Anda di halaman 1dari 38

BAGIAN PEDIATRI REFERAT

FAKULTAS KEDOKTERAN NOVEMBER 2021


UNIVERSITAS HALU OLEO
TONSILOFARINGITIS AKUT

Oleh:
Islah Amalia, S.Ked
K1A1 15 019

Pembimbing:
dr. Wa Ode Siti Asfiah Udu, M.Sc., Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertandatangan di bawah ini, menyatakan bahwa:

Nama : Islah Amalia

Stambuk : K1A1 15 019

Judul Referat : Tonsilofaringitis Akut

Telah menyelesaikan tugas Referat dengan judul Tonsilofaringitis dalam rangka


Kepaniteraan Klinik Bagian Pediatric Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

Kendari, November 2021

Mengetahui,

Pembimbing

dr. Wa Ode Siti Asfiah Udu, M.Sc., Sp.A

i
BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AKS
Tanggal Lahir : 02 Juni 2016
Umur : 5 Tahun 5 Bulan
Jenis kelamin : Perempuan
BB : 15 kg
Agama : Islam
Alamat : Jl. H.E. Mokodompit
Tanggal Masuk : 09 November 2021 (07.50)
No. RM : 21 39 XX
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu pasien
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
 Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah

sakit, demam bersifat naik turun, terutama dirasakan pada malam hari dan

turun pada pagi hari, menggigil (-). Nyeri tenggorokan (+), batuk (-), pilek

(-) dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak (-). Mual

(-), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan menurun (+). BAB encer 2x

sejak 1 hari SMRS, darah (-), lendir (-), BAK kesan normal.

 Riwayat pengobatan: (+) paracetamol

 Riwayat keluhan yang serupa sebelumnya (-) : pasien pernah

mengalami gejala yang serupa pada bulan juli 2021

 Riwayat sosial ekonomi: pasien berasal dari keluarga menengah,

merupakan anak pertama, tinggal serumah dengan orang tuanya.

1
 Riwayat Kehamilan Ibu: (1) Riwayat Antenatal: Riwayat konsumsi

alcohol atau obat-obatan saat hamil disangkal. Riwayat USG selama

kehamilan (+) tidak ada kelainan. Riwayat penyakit yang diderita saat

hamil (-). (2) Riwayat Intranatal: riwayat persalinan normal pervaginam

cukup bulan ditolong Bidan di Rumah Sakit. Bayi lahir langsung

menangis, BBL 2900 gram, PBL 50 cm. (3) Riwayat Postnatal: Perawatan

ibu dan bayi dilakukan oleh bidan, tidak terdapat masalah pada ibu dan

bayi.

 Riwayat Imunisasi: Riwayat imunisasi dasar lengkap (Hepatitis B, BCG,

Polio, DPT 1-3, Campak). Riwayat imunisasi lain tidakdiketahui.

C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang/Gizi Kurang/CM
Pucat : (-) Sianosis : (-) Tonus : Baik
Ikterus : (-) Turgor :Baik Edema : (-)
Antropometri : BB : 15 Kg │ TB :114 cm
Tanda Vital :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 111 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 38,4 C
Sp02 : 99 %
Kepala : Normocephal
Muka : Simetris kanan dan kiri, makula eritem (-)
Rambut : Berwarna hitam, tidak mudah dicabut
Telinga : Otorhea (-) deformitas (-)
Mata : Konjungtiva hiperemis (-), Sklera ikterik (-)
Hidung : Rinorhea (+), Epistaksis(-)

2
Bibir : kering (-), pucat (-), stomatitis (-)
Lidah : lidah kotor (-), lidah tremor (-), tepi hiperemis(-)
Mulut : Sianosis(-), pucat(-), kering(-)
Gigi : Caries (-)

Faring : Hiperemis (-)


Tonsil: Tonsil T2-T2, Hiperemis (+/+), Detritus (+/+)
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-)
Bentuk dada : Simetris Kiri dan Kanan
Paru :
PP : Simetris kiri dan kanan, retraksi subcostal (-)
PR : Massa (-) | Nyeri Tekan (-) | Krepitasi (-)
PK : Sonor kedua lapangan paru
PD : Bronkovesikuler +/+│Rhonki -/- │ Wheezing -/-
Jantung
PP : Ictus cordis tidak tampak
PR : Ictus cordis tidak teraba
PK : Pekak
PD : BJ I/II murni regular, bunyi tambahan (-)
Batas kiri : ICS V Linea midclavicularis (S)
Batas kanan : ICS IV Linea parasternalis (D)
Irama : BJ I/II murni regular
Souffle: -
Thrill : -
Abdomen : Sulit dinilai

Alat kelamin : Tidak ditemukan adanya kelainan

Anggota Gerak : Akral hangat (+), Tonus baik, Spastik (-), Ekstremitas
Dalam Batas Normal

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

3
1. Darah Rutin (09/11/2021)
- WBC : 22.8 [103/Ul]
- RBC : 4,76 [106/Ul]
- HGB : 11,2 [g/dL]
- HCT : 38.0 [%]
- PLT : 331 [10]3/uL]
- MCV : 79.8 [fL]
- MCH : 23.5 [pg]
- LYM : 14.8[%]
- NEUT : 74.9[%]
2. Darah Rutin (12/11/2021)
- WBC : 8.1 [103/Ul]
- RBC : 4,47 [106/Ul]
- HGB : 11,9 [g/dL]
- HCT : 36.6 [%]
- PLT : 330 [10]3/uL]
- MCV : 82 [fL]
- MCH : 26.5 [pg]
- LYM : 32.2 [%]
- NEUT : 49.8 [%]
E. DIAGNOSA KERJA

Tonsilofaringitis Akut

F. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Centor Score
- Apusan tenggorok
G. RESUME

An. AKS usia 5 tahun 5 bulan datang dengan keluhan demam sejak 3 hari

sebelum masuk rumah sakit, demam bersifat naik turun, terutama dirasakan

pada malam hari dan turun pada pagi hari, menggigil (-). Nyeri tenggorokan

4
(+), batuk (-), pilek (-) dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,

sesak (-). Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan menurun (+). BAB

encer 2x sejak 1 hari SMRS, darah (-), lendir (-), BAK kesan normal. Riwayat

penyakit dahulu dengan keluhan yang sama (+) pasien pernah mengalami

keluhan yang serupa pada bulan juli 2021, riwayat alergi (-), riwayat

pengobatan (+) : Paracetamol. Riwayat Antenatal: Riwayat konsumsi alcohol

atau obat-obatan saat hamil disangkal. Riwayat USG selama kehamilan (+)

tidak ada kelainan. Riwayat penyakit yang diderita saat hamil (-). (2) Riwayat

Intranatal: riwayat persalinan normal pervaginam cukup bulan ditolong Bidan

di Rumah Sakit. Bayi lahir langsung menangis, BBL 2900 gram, PBL 50 cm.

