Oleh:
Islah Amalia, S.Ked
K1A1 15 019
Pembimbing:
dr. Wa Ode Siti Asfiah Udu, M.Sc., Sp.A
Mengetahui,
Pembimbing
i
BAB I
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. AKS
Tanggal Lahir : 02 Juni 2016
Umur : 5 Tahun 5 Bulan
Jenis kelamin : Perempuan
BB : 15 kg
Agama : Islam
Alamat : Jl. H.E. Mokodompit
Tanggal Masuk : 09 November 2021 (07.50)
No. RM : 21 39 XX
B. ANAMNESIS
Alloanamnesis dengan Ibu pasien
Keluhan utama : Demam
Anamnesis terpimpin :
Pasien datang dengan keluhan demam sejak 3 hari sebelum masuk rumah
sakit, demam bersifat naik turun, terutama dirasakan pada malam hari dan
turun pada pagi hari, menggigil (-). Nyeri tenggorokan (+), batuk (-), pilek
(-) dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit, sesak (-). Mual
(-), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan menurun (+). BAB encer 2x
sejak 1 hari SMRS, darah (-), lendir (-), BAK kesan normal.
1
Riwayat Kehamilan Ibu: (1) Riwayat Antenatal: Riwayat konsumsi
kehamilan (+) tidak ada kelainan. Riwayat penyakit yang diderita saat
menangis, BBL 2900 gram, PBL 50 cm. (3) Riwayat Postnatal: Perawatan
ibu dan bayi dilakukan oleh bidan, tidak terdapat masalah pada ibu dan
bayi.
C. PEMERIKSAAN FISIK
KU : Sakit sedang/Gizi Kurang/CM
Pucat : (-) Sianosis : (-) Tonus : Baik
Ikterus : (-) Turgor :Baik Edema : (-)
Antropometri : BB : 15 Kg │ TB :114 cm
Tanda Vital :
TD : 90/60 mmHg
Nadi : 111 x/menit
Pernapasan : 24 x/menit
Suhu : 38,4 C
Sp02 : 99 %
Kepala : Normocephal
Muka : Simetris kanan dan kiri, makula eritem (-)
Rambut : Berwarna hitam, tidak mudah dicabut
Telinga : Otorhea (-) deformitas (-)
Mata : Konjungtiva hiperemis (-), Sklera ikterik (-)
Hidung : Rinorhea (+), Epistaksis(-)
2
Bibir : kering (-), pucat (-), stomatitis (-)
Lidah : lidah kotor (-), lidah tremor (-), tepi hiperemis(-)
Mulut : Sianosis(-), pucat(-), kering(-)
Gigi : Caries (-)
Anggota Gerak : Akral hangat (+), Tonus baik, Spastik (-), Ekstremitas
Dalam Batas Normal
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
3
1. Darah Rutin (09/11/2021)
- WBC : 22.8 [103/Ul]
- RBC : 4,76 [106/Ul]
- HGB : 11,2 [g/dL]
- HCT : 38.0 [%]
- PLT : 331 [10]3/uL]
- MCV : 79.8 [fL]
- MCH : 23.5 [pg]
- LYM : 14.8[%]
- NEUT : 74.9[%]
2. Darah Rutin (12/11/2021)
- WBC : 8.1 [103/Ul]
- RBC : 4,47 [106/Ul]
- HGB : 11,9 [g/dL]
- HCT : 36.6 [%]
- PLT : 330 [10]3/uL]
- MCV : 82 [fL]
- MCH : 26.5 [pg]
- LYM : 32.2 [%]
- NEUT : 49.8 [%]
E. DIAGNOSA KERJA
Tonsilofaringitis Akut
F. ANJURAN PEMERIKSAAN
- Centor Score
- Apusan tenggorok
G. RESUME
An. AKS usia 5 tahun 5 bulan datang dengan keluhan demam sejak 3 hari
sebelum masuk rumah sakit, demam bersifat naik turun, terutama dirasakan
pada malam hari dan turun pada pagi hari, menggigil (-). Nyeri tenggorokan
4
(+), batuk (-), pilek (-) dialami pasien sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit,
sesak (-). Mual (-), muntah (-), nyeri perut (-), nafsu makan menurun (+). BAB
encer 2x sejak 1 hari SMRS, darah (-), lendir (-), BAK kesan normal. Riwayat
penyakit dahulu dengan keluhan yang sama (+) pasien pernah mengalami
keluhan yang serupa pada bulan juli 2021, riwayat alergi (-), riwayat
atau obat-obatan saat hamil disangkal. Riwayat USG selama kehamilan (+)
tidak ada kelainan. Riwayat penyakit yang diderita saat hamil (-). (2) Riwayat
di Rumah Sakit. Bayi lahir langsung menangis, BBL 2900 gram, PBL 50 cm.
