Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

“TONSILEKTOMI”
DI RUANG CENTRAL OPERATING THEATRE (COT)
RUMAH SAKIT PENDIDIKAN UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR

Oleh
SUNARTI
R014182020

PRESEPTOR KLINIK PRESEPTOR INSTITUSI

(Dr.Rosyidah Arafat, S.Kep.Ns.,M.Kep.Sp.KMB)

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2019
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. Defenisi
Tonsilektomi didefinisikan sebagai prosedur bedah untuk mengangkat seluruh
jaringan tonsil palatine, termasuk dengan kapsulnya dengan cara diseksi ruang
peritonsilar antara kapsul tonsil dan dinding muskuler. Tonsilektomi merupakan
prosedur operasi yang praktis dan aman, namun hal ini bukan berarti tonsilektomi
merupakan operasi minor karena tetap memerlukan keterampilan dan ketelitian
yang tinggi dari operator dalam pelaksanaanya. (Ralph, 2017)
Tonsilitis kronik umunya diartikan sebagai infeksi atau inflamasi pada tonsil
palatine lebih dari 3 bulan. Tonsillitis terjadi dimulai saat kuman masuk ke tonsil
dan adanya infeksi berulang dan pada suatu waktu tonsil tak dapat membunuh
kuman sehingga kuman bersarang pada tonsil. Tonsillitis kronik dapat berasal dari
tonsillitis akut yang tidak diterapi atau diterapi dengan antibiotic yang tidakk tepat
dan adekuat, dapat juga karena penyebaran infeksi kronik dari tempat lain
misalnya sinusitis, rhinitis, atau karies gigi. (Tanjung, 2016)
B. Indikasi , Tujuan dan Manfaat, Pembedaha, dan Komplikasi
1. Indikasi
Indikasi tonsilektomi bukan hanya sebagai penatalaksanaan untuk tonislitis
kronik tetapi indikasi yang lebih utam adalah obstruksi saluran nafas dan
hioertrofi tonsil
Menurut American Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery
(2019), indikator klinis untuk prosedur surgical adalah :
a. Indikasi absolut
1) Pembengkakan tonsil yang menyebabkan obstruksi saluran nafas,
disfagia berat, gangguan tisur dan komplikasi kardiopulmonal
2) Abses peritonsilar yang tidak membaik dengan pengobatan medis dan
drainage
3) Tonsillitis yang menimbulkan kejang demam
4) Tonsil yang akan dilakukan biopsy untuk pemeriksaan patologi
b. Indikasi relative
1) Terjadi 3 episode atau lebih infeksi tonsil per tahun dengan terapi
antibiotic adekuat.
2) Halitosis akibat tonsillitis kronik yang tidak membaik dengan
pemberian terapi medis
3) Hipertrofi tonsil unilaterlal yang dicurigai suatu keganasan