(3) Riwayat Postnatal: Perawatan ibu dan bayi dilakukan oleh bidan, tidak

terdapat masalah pada ibu dan bayi.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan KU Sakit sedang/gizi kurang, sadar.

TD: 90/60 Mmhg, P: 24x/menit, N: 111x/menit, S: 38,40C. Pada pemeriksaan

tenggorokan ditemukan tonsil T2/T2, hiperemis (+/+), detritus (-/-). Pada hasil

pemeriksaan laboratorium darah rutin (09/11/21) WBC 22.8 x 103/μL,

RBC 4.76 x 106/μL, HGB 11.2 g/dL HCT 38.0 %, MCV 82 fl, MCH 26.5 pg,

MCHC 29.8 g/dL, PLT 331 x 103/μL.

H. PENATALAKSANAAN
R/ : Terapi Medikamentosa
- IVFD RL 18 tpm
- Paracetamol 150 gr/IV
- Injeksi cefotaxime 750 mg/ 12 jam/IV

5
I. FOLLOW UP

Tanggal Keluhan Instruksi Dokter


09/11/21 S: Demam (+) hari ke-4, nyeri tenggorokan - IVFD RL 18 TPM
(+), batuk (-), pilek(-), sesak (-), nafsu - Inj. Cefotaxime
makan menurun (+), mual (-), muntah (-), 750mg/12 Jam/IV
BAB encer 2x 1 hari SMRS, BAK kesan - Paracetamol 150
normal. mg/8 Jam/IV jika
O : KU : Sakit sedang suhu ≥ 38oC
GCS : CM
T : 100/70 mmHg
N: 111x/mnt
P: 24x/mnt
S: 38,4 C
SpO2: 99%
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)

Leher : pembesaran KGB leher (-)


Paru : Inspeksi simetris kiri kanan,
retraksi (-/-). Palpasi krepitasi (-), nyeri
tekan (-), massa (-). Auskultasi:
bronkovesikuler (+/+), rhonki dan whezing
(-/-)
Abdomen: inspeksi datar mengikuti
gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi distenden (-), nyeri
tekan (-). Perkusi timpani.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2

6
detik
A : Tonsilofaringitis Akut
10/11/21 S : Demam (+), nyeri tenggorokan (+), - IVFD RL 18 TPM
batuk (-), pilek(-), sesak (-), nafsu makan - Inj. Cefotaxime
menurun (+), mual (-), muntah (-), BAB dan 750mg/12 Jam/IV
BAK kesan normal. - Paracetamol 150
mg/6 Jam/IV
O :KU: sakit sedang
- Kitavit 2x1 cth
TD : 100/70 mmHg
- Diet lunak
N: 108x/menit
P: 22x/mnt
S: 37,5 c
SpO2: 98
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)

Leher : pembesaran KGB leher (-)


Paru : Inspeksi simetris kiri kanan,
retraksi (-/-). Palpasi krepitasi (-), nyeri
tekan (-), massa (-). Auskultasi:
bronkovesikuler (+/+), rhonki dan whezing
(-/-)
Abdomen: inspeksi datar mengikuti
gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi distenden (-), nyeri
tekan (-). Perkusi timpani.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik
A : Tonsilofaringitis Akut

11/11/21 S : Demam (+), nyeri tenggorokan (+), -IVFD RL 18 TPM


batuk (-), pilek(-), sesak (-), nafsu makan -Inj. Cefotaxime

7
menurun (+), mual (-), muntah (-), BAB dan 750mg/12 Jam/IV
BAK kesan normal. -Paracetamol 150
mg/6 Jam/IV
O :KU: sakit sedang
-Kitavit 2x1 cth
TD: 90/60 mmHg
-Diet lunak
N: 112 x/menit
-Cek darah rutin
P: 20 x/mnt
S: 38 c
SpO2: 98
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)

Leher : pembesaran KGB leher (-)


Paru : Inspeksi simetris kiri kanan,
retraksi (-/-). Palpasi krepitasi (-), nyeri
tekan (-), massa (-). Auskultasi:
bronkovesikuler (+/+), rhonki dan whezing
(-/-)
Abdomen: inspeksi datar mengikuti
gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi distenden (-), nyeri
tekan (-). Perkusi timpani.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik

A : Tonsilofaringitis Akut

12/11/21 S : Demam (-), nyeri tenggorokan (+), batuk -IVFD RL 18 TPM


(-), pilek(-), sesak (-), nafsu makan menurun -Inj. Cefotaxime
(-), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK 750mg/12 Jam/IV
kesan normal. -Paracetamol 150
mg/6 Jam/IV jika

8
O :KU: sakit sedang demam
T : 100/60 mmHg -Kitavit 2x1 cth
N: 93 x/menit -Diet lunak
P: 24 x/mnt
S: 36,7 c
SpO2: -
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)

Leher : pembesaran KGB leher (-)


Paru : Inspeksi simetris kiri kanan,
retraksi (-/-). Palpasi krepitasi (-), nyeri
tekan (-), massa (-). Auskultasi:
bronkovesikuler (+/+), rhonki dan whezing
(-/-)
Abdomen: inspeksi datar mengikuti
gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi distenden (-), nyeri
tekan (-). Perkusi timpani.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik
A : Tonsilofaringitis Akut

13/11/21 S : Demam (-), nyeri tenggorokan (-), batuk Boleh pulang


(-), pilek(-), sesak (-), nafsu makan menurun - Kitavit 2x1 cth
(+), mual (-), muntah (-), BAB dan BAK
kesan normal.
O :KU: sakit sedang
T : 100/70 mmHg
N: 92x/ menit
P: 23x/mnt

