Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN DIAGNOSA MEDIS SKIZOFRENIA DAN

DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI SENSORI : HALUSINASI


PENGLIHATAN
DI WILAYAH PUSKESMAS DENPASAR SELATAN IV

OLEH :

NAMA : NI KADEK DIAN RASTIKA DEWI


NIM : 17C10010
TK/SMT : IIIA/V

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


INSTITUT TEKNOLOGI DAN KESEHATAN BALI
TAHUN AJARAN 2019/2020
TINJAUAN TEORI

A. KONSEP DASAR HALUSINASI


1. PENGERTIAN
Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan sensori persepsi yang dialami oleh
pasien gangguan jiwa. Pasien merasakan sensasi berupa suara, penglihatan,
pengecapan, perabaan, atau penghiduan tanpa stimulus yang nyata Keliat, (2011)
dalam Zelika, (2015). Halusinasi adalah persepsi sensori yang salah atau
pengalaman persepsi yang tidak sesuai dengan kenyataan Sheila L Vidheak,( 2001)
dalam Darmaja (2014).
Menurut Surya, (2011) dalam Pambayung (2015) halusinasi adalah hilangnya
kemampuan manusia dalam membedakan rangsangan internal (pikiran) dan
rangsangan eksternal (dunia luar). Halusinasi adalah persepsi atau tanggapan dari
panca indera tanpa adanya rangsangan (stimulus) eksternal (Laraia, 2011).
Berdasarkan beberapa pendapat diatas, yang dimaksud dengan halusinasi
adalah gangguan persepsi sensori dimana klien mempersepsikan sesuatu melalui
panca indera tanpa ada stimulus eksternal. Halusinasi berbeda dengan ilusi, dimana
klien mengalami persepsi yang salah terhadap stimulus, salah persepsi pada
halusinasi terjadi tanpa adanya stimulus eksternal yang terjadi, stimulus internal
dipersepsikan sebagai sesuatu yang nyata ada oleh klien.

2. RENTANG RESPON HALUSINASI


Halusinasi merupakan salah satu respon maldaptive individual yang berbeda
rentang respon neurobiologi. Ini merupakan persepsi maladaptive. Jika klien yang
sehat persepsinya akurat, mampu mengidentifisikan dan menginterpretasikan
stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indera (pendengaran,
pengelihatan, penciuman, pengecapan dan perabaan) klien halusinasi
mempersepsikan suatu stimulus panca indera walaupun stimulus tersebut tidak
ada.Diantara kedua respon tersebut adalah respon individu yang karena suatu hal
mengalami kelainan persensif yaitu salah mempersepsikan stimulus yang
diterimanya, yang tersebut sebagai ilusi. Klien mengalami jika interpresentasi yang
dilakukan terhadap stimulus panca indera tidak sesuai stimulus yang
diterimanya,rentang respon tersebut sebagai berikut.
RENTANG RESPON NEUROBIOLOGIS

Respon Adaptif Respon Maladaptif


 Pemikiran logis  Distorsi pikiran  Kelainan
pikiran/delusi
 Persepsi akurat  Ilusi  Halusinasi
 Emosi konsisten  Reaksi emosional  Ketidakmampuan
dengan berlebihan atau mengalami emosi
pengalaman kurang
 Perilaku sesuai  Perilaku ganjil / tak  Ketidakberaturan
lazim
 Hubungan sosial  Menarik diri  Isolasi sosial

Pengertian dari rentang respon neurobiologis :


