Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

Keluhan seperti nyeri tenggorok yang sering disertai dengan masalah pada
telinga adalah hal yang banyak dikeluhkan oleh pasien saat datang berkunjung ke
pelayanan kesehatan. Hal tersebut merupakan suatu gejala yang sering dijumpai
pada salah satu penyakit, yaitu ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Atas.
Faringitis merupakan peradangan dinding faring yang penyebabnya bisa
dikarenakan oleh virus (40-60%), bakteri (5-40%), alergi, trauma, toksin, dan lain-
lain. Jika dilihat dari struktur faring yang terletak berdekatan dengan tonsil, maka
penyakit faringitis dan tonsilitis sering ditemukan bersamaan. Oleh karena itu
faringitis secara luas mencakup tonsilitis, nasofaringitis, dan tonsilofaringitis,
dimana infeksi pada daerah faring dan sekitarnya ditandai dengan keluhan nyeri
tenggorokan.1,2 Tonsilofaringitis merupakan infeksi akut yang terjadi pada tonsil
atau faring ataupun keduanya, dan biasanya disebabkan oleh virus tetapi juga bisa
disebabkan oleh bakteri seperti bakteri streptokokus. Gejalanya dapat meliputi
sakit tenggorok, disfagia, limfadenopati serviks, dan demam.3
Faringitis merupakan satu dari penyakit yang paling banyak terjadi di
dunia. Anak-anak yang rentan terkena infeksi faringitis adalah anak-anak dengan
usia 5-15 tahun dan umur 15-25 tahun pada dewasa muda. Faringitis telah
didiagnosis sebanyak 11 juta pasien setiap tahun di bagian gawat darurat, lebih
dari 140 kunjungan ke dokter, sebanyak 98 antibiotik telah diresepkan per 1000
anak-anak di amerika selama kurun waktu 15 tahun terakhir. Menurut data Dinas
Kesehatan Kota Denpasar, insiden terjadinya Faringitis di Kota Denpasar adalah
sebesar 24.876 kejadian.4 Sedangkan tonsilofaringitis dapat mengenai semua
umur, dan didapatkan insiden tertinggi pada anak-anak yang berusia 5-15 tahun.
Pada anak-anak, sekitar 30% kasus tonsilofaringitis akut disebabkan oleh grup A
streptokokus, sedangkan pada orang dewasa hanya sekitar 5-10%. Namun,
tonsilofaringitis akut yang disebabkan oleh grup A streptokokus jarang terjadi
pada anak berusia 2 tahun ke bawah.5
Tonsilofaringitis akut dapat berkembang menjadi kronis karena kegagalan
atau ketidakesuaian pemberian antibiotik pada penderita tonsilitis akut sehingga
merubah struktur pada kripta tonsil, dan adanya infeksi virus menjadi faktor
predisposisi bahkan faktor penyebab terjadinya tonsilitis kronis. Berdasarkan
alasan tersebut, sebagai seorang dokter umum, penting untuk memahami gejala,
tanda, dan tatalaksana yang tepat dalam menangani tonsilofaringitis kronis.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tonsilofaringitis Akut


2.2.1 Anatomi

Gambar 2.2 Anatomi Faring dan Tonsil

Sumber: Yidiz I, et al. The Role of Vitamin D in Children with Recurrent


Tonsilopharingitis. Italian Journal of Pediatrics. 2012;38:25

Berdasarkan gambar 2.2 diatas terlihat bahwa tonsil terdiri dari beberapa
bagian yaitu tonsil palatina, fossa tonsil dan tonsil phayngeal. Tonsil mempunyai
dua fungsi utama yaitu menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan
efektif dan sebagai organ produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan
antigen spesifik. Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval
yang terletak pada kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil
membantu mencegah terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk
memperangkap bakteri dan virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus.
Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3– 10 tahun.6
2.2.2 Definisi

Istilah faringitis akut digunakan untuk menunjukkan semua infeksi akut


pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang berlangsung hingga 14
hari. Faringitis merupakan peradangan akut membran mukosa faring dan struktur
lain di sekitarnya. Infeksi pada daerah faring atau sekitarnya biasanya ditandai
dengan nyeri tenggorok.7