9
S: 36,2 c
SpO2: 98%
Faring: hiperemis (-)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(-/-), Detritus(-/-)
Leher : pembesaran KGB leher (-)
Paru : Inspeksi simetris kiri kanan,
retraksi (-/-). Palpasi krepitasi (-), nyeri
tekan (-), massa (-). Auskultasi:
bronkovesikuler (+/+), rhonki dan whezing
(-/-)
Abdomen: inspeksi datar mengikuti
gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi distenden (-), nyeri
tekan (-). Perkusi timpani.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik
A : Tonsilofaringitis Akut

10
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. PENDAHULUAN

Nyeri tenggorokan akut (termasuk merujuk pada faringitis dan tonsilitis)

merupakan salahsatu alasan paling umum pasien dari segala usia berkonsultasi

pada dokter keluarga mereka. Dikatakan bahwa sekitar 50% dari semua kasus

pada anak-anak dan remaja yang lebih muda dari usia 18 tahun, setelah itu

terus menurun, tetapi memuncak lagi pada usia 40 tahun.1

Faringitis merupakan salahsatu infeksi respirasi akut (IRA) atas yang

banyak terjadi pada anak. Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan

semua infeksi akut pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang

berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran

mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat

dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau

tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis,

nasofaringitis dan tonsilofaringitis.2

Tonsilofaringitis adalah infeksi akut pada tonsil palatina dan faring yang

sering menunjukkan gejala nyeri tenggorokan, demam dan limfadenopati

servikal.3 Tonsilofaringitis adalah alasan umum untuk kunjungan perawatan

primer, sekitar 6% kunjungan oleh anak-anak ke dokter keluarga dan dokter

anak. Gejala terkait tenggorokan adalah alasan ke-14 paling umum untuk

kunjungan ke dokter pada tahun 2010 dan alasan ke-9 paling umum pada tahun

2011.4

11
Kesehatan tenggorok masih menjadi masalah di Indonesia. Kurangnya

pengetahuan dan perilaku sehat menjadi salahsatu faktor timbulnya penyakit

tenggorok terutama faringitis dan tonsilitis. Berdasarkan data rekam medis

tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil pada bagian THT-KL sub bagian laring

faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di poliklinik sub

bagian laring faring dan menjalani tonsilektomi sebanyak 163 kasus,

sedangkan jumlah kunjungan baru penderita tonsilitis kronik di RS Wahidin

Sudirohusodo Makassar periode Juni 2008-Mei 2009 sebanyak 63 orang.5

Pada populasi anak, tonsilofaringitis adalah morbiditas penting yang

berdampak buruk pada kualitas hidup anak-anak, dan orangtua karena

gejalanya yang sering berulang, perawatannya, dan komplikasi yang potensial,

dan menyebabkan ketidakhadiran di sekolah. Tahun 1996 di Amerika, satu dari

setiap 100 anak di laporkan tidak bersekolah selama 152 hari karena infeksi

saluran pernapasan atas.6

B. DEFINISI

Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan

sekitar lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung

dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu,

infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai

tonsilofaringitis.7

Tonsilofaringitis adalah infeksi yang sembuh sendiri biasanya terbatas

pada faring posterior, tonsil, palatum dan kelenjar getah benih bagian posterior

dari cincin limfatik waldeyer yang mengalir ke daerah servikal posterior.8

12
Tonsilofaringitis adalah salah satu infeksi saluran pernapasan atas yang

paling umum. Ini adalah peradangan yang melibatkan faring dan tonsil yang

paling sering disebabkan oleh virus atau infeksi bakteri. Tonsilofaringitis bisa

di klasifikasikan sebagai akut atau kronis tergantung pada agen penyebab dan

sistem kekebalan tubuh pasien.9

C. EPIDEMIOLOGI

Tonsilofaringitis akut adalah salahsatu infeksi yang paling umum ditemui

oleh dokter anak dan dokter keluarga. Menurut laporan US Vital Health

Statistics, tonsilofaringitis akut mengakibatkan lebih dari 6 juta kunjungan

setiap tahun oleh anak-anak kurang dari 15 tahun dan 1,8 juta kunjungan oleh

remaja dan dewasa muda berusia 15 hingga 24 tahun.10

Prevalensi tonsilofaringitis pada anak di Amerika Serikat tahun 2010

sebanyak 266 anak, Prancis pada tahun 2015 sebanyak 585 anak, Etiopia tahun

2015 sebanyak 355 anak, Arab Saudi tahun 2002 sebanyak 73 anak, dan

Indonesia tahun 2008 sebanyak 95 anak.9

Faringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di

bawah 1 tahun. Insidens meningkat sesuai dengan bertambahnya umur,

mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa.

Insidens faringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia

dibawah 3 tahun, dan sebanding antara laki-laki dan perempuan. Keterlibatan

tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan pada durasi atau derajat

beratnya penyakit.7

D. ETIOLOGI

13
Sebagian besar kasus tonsilofaringitis disebabkan oleh virus dan kadang-

kadang terjadi sebagai bagian dari flu biasa atau sindrom influenza.

Kebanyakan virus umum faringitis adalah Adenovirus, terutama pada anak-

anak. Rhinovirus menyebabkan sekitar 20% kasus faringitis, dan ada lebih dari

100 serotipe Rhinovirus. Tonsilofaringitis sering terjadi pada pasien dengan

influenza A dan merupakan sekitar 50% dari kasus, sedangkan proporsinya

lebih rendah pada pasien dengan influenza B. Virus Epstein-Barr adalah virus

yang menyebabkan sekitar 19% kasus tonsilofaringitis dan biasanya menyebar

dari orang dewasa ke bayi. Selain itu, virus Coxsackie dan Echovirus adalah

Enterovirus umum yang menyebabkan faringitis. Cytomegalovirus, virus

parainfluenza, coronavirus, dan measles virus mungkin menyebabkan

tonsilofaringitis.9

Bakteri menyebabkan sekitar 15-30% kasus tonsilofaringitis. Yang

paling umum dan bakteri penting yang menyebabkan tonsilofaringitis akut

yaitu Streptococcus pyogenes (group A beta-hemolytic streptococcus).