Penatalaksanaan tonsilektomi untuk pasien dewasa harus dibedakan apakah


diperlukan operasi tersebut atau hanya sebagai kandidat. Dugaan keganasan
dan obstruksi saluran nafas merupakan indikasi absolut untuk tonsilektomi.
Tetapi hanya sedikit tonsilektomi pada dewasa yang dilakukan atas indikasi
tersebut, kebanyakan karena infeksi kronik.
Obstruksi nasofaringeal dan orofaringeal yang berat sehingga boleh
mengakibatkan terjadinya gangguan apnea ketika tidur merupakan indikasi
absolute untuk pembedahan.
2. Tujuan dan Manfaat
Tonsilektomi adalah prosedur bedah yang bertujuan untuk mengobati
tonsillitis, atau peradangan pada tonsil.apabila terinfeksi , tonsil akan menjadi
bengkak. Kebanyakan kasus, tonsillitis dapat disembuhkan dengan antibiotic.
Namun bila kondisi memburuk menjadi ke tahap kronis maka pasien
dianjurkan untuk pengangkatan tonsil total. tonsilektomi juga berguna untuk
mengobati penyakit lain, yaitu kelainan bernafas pada saat tidur/apnea.
3. Prosedur Pembedahan
Teknik prosedur tonsilektomi terdiri atas beberapa jenis yang difokuskan pada
nyeri, perdarahan preoperative dan pasoperatif serta durasi operasi. Teknik
tonsilektomi yaitu terdiri atas:
a. Teknik Guillotine
Tonsilektomi guillotine dipakai untuk mengangkat tonsil secara cepat
dan praktis. Tonsil dijepit kemudian pisau guillotine digunakan untuk
melepas tonsil beserta kapsul tonsil dari fosa tonsil. Sering terdapat sisa
dari tonsil karena tidak seluruhnya terangkat atau timbul perdarahan yang
hebat.
b. Teknik diseksi
Kebanyakan tonsilektomi saat ini dilakukan dengan metode
diseksi.Metode pengangkatan tonsil dengan menggunakan skapel dan
dilakukan dalam anestesi.Tonsil digenggam dengan menggunakan klem
tonsil dan ditarik kearah medial, sehingga menyebabkan tonsil menjadi
tegang. Dengan menggunakan sickle knife dilakukan pemotongan mukosa
dari pilar tersebut.
c. Teknik elektrokauter
Teknik ini memakai metode membakar seluruh jaringan tonsil disertai
kauterisasi untuk mengontrol perdarahan. Pada bedah listrik transfer energi
berupa radiasi elektromagnetik untuk menghasilkan efek pada jaringan.
Frekuensi radio yang digunakan dalam spektrum elektromagnetik berkisar
pada 0,1 hingga 4 Mhz. Penggunaan gelombang pada frekuensi ini
mencegah terjadinya gangguan konduksi saraf atau jantung.
d. Radio Frekuensi
Pada teknik ini radiofrekuensi elektroda disisipkan langsung
kejaringan. Densitas baru disekitar ujung elektroda cukup tinggi untuk
membuka kerusakan bagian jaringan melalui pembentukan panas.Selama
periode 4- 6 minggu, daerah jaringan yang rusak mengecil dan total
volume jaringan berkurang.
e. Laser (CO2-KTP)
Laser tonsil ablation (LTA) menggunakan CO2 atau KTP (Potassium
Titanyl Phosphat) untuk menguapkan dan mengangkat jaringan tonsil.
Teknik ini mengurangi volume tonsil dan menghilangkan recesses pada
tonsil yang menyebabkan infeksi kronik dan rekuren.
f. Teknik Coblation
Teknik ini menggunakan bipolar electrical probe untuk menghasilkan
listrik radiofrekuensi (radiofrequency electrical) baru melalui larutan
natrium klorida. Keadaan ini akan menghasilkan aliran ion sodium yang
dapat merusak jaringan sekitar. Efikasi teknik coblation sama dengan
teknik tonsilektomi standar tetapi teknik ini bermakna mengurangi rasa
nyeri, tetapi komplikasi utama adalah perdarahan.
g. Intracapsular partial tonsillectomy
Intracapsular tonsilektomi merupakan tonsilektomi parsial yang
dilakukan dengan menggunakan mikrodebrider endoskopi. Mikrodebrider
endoskopi bukan merupakan peralatan ideal untuk tindakan tonsilektomi,
namun tidak ada alat lain yang dapat menyamai ketepatan dan ketelitian
alat ini dalam membersihkan jaringan tonsil tanpa melukai kapsulnya.
4. Kontraindikasi
Terdapat beberapa keadaan yang disebutkan sebagai kontraindikasi Keadaan
tersebut adalah:
a. Gangguan perdarahan
b. Risiko anestesi yang besar atau penyakit berat
c. Anemia
d. Infeksi akut yang berat
5. Komplikasi
Menurut Wetmore, (2017) kompilkasi tonsilektomi, antara lain :
a. Perdarahan primer dan sekunder
Perdarahan primer, terjadi selama 24 jam pertama, sedangkan sekunder
terjadi setelah yang 24 jam pertama pasca operasi. perdarahan primer
biasanya merupakan hasil dari pendarahan yang tidak sepenuhnya
dikontrol selama prosedur bedah atau mungkin karena pendarahan yang
awalnya tidak jelas pada saat prosedur bedah selesai. Beberapa praktisi
