Disusun Oleh :
SHINTA NURAINI
P1337420916028
Tonsillitis adalah suatu peradangan pada tonsil (atau biasa disebut amandel) yang
dapat disebabkan oleh berbagai faktor, namun hampir 50% kasus tonsilitis adalah
karena infeksi. Tonsilitis akut sering dialami oleh anak dengan insidensi tertinggi
pada usia 5-6 tahun, dan juga pada orang dewasa di atas usia 50 tahun.
Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi
pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis.(
Ngastiyah,1997 )
Seseorang terpredisposisi menderita tonsillitis jika memiliki resistensi yang
rendah, memiliki tonsil dengan kondisi tidak menguntungkan akibat tonsilitis
berulang sebelumnya, sebagai bagian dari radang tenggorok (faringitis) secara umum,
atau sekunder terhadap infeksi virus (biasanya adenovirus yang menyebabkan tonsil
menjadi mudah diinvasi bakteri).
Tonsil membentuk cincin jaringan limfe pada pintu masuk saluran napas dan
saluran pencernaan yang dikenal sebagai cincin Waldeyer. Pada cincin Waldeyer,
tonsil terdiri dari tiga jenis yaitu tonsil lingualis berjumlah satu pasang yang terletak
dibawah lidah, satu buah tonsil adenoid yang terletak di belakang hidung, dan tonsil
palatina yang terletak disebelah kanan-kiri rongga mulut. Cincin Waldeyer ini mampu
mengeluarkan imunoglobulin jenis G, A, M , D, dan E.
Adenoid merupakan jaringan limfoid bersama dengan struktur lain dalam cincin
Waldeyer. Fungsi adenoid adalah bagian imunitas tubuh. Adenoid memproduksi IgA
sebagai bagian penting sistem pertahanan tubuh garis depan dalam memproteksi
tubuh dari invasi kuman mikroorganisme dan molekul asing.
2. Etiologi
Penyebab tonsilitis bermacam macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini
yaitu :
a. Streptokokus Beta Hemolitikus
b. Streptokokus Viridans
c. Streptokokus Piogenes
d. Virus Influenza
e. Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet
infections)
3. Patofisiologi
Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas akan
menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem
limfa ke tonsil. Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya
proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar
masuknya udara. Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada
faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga
menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta
otalgia.
4. Pathways
Invasi kuman patogen (bakteri / virus)
Penyebaran limfogen
Proses inflamasi
Manifestasi klinik yang mungkin timbul pada tonsilitis sangat bervariasi untuk tiap
penderita, diantaranya rasa mengganjal atau kering di tenggorokan, nyeri tenggorok
(sore throat) rasa haus, malaise, demam, menggigil, nyeri menelan (odinofagia),
gangguan menelan (disfagia), nyeri yang menyebar ke telinga, pembengkakan
kelenjar getah bening regional, perubahan suara, nyeri kepala, ataupun nyeri pada
bagian punggung dan lengan.
6. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis
akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
a. Leukosit : terjadi peningkatan
b. Hemoglobin : terjadi penurunan
c. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat
7. Penatalaksanaan Medis
Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :
a. Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin,
eritromisin dll
b. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
c. Analgesik untuk meredakan nyeri
Penatalaksanaan keperawatan :
a. Kompres dengan air hangat
b. Istirahat yang cukup
c. Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
d. Kumur dengan air hangat
e. Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien
Meskipun kebanyakan kasus tonsilitis dapat sembuh dengan penanganan
konvensional, seperti istirahat (bedrest), asupan makanan yang baik, penurun panas
(antipiretik), di mana tanpa pemberian antibiotik, tonsilitis biasanya berlangsung
selama kurang lebih 1 minggu. Adapun pemberian antibiotik dalam kasus seperti ini,
umumnya ditujukan untuk mengurangi episode penyakit dan lamanya gejala yang
diderita seperti nyeri tenggorok, demam, nyeri kepala, ataupun pembengkakan
kelenjar getah bening. Antibiotika sendiri menjadi indikasi jika pada pemeriksaan
kultur dan resistensi ditemukan bakteri Streptokokus beta hemolitikus grup A, dengan
tujuan mengeradikasi kuman dan mencegah komplikasi lebih lanjut.
Penanganan tonsillitis bisa sangat bervariasi tergantung dari perjalanan
penyakitnya sendiri, mulai dari penanganan konvensional hingga tindakan
pembedahan seperti tonsilektomi dan adenoidektomi. Jika pun keputusan
pembedahan yang diambil, maka harus berdasarkan indikasi yang jelas dan telah
mempertimbangkan cost/benefit ratio dari tindakan tersebut, selain itu telah
diperhitungkan komplikasi yang mungkin terjadi.
Beberapa indikasi untuk tonsilektomi/adenoidektomi antara lain: tonsillitis
rekuren atau kronis dengan kriteria yang telah ditentukan, difteria yang tidak
berespon terhadap terapi medikamentosa, demam rematik, tonsillitis yang berkaitan
dengan infeksi telinga tengah atau sinusitis maksilaris, formasi abses, obstruksi jalan
napas, dugaan keganasan tonsil, dan lain sebagainya.