(3) Riwayat Postnatal: Perawatan ibu dan bayi dilakukan oleh bidan, tidak
tenggorokan ditemukan tonsil T2/T2, hiperemis (+/+), detritus (-/-). Pada hasil
RBC 4.76 x 106/μL, HGB 11.2 g/dL HCT 38.0 %, MCV 82 fl, MCH 26.5 pg,
H. PENATALAKSANAAN
R/ : Terapi Medikamentosa
- IVFD RL 18 tpm
- Paracetamol 150 gr/IV
- Injeksi cefotaxime 750 mg/ 12 jam/IV
5
I. FOLLOW UP
6
detik
A : Tonsilofaringitis Akut
10/11/21 S : Demam (+), nyeri tenggorokan (+), - IVFD RL 18 TPM
batuk (-), pilek(-), sesak (-), nafsu makan - Inj. Cefotaxime
menurun (+), mual (-), muntah (-), BAB dan 750mg/12 Jam/IV
BAK kesan normal. - Paracetamol 150
mg/6 Jam/IV
O :KU: sakit sedang
- Kitavit 2x1 cth
TD : 100/70 mmHg
- Diet lunak
N: 108x/menit
P: 22x/mnt
S: 37,5 c
SpO2: 98
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)
7
menurun (+), mual (-), muntah (-), BAB dan 750mg/12 Jam/IV
BAK kesan normal. -Paracetamol 150
mg/6 Jam/IV
O :KU: sakit sedang
-Kitavit 2x1 cth
TD: 90/60 mmHg
-Diet lunak
N: 112 x/menit
-Cek darah rutin
P: 20 x/mnt
S: 38 c
SpO2: 98
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)
A : Tonsilofaringitis Akut
8
O :KU: sakit sedang demam
T : 100/60 mmHg -Kitavit 2x1 cth
N: 93 x/menit -Diet lunak
P: 24 x/mnt
S: 36,7 c
SpO2: -
Faring: hiperemis (+)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(+/+), Detritus(-/-)
9
S: 36,2 c
SpO2: 98%
Faring: hiperemis (-)
Tonsil: T2/T2, Hiperemis(-/-), Detritus(-/-)
Leher : pembesaran KGB leher (-)
Paru : Inspeksi simetris kiri kanan,
retraksi (-/-). Palpasi krepitasi (-), nyeri
tekan (-), massa (-). Auskultasi:
bronkovesikuler (+/+), rhonki dan whezing
(-/-)
Abdomen: inspeksi datar mengikuti
gerak napas. Auskultasi peristaltik kesan
normal. Palpasi distenden (-), nyeri
tekan (-). Perkusi timpani.