masih menggunakan kauter kimia dengan baik perak nitrat atau subgallate
bismuth. Sebagian besar pusat saat ini menggunakan salah elektrokauter
monopolar atau Koblasi kauter, bentuk lain dari elektrokauter. Hampir
semua episode perdarahan primer menanggapi kembali ke ruang operasi
untuk kontrol bedah. Sedangkan etiologi perdarahan sekunder kurang
jelas. Dalam beberapa kasus pembuluh darah, baik arteri atau vena,
mungkin terkena dan berdarah. Insiden perdarahan sekunder mungkin
berhubungan dengan teknik yang digunakan untuk tonsilektomi.
b. Obstruksi jalan napas
Pasien yang beresiko obstruksi jalan napas atau gangguan pernapasan
berikut tonsil dan adenoid operasi memiliki karakteristik sebagai berikut:
Mereka sering anak-anak di bawah usia tiga tahun. Banyak memiliki apnea
parah sebelum operasi dengan AHI tinggi atau bukti oksigen desaturasi di
bawah 90%. Anak-anak dengan masalah neurologis yang mendasari
seperti cerebral palsy atau gangguan kejang berada pada risiko yang lebih
besar seperti anak-anak dengan penyakit jantung bawaan, prematuritas dan
baik bawah atau sindrom kraniofasial. Terapi suportif pada pasien ini
dimulai dengan pengamatan dalam ICU, ICU pernapasan atau unit step-
down yang memiliki pengawasan yang lebih tinggi, oksigen tambahan,
sering penyedotan dan re-positioning sangat penting untuk menjaga jalan
napas, dosis tambahan steroid dapat mengurangi edema operatif, obat
nebulasi seperti epinefrin rasemat dan albuterol dapat diindikasikan
tergantung pada lokasi obstruksi. Jika manuver ini tidak berhasil,
penyisipan sebuah napas buatan dapat diindikasikan. Hidung atau saluran
udara lisan dapat membantu, namun dalam beberapa kasus, ulangi intubasi
endotrakeal dibenarkan.
c. Dehidrasi
Dehidrasi adalah komplikasi utama ketiga yang terjadi tonsil berikut
dan operasi adenoid. fluida intravena mungkin diperlukan pada banyak
pasien yang terkena. Steroid oral atau intravena juga dapat membantu
untuk mengurangi edema, meningkatkan menelan. Karena obat nyeri
sering menyebabkan mual dan muntah, salah satu harus
mempertimbangkan beralih ke obat nyeri non-opiat atau mencoba dosis
ondansetron untuk mengurangi mual.
C. Konsep Pre Operatif
a. Persiapan Pra Operatif
I. Persiapan Fisik
1. Status kesehatan fisik umum
Pemeriksan kesehatan fisik secara umum ada 7 tahapan yaitu:
a) Identitas pasien
Pada identitas pasien, hal-hal yang harus dicatat meliputi nama
pasien, umur, jenis kelamin, pekerjaan, tanggal masuk rumah sakit,
status, keluhan penyakit dan siapa yang akan bertanggung jawab pada
biaya pengoperasian pasien nantinya.
b) Riwayat penyakit seperti kesehatan masa lalu
Selain mencatat identitas pasien, data tentang riwayat penyakit seperti
kesehatan masa lalu pasien juga perlu diketahui. Hal itu bertujuan
untuk memudahkan dalam proses meningkatkan koping pasien.
c) Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat tentang kesehatan keluarga juga penting, karena bisa saja
penyakit yang diderita pasien menjadi salah satu faktor penyebab
akibat penyakit keturunan yang diderita keluarganya.
d) Pemeriksaan fisik lengkap
Pada pemeriksaan fisik lengkap data yang harus dicatat meliputi :
Vital sign, Analisi darah, Endoskopi, Pemeriksaan feses dan urine,
Status Cardiovaskuler, Biopsi jaringan, Fungsi ginjal dan hepar,
Fungsi endoskrin, Fungsi imunologi
e) Kondisi fisiologis pasien
Kondisi pasien juga menentukan apakah pasien layak untuk dioperasi
atau tidak. Pasien diharapkan mempunyai stamina yang baik dimana
pasien dianjurkan istirahat dan tidur yang cukup bertujuan agar pasien
tidak mengalami stress fisik dan selain itu tubuh pasien akan menjadi
lebih rileks.
2. Status nutrisi
Hal- hal yang dapat dicatat pada status nutrisi yaitu :
 Mengukur tinggi dan berat badan pasien
 Mengukur kadar protein darah (albumin dan globulin)
 Mengukur lingkar lengan atas
Pengukuran tersebut dilakukan sebelum pembedahan untuk mengoreksi
apakah pasien mengalami defisiensi nutrisi atau tidak. Jika pasien
mengalami defisiensi nutrisi segera beri asupan nutrisi yang cukup. Hal itu
bertujuan agar protein yang cukup nantinya dapat memperbaiki jaringan.
3. Keseimbangan cairan dan elektroli
Cairan dan elektrolit pasien harus dalam keadaan yang normal, dimana
yang perlu diperhatikan yaitu intake cairan yang masuk ke tubuh pasien
