Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila faucial), tonsila lingual (tonsila
pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band dinding faring/ Gerlach’s tonsil).
Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran
infeksi terjadi melalui udara (air borne droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada
semua umur, terutama pada anak.2,4
Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk strain
bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr, enterovirus, dan virus
herpes simplex. Salah satu penyebab tersering pada tonsilitis adalah bakteri grup A
Streptococus beta hemolitik (GABHS), 30% dari tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan
juga merupakan penyebab radang tenggorokan.1,2,4
Tonsilitis kronis merupakan salah satu penyakit yang paling umum dari daerah oral dan
ditemukan terutama di kelompok usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada
tonsil. Data dalam literatur menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh
kehadiran infeksi berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan
volume tonsil. Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan
adanya gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan
limfadenopati servikal dan submandibula. Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik
ialah rangsangan yang menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang
buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.2,4

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Tonsilitis Kronis


Tonsillitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari cincin
Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat di dalam rongga
mulut, yaitu tonsil faringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsil faucial), tonsil lingual (tonsil
pangkal lidah), tonsil tuba eustasius (lateral band dinding faring/Gerlach’s tonsil).1,2,4
Tonsilitis kronik adalah peradangan kronik tonsila palatina lebih dari 3 bulan setelah
serangan akut yang terjadi secara berulang-ulang (bersifat menahun). Yang dimaksud kronis
adalah apabila terjadi perubahan histologis pada tonsil, yaitu didapatkannya mikroabses yang
diselimuti oleh dinding jaringan fibrotik dan dikelilingi oleh zona sel – sel radang yang dapat
menjadi fokal infeksi bagi organ-organ lain, seperti sendi, ginjal, jantung dan lain-lain.1,6
Tonsilitis kronis umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut yang tidak mendapat
terapi adekuat. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis kronis
yang merupakan infeksi fokal. Tonsilitis berulang terutama terjadi pada anak-anak dan
diantara serangan tonsil tampak sehat. Tetapi tidak jarang tonsil diluar serangan terlihat
membesar disertai dengan hiperemi rigan yang mengenai pilar anterior dan apabila tonsil
ditekan dapat mengeluarkan detritus.1,2,4

2.2 Epidemiologi Tonsilitis Kronis


Tonsilitis paling sering terjadi pada anak-anak. Tonsilitis yang disebabkan oleh spesies
Streptokokus biasanya terjadi pada anak usia 5-15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih
sering terjadi pada anak-anak muda. Data epidemiologi menunjukkan bahwa penyakit
tonsilitis kronik merupakan penyakit yang sering terjadi pada usia 5-10 tahun dan dewasa
muda usia 15-25 tahun. Dalam suatu penelitian prevalensi Streptokokus group A yang
asimptomatis yaitu: 10,9% pada usia kurang dari 14 tahun, 2,3% pada usia 15-44 tahun, dan
0,6 % pada usia 45 tahun keatas. Menurut penelitian yang dilakukan di Skotlandia, usia
tersering penderita tonsilitis kronik adalah kelompok umur 14-29 tahun, yakni sebesar 50% .

2
Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita tonsilitis kronik terbanyak
sebesar 62 % pada kelompok usia 5-14 tahun.1,4,7

2.3 Etiologi Tonsilitis Kronis


Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari tonsilitis akut yang
mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase
resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan
tonsilitis akut, yang paling sering adalah kuman gram positif.1,2,4,7
Pada penderita tonsilitis kronik, jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus
beta hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring
dan nasofaring. Namun dapat menjadi patogen infeksius yang memerlukan pengobatan.
Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus, Pneumococcus,
Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob. Infeksi virus biasanya ringan dan
dapat tidak memerlukan pengobatan khusus karena dapat ditangani sendiri oleh daya tahan
tubuh. Penyebab paling banyak dari infeksi virus adalah adenovirus.1,2,4

2.4 Faktor Predisposisi Tonsilitis Kronis

Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsilitis kronik yaitu :2,4


1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat

2.5 Gejala Klinis Tonsilitis Kronis


Manifestasi klinik sangat bervariasi. Tanda-tanda bermakna adalah nyeri tenggorok
yang berulang atau menetap dan obstruksi saluran napas. Gejala lain yang dapat ditemukan
adalah demam, namun tidak mencolok.1,2,4