Streptococcus pyogenes mengakibatkan sekitar 15-30% dan 5-10% kasus

tonsilofaringitis pada anak-anak dan orang dewasa. Kelompok C dan G

streptococcus beta-hemolytic adalah flora normal bagian atas jalan napas

manusia, tetapi dapat menyebabkan tonsilofaringitis. Kadang-kadang

kelompok B dan F streptococcus beta-hemolytic menyebabkan

tonsilofaringitis. Haemophilus influenza menyebabkan tonsilofaringitis pada

anak berusia kurang dari lima tahun. Bakteri lain seperti Moraxella, Chlamydia

14
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Corynebacterium diphtheriae dan

Neisseria gonorrhoeae jarang menyebabkan tonsilofaringitis.9

Etiologi tonsilofaringitis akut dengan kelainan yang ditimbulkan pada

tabel 1.7

Tabel 1. Mikroorganisme penyebab tonsilofaringitis7

Mikroorganisme Kelainan yang ditimbulkan


Bakteri
Streptokokus, group A Faringitis, tonsilitis, demam scarlet
Streptokokus, group C dan G Faringitis, tonsilitis, scarlatiniform
Campuran bakteri anaerob Vincent’s angina
Neisseria gonorrhoeae Faringiris, tonsilitis
Corynebacterium diphtheriae Difteri
Arcanobacterium haemolyticum Faringitis, scarlatiniform
Yersenia enterocolitica Faringitis, enterokolitis
Yersenia pestis Plague
Francisella tularensis Tularemia (oropharyngeal form)
Virus
Virus Rhino Common cold/rinitis
Virus Corona Common cold
Virus Adeno Pharyngoconjunctival fever
Virus Herpes simplex 1 dan 2 Faringitis, gingivostomatitis
Virus Parainfluenza Cold, croup
Virus Coxsackie A Herpangina, hand-foot-and-mouth

disease
Virus Epstein-Barr Infeksi mononukleosis
Virus sitomegalo Mononucleosis Virus sitemogelo
Human immunodeficiency virus Infeksi HIV primer
Virus influenza A dan B Influenza
Mikoplasma
Mycoplasma pneumoniae Pneumonia, bronkitis
Klamidia
Chlamydia psittaci Pneumonia
Chlamydia pneumoniae Pneumonia, faringitis.

15
E. ANATOMI FARING

Faring terletak di belakang hidung, mulut, dan laring (tenggorokan). Faring


berupa saluran berbentuk kerucut dari bahan membran berotot (muskulo
membranosa) dengan bagian terlebar di sebelah atas dan berjalan dari dasar
tenggorok sampai di ketinggian vertebra servical keenam, yaitu ketinggian
tulang rawan krikoid, tempat faring bersambung dengan esophagus. Panjang
faring kira-kira 7 cm dan dibagi atas tiga bagian:11
1. Nasofaring, dibelakang hidung. Di dinding pada daerah ini terdapat
lubang saluran Eustachius. Kelenjar-kelenjar adenoid terdapat pada
nasofaring.
2. Orofaring, terletak di belakang mulut. Kedua tonsil ada di dinding
lateral daerah faring ini
3. Faring laryngea ialah bagian terendah yang terletak di belakang laring
Di dalam faring terdapat tujuh lubang – dua dari saluran Eustachius,
dua
bagian posterior lubang hidung (nares) yang berada di belakang rongga

hidung, mulut, laring, dan esophagus.11

16
Gambar 1. Anatomi Faring11

Gambar 2. Anatomi Faring Bagian Posterior11

Struktur faring: dinding faring tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan
mukosa, lapisan fibrosa, dan lapisan berotot. Lapisan mukosa yang terletak
paling dalam, bersambung dengan lapisan dalam hidung, mulut, dan saluran
Eustachius. Lapisan dalam pada bagian atas faring ialah epitelium saluran
pernapasan dan bersambung dengan epitalium hidung. Bagian bawah faring
yang bersambung dengan mulut dilapisi epitelium berlapis. 11

17
Lapisan fibrosanya terletak antara lapisan mukosa dan lapisan berotot.
Otot utama pada faring ialah otot konstriktor, yang berkontraksi sewaktu
makanan masuk ke faring dan mendorongnya ke dalam esophagus.11
Kedua tonsil merupakan dua kumpulan jaringan limfosit yang terletak di
kanan dan kiri faring di antara tiang-tiang lengkung fauses. Tonsil dijelajahi
pembuluh darah dan pembuluh limfe dan mengandung banyak limfosit.
Permukaan tonsil ditutupi membran mukosa yang bersambung dengan bagian
bawah faring. Permukaan ini penuh dengan lekukan, dan ke dalam lekukan
yang
banyak ini sejumlah besar kelenjar penghasil mukus menuangkan sekresinya.
Mucus ini mengandung banyak limfosit. Dengan demikian tonsil bekerja
sebagai garis depan pertahanan dalam infeksi yang tersebar dari hidung,
mulut, dan tenggorokan meskipun demikian tonsil bisa gagal menahan infeksi,
yaitu ketika terjadi tonsillitis (peradangan tonsil) atau sebuah abses
peritonsiler. Setelah pengobatan dengan antibiotika dan pengobatan lokal,
tonsilektomi dapat dipertimbangkan. Tetapi dewasa ini hal itu kurang
dijalankan daripada dulu.11

Gambar 3. Anatomi Tonsil11

Selaput lendir faring yang dekat lubang posterior nares dan lubang

saluran (tuba) Eustachius juga mengandung jaringan limfoid yang serupa

dengan jaringan tonsil. Bila menjadi hipertrofik, jaringan ini dapat menyumbat

nares posterior dan terjadilah keadaan yang disebut sebagai pembesaran

adenoid.11

18
F. PATOGENESIS

Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian

atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar

melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil

menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil

membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara. Infeksi juga

dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya

eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan

timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi dan bau mulut serta

otalgia.2

Tonsilofaringitis Streptococcus beta hemolitikus grup A (SBHGA)

adalah infeksi akut oleh SBHGA. Penyebaran SBHGA memerlukan

penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat. Infeksi jarang

terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya

SBHGA melekat pada sel-sel epitel. Remaja biasanya telah mengalami

kontak dengan organisme beberapa kali sehingga terbentuk kekebalan, oleh

karena itu infeksi SBHGA lebih jarang pada kelompok ini. 2

Tonsilofaringitis jarang disebabkan oleh bakteri, diantara penyebab

bakteri tersebut, SBHGA merupakan penyebab terbanyak. Streptococcus

grup C dan D telah terbukti dapat menyebabkan epidemi tonsilofaringitis,

sering berkaitan dengan makanan dan air yang terkontaminasi. Pada

beberapa kasus dapat menyebabkan glomerulonefritis akut (GNA).