harus sama dengan output cairan yang dikeluarkan pasien. Cara mengukur
intake dan output tubuh pasien adalah sebagai berikut :
4. Pengosongan lambung dan colon
Intervensi keperawatan yang diberikan diantaranya pasien dipuasakan
yaitu berkisar antara 7- 8 jam dan puasa dilakukan mulai pukul 24.00
WIB. Hal itu bertujuan untuk menghindari aspirasi (masuknya cairan
lambung ke paru-paru) dan menghindari kontaminasi feses ke area
pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca
pembedahan. Jika pada pasien yang membutuhan pengoperasian segera
maka dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (Naso Gastric
Tube).
5. Personal hygiene
Sebelum melakukan pembedahan ada baiknya memperhatikan personal
hygine pasien yaitu dengan cara memandikan pasien dan membersihkan
bagian tubuh yang akan diopersi. Hal itu bertujuan agar kuman atau
bakteri yang melekat pada tubuh menjadi berkurang atau bahkan mati dan
itu merupakan salah satu cara menjaga kesterilan sehingga mengurangi
resiko terinfeksi terhadap daerah yang dioperasi.
6. Pencukuran daerah operasi
Pencukuran pada daerah operasi bertujuan untuk menghindari
terjadinya infeksi pada daerah yang akan dilakukan pembedahan karena
rambut yang tidak dicukur dapat menjadi tempat persembunyian kuman
dan juga dapat menghambat proses penyembunhan dan perawatan
luka.Sering kali pasien diberikan kesempatan untuk mencukur sendiri agar
pasien merasa lebih nyaman.
7. Pengosongan kandung kemih
Pengosongan kandung kemih dilakukan dengan melakukan
pemasangan kateter. Selain itu pengosongan isi bladder tindakan
kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi keseimbangan cairan.
Kondisi fisiologis akan mempengaruhi proses pembedahan.
II. Persiapan psikologis
Persiapan psikologis tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi
karena mental pasien yang tidak siap atau labih dapat mempengaruhi terhadap
kondisi fisiknya dimana tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial
maupun actual yang dapat membangkitkan reaksi stress fisiologis dan
psikologis. Adapun penyebab kecemasan pasien menghadapi pembedahan yaitu:
1. Takut terhadap nyeri yang akan dialami
2. Takut terhadap keganasan
3. Takut menghadapi ruang operasi dan alat bedah
4. Takut operasi gagal dan cacat
5. Takut meninggal di meja operasi
Hal-hal yang perlu digali untuk mengantisipasi masalah kecemasan pasien
antara lain:
a) Pengalaman operasi pasien
b) Pengertian pasien tentang tujuan operasi
Peran perawat membantu pasien mengetahui tentang tindakan-tindakan
yang akan di alami pasien sebelum melakukan operasi, memberikan
informasi pada pasien tentang waktu operasi dan hal-hal yang akan dialami
pasien selama proses operasi. Dengan mengetahui berbagai informasi
selama operasi maka diharapkan pasien menjadi lebih siap menghadapi
operasi.
c) Pengetahuan pasien tentang kondisi kamar operasi
Peran perawat memberikan informasi tentang kondisi kamar operasi dengan
menunjukkan kamar yang akan dijadikan ruangan untuk pembedahan
pasien.
d) Pengetahuan pasien tentang prosedur perioperatif
Peran perawat memberikan kesempatan pasien dan keluarga untuk
menanyakan tentang segala prosedur yang ada. Dan memberi kesempatan
pada pasien dan keluarga untuk berdoa bersama-sama sebelum pasien
diantar ke kamar operasi.
e) Pengertian yang salah/keliru tentang pembedahan
Peran perawat mengoreksi pengertian yang salah tentang tindakan
pembedahan dan hal-hal lain karena pengertian yang salah akan
menimbulkan kecemasan pada pasien.
f) Faktor pendukung/support system.
b. Askep Pre operatif
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan Kontrol nyeri Manajemen nyeri
dengan agen cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
biologis selama....... menit pasien tidak mengalami komprehensif
nyeri, dengan kriteria hasil: 2. Mmonitor tanda-tanda vital
a. Melaporkan bahwa nyeri berkurang 3. Ajarkan tentang teknik non
b. Skala nyeri berkurang farmakologi: napas dalam
c. Tanda-tanda vital dalam rentang 4. Berikan analgetik untuk
normal mengurangi nyeri
Ansietas Tingkat ansietas Pengurangan kecemasan
berhubungan Setelah dilakukan intervensi..... menit, A. Kaji tingkat kecemasan
dengan ancaman diharapkan : B. Beri dukungan dan dampingi
pada situasi terkini a.Wajah tidak nampak tegang pasien selama proses operasi
b. Melaporkan cemas berkurang C. Ajarkan tehnik relaksasi