2.2.3 Etiologi

Bakteri streptococcus beta-hemolitikus grup A, adenovirus, Haemophilus


influenzae, Haemophilus parainfluenzae, Epstein-Barr virus dan enterovirus
merupakan patogen yang paling banyak menyebabkan tonsilofaringitis kronis.
Faktor risiko dari infeksi memiliki hubungan dengan beberapa variabel seperti
kondisi lingkungan (paparan patogen, beberapa jenis makanan, higenitas mulut,
musim, lokasi geografis), variabel individu (umur, resistensi tubuh, imunitas) dan
pengobatan tonsilofaringitis yang tidak adekuat. Tonsilofaringitis berkaitan
dengan satu atau lebih interaksi antara streptokokus beta-hemolitikus grup A
dengan bakteri aerobik, bakteri anaerobik dan virus. Beberapa infeksi mungkin
terjadi secara sinergis contohnya antara virus Epstein-Barr dengan bakteri
anaerobik.8,9

2.2.4 Patogenesis
Bakteri atau virus masuk ke dalam tubuh melalui saluran napas bagian atas
yang menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui
sistem limfa menuju ke tonsil. Proses inflamasi dan infeksi yang terjadi akibat
adanya bakteri atau virus patogen pada tonsil sehingga tonsil membesar dan dapat
menghambat keluar masuknya udara. Terdapat keluhan sakit tenggorokan, nyeri
menelan, demam tinggi, bau mulut serta sakit telinga (otalgia) akibat adanya
infeksi yang ditandai dengan kemerahan dan edema pada faring serta
ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil. Bakteri maupun virus
dapat secara langsung menginvasi mukosa faring yang kemudian menyebabkan
respon peradangan lokal. Rhinovirus menyebabkan iritasi mukosa faring sekunder
akibat sekresi nasal. Sebagian besar peradangan melibatkan nasofaring, uvula, dan
palatum mole. Perjalanan penyakitnya adalah terjadi inokulasi dari agen infeksius
di faring yang menyebabkan peradangan lokal, sehingga menyebabkan eritema
faring, tonsil, dan keduanya. Proses radang berulang pada daerah yang mengenai
tonsil yang timbul maka epitel mukosa juga jaringan limfoid terkikis, sehingga
pada proses penyembuhan jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan
mengalami pengerutan sehingga kripte melebar. Secara klinik kripte ini tampak
diisi detritus. Proses berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya
menimbulkan perlekatan dengan jaringan disekitar fosa tonsilaris. Selain tonsil,
faring juga mengalami perubahan yang disebabkan proses radang yang berulang
dimana terjadi perubahan mukosa dinding faring akan tampak tidak rata dan
bergranular.9

2.2.5 Manifestasi Klinis

Pasien akan mengeluh perasaan mengganjal di tenggorokan, terasa kering


dan pernapasan berbau, sakit tenggorokan dan sakit menelan yang berulang
hingga malaise dan demam. Faringitis dan tonsilitis dapat disebabkan oleh virus
maupun bakteri. Pada faringitis virus akan muncul gejala berupa demam,
rhinorrhea, nyeri tenggorok, sulit menelan, konjungtivitis dan batuk. Pada
pemeriksaan, faring dan tonsil tampak hiperemis. Gejala dan tanda faringitis
bakteri biasanya penderita mengeluhkan nyeri kepala yang hebat, muntah, kadang
kadang disertai demam dengan suhu yang tinggi, jarang disertai batuk. Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat
eksudat dipermukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petekie pada
palatum dan faring. Kelenjar limfa leher anterior membesar, kenyal dan nyeri
apabila ada penekanan.10

Derajat pembesaran tonsil terbagi menjadi:

T0: Tonsil masuk di dalam fossa atau sudah diangkat


T1: < 25 % volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T2: 25-50% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T3: 50-75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
T4: >75% volume tonsil dibandingkan dengan volume nasofaring
Gambar 2.3 Stadium Pembesaran Tonsil10

Pada gambar 2.3 diatas terlihat : (1) Pada stadium T0 tampak tonsil sudah
masuk pada fossa tonsil atau sudah diangkat melalui tindakan pembedahan,
(2) Pada stadium T1 tampak <25% menutupi orofaring (batas medial tonsil
melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior uvula), (3) Pada
stadium T2 tampak 25-50% tonsil menutupi orofaring (batas medial tonsil
melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula,
(4) Pada stadium T3 tampak 50-75% tonsil menutupi orofaring (batas medial
tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-
uvula) dan (5) Pada stadium T4 tampak >75% tonsil menutupi orofaring
(batas medial tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau
lebih).10