8. Komplikasi
Beberapa komplikasi yang mungkin timbul akibat tonsillitis akut atau berulang, di
antaranya:
a. Abses peritonsilar (quinsy) :Biasanya timbul pada pasien dengan tonsillitis
berulang atau kronis yang tidak mendapat terapi yang adekuat.
b. Abses parafaringeal : Timbul jika infeksi atau pus (cairan abses) mengalir dari
tonsil atau abses peritonsilar melalui otot konstriktor superior, sehingga formasi
abses terbentuk di antara otot ini dan fascia servikalis profunda. Komplikasi ini
berbahaya karena terdapat pada area di mana pembuluh darah besar berada dan
menimbulkan komplikasi serius.
c. Abses retrofaringeal : Keadaan ini biasanya disertai sesak nafas (dyspnea),
ganggaun menelan, dan benjolan pada dinding posterior tenggorok, dan bisa
menjadi sangat berbahaya bila abses menyebar ke bawah ke arah mediastinum
dan paru-paru.
d. Tonsilolith : Tonsilolith adalah kalkulus di tonsil akibat deposisi kalsium,
magnesium karbonat, fosfat, dan debris pada kripta tonsil membentuk benjolan
keras. Biasanya menyebabkan ketidaknyamanan, bau mulut, dan ulserasi (ulkus
bernanah).
e. Kista tonsil : Umumnya muncul sebagai pembengkakan pada tonsil berwarna
putih atau kekuningan sebagai akibat terperangkapnya debris pada kripta tonsil
oleh jaringan fibrosa.
f. Komplikasi sistemik : Kebanyakan komplikasi sistemik terjadi akibat infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grup A. Di antaranya: radang ginjal akut (acute
glomerulonephritis), demam rematik, dan bakterial endokarditis yang dapat
menimbulkan lesi pada katup jantung.
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Operasi
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis, inflamasi,
peningkatan sekresi, nyeri.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik, proses inflamasi dan insisi
pembedahan.
4. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
ketidakmampuan dalam memasukkan, mencerna, mengabsorbsi makanan karena
faktor biologi.
Post Operasi
INTERVENSI
Pre Operasi
1. Hipertermia berhubungan dengan penyakit.
Tujuan: Hipertermia teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24
jam dengan kriteria hasil:
C/axilaSuhu: 36-37
Pernapasan 12-21x/mnt
Tekanan darah 120-129/80-84mmHg
Nadi 60-100x/mnt
Intervensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui keadaan klien
b. Anjurkan untuk banyak minum 2 L/hari
R/memenuhi kebutuhan cairan
c. Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat pemulihan kondisi
d. Anjurkan untuk menggunakan pakaian yang tipis
R/mengurangi rasa panas
e. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/mencukupi kebutuhan pasien
f. Beri kompres hangat
R/vasodilatasi pembuluh darah
g. Kolaborasi/lanjutkan pemberian therapi antipiretik; nama, dosis, waktu, cara,
indikasi
R/mempercepat penyembuhan
2. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi mekanis, inflamasi,
peningkatan sekresi, nyeri.
Tujuan : pasien dapat mempertahankan jalan nafas yang paten.
Dengan kriteria hasil: Pasien tidak mengeluh sesak, Pernapasan 12-21x/mnt,
Intervensi :
a. Posisikan anak pada kesejajaran tubuh yang tetap.
R/untuk memungkinkan ekspansi paru yang lebih baik dan perbaikan pertukaran
gas.
b. Hisap sekresi jalan nafas sesuai kebutuhan.
R/pengisapan sekresi dapat melonggarkan jalan nafas.
c. Bantu anak dalam mengeluarkan sputum.
Beberapa anak belum bisa mengeluarkan sputum sendiri.
d. Beri ekspektoran sesuai dengan kebutuhan.
R/ekspektoran dapat membantu mengencerkan dahak.
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen injuri biologis, fisik, proses inflamasi dan insisi
pembedahan.
Tujuan: Nyeri akut teratasi setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x24jam
dengan kriteria hasil:
Pasien tidak mengeluh nyeri, Tekanan darah 120-129/80-84mmHg, Nadi 60-
100x/mnt,
Intervensi:
a. Ukur tanda-tanda vital: tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, saturasi
R/mengetahui kondisi pasien
b. Monitor derajat dan kualitas nyeri (PQRST)
R/mengetahui rasa nyeri yang dirasakan
c. Ajarkan teknik distraksi/relaksasi/napas dalam
R/mengurangi rasa nyeri
d. Beri posisi nyaman
R/untuk mengurangi rasa nyeri
e. Beri posisi semifowler
R/memenuhi kebutuhan oksigen.
f. Libatkan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan pasien
R/memenuhi kebutuhan pasien
g. Anjurkan untuk cukup istirahat
R/mempercepat proses penyembuhan
h. Kolaborasi/lanjutkan pemberian analgetik; nama, dosis, waktu, cara, indikasi
R/mengurangi rasa nyeri
Post Operasi
1)
IMPLEMENTASI
Disesuaikan dengan intervensi keperawatan yang telah disusun.
EVALUASI
Evaluasi dilakukan dalam bentuk evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi
dilakukan sesuai dengan kriteria hasil yang telah disusun.
DAFTAR PUSTAKA
1. Rusmarjono dan Soepardi, EA. Faringitis, Tonsilitis, dan Hipertrofi Adenoid. Dalam
Soepardi, Efiaty Arsyad, et al., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung,
Tenggorok, Kepala & Leher. ed 6. Jakarta. FKUI, 2009.
2. Saragih, A.R, Harahap, I.S, Rambe, A.Y. Karakteristik Penderita Tonsilitis Kronik di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2009. Bagian THT FK USU/ RSUP H. Adam
Malik Medan. Medan. USU Digital Library, 2009. Available at :
http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27640
3. Kurniadi, B. Penatalaksanaan Faringitis Kronik. Bagian Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorok. RSUD Saras Husada, Purworejo. Available at :
http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?page=Penatalaksanaan+Faringitis+Kroni
k (Accessed : March 18th 2017).