D. Konsep Intra Operatif


a. Identifikasi instrumen dan prosedur pelaksanaan pembedahan
1. Persiapan instrumen
Instrumentasi Dasar
Jumlah
No Jenis Instrument
(Buah)
1 Duk Klem 5
2 Disinfeksi Klem Buaya 1
3 Pinset Cirurgis 2
4 Pinset Anatomis 2
5 Scalpel Handle no 3 1
6 Mosquito Klem 2
7 Pean Bengkok 4
8 Pean manis 1
9 Koher Lurus 2
10 Gunting Metzembaum 1
11 Gunting Benang 1
12 Gunting Mayo 1
13 Needle Holder 2

Instrumentasi Tambahan
Jumlah
No Jenis Instrument
(Buah)
1 Sen Miller 2
2 Langen beck 2
3 Pinset anatomis manis 1

Instrumentasi Penunjang
Jumlah
No Jenis Instrument
(Buah)
1 Waskom 3
2 Bengkok 3
3 Cucing 2
4 Couter 1
Set Linen
Jumlah
No Jenis Linen
(Buah)
1 Scort steril 4
2 Duk besar 4
3 Duk kecil 4
4 Sarung meja mayo 1
5 Handuk steril 4

Bahan habis pakai


Jumlah
No Jenis Bahan
(Buah)
1 Plat diatermi 1
2 Hand scoen steril ukuran 6,5 / 7,5 / 8 4/4/4
3 Tulle Dressing (Sofra-Tulle) 1
4 Mess 15 1
5 Underpad steril 2
6 Underpad on 1
7 Benang polipropilene ukuran 4-0 1
8 Benang poliglikolic acid 3-0 3
9 Benang silk ukuran 2-0 tanpa jarum / dengan jarum 1/1
10 NaCl 0,9 %, Ringger laktat Secukupnya
11 Deppers 5
12 Kasa Steril 30
13 Povidone iodine 10 % 50 cc
14 Plester 1
15 Spuit 10 cc 1
16 Jarum no.23 1
17 Marker 1

2. Prosedur pelaksanaan pembedahan


a) Sign in (di hadiri seluruh tim operasi sebelum induksi )