3
Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka akan ada tanda-
tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan, lesu, tidak nafsu makan,
pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak, ada kripte melebar, dan detritus.1,2,4

Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kripta
melebar dan beberapa kripta terisi oleh dendritus. Terasa ada yang mengganjal dan kering di
tenggorokan, serta napas yang berbau. Pada tonsilitis kronik juga sering disertai pembesaran
nodul servikal. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dimasukkan kedalam kategori tonsilitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi
disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat
yang purulen. (b) tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
dalam tonsilar bed dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak
eksudat yang purulen.2,4

Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :1

a. T0 : tonsil di dalam fossa atau sudah diangkat.


b. T1 : <25%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati pilar anterior sampai ¼ jarak pilar anterior- uvula.
c. T2 : 25-50%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati ¼ jarak pilar anterior-uvula sampai ½ jarak pilar anterior-uvula.
d. T3 : 50-75%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati ½ jarak pilar anterior-uvula sampai ¾ jarak pilar anterior-uvula.
e. T4 : >75%, volume tonsil dibandingkan dengan volume orofaring atau batas medial
tonsil melewati ¾ jarak pilar anterior-uvula sampai uvula atau lebih.

4
Gambar 1. Gambar Pembesaran Tonsil: (A) T1 (B) T2 (C) T3 (D) T41

Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat
menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat
menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala
yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis.2,7

2.6 Anatomi Fisiologi Tonsil


Tonsil adalah massa yang terdiri dari jaringan limfoid dan ditunjang oleh jaringan ikat
dengan kriptus didalamnya. Terdapat tiga macam tonsil yaitu tonsila faringeal (adenoid),
tonsil palatina dan tonsila lingual yang ketiga-tiganya membentuk lingkaran yang disebut
cincin Waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi melalui udara dan
makanan. Jaringan limfe pada cincin Waldeyer menjadi hipertrofi fisiologis pada masa
kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan tonsil pada usia 5 tahun, dan kemudian menjadi
atrofi pada masa pubertas. Tonsil palatina yang biasanya disebut tonsil saja terletak didalam
fossa tonsil. Pada kutub atas tonsil sering kali ditemukan celah intratonsil yang merupakan
sisa kantong pharynx yang kedua. Kutub bawah tonsil biasanya melekat pada dasar lidah.4,5

5
Gambar 2. Cincin Waldeyer5

Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga mulut.
Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari
arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Permukaan medial tonsil bentuknya
beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat
pada fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada
otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.2,5
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila
ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.2,5
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada
dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan
permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20
kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.
6
Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis. 2,5
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah : 2,5

1. Anterior : arcus palatoglossus


2. Posterior : arcus palatopharyngeus
3. Superior : palatum mole
4. Inferior : 1/3 posterior lidah
5. Medial : ruang orofaring
6. Lateral : kapsul dipisahkan oleh m. konstrictor faryngis superior oleh jaringan
areolar longgar. A. karotis interna terletan 2,5 cm dibelakang dan lateral tonsil.

Gambar 3. Struktur pada Orofaring.5

Tonsil palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar.
Tonsil palatina terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga
komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan
interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). 2,5
Tonsila palatina berada dalam fossa tonsilaris. Fossa tonsilaris adalah sebuah resessus
berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus palatoglossus di depan dan
arcus palatopharyngeus dibelakang. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior.
7
Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang
dinamakan fossa supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat dan biasanya merupakan tempat
nanah pecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila diliputi oleh fasia yang merupakan
bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan kapsul. 2,5

2.6.1 Vaskularisasi

Tonsil mendapat pendarahan dari cabang-cabang arteri karotis eksterna, yaitu 1)


arteri maksilaris eksterna (arteri fasialis) dengan cabangnya arteri tonsilaris dan arteri
palatina asenden; 2) arteri maksilaris interna dengan cabangnya arteri palatina
desenden; 3) arteri lingualis dengan cabangnya arteri lingualis dorsal; 4) arteri
faringeal asenden. Kutub bawah tonsil bagian anterior diperdarahi oleh arteri lingualis
dorsal dan bagian posterior oleh arteri palatina asenden, diantara kedua daerah tersebut
diperdarahi oleh arteri tonsilaris. Kutub atas tonsil diperdarahi oleh arteri faringeal
asenden dan arteri palatina desenden. Vena-vena dari tonsil membentuk pleksus yang
bergabung dengan pleksus dari faring. Aliran balik melalui pleksus vena di sekitar
kapsul tonsil, vena lidah dan pleksus faringea. 2,5