2.2.6 Diagnosis
Diagnosis tonsilofaringitis ditegakkan dengan anamnesis yang dikeluhkan
pasien seperti ada perasaan yang mengganjal di tenggorokan, terasa kering dan
pernapasan berbau, sakit tenggorokan dan sakit menelan yang berulang serta
dilakukan pemeriksaan THT untuk melihat tanda tonsilofaringitis kronis terutama
pemeriksaan tenggorok.11

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat


diagnosis tonsilofaringitis kronis dapat dilakukan kultur dan uji resistensi kuman
dari sediaan hapusan tonsil (swab). Biakan kuman yang sering didapatkan pada
hapusan tonsil adalah kuman dengan derajat keganasan yang rendah, seperti
Streptokokus β hemolitikus, Streptokokus viridans, Stafilokokus, Pneumokokus.
Penegakan diagnosis tonsilofaringits bakteri streptokokus dilakukan dengan
menggunakan skor yang akan dijelaskan pada tabel 2.2.6 dibawah ini:11

Tabel 2.2.6 Centor Score (Modified/McIsaac) for Strep Pharyngitis:11

Kriteria Skor
Temperatur > 38C 1
Tidak ada baruk 1
Pembesaran kelenjar leher anterior 1
Pembengkakan/eksudat tonsil 1
Usia:
3-14 tahun 1
15-44 tahun 0
>45 tahun -1
Interpretasi

Skor Resiko infeksi streptokokus Tatalaksana

≤0 1 - 2,5 % Kultur tidak dilakukan, Antibiotik (-)

1 5 – 10% Kultur tidak dilakukan, Antibiotik (-)

Kultur dilakukan, Antibiotik jika


2 11 - 17 %
kultur (+)

Kultur dilakukan, Antibiotik jika


3 28 – 35%
kultur (+)

Kultur dilakukan, Antibiotik empiris/


≥4 51- 53 %
sesuai kultur
2.2.7 Komplikasi
Peradangan ini dapat menimbulkan komplikasi dekat (sekitar tonsil) dan
komplikasi jauh. Komplikasi dekat antara lain: peritonsilitis, krista tonsil yang
merupakan sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh jaringan
fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil berwarna putih
atau berupa cekungan (biasanya kecil dan multipel), otitis media, dan sinusitis.
Komplikasi jauh terjadi akibat penyebaran secara hematogen/limfogen.
Komplikasi jauh meliputi demam rematik, penyakit jantung rematik, dan
glomerulonefritis. 12,13

2.2.8 Penatalaksanaan

Pada tonsilofaringitis akibat virus, istirahat, minum yang cukup dan kumur
dengan air hangat dapat mengurangi gejala. Kortikosteroid yang biasanya
diberikan pada faringitis adalah deksamethason dengan dosis pada anak 0,08-0,03
mg/KgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Analgesik seperti acetaminofen dan NSID
dapat menurunkan demam dan mengurangi nyeri. NSAID yang dapat digunakan
adalah ibuprofen dengan dosis 20mg/kg/hari dengan dosis terbagi.11

Pemberian antibiotik pada faringitis harus berdasarkan gejala klinis dan


hasil positif pemeriksaan hapusan tenggorokkan. Antibiotik pada terapi faringitis
akut yang disebabkan oleh streptokokus grup A adalah penisilin V oral 15-30
mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari.13
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 Identitas Pasien
Nama : IGB
Umur : 10 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Hindu
Pekerjaan : Pelajar
Alamat : Tegal Buah
Suku-Bangsa : Bali-Indonesia
Tanggal Pemeriksaan : 28 Desember 2017

