Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

HIPERTROFI TONSIL
PADA PASIEN An. A DI RUANG MPU KANWA
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI

OLEH:
TEGAR SATRIA ADMAJA/084211010

PRODI DIPLOMA III KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2023
BAB I
KONSEP PENYAKIT
A. DEFINISI
Tonsilitis adalah peradangan tonsil palatina yang merupakan bagian dari
cicin waldeyer. Penyebaran infeksi melalui udara (air borne droplets), tangan dan
ciuman. Dapat terjadi pada semua umur, terutama pada anak Tonsilitis akut
merupakan peradangan pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus
yang terjadi dalam waktu kurang dari 3 minggu Tonsilitis membranosa termasuk
dalam salah satu jenis radang amandel akut yang disertai dengan pembentukan
membran/ selaput pada permukaan tonsil yang bisa meluas ke sekitarnya. Tonsilitis
kronis merupakan kondisi di mana terjadi pembesaran tonsil disertai dengan
serangan infeksi yang berulangulang
Tonsilitis adalah massa jaringan limfoid yang terletak di rongga faring.
Tonsil menyaring dan melindungi saluran pernafasan serta saluran pencernaan dari
invasi organisme patogen dan berperan dalam pembentukan antibodi. Meskipun
ukuran tonsil bervariasi, anak-anak umumnya memiliki tonsil yang lebih besar
daripada remaja atau orang dewasa. Perbedaan ini dianggap sebagai mekanisme
perlindungan karena anak kecil rentan terutama terhadap ISPA.

B. ETIOLOGI
Penyebab tonsilitis adalah infeksi bakteri streptococcus atau infeksi virus.
Tonsil berfungsi membantu menyerang bakteri dan mikroorganisme lainnya
sebagai tindakan pencegahan terhadap infeksi. Tonsil bisa dikalahkan oleh bakteri
maupun virus, sehingga membengkak dan meradang, menyebabkan tonsilitis. Hal-
hal yang dapat memicu peradangan pada tonsil adalah seringnya kuman masuk
kedalam mulut bersama makanan atau minuman Tonsillitis berhubungan juga
dengan infeksi mononukleosis, virus yang paling umum adalah EBV, yang terjadi
pada 50% anak-anak

Penyebab terjadinya tonsillitis yaitu oleh adanya infeksi bakteri dan virus,
 Streptokokus Beta Hemolitikus Streptokokus beta hemolitikus adalah
bakteri gram positif yang dapat berkembang biak ditenggorokan yang sehat
dan bisa menyebabkan infeksi saluran nafas akut.
 Streptokokus Pyogenesis Streptokokus pyogenesis adalah bakteri gram
positif bentuk bundar yang tumbuh dalam rantai panjang dan menyebabkan
infeksi streptokokus group A. Streptokokus Pyogenesis adalah penyebab
banyak penyakit penting pada manusia berkisar dari infeksi khasnya
bermula ditenggorakan dan kulit.
 Streptokokus Viridans Streptokokus viridans adalah kelompok besar bakteri
streptokokus komensal yang baik a-hemolitik, menghasilkan warna hijau
pekat agar darah. Viridans memiliki kemampuan yang unik sintesis dekstran
dari glukosa yang memungkinkan mereka mematuhi agregat fibrin-platelet
dikatup jantung yang rusak.
 Virus Influenza Virus influenza adalah virus RNA dari famili Orthomyxo
viridae (virus influenza). Virus ini ditularkan dengan medium udara melalui
bersin pada manusia gejala umum yang terjadi yaitu demam, sakit
tenggorokan, sakit kepala, hidung tersumbat. Dalam kasus yang buruk
influenza juga dapat menyebabkan terjadinya pneumonia.

