Anda di halaman 1dari 19

Nama : Mikhael Jose Hasudungan Hutasoit

NIM : 04011281924070

Kelas : Alpha 2019

1. Tonsilitis Kronis Eksaserbasi Akut


1.1. Latar belakang
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cincin Waldeyer. Cincin Waldeyer terdiri atas susunan kelenjar limfa yang terdapat
di dalam rongga mulut yaitu: tonsil laringeal (adenoid), tonsil palatina (tonsila
faucial), tonsila lingual (tonsila pangkal lidah), tonsil tuba Eustachius (lateral band
dinding faring/ Gerlach’s tonsil). Peradangan pada tonsila palatine biasanya meluas
ke adenoid dan tonsil lingual. Penyebaran infeksi terjadi melalui udara (air borne
droplets), tangan dan ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak.
(Rusmarjono, 2007). (Christopher, 2003).
Peradangan pada tonsil dapat disebabkan oleh bakteri atau virus, termasuk
strain bakteri streptokokus, adenovirus, virus influenza, virus Epstein-Barr,
enterovirus, dan virus herpes simplex. Salah satu penyebab paling sering pada
tonsilitis adalah bakteri grup A Streptococcus beta hemolitik (GABHS), 30% dari
tonsilitis anak dan 10% kasus dewasa dan juga merupakan penyebab radang
tenggorokan.
Tonsilitis kronik merupakan peradangan pada tonsil yang persisten yang
berpotensi membentuk formasi batu tonsil .(Richard, 2006) Terdapat referensi yang
menghubungkan antara nyeri tenggorokan yang memiliki durasi 3 bulan dengan
kejadian tonsilitis kronik. (Boies, 1997). Tonsilitis kronis merupakan salah satu
penyakit yang paling umum dari daerah oral dan ditemukan terutama di kelompok
usia muda. Kondisi ini karena peradangan kronis pada tonsil. Data dalam literatur
menggambarkan tonsilitis kronis klinis didefinisikan oleh kehadiran infeksi
berulang dan obstruksi saluran napas bagian atas karena peningkatan volume tonsil.
Kondisi ini mungkin memiliki dampak sistemik, terutama ketika dengan adanya
gejala seperti demam berulang, odynophagia, sulit menelan, halitosis dan
limfadenopati servikal dan submandibula. (Amalia, 2011).
Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk, pengaruh
cuaca, kelelahan fisik dan pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat.
(Rusmarjono, 2007).
1.2. Definisi
Tonsilitis Kronis secara umum diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada
tonsila palatina yang menetap (Chan, 2009). Tonsilitis Kronis disebabkan oleh
serangan ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan yang
permanen pada tonsil.
Organisme patogen dapat menetap untuk sementara waktu ataupun untuk
waktu yang lama dan mengakibatkan gejala-gejala akut (eksaserbasi akut)
kembali ketika daya tahan tubuh penderita mengalami penurunan (Colman,
2001). Tonsilitis kronik timbul karena rangsangan yang menahun dari rokok,
beberapa jenis makanan, higiene mulut yang buruk, pengaruh cuaca, kelelahan fisik,
dan pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat. (Hasan, 2007)

1.3. Epidemiologi
Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan
penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak.
Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika
Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis. (Christopher, 2003). Pada
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657 data
penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita 315
(48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Pravara di
India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis kelamin pria
dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita (Nelson, 2000).
Tonsilitis akibat bakteri Streptococcus secara klasik terjadi pada anak-anak
berusia antara 5 dan 15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih banyak terjadi pada
anak-anak yang lebih muda.

