Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

TONSILEKTOMI

1. Pengertian

Tonsilitis adalah inflamasi pada tonsil yang disebabkan oleh infeksi virus
dan bakteri. Tonsillitis merupakan peradangan yang terjadi pada tonsil yang
disebabkan oleh virus dan bakteri sehingga tonsil menjadi bengkak merah,
melunak, dan memiliki bintik putih di permukaannya ( G. Z. Prasetya, 2018).

Tonsilektomi adalah prosedur pengangkatan tonsil dengan cara


pembedahan (Smeltzer Suzanne C, 2008). Tonsilektomi tak hanya dengan
pisau bedah, tapi operasi tonsilektomi juga dapat dilakukan dengan gelombang
suara dan energi laser.

2. Etiologi

Penyebab tonsilitis adalah virus dan bekteri sebagian besar disebabkan


oleh virus yang merupakan juga faktor predisposisi dari infeksi bakterial.

a. Golongan Virus

1) Adenovirus

2) Virus Echo

3) Virus Influenza

b. Golongan Bakteri

1) Streptococcus

2) Mycrococcus

3) Corine bakterium diphiterial


Kebanyakan pada anak-anak mempunyai tonsil yang besar, yang
ukurannya akan menurun sejalan dengan pertambahan usia. Tonsilektomi
dilakukan hanya jika pasien mempunyai masalah-masalah berikut :

a. Menderita tonsillitis berulang.

b. Hipertrifi tonsil dan adenoid yang dapat menyebabkan obstruksi.

c. Serangan otitis media purulens berulang.

d. Diduga kehilangan pendengaran akibat otitis media serosa yang terjadi


dalam kalbunya dengan pembesaran konal dan adenoid.

e. Kecurigaan keganasan tonsil pada orang dewasa muda dan dewasa.

f. Radang amandel yang menyebabkan kejang demam, sudah berlangsung


lama, sering kambuh dan tidak sembuh dengan antibiotic.

g. Tonsilektomi pada orang dewasa dapat dikerjakan dalam narkose atau


dengan anestesi local, pada anak biasanya dilakukan dalam narkose.

(Rizal Basjrah. Dr, 2009)

3. Patofisiologi

Pada waktu anak lahir belum mempunyai folikal dan biasanya berukuran
kecil, dengan demikian habisnya material antibodi , maka secara berangsur
terjadi pembesaran tonsil. Pembesaran ini dapat melebihi normal, oleh karena
infeksi saluran pernafasan berat. Pembesaran tonsil yang sampai menimbulkan
gangguan serius biasanya terjadi pada anak berumur 3-5 tahun. Keadaan ini
ditandai dengan gangguan bernafas atau gangguan pemenuhan kebutuhan
nutrisi, karena usia tersebut mudah menderita infeksi saluran nafas atas,
Apabila satu atau dua tonsil meradang membesar sampai ketengah orofaring
maka sebaiknya dilakukan tindakan pengangkatan tonsil atau disebut
Tonsilektomi.
Derajat pembesaran tonsil :

a. Derajat I (Normal)

Tonsil berada dibelakang pilar tonsil (struktur lunak dipotong oleh palatina
lunak).

b. Derajat II

Tonsil berada diantara pilar dan uvula.

c. Derajat III

Tonsil menyentuh uvula.

d. Derajat IV

Satu atau dua tonsil meluas ketengah orofaring.

(Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar, 2015)


Pathway

Folikal

Maternal Antibody

Pembesaran Tonsil

Infeksi Saluran Nafas Berat

Gangguan Nafas/ Gangguan Menelan

Tonsilektomi
Post op
tonsilektomi
Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh

Luka Insisi
pada tonsil

Nyeri akut
Resiko Infeksi
4. Tanda Dan Gejala

Tanda dan gejala dari tonsilitis terbagi atas tonsilitis akut dan kronis.
Kepekaan tonsil terhadap infeksi akut dapat meningkat apabila keadaan
organisme dari luar berlebihan.