C. PATOFISIOLOGI
patofisiologi tonsillitis yaitu : Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan reaksi. Terdapat
pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli morfonuklear. Proses ini
secara klinik tampak pada korpus tonsil yang berisi bercak kuning yang disebut
detritus. Detritus merupakan kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang
terlepas, suatu tonsillitis akut dengan detritus disebut tonsillitis lakunaris, bila
bercak detritus berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsillitis lakonaris. Bila
bercak melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsillitis kronik terjadi karena proses
radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid terkikis. Sehingga
pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti jaringan parut. Jaringan ini
akan mengkerut sehingga ruang antara kelompok melebar (kriptus) yang akan
diisi oleh detritus, proses ini meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya
timbul perlengkapan dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses
ini disertai dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.
PATHWAY
D. MANIFESTASI KLINIS
1. Tonsilitis akut
a. Tonsilitis viral Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold
yang disertai rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat disfagia. Dan
pada kasus berat dapat meolak untuk minum atau makan melalui mulut.
Penderita mengalami malaise, suhu tinggi, dan nafasnya bau (Adams, et
al., 2012).
b. Tonsilitis bacterial Gejala dan tanda Masa inkubasi 2-4 hari. Gejala dan
tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan nyeri waktu
menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi, rasa lesu, rasa nyeri di
sendi-sendi, tidak nafsu makan dan rasa nyeri di telinga karena nyeri
alih (referred pain) melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan terdapat
detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh membran semu.
Kelenjar sub-mandibula membengkak dan nyeri tekan. (otalgia).
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsilitis difteri a. Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu
kenaikan suhu.
b. Tonsilitis Septik Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus pada susu
sapi, tapi di Indonesia jarang.
c. Angina Plaut Vincent Gejala demam sampai dengan 390 C, nyeri
kepala, badan lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan
pencernaan. Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah
berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa mulut dan faring
hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas tonsil, uvula, dinding
faring, gusi, serta terdapat bau mulut dan kelenjar sub mandibula
membesar.
Tanda dan gejala lainnya yaitu:
1. Pada pemeriksaan tampak faring hiperemis, tonsil membengkak, hiperemis
: terdapat detritus (tonsillitis folibularis), kadang detritus berdekatan
menjadi satu (tonsillitis laturasis) atau berupa membrane semu.
2. Tampak arkus palatinus anterior terdorong ke luar dan uvula terdesak
melewati garis tengah. Kelenjar sub mandibula membengkak dan nyeri
tekan, terutama pada anak-anak.
3. Tonsila biasanya nampak bercak – bercak dan kadang diliputi oleh eksudat.
Eksudat ini mungkin keabu – abuan atau kekuningan. Eksudat ini dapat
mengumpul dan membentuk membran dan pada kasus dapat terjadi nekrosis
jaringan lokal, nyeri tenggorokan, sulit menelan, demam, mual dan kelenjar
limfa pada leher membengkak, malaise (perasaan tidak menentu pada tubuh
yang tidak nyaman ).
4. Tengorokan terasa kering, atau rasa mengganjal di tenggorokan (leher)
5. Nyeri saat menelan (nelan ludah ataupun makanan dan minuman) sehingga
menjadi malas makan Nyeri dapat menjalar ke sekitar leher dan telinga.
6. Demam, sakit kepala, kadang menggigil, lemas, nyeri otot. Dapat disertai
batuk, pilek, suara serak, mulut berbau, mual, kadang nyeri perut,
pembesaran kelenjar getah bening (kelenjar limfe) di sekitar leher.
7. Adakalanya penderita tonsilitis (kronis) mendengkur saat tidur (terutama
jika disertai pembesaran kelenjar adenoid (kelenjar yang berada di dinding
bagian belakang antara tenggorokan dan rongga hidung). Tentu tidak semua
keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu orang penderita. Hal ini karena
keluhan bersifat individual dan kebanyakan para orang tua atau penderita
akan ke dokter ketika mengalami keluhan demam dan nyeri telan
8. Nyeri tenggorokan atau nyeri telan ringan bersifat kronik, menghebat bila
terjadi serangan akut.
9. Badan lesu, nafsu makan berkurang, sakit kepala.
10. Pada adenoiditis kronik terjadi hidung buntu, tidur mendengkur.
11. Tonsil umumnya membesar, pada serangan akut tonsil hyperemi
12. Arkus anterior posterior merah
13. Pada rinoskopi anterior, fenomena palatum mole negative, kadang tertutup
sekret mukopurulen.
Tentu tidak semua keluhan dan tanda di atas diborong oleh satu orang penderita.
Hal ini karena keluhan bersifat individual dan kebanyakan para orang tua atau
penderita akan ke dokter ketika mengalami keluhan demam dan nyeri telan.
E. PENATALKSANAAN MEDIS
Pemberian tatalaksana berbeda-beda setiap kategori tonsillitis sebagai berikut:
1. Tonsilitis Akut
a. Tonsillitis viral Pada umumnya, penderita dcngan tclnsilitis akut serta
de nram sebaiknya lirah baring, pemberian cairan adekuat, dan diet
ringan. Analgesik, dan antivirus diberikan jika gejala berat .
b. Tonsillitis bakterial Antibiotika spectrum luas, seperti penisilin,
eritromisin. Antipiretik dan obat kumur yang mengandung desinfektan.
2. Tonsilitis Membranosa
a. Tonsillitis difteri
Anti difteri serum (ADS) diberikan segera tanpa menunggu hasil kultur,
dengan dosis 20.000 – 100.000 unit tergantung dari umur dan beratnya
penyakit. Antibiotik penisilin atau eritromisin 25 – 50 mg/kgBB dibagi
dalam 3 dosis selama 14 hari. Kortikosteroid 1,2 mg/kgBB/hari.
Antipiretik untuk simtomatis. Pasien harus diisolasi karena penyakit ini
dapat menular. Pasien istirahat di tempat tidur selama 2 – 3 minggu.
b. Angina Plaut Vincent
Antibiotik spectrum luas selama 1 minggu, perbaiki kebersihan mulut,
konsumsi vitamin C dan B kompleks.
3. Tonsilitis Kronis
Pengobatan pasti untuk tonsilitis kronis adalah pembedahan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasuskasus di mana
penatalaksanaan medis atau yang lebih konservatif gagal untuk
meringankan gejala-gejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian
penisilin yang lama, irigasi tenggorokan sehari-hari, dan usaha untuk
mernbersihkan kripta tonsilaris dengan alat irigasi gigi atau oral. Ukuran
jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan infeksi krdnis atau
berulang. Indikasi dilakukannya tonsilektomi sebagai berikut
Indikasi Absolut.

