PENDAHULUAN
Sebagian besar infeksi virus penyebab pilek seperti common cold dapat
menyebabkan suatu sumbatan pada hidung, yang akan hilang dalam beberapa
hari. Namun jika terjadi peradangan pada sinusnya dapat muncul gejala
lainnya seperti Infeksi sinus seperti yang kita ketahui kini lebih jarang
dibandingkan era pra-antibiotik.. Sinus atau sering pula disebut dengan sinus
paranasalis adalah rongga udara yang terdapat pada bagian padat dari tulang
tenggkorak di sekitar wajah, yang berfungsi untuk memperingan tulang
tenggkorak. Rongga ini berjumlah empat pasang kiri dan kanan. Rasa sakit di
bagian dahi, pipi, hidung atau daerang diantara mata terkadang dibarengi
dengan demam, sakit kepala, sakit gigi atau bahan kepekaan indra penciuman
kita merupaan salah satu gejala sinusitis. Terkadang karena gejala yang kita
rasakan tidak spesifik, kita salah mengartikan gejala-gejala tersebut dengan
penyakit lain sehingga membuat penyakit sinusitis yang diderita berkembang
tanpa diobati. Untuk lebih mengenal lagi tetang sinusitis dan pengobatannya,
berikut uraiannya.
1
6 Apa saja pemeriksaan diagnostic yang dapat dilakukan pada penderita
sinusitis?
1.3 Tujuan
1.4 Manfaat
2
BAB II
LAPORAN PENDAHULUAN
Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit
dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat
pasang sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksila,sinus
frontal, sinus etmoid dan sinus sfenid kanan dan kiri. Sinus paranasal
merupakan hasil pneumatisasi tulang – tulang kepala, sehingga terbentuk
rongga di dalam tulang. Semua sinus mempunyai muara (ostium) ke dalam
rongga hidung.
Secara embriologik, sinus paranasal berasal dari invaginasi mukosa
rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada fetus usia 3-4 bulan,
kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Sinus maksila dan sinus etmoid telah
ada saat bayi lahir, sedangkan sinus frontal berkembang dari sinus etmoid
anterior pada anak yang berusia kurang lebih 8 tahun. Pneumatisasi sinus
sfenoid dimulai pada usia 8-10 tahun dan berasal dari bagian posterosuperior
rongga hidung. Sinus – sinus ini umumnya mencapai besar maksimal pada usia
antara 15-18 tahun.
3
1. SINUS MAKSILA
Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan
akhirnya mencapai ukuran maksimal,yaitu 15 ml saat dewasa.
Sinus maksila berbentuk pyramid. Dinding anterior sinus ialah
permukaan fasial os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya
adalah permukaan infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding
lateral rongga hidung, dinding superiornya ialah dasar orbita dan dinding
inferiornya ialah prosesus alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada
di sebelah superior dinding medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris
melalui infundibulum etmoid.
Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi sinus maksila
adalah 1) dasar sinus maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas,
yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1 danM2), kadang – kadang juga gigi
taring (C) dan gigi molar M3,bahkan akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke
dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas menyebabkan
sinusitis; 2) Sinusitis maksila dapat menimbulkan komplikasi orbita; 3) Ostium
sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga drainase hanya
tergantung dari gerak silia, lagi pula drainase juga harus melalui infundibulum
yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan
pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi
drainase sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.
2. SINUS FRONTAL
4
15% orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kuran lebih 5%
sinus frontalnya tidak berkembang.
Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan
dalamnya 2 cm. sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-
lekuk. Tiidak adanya gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus
pada foto Rontgen menunjukan adanya infeksi sinus. Sinus frontal dipisahkan
oleh tulang yang relative tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehingga
infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah ini.
Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus
frontal, yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.
3. SINUS ETMOID
Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan
akhir-akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus bagi
sinus-sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti pyramid
dengan dasarnya di bagian posterior. Ukuran dari anterior ke posterior 4-5 cm,
tinggi 2,4 cm dan lebarnya 0,5 cm dibagian anterior dan 1,5 cm dibagian
posterior.
5
Dibagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut
resesus frontal, yang berhubungan sinus frontal. Selo etmoid yang terbesar
disebut bula etmoid. Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan
yang di sebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.
Pembengkakan atau peradangan diresesus frontal dapat menyebabkan sinusitis
frontal dan pembengkakan di infundibulum dapat menyebabkan sinusitis
maksila.
Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan
lamina kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat
tipis dan membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus
etmoid posterior berbatasan dengan sinus sfenoid.