 Indentifikasi identitas, area operasi, tindakan operasi dan lembar


persetujuan.
 Indetifikasi area operasi
 Identifikasi mesin anastesi , pulse oksimeter dan obat obatan anastesi.
 Identifikasi riwayat alergi pasien.
 Identifikasi resiko aspirasi dan kehilangan darah.
 Posisikan pasien supine.
 Anastesi melakuan anastesi melalui inhalasi dan intravena
 Operator, perawat intrument, dan asisten operator melakukan cuci
tangan dengan air mengalir, sabun, dan sikat selama 3-5 menit.
 Perawat instrument melakukan surgical scrubing, gowning, gloving,
dan membantu operator serta asisten untuk gowning dan gloving.
 Perawat Sirkuler membuka pembungkus intrumen dan tidak menyentuh
bagian yang steril dan diterima oleh perawat instrument.
 Menyiapkan betadin 10 % dan alkohol 7 % didalam kom di bantu
perawat sirkuler.
 Operator melakukan desinfeksi area operasi berikan desinfeksi klem
dan kom berisi 3 deppers dan povidon iodine.
 Operator dan asisten melakukan drapping, berikan duk besar untuk
bawah dan atas, duk sedang untuk samping kanan dan kiri berikan duk
klem untuk fiksasi keempat sisinya, berian duk kecil untu bagian
bawah, terakhir berikan duk tapal kuda.
 Dekatkan meja mayo, meja instrument dan troli waskom ke meja
operasi, pasang suction, hand couter fiksasi dengan kasa + duk klem.
b) Time out ( sebelum insisi )
 Konfirmasi tim operasi, identitas pasien,dan antibiotic profilaksis
pasien.
 Antisipasi kejadian kritis :
1) Operator
2) Anastesi
3) Instrument ( jumlah kassa, jarum dan alat )
4) CT thorax
 Berdoa dipimpin oleh operator.
 Dilakukan insisi linear pada hemithoras sinistra sekitar 5 cm perdalam
secara tajam dan tumpul
 Eksplorasi luka operasi, tampak benda asing/corpus alienum (pecahan
kelereng). Dilakukan eksraksi corpus alienum
 Control perdarahan dan cuci luka operasi dengan acl 0.9% hingga
bersih
 Jahit luka operasi lapis demi lapis
 Tutup luka operasi dengan tulle dan kassa steril
 Operasi selesai
c) Sign out ( dilakukan sebelum menutup fasia )
 Perawat sirkuler mengkonfirmasi jenis tindakan dan bahan specimen
(bila ada) kepada operator.
 Perawat instrument mengkonfirmasi penggunaan jumlah kassa, alat, dan
jarum
 Instruksi postop telah ditulis dengan jelas dan terbaca jelas
 Alat – alat dibersihkan, pasien dirapihkan
 Perawat instrument menginventarisasi alat – alat dan bahan – bahan
habis pakai, kemudian mencuci alat – alat dan menata instrument pada
instrument set, serta merapihkan kembali ruangan

b. Aktivitas scrub dan sirculating nurse


Scrube nurse dan circulating nurse pada saat pembedahan adalah
memperingatkan tim steril jika terjadi penyimpangan prosedur aseptic, membantu
mengenakan jas steril dan sarung tangan untuk ahli bedah dan asisten, menata
instrumen steril di meja mayo sesuai urutan prosedur pembedahan, memberikan
bahan desinfektan kepada operator untuk desinfeksi kulit daerah yang akan
disayat, memberikan laken steril untuk prosedur drapping, memberikan instrumen
kepada ahli bedah sesuai urutan prosedur dan kebutuhan tindakan pembedahan
secara tepat dan benar, memberikan kain kasa steril kepada operator, dan
mengambil kain kasa yang telah digunakan dengan memakai alat, menyiapkan
benang jahitan sesuai kebutuhan, dalam keadaan siap pakai, mempertahankan
instrumen selama pembedahan dalam keadaan tersusun secara sistematis untuk
memudahkan bekerja, membersihkan instrumen dari darah dalam pembedahan
untuk mempertahankan sterilitas alat dan meja mayo, menghitung kain kasa,
jarum dan instrument, memberitahukan hasil perhitungan jumlah alat, kain kasa
dan jarum kepada ahli bedah sebelum luka ditutup lapis demi lapis, menyiapkan
cairan untuk mencuci luka, membersihkan kulit sekitar luka setelah luka dijahit,
menutup luka dengan kain kasa steril dan menyiapkan bahan pemeriksaan
laboratorium/patologi.
c. Intra operatif
DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Risiko Perdarahan Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Perdarahan
keperawatan selama ........ jam 1. Monitor terhadap adanya respon
diharapkan Risiko Perdarahan kompensasi awal syok ( nadi melemah,
tidak terjadi dengan kriteria hasil: pucat/dingin pada kulit atau kemerahan
Keparahan kehilangan darah pada kulit
a. Tidak terjadi peningkatan 2. Monitor tanda-tanda vital
kehilangan darah 3. Monitor nilai hemoglobin, dan komponen
b. Tidak terjadi penurunan koagulasi darah sebelum prosedur invasif
tekanan darah sistol 4. Lakukan prosedur invasive bersama
c. Tidak terjadi penurunan dengan pemberian transfuse jika
tekanan darah diastol dibutuhkan