Indikasi-indikasi untuk tonsilektomi yang hampir absolut adalah berikut ini:


1. Timbulnya kor pulmonale karena obstruksi jalan napas yang kronis.
2. Hipertrofi tonsil atau adenoid dengan sindroma apnea waktu tidur.
3. Hipertrofi berlebihan yang menyebabkan disfagia dengan penurunan berat
badan penyerta.
4. Biopsi eksisi yang dicurigai keganasan (limfoma).
5. Abses peritonsilaris berulang alau abses yang meluas pada ruang jaringan
sekitarnya.
Indikasi Relatif

Seluruh indikasi lain untuk tonsilektomi dianggap relatif.


1. Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil dalam 1 tahun dengan terapi
antibiotik adekuat.
2. Halitosis akibat tonsillitis kronis yang tidak membaik dengan terapi
antibiotik adekuat.
3. Tonsillitis kronis berulang pada karier streptokokus beta hemolitikus grup
A yang tidak membaik dengan antibiotik.
Adapun kontraindikasi dari tonsilektomi sebagai berikut.
1. Infeksi pernapasan bagian atas yang berulang.
2. Infeksi sistemik atau kronis.
3. Demam yang tidak diketahui penyebabnya.
4. Pembesaran tonsil tanpa gejala-gejala obstruksi.
5. Rinitis alergika.
6. Asma.
7. Diskrasia darah.
8. Ketidakmanpuan yang ullrunr atau kegagalan untuk tumbuh.
9. Tonus otot yang Iemah.
10. Sinusitis. Terapi lokal ditujukan pada kebersihan mulut dengan berkumur
atau obat isap
Perawatan Paska-bedah
1. Berbaring ke samping sampai bangun kemudian posisi mid fowler.
2. Memantau tanda-tanda perdarahan
3. Menelan berulang
4. Muntah darah segar
5. Peningkatan denyut nadi pada saat tidur Diet
6. Memberikan cairan bila muntah telah reda
7. Mendukung posisi untuk menelan potongan makanan yang besar (lebih
nyaman dari ada kepingan kecil).
8. Hindari pemakaian sedotan (suction dapat menyebabkan perdarahan).
9. Menawarkan makanan
10. Es crem, crustard dingin, sup krim, dan jus.
11. Refined sereal dan telur setengah matang biasanya lebih dapat dinikmati
pada pagi hari setelah perdarahan.
12. Hindari jus jeruk, minuman panas, makanan kasar, atau banyak bumbu
selama 1 minggu.
Mengatasi ketidaknyamanan pada tenggorokan
1. Menggunakan ice color (kompres es) bila mau
2. Memberikan anakgesik (hindari aspirin)
3. Melaporkan segera tanda-tanda perdarahan. d) Minum 2-3 liter/hari sampai
bau mulut hilang.
4. Mengajari pasien mengenal hal berikut
5. Hindari latihan berlebihan, batuk, bersin, berdahak dan menyisi hidung
segera selama 1-2 minggu.
6. Tinja mungkin seperti teh dalam beberapa hari karena darah yang tertelan.
7. Tenggorokan tidak nyaman dapat sedikit bertambah antara hari ke-4 dan ke-
8 setelah operasi

