PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Sedangkan Kisve pada penelitiannya memperoleh data penderita tonsilitis kronik terbanyak
sebesar 62 % pada kelompok usia 5-14 tahun.1,4,7
3
Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka akan ada tanda-
tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan, lesu, tidak nafsu makan,
pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak, ada kripte melebar, dan detritus.1,2,4
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata, kripta
melebar dan beberapa kripta terisi oleh dendritus. Terasa ada yang mengganjal dan kering di
tenggorokan, serta napas yang berbau. Pada tonsilitis kronik juga sering disertai pembesaran
nodul servikal. Pada umumnya terdapat dua gambaran tonsil yang secara menyeluruh
dimasukkan kedalam kategori tonsilitis kronik berupa (a) pembesaran tonsil karena hipertrofi
disertai perlekatan kejaringan sekitarnya, kripta melebar di atasnya tertutup oleh eksudat
yang purulen. (b) tonsil tetap kecil, biasanya mengeriput, kadang-kadang seperti terpendam
dalam tonsilar bed dengan bagian tepinya hiperemis, kripta melebar dan diatasnya tampak
eksudat yang purulen.2,4
Berdasarkan rasio perbandingan tonsil dengan orofaring, dengan mengukur jarak antara
kedua pilar anterior dibandingkan dengan jarak permukaan medial kedua tonsil, maka gradasi
pembesaran tonsil dapat dibagi menjadi :1
4
Gambar 1. Gambar Pembesaran Tonsil: (A) T1 (B) T2 (C) T3 (D) T41
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas yang dapat
menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi hiperkapnia dan dapat
menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat menyebabkan apnea waktu tidur, gejala
yang paling umum adalah mendengkur yang dapat diketahui dalam anamnesis.2,7
5
Gambar 2. Cincin Waldeyer5
Tonsil faringeal dalam kapsulnya terletak pada mukosa dinding lateral rongga mulut.
Di depan tonsil, arkus faring anterior disusun oleh otot palatoglosus, dan dibelakang dari
arkus faring posterior disusun oleh otot palatofaringeus. Permukaan medial tonsil bentuknya
beraneka ragam dan mempunyai celah yang disebut kriptus. Epitel yang melapisi tonsil ialah
epitel skuamosa yang juga meliputi kriptus. Didalam kriptus biasanya ditemukan leukosit,
limfosit, epitel yang terlepas, bakteri dan sisa makanan. Permukaan lateral tonsil melekat
pada fasia pharynx yang sering juga disebut kapsul tonsil. Kapsul ini tidak melekat erat pada
otot pharynx, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.2,5
Tonsil lingual terletak di dasar lidah dan dibagi menjadi dua oleh ligamentum
glosoepiglotica. Di garis tengah, di sebelah anterior massa ini terdapat foramen sekum pada
apeks, yaitu sudut yang terbentuk oleh papilla sirkum valata. Tempat ini kadang-kadang
menunjukkan penjalaran duktus tiroglossus dan secara klinik merupakan tempat penting bila
ada massa tiroid lingual (lingual thyroid) dan kista duktus tiroglosus.2,5
Tonsilla palatina adalah dua massa jaringan limfoid berbentuk ovoid yang terletak pada
dinding lateral orofaring dalam fossa tonsillaris. Tiap tonsilla ditutupi membran mukosa dan
permukaan medialnya yang bebas menonjol kedalam faring. Permukaannnya tampak
berlubang-lubang kecil yang berjalan ke dalam cryptae tonsillares yang berjumlah 6-20
kripte. Pada bagian atas permukaan medial tonsilla terdapat sebuah celah intratonsil dalam.
6
Permukaan lateral tonsilla ditutupi selapis jaringan fibrosa yang disebut capsula tonsilla
palatina, terletak berdekatan dengan tonsilla lingualis. 2,5
Adapun struktur yang terdapat disekitar tonsilla palatina adalah : 2,5
Tonsil palatina berbentuk oval dengan panjang 2-5 cm. Tonsil tidak selalu mengisi
seluruh fossa tonsilaris, daerah yang kosong diatasnya dikenal sebagai fossa supratonsilar.
Tonsil palatina terletak di lateral orofaring. Secara mikroskopik tonsil terdiri atas tiga
komponen yaitu jaringan ikat, folikel germinativum (merupakan sel limfoid) dan jaringan
interfolikel (terdiri dari jaringan limfoid). 2,5
Tonsila palatina berada dalam fossa tonsilaris. Fossa tonsilaris adalah sebuah resessus
berbentuk segitiga pada dinding lateral orofaring diantara arcus palatoglossus di depan dan
arcus palatopharyngeus dibelakang. Batas lateralnya adalah m.konstriktor faring superior.
7
Pada batas atas yang disebut kutub atas (upper pole) terdapat suatu ruang kecil yang
dinamakan fossa supra tonsila. Fossa ini berisi jaringan ikat dan biasanya merupakan tempat
nanah pecah keluar bila terjadi abses. Fossa tonsila diliputi oleh fasia yang merupakan
bagian dari fasia bukofaring, dan disebut kapsul yang sebenarnya bukan kapsul. 2,5
2.6.1 Vaskularisasi
Tonsil bagian bawah mendapat sensasi dari cabang serabut saraf ke IX (nervus
glosofaringeal) dan juga dari cabang desenden lesser palatine nerves. 2,5
2.6.3 Imunologi
Tonsil merupakan organ limfatik sekunder yang diperlukan untuk diferensiasi dan
proliferasi limfosit yang sudah disensitisasi. Tonsil mempunyai 2 fungsi utama yaitu
pertama menangkap dan mengumpulkan bahan asing dengan efektif dan kedua sebagai
organ utama produksi antibodi dan sensitisasi sel limfosit T dengan antigen spesifik. 2,5
Tonsil merupakan jaringan kelenjar limfa yang berbentuk oval yang terletak pada
kedua sisi belakang tenggorokan. Dalam keadaan normal tonsil membantu mencegah
terjadinya infeksi. Tonsil bertindak seperti filter untuk memperangkap bakteri dan
virus yang masuk ke tubuh melalui mulut dan sinus. Tonsil juga menstimulasi sistem
imun untuk memproduksi antibodi untuk membantu melawan infeksi. Lokasi tonsil
9
sangat memungkinkan terpapar benda asing dan patogen, selanjutnya membawanya ke
sel limfoid. Aktivitas imunologi terbesar tonsil ditemukan pada usia 3 – 10 tahun. 2,5
11
2.9 Diagnosis Banding Tonsilitis Kronis
a. Tonsilitis difteri
Disebabkan oleh kuman Corynebacterium diphteriae. Tidak semua orang yang
terinfeksi oleh kuman ini akan sakit. Keadaan ini tergantung pada titer antitoksin dalam
darah. Titer antitoksin sebesar 0,03 sat/cc darah dapat dianggap cukup memberikan
dasar imunitas. Tonsilitis difteri sering ditemukan pada anak berusia kurang dari 10
tahun dan frekuensi tertinggi pada usia sekitar 5 tahun. Gejala klinik terbagi dalam 3
golongan yaitu: umum, lokal, dan gejala akibat eksotoksin. Gejala umum sama seperti
gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak putih kotor
yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk membran semu
(pseudomembran) yang melekat erat pada dasarnya sehingga bila diangkat akan mudah
berdarah. Jika infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck). Gejala akibat
eksotoksin akan menimbulkan kerusakan jaringan tubuh yaitu pada jantung dapat terjadi
miokarditis sampai decompensatio cordis, pada saraf kranial dapat menyebabkan
kelumpuhan otot palatum dan otot-otot pernapasan dan pada ginjal menimbulkan
albuminuria.2,4
b. Faringitis
Merupakan peradangan dinding faring yang dapat disebabkan oleh virus, bakteri,
alergi, trauma dan toksin. Infeksi bakteri dapat menyebabkan kerusakan jaringan yang
hebat, karena bakteri ini melepskan toksin ektraseluler yang dapat menimbulkan demam
reumatik, kerusakan katup jantung, glomerulonephritis akut karena fungsi glomerulus
terganggu akibat terbentuknya kompleks antigen antibodi. Gejala klinis secara umum
pada faringitis berupa demam, nyeri tenggorok, sulit menelan, dan nyeri kepala. Pada
pemeriksaan tampak tonsil membesar, faring dan tonsil hiperemis dan terdapat eksudat
di permukaannya. Beberapa hari kemudian timbul bercak petechiae pada palatum dan
faring. Kelenjar limfa anterior membesar, kenyal, dan nyeri pada penekanan.2,3,4
12
2.10 Penatalaksanaan Tonsilitis Kronis
Penatalaksanaan untuk tonsilitis kronik terdiri atas terapi medikamentosa dan operatif.
a. Medikamentosa
Terapi ini ditujukan pada keadaan higiene mulut dengan cara berkumur atau
obat isap, dan pemberian antibiotik. Pemberian antibiotika pada penderita Tonsilitis
kronis eksaserbasi akut cephaleksin ditambah metronidazole, klindamisin (terutama
jika disebabkan mononukleosis atau abses), amoksisilin dengan asam klavulanat
(jika bukan disebabkan mononukleosis). Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis
sering gagal dalam mengurangi dan mencegah rekurensi infeksi, baik karena
kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan
antibiotik.1,2,3,4
b. Operatif
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejala-gejala.
Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi tenggorokan
sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat irigasi gigi
(oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi kronis
maupun berulang. 1,2,3,4
Indikasi tonsilektomi menurut American Academy of Otolaryngology- Head and
Neck Surgery Clinical Indicators Compendium tahun 1995 menetapkan :
(a) Indikasi absolut :2.4,7
1. Pembesaran tonsil yang menyebabkan sumbatan jalan nafas atas, disfagia
menetap, gangguan tidur atau komplokasi kardiopulmunar.
2. Tonsil hipertrofi yang menimbulkan maloklusi gigi dan menyebabkan
gangguan pertumbuhan orofacial
3. Rhinitis dan sinusitis yang kronis, peritonsilitis, abses peritonsil yang
tidak hilang dengan pengobatan. Otitis media efusi atau otitis media
supuratif.
13
4. Tonsilitis yang menimbulkan febris dan konvulsi
5. Biopsi untuk menentukan jaringan yang patologis (dicurigai keganasan)
Komplikasi Tonsilektomi
15
2.12 Prognosis Tonsilitis Kronis
Tonsilitis biasanya sembuh dalam beberapa hari dengan beristrahat dan pengobatan
suportif. Menangani gejala-gejala yang timbul dapat membuat penderita Tonsilitis lebih
nyaman. Gejala-gejala yang tetap ada dapat menjadi indikasi bahwa penderita mengalami
infeksi saluran nafas lainnya, infeksi yang sering terjadi yaitu infeksi pada telinga dan
sinus.1,2,3
16
BAB III
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
B. ANAMNESIS
17
gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang timbul.
Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.
Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 2 kali dalam 2 bulan terakhir,
keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut dirasakan terutama setelah pasien
mengkonsumsi minuman dingin, makanan ringan, permen dan terkadang keluhan tersebut
akan hilang sendiri tanpa pengobatan.
Riwayat telinga berair, trauma pada telinga, telinga terasa mendengung, rasa
penuh di telinga, nyeri pada dahi dan wajah, riwayat gigi berlubang disangkal oleh orang
tua pasien. Riwayat gangguan suara atau serak, sukar membuka mulut, sesak nafas
disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat jantung berdebar, nyeri persendian, riwayat mata
merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan dikulit juga disangkal oleh orang tua pasien.
Pasien sebelumnya sering berobat karena keluhan yang sama ke klinik disekitar
rumah saat serangan timbul (keluhan nyeri tenggorok), diberikan beberapa jenis obat, salah
satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang sementara , kemudian muncul kembali.
Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter THT, saat itu pasien tidak
dianjurkan untuk dilakukan operasi, hanya diberikan antibiotik, namun orang tua pasien
mengatakan bahwa pasien tidak teratur meminumnya.
- Pasien dikatakan sebelumnya sudah sering merasakan keluhan seperti ini sejak 2 bulan
yang lalu, yang dirasakan hilang timbul, dengan frekuensi lebih dari 2 kali dalam 2
bulan. Pasien juga mengeluhkan rasa sakit di tenggorok, nyeri menelan, rasa kering,
dan gatal pada tenggorok, batuk, pilek dan demam yang dirasakan pasien terutama
ketika serangan. Nyeri dirasakan cukup berat hingga mengganggu makan dan minum
pasien. Keluhan nyeri menelan tersebut disertai dengan demam. Keluhan tersebut
dialami pasien sudah lebih dari 2 kali dalam 2 bulan terakhir, keluhan-keluhan yang
dirasakan saat serangan tersebut dirasakan terutama setelah pasien mengkonsumsi
18
minuman dingin, makanan ringan, permen dan terkadang keluhan tersebut akan hilang
sendiri tanpa pengobatan.
- Pasien sebelumnya sering berobat karena keluhan yang sama ke klinik disekitar rumah
saat serangan timbul (keluhan nyeri tenggorok), diberikan beberapa jenis obat, salah
satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang sementara , kemudian muncul
kembali. Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter THT, saat itu
pasien tidak dianjurkan untuk dilakukan operasi, hanya diberikan antibiotik, namun
orang tua pasien mengatakan bahwa pasien tidak teratur meminumnya.
- Riwayat penyakit hipertensi, kencing manis dan asma disangkal oleh orang tua pasien.
- Pasien memiliki riwayat alergi pada debu, dan gejala alergi pasien bersin-bersin. Pasien
sering mengalami batuk pilek apabila menghirup debu.
- Pasien memliki riwayat perawatan di Rumah Sakit, dan operasi karena Hernia
Irreponible pada tanggal 02 Januari 2019.
- Riwayat operasi THT disangkal oleh pasien dan keluarga pasien.
19
C. PEMERIKSAAN FISIK
I. STATUS PRESENT :
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tensi : 120/70 mmHg
Nadi : 86x/menit
Suhu : 36.2˚C
Pernapasan : 22x/menit
Berat badan : 19 kg
f. Abdomen : Peradangan (-), Distensi (-), massa (-), nyeri tekan (-), bising usus (+)
peristaltik usus 10x/menit.
g. Ekstremitas : edema - - pucat - - hangat + +
- - - - + +
20
III. STATUS LOKALIS
TELINGA
KANAN KIRI
Bentuk Daun Telinga Normal Normal
Deformitas (-) Deformitas (-)
Kelainan Kongenital Tidak ada Tidak ada
Tumor Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan tragus Tidak nyeri Tidak Nyeri
Penarikan daun telinga Tidak nyeri Tidak Nyeri
Regio mastoid Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
Liang telinga Lapang, nanah (-), serumen Lapang, nanah (-), serumen (-),
(-), sekret (-), hiperemis (-), sekret (-), hiperemis (-), oedem
oedem (-) (-)
Membran timpani Retraksi (-), hiperemi (-), Retraksi (-), hiperemi (-),
edema (-), perforasi (-), cone edema (-), perforasi (-), cone of
of light (+), gambaran light (+), gambaran pulsasi (-)
pulsasi (-)
TES PENALA
TEST KANAN KIRI
Rinne Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Weber Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Swabach Tidak Dilakukan Tidak Dilakukan
Penala yang dipakai - -
21
IV. HIDUNG DAN SINUS PARANASAL
KANAN KIRI
Sinus frontalis, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Sinus maksilaris, grade: Tidak dilakukan Tidak dilakukan
22
VII.TENGGOROK
PHARYNX
LARING (Laringoskopi)
Tidak dilakukan
VIII. LEHER
23
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium darah lengkap (09/12/2019):
Test Nilai (hasil) Nilai normal Keterangan
24
Trombosit 413 ribu/uL 145-450 ribu/uL N
E. RESUME
Pasien laki-laki usia 8 tahun datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL
RSUD Kabupaten Klungkung pada tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa
mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2 bulan yang lalu, rasa mengganjal di
tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat sejak 10 hari terakhir. Keluhan
dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga mengeluhkan nyeri menelan,
rasa kering dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri menelan yang dirasakan
tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga mengalami
gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang timbul.
Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.
Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 2 kali dalam 2 bulan terakhir,
keluhan-keluhan yang dirasakan saat serangan tersebut dirasakan terutama setelah pasien
mengkonsumsi minuman dingin, makanan ringan, permen dan terkadang keluhan tersebut
akan hilang sendiri tanpa pengobatan. Riwayat telinga berair, trauma pada telinga, telinga
terasa mendengung, rasa penuh di telinga, nyeri pada dahi dan wajah, riwayat gigi berlubang
disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat gangguan suara atau serak, sukar membuka mulut,
sesak nafas disangkal oleh orang tua pasien. Riwayat jantung berdebar, nyeri persendian,
riwayat mata merah, mata berair, gatal-gatal dan kemerahan dikulit juga disangkal oleh
orang tua pasien.
25
Pasien sebelumnya sering berobat karena keluhan yang sama ke klinik disekitar
rumah saat serangan timbul (keluhan nyeri tenggorok), diberikan beberapa jenis obat, salah
satunya antibiotik, namun keluhannya hanya hilang sementara , kemudian muncul kembali.
Sekitar 2 bulan yang lalu saat serangan, pasien berobat ke dokter THT, saat itu pasien tidak
dianjurkan untuk dilakukan operasi, hanya diberikan antibiotik, namun orang tua pasien
mengatakan bahwa pasien tidak teratur meminumnya.
Dari hasil pemeriksaan tanda-tanda vital dalam batas normal, status generalis
dalam batas normal, status THT : hidung dan telinga dalam batas normal, sedangkan
tenggorokan, didapatkan gambaran dinding pharynx : hiperemis (-), granular (-). Arkus
pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-). Tonsil : T3/T3, hiperemis (+/+), permukaan
mukosa tidak rata / granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan didapatkan detritus (+/+).
F. DIAGNOSIS
Tonsilitis Kronis
Dasar diagnosis:
Anamnesis:
- Rasa mengganjal di tenggorok sejak 2 bulan yang lalu dan memberat sejak 10 hari
terakhir, disertai riwayat nyeri menelan, rasa kering, dan gatal pada tenggorok.
- Sejak ±2 bulan yang lalu, pasien sering merasa seperti ada yang mengganjal di
tenggorokan, nyeri tenggorokan, demam, mengalami gangguan tidur, sulit bernapas
saat tidur, dan mendengkur saat tidur (ngorok). Keluhan dirasakan sudah lebih dari 2
kali dalam 2 bulan terakhir.
- Riwayat pribadi dan sosial : konsumsi minuman dingin, makanan ringan (snack),
permen.
26
Pemeriksaan fisik tenggorokan :
- Dinding pharynx : hiperemis (-), granular (-). Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-),
edema (-). Tonsil : T3/T3, hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata /
granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan didapatkan detritus (+/+).
G. PENATALAKSANAAN
- MRS
- Pro tonsilektomi, planning tanggal 10 Desember 2019
- Informed Consent
- Puasa 8 jam sebelum operasi
- Berdoa
H. PROGNOSIS
Ad Vitam : bonam
Ad Functionam : bonam
Ad Sanationam : bonam
27
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. Secara epidemiologi pasien
termasuk dalam kelompok usia yang paling sering menderita tonsillitis kronis. Pasien datang
datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL RSUD Kabupaten Klungkung pada
tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat
sejak 10 hari terakhir. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan nyeri menelan, rasa kering dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri
menelan yang dirasakan tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengalami gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang
timbul. Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya. Keluhan tersebut dialami pasien sudah lebih dari 2 kali
dalam 2 bulan terakhir. Berdasarkan hasil anamnesis yang dilakukan, keluhan tersebut sesuai
dengan gejala tonsillitis kronis. Keluarga pasien mengatakan, pasien sering mengkonsumsi
makanan dan minuman dingin secara berlebihan, makanan ringan (snack), dan permen.
Berdasarkan teori, adanya rangsangan yang menahun dari makanan yang bersifat iritan dapat
menjadi faktor predisposisi terjadinya tonsillitis kronis.
Saat dilakukan pemeriksaan tenggorokan didapatkan gambaran dinding pharynx :
hiperemis (-), granular (-). Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-). Tonsil : T3/T3,
hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata / granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan
didapatkan detritus (+/+). Berdasarkan hasil pemeriksaan yang dilakukan, keluhan tersebut
sesuai dengan gejala tonsillitis kronis. Terapi yang diusulkan pada pasien adalah tonsilektomi.
Hal tersebut sesuai dengan kriteria dari The American Academy of Otolaryngology-Head and
Neck Surgery (AAO-HNS) yaitu pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi jalan napas
karena hipertrofi tonsil, dan gangguan menelan merupakan indikasi absolut untuk dilakukan
tonsilektomi.
28
BAB V
KESIMPULAN
Tonsillitis kronis merupakan peradangan tonsil yang persisten. Etiologi dari tonsillitis
kronis adalah sama dengan tonsillitis akut antara lain bakteri, virus, jamur, dan parasit. Bakteri
yang paling banyak menyebabkan tonsillitis kronis adalah Streptococcus Beta Haemolyticus
grup A. Secara umum, manifestasi yang sering ditemukan adalah rasa mengganjal di
tenggorokan, nyeri tenggorokan terus menerus disertai dengan rasa nyeri menelan. Ukuran tonsil
yang membesar dapat menyebabkan obstruksi saluran pernapasan yang dapat menyebabkan
gangguan pernapasan, dengan yang biasa ditemukan adalah mengorok saat tidur. Penatalaksaaan
utama pada tonsillitis kronis adalah tonsilektomi atau pengangkatan tonsil.
Pasien merupakan seorang anak laki-laki berusia 8 tahun. Secara epidemiologi pasien
termasuk dalam kelompok usia yang paling sering menderita tonsillitis kronis. Pasien datang
datang diantar oleh orang tuanya ke Poliklinik THT-KL RSUD Kabupaten Klungkung pada
tanggal 09 Desember 2019 dengan keluhan rasa mengganjal di tenggorok yang dirasakan sejak 2
bulan yang lalu, rasa mengganjal di tenggorok dirasakan terus menerus dan semakin memberat
sejak 10 hari terakhir. Keluhan dirasakan hilang timbul sejak 2 bulan yang lalu. Pasien juga
mengeluhkan nyeri menelan, rasa kering dan gatal pada tenggorok. Pasien mengatakan nyeri
menelan yang dirasakan tidak terlalu berat seperti yang dirasakan 1 bulan yang lalu. Pasien juga
mengalami gangguan tidur, dan sering mendengkur (ngorok) saat tidur, tetapi sering hilang
timbul. Terkadang pasien juga dikatakan sulit bernapas saat tidur, namun tidak sampai membuat
pasien tiba-tiba bangun dari tidurnya.
Saat dilakukan pemeriksaan tenggorokan didapatkan gambaran dinding pharynx :
hiperemis (-), granular (-). Arkus pharynx : simetris, hiperemis (-), edema (-). Tonsil : T3/T3,
hiperemis (+/+), permukaan mukosa tidak rata / granular(+/+), kripta melebar (+/+) dengan
didapatkan detritus (+/+). Berdasarkan hasil anamnesa dan pemeriksaan yang dilakukan, keluhan
tersebut sesuai dengan gejala tonsillitis kronis. Terapi yang diusulkan pada pasien adalah
tonsilektomi.
29
DAFTAR PUSTAKA
1. Udayan, K.S. Tonsillitis and Peritonsillar Abscess Treatment and Management. [online].
2. Adams, George L. 2013. Boies : Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta. EGC
3. Udayan, K.S. Tonsillitis and Pharyngitis Empiric Therapy. [online]. 2017. [cited, 2018 Juli
4. Soepardi, E.A., dkk. 2012. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala
5. Anne, M.R. Agur and Arthur F. Dalley. 2013. Grant’s Atlas of Anatomy. 13th edition. Two
6. Luciana, Guedes Vilela Reis, dkk. 2013. Tonsillar Hyperplasia and Reccurent Tonsillitis :
7. Klaus Stelter. 2014. Tonsillitis and Sore Throat in Children. Volume 13. GMS Current
8. Amelia, F. Drake. Tonsillectomy. [online]. 2017. [cited, 2018 Juli 20]. Available from URL:
http://emedicine.medscape.com/s
30