19
Organisme ini lebih sering terjadi pada usia dewasa.2

Bakteri maupun virus dapat secara langsung menginvaasi mukosa

faring yang kemudian menyebabkan respon peradangan lokal. Rhinovirus

menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder akibat sekresi nasal. Sebagian

besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula dan palatum mole.

Perjalanan penyakitnya adalah terjadi inokulasi dari agen infeksius di faring

yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema

faring, tonsil, dan keduanya. Infeksi Streptococcus ditandai dengan invasi

lokal serta pelepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus

yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan

sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah

masa inkubasi yang pendek yaitu 24 – 72 jam. 2

G. GEJALA KLINIS

Gejala tonsilofaringitis yang khas akibat Streptokokus berupa nyeri

tenggorokan dengan awitan mendadak, disfagia, dan demam. Urutan gejala

yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia diatas 2 tahun adalah nyeri kepala,

nyeri perut dan muntah. Selain itu, didapatkan demam yang dapat mencapai

suhu 40⁰C beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok. Gejala seperti

rinore, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh

virus.7

Pada pemeriksaan fisis, tidak semua pasien tonsilofaringitis akut

streptokokus menunjukkan tanda infeksi streptokokus, yatiu eritema pada

tonsil dan faring yang disertai dengan pembesaran tonsil.7

20
Tonsilofaringitis streptokokus sangat mungkin jika dijumpai gejala dan

tanda berikut:7

1. Awitan akut, disertai mual dan muntah

2. Faring hiperemis

3. Demam

4. Nyeri tenggorokan

5. Tonsil bengkak dengan eksudasi

6. Kelenjar getah bening leher anterior bengkak dan nyeri

7. Uvula bengkak dan merah

8. Ekskoriasi hidung disertai lesi impetigo sekunder

9. Ruam skarlatina

10. Petekie palatum mole

Gejala tonsilofaringitis akut diawali dengan keluhan rasa kering dan

panas di tenggorok yang bertambah berat, sehingga penderita tidak mau makan

karena rasa nyeri tersebut. Rasa nyeri hebat dapat menjalar ke telinga. Selain

itu didapatkan juga panas badan, sakit kepala, anoreksia, badan terasa lesu,

mual, muntah dan nyeri perut.12

Batuk, pilek, diare ataupun konjungtivitis biasanya disebabkan oleh

virus. Gejala yang timbul tidak begitu hebat dan berlangsung dalam jangka

waktu pendek. Sedangkan tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh SBHGA

gejalanya lebih akut, demam lebih tinggi dan gejala yang timbul lebih berat.

Tetapi tidak jarang terjadi infeksi ganda oleh SBHGA dan virus.12

21
Pada pemeriksaan fisik, tonsil tampak merah, bengkak dan terdapat

eksudat. Mukosa faring merah, udem disertai granul yang tampak lebih besar

dan merah. Dapat dijumpai adenopati bagian depan. Berat/ringannya gejala

klinis yang terjadi dapat bervariasi tergantung dari virulensi mikroorganisme

penyebab dan daya tahan penderita.12

H. DIAGNOSIS

Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik,

dan pemeriksaan laboratorium.7

1. Anamnesis13

Keluhan

a. Nyeri tenggorokan, terutama saat menelan

b. Demam

c. Sekret dari hidung

d. Dapat disertai atau tanpa batuk

e. Nyeri kepala

f. Mual

g. Muntah

h. Rasa lemah pada seluruh tubuh

i. Nafsu makan berkurang

2. Pemeriksaan fisik

a. Faringitis viral, pada pemeriksaan tampak faring dan tonsil hiperemis,

eksudat (virus influenza, coxsachievirus, cytomegalovirus tidak

22
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular

di orofarung dan lesi kulit berupa maculopapular rash.13

b. Faringitis bakterial, pada pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring

dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat di permukaannya. Beberapa

hari kemudian timbul bercak petechie pada palatum dan faring. Kadang

ditemukan kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada

penekanan.13

3. Pemeriksaan Penunjang

Sulit untuk membedakan antara tonsilofaringitis streptokokus dan

tonsilofaringitis virus hanya berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.

Baku emas penegakan diagnosis tonsilofaringitis bakteri atau virus adalah

melalui pemeriksaan kultur dan apusan tenggorok. Apusan tenggorok yang

adekuat pada area tonsil diperlukan untuk menegakkkan adanya S.

Pyogenes. Untuk memaksimalkan akurasi, maka diambil apusan dari

dinding faring posterior dan regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media

agar darah domba 5% dan piringan basitrasin diaplikasikan, kemudian

ditunggu selama 24 jam.7

Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen

streptokokus grup A (rapid antigen detection test/RADT). Metode uji cepat

ini mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang cukup tinggi (sekitar 90%

dan 95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini

setidaknya dapat digunakan sebagai pengganti pemeriksaan kultur. Secara

umum, bila uji tersebut negatif, maka apusan tenggorok seharusnya dikultur

23
pada dua cawan agar darah untuk mendapatkan hasil yang terbaik untuk

S.Pyogens. Pemeriksaan kultur dapat membantu mengurangi pemberian

antibitoik yang tidak perlu pada pasien tonsilofaringitis.7

Metode yang dapat digunakan dalam menentukan penyebab

terjadinya faringitis yaitu dengan Centor Score yang merupakan suatu

kriteria penilaian awal yang dibuat dengan tujuan membantu dokter dalam

mengidentifikasi bakteri Streptococcus group A sebagai penyebab

terjadinya faringitis berdasarkan gejala klinis pasien. Namun karena Centor

Score merupakan kriteria penilaian yang dibuat untuk dewasa, maka

digunakanlah MsIsaac Score. MsIsaac Score merupakan modifikasi

penilaian dari centor score dengan menambahkan pembagian umur ke

dalam penilaiannya karena faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus

group A paling sering terjadi pada anak-anak.14

Tabel 2. McIsaac Score berdasarkan karakteristik pasien

Karakteristik Pasien Nilai


Adanya demam/suhu tubuh >38◦C +1
Tidak adanya batuk +1
Tonsil membengkak dan terdapat eksudat +1
Adanya lendir di tenggorokan +1
Umur <15 tahun +1
Umur >45 tahun -1
Interpretasi:14

1. Pasien yang memiliki nilai -1 sampai 1 tidak perlu diberikan antibiotik dan

tidak perlu dilakukan kultur tenggorokan.