Tanda dan gejala tonsilitis akut :

a. Penderita terlihat seperti sakit demam.

b. Mengeluh sakit tenggorokan dan sulit menelan.

c. Tonsil hyperemia.

d. Kelenjar lymphe jugularis membesar dan nyeri bila diraba.

Setelah serangan tonsilitis akut jaringan tonsil biasanya dapat kembali


normal tetapi ada juga yang tidak. Keadaan jaringan yang tidak normal ini
merupakan terbentuknya abses-abses kecil dan folikal limphoid disekitar
krypta dan dibatasi oleh jaringan ikat, Tonsil yang seperti ini dapat
menimbulkan gejala infeksi berulang tiga sampai empat bulan sekali. Keadaan
ini merupakan proses awal terjadinya tonsilitis kronis.

Tanda dan gejala tonsilitis kronis :

a. Tonsil hyperemia dan edema.

b. Kripta melebar dan tonsil bengkak.

c. Suhu badan sub febris.

d. Penderita merasa tidak enak badan.

(Catzel, Pincus, 2014)

5. Pemeriksaan Diagnostik

Menurut Richard (2017), Untuk menegakkan diagnostik tonsilitis dapat


digunakan dengan adanya gejala yang muncul seperti : demam, sulit menelan,
tonsil tampak membesar dan hyperemia.
Diagnosa banding :

a. Infeksi mononuchosis

Untuk membedakannya dengan tonsilitis akut diperlukan pemeriksaan


hitung jenis leukosit.

b. Angina Vinecent

Menyebabkan ulsurasi yang luas di rongga mulut atau hanya terbatas


disekitar tonsil. Penyakit ini dibedakan dari tonsilitis akut dengan
pemeriksaan usap tenggorokan.

c. Agranusitosis

Penyakit ini menimbulkan ulsurasi yang dirongga mulut dan faring. Selain
ulsurasi terjadi pengelupasan mukosa mulut, lidah dan tonsil, penderita
dapat membantu menegakkan diagnosa.

6. Pemeriksaan laboratorium

Menurut Richard (2017), untuk pemeriksaan Laboratorium yang dilakukan


adalah :
a. Golongan darah.

b. Kadar Hb.

c. Hitung Leukosit dan Hitung Jenis leukosit.

d. Untuk penentuan kadar klorida keringat atau imunoglobulin serum


mengevaluasi diagnosis banding medis yang mencakup fibrosis kistik atau
imunodefisiensi.

7. Indikasi

a. Tonsilitis akut residivan yaitu tonsilitis akut yang berulang-ulang 4-5 kali
tiap tahun.
b. Tonsilitis kronis dengan eksasurbasi yaitu tonsilitis akut dengan keluhan
ringan tapi terus menerus.

c. Abses Peritonsil / Tonsilitis akut dengan komplikasi Jika sudah permah


terjadi abses peritonsil maka kemungkinan untuk kambuh berulang-
ulangnya dikemudian hari besar sekali. Pada abses peritonsil jaringan
sekitar tonsil turut meradang schingga perasaan sakit melebihi dari
tonsilitis akut biasa.

d. Streptokok tonsilitis yang berulang. Infeksi kuman streptokok yang


berulang dan tidak teratasi oleh berbagai antibiotik akan mengakibatkan
terjadinya kerusakan yang besar pada jaringan tonsil. Akibatnya tonsil
tidak lagi berfungsi sebagai alat penangkis kuman dan merupakan fokal
infeksi yang tidak dapat dikontrol.

e. Tonsil palatina sebagai fokat infeksi demam rematik.

f. Tonsil palatina menjadi serangan kumun atau diptheria cariur, misal


tonsilitis proso diphteria.

g. Tonsil Hipertropi sehingga timbul obstruksi mekanik. Adanya pembesaran


tonsil yang sedemikian maka makan, minum bahkan bernafas terutama
dimalam hari sudah terganggu. Jika tonsil hipertropi tidak segera diangkat
maka komplikasi seperti faringitis. bronkitis sering terjadi dan sukat
diatasi.