F. KOMPLIKASI
1. Abses pertonsil Terjadi diatas tonsil dalam jaringan pilar anterior dan
palatum mole, abses ini terjadi beberapa hari setelah infeksi akut dan
biasanya disebabkan oleh streptococcus group A
2. Otitis media akut Infeksi dapat menyebar ke telinga tengah melalui tuba
auditorius (eustochi) dan dapat mengakibatkan otitis media yang dapat
mengarah pada ruptur spontan gendang telinga.
3. Mastoiditis akut Ruptur spontan gendang telinga lebih jauh menyebarkan
infeksi ke dalam sel-sel mastoid
4. Laringitis Merupakn proses peradangan dari membran mukosa yang
membentuk larynx. Peradangan ini mungkin akut atau kronis yang
disebabkan bisa karena virus, bakter, lingkungan, maupunmkarena alergi
5. Sinusitis Merupakan suatu penyakit inflamasi atau peradangan pada satua
atau lebih dari sinus paranasal. Sinus adalah merupakan suatu rongga atau
ruangan berisi udara dari dinding yang terdiri dari membran mukosa
6. Rhinitis Merupakan penyakit inflamasi membran mukosa dari cavum nasal
dan nasopharynx
7. Peritonsilitis Peradangan tonsil dan daerah sekitarnya yang berat tanpa
adanya trismus dan abses.
8. Abses Peritonsilar (Quinsy) Kumpulan nanah yang terbentuk di dalam
ruang peritonsil. Sumber infeksi berasal dari penjalaran tonsilitis akut yang
mengalami supurasi, menembus kapsul tonsil dan penjalaran dari infeksi
gigi. Abses peritonsil merupakan infeksi dapat meluas menuju kapsul tonsil
dan mengenai jaringan sekitarnya. Abses biasanya terdapat pada daerah
antara kapsul tonsil dan otot-otot yang mengelilingi faringeal bed. Hal ini
paling sering terjadi pada penderita dengan serangan berulang. Gejala
penderita adalah malaise yang bermakna, odinofagi yang berat dan trismus.
Diagnosa dikonfirmasi dengan melakukan aspirasi abses.
9. Abses intratonsilar Merupakan akumulasi pus yang berada dalam substansi
tonsil. Biasanya diikuti dengan penutupan kripta pada Tonsilitis Folikular
akut. Dijumpai nyeri lokal dan disfagia yang bermakna. Tonsil terlihat
membesar dan merah. Penatalaksanaan yaitu dengan pemberian antibiotika
dan drainase abses jika diperlukan; selanjutnya dilakukan tonsilektomi.
10. Abses Parafaringeal Infeksi dalam ruang parafaring dapat terjadi melalui
aliran getah bening/pembuluh darah. Infeksi berasal dari daerah tonsil,
faring, sinus paranasal, adenoid, kelenjar limfe faringeal, mastoid dan os
petrosus.
11. Abses retrofaring Merupakan pengumpulan pus dalam ruang retrofaring.
Biasanya terjadi pada anak usia 3 bulan sampai 5 tahun karena ruang
retrofaring masih berisi kelenjar limfe.
12. Krista Tonsil Sisa makanan terkumpul dalam kripta mungkin tertutup oleh
jaringan fibrosa dan ini menimbulkan krista berupa tonjolan pada tonsil
berwarna putih/berupa cekungan, biasanya kecil dan multipel.
13. Tonsilolith (kalkulus dari tonsil) Terjadinya deposit kalsium fosfat dan
kalsium karbonat dalam jaringan tonsil membentuk bahan keras seperti
kapur. Tonsililith dapat ditemukan pada Tonsilitis Kronis bila kripta
diblokade oleh sisa-sisa dari debris. Garam inorganik kalsium dan
magnesium kemudian tersimpan yang memicu terbentuknya batu. Batu
tersebut dapat membesar secara bertahap dan kemudian dapat terjadi
ulserasi dari tonsil. Tonsilolith lebih sering terjadi pada dewasa dan
menambah rasa tidak nyaman lokal atau foreign body sensation. Hal ini
didiagnosa dengan mudah dengan melakukan palpasi atau ditemukannya
permukaan yang tidak rata pada perabaan.