3.2 Anamnesis
Keluhan Utama :
Nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien laki-laki berusia 10 tahun, datang ke poliklinik THT RSUD
Klungkung pada tanggal 28 Desember 2017 pukul 9.10 WITA dengan keluhan
nyeri tenggorokan dan nyeri saat menelan. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 2
hari yang lalu. Pasien mengeluhkan adanya rasa mengganjal dan nyeri di
tenggorokannya setiap kali menelan. Pasien menyatakan keluhan seperi ini pernah
beberapa kali muncul namun tidak dalam waktu yang lama. Pasien mengaku
keluhan ini cukup mengganggu. Pasien menyatakan keluhan diawali saat pasien
beberapa hari terakhir banyak mengonsumsi chiki dan makanan ringan yang di
jual di depan sekolahnya. Keluhan disertai dengan demam dan batuk sejak 5 hari
terakhir. Terasa sekret di tenggorokan namun sulit untuk dikeluarkan. Keluhan
pilek, nyeri kepala, dan nyeri pada pipi disangkal pasien.
Riwayat Alergi dan Penyakit Terdahulu :
Riwayat alergi makanan dan obat disangkal oleh pasien.

Riwayat Penyakit Keluarga :


Tidak ada anggota keluarga lain yang menderita penyakit yang serupa
dengan pasien.

Riwayat Sosial :
Pasien merupakan seorang pelajar di salah satu SD negeri di Denpasar.
Kondisi lingkungan tempat tinggal pasien terdapat ventilasi udara yang cukup
pada setiap ruangan rumah serta kebersihan lingkungan cukup terjaga. Pasien
sering jajan makanan pedas, manis, dan es yang dijual di lingkungan sekolahnya.

Riwayat pengobatan:
Sebelum datang berobat ke RSUD Wangaya pasien sempat mengonsumsi
obat batuk sirup dan obat anti radang FG Troches yang dibelinya sendiri di
apotek.

Riwayat alergi:
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan ataupun obat-
obatan.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Tanda-tanda vital :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan darah : 100/70 mmHg
Nadi : 85 x/menit
Respirasi : 20 x/menit
Temperatur : 37,7ᵒC
Tinggi badan : 120 cm
Berat badan : 30 kg
BMI : 20,83
Status General :
Kepala : Normocephali
Wajah : Simetris
Mata : Anemis (-/-), ikterus (-/-), reflex pupil (+/+), isokor
THT : Sesuai status lokalis
Leher : Pembesaran kelenjar limfe (-/-)
Pembesaran kelenjar parotis (-/-)
Kelenjar tiroid (tidak teraba)
Thoraks : Cor (S1S2 normal, regular, murmur (-))
Pulmo (Vesikular (+/+), Rhonki (-/-), Wheezing (-/-))
Abdomen : Distensi (-), hepar/lien (tidak teraba)
Ekstremitas : Hangat, Edema (-)

Status Lokalis THT-KL :


1. Telinga
Telinga Kanan Pemeriksaan Telinga Kiri
Normal Daun telinga Normal
Tidak ada Nyeri tekan tragus Tidak ada
Tidak ada Nyeri tarik aurikuler Tidak ada
Lapang Liang telinga Lapang
Tidak ada Sekret Tidak ada
Intak Membran timpani Intak
Tidak ada Tumor Tidak ada
Normal Mastoid Normal
Tes Pendengaran
Telinga Kanan Pemeriksaan Telinga Kiri
Tidak dievaluasi Rinne Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi Weber Tidak dievaluasi
Tidak dievaluasi Schwabach Tidak dievaluasi
2. Hidung
Hidung Kanan Pemeriksaan Hidung Kiri
Normal Hidung luar Normal
Lapang Kavum nasi Lapang
Tidak ada deviasi Septum Tidak ada deviasi
Tidak ada Sekret Tidak ada
Normal Mukosa Normal
Tidak ada Tumor Tidak ada
Dekongesti Konka Dekongesti

3. Tenggorokan
Mukosa faring Hiperemi
Tonsil T1/T1, hiperemi (+/+), detritus (+/+)
Dinding belakang faring Hiperemi (+), granulasi (minimal), post nasal
drip (-)
Dispneu Tidak ada
Sianosis Tidak ada
Suara Normal
Stridor Tidak ada

