Anda di halaman 1dari 13

a.

Tonsilitis Akut

1) Tonsilitis viral
Gejala tonsilitis viral lebih menyerupai common cold yang
disertai rasa nyeri tenggorok dan beberapa derajat
disfagia. Dan pada kasus berat dapat meolak untuk minum
atau makan melalui mulut. Penderita mengalami malaise,
suhu tinggi, dan nafasnya bau.

2) Tonsilitis bacterial

Gejala dan tanda Masa inkubasi 2 – 4 hari. Gejala dan


tanda yang sering ditemukan adalah nyeri tenggorok dan
nyeri waktu menelan, demam dengan suhu tubuh yang tinggi,
rasa lesu, rasa nyeri di sendi- sendi, tidak nafsu makan dan
rasa nyeri di telinga karena nyeri alih (referred pain)
melalui saraf N. glosofaringeus (N. IX). Pada
pemeriksaan tampak tonsil membengkak, hiperemis dan
terdapat detritus berbentuk folikel, lakuna atau tertutup oleh
membran semu, Kelenjar sub-mandibula membengkak dan
nyeri tekan. (otalgia).

b. Tonsilitis Membranosa

1) Tonsilitis difteri

Gejala umum seperti juga gejala infeksi lainnya yaitu


kenaikan suhu tubuh biasanya subfebris, nyeri kepala, tidak
nafsu makan, badan lemah, nadi lambat serta keluhan
nyeri menelan. Gejala lokal yang tampak berupa tonsil
membengkak ditutupi bercak putih kotor yang makin lama
makin meluas dan bersatu membentuk membran semu.

2) Tonsilitis Septik Disebabkan oleh Streptococcus hemoliticus


pada susu sapi, tapi di Indonesia jarang.

3) Angina Plaut Vincent


Gejala demam sampai dengan 39o C, nyeri kepala, badan
lemah, dan kadang-kadang terdapat gangguan pencernaan.
Rasa nyeri di mulut, hipersalivasi, gigi dan gusi mudah
berdarah. Pada pemeriksaan tampak mukosa mulut dan
faring hiperemis, tampak membran putih keabuan di atas
tonsil, uvula, dinding faring, gusi, serta terdapat bau mulut
dan kelenjar sub mandibula membesar.

4. PATOFISIOLOGI

Bakteri atau virus memasuki tubuh melalui hidung atau mulut, amandel
berperan sebagai filter atau penyaring yang menyelimuti organisme
berbahaya, sel-sel darah putih ini akan menyebabkan infeksi ringan pada
amandel. Hal ini akan memicu tubuh untuk membentuk antibodi terhadap
infeksi yang akan datang, akan tetapi kadang-kadang amandel sudah
kelelahan menahan infeksi atau virus. Infeksi bakteri dari virus inilah
yang menyebabkan tonsilitis. Kuman menginfiltrasi lapisan epitel, bila
epitel terkikis maka jaringan limfoid superficial mengadakan
reaksi. Terdapat pembendungan radang dengan infiltrasi leukosit poli
morfonuklear. Proses ini secara klinik tampak pada korpus tonsil yang
berisi bercak kuning yang disebut detritus. Detritus merupakan
kumpulan leukosit, bakteri dan epitel yang terlepas, suatu tonsilitis
akut dengan detritus disebut tonsilitis falikularis, bila bercak detritus
berdekatan menjadi satu maka terjadi tonsilitis lakunaris.
Tonsilitis dimulai dengan gejala sakit tenggorokan ringan hingga
menjadi parah. Pasien hanya mengeluh merasa sakit tenggorokannya
sehingga nafsu makan berkurang. Radang pada tonsil dapat
menyebabkan kesukaran menelan, panas, bengkak, dan kelenjar getah
bening melemah di dalam sub mandibuler, sakit pada sendi dan otot,
kedinginan, seluruh tubuh sakit, sakit kepala dan biasanya sakit telinga.