1.4. Etiologi
Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut masuk
bersama makanan. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil, atau kerusakan
ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. (Harisson)
Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri
aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronis jenis
kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).
Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun
dapat menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi
juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S.
Pneumoniae dan Morexella catarrhalis. (Lalwani, 2007)

1.5. Klasifikasi
Klasifikasi tonsillitis berdasarkan etiologi dan manifestasi klinis adalah tonsilitis
akut, tonsillitis membranosa dan tonsilitis kronik.
1.5.1. Tonsilitis akut
1) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus berat
dapat menolak untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita
mengalami malaise, suhu tinggi, dan nafasnya bau (Adams, et al., 2012).
Penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
enfluenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjad
infeksi virus coxschakie, maka pada palatum dan tonsil yang sangat nyeri
dirasakan pasien.
2) Tonsilitis Bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang
sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan,
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena nyeri alih
(referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX).
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan menimbulkan
reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear sehingga
terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang jelas
disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini menjadi
satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis lakunaris.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
Penyebab radang akut tonsil adalah grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pnumokokus, Streptokokus
viridan, Streptokokus piogenes

1.5.2. Tonsilitis membranosa


1) Tonsilitis difteri
a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan suhu
tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan, badan
lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
b. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi bercak
putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu membentuk
membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum mole, uvula,
nasofaring, lanng, trakea dan bronkus dan dapat menyumbat saluran
napas. Membran semu ini melekat erat pada dasarnya, sehingga bila
diangkat akan mudah berdarah. Pada perkembangan penyakit ini bila
infeksinya berjalan terus, kelenjar limfa leher akan membengkak
sedemikian besarnya sehingga leher menyerupai leher sapi (bull neck)
atau disebut juga Burgemeester's.

Penyebab tonsilitis difter adalah kuman Cornye bacterium diphteriae.


Penularannya mealui udara, benda atua makanan yang terkontaminasi.

2) Tonsilitis Septik
Penyebab tonsilitis septik adalah Streptococcus hemoliticus pada susu
sapi, tapi di Indonesia jarang.
3) Angina Plaut Vincent
Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri kepala, badan lemah, dan
kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak
mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan
kelenjar sub mandibula membesar.
Penyebab tonsilitis adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
1.5.3. Tonsilitis kronis
Gejala : Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi
oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di
tenggorok dan napas berbau.
Radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang dan
berlangsung lama. Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar sehingga
tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan pernapasan
(Manurung, 2016).
Tonsilitis pada anak biasanya dapat mengakibatkan keluhan berupa
ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil yang mengganggu
pernafasan bahkan keluhan sesak nafas dapat terjadi apabila pemebesaran
tonsil telah menutup jalur pernafasan (Fakh, et al., 2016).
Penyebab : Pada penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang paling
sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA). Streptokokus
grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring. Namun dapat
menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan. Selain itu infeksi
juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae, Staphylococcus aureus, S.
Pneumoniae dan Morexella catarrhalis. (Lalwani, 2007)

1.6. Faktor Resiko


Sejauh ini belum ada penelitian lengkap mengenai keterlibatan faktor genetik
maupun lingkungan yang berhasil dieksplorasi sebagai faktor risiko penyakit
Tonsilitis Kronis. Pada penelitian yang bertujuan mengestimasi konstribusi efek
faktor genetik dan lingkungan secara relatif penelitiannya mendapatkan hasil bahwa
tidak terdapat bukti adanya keterlibatan faktor genetik sebagai faktor predisposisi
penyakit Tonsilitis Kronis.
Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu :
1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Pengaruh cuaca
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

1.7. Perjalanan penyakit dan Patogenesis


Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan.Tonsillitis berawal
dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan
epitel. Antigen yang berasal dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke
dalam tonsil hingga terjadi perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan
oleh virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi.
Keadaan ini akan semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat
peradangan virus sebelumnya. Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut
peradangan lokal primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh
atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula (Fakh, et al., 2016).
Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil
tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh
tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. (Nelson, 2000). Bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita
berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah yang
mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang
menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok.
Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok
saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan
sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur
pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih
seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak
terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang.
Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan
terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis.
Infeksi berulang ini disebabkan oleh mikroorganisme yang membuat biofilm
pada lapisan tonsil. Biofilm adalah komunitas/kumpulan mikroorganisme
terorganisir yang tertanam dalam matriks terhidrasi dari substansi polimerik
ekstraseluler (EPS) yang menyebabkan berbagai infeksi persisten, termasuk plak
gigi, fibrosis kistik, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan infeksi telinga.
Pembentukan biofilm bakteri adalah bentuk "survival of the fittest" di bawah
kondisi buruk. Pembentukan biofilm umumnya dianggap muncul dalam empat tahap
inti: 1) perlekatan bakteri ke permukaan, 2) pembentukan mikrokoloni, 3)
pematangan biofilm, dan 4) pelepasan (juga disebut penyebaran) bakteri yang
kemudian dapat menjajah area baru.

Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submadibularis. (Rusmarjono, 2007).

Analisis Masalah
1. A child, 8 years old, has been brought by her mother to ENT-HNS clinic with
complaining about sora throat since 6 days ago. Her mother stated that the symptom
worsen in last 3 days with non productive cough and fever.
a) Bagaimana mekanisme keluhan utama pada kasus?
Peradangan tonsil dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita
berupa rasa nyeri di tenggorokan yang bisa meningkat saat menelan. Rangsangan
nyeri ini diterima oleh nociceptors karena ada lesi jaringan. sel yang mengalami
nekrotik akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K +
ekstraseluler akan menyebabkan depolarisasi nociceptor
Sedangkan protein pada beberapa keadaan akan menginfiltrasi
mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi. Akibatnya, mediator
nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan histamin yang akan
merangasng nosiseptor.

b) Bagaimana mekanisme batuk non produktif


Batuk kering terjadi karena terdapat peradangan atau iritasi pada saluran
pernapasan, tetapi tidak ada lendir yang berlebih untuk batuk. Infalamsi pada tonsilitis
akan mengeluarkan berbagai mediator inflamasi. refleks batuk dapat menjadi peka
melalui aksi mediator inflamasi dan sensitisasi refleks saraf sensorik saluran napas.
Bakteri/virus hanya terperangkap di tonsil sehingga saluran pernapasan tidak
menghasilkan mukus sehingga batuknya bersifat kering

c) Apa hubungan usia dan keluhan pada pasien?


Pasien berusia 8 tahun yang berarti seorang anak. Di Indonesia infeksi saluran
pernafasan akut (ISPA) masih merupakan penyebab tersering morbiditas dan
mortalitas pada anak.
Tonsilitis akibat bakteri Streptococcus secara klasik terjadi pada anak-anak
berusia antara 5 dan 15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih banyak terjadi pada
anak-anak yang lebih muda. Kemungkinan, tonsilitis pada pasien disebabkan bakteri
Streptococcus β hemoliticus Grup A.

d) Bagaimana tatalaksana awal pada pasien anak dengan keluhan sore throat?
Tindakan berikut seringkali dapat membantu meredakan sakit tenggorokan:
- Ibuprofen atau paracetamol - parasetamol lebih baik untuk anak-anak dan orang
yang tidak bisa minum ibuprofen (perhatikan bahwa anak di bawah 16 tahun tidak
boleh minum aspirin)
- Minum banyak cairan dingin atau hangat, dan hindari minuman yang sangat
panas
- Makan makanan dingin dan lembut
- Hindari tempat merokok dan tempat berasap
- Berkumurlah dengan obat kumur air garam
- Menghisap permen pelega tenggorokan, permen keras, es batu atau es permen -
tetapi jangan berikan anak kecil apa pun yang kecil dan sulit dihisap karena risiko
tersedak
Antibiotik biasanya tidak diresepkan untuk sakit tenggorokan, meskipun disebabkan
oleh infeksi bakteri, karena kemungkinan tidak akan membuat pasien merasa lebih
baik dengan cepat tetap dapat memiliki efek samping yang tidak menyenangkan.

e) Apa faktor yang memperberat dan memperingan gejala pasien?