1) Respon adaptif :
a. Pemikiran logis adalah suatu pemikiran dengan nmenggunakan logika,
rasional, masuk akal serta dapat diterima oleh akal sehat.
b. Persepsi akurat adalah sebuah keadaan yang sadar akan banyaknya stimulus
yang memepengaruhi indra.
c. Emosi konsisten dengan pengalaman adalah kemantapan perasaan jiwa sesuai
dengan peristiwa yang pernah dialami.
d. Perilaku sesuai adalah kegiatan atau sesuatu yang berkaitan dengan individu
tersebut diwujudkan dalam bentuk gerak atau ucapan yang tidak bertentangan
dengan moral.
e. Hubungan sosial adalah hubungan seseorang dengan orang lain dalam
pergaulan di tengah-tengah masyarakat.
2) Respon peralihan :
a. Distorsi pikiran adalah kegagalan dalam mengabstrakan dan mengambil
kesimpulan.
b. Ilusi adalah persepsi atau respon yang salah terhadap stimulus sensori.
c. Reaksi emosional berlebih atau berkurang adalah emosi yang diekspresikan
dengan sikap yang tidak sesuai.
d. Perilaku ganjil/ tidak lazim adalah perilaku aneh yang tidak enak dipandang,
membingungkan, kesukaran mengolah dan tidak mengenal orang lain.
e. Menarik diri adalah perilaku menghindar dari orang lain.
3) Respon maladaptif :
a. Kelainan pikiran/delusi adalah keyakinan yang salah secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini. Oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita sosial.
b. Halusinasi adalah persepsi yang salah terhadap rangsangan (panca indra).
c. Ketidakmampuan mengalami emosi adalah ketidakmampuan atau menurunnya
kemampuan untuk mengalami kesenangan, kebahagiaan, kesedihan,
keakraban, dan kedekatan.
d. Ketidakberaturan adalahketidakselarasan antara perilaku dan gerakan yang
ditimbulkan.
e. Isolasi sosial adalah suatu keadaan kesepian yang dialami seseorang karena
orang lain menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.

3. ETIOLOGI
Faktor-faktor yang menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah
sebagai berikut :
Menurut Stuart dan Laraia (2001) dalam Pambayun (2015), faktor-faktor yang
menyebabkan klien gangguan jiwa mengalami halusinasi adalah sebagai berikut :
1) Faktor Predisposisi
a. Biologis
Gangguan perkembangan dan fungsi otak, susunan syaraf – syaraf pusat
dapat menumbulkan gangguan realita. Gejala yang mungkin timbul adalah
hambatan dalam belajar, berbicara, daya ingat dan muncul perilaku menarik
diri.
b. Psikologis
Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat mempengaruhi respons
psikologis klien, sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan
orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang
hidup klien.
c. Sosial budaya
Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi realita
seperti, kemiskinan, konflik sosial budaya (perang, kerusuhan, bencana
alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai stress.
d. Faktor Genetis
Secara genetis, skizofrenia diturunkan melalui kromosom-kromosom
tertentu. Namun demikian, kromosom ke berapa yang menjadi faktor penentu
gangguan ini sampai sekarang masih dalam tahap penelitian. Anak kembar
identik memiliki kemungkinan mengalami skizofrenia sebesar 50% jika
salah satunya mengalami skizofrenia, sementara jika dizigote, peluangnya
sebesar 15%. Seorang anak yang salah satu orang tuanya mengalami
skizofrenia berpeluang 15% mengalami skizofrenia, sementara bila kedua
orang tuanya skizofrenia maka peluangnya menjadi 35%.
2) Faktor Presipitasi
a. Berlebihnya proses informasi pada sistem saraf yang menerima dan
memproses informasi di thalamus dan frontal otak.
b. Mekanisme penghantaran listrik di syaraf terganggu.
c. Kondisi kesehatan, meliputi nutrisi kurang, kurang tidur, kelelahan, infeksi,
obat-obat sistem syaraf pusat, kurangnya latihan, hambatan untuk
menjangkau pelayanan kesehatan.
d. Lingkungan, meliputi, lingkungan yang memusuhi, krisis masalah di rumah
tangga, kehilangan kebebasan hidup, perubahan kebiasaan hidup, pola
aktivitas sehari-hari, kesukaran dalam hubungan dengan orang lain, isolasi
sosial, kurangnya dukungan sosial, tekanan kerja, kurang ketrampilan dalam
bekerja, stigmatisasi, kemiskinan, ketidakmampuan mendapat pekerjaan.
e. Sikap/perilaku, meliputi merasa tidak mampu, harga diri rendah, putus asa,
tidak percaya diri, merasa gagal, kehilangan kendali diri, merasa punya
kekuatan berlebihan, merasa malang, bertindak tidak seperti orang lain dari
segi usia maupun kebudayaan, rendahnya kernampuan sosialisasi, perilaku
agresif, ketidakadekuatan pengobatan, ketidakadekuatan penanganan gejala.

4. TANDA DAN GEJALA


Beberapa tanda dan gejala perilaku halusinasi adalah tersenyum atau tertawa yang
tidak sesuai, menggerakkan bibir tanpa suara, bicarasendiri,pergerakan mata cepat,
diam, asyik dengan pengalamansensori,kehilangan kemampuan membedakan
halusinasi dan realitas rentangperhatian yang menyempit hanya beberapa detik atau
menit, kesukaranberhubungan dengan orang lain, tidak mampu merawat
diri,perubahan

Berikut tanda dan gejala menurut jenis halusinasi Stuart & Sudden, (2010) dalam
Yusalia (2015).