24
2. Pasien dengan nilai 2 dan 3 perlu dilakukan kultur tenggorokan dan

diberikan antibiotik.

3. Pasien yang menunjukkan nilai 4 dan 5 perlu diresepkan antibiotik dalam

terapinya dan tidak perlu dilakukan kultur.

Pada pemeriksaan dengan menggunakan RADT hasil positif apabila pada

dipstik muncul garis merah dan garis biru dalam waktu 5-10 menit yang

berekasi apabila terdapat antigen dari Streptococcus group A, sehingga dalam

terapi farmakologinya perlu diresepkan antibiotik.14

I. TATALAKSANA

1. Bakterial1,4,13

a. Tujuan Terapi

1) Mencegah komplikasi supuratif dan demam reumatik akut

2) Menurunkan penularan, yang mungkin terjadi apabila kembali ke

sekolah.

3) Memperpendek durasi penyakit

b. Non-Farmakologi

1) Istirahat cukup

2) Minum air putih yang cukup

3) Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur

antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut.

c. Farmakologi

25
Untuk mengurangi nyeri dan demam

1) Acetaminofen 10-15 mg/kg setiap 4-6 jam sehari dengan dosis

maksimum 4000 mg/hari.

2) Ibuprofen 5-10 mg/kg setiap 4-6 jam sehari dengan dosis maksimum

40 mg/kg/hari.

Terapi antibiotik oral

1) Penisilin V oral 15-30 mg/KgBB/hari dibagi 3 dosis selama 10 hari

2) Amoxicillin dengan dosis 50 mg/kgBB/hari selama 10 hari dengan

dosis maksimum 1000 mg/hari.

Jika alergi penicillin

1) Cephalosporin generasi pertama seperti Cephalexin 20 mg/KgBB/hari

dibagi 2 dosis dengan dosis maksimum 500 mg/dosis atau Cefadroxil

30 mg/KgBB/hari dengan dosis 1000 mg/hari selama 10 hari.

2) Clindamycin 7 mg/KgBB/hari dengan pemberian 2 kali perhari selama

10 hari dengan dosis maksimum 300 mg/dosis.

3) Azithromycin 12 mg/KgBB/hari dengan dosis maksimum 500

mg/dosis selama 5 hari.

4) Clarithzomycin 7,5 mg/KgBB/hari dengan pemberian 2 kali perhari

selama 10 hari.

2. Virus1,13

a. Non-Farmakologi

1) Istirahat cukup

26
2) Minum air putih yang cukup

3) Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur

antiseptik untuk menjaga kebersihan mulut.

b. Farmakologi

Untuk mengurangi nyeri dan demam

1. Acetaminofen 10-15 mg/kg setiap 4-6 jam sehari dengan dosis

maksimum 4000 mg/hari.

2. Ibuprofen 5-10 mg/kg setiap 4-6 jam sehari dengan dosis maksimum

40 mg/kg/hari.

3. Abses peritonsillar dan abses retrofaringeal

Abses peritonsillar dapat dilakukan hidrasi, insisi dan drainage

dengan anestesi lokal serta antibiotik pada bakteri aerob maupun anaerob.

Jika terjadi kegagalan pada insisi dan drainage untuk mengeluarkan abses

dapat dilakukan tonsilektomi.4

Abses retrofaringeal dapat diberikan antibiotik intravena pada terapi

gram positif aerob dan anaerob. Pada abses retrofaringeal kecil (<2 cm)

dapat diberikan antibiotik tunggal, tetapi jika gagal setelah 18 jam terapi,

dilakukan insisi dan drainage.4

4. Tonsilektomi

Pembedahan elektif adenoid dan tonsil telah digunakan secara luas

untuk mengurangi tonsilitis rekuren. Pengobatan dengan adenoidektomi dan

tonsilektomi telah menurun dalam 2 dekade terakhir. Ukuran tonsil dan

27
adenoid bukanlah indikator yang tepat. Tonsilektomi biasanya dilakukan

pada tonsilofaringitis berulang atau kronis.7

Terdapat beberapa indikator klinis yang digunakan, salahsatu adalah

kriteria yang digunakan Children’s Hospital of Pittsburgh Study, yaitu:

tujuh atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik

pada tahun sebelumnya, lima atau lebih episoe infeksi tenggorokan yang

diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya, dan tiga

atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik

setiap tahun selama 3 tahun sebelumnya. American Academy

Otolaryngology and Head and Neck Surgery menetapkan terdapatnya tiga

atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dalam setahun sebagai

bukti yang cikup untuk melakukan tindakan pembedahan. Indikator klinis di

atas tidak dapat diterapkan di Indonesia dan memerlukan pemikiran lebih

lanjut. Keputusan untuk tonsilektomi harus didasarkan pada gejala dan

tanda yang terkait secara langsung terhadap hipertrofi, obstruksi dan infeksi

kronis pada tonsil dan struktur terkait. Ukuran tonsil anak relatif lebih besar

daripada dewasa. Infeksi tidak selalu menyebabkan hipertrofi tonsil, dan

tonsil yang terinfeksi kronis mungkun ukurannya tidak membesar.

Tonsilektomi sedapat mungkin dihindari pada anak berusia dibawah 3

tahun. Bila ada infkesi aktif, tonsilektomi harus ditunda hingga 2-3 minggu.7

Indikasi tonsiloadenoidektomi yang lain adalah bila terjadi obstructive

sleep apnea akibat pembesaran adenotonsil.7

J. KOMPLIKASI

28
Kejadian komplikasi pada faringiti akut virus sangat jarang. Beberapa

kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis

bakteri dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas.7

Komplikasi faringitis bakteri terjadi akibat perluasan langsung atau

secara hematogen. Akibat perluasan langsung, faringitis dapat berlanjut

menjadi rinosinusitis, otitis media, mastoiditis, adenitis servikal, abses

retrofaringeal atau parafaringeal atau pneumonia. Penyebaran hematogen

streptokokus hemolitikus grup A dapat mengakibatkan meningitis,

osteomielitis atau artritis septik sedangkan komplikasi non-supuratif berupa

demam reumatik dan glomerulonefritis.7

Komplikasi tonsilofaringitis akut pada umumnya bersifat lokal.