Faktor yang memicu eksaserbasi akut tonsilitis kronis pada pasien adalah :
Beberapa Faktor predisposisi timbulnya tonsillitis kronik yaitu :
1. Rangsangan menahun (kronik) rokok dan beberapa jenis makanan
2. Higiene mulut yang buruk
3. Imunitas tubuh yang buruk
4. Kelelahan fisik
5. Pengobatan tonsillitis akut yang tidak adekuat

2. She felt having something stuck in her throat. She also felt lump sensation under her both
jaws. She could still eat some porridge and milk.
a) Bagaimana hubungan keluhan tambahan dan keluhan utama?
Sensasi mengganjal di tenggorokan merupakan tanda adanya hipertrofi dari
tonsil palatina, tapi tidak terus-menerus menimbulkan nyeri. Hipertrofi tonsil palatina
disebabkan radang yang berulang pada pasien. Proses peradangan yang terjadi setiap
3-4 bulan sekali ini mengeluarkan mediator-mediator inflamasi yang memberikan
rangsangan ke nosiseptor sehingga menimbulkan sakit tenggorokan sebagai keluhan
utama.
b) Bagaimana mekanisme terjadinya benjolan pada skenario?
Tonsil palatina merupakan pertahanan terhadap infeksi yang berperan pada
reaksi imun tubuh dan akan mengalami pembesaran lebih cepat pada usia anak-anak
sebagai respon terhadap infeksi saluran nafas atas.

c) Mengapa dapat timbul keluhan rasa seperti tersangkut di bawah tenggorokan?


Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang menyebabkan kesulitan
menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok.

3. Medical history : recurrent sore throat every 3-4 months in last 3 years
a) Mengapa sakit tenggorokan dapat berulang?
Sakit tenggorokan yang berulang adalah peradangan tenggorokan yang terjadi
tiga kali atau lebih per tahun. Tonsilitis kronis merupakan penyakit yang paling
sering terjadi dari semua penyakit tenggorok yang berulang. Tonsilitis kronis
umumnya terjadi akibat komplikasi tonsilitis akut, terutama yang tidak mendapat
terapi adekuat. Selain pengobatan tonsilitis akut yang tidak adekuat, faktor
predisposisi timbulnya tonsilitis kronis lain adalah higien mulut yang buruk, kelelahan
fisik dan beberapa jenis makanan. Apabila tidak terjadi penyembuhan yang sempurna
pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang yang menyebabkan peradangan
tenggorokan yang berulang.

b) Apa hubungan riwayat perjalanan penyakit dengan keluhan utama pada pasien?
Riwayat perjalanan penyakitnya adalah sakit tenggorokan yang terjadi tiap 3-4
bulan dalam 3 tahun terakhir. Gejala ini lah yang membuat pasien tidak nyaman
sehingga saat sakit tenggorokan kambuh kembali, pasein datang ke rumah sakit.

c) Apa dampak sakit tenggorokan yang berulang?


Sakit tenggorokan disebabkan radang tenggorokan yang persisten dan terjadi
secara berulang dalam jangka panjang. Jika radang ini berulang, maka tonsil akan
membentuk jaringan parut dan menyebabkan tonsil mengkerut dan diindikasikan
tonsilektomi.

4. ENT examination
Right Ear Left Ear
Otoscopy Normal ear canal with intact Normal ear canal with intact
tympanic membrane tympanic membrane

Right Nose Left Nose


Anterior Rhinoscopy Normal nasal mucose, Normal nasal mucose,
eutrofi of inferior nasal eutrofi of inferior nasal
turbinate, No obstruction of turbinate, No obstruction of
osteomeatal complex, nasal osteomeatal complex, nasal
discharge (-). discharge (-).

Tonsil : T3-T3, Hyperemia, widening of crypts, debris +,


exudate +
Oropharynx Posterior pharyngeal wall : Hyperemia (-), granulation (-),
discharge (-)

a) Apa saja klasifikasi tonsilitis dan membedakannya?