h. Otitis media purulen yang berulang.

i. Tonsil yang menunjukkan tanda maligna Indikasi ini sangat definitif dan
tonsilektomi harus dilakukan karena kalau tumor ganas masih bersifat
insitu, tonsilektomi akan memberi hasil yang memuaskan tetapi bila tumor
sudah menjalar ke daerah sekitar tonsil, maka tonsilektomi akan sia-sia,
bahkan pembesaran tonsil unilateral yang luar biasa harus dicurigai
kemungkinan terjadinya maligna (Lynda Juall Carpenito, 2000).
8. Kontra Indikasi

Menurut Cody dan Thane (2014) :

a. Alergi yang mendasari. Tonsilektomi dapat memperburuk alergi pada


beberapa pasien.

b. Pilek berulang dan masalah kesehatan menahun jarang karena "tonsil".

c. Pasien dibawah umur 3 atau 4 tahun.

d. Tonsil besar tanpa gejala. Harus diingat bahwa tonsil cenderung membesar
sampai sekitar umur 10-12 tahun, dan kemudian berinvolusio mantap.

e. Adenitis cervicalis tuberkulosis tidak lagi dianggap sebagai indikasi.

f. Demam reumatik dan nefritis bukan indikasi. kecuali bila terapi antibiotika
intensif gagal menghilangkan streptokokus hemolitikus.

g. Desakan orang tua untuk tonsilektomi bukan merupakan suatu indikasi.

9. Komplikasi

a. Perdarahan pasca tonsilektomy

b. Menyebabkan hypertropi

c. Atelektase

d. Bronkhitis

e. Pneumonia

f. Abses paru

(Doenges, Marilynn E, 2007)


10. Penatalaksanaan

Prosedur Tonsilektomi yaitu :

a. Memotong amandel menggunakan pisau bedah atau disebut dengan Cold


knife surgery.

b. Menghancurkan jaringan tonsil dan menghentikan perdarahan


menggunakan energy panas atau disebut juga dengan electrocautery
(diathermy).

c. Menghancurkan amandel menggunakan suhu dingin atau disebut juga


dengan coblation (radiofrequency ablation).

d. Memotong amandel menggunakan energy laser atau gelombang suara.

(R. Sjamsuhidajat & Wim de jong, 2018)

Menurut Doenges (2007) : Pengobatan yang diberikan setelah tonsilektomi.

a. Diberikan cairan IV selama 24 jam untuk menghindari dehidrasi.

b. Diberikan 1,5 mg Kodein Fosfat/Kg BB setiap 3 jam untuk mengatasi


nyeri.

c. Mengkonsumsi makanan yang mudah ditelan seperti ice cream dan


pudding, serta menghindari makanan asam, pedas dan bertekstur keras.

d. Menjalani tirah baring dan tidak melakukan aktivitas berat selama 2


minggu setelah operasi.
DAFTAR PUSTAKA

Smeltzer Suzanne C. (2008). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed.
8. Jakarta : EGC

Behrman, Richard E. (2017). Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta : EGC

Catzel, Pincus. (2014). Kapita Selekta Pediatri. Jakarta : EGC.

Cody. D. dan Thane R. (2014). Penyakit Telinga, Hidung dan Tenggorokan. EGC:
Jakarta.

Doenges, Marilynn E. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I
Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC

Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. (2015). Buku Ajar Ilmu Kesehatan :
Telinga Hidung Tenggorokan Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Lynda Juall Carpenito. (2000). Diagnosa Keperawatan. Edisi VII. Jakarta : EGC

R. Sjamsuhidajat & Wim de jong. (2018). Buku Ajar ilmu Bedah. Edisi revisi.
Jakarta : EGC

Rizal Basjrah. Dr. (2009). Faringologi. Penerbit Alumni : Bandung

Anda mungkin juga menyukai