Jenis halusinasi Karakteriostik tanda dan gejala


Pendengaran Mendengar suara-suara / kebisingan, paling sering suara
kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai
percakapan lengkap antara dua orang yang mengalami
halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien
mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk
melakukan sesuatu kadang-kadang dapat membahayakan.

Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar


Penglihatan giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang
menyenangkan /sesuatu yang menakutkan seperti monster.

Membau bau-bau seperti bau darah, urine, fases umumnya


Penciuman baubau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman
biasanya sering akibat stroke, tumor, kejang / dernentia.

Pengecapan Merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urine, fases.


Perabaan Mengalami nyeri atau ketidaknyamanan tanpa stimulus
yang jelas rasa tersetrum listrik yang datang dari tanah,
benda mati atau orang lain.

Sinestetik Merasakan fungsi tubuh seperti aliran darah divera (arteri),


pencernaan makanan.
Kinestetik Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak

Dapat disimpulkan pasien mengalami halusinasi penglihatan sehingga pasien mengalami


tanda dan gejala pasien pada halusinasi pengelihatan seperti Stimulus penglihatan dalam
kilatan cahaya, gambar giometris, gambar karton dan atau panorama yang luas dan
komplek. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan /sesuatu yang
menakutkan seperti monster.

5. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi halusinasi yaitu halusinasi dapat didefinisikan sebagai
terganggunya persepsi sensori seseorang, dimana tidak terdapat stimulus, individu
merasa ada stimulus yang sebetulnya tidak ada, pasien merasa ada suara padahal
tidak ada stimulus suara, bisa juga berupa suara-suara bising dan mendengung,
tetapi paling sering berupa kata- kata yang tersusun dalam bentuk kalimat yang
mempengaruhi tingkah laku klien, sehingga klien menghasilkan respon tertentu
seperti bicara sendiri. Suara bisa berasal dari dalam diri individu atau dari luar
dirinya. Isi suara tersebut dapat memerintahkan sesuatu pada klien atau seringnya
tentang perilaku klien sendiri, klien merasa yakin bahwa suara itu dari Tuhan,
sahabat dan musuh.

6. FASE HALUSINASI
Halusinasi yang dialami oleh klien bisa berbeda intensitas dan keparahannya Stuart
& Sundeen, (2006) dalam Bagus, (2014), membagi fase halusinasi dalam 4 fase
berdasarkan tingkat ansietas yang dialami dan kemampuan klien mengendalikan
dirinya. Semakin berat fase halusinasi, klien semakin berat mengalami ansietas dan
makin dikendalikan oleh halusinasinya.

Fase halusinasi Karakteristik Perilaku pasien


1 2 3
Fase 1 : Comforting- Klien mengalami keadaan Menyeringai atau
ansietas tingkat emosi seperti ansietas, tertawa yang tidak
sedang, secara kesepian, rasa bersalah, dan sesuai, menggerakkan
umum, halusinasi takut serta mencoba untuk bibir tanpa
bersifat berfokus pada penenangan menimbulkan suara,
menyenangkan pikiran untuk mengurangi pergerakan mata yang
ansietas. Individu mengetahui cepat, respon verbal
bahwa pikiran dan yang lambat, diam dan
pengalaman sensori yang dipenuhi oleh sesuatu
dialaminya tersebut dapat yang mengasyikkan.
dikendalikan jika ansietasnya
bias diatasi
(Non psikotik)
Fase II: Pengalaman sensori bersifat Peningkatan sistem
Condemning- menjijikkan dan menakutkan, syaraf otonom yang
ansietas tingkat klien mulai lepas kendali dan menunjukkan ansietas,
berat, secara umum, mungkin mencoba untuk seperti peningkatan
halusinasi menjadi menjauhkan dirinya dengan nadi, pernafasan, dan
menjijikkan sumber yang dipersepsikan. tekanan darah;
Klien mungkin merasa malu penyempitan
karena pengalaman kemampuan
sensorinya dan menarik diri konsentrasi, dipenuhi
dari orang lain. dengan pengalaman
(Psikotik ringan) sensori dan kehilangan
kemampuan
membedakan antara
halusinasi dengan
realita.