Sekresi yang berlebih membuat pasien mengeluh sukar menelan,


belakang tenggorokan akan terasa mengental. Hal-hal yang tidak
menyenangkan tersebut biasanya berakhir setelah 72 jam. Bila bercak
melebar, lebih besar lagi sehingga terbentuk membran semu
(Pseudomembran), sedangkan pada tonsilitis kronik terjadi karena
proses radang berulang maka epitel mukosa dan jaringan limfoid
terkikis Sehingga pada proses penyembuhan, jaringan limfoid diganti
jaringan parut. Jaringan ini akan mengkerut sehingga ruang antara
kelompok melebar (kriptus) yang akan diisi oleh detritus, proses ini
meluas sehingga menembus kapsul dan akhirnya timbul perlengketan
dengan jaringan sekitar fosa tonsilaris. Pada anak proses ini disertai
dengan pembesaran kelenjar limfe submandibula.

1. PENATALAKSANAAN MEDIS

Tonsilitis kronis kebanyakan berasal dari bakteri yang terdapat di


parenkim tonsil dibanding permukaan tonsil, sehingga swab dari
permukaan tonsil saja dapat menjadi keliru. Penatalaksanaan medis
termasuk pemberian antibiotik sesuai kultur. Pemberian antibiotik
yang bermanfaat pada penderita tonsilitis kronis cefalosporin
ditambah metronidazole, klindamisin, amoksisilin dengan asam
klavulanat jika bukan disebabkan mononucleosis. Tonsilektomi
merupakan tindakan pembedahan yang paling sering dilakukan pada
penderita tonsilitis kronis, yaitu berupa tindakan pengangkatan
jaringan tonsil palatina dari fosa tonsil (Jeyakumar, dkk., 2013).
Kaedah tonsilektomi sangat efektif dilakukan pada anak yang
menderita tonsilitis kronis dan berulang dan indikasi absolut karena
adanya sumbatan jalan napas akibat hipertrofi tonsil, tetapi tonsilektomi
dapat menimbulkan berbagai masalah dan berisiko menimbulkan
komplikasi seperti perdarahan, syok, nyeri pasca tonsilektomi, maupun
infeksi. Tonsilitis yang disebabkan oleh virus harus ditangani secara
simptomatik. Obat kumur, analgetik, dan antipiretik biasanya dapat
membantu. Gejala yang timbul biasanya akan hilang sendiri. Efektivitas
penggunaan obat kumur masih dipertanyakan, karena bisa saja saat
berkumur tidak mengenai tonsil tetapi lebih banyak mengenai dinding
faring.

2. KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan diagnosa tonsilitis, antara lain:
1. Abses peritonsiler
Kumpulan nanah (abses) dapat terbentuk di sekitar amandel ketika kondisi semakin
parah. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada anak-anak. Demam rematik: Demam
rematik dapat terjadi apabila radang amandel oleh infeksi bakteri, seperti
streptokokus, tidak diobati.

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Kultur bakteri
b. Rapid Antigen Detection Test (RADT)
с. Pemeriksaan Radiologi
d. Antibodi streptococcus

PATHWAY
B. ASUHAN KEPERAWATAN

1. PENGKAJIAN
Pengumpulan data klien baik subjektif atau objektif pada gangguan sistem

persyarafan sehubungan dengan cedera kepala tergantung pada bentuk, lokasi, jenis

injuri dan adanya komplikasi pada organ vital lainnya. Data yang perlu di dapati

adalah sebagai berikut :

A. Pengkajian Umum

1. Identitas klien dan keluarga (penanggung jawab) : nama, umur, jenis kelamin,

2. Riwayat keperawatan

1. Perawat perlu menentukan data biografi, riwayat terjadinya trauma (bila

tidak ada riwayat terjadi fraktur patologis) dimana terjadinya trauma, jenis

trauma, berat ringananya trauma.