3.4 Resume
Pasien IGB, laki-laki berusia 10 tahun, datang diantar oleh keluarga dalam
keadaan sadar, mengeluh nyeri tenggorokan. Keluhan ini dirasakan pasien sejak 4
hari yang lalu. Pasien menyatakan keluhan sakit tenggorokan sering hilang timbul
namun tidak dalam waktu dekat. Sakit tenggorokan ini membuat pasien
merasakan nyeri saat menelan. Pasien menyatakan keluhan diawali saat pasien
beberapa hari terakhir mengonsumsi snack chiki dan minuman es yang di jual di
depan sekolah pasien. Keluhan lain seperti batuk dirasakan pasien bersamaan
dengan sakit tenggorokan. Pasien juga mengalami demam sejak 5 hari terakhir.
Keluhan mengorok dikatakan tidak ada. Keluhan dirasakan cukup mengganggu
aktivitas pasien.
Hasil pemeriksaan ditemukan adanya demam dengan suhu 37,7ᵒC,
pembesaran tonsil T1/T1 dengan hiperemi, detritus pada kedua tonsil. Pada
dinding faring ditemukan adanya hiperemi dan granulasi minimal. Pemeriksaan
telinga dan hidung dalam batas normal.

3.5 Diagnosis Kerja


Tonsilofaringitis Akut
3.6 Penatalaksanaan
Medikamentosa :
1. Ibu profen 400 mg 3 x 1 tablet
2. Amoxilin 500 mg 1 x 1 tablet
3. Ambroxol 30mg 3 x 1/2 tablet

KIE :
1. Menjaga hidrasi dan asupan nutrisi yang adekuat.
2. Hindari makanan dan minuman yang memicu peradangan seperti yang
mengandung MSG, pemanis buatan, minuman dingin, dan makanan
pedas.
3. Perhatikan higenitas diri pasien, lingkungan, dan makanan serta
minuman yang dikonsumsi pasien. Hindari debu dan dingin.
4. Istirahat yang cukup.
5. Sehabis obat pasien diminta untuk kontrol kembali.
6. Menjaga kondisi tubuh agar tidak sakit kembali.
3.7 Prognosis
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubius ad bonam
Ad Sanationam : Dubius ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN

Diagnosis tonsilofaringitis akut dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang jika diperlukan. Berdasarkan
anamnesis, pasien IGB, laki-laki, berusia 10 tahun, mengeluh nyeri tenggorokan
dan nyeri saat menelan sejak 2 hari yang lalu. Pasien mengeluhkan ada rasa
mengganjal di tenggorokannya setiap kali menelan. Pasien menyatakan keluhan
sakit tenggorokan mulai dirasakan sering hilang timbul namun tidak berlangsung
lama dan tidak dalam waktu dekat. Pasien mengaku keluhan ini cukup
mengganggu. Pasien menyatakan keluhan diawali saat pasien beberapa hari
terakhir mengonsumsi snack chiki dan minuman es di depan sekolahnnya.
Keluhan disertai dengan demam dan batuk sejak 5 hari terakhir. Terasa sekret di
tenggorokan namun sulit untuk dikeluarkan. Keluhan mengorok disangkal.
Keluhan pilek, nyeri kepala, dan nyeri pada pipi disangkal pasien.
Hasil anamnesis pasien sesuai dengan gejala tonsilofaringitis akut yaitu
nyeri tenggorokan, nyeri menelan, dan demam.
Pemeriksaan fisik pasien ditemukan adanya demam yaitu 37,7ᵒC dan status
general dalam batas normal. Pemeriksaan status lokalis THT, didapat telinga dan
hidung dalam batas normal, sedangkan pada pemeriksaan tenggorokan ditemukan
adanya pembesaran tonsil berukuran T2/T2 tampak hiperemi, disertai detritus
pada kedua tonsil. Dinding faring tampak hiperemi dan terdapat granulasi
minimal.
Berdasarkan teori, pemeriksaan fisik status lokalis THT menggunakan alat
bantu seperti lampu kepala, kaca laring, tongue spatel, spekulum hidung, otoskop,
dan kasa steril. Pada tonsilofaringitis akut ditemukan mukosa belakang faring
hiperemi, tonsil yang membesar dan hiperemi dan beberapa terisi oleh detritus.
Prinsip terapi tonsilofaringitis akut adalah medikamentosa simtomatik,
antibiotik, istirahat yang cukup, minum yang cukup, dan kumur dengan air
hangat. Pada kasus, pasien diberikan Ibu profen 400 mg 3 x 1 tablet, Azmoxilin
500 mg 1 x 1 tablet, dan Ambroxol 30mg 3 x 1/2 tablet. Saran yang diberikan
kepada pasien diantaranya menjaga asupan minum dan makan yang cukup,
menghindari pencetus radang tenggorokan, istirahat yang cukup, serta mengurangi
makanan yang dapat mencetus kambuhnya tonsillitis.
BAB IV
SIMPULAN

Tonsilofaringitis akut merupakan peradangan akut pada tonsil dan faring.