Gambar 4. Vaskularisasi tonsil


8
2.6.2 Inervasi Persarafan

Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves. 2,5

2.6.3 Imunologi

Tonsila palatina merupakan jaringan limfoepitel yang berperan penting sebagai


sistem pertahanan tubuh terutama terhadap protein asing yang masuk ke saluran
makanan atau masuk ke saluran nafas (virus, bakteri, dan antigen makanan).
Mekanisme pertahanan dapat bersifat spesifik atau non spesifik, apabila patogen
menembus lapisan epitel maka sel-sel fagositik mononuklear pertama-tama akan
mengenal dan mengeliminasi antigen. Tonsil merupakan jaringan limfoid yang
mengandung sel limfosit. Limfosit B membentuk kira-kira 50-60% dari limfosit
tonsilar. Sedangkan limfosit T pada tonsil adalah 40% dan 3% lagi adalah sel plasma
yang matang. Limfosit B berproliferasi di pusat germinal. Immunoglobulin (IgG, IgA,
IgM, IgD), komponen komplemen, interferon, lisozim dan sitokin berakumulasi di
jaringan tonsilar. Sel limfoid yang immunoreaktif pada tonsil dijumpai pada 4 area
yaitu epitel sel retikular, area ekstrafolikular, mantle zone pada folikel limfoid dan
pusat germinal pada folikel ilmfoid.2,5

Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu
pertama menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan kedua sebagai
organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 2,5

Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada
kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah
terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan
virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem
imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. Lokasi tonsil

9
sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 2,5

2.7 Patofisiologi Tonsilitis Kronis


Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kripte-kriptenya,
sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang mengandung kuman terhisap oleh
hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil), maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut
bersama makanan.2,4
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik yang melalui
hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh makrofag, Sel-sel
polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka pada suatu waktu tonsil
tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya kuman bersarang di tonsil. Pada
keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang infeksi (tonsil
sebagai fokal infeksi). Sewaktu – waktu kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya
pada keadaan umum yang menurun.2,4
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan produk-
produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat menimbulkan
penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau bahkan tidak ada gejala sama
sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari
sumber infeksi. Penyebaran kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran
jarak dekat biasanya terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara
hematogen. Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia.
Bakterimia adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan jaringan yang
mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk membunuh kuman-kuman karena
adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering terjadi bakterimia sementara. Bakterimia
sementara berlangsung selama 10 menit sampai beberapa jam setelah tindakan.2,4
Proses peradangan dimulai pada satu atau lebih kripta tonsil karena proses radang
berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis, sehingga pada proses
penyembuhan jaringan limfoid akan diganti oleh jaringan parut. Jaringan ini akan mengerut
10
sehingga kripta akan melebar. Secara klinis kripta ini akan tampak diisi oleh dendritus
(akumulasi epitel yang mati, sel leukosit yang mati dan bakteri yang menutupi kripta berupa
eksudat berwarna kekuning kuningan). Proses ini meluas hingga menembus kapsul dan
akhirnya timbul perlekatan dengan jaringan sekitar fossa tonsilaris. Sewaktu-waktu kuman
bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan imun yang menurun.2,4