Klasifikasi tonsillitis berdasarkan etiologi dan manifestasi klinis adalah tonsilitis
akut, tonsillitis membranosa dan tonsilitis kronik.
1. Tonsilitis akut
1) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang disertai
rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan pada kasus
berat dapat menolak untuk minum atau makan melalui mulut. Penderita
mengalami malaise, suhu tinggi, dan nafasnya bau (Adams, et al.,
2012).
Penyebab paling sering adalah virus Epstein Barr. Hemofilus
enfluenzae merupakan penyebab tonsilitis akut supuratif. Jika terjad
infeksi virus coxschakie, maka pada palatum dan tonsil yang sangat
nyeri dirasakan pasien.
2) Tonsilitis Bacterial
Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan tanda yang
sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu menelan,
demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di sendi-
sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena nyeri alih
(referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX).
Infiltrasi bakteri pada lapisan epitel jaringan tonsil akan
menimbulkan reaksi radang berupa keluarnya leukosit polimorfonuklear
sehingga terbentuk detritus. Bentuk tonsilitis akut dengan detritus yang
jelas disebut tonsilitis folikularis. Bila bercak-bercak detritus ini
menjadi satu, membentuk alur-alur maka akan terjadi tonsilitis
lakunaris.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh
membran semu. Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri tekan.
(otalgia).
Penyebab radang akut tonsil adalah grup A Streptokokus, β
hemolitikus yang dikenal sebagai strep throat, pnumokokus,
Streptokokus viridan, Streptokokus piogenes

2. Tonsilitis membranosa
1) Tonsilitis difteri
a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu kenaikan
suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak nafsu makan,
badan lemah, nadi lambat serta keluhan nyeri menelan.
b. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil membengkak ditutupi
bercak putih kotor yang makin lama makin meluas dan bersatu
membentuk membran semu. Membran ini dapat meluas ke palatum
mole, uvula, nasofaring, lanng, trakea dan bronkus dan dapat
menyumbat saluran napas. Membran semu ini melekat erat pada
dasarnya, sehingga bila diangkat akan mudah berdarah. Pada
perkembangan penyakit ini bila infeksinya berjalan terus, kelenjar
limfa leher akan membengkak sedemikian besarnya sehingga leher
menyerupai leher sapi (bull neck) atau disebut juga Burgemeester's.

Penyebab tonsilitis difter adalah kuman Cornye bacterium


diphteriae. Penularannya mealui udara, benda atua makanan yang
terkontaminasi.

2) Tonsilitis Septik
Penyebab tonsilitis septik adalah Streptococcus hemoliticus pada susu
sapi, tapi di Indonesia jarang.
3) Angina Plaut Vincent
Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri kepala, badan lemah, dan
kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan. Rasa nyeri di mulut,
hipersalivasi, gigi dan gusi mudah berdarah. Pada pemeriksaan tampak
mukosa mulut dan faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di
atas tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan
kelenjar sub mandibula membesar.
Penyebab tonsilitis adalah bakteri spirochaeta atau triponema yang
didapatkan pada penderita dengan hygiene mulut yang kurang dan
defisiensi vitamin C.
3. Tonsilitis kronis
Gejala : Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan
permukaan yang tidak rata, kriptus melebar dan beberapa kripti terisi
oleh detritus. Rasa ada yang mengganjal di tenggorok, dirasakan kering di
tenggorok dan napas berbau.
Radang amandel/tonsil yang kronis terjadi secara berulang-ulang
dan berlangsung lama. Pembesaran tonsil/amandel bisa sangat besar
sehingga tonsil kiri dan kanan saling bertemu dan dapat mengganggu jalan
pernapasan (Manurung, 2016).
Tonsilitis pada anak biasanya dapat mengakibatkan keluhan berupa
ngorok saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil yang mengganggu
pernafasan bahkan keluhan sesak nafas dapat terjadi apabila pemebesaran
tonsil telah menutup jalur pernafasan (Fakh, et al., 2016).
Penyebab : Pada penderita tonsilitis kronis jenis kuman yang paling
sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A (SBHGA).
Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan nasofaring.
Namun dapat menjadi pathogen infeksius yang memerlukan pengobatan.
Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis.
(Lalwani, 2007)

b) Apa etiologi penyakit pada kasus?


c) Tonsilitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptanya secara
aerogen yaitu droplet yang mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian
nasofaring terus masuk ke tonsil maupun secara foodborn yaitu melalui mulut
masuk bersama makanan. Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan
ulangan dari Tonsilitis Akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada
tonsil, atau kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna.
(Harisson)
d) Beberapa organisme dapat menyebabkan infeksi pada tonsil, termasuk bakteri
aerobik dan anaerobik, virus, jamur, dan parasit. Pada penderita tonsilitis kronis
jenis kuman yang paling sering adalah Streptokokus beta hemolitikus grup A
(SBHGA). Streptokokus grup A adalah flora normal pada orofaring dan
nasofaring. Namun dapat menjadi pathogen infeksius yang memerlukan
pengobatan. Selain itu infeksi juga dapat disebabkan Haemophilus influenzae,
Staphylococcus aureus, S. Pneumoniae dan Morexella catarrhalis. (Lalwani,
2007)

e) Bagaimana patogenesis penyakit pada kasus?

Tonsil merupakan salah satu pertahanan tubuh terdepan.Tonsillitis berawal


dari penularan yang terjadi melalui droplet dimana kuman menginfiltrasi lapisan
epitel. Antigen yang berasal dari inhalan maupun ingestan dengan mudah masuk ke
dalam tonsil hingga terjadi perlawanan tubuh dan bisa menyebabkan peradangan
oleh virus yang tumbuh di membran mukosa kemudian terbentuk fokus infeksi.
Keadaan ini akan semakin berat jika daya tahan tubuh penderita menurun akibat
peradangan virus sebelumnya. Tonsilitis akut yang disebabkan oleh bakteri disebut
peradangan lokal primer. Setelah terjadi serangan tonsilitis akut, tonsil akan sembuh
atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula (Fakh, et al., 2016).
Adanya infeksi berulang pada tonsil menyebabkan pada suatu waktu tonsil
tidak dapat membunuh semua kuman sehingga kuman kemudian bersarang di tonsil.
Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil berubah menjadi sarang
infeksi (fokal infeksi) dan suatu saat kuman dan toksin dapat menyebar ke seluruh
tubuh misalnya pada saat keadaan umum tubuh menurun. (Nelson, 2000). Bila epitel
terkikis maka jaringan limfoid superkistal bereaksi dimana terjadi pembendungan
radang dengan infiltrasi leukosit polimorfonuklear.
Peradangan dapat menyebabkan keluhan tidak nyaman kepada penderita
berupa rasa nyeri saat menelan karena sesuatu yang ditelan menyentuh daerah yang
mengalami peradangan. Peradangan tonsil akan mengakibatkan pembesaran yang
menyebabkan kesulitan menelan atau seperti ada yang mengganjal di tenggorok.
Pada anak biasanya keadaan ini juga dapat mengakibatkan keluhan berupa ngorok
saat tidur karena pengaruh besarnya tonsil mengganggu pernafasan bahkan keluhan
sesak nafas juga dapat terjadi apabila pembesaran tonsil telah menutup jalur
pernafasan. Jika peradangan telah ditanggulangi, kemungkin tonsil kembali pulih
seperti semula atau bahkan tidak dapat kembali sehat seperti semula. Apabila tidak
terjadi penyembuhan yang sempurna pada tonsil, dapat terjadi infeksi berulang.
Apabila keadaan ini menetap, bakteri patogen akan bersarang di dalam tonsil dan
terjadi peradangan yang kronis atau yang disebut dengan tonsilitis kronis.
Infeksi berulang ini disebabkan oleh mikroorganisme yang membuat biofilm
pada lapisan tonsil. Biofilm adalah komunitas/kumpulan mikroorganisme
terorganisir yang tertanam dalam matriks terhidrasi dari substansi polimerik
ekstraseluler (EPS) yang menyebabkan berbagai infeksi persisten, termasuk plak
gigi, fibrosis kistik, infeksi saluran kemih, osteomielitis, dan infeksi telinga.