Tonsilitis akut merupakan infeksi atau inflamasi pada tonsila palatina. Adapun
faringitis akut merupakan perdangan akut pada faring yang timbul berulang.
Pada kasus didapatkan pasien laki-laki berusia 10 tahun datang dengan
keluhan nyeri tenggorokan sejak 2 hari sebelum pemeriksaan. Keluhan sakit
tenggorokan dikatakan seperti tenggorokan sangat kering, gatal, seperti ada yang
mengganjal di tenggorokan. Pasien sudah mengalami demam, batuk, dan pilek
sejak 5 hari yang lalu. Pasien mengaku beberapa kali keluhan nyeri tenggorokan
disertai dengan batuk dan demam, terakhir mengalami keluhan kurang lebih 6
bulan yang lalu. Dari hasil pemeriksaan, keadaan umum pasien nampak baik.
Hasil pemeriksaan fisik telinga dan hidung tidak didapatkan kelainan. Pada
pemeriksaan tenggorokan didapatkan mukosa hiperemis, terdapat granulasi pada
dinding belakang. Pada pemeriksaan tonsil didapatkan tonsil T1/T1, hiperemis
pada kedua tonsil.
Pada pasien diberikan terapi antibiotik amoxilin, ibuprofen dan ambroxol
serta diedukasi untuk sementara hindari makanan yang goreng-gorengan,
berminyak, minuman atau makanan dingin, manis, banyak penguat rasa, atau yang
mengiritasi tenggorokan, serta menjaga higiene mulut agar tidak terjadi
peradangan berulang, serta segera datang ke pusat layanan kesehatan apabila
keluhan menetap dan berulang, ditemukan sumbatan saluran napas, susah
menelan yang berat, gangguan belajar dan tidur dan komplikasi kardiopulmoner.
DAFTAR PUSTAKA

1. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, tonsilitis, dan hipertrofi


adenoid. Dalam Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan
Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009:
p. 217-225
2. Rospa H. dan Sri Mulyani, 2011. Tenggorokan atas (faring dan tonsil).
Dalam Asuhan Keperawatan Gangguan THT. Jakarta: TIM, 2011. Edisi
Pertama: 99- 100, 154-156.
3. Sasaki T.C. Tonsillopharyngitis. [online]. 2016 Oktober. [cited on 2017
Desember 30]; available from:
https://www.merckmanuals.com/professional/ear,-nose,-and-throat-
disorders/oral-and-pharyngeal-disorders/tonsillopharyngitis.
4. Sanpardi, G., Dehoop, J., Menko, S. Survei Kesehatan Tenggorok Pada
Masyarakat Pesisir Pantai Bahu. Jurnal e-Clinic (eCl). 2015;3(1):550-553.

5. Thomas, Benoy J. Pharyngitis, bacterial. [online]. 2006 August 1 [cited


2017 Desember 30]; available from: URL: http://www.emedicine.com.
6. Tan JS, File TM, Salata RA, Tian MJ. Expert guide to infectious diseases.
2nd Ed. 2008. 365-86p.
7. Rahajoe NN., Supriyatno B., Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008.
8. Merechal FL, Martinot A, Duhamel A, Pruvost I, and Dubos F.
Streptococal pharingitis in children: meta-analysis of clinical decision
rules and their clinical variables. BMJ Open. 2013:e001482.
9. Edgren AL, Davidson T. Sore throat. Journal of the American
Association. 2004. 13p
10. Brook I. Diagnosis and management of pharyngotonsilitis. Israel Journal
of Emergency Medicine. 2008: 8(2):26-34.
11. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan
Leher. Edisi ke-6. FKUI. 2015.
12. Saragih, A.R., Harahap IS., Rambe AY. Karakteristik penderita tonsilitis
kronik di RSUP H adam malik medan tahun 2009. Bagian THT FK USU
RSUP H Adam Malik Medan. 2009.
13. Rahajoe NN., Supriyatno B., Setyanto DB. Buku Ajar Respirologi Anak.
Edisi Pertama. Ikatan Dokter Anak Indonesia. 2008.

Anda mungkin juga menyukai