2. Obat-obatan yang sering digunakan

3. Kebiasaan minum-minuman keras

4. Nutrisi

5. Pekerjaan atau hobby

b. Pemeriksaan fisik

Head to toe, inspeksi perubahan bentuk tulang, lokasi fraktur, gerakan

pasien, integritas kulit, nyeri.

c. Aktivitas atau istirahat

Ditujukan dengan terbatasnya atau kehilangan fungsi, yang cenderung pada

bagian tengah yang disebabkan oleh fraktur sekunder bengkak pada jaringan

dan rasa nyeri.

d. Sirkulasi
Ditunjukkan dengan hipertensi atau hipotensi, tachicardi yang disebabkan

karena respon stress atau hipovolemik, nadi berkurang atau menurun lebih

kecil pada bagian distal perlukan disebabkan karena keterlambatan pengikatan

pembuluh darah mempengaruhi bagian jaringan menjadi bengkok hematom

pada tempat perlukaan disebabkan adanya darah ekstravaskuler berada pada

daerah perlukaan.

e. Neurosensori

Ditunjukkan dengan kehilangan gerakan atau sensasi, spasme otot: kaku atau

tak terasa (parestesi), perubahan total, pemendekan, kekakuan abnormal,

terpuntir, krepitasi, agitasi karena nyeri atau cemas.

f. Rasa nyaman Tiba-tiba nyeri hebat pada tempat luka (mungkin lokasi pada

jaringan atau kerusakan tulang saat immobilisasi) nyeri ini disebabkan

terputusnya saraf, otot spasme setelah immobilisasi.

2. Riwayat keperawatan
a. Riwayat Perjalanan penyakit

 Keluhan utama klien datang ke RS atau pelayanan kesehatan


 Apa penyebabnya, kapan terjadinya kecelakaan atau trauma
 Bagaimana dirasakan, adanya nyeri, panas, bengkak dll
 Perubahan bentuk, terbatasnya gerakan
 Kehilangan fungsi
 Apakah klien mempunyai riwayat penyakit osteoporosis
b. Riwayat pengobatan sebelumnya

 Apakan klien pernah mendapatkan pengobatan jenis kortikosteroid dalam jang


ka waktu lama
 Apakah klien pernah menggunakan obat-obat hormonal, terutama pada wanita
 Berapa lama klien mendapatkan pengobatan tersebut
 Kapan klien mendapatkan pengobatan terakhir
c. Proses pertolongan pertama yang dilakukan
 Pemasangan bidai sebelum memindahkan dan pertahankan gerakan diatas/di ba
wah tulang yang fraktur sebelum dipindahkan
 Tinggikan ekstremitas untuk mengurangi edema
3. Pemeriksaan fisik
a. Mengidentifikasi tipe penyakit
b. Inspeksi daerah mana yang terkena

- Deformitas yang nampak jelas

- Edema, ekimosis sekitar lokasi cedera

- Laserasi

- Perubahan warna kulit

- Kehilangan fungsi daerah yang cidera

c. Palpasi
- Bengkak, adanya nyeri dan penyebaran
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Adapun diagnosa yang lazim dijumpai pada klien tonsilitis adalah (SDKI, 2017).
a. Nyeri akut berhubungan dengan imflamasi
b. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan proses penyakit
c. Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri

2. INTERVENSI

1.Nyeri akut berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 24 Manajemen nyeri
agen pencedera fisik. jam diharapkan rasa nyeri berkurang, dengan
Observasi
kriteria hasil:
1. Identifikasi lokasi,
1. Frekuensi nadi membaik
kaarakteristik, durasi,frekuensi,
2. Pola nafas membaik
kualitas, intesietas nyeri
3. Keluhan nyeri menurun
1. Identifikasi skala nyeri
4. Meringis berkurang
2. Identivikasi respon nyeri
5. Gelisah menurun
6. Kusulitan tidur menurun verbal

(SLKI: 145) 3. Identifikasi fator yang


memperberat dan memperingan
nyeri
4. Identifikasi pengetahuan
dan keyakinan tentang
nyeri
5. Identifikasi pengaruh
nyeri pada kualitas
hidup
6. Identifikasi budaya
terhadap respon nyeri
7. Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Terapeutik

8. Ajarkan teknik relak sasi


9. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri
10. Fasilitasi istirahat dan tidur
11. Pertimbangan sumber nyeri
Edukasi