Penyumbatan dan gangguan tuba eustachius dapat menyebabkan otitis media.

Bila disertai dengan rinitis akut dapat menyebabkan gangguan ventilasi dan

drainase ostium sinus yang selanjutnya dapat menimbulkan sinusitis

paranasalis.12

K. DIFERENSIAL DIAGNOSIS

1. Rinitis

Rinitis atau dikenal juga sebagai Common cold, Coryza, Cold atau

selesma merupakan istilah konvensional untuk infeksi saluran pernapasan

atas ringan dengan gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung,

bersni, dan nyeri tenggorok, dan batuk. Infeksi ini terjadi secara akut,

dapat sembuh spontan, dan merupakan penyakit yang paling sering

diderita manusia.7

29
2. Epiglotitis

Epiglotitis merupakan infeksi yang sangat serius dari epiglotis dan

struktur supraglotis yang berakibat obstruksi jalan napa akut dan

menyebabkan kematian.7

Secara klasik, penyakit ini ditandai dengan demam tinggi

mendadak dan berat, nyeri tenggorok, sesak napas, diikuti dengan gejala

obstruksi saluran respiratori yang progresif (dalam beberap jam dapat

memburuk menjadi obstruksi pernapasan total dan dapat menyebabkan

kematian). Pada anak yang lebih besar, biasanya didahului dengan nyeri

tenggorok dan disfagia, pasien lebih menyukai posisi duduk, badan

membungkuk ke depan dengan mulut terbuka dan leher ekstensi (sniffing

position)

3. Abses Peritonsilar

Abses peritonsilar dalah kumpulan pus didalam ruangan antara

tonsil dan otot m. konstriktor superior. Abses peritonsil disebabkan oleh

organisme yang bersifat aerob maupun yang anaerob. Organisme aerob

yang paling sering menyebabkan abses peritonsil adalah

Streptococcuspyogene (Group A beta-hemolitic streptococcus)

sedangkan organisme anaerobyang berperan adalah fusobacterium.

Untuk kebanyakan abses peritonsil diduga disebabkan karena kombinasi

antara organisme aerob dan anaerob.15

Nyeri tenggorok yang sangat (Odinofagi) dapat merupakan gejala

menonjol, dan pasien mungkin mendapatkan kesulitan untuk

30
makanbahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi

ludah sehingga terjadi hipersalivasi dan ludah seringkali menetes keluar.

Keluhan lainnya berupa mulut berbau (foetor exore), muntah

(regurgitasi), sampai nyeri alih ke telinga (otalgi). Trismus akan muncul

bila infeksi meluas mengenai otot-otot pterigoid. Pemeriksaan fisik

kadang-kadang sukar dilakukan, karena adanya trismus. Gejala yang

klasik adalah trismus, suara bergumam, disebut hot potato voice, dan

uvula terdorong kearah yang sehat. Palatum mole tampak membengkak

dan menonjol kedepan, dapat teraba fluktuasi. Uvula bengkak dan

terdorong ke sisi kontralateral. Tonsil bengkak, hiperemis, mungkin

banyak detritus dan terdorong kearah tengah, depan, dan bawah. Palpasi

(jika mungkin) dapat membedakan abses dari selulitis15

L. PROGNOSIS

Hampir semua kasus tonsilofaringitis sembuh sendiri (self-limiting) dan

prognosis keseluruhannya sangat baik. Namun, harus waspada pada

streptokokus dan penyakit serius lainnya. Gagal mendiagnosis dan mengobati

Streptokokus grup A dapat menyebabkan kesulitan jangka pendek dan jangka

panjang yang serius.16

M. PENCEGAHAN

Cuci tangan yang benar mencegah penyebaran infeksi. Tutup mulut

saat batuk atau bersin. Rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,

Jauhkan anak dari orang sekitarnya yang merokok, Jangan berbagi cangkir

minum atau peralatan makan. Buang sikat gigi anak Anda dan beli yang

31
baru segera setelah penyakitnya berakhir dan menjaga kebersihan mulut.

Jauhkan anak Anda dari orang lain selama 24 jam setelah obat dimulai dan

sampai dia tidak demam. Beri tahu guru anak Anda bahwa anak Anda

menderita radang tenggorokan, sehingga anak-anak lain dapat

dimonitoring. Profilaksis antimikroba dengan penisilin V oral harian mencegah

infeksi streptokokus berulang dan dianjurkan untuk mencegah kambuhnya

demam rematik pada pasien yang beresiko.17

KASUS TEORI
KASUS TEORI
An. AKS usia 5 tahun 5 bulan Tonsilofaringitis adalah
datang dengan keluhan demam salah satu infeksi saluran
sejak 3 hari sebelum masuk pernapasan atas yang paling
rumah sakit, demam bersifat naik umum. Ini adalah peradangan
turun, terutama dirasakan pada yang melibatkan faring dan
malam hari dan turun pada pagi tonsil yang paling sering
hari, menggigil (-). Nyeri disebabkan oleh virus atau
tenggorokan (+), batuk (-), pilek infeksi bakteri.
(-) dialami pasien sejak 3 hari Faringitis biasa terjadi pada
sebelum masuk rumah sakit, anak, meskipun jarang pada
sesak (-). Mual (-), muntah (-), anak berusia di bawah 1 tahun.
nyeri perut (-), nafsu makan Insidens meningkat sesuai
menurun (+). BAB encer 2x sejak dengan bertambahnya umur,
1 hari SMRS, darah (-), lendir (-), mencapai puncaknya pada usia
BAK kesan normal. 4-7 tahun, dan berlanjut hingga
KU: Sakit sedang/gizi dewasa. Insidens faringitis
kurang, sadar. TD: 90/60 Mmhg, streptokokus tertinggi pada usia