Risiko infeksi Setelah dilakukan tindakan Manajemen pengendalian infeksi


keperawatan selama .......jam 1. Kendalikan prosedur masuk kamar
pasien tidak mengalami infeksi operasi untuk pasien maupun petugas
dengan kriteria hasil: 2. Batasi jumlah personil di kamar operasi
a. Terkendalinya kontrol 3. Kendalikan sterilitas ruangan dan
infeksi peralatan yang dipakai
b. Luka dan keadaan sekitar 4. Lakukan cuci tangan bedah, pemakaian
bersih jas operasi, pemakaian sarung tangan dan
duk operasi sesuai prosedur.
5. Terapkan prosedur septik aseptik.
6. Lakukan penutupan luka sesuai prosedur
7. Kolaborasi pemberian antibiotic
8. Environment kontrol
Risiko Hipotermi Setelah dilakukan tindakan Pengaturan Suhu
Perioperatif keperawatan selama ......jam 1. Monitor tekanan darah, nadi dan
diharapkan hipotermia teratasi respirasi
dengan kriteria 2. Monitor suhu dan warna kulit
hasil:Termoregulasi 3. Hangatkan pasien dengan peralatan
a. Pasien tidak menggigil penghangat yang aktif
b. Pasien melaporkan 4. Monitor suhu tubuh secara kontinyu
kenyamanan suhu 5. Monitor respon pasien terhadap suhu
c. Terjadi peningkatan suhu ruangan secara kontinyu
badan 36,5-37,4 Perawatan hipotermia
1. Monitor suhu dan warna kulit pasien
2. Bebaskan pasien dri lingkungan yang
dingin
3. Berikan pemanan pasif (misalnya
penutup kepala, selimut, pakaian hangat)
4. Berikan pemanas eksternal aktif
(misalnya pemanas udara)
5. Monitor tanda-tanda vital

E. Konsep Post Operatif

Keperawatan post operatif adalah periode akhir dari keperawatan perioperatif.


Perawatan dimulai dengan dengan masuknya pasien ke ruang pemulihan dan berakhir
dengan evaluasi tindak lanjut pada tatanan klinik.
Perawatan post operatif meliputi beberapa tahapan, diantaranya adalah :
1) Pemindahan pasien dari kamar operasi ke unit perawatan pasca anastesi (recovery
room) / PACU
2) Perawatan post anastesi di ruang pemulihan (recovery room) / PACU
3) Transportasi pasien ke ruang rawat
4) Perawatan di ruang rawat
Bardasarkan tahapan di atas, maka ada beberapa proses keperawatan yang dilakukan,
antara lain:
Pemindahan Pasien setelah pembedahan :
1) Pertimbangkan letak insisi, perubahan vaskuler, dan pemajanan
2) Posisi tidur tidak menyumbat drain atau selang drainage
3) Pemindahan harus dilakukan dengan perlahan dan cermat
4) Gown yang basah harus segera diganti dengan gown kering
5) Gunakan selimut yang ringan