Ekstremitas: akral hangat, CRT < 2
detik
A : Tonsilofaringitis Akut
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. PENDAHULUAN
merupakan salahsatu alasan paling umum pasien dari segala usia berkonsultasi
pada dokter keluarga mereka. Dikatakan bahwa sekitar 50% dari semua kasus
pada anak-anak dan remaja yang lebih muda dari usia 18 tahun, setelah itu
banyak terjadi pada anak. Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan
mukosa faring dan struktur lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat
dekat dengan hidung dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau
tonsil. Oleh karena itu, pengertian faringitis secara luas mencakup tonsilitis,
Tonsilofaringitis adalah infeksi akut pada tonsil palatina dan faring yang
anak. Gejala terkait tenggorokan adalah alasan ke-14 paling umum untuk
kunjungan ke dokter pada tahun 2010 dan alasan ke-9 paling umum pada tahun
2011.4
11
Kesehatan tenggorok masih menjadi masalah di Indonesia. Kurangnya
tahun 2010 di RSUP dr. M. Djamil pada bagian THT-KL sub bagian laring
faring ditemukan tonsilitis sebanyak 465 dari 1110 kunjungan di poliklinik sub
setiap 100 anak di laporkan tidak bersekolah selama 152 hari karena infeksi
B. DEFINISI
sekitar lain di sekitarnya. Karena letaknya yang sangat dekat dengan hidung
dan tonsil, jarang terjadi hanya infeksi lokal faring atau tonsil. Oleh karena itu,
infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai
tonsilofaringitis.7
pada faring posterior, tonsil, palatum dan kelenjar getah benih bagian posterior
12
Tonsilofaringitis adalah salah satu infeksi saluran pernapasan atas yang
paling umum. Ini adalah peradangan yang melibatkan faring dan tonsil yang
paling sering disebabkan oleh virus atau infeksi bakteri. Tonsilofaringitis bisa
di klasifikasikan sebagai akut atau kronis tergantung pada agen penyebab dan
C. EPIDEMIOLOGI
oleh dokter anak dan dokter keluarga. Menurut laporan US Vital Health
setiap tahun oleh anak-anak kurang dari 15 tahun dan 1,8 juta kunjungan oleh
sebanyak 266 anak, Prancis pada tahun 2015 sebanyak 585 anak, Etiopia tahun
2015 sebanyak 355 anak, Arab Saudi tahun 2002 sebanyak 73 anak, dan
Faringitis biasa terjadi pada anak, meskipun jarang pada anak berusia di
mencapai puncaknya pada usia 4-7 tahun, dan berlanjut hingga dewasa.
Insidens faringitis streptokokus tertinggi pada usia 5-18 tahun, jarang pada usia
tonsil pada faringitis tidak menyebabkan perubahan pada durasi atau derajat
beratnya penyakit.7
D. ETIOLOGI
13
Sebagian besar kasus tonsilofaringitis disebabkan oleh virus dan kadang-
kadang terjadi sebagai bagian dari flu biasa atau sindrom influenza.
anak. Rhinovirus menyebabkan sekitar 20% kasus faringitis, dan ada lebih dari
lebih rendah pada pasien dengan influenza B. Virus Epstein-Barr adalah virus
dari orang dewasa ke bayi. Selain itu, virus Coxsackie dan Echovirus adalah
tonsilofaringitis.9
anak berusia kurang dari lima tahun. Bakteri lain seperti Moraxella, Chlamydia
14
pneumoniae, Mycoplasma pneumoniae, Corynebacterium diphtheriae dan
tabel 1.7
disease
Virus Epstein-Barr Infeksi mononukleosis
Virus sitomegalo Mononucleosis Virus sitemogelo
Human immunodeficiency virus Infeksi HIV primer
Virus influenza A dan B Influenza
Mikoplasma
Mycoplasma pneumoniae Pneumonia, bronkitis
Klamidia
Chlamydia psittaci Pneumonia
Chlamydia pneumoniae Pneumonia, faringitis.
15
E. ANATOMI FARING
16
Gambar 1. Anatomi Faring11
Struktur faring: dinding faring tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan
mukosa, lapisan fibrosa, dan lapisan berotot. Lapisan mukosa yang terletak
paling dalam, bersambung dengan lapisan dalam hidung, mulut, dan saluran
Eustachius. Lapisan dalam pada bagian atas faring ialah epitelium saluran
pernapasan dan bersambung dengan epitalium hidung. Bagian bawah faring
yang bersambung dengan mulut dilapisi epitelium berlapis. 11
17
Lapisan fibrosanya terletak antara lapisan mukosa dan lapisan berotot.
Otot utama pada faring ialah otot konstriktor, yang berkontraksi sewaktu
makanan masuk ke faring dan mendorongnya ke dalam esophagus.11
Kedua tonsil merupakan dua kumpulan jaringan limfosit yang terletak di
kanan dan kiri faring di antara tiang-tiang lengkung fauses. Tonsil dijelajahi
pembuluh darah dan pembuluh limfe dan mengandung banyak limfosit.
Permukaan tonsil ditutupi membran mukosa yang bersambung dengan bagian
bawah faring. Permukaan ini penuh dengan lekukan, dan ke dalam lekukan
yang
banyak ini sejumlah besar kelenjar penghasil mukus menuangkan sekresinya.