2.8 Diagnosis Tonsilitis Kronis


2.8.1 Anamnesis
Pada anamnesis, penderita biasanya datang dengan keluhan tonsilitis berulang
berupa nyeri tenggorok berulang atau menetap, rasa ada yang mengganjal ditenggorok,
rasa kering di tenggorok, napas berbau, dan obstruksi pada saluran napas yang paling
sering disebabkan oleh adenoid yang hipertofi. Gejala lain yang dapat ditemukan
seperti demam, namun tidak mencolok. 1,2,4,6
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus melebar dan beberapa kripti terisi oleh detritus. Pada anak dapat ditemukan
adanya pembesaran kelenjar limfa submandibular. 1,2,4,6
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
Penatalaksanaan dengan antimikroba sering gagal untuk mengeradikasi kuman
patogen dan mencegah kekambuhan infeksi pada tonsil. Kegagalan mengeradikasi
organisme patogen disebabkan ketidaksesuaian pemberian antibiotika atau penetrasi
antibiotika yang inadekuat. Gold standard pemeriksaan tonsil adalah kultur dari dalam
tonsil. Kuman terbayak yang ditemukan yaitu Streptokokus beta hemolitikus diikuti
Staphylokokus aureus. Pada tonsillitis yang disebabakan oleh virus, pemeriksaan
serologi diperlukan dengan tes antibody dengan pemeriksaan darah lengkap. Hasil
pemeriksaan darah dengan representasi 50% limfosit dengan 10% limfosit atipikal
adalah nilai yang mendukung diagnosis.1,2,4

11
2.9 Diagnosis Banding Tonsilitis Kronis
a. Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam
darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan
dasar imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun dan frekuensi tertinggi pada usia sekitar 5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3
golongan yaitu: umum, lokal, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti
gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu
(pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat
eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan
albuminuria.2,4
b. Faringitis
Merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, trauma dan toksin. Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi. Gejala klinis secara umum
pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat
di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.2,3,4

12
2.10 Penatalaksanaan Tonsilitis Kronis
Penatalaksanaan untuk tonsilitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif.

a. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada keadaan higiene mulut dengan cara berkumur atau
obat isap, dan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotika pada penderita Tonsilitis
kronis eksaserbasi akut cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama
jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat
(jika bukan disebabkan mononukleosis). Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis
sering gagal dalam mengurangi dan mencegah rekurensi infeksi, baik karena
kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan
antibiotik.1,2,3,4
b. Operatif
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi
(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis
maupun berulang. 1,2,3,4
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology- Head and
Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
(a) Indikasi absolut :2.4,7
1. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
3. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
13
4. Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
5. Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)

(b) Indikasi relatif :2,4,7


1. Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
2. Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis kronis
tidak responsif terhadap terapi media
3. Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus yang
resisten terhadap antibiotik betalaktamase
4. Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma

Kontra indikasi :2,4,7


1. Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
2. Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya tidak
mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
3. Infeksi saluran nafas atas yang berulang
4. Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak terkontrol.
5. Celah pada palatum

Komplikasi Tonsilektomi

Komplikasi saat pembedahan dapat berupa perdarahan dan trauma akibat


alat. Jumlah perdarahan selama pembedahan tergantung pada keadaan pasien dan
faktor operatornya sendiri. Perdarahan mungkin lebih banyak bila terdapat
jaringan parut yang berlebihan atau adanya infeksi akut seperti tonsilitis akut atau
abses peritonsil. Pada operator yang lebih berpengalaman dan terampil,
kemungkinan terjadi manipulasi trauma dan kerusakan jaringan lebih sedikit
sehingga perdarahan juga akan sedikit. Perdarahan yang terjadi karena pembuluh
darah kapiler atau vena kecil yang robek umumnya berhenti spontan atau dibantu
14
dengan tampon tekan. Pendarahan yang tidak berhenti spontan atau berasal dari
pembuluh darah yang lebih besar, dihentikan dengan pengikatan atau dengan
kauterisasi. Bila dengan cara di atas tidak menolong, maka pada fosa tonsil
diletakkan tampon atau gelfoam kemudian pilar anterior dan pilar posterior
dijahit. Bila masih juga gagal, dapat dilakukan ligasi arteri karotis eksterna.2,8