4. SINUS SFENOID
5. KOMPLEKS OSTIO-MEATAL
Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada
muara-muara saluran dari sinus maksila, sinus frontal dan sinus etmoid
anterior. Daerah ini rumit dan sempit, dan dinamakan kompleks ostio-meatal
6
(KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus
unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid dan sel-sel etmoid anterior dengan
ostiumnya dan ostium sinus maksila.
6. SISTEM MUKOSILIAR
Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus
paranasal. Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai
fungsi apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.
Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi sinus paranasal antara
lain:
1. Sebagai pengatur kondisi udara (air conditioning)
Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan
mengatur kelembaban udara inspirasi. Keberatan terhadap teori ini ialah
karena ternyata tidak didapati pertukaran udara yang definitive antara
sinus dan rongga hidung.
Volume pertukaran udara dalam ventilasi sinus kurang lebih 1/1000
volume sinus pada tiap kali bernafas, sehingga di butuhkan beberapa jam
7
untuk pertukaran udara total dalam sinus. Lagi pula mukosa sinus tidak
mempunyai vaskularisasi dan kelenjar yang sebanyak mukosa hidung.
2. Sebagai penahan suhu (thermal insulators)
Sinus paranasal berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi
orbita dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah. Akan
tetapi kenyataanya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan
organ-organ yang di lindungi.
3. Membantu keseimbangan kepala
Sinus membantu keseimbanga kepala karena mengurangi berat tulang
muka. Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan
memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori
ini dianggap tidak bermakna.
4. Membantu resonasi suara
Sinus ini mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonasi suara dan
mempengaruhi kualitas suara. Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi
sinus dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator
yang efektif. Lagi pula tidak ada kolerasi antara resonasi suara dan besarnya
sinus pada hewan-hewan tingkat rendah.
5. Sebagai peredam perubahan tekanan udara
Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan
mendadak, misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.
6. Membantu produksi mucus
Mucus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil
dibandingkan dengan mucus dari rongga hidung, namun efektif untuk
membersihkan partikel yang masuk dengan udara inspirasi karena mucus ini
keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.
8
di area wajah yang terhubung dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus sendiri
adalah untuk menjaga kelembapan hidung dan menjaga pertukaran udara di
daeranh hidung. Rongga sinus sendiri terdiri dari 4 jenis yaitu :
- Sinus Frontal, terletak di atas dibagian tengah dari masing-masing alis
- Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat di samping hidung
- Sinus Ethmooid, terletak di antara mata, tepat dibelakang tulang hidung
- Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid dan di belakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus
yang disebut dengan cilia. Fungsi cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang
diproduksi didalam sinus menuju kesaluran parnafasan. Gerakan cilia
mendorong lender ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran
ataupun organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus yang
menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus dan menjadi tempat
tumbuhnya bakteri.
Jadi sinusitis terjadi apabila terjadi peradangan didaerah lapisan rongga
sinus yang menyebabkan lendir terperangkap dirongga sinus dan menadi
tempat tumbuhya bekteri.
Sinusitas sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu :
- Sinusitas Akut : gejala dirasakan selama 2-8 minggu
- Sinusitas Kronis : biasanya gejala dirasakan lebih dari 8 minggu.
2.3 Etiologi
9
- Adanya kelainan pada sekat rongga hidung, kelainan tulang ataupun polip
pada hidung dapat menutupi rongga sinus.
Selain hal tersebut di atas, apapun yang dapat menyebabkan bengkak
mendorong lendir dapat menyebabkan sinusitas. Hal ini biasanya disebabkan
oleh perubahan pada suhu dan tekanan udara. Alergi, penggunaan penyemprot
hidung secara berlebihan, merokok, berenang, atau menyelam dapat
meningkatkan resiko terkena sinusitis.
Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada
(maksilaris,etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).
Sinusitis maksilaris menyebabkan nyeri pipi tepat di bawah mata, sakit gigi
dan sakit kepala.
Sinusitis frontalis menyebabkan sakit kepala di dahi.
Sinusitis etmoidalis menyebabkan nyeri di belakang dan diantara mata serta
sakit kepala di dahi. Peradangan sinus etmoidalis juga bisa menyebabkan nyeri
bila pinggiran hidung di tekan, berkurangnya indera penciuman dan hidung
tersumbat.
Sinusitis sfenoidalis menyebabkan nyeri yang lokasinya tidak dapat
dipastikan dan bisa dirasakan di puncak kepala bagian depan ataupun belakang,
atau kadang menyebabkan sakit telinga dan sakit leher.
10
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Patofisiologi
11
serius. Kondisi ini biasa dianggap sebagai rinosinusitis non-bacterial dan
biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa pengobatan.