Mucus ini mengandung banyak limfosit. Dengan demikian tonsil bekerja
sebagai garis depan pertahanan dalam infeksi yang tersebar dari hidung,
mulut, dan tenggorokan meskipun demikian tonsil bisa gagal menahan infeksi,
yaitu ketika terjadi tonsillitis (peradangan tonsil) atau sebuah abses
peritonsiler. Setelah pengobatan dengan antibiotika dan pengobatan lokal,
tonsilektomi dapat dipertimbangkan. Tetapi dewasa ini hal itu kurang
dijalankan daripada dulu.11
Selaput lendir faring yang dekat lubang posterior nares dan lubang
dengan jaringan tonsil. Bila menjadi hipertrofik, jaringan ini dapat menyumbat
adenoid.11
18
F. PATOGENESIS
Bakteri dan virus masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian
atas akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar
melalui sistem limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil
timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi dan bau mulut serta
otalgia.2
penjamu yang rentan dan difasilitasi dengan kontak yang erat. Infeksi jarang
terjadi pada anak berusia di bawah 2 tahun, mungkin karena kurang kuatnya
19
Organisme ini lebih sering terjadi pada usia dewasa.2
lokal serta pelepasan toksin ekstraseluler dan protease. Transmisi dari virus
yang khusus dan SBHGA terutama terjadi akibat kontak tangan dengan
sekret hidung dibandingkan dengan kontak oral. Gejala akan tampak setelah
G. GEJALA KLINIS
yang biasanya dikeluhkan oleh anak berusia diatas 2 tahun adalah nyeri kepala,
nyeri perut dan muntah. Selain itu, didapatkan demam yang dapat mencapai
suhu 40⁰C beberapa jam kemudian terdapat nyeri tenggorok. Gejala seperti
rinore, suara serak, batuk, konjungtivitis, dan diare biasanya disebabkan oleh
virus.7
20
Tonsilofaringitis streptokokus sangat mungkin jika dijumpai gejala dan
tanda berikut:7
2. Faring hiperemis
3. Demam
4. Nyeri tenggorokan
9. Ruam skarlatina
panas di tenggorok yang bertambah berat, sehingga penderita tidak mau makan
karena rasa nyeri tersebut. Rasa nyeri hebat dapat menjalar ke telinga. Selain
itu didapatkan juga panas badan, sakit kepala, anoreksia, badan terasa lesu,
virus. Gejala yang timbul tidak begitu hebat dan berlangsung dalam jangka
gejalanya lebih akut, demam lebih tinggi dan gejala yang timbul lebih berat.
Tetapi tidak jarang terjadi infeksi ganda oleh SBHGA dan virus.12
21
Pada pemeriksaan fisik, tonsil tampak merah, bengkak dan terdapat
eksudat. Mukosa faring merah, udem disertai granul yang tampak lebih besar
H. DIAGNOSIS
1. Anamnesis13
Keluhan
b. Demam
e. Nyeri kepala
f. Mual
g. Muntah
2. Pemeriksaan fisik
22
menghasilkan eksudat). Pada coxsachievirus dapat timbul lesi vesikular
hari kemudian timbul bercak petechie pada palatum dan faring. Kadang
ditemukan kelenjar limfe leher anterior membesar, kenyal dan nyeri pada
penekanan.13
3. Pemeriksaan Penunjang
dinding faring posterior dan regio tonsil, lalu diinokulasikan pada media
Pada saat ini terdapat metode yang cepat untuk mendeteksi antigen
ini mempunyai sensitivitas dan spesifitas yang cukup tinggi (sekitar 90%
dan 95%) dan hasilnya dapat diketahui dalam 10 menit, sehingga metode ini
umum, bila uji tersebut negatif, maka apusan tenggorok seharusnya dikultur
23
pada dua cawan agar darah untuk mendapatkan hasil yang terbaik untuk
kriteria penilaian awal yang dibuat dengan tujuan membantu dokter dalam
1. Pasien yang memiliki nilai -1 sampai 1 tidak perlu diberikan antibiotik dan
24
2. Pasien dengan nilai 2 dan 3 perlu dilakukan kultur tenggorokan dan
diberikan antibiotik.
dipstik muncul garis merah dan garis biru dalam waktu 5-10 menit yang
I. TATALAKSANA
1. Bakterial1,4,13
a. Tujuan Terapi
sekolah.
b. Non-Farmakologi
1) Istirahat cukup
3) Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur
c. Farmakologi
25
Untuk mengurangi nyeri dan demam
2) Ibuprofen 5-10 mg/kg setiap 4-6 jam sehari dengan dosis maksimum
40 mg/kg/hari.
selama 10 hari.