Fase III: Klien berhenti menghentikan Cenderung mengikuti


Controlling-ansietas perlawanan terhadap petunjuk yang diberikan
tingkat berat, halusinasi dan menyerah pada halusinasinya daripada
pengalaman sensori halusinasi tersebut. Isi menolaknya, kesukaran
menjadi berkuasa halusinasi menjadi menarik, berhubungan dengan
dapat berupa permohonan. orang lain, rentang
Klien mungkin mengalarni perhatian hanya
kesepian jika pengalaman beberapa detik atau
sensori tersebut berakhir. menit, adanya tanda-
(Psikotik) tanda fisik ansietas
berat : berkeringat,
tremor, tidak mampu
mengikuti petunjuk.
Fase IV: Conquering Pengalaman sensori menjadi Perilaku menyerang-
Panik, umumnya mengancam dan menakutkan teror seperti panik,
halusinasi menjadi jika klien tidak mengikuti berpotensi kuat
lebih rumit, melebur perintah. Halusinasi bisa melakukan bunuh diri
dalam halusinasinya berlangsung dalam beberapa atau membunuh orang
jam atau hari jika tidak ada lain, Aktivitas fisik
intervensi terapeutik. yang merefleksikan isi
(Psikotik Berat) halusinasi seperti amuk,
agitasi, menarik diri,
atau katatonia, tidak
mampu berespon
terhadap perintah yang
kompleks, tidak mampu
berespon terhadap lebih
dari satu orang.

7. JENIS-JANIS HALUSINASI
Menurut Stuart (2010) dalam Yusalia (2015), jenis halusinasi antara lain :
1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %
Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara – suara orang,
biasanya klien mendengar suara orang yang sedang membicarakan apa yang
sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) 20 %
Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk pancaran
cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan / atau panorama yang luas dan
kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (olfactory)
Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang menjijikkan
seperti: darah, urine atau feses. Kadang – kadang terhidu bau harum.Biasanya
berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)
Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus
yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik datang dari tanah, benda mati
atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (gustatory)
Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis dan
menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau feses.
6. Halusinasi cenesthetik
Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah mengalir
melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine.
7. Halusinasi kinesthetic
Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak. Sehingga dapat
disimpulkan pasien pada kasus dibawah ini mengalami halusinasi pendengaran
yang ditandai dengan pasien mendengar suara seperti membisikan nama
tetangga yang pernah memukuli pasien.

8. TAHAPAN HALUSINASI
Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart Lardia (2001) dan
setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda yaitu
a. Tahapan I
Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah
serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk
meredakan ansietas. Disini kliuen tyersenyum atau tertawa yang tidak sesuai,
menggerakan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik
sendiri. Jika kecemasan datang klien dapat mengontrol kesadaran dan
mengenal pikirannya namun intensitas persepsi meningkat.
b. Tahapan II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan klien mulai lepas kendali dan
mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang
dipersepsi. Disini terjadi penin gkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat
ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital. Asyik dengan pengalaman
sensori danb kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan
realita. Ansietas meningkat dan berhubungan dengan pengalaman internal dan
eksternal, individu berada pada tingkat listening pada halusinasinya. Pikiran
internal menjadi menonjol, gambaran suara dan sensori dan halusionasinya
dapat berupa bisikan yang jelas, klien membuat jarak antara dirinya dan
halusinasinya dengan memproyeksikan seolah-olah halusinasi datang dari
orang lain atau tempat lain.
c. Tahapan III
Klien menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada
halusinasi tersebut. Disini klien sukar berhubungan dengan orang lain dan
berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan
berhubungan dengan orang lain.
Halusinasi lebih menonjol, menguasai dan mengontrol. Klien menjadi lebih
terbiasa dan tidak berdaya dengan halusinasinya. Kadang halusinasi tersebut
memberi kesenangan dan rasa aman sementara.
d. Tahapan IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah
halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak
mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon
lebih dari satu orang. Kondisi klien sangat membahayakan. Klien tidak dapat
berhubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan halusinasinya.
Klien hidup dalam dunia yang menakutkan yang berlangsung secara singkat
atau bahkan selamanya.