G. DATA PENUNJANG
1. Tes laboratorium Tes laboratorium ini digunakan untuk menentukan
apakah bakteri yang ada dalam tubuh pasien merupkan akteri gruP A,
karena grup ini disertai dengan demam renmatik, glomerulnefritis, dan
demam jengkering.
2. Pemeriksaan usap tenggorok Pemeriksaan ini sebaiknya dilakukan
sebelum memberikan pengobatan, terutama bila keadaan memungkinkan.
Dengan pemeriksaan ini kita dapat mengetahui kuman penyebabkan dan
obat yang masih sensitive terhadapnya.
3. Pemeriksaan darah lengkap yaitu Hal ini bertujuan untuk mengetahui
apakah ada peningkatan lekosit pada anak, apabila ada menandakan anak
terkena infeksi.
4. Kultur dan uji resistensi bila diperlukan.
BAB II
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
2. Riwayat kesehatan :
a. Keluhan utama
b. Riwayat kesehatan sekarang
c. Riwayat kesehatan masa lalu
d. Riwayat kesehatan keluarga
3. Pemeriksaan fisik
4. Data tambahan
5. Data penunjang
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi nafas
karena adanya benda asing ; produksi secret berlebih
2. Gangguan pengaturan suhu tubuh hipertermi sehubungandengan infeksi
akut oleh mikroorganisme
3. Gangguan pola nutrisi berhubungan dengan nyeri telan
4. Gangguan kebutuhan istirahat tidur sehubungandengan adanya nyeri pada
daerah tonsil
5. Kecemasan s/d kurangnya pengetahuan atau informasi tentang penyakit
yang diderita oleh klien.
Post operasi
1. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan jaringan ; insisi bedah
2. Resiko perdarahan berhubungan dengan rapuhnya jaringan post op
3. Resiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan resiko perdaran
akibat tindakan operatic tondilektomi
4. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan penyebaran kuman akibat
invasif pasca operatif.
5. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan diit makanan post operasi
C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
Post operasi
Edukasi diet (I. 12369)
Observasi
- Identifikasi kemampuan pasien dan keluarga menerima informasi
- Identifikasi tingkat pngetahuan saat ini
- Identifikasi pola makan saat ini dan masa lalu
- Identifikasi persepsi pasien dan keluarga tentang diet yang di
programkan
- Identifkasi keterbatasan untuk menyediakan makanan
Terapeutik
- Persiapkan materi, media dan alat peraga
- Jadwalkan waktu yang tepat untuk memberikan pendidikan kesehatan
- Berikan kesempatan pasien dan keluarg bertanya
- Sediakan rencana makan tertulis, jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tujuan kepatuhan diet terhadap kesehatan
- Informasikan makanan yang diperbolehkan dan dilarang
- Informasikan kemungkinan interaksi obat dan makanan, jika perlu
- Anjurkan mempertahankan posisi semi fowler (30-45 derajat) 20-30
menit setelah makan
- Anjurkan mengganti bahan makanan sesuai dengan diet yang
diprogramkan
- Anjurkan melakukan olahraga sesuai toleransi
- Ajarkan cara membca label dan memilih makanan yang sesuai
- Ajarkan cara merencanakan makanan yang sesuai program
- Rekomendasikan resep makanan yang sesuai dengan diet, jika perlu
Kolaborasi
- Rujuk ke ahli gizi sertakan keluarga, jika perlu
D. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA

Allotoibi, A. D. (2017). Tonsilitis in Children Diagnosis and Treatment Measures.


Saudi Journal of Medicine, 208.
Fakh, I. M., Novialdi, & Elmatris. (2016). Karakteristik Pasien Tonsilitis Kronis
pada Anak di Bagian THT-KL RSUP Dr. M. Djamil padang . Jurnal
Kesehatan Andalas, 436-237.
Rusmarjono, & Soepardi, E. (2016). Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi
Adenoid. Jakarta: Penerbit Fakultas Kedokteran UI.

Anda mungkin juga menyukai