Bila kondisi ini menetap, secret yang terkumpul dalam sinus merupakan
media baik untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Secret menjadi purulen.
Keadaan ini disebut sebagai rinosinusitis akut bacterial dan memerlukan terapi
antibiotic.
Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada factor predisposisi),
inflamasi berlanjut, terjadi hipoksia dan bacteri anaerob berkembang. Mukosa
makin membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar
sampai akhirnya perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi, polipoid
atau pembentukan polip dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan
tindakan operasi.
Klasifikasi dan mikrobiologi: Consensus international tahun 1995
membagi rinosinusitis hanya akut dengan batas sampai 8 minggu dan kronik
jika lebih dari 8 minggu.
Consensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4
minggu, subakut antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3
bulan.
Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan
lanjutan dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis
kronik adanya factor predisposisi harus dicari dan di obati secara tuntas.
Menurut berbagai penelitian, bacteri utama yang ditemukan pada
sinusitis akut adalah streptococcus pneumonia (30-50%). Hemopylus
influenzae (20-40%) dan moraxella catarrhalis (4%). Pada anak, M.Catarrhalis
lebih banyak di temukan (20%).
Pada sinusitis kronik, factor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya
bakteri yang ada lebih condong ka arah bakteri negative gram dan anaerob.
12
2.6 Pemeriksaan Penunjang
13
sebagai penunjang diagnosis sinusistis kronik yang tidak membaik dengan
pengobatan atau pra-operasi sebagai panduan operator saat melakukan operasi
sinus.
Pada pemeriksaan transiluminasi sinus yang sakit akan menjadi suram
atau gelap. Pemeriksaan ini sudah jarang digunakan karena sangat terbatas
kegunaannya.
Pemeriksaan mikrobiologik dan tes resistensi dilakukan dengan
mengambil secret dari meatus medius/superior, untuk mendapat antibiotic yang
tepat guna. Lebih baik lagi bila diambil secret yang keluar dari fungsi sinus
maksila.
Sinuskopi dilakukan dengan fungsi menembus dinding medial sinus
maksila melalui meatus inferior, dengan alat endoskop bisa dilihat kondisi
sinus maksila yang sebenarnya, selanjutnya dapat dilakukan irigasi sinus untuk
terapi.
2.7 Penatalaksanaan
1. Mempercepat penyembuhan
2. Mencegah komplikasi
3. Mencegah perubahan menjadi kronik
14
14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang. Pada sinusitis kronik diberikan
antibiotic yang sesuai untuk kuman negative gram dan anaerob.
Selain dekongestan oral dan topical, terapi lain dapat diberikan jika
diperlukan, seperti analgetik, mukolitik, teroid oral/topical, pencucian rongga
hidung dengan NaCl atau pemanasan (diatermi). Antihistamin tidak rutin
diberikan, karena sifat antikolinergiknya dapat menyebabkan secret jadi lebih
kental. Bila ada alergi berat sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.
Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy juga merupakan terapi
tambahan yang bermanfaat. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien
menderita kelainan alergi yang berat.
Tindakan operasi. Bedah Sinus Endoskopi Fungsional (BSEF/FESS)
merupakan operasi terkini untuk sinusitis kronik yang memerlukan operasi.
Tindakan ini telah menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu
karena memberikan hasil yang lebih memuaskan dan tindakan ringan dan tidak
radikal. Indikasinya berupa: sinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi
adekuat; sinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang irreversible; polip
ekstensif, adanya komplikasi sinusitis serta sinusitis jamur.
2.8 Komplikasi
15
Komplikasi juga dapat terjadi pada sinusitis kronis berupa: Osteomielitis
dan abses suberiostal. Paling sering timbul akibat sinusitis frontal dan biasanya
ditemukan pada anak-anak. Pada osteomielitis sinus maksila dapat timbul
fistula oroantral atau fistula pada pipi.
Kelainan paru, seperti bronchitis kronik dan bronkiektasis. Adanya
kelainan sinus paranasal disertai dengan kelainan paru ini disebut sinobronkitis.
Selain itu dapat juga menyebabkan kambuhnya asma bronchial yang sukar
dihilangkan sebalum sinusitisnya disembuhkan.
16
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing,
ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
17
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri
menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus (
baik purulen, serous maupun mukopurulen ).
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
18
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan
19
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri
sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi )
3.3 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret
yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :
- Respiratory Rate 16-20x/menit
- Suara napas tambahan tidak ada
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Ajarkan batuk efektif
d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret
e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas
d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.
e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah,
konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya
20
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
d. Kolaborasi analgesic
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri.
Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya
ke hal-hal yang menyenangkan
d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
21
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan
merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
c. Mencatat intake dan output makanan klien.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.
f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan
a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk
meningkatkan pemenuhan nutrisi.
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada
lambung.
f. Meningkatkan selera makan klien.
22
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses
peradangan (inflamasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal
sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus
dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan)
tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih
banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/
sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
23
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta
pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara
perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah
dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.
24
BAB IV
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
A. Data pasien
Nama : An. T
Umur : 15 th
Diagnosa medis : Sinusitis
Tindakan : Operasi
Ruang : Ruang bedah
No. Register :-
Tanggal : 27 Juni 2011
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : Siswa
Alamat : Serba Jaman
dr. Operator :dr. Indrawadi
dr. Anastesi :dr, Kurniawan, Sp. An
- Pengkajian
Klien tiba di ruang operasi dengan : IV ( Infus )
Alergi : Tidak
Penampilan kulit : Normal
Kondisi emosi : Cemas
Jenis anastesi : Umum
Jenis operasi : Bersih terkontaminasi
Posisi tangan : Telentang
Catheter : Tidak
Disinfeksi : Betadin dan Alkohol
Monitor anastesi : ya
Mesin anastesi : ya
Tourniquet : tidak
25
Mulai ; 12.00 s/d 12.30 WIB
Cairan : RL
Tampon : 2 kassa setelah operasi
Masuk RR jam : 13. 45 WIB
Tanda vital : TD : 110/ 70 mmHg
RR : 20 x/menit
Temp : 37 C
Puls : 73 x/menit
Keadaan umum : Sedang
Kesadaran : Apatis
Pernafasan : Tidak teratur
Sirkulasi : Merah muda
Tugor kulit : tidak
Mukosa mulut : Kering
Extrimitas : Hangat
Posisi : Telentang
Cairan draiin : Tidak
B. Keluhan Utama
C. Riwayat kesehatan
1. Riwayat Kesehatan Sekarang
26
THT sebelumnya. Setelah melakukan pemeriksaan pasien didiagnosa
menderita sinusitis.
4. Keadaan Lingkungan
27
daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
E. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus,
rinuskopi (mukosa merah dan bengkak).
F. Riwayat Psikososial
a. Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
c. Pola fungsi kesehatan
G. Pemeriksaan Penunjang
Observasi
Keadaan Umum
1. Suhu : 38ºC
2. Nadi : 84 /menit
3. Tekanan Darah : 120/80 mmHg
4. RR : 25 /menit
5. BB : 62 kg
6. Tinggi badan : 170 cm
Pemeriksaan Persistem
B2 (blood) : Normal
B4 (bladder) : Normal
28
B5 (bowel) : Nafsu makan menurun ,porsi makan menurun dan BB
turun
29
Rasional : Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol
pernapasan.
30
Intervensi :
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
Rasional : Mengetahui permasalahan klien dalam pemenuhan kebutuhan
istirahat tidur.
b. Ciptakan suasana yang nyaman.
Rasional : Agar klien dapat tidur dengan tenang.
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut.
Rasional : Pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat.
Rasional : Pernapasan dapat efektif kembali lewat hidung
3.4 Implementasi dan Evaluasi.
Implementasi pada hari pertama pada tanggal 27 juni 2011 jam 13.00
Wib untuk diagnosa ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan
dengan pemasangan tampon hidung terhadap operasi peradangan sinus dan
tindakan yang dilakukan adalah mengkaji / memantau frekuensi kedalam dan
kemudahan bernafas, mengatur posisi pasien yang lebih aman, misalnya :
Peninggian kepala tempat tidur, duduk pada sandarang tempat, kolaborasi
untuk penggunaan analgetik.
Evaluasi tanggal 27 juni 2011 jam 13.00 Wib
S : Klien mengatakan sulit bernafas.
O : Sulit bernafas, adanya sekret, dan pernapasan 20 x/menit.
A : masalah belum teratasi
P : tindakan dilanjutkan
Implementasi pada hari pertama pada tanggal 27 juni 2011 jam 13.10
Wib untuk diagnosa nyeri berhubungan dengan luka operasi ditandai dengan
klien mengeluh nyeri dihidung, ekspresi wajah meringis, tingkat skala nyeri 5
(nyeri sedang). tindakan yang dilakukan adalah mengukur tingkat nyeri klien
dengan Provokatif, Quality, Region, Severity, Thine, mengatur posisi yang
nyaman dan mengalihkan perhatian klien terhadap nyeri dengan mengajak
31
klien mengobrol, kolaborasi untuk penggunaan obat anti nyeri ( Injeksi
Tramadol 1 ampul/8 jam).
32
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
33