32
P: 24x/menit, N: 111x/menit, S: 5-18 tahun, jarang pada usia
38,40C. Pada pemeriksaan dibawah 3 tahun, dan sebanding
tenggorokan ditemukan tonsil antara laki-laki dan perempuan.
T2/T2, hiperemis (+/+), detritus Gejala:
(-/-). - Nyeri tenggorokan, terutama
saat menelan
- Demam
- Sekret dari hidung
- Dapat disertai atau tanpa batuk
- Nyeri kepala
- Mual
- Muntah
- Rasa lemah pada seluruh tubuh
- Nafsu makan berkurang

Pada hasil pemeriksaan Baku emas penegakan diagnosis


tonsilofaringitis bakteri atau
laboratorium darah rutin
virus adalah melalui
3
(09/11/21) WBC 22.8 x 10 /μL,
pemeriksaan kultur dan apusan
RBC 4.76 x 106/μL, HGB 11.2 tenggorok. Metode yang cepat
untuk mendeteksi antigen
g/dL, HCT 38.0 %, MCV 82 fl,
streptokokus grup A adalah
MCH 26.5 pg, MCHC 29.8
rapid antigen detection
g/dL, PLT 331 x 103/μL. test/RADT. Metode yang dapat
digunakan dalam menentukan
penyebab terjadinya faringitis
yaitu dengan MsIsaac Score.
MsIsaac Score adalah
modifikasi dari centor score

Tonsilofaringis Akut Gejala tonsilofaringitis akut

33
diawali dengan keluhan rasa
kering dan panas di tenggorok
yang bertambah berat, nyeri
tenggorokan sehingga penderita
tidak mau makan karena rasa
nyeri tersebut. Rasa nyeri hebat
dapat menjalar ke telinga.
Selain itu didapatkan juga sakit
kepala, anoreksia, badan terasa
lesu, mual, muntah dan nyeri
perut.
Pada pemeriksaan fisik,
tonsil tampak merah, bengkak
dan terdapat eksudat. Mukosa
faring merah, udem disertai
granul yang tampak lebih besar
dan merah, kelenjar getah
bening leher anterior bengkak
dan nyeri.
Tatalaksana Antibiotik lini pertama untuk
mengobati infeksi streptokokus
- IVFD RL 18 tpm
grup A pada anak-anak adalah
- Paracetamol 150 gr/IV
- Injeksi cefotaxime 750 mg/ 12 penisilin V oral selama 10 hari
atau dosis tunggal penisilin G.
jam/IV
Namun, terapi alternative untuk
- Kitavit 2x1 cth
anak-anak adalah cephalexin,
amoksisilin, sefalosporin oral,
klindamisin, dan makrolida.
Analgesik dan antipiretik
seperti ibuprofen atau
acetaminophen

34
dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit dan
demam pada anak-anak.

DAFTAR PUSTAKA

1. Marais, A., Leuschner, M. 2019. The Sore Throat: A Clinical Approach to


Tonsillopharyngitis. South African Family Practice, Vol. 61, No. 4. Hal. 22-
24.
2. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008. Buku Ajar Respirologi Anak ed I. Badn
Penerbit IDAI. Jakarta.
3. Roberts, A.L., Connolly, K.L., Kirse, D.J., Evans, A.K., Poehling, K.A.,
Peters, T.R., Reid, S.D. 2012. Detection of Group A Streptococcus in Tonsils
from Pediatric Patients Reveals High Rate of Asymptomatic Streptococcus.
BMC Pediatrics, Hal. 12-13.
4. Hart, K.M. 2017. Rhinosinusitis and Tonsillopharyngitis. Family Medicine.
Hal. 519-526.
5. Sanpardi, G., Dehoop, J., Mengko, S.K. 2015. Survei Kesehatan Tenggorok
pada Masyarakat Pesisir Pantai Bahu. Jurnal e-Clinic (eCI), Vol. 3, No. 1.
Hal. 550-553.
6. Collak, A., Bozaykut, A., Demirel, B., Sezer, R.G., Seren, L.P., Dogru, M.
2014. Serum Vitamin D Levels in Children with Recurrent
Tonsillopharyngitis. North Clin Istanbul, Vol. 1, No. 1. Hal. 13-18.
7. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2010. Buku Ajar Respirologi Anak ed I. Badan
Penerbit IDAI. Jakarta.
8. Leao, S.C. 2015. Pharyngotonsillitis: A Quick Review. Otolaryngol Open J,
Vol. 1, No. 1. Hal. 18-19.
9. Muthanna, A., Salim, H.S., Hamat, R.A., Shamsuddin, N.H., Zakariah, S.Z.
2018. Clinical Screening Tools to Diagnose Group A Streptococcal

35
Pharyngotonsillitis in Primary Care Clinics to Improve Prescribing Habits.
Malays J Med Sci, Vol. 25, No. 6. Hal. 1-21.
10. Brook, I., Dohar, J.R. 2006. Management of Group A β-Hemolytic
Streptococcal Pharyngotonsillitis in Children. The Journal of Family
Practice. Hal. 1 -12.
11. Netter, FH. 2019. Atlas of Human Anatomy 7th Edition. Philadelphia:
Elsevier
Inc. Hal. 75-86.
12. Eka, P. 2010. Tonsilofaringitis Akut. Huang Tuah Medical Journal, Vol. 8,
No. 3. Hal. 97-106.
13. Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Hal. 239.
14. Dewi, A.S., Noviyani, R., Niruri, R., Suherman, F.S., Triyasa, I.P. 2013.
Penentuan Streptococcus Group A Penyebab Faringitis Pada Anak
Menggunakan McIsaac Score dan Rapid Antigen Detection Test (RADT)
dalam Upaya Penggunaan Antibiotika Secara Bijak. Jurnal Biologi, Vol. 17,
No.1. Hal. 6-9.
15. Marbun EM. 2016. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses
Peritonsilar. J Kedokt Meditek. 22 (60) : 42-47
16. Cherry, D.J., Harrison, G.J., Kaplan, S.L., Steinbach, W.J., Hotez, P. 2019.
Feign and Cherry’s Textbook of Pediatric Infectious Diseases. Elsevier.
17. Marcdante, dkk., 2018. Nelson Essentials Of Pediatrics. 8th Edition. Elsevier.

Hal 392-395.

36

Anda mungkin juga menyukai