a. Askep Post operatif


DIAGNOSA
NOC NIC
KEPERAWATAN
Nyeri berhubungan Setelah dilakukan tindakan Manajemen nyeri
dengan agens cedera keperawatan selama...... jam, nyeri 1. Melakukan pengkajian nyeri
fisik: prosedur bedah akut teratasi dengan kriteria hasil: komprehensif
a. Menggunakan teknik 2. Mengobservasi adanya petunjuk
nonfarmakologi untuk nonverbal mengenai
mengurangi nyeri ketidaknyamanan/nyeri
b. Skala nyeri berkurang dari skala 3. Memberikan informasi
4 menjadi skala 2 mengenai nyeri seperti
c. Melaporkan nyeri terkontrol penyebab nyeri, berapa lama
nyeri akan dirasakan
4. Mengendalikan faktor
lingkungan yang dapat
mempengaruhi nyeri (suhu
ruangan, pencahayaan, suara
bising)
5. Mengajarkan pasien teknik
nonfarmakologi untuk
mengatasi nyeri (teknik
relaksasi, distraksi, terapi
musik)
6. Berkolaborasi pemberian obat
analgesik
7. Mengevaluasi tindakan
farmakologi untuk mengurangi
nyeri
Risiko Hipotermi Setelah dilakukan tindakan Pengaturan Suhu
Perioperatif keperawatan selama ...... jam 1. Monitor tekanan darah, nadi
diharapkan hipotermia teratasi dan respirasi
dengan kriteria hasil:Termoregulasi 2. Monitor suhu dan warna kulit
3. Hangatkan pasien dengan
a. Pasien tidak menggigil peralatan penghangat yang
b. Pasien melaporkan aktif
kenyamanan suh 4. Monitor suhu tubuh secara
c. Terjadi peningkatan suhu badan kontinyu
36,5-37,4 5. Monitor respon pasien
terhadap suhu ruangan secara
kontinyu
Perawatan hipotermia
1. Monitor suhu dan warna kulit
pasien
2. Bebaskan pasien dri lingkunga
yang dingin
3. Berikan pemanan pasif
(misalnya penutup kepala,
selimut, pakaian hangat)
4. Berikan pemanas eksternal aktif
(misalnya pemanas udara)
5. Monitor tanda-tanda vital

b. Persiapan pemindahan pasien


1) Pemantauan kesadaran, tekanan darah, nadi, napas, suhu, SpO2 diruang
pemulihan dilkaukan secara rutin setiap 5 menit pada 15 menit pertama atau
sampai stabil, kemudian setelah itu tiap 15 menit
2) Pantau adanya nyeri pascaoperasi, mual muntah, input-output, cairan, drain,
perdarahan. Kemudian lakukan tindakan/tatalaksana yang sesuai
3) Pada pasien yang mendapatkan tindakan regional harus dilakukan
pemeriksaan motorik dan sensorik secara periodic dengan pemanauan
hemodinamik yang lebih kuat.
4) Kriteria pengeluaran pasien dari ruang pemulihan menggunakan criteria
Aldrete Score dengan skor > 8 (untuk pasien dewasa), steward score >5 (untuk
pasien anak-anak), dan untuk spinal anastesi menggunakan bromage score < 2
penderita boleh pindah
5) Dibuat laporan tertulis yang akurat tentang pemantauan kondisi pasien di
ruang pemulihan
PATHWAY Nodul tonsil dan tumor tonsil

Penetalaksanaan dengan
pembedahan tonsilektomi
Pre Operasi
Post Operasi Intra Operasi
Pengalaman pertama menjalani
Luka insisi Penyayatan pada bagian operasi
leher Khawatir dengan proses pembedahan
Kerusakan saraf Luka insisi/pengangkatan jaringan
Mengungkapkan perasaan cemas
Terputusnya kontuinitas Terputusnya kontuinitas
jaringan jaringan Krisis situasi
Pelepasan mediator kimia
Pat deentry kuman Ansietas
Reseptor nyeri
Risiko infeksi
Diteruskan ke thalamus

Korteks cerebri

Nyeri
dipersepsikan
Nyeri akut
DAFTAR PUSTAKA

Ralph, W. F. (2017). Surgical management of the tonsillectomy. World Journal of


Otorhinolaryngology-Head and Neck Surgery, 176-182.
Ron, M. B., & Archer, S. M. (2019). Clinical Practice Guideline: Tonsillectomy- . American
Academy of Otolaryngology Head and Neck Surgery.
Tanjung, F. F. (2016). Indikasi Tonsilektomi pada Laki-Laki Usia 19 tahun dengan Tonsilitis
Kronik. Jounarl LPPM of Lampung University.
NANDA-I. (2018). Diagnosis Keperawatan Defenisi dan Klasifikasi. Jakarta: EGC.
Bulechek, G. M., Butcher, H., Dochterman, J., & Wagner, C. (2016). Nursing Interventions
Classification (NIC) Edisi Keenam Bahasa Indonesia. Singapore: Elsevier.
Moorhead, S., Johnson, M., Maas, M., & Swanson, E. (2016). Nursing Outcomes
Classification (NOC) : Pengukuran Outcomes Kesehatan Edisi Kelima Bahasa
Indonesia. Singapore: Elsevier.

Anda mungkin juga menyukai