Pembentukan biofilm bakteri adalah bentuk "survival of the fittest" di bawah


kondisi buruk. Pembentukan biofilm umumnya dianggap muncul dalam empat tahap
inti: 1) perlekatan bakteri ke permukaan, 2) pembentukan mikrokoloni, 3)
pematangan biofilm, dan 4) pelepasan (juga disebut penyebaran) bakteri yang
kemudian dapat menjajah area baru.
Karena proses radang berulang yang timbul maka selain epitel mukosa juga
jaringan limfoid diganti oleh jaringan parut yang akan mengalami pengerutan
sehingga kripti melebar. Secara klinik kripti ini tampak diisi oleh detritus. Proses
berjalan terus sehingga menembus kapsul tonsil dan akhirnya menimbulkan
perlekatan dengan jaringan di sekitar fossa tonsilaris. Pada anak disertai dengan
pembesaran kelenjar limfa submadibularis. (Rusmarjono, 2007).

f) Bagaima epidemiologi pada diagnosis penyakit?


Di Indonesia infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) masih merupakan
penyebab tersering morbiditas dan mortalitas pada anak.
Tonsilitis adalah penyakit yang umum terjadi. Hampir semua anak di Amerika
Serikat mengalami setidaknya satu episode tonsilitis. (Christopher, 2003). Pada
penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Serawak di Malaysia diperoleh 657
data penderita Tonsilitis Kronis dan didapatkan pada pria 342 (52%) dan wanita
315 (48%) (Sing, 2007). Sebaliknya penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit
Pravara di India dari 203 penderita Tonsilitis Kronis, sebanyak 98 (48%) berjenis
kelamin pria dan 105 (52%) berjenis kelamin wanita (Nelson, 2000).
Tonsilitis akibat bakteri Streptococcus secara klasik terjadi pada anak-anak
berusia antara 5 dan 15 tahun, sedangkan tonsilitis virus lebih banyak terjadi pada
anak-anak yang lebih muda.

DAFTAR PUSTAKA

Rusmarjono, Kartoesoediro S. Tonsilitis kronik. In: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala & Leher ed Keenam. FKUI Jakarta: 2007. p212-25.

Christopher MD, David HD, Peter JK. Infectious Indications for Tonsillectomy. In: The
Pediatric Clinics Of North America. 2003. p445-58

Adnan D, Ionita E. Contributions To The Clinical, Histological, Histochimical and


Microbiological Study Of Chronic Tonsillitis. .

Richard SS. Pharinx. In: Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Jakarta:
ECG, 2006. p795-801.
Boies AH. Rongga Mulut dan Faring. In: Boies Buku Ajar Penyakit THT. Jakarta: ECG,
1997. p263-340

Amalia, Nina. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronis D RSUP H. Adam Malik Medan
Tahun 2009. 2011.pdf

Bailey BJ, Johnson JT, Newlands SD. Tonsillitis, Tonsillectomy, and Adenoidectomy. In:
Head&Neck Surgery-Otolaryngology, 4th edition. 2006.

Indo Sakka, Raden Sedjawidada, Linda Kodrat, Sutji Pratiwi Rahardjo. Lapran Penelitian :
Kadar Imunoglobulin A Sekretori Pada Penderita Tonsilitis Kronik Sebelum Dan
Setelah Tonsilektomi.

Nelson WE, Behrman RE, Kliegman R, Arvin AM. Tonsil dan Adenoid. In: Ilmu Kesehatan
Anak Edisi 15 Volum 2. Jakarta: ECG,2000. p1463-4

Hassan R, Alatas H. Penyakit Tenggorokan. In: Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak jilid 2.
Jakarta :FKUI, 2007.p930-33.

Harrison SE, Osborne E, Lee S. Home Care After Tonsillectomy and Adenoidectomy. In:
Missisipi Ear, Nose, & Throat Surgical Associates 601. pdf.

Lalwani AK. Management of Adenotonsillar Disease: Introduction. In: Current


Otolaryngology 2nd ed. McGraw-Hill:2007.

Anda mungkin juga menyukai