2. Virus1,13
a. Non-Farmakologi
1) Istirahat cukup
26
2) Minum air putih yang cukup
3) Berkumur dengan air yang hangat dan berkumur dengan obat kumur
b. Farmakologi
2. Ibuprofen 5-10 mg/kg setiap 4-6 jam sehari dengan dosis maksimum
40 mg/kg/hari.
dengan anestesi lokal serta antibiotik pada bakteri aerob maupun anaerob.
Jika terjadi kegagalan pada insisi dan drainage untuk mengeluarkan abses
gram positif aerob dan anaerob. Pada abses retrofaringeal kecil (<2 cm)
dapat diberikan antibiotik tunggal, tetapi jika gagal setelah 18 jam terapi,
4. Tonsilektomi
27
adenoid bukanlah indikator yang tepat. Tonsilektomi biasanya dilakukan
tujuh atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dengan antibiotik
pada tahun sebelumnya, lima atau lebih episoe infeksi tenggorokan yang
diterapi dengan antibiotik setiap tahun selama 2 tahun sebelumnya, dan tiga
atau lebih episode infeksi tenggorokan yang diterapi dalam setahun sebagai
tanda yang terkait secara langsung terhadap hipertrofi, obstruksi dan infeksi
kronis pada tonsil dan struktur terkait. Ukuran tonsil anak relatif lebih besar
tahun. Bila ada infkesi aktif, tonsilektomi harus ditunda hingga 2-3 minggu.7
J. KOMPLIKASI
28
Kejadian komplikasi pada faringiti akut virus sangat jarang. Beberapa
kasus dapat berlanjut menjadi otitis media purulen bakteri. Pada faringitis
bakteri dan virus dapat ditemukan komplikasi ulkus kronik yang cukup luas.7
Bila disertai dengan rinitis akut dapat menyebabkan gangguan ventilasi dan
paranasalis.12
K. DIFERENSIAL DIAGNOSIS
1. Rinitis
Rinitis atau dikenal juga sebagai Common cold, Coryza, Cold atau
atas ringan dengan gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung,
bersni, dan nyeri tenggorok, dan batuk. Infeksi ini terjadi secara akut,
diderita manusia.7
29
2. Epiglotitis
menyebabkan kematian.7
mendadak dan berat, nyeri tenggorok, sesak napas, diikuti dengan gejala
kematian). Pada anak yang lebih besar, biasanya didahului dengan nyeri
position)
3. Abses Peritonsilar
30
makanbahkan menelan ludah. Akibat tidak dapat mengatasi sekresi
klasik adalah trismus, suara bergumam, disebut hot potato voice, dan
banyak detritus dan terdorong kearah tengah, depan, dan bawah. Palpasi
L. PROGNOSIS
M. PENCEGAHAN
saat batuk atau bersin. Rajin mencuci tangan sebelum dan sesudah makan,
Jauhkan anak dari orang sekitarnya yang merokok, Jangan berbagi cangkir
minum atau peralatan makan. Buang sikat gigi anak Anda dan beli yang
31
baru segera setelah penyakitnya berakhir dan menjaga kebersihan mulut.
Jauhkan anak Anda dari orang lain selama 24 jam setelah obat dimulai dan
sampai dia tidak demam. Beri tahu guru anak Anda bahwa anak Anda
KASUS TEORI
KASUS TEORI
An. AKS usia 5 tahun 5 bulan Tonsilofaringitis adalah
datang dengan keluhan demam salah satu infeksi saluran
sejak 3 hari sebelum masuk pernapasan atas yang paling
rumah sakit, demam bersifat naik umum. Ini adalah peradangan
turun, terutama dirasakan pada yang melibatkan faring dan
malam hari dan turun pada pagi tonsil yang paling sering
hari, menggigil (-). Nyeri disebabkan oleh virus atau
tenggorokan (+), batuk (-), pilek infeksi bakteri.