2.11 Komplikasi Tonsilitis Kronis


Tonsilitis kronik dapat menimbulkan komplikasi ke daerah sekitarnya berupa rhinitis
kronik, sinusitis atau otitis media secara perkontinuitatum. Komplikasi jauh terjadi secara
hematogen atau limfogen dan dapat timbul endocarditis, artritis, myositis, nefritis, uvetis
iridosiklitis, dermatitis, pruritus, urtikaria, dan furunkulosis.2,4
Komplikasi dari tonsilitis kronis dapat terjadi secara perkontinuitatum ke daerah sekitar
atau secara hematogen atau limfogen ke organ yang jauh dari tonsil. Adapun berbagai
komplikasi yang kerap ditemui adalah sebagai berikut :2,4
1. Komplikasi sekitar tonsil
a. Peritonsilitis. Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa adanya
trismus dan abses.
b. Abses Peritonsilar (Quinsy). Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam ruang
peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang mengalami
supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi gigi.
c. Abses Parafaringeal. Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui aliran getah
bening atau pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil, faring, sinus
paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, os mastoid dan os petrosus.
d. Abses Retrofaring. Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring. Biasanya
terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang retrofaring masih berisi
kelenjar limfa.
2. Komplikasi Organ jauh
Radang kronik tonsil dapat menimbulkan komplikasi organ jauh atau sistemik seperti
demam rematik, penyakit jantung rematik dan glomerulonefritis.

15
2.12 Prognosis Tonsilitis Kronis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih
nyaman. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus.1,2,3

16
BAB III
LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : An. IGOD


Tanggal Lahir/Umur : 02-05-2011/8 tahun
Pekerjaan : Pelajar
Status : Belum Menikah
Pendidikan : SD
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Hindu
Suku/Bangsa : Indonesia
Alamat : Kamasan, Klungkung
Tanggal Masuk RS : 09 Desember 2019

B. ANAMNESIS

1. KELUHAN UTAMA : Rasa mengganjal di tenggorok

2. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


Pasien laki-laki usia 8 tahun datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-
KL RSUD Kabupaten Klungkung pada tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa
mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, rasa mengganjal di
tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat sejak 10 hari terakhir. Keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri menelan
rasa kering, dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri menelan yang dirasakan
tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami

17
gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang timbul.
Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.
Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 2 kali dalam 2 bulan terakhir,
keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut dirasakan terutama setelah pasien
mengkonsumsi minuman dingin, makanan ringan, permen dan terkadang keluhan tersebut
akan hilang sendiri tanpa pengobatan.
Riwayat telinga berair, trauma pada telinga, telinga terasa mendengung, rasa
penuh di telinga, nyeri pada dahi dan wajah, riwayat gigi berlubang disangkal oleh orang
tua pasien. Riwayat gangguan suara atau serak, sukar membuka mulut, sesak nafas
disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat jantung berdebar, nyeri persendian, riwayat mata
merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan dikulit juga disangkal oleh orang tua pasien.
Pasien sebelumnya sering berobat karena keluhan yang sama ke klinik disekitar
rumah saat serangan timbul (keluhan nyeri tenggorok), diberikan beberapa jenis obat, salah
satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang sementara , kemudian muncul kembali.
Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter THT, saat itu pasien tidak
dianjurkan untuk dilakukan operasi, hanya diberikan antibiotik, namun orang tua pasien
mengatakan bahwa pasien tidak teratur meminumnya.

3. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

- Pasien dikatakan sebelumnya sudah sering merasakan keluhan seperti ini sejak 2 bulan
yang lalu, yang dirasakan hilang timbul, dengan frekuensi lebih dari 2 kali dalam 2
bulan. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan, rasa kering,
dan gatal pada tenggorok, batuk, pilek dan demam yang dirasakan pasien terutama
ketika serangan. Nyeri dirasakan cukup berat hingga mengganggu makan dan minum
pasien. Keluhan nyeri menelan tersebut disertai dengan demam. Keluhan tersebut
dialami pasien sudah lebih dari 2 kali dalam 2 bulan terakhir, keluhan-keluhan yang
dirasakan saat serangan tersebut dirasakan terutama setelah pasien mengkonsumsi

18
minuman dingin, makanan ringan, permen dan terkadang keluhan tersebut akan hilang
sendiri tanpa pengobatan.
- Pasien sebelumnya sering berobat karena keluhan yang sama ke klinik disekitar rumah
saat serangan timbul (keluhan nyeri tenggorok), diberikan beberapa jenis obat, salah
satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang sementara , kemudian muncul
kembali. Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter THT, saat itu
pasien tidak dianjurkan untuk dilakukan operasi, hanya diberikan antibiotik, namun
orang tua pasien mengatakan bahwa pasien tidak teratur meminumnya.
- Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis dan asma disangkal oleh orang tua pasien.
- Pasien memiliki riwayat alergi pada debu, dan gejala alergi pasien bersin-bersin. Pasien
sering mengalami batuk pilek apabila menghirup debu.
- Pasien memliki riwayat perawatan di Rumah Sakit, dan operasi karena Hernia
Irreponible pada tanggal 02 Januari 2019.
- Riwayat operasi THT disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.

4. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA


Dalam keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Riwayat penyakit
seperti asma, hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, dan penyakit lainnya
disangkal oleh orang tua pasien.

5. RIWAYAT PRIBADI DAN SOSIAL


Orang tua pasien mengatakan pasien sering mengkonsumsi makanan ringan, seperti
snack, permen, dan minuman dingin. Pasien menggosok gigi sekali dalam sehari, yaitu
saat mandi pagi. Pasien juga tidak pernah melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan
mulut ke dokter gigi atau ke puskesmas.

19
C. PEMERIKSAAN FISIK

I. STATUS PRESENT :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36.2˚C
Pernapasan : 22x/menit
Berat badan : 19 kg

II. STATUS GENERALIS


a. Kepala : Normochepali
b. Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-), refleks pupil (+/+)
diameter 3mm/3mm isokor, edama palpebral (-/-).
c. THT : Sesuai status lokalis.
d. Leher : Pembesaran KGB (-), pembesaran tiroid (-), pembesaran kelenjar
parotis (-).
e. Thoraks
Cor : S1S2 tunggal regular, murmur (-)
Pulmo :
Vesikuler + + Rhonki - - Wheezing - -
+ + - - - -
+ + - - - -

f. Abdomen : Peradangan (-), Distensi (-), massa (-), nyeri tekan (-), bising usus (+)
peristaltik usus 10x/menit.
g. Ekstremitas : edema - - pucat - - hangat + +
- - - - + +

20
III. STATUS LOKALIS

TELINGA

KANAN KIRI
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak Nyeri
Penarikan daun telinga Tidak nyeri Tidak Nyeri
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Liang telinga Lapang, nanah (-), serumen Lapang, nanah (-), serumen (-),
(-), sekret (-), hiperemis (-), sekret (-), hiperemis (-), oedem
oedem (-) (-)
Membran timpani Retraksi (-), hiperemi (-), Retraksi (-), hiperemi (-),
edema (-), perforasi (-), cone edema (-), perforasi (-), cone of
of light (+), gambaran light (+), gambaran pulsasi (-)
pulsasi (-)

TES PENALA
TEST KANAN KIRI
Rinne Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Weber Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Swabach Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Penala yang dipakai - -

21
IV. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL

 Bentuk : Normal, tidak ada deformitas


 Tanda peradangan : Hiperemis (-), Panas (-), Nyeri (-), Bengkak (-)
 Vestibulum : Hiperemis -/-, sekret -/-
 Cavum nasi : Lapang +/+, edema -/-, hiperemis -/-
 Mukosa : merah muda +/+
 Tumor : -/-
 Konka : dekongesti/dekongesti
 Meatus nasi medius : Sekret -/-
 Septum nasi : Deviasi -/-, abses -/-
 Pasase udara : Hambatan -/-
 Daerah sinus frontalis : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)
 Daerah sinus maksilaris : Tidak ada kelainan, nyeri tekan (-)

V. RHINOPHARYNX (RHINOSKOPI POSTERIOR)


Tidak dilakukan pemeriksaan

VI. PEMERIKSAAN TRANSILUMINASI

KANAN KIRI
Sinus frontalis, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan

22
VII.TENGGOROK

PHARYNX

 Dinding pharynx : merah muda, hiperemis (-), granular (-)


 Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-
)
 Tonsil :
- Ukuran T3/T3
- Hiperemis +/+
- Permukaan mukosa tidak rata/granular (+/+)
- Kripta melebar +/+
- Detritus +/+
- Perlengketan -/-
 Uvula : letak di tengah, hiperemis (-)
 Gigi : gigi lengkap, caries (-)
 Lain-lain : radang ginggiva (-), post nasal drip (-)

LARING (Laringoskopi)
Tidak dilakukan

VIII. LEHER

 Kelenjar limfe submandibula : tidak teraba membesar


 Kelenjar limfe servikal : tidak teraba membesar

23
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap (09/12/2019):
Test Nilai (hasil) Nilai normal Keterangan

Hemoglobin 12,0 g/dL 10,8-14,2 g/Dl N

Lekosit 14,73 ribu/uL 3,5-10 ribu/Ul H

Neutrofil 51% 39,3-73,7% N

Limfosit 37,0% 18,0-48,3% N

Monosit 7,8% 4,4-12,7% N

Eosinofil 3,12% ,600-7,30% N

Basofil 1,22% 0,00-1,70% N

Eritrosit 4,7 juta/uL 3,5 - 5,5 juta/Ul N

Hematokrit 35,8% 35-55% N

MCV 76,2 fL 81,1-96 fL L

MCH 25,5 pg 27,0-31,2 pg L

MCHC 33,4% 31,5-35,0% N

RDW-CV 13,77% 11,5-14,5% N

24
Trombosit 413 ribu/uL 145-450 ribu/uL N

MPV 6,17 fL 6,90-10,6 fL L

- Bleeding time : 1:30 menit (normal 1-3 menit)


- Cloting time : 9:00 menit (normal 6-15 menit)

E. RESUME

Pasien laki-laki usia 8 tahun datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL
RSUD Kabupaten Klungkung pada tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa
mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, rasa mengganjal di
tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat sejak 10 hari terakhir. Keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri menelan,
rasa kering dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri menelan yang dirasakan
tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang timbul.
Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.

Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 2 kali dalam 2 bulan terakhir,
keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut dirasakan terutama setelah pasien
mengkonsumsi minuman dingin, makanan ringan, permen dan terkadang keluhan tersebut
akan hilang sendiri tanpa pengobatan. Riwayat telinga berair, trauma pada telinga, telinga
terasa mendengung, rasa penuh di telinga, nyeri pada dahi dan wajah, riwayat gigi berlubang
disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat gangguan suara atau serak, sukar membuka mulut,
sesak nafas disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat jantung berdebar, nyeri persendian,
riwayat mata merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan dikulit juga disangkal oleh
orang tua pasien.

25
Pasien sebelumnya sering berobat karena keluhan yang sama ke klinik disekitar
rumah saat serangan timbul (keluhan nyeri tenggorok), diberikan beberapa jenis obat, salah
satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang sementara , kemudian muncul kembali.
Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter THT, saat itu pasien tidak
dianjurkan untuk dilakukan operasi, hanya diberikan antibiotik, namun orang tua pasien
mengatakan bahwa pasien tidak teratur meminumnya.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal, status generalis
dalam batas normal, status THT : hidung dan telinga dalam batas normal, sedangkan
tenggorokan, didapatkan gambaran dinding pharynx : hiperemis (-), granular (-). Arkus
pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-). Tonsil : T3/T3, hiperemis (+/+), permukaan
mukosa tidak rata / granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan didapatkan detritus (+/+).

F. DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronis

Dasar diagnosis:

Diagnosis kerja tonsillitis kronis diambil berdasarkan hasil anamnesis, dan


pemeriksaan fisik pasien, sedangkan untuk pemeriksaan penunjang tidak dilakukan.

Anamnesis:

- Rasa mengganjal di tenggorok sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 10 hari
terakhir, disertai riwayat nyeri menelan, rasa kering, dan gatal pada tenggorok.
- Sejak ±2 bulan yang lalu, pasien sering merasa seperti ada yang mengganjal di
tenggorokan, nyeri tenggorokan, demam, mengalami gangguan tidur, sulit bernapas
saat tidur, dan mendengkur saat tidur (ngorok). Keluhan dirasakan sudah lebih dari 2
kali dalam 2 bulan terakhir.
- Riwayat pribadi dan sosial : konsumsi minuman dingin, makanan ringan (snack),
permen.

26
Pemeriksaan fisik tenggorokan :

- Dinding pharynx : hiperemis (-), granular (-). Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-),
edema (-). Tonsil : T3/T3, hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata /
granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan didapatkan detritus (+/+).

G. PENATALAKSANAAN
- MRS
- Pro tonsilektomi, planning tanggal 10 Desember 2019
- Informed Consent
- Puasa 8 jam sebelum operasi
- Berdoa

H. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : bonam

27
BAB IV
PEMBAHASAN

Pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. Secara epidemiologi pasien
termasuk dalam kelompok usia yang paling sering menderita tonsillitis kronis. Pasien datang
datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL RSUD Kabupaten Klungkung pada
tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat
sejak 10 hari terakhir. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan nyeri menelan, rasa kering dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri
menelan yang dirasakan tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengalami gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang
timbul. Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya. Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 2 kali
dalam 2 bulan terakhir. Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan, keluhan tersebut sesuai
dengan gejala tonsillitis kronis. Keluarga pasien mengatakan, pasien sering mengkonsumsi
makanan dan minuman dingin secara berlebihan, makanan ringan (snack), dan permen.
Berdasarkan teori, adanya rangsangan yang menahun dari makanan yang bersifat iritan dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya tonsillitis kronis.
Saat dilakukan pemeriksaan tenggorokan didapatkan gambaran dinding pharynx :
hiperemis (-), granular (-). Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-). Tonsil : T3/T3,
hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata / granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan
didapatkan detritus (+/+). Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, keluhan tersebut
sesuai dengan gejala tonsillitis kronis. Terapi yang diusulkan pada pasien adalah tonsilektomi.
Hal tersebut sesuai dengan kriteria dari The American Academy of Otolaryngology-Head and
Neck Surgery (AAO-HNS) yaitu pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi jalan napas
karena hipertrofi tonsil, dan gangguan menelan merupakan indikasi absolut untuk dilakukan
tonsilektomi.

28
BAB V
KESIMPULAN

Tonsillitis kronis merupakan peradangan tonsil yang persisten. Etiologi dari tonsillitis
kronis adalah sama dengan tonsillitis akut antara lain bakteri, virus, jamur, dan parasit. Bakteri
yang paling banyak menyebabkan tonsillitis kronis adalah Streptococcus Beta Haemolyticus
grup A. Secara umum, manifestasi yang sering ditemukan adalah rasa mengganjal di
tenggorokan, nyeri tenggorokan terus menerus disertai dengan rasa nyeri menelan. Ukuran tonsil
yang membesar dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan, dengan yang biasa ditemukan adalah mengorok saat tidur. Penatalaksaaan
utama pada tonsillitis kronis adalah tonsilektomi atau pengangkatan tonsil.
Pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. Secara epidemiologi pasien
termasuk dalam kelompok usia yang paling sering menderita tonsillitis kronis. Pasien datang
datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL RSUD Kabupaten Klungkung pada
tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat
sejak 10 hari terakhir. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan nyeri menelan, rasa kering dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri
menelan yang dirasakan tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengalami gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang
timbul. Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.
Saat dilakukan pemeriksaan tenggorokan didapatkan gambaran dinding pharynx :
hiperemis (-), granular (-). Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-). Tonsil : T3/T3,
hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata / granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan
didapatkan detritus (+/+). Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan yang dilakukan, keluhan
tersebut sesuai dengan gejala tonsillitis kronis. Terapi yang diusulkan pada pasien adalah
tonsilektomi.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Udayan, K.S. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess Treatment and Management. [online].

2017. [cited, 2018 Juli 20]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

2. Adams, George L. 2013. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. EGC

3. Udayan, K.S. Tonsillitis and Pharyngitis Empiric Therapy. [online]. 2017. [cited, 2018 Juli

20]. Available from URL: http://emedicine.medscape.com/

4. Soepardi, E.A., dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala

dan Leher. Edisi ketujuh. Jakarta. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

5. Anne, M.R. Agur and Arthur F. Dalley. 2013. Grant’s Atlas of Anatomy. 13th edition. Two

Commerce Square Baltimore, MD 21201 2001 Market Street. Philadelphia.

6. Luciana, Guedes Vilela Reis, dkk. 2013. Tonsillar Hyperplasia and Reccurent Tonsillitis :

clinical-histological correlation. Brazilian Journal of Otorhinolaryngology.

7. Klaus Stelter. 2014. Tonsillitis and Sore Throat in Children. Volume 13. GMS Current

Topics in Otorhinolaryngology - Head and Neck Surgery.

8. Amelia, F. Drake. Tonsillectomy. [online]. 2017. [cited, 2018 Juli 20]. Available from URL:

http://emedicine.medscape.com/s

30

Anda mungkin juga menyukai