1. Jelaskn penyebab dan pemicu


nyeri
2. Jelaskan cara meredakan
nyeri
3. Ajarkan teknik tarik nafas
dalam
4. Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika


perlu
Status Kenyamanan (L.08064)
Observasi
2. Gangguan rasa nyaman Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 24

b.d dengan proses penyakit jam diharapkan gangguan rasa nyaman 1) Identifikasi gejala yang tidak
membaik, dengan kriteria hasil : menyenangkan (Mis, mual, nyeri,
gatal, sesak)
1. Keluhan tidak nyaman menurun 2) Identifikasi pemahaman tentang
2. Gelisah menurun kondisi, situasi dan perasaannya
3) Identifikasi masalah emosional dan
3. Kesejahteraan fisik meningkat spiritual

Terapeutik
4) Berikan posisi yang nyaman
5) Berikan kompres air dingin atau
hangat
6) Ciptakan lingkungan yang nyaman
7) Berikan pemijatan
8) Berikan terapyi akupresur

Edukasi

9) Jelaskan mengenai kondisi dan


pilihan terapy/pengobatan
10) Ajarkan terapi relaksasi
11) Ajarkan latihan pernapasan
12) Ajarkan teknik distraksi dan
imajinasi terbimbing
3.Gangguan Pola tidur b.d Setelah dilakukan asuhan keperawatan 1x 24
rasa nyeri jam diharapkan gangguan pola tidur
membaik, dengan kriteria hasil : Kolaborasi

1. Keluhan sulit tidur menurun 13)Kolaborasi pemberian analgesik,


2. Keluhan pola tidur tidak cukup antipruritus, antihistamin, jika perlu
Dukungan Tidur
menurun

Pola Tidur (L.05045)

Observasi

1) Indentifikasi pola aktivitas dan


tidur

2) Identifikasi faktor pengganggu


tidur (fisik dan/atau psikologis)
3) Identifikasi makanan dan
minuman yang mengganggu tidur
(mis, kopi, the, alkohol, makan
mendekati waktu tidur, minum
banyak air sebelum tidur)

4) Identifikasi obat tidur yang


dikonsumsi

Terapeutik

5) Modifikasi lingkungan (mis,


pencahayaan, kebisingan, suhu,
matras, dan tempat tidur)

6) Batasi waktu tidur siang, jika


perlu

7) Fasilitasi menghilangkan stres


sebelum tidur

8) Tetapkan jadwal tidur rutin

9) Lakukan prosedur untuk


meningkatkan kenyamanan (mis,
pijat, pengaturan posisi, terapi
akupresur)

10) Sesuaikan jadwal pemberian


obat dan/atau tindakan untuk
menunjang siklus tidur terjaga

Edukasi

11) Jelaskan pentingnya tidur cukup


selama sakit

12) Anjurkan menepati kebiasaan


waktu tidur

13) Anjurkan menghindari


makan/minuman yang
mengganggu tidur

14) Anjurkan penggunaan obat


tidur yangtidak mengandung
supresor terhadap tidur REM
15) Ajarkan faktor-faktor yang
berkontribusi terhadap gangguan
pola tidur (mis, psikologi, gaya
hidup, sering berubah shif bekerja)

16) Ajarkan relaksasi otot


autogenik atau cara
nonfarmakologi lainnya

2. IMPLEMENTASI

Implementasi merupakan suatu tindakan selanjutnya setelah intervensi,


dimana rencana yang telah disusun dalam intervensi dilakukan dan dicatat
dalam Implementasi.

3. EVALUASI

Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan untuk


mengetahui sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Wijaya, A.S & Putri, Y.M, 2013, KMB 2 Keperawatan Medikal Bedah, Yogyakarta: Nuha
Medika

Tim Pokja SDKI DPP PPNI, 2017, Stanadar Diagnosis keperawatan Indonesia Definisi d
an indikator diagnostik, edisi 1 : PPNI

Brunner and Suddarth (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal BedahEdisi 8 volume 3, Ja
karta. Penerbit Buku Kedokteran EGC.

Brunner and Suddarth (2015) Keperawatan Medical Bedah Edisi 12 Jakarta

Anda mungkin juga menyukai