9. PENATALAKSANAAN MEDIS
Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015), tindakan keperawatan untuk
membantu klien mengatasi halusinasinya dimulai dengan membina hubungan
saling percaya dengan klien. Hubungan saling percaya sangat penting dijalin
sebelum mengintervensi klien lebih lanjut. Pertama-tama klien harus difasilitasi
untuk merasa nyaman menceritakan pengalaman aneh halusinasinya agar informasi
tentang halusinasi yang dialami oleh klien dapat diceritakan secara konprehensif.
Untuk itu perawat harus memperkenalkan diri, membuat kontrak asuhan dengan
klien bahwa keberadaan perawat adalah betul-betul untuk membantu klien. Perawat
juga harus sabar, memperlihatkan penerimaan yang tulus, dan aktif mendengar
ungkapan klien saat menceritakan halusinasinya. Hindarkan menyalahkan klien
atau menertawakan klien walaupun pengalaman halusinasi yang diceritakan aneh
dan menggelikan bagi perawat. Perawat harus bisa mengendalikan diri agar tetap
terapeutik.
Setelah hubungan saling percaya terjalin, intervensi keperawatan selanjutnya
adalah membantu klien mengenali halusinasinya (tentang isi halusinasi, waktu,
frekuensi terjadinya halusinasi, situasi yang menyebabkan munculnya halusinasi,
dan perasaan klien saat halusinasi muncul). Setelah klien menyadari bahwa
halusinasi yang dialaminya adalah masalah yang harus diatasi, maka selanjutnya
klien perlu dilatih bagaimana cara yang bisa dilakukan dan terbukti efektif
mengatasi halusinasi.
Proses ini dimulai dengan mengkaji pengalaman klien mengatasi halusinasi.
Bila ada beberapa usaha yang klien lakukan untuk mengatasi halusinasi, perawat
perlu mendiskusikan efektifitas cara tersebut. Apabila cara tersebut efektif, bisa
diterapkan, sementara jika cara yang dilakukan tidak efektif perawat dapat
membantu dengan cara-cara baru. Menurut Keliat (2011) dalam Pambayun (2015),
ada beberapa cara yang bisa dilatihkan kepada klien untuk mengontrol halusinasi,
meliputi :

1. Menghardik halusinasi.
Halusinasi berasal dari stimulus internal. Untuk mengatasinya, klien harus
berusaha melawan halusinasi yang dialaminya secara internal juga. Klien
dilatih untuk mengatakan, “tidak mau dengar…, tidak mau lihat”. Ini
dianjurkan untuk dilakukan bila halusinasi muncul setiap saat. Bantu pasien
mengenal halusinasi, jelaskan cara-cara kontrol halusinasi, ajarkan pasien
mengontrol halusinasi dengan cara pertama yaitu menghardik halusinasi:
2. Menggunakan obat.
Salah satu penyebab munculnya halusinasi adalah akibat
ketidakseimbangan neurotransmiter di syaraf (dopamin, serotonin). Untuk
itu, klien perlu diberi penjelasan bagaimana kerja obat dapat mengatasi
halusinasi, serta bagairnana mengkonsumsi obat secara tepat sehingga
tujuan pengobatan tercapai secara optimal. Pendidikan kesehatan dapat
dilakukan dengan materi yang benar dalam pemberian obat agar klien patuh
untuk menjalankan pengobatan secara tuntas dan teratur.
Keluarga klien perlu diberi penjelasan tentang bagaimana penanganan klien
yang mengalami halusinasi sesuai dengan kemampuan keluarga. Hal ini
penting dilakukan dengan dua alasan. Pertama keluarga adalah sistem di
mana klien berasal. Pengaruh sikap keluarga akan sangat menentukan
kesehatan jiwa klien. Klien mungkin sudah mampu mengatasi masalahnya,
tetapi jika tidak didukung secara kuat, klien bisa mengalami kegagalan, dan
halusinasi bisa kambuh lagi. Alasan kedua, halusinasi sebagai salah satu
gejala psikosis bisa berlangsung lama (kronis), sekalipun klien pulang ke
rumah, mungkin masih mengalarni halusinasi. Dengan mendidik keluarga
tentang cara penanganan halusinasi, diharapkan keluarga dapat menjadi
terapis begitu klien kembali ke rumah. Latih pasien menggunakan obat
secara teratur:

Jenis-jenis obat yang biasa digunakan pada pasien halusinasi adalah:


a. Clorpromazine ( CPZ, Largactile ), Warna : Orange
Indikasi:
Untuk mensupresi gejala – gejala psikosa : agitasi, ansietas, ketegangan,
kebingungan, insomnia, halusinasi, waham, dan gejala – gejala lain yang
biasanya terdapat pada penderita skizofrenia, manik depresi, gangguan
personalitas, psikosa involution, psikosa masa kecil.
Cara pemberian:
Untuk kasus psikosa dapat diberikan per oral atau suntikan intramuskuler.
Dosis permulaan adalah 25 – 100 mg dan diikuti peningkatan dosis hingga
mencapai 300 mg perhari. Dosis ini dipertahankan selama satu minggu.
Pemberian dapat dilakukan satu kali pada malam hari atau dapat diberikan
tiga kali sehari. Bila gejala psikosa belum hilang, dosis dapat dinaikkan
secara perlahan – lahan sampai 600 – 900 mg perhari.
Kontra indikasi:
Sebaiknya tidak diberikan kepada klien dengan keadaan koma, keracunan
alkohol, barbiturat, atau narkotika, dan penderita yang hipersensitif
terhadap derifat fenothiazine.
Efek samping:
Yang sering terjadi misalnya lesu dan mengantuk, hipotensi orthostatik,
mulut kering, hidung tersumbat, konstipasi, amenore pada wanita,
hiperpireksia atau hipopireksia, gejala ekstrapiramida. Intoksikasinya untuk
penderita non psikosa dengan dosis yang tinggi menyebabkan gejala
penurunan kesadaran karena depresi susunan syaraf pusat,
hipotensi,ekstrapiramidal, agitasi, konvulsi, dan perubahan gambaran irama
EKG. Pada penderita psikosa jarang sekali menimbulkan intoksikasi.
b. Haloperidol ( Haldol, Serenace ), Warna : Putih besar
Indikasi:
Yaitu manifestasi dari gangguan psikotik, sindroma gilies de la tourette
pada anak – anak dan dewasa maupun pada gangguan perilaku yang berat
pada anak – anak.
Cara pemberian:
Dosis oral untuk dewasa 1 – 6 mg sehari yang terbagi menjadi 6 – 15 mg
untuk keadaan berat. Dosis parenteral untuk dewasa 2 -5 mg intramuskuler
setiap 1 – 8 jam, tergantung kebutuhan.
Kontra indikasi:
Depresi sistem syaraf pusat atau keadaan koma, penyakit parkinson,
hipersensitif terhadap haloperidol.
Efek samping:
Yang sering adalah mengantuk, kaku, tremor, lesu, letih, gelisah, gejala
ekstrapiramidal atau pseudoparkinson. Efek samping yang jarang adalah
nausea, diare, kostipasi, hipersalivasi, hipotensi, gejala gangguan otonomik.
Efek samping yang sangat jarang yaitu alergi, reaksi hematologis.
Intoksikasinya adalah bila klien memakai dalam dosis melebihi dosis
terapeutik dapat timbul kelemahan otot atau kekakuan, tremor, hipotensi,
sedasi, koma, depresi pernapasan.
c. Trihexiphenidyl ( THP, Artane, Tremin ), Warna: Putih kecil
Indikasi:
Untuk penatalaksanaan manifestasi psikosa khususnya gejala skizofrenia.
Cara pemberian:
Dosis dan cara pemberian untuk dosis awal sebaiknya rendah ( 12,5 mg )
diberikan tiap 2 minggu. Bila efek samping ringan, dosis ditingkatkan 25
mg dan interval pemberian diperpanjang 3 – 6 mg setiap kali suntikan,
tergantung dari respon klien. Bila pemberian melebihi 50 mg sekali
suntikan sebaiknya peningkatan perlahan – lahan.
Kontra indikasi:
Pada depresi susunan syaraf pusat yang hebat, hipersensitif terhadap
fluphenazine atau ada riwayat sensitif terhadap phenotiazine. Intoksikasi
biasanya terjadi gejala-gejala sesuai dengan efek samping yang hebat.
Pengobatan over dosis ; hentikan obat berikan terapi simtomatis dan
suportif, atasi hipotensi dengan levarteronol hindari menggunakan
ephineprine ISO, (2008) dalam Pambayun (2015).
3. Berinteraksi dengan orang lain
Klien dianjurkan meningkatkan keterampilan hubungan sosialnya. Dengan
meningkatkan intensitas interaksi sosialnya, kilen akan dapat memvalidasi
persepsinya pada orang lain. Klien juga mengalami peningkatan stimulus
eksternal jika berhubungan dengan orang lain. Dua hal ini akan mengurangi
fokus perhatian klien terhadap stimulus internal yang menjadi sumber