, juga dapat membantu menegakkan diagnosis yaitu Hemagglutination-inhibition, complement fixation (CF),

neutalization,

immune precipition, hemolysin

inhibihon, ELISA,

serologi IgM-IgG, dan flluorescent antibody(FA). Penatalaksanaan yang didapatkan oleh pasien ini sudah memenuhi standar terapi yang sesuai dengan literatur.

5.2. Saran Sebaiknya penatalaksanaan pada pasien haruslah memenuhi standar yang telah ditentukan yaitu pasien ditempatkan dalam kamar isolasi untuk menghinadari outcome yang tidak diharapkan. Selain itu pentingnya bagi dokter muda untuk melakukan follow-up pasien secara rutin dan teliti agar dapat membantu dalam proses penyembuhan pasien.

35

DAFTAR PUSTAKA Alan R. Tumbelaka. 2002. Pendekatan Diagnostik Penyakit Eksantema Akut dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 113 Cherry J.D. 2004. Measles Virus. In: Feigin, Cherry, Demmler, Kaplan (eds) Textbook of Pediatrics Infectious Disease. 5th edition. Vol 3. Philadelphia. Saunders. p.2283 2298 Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta Kedokteran jilid 2. Jakaeta: Media Aesculapius Phillips C.S. 1983. Measles. In: Behrman R.E., Vaughan V.C. (eds) Nelson Textbook of Pediatrics. 12th edition. Japan. Igaku-Shoin/Saunders. p.743 Soegeng Soegijanto. 2001. Vaksinasi Campak. Dalam: I.G.N. Ranuh, dkk. (ed) Buku Imunisasi di Indonesia. Jakarta. Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia. Hal. 105 Soegeng Soegijanto. 2002. Campak. dalam: Sumarmo S. Poorwo Soedarmo, dkk. (ed.) Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi & Penyakit Tropis. Edisi I. Jakarta. Balai Penerbit FKUI. Hal. 125 T.H. Rampengan, I.R. Laurentz. 1997. Penyakit Infeksi Tropik pada Anak. Jakarta. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Hal. 90

36

Anda mungkin juga menyukai