(-) dialami pasien sejak 3 hari Faringitis biasa terjadi pada
sebelum masuk rumah sakit, anak, meskipun jarang pada
sesak (-). Mual (-), muntah (-), anak berusia di bawah 1 tahun.
nyeri perut (-), nafsu makan Insidens meningkat sesuai
menurun (+). BAB encer 2x sejak dengan bertambahnya umur,
1 hari SMRS, darah (-), lendir (-), mencapai puncaknya pada usia
BAK kesan normal. 4-7 tahun, dan berlanjut hingga
KU: Sakit sedang/gizi dewasa. Insidens faringitis
kurang, sadar. TD: 90/60 Mmhg, streptokokus tertinggi pada usia
32
P: 24x/menit, N: 111x/menit, S: 5-18 tahun, jarang pada usia
38,40C. Pada pemeriksaan dibawah 3 tahun, dan sebanding
tenggorokan ditemukan tonsil antara laki-laki dan perempuan.
T2/T2, hiperemis (+/+), detritus Gejala:
(-/-). - Nyeri tenggorokan, terutama
saat menelan
- Demam
- Sekret dari hidung
- Dapat disertai atau tanpa batuk
- Nyeri kepala
- Mual
- Muntah
- Rasa lemah pada seluruh tubuh
- Nafsu makan berkurang
33
diawali dengan keluhan rasa
kering dan panas di tenggorok
yang bertambah berat, nyeri
tenggorokan sehingga penderita
tidak mau makan karena rasa
nyeri tersebut. Rasa nyeri hebat
dapat menjalar ke telinga.
Selain itu didapatkan juga sakit
kepala, anoreksia, badan terasa
lesu, mual, muntah dan nyeri
perut.
Pada pemeriksaan fisik,
tonsil tampak merah, bengkak
dan terdapat eksudat. Mukosa
faring merah, udem disertai
granul yang tampak lebih besar
dan merah, kelenjar getah
bening leher anterior bengkak
dan nyeri.
Tatalaksana Antibiotik lini pertama untuk
mengobati infeksi streptokokus
- IVFD RL 18 tpm
grup A pada anak-anak adalah
- Paracetamol 150 gr/IV
- Injeksi cefotaxime 750 mg/ 12 penisilin V oral selama 10 hari
atau dosis tunggal penisilin G.
jam/IV
Namun, terapi alternative untuk
- Kitavit 2x1 cth
anak-anak adalah cephalexin,
amoksisilin, sefalosporin oral,
klindamisin, dan makrolida.
Analgesik dan antipiretik
seperti ibuprofen atau
acetaminophen
34
dapat digunakan untuk
mengurangi rasa sakit dan
demam pada anak-anak.
DAFTAR PUSTAKA
35
Pharyngotonsillitis in Primary Care Clinics to Improve Prescribing Habits.
Malays J Med Sci, Vol. 25, No. 6. Hal. 1-21.
10. Brook, I., Dohar, J.R. 2006. Management of Group A β-Hemolytic
Streptococcal Pharyngotonsillitis in Children. The Journal of Family
Practice. Hal. 1 -12.
11. Netter, FH. 2019. Atlas of Human Anatomy 7th Edition. Philadelphia:
Elsevier
Inc. Hal. 75-86.
12. Eka, P. 2010. Tonsilofaringitis Akut. Huang Tuah Medical Journal, Vol. 8,
No. 3. Hal. 97-106.
13. Ikatan Dokter Indonesia. 2017. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer. Hal. 239.
14. Dewi, A.S., Noviyani, R., Niruri, R., Suherman, F.S., Triyasa, I.P. 2013.
Penentuan Streptococcus Group A Penyebab Faringitis Pada Anak
Menggunakan McIsaac Score dan Rapid Antigen Detection Test (RADT)
dalam Upaya Penggunaan Antibiotika Secara Bijak. Jurnal Biologi, Vol. 17,
No.1. Hal. 6-9.
15. Marbun EM. 2016. Diagnosis, Tata Laksana dan Komplikasi Abses
Peritonsilar. J Kedokt Meditek. 22 (60) : 42-47
16. Cherry, D.J., Harrison, G.J., Kaplan, S.L., Steinbach, W.J., Hotez, P. 2019.
Feign and Cherry’s Textbook of Pediatric Infectious Diseases. Elsevier.
17. Marcdante, dkk., 2018. Nelson Essentials Of Pediatrics. 8th Edition. Elsevier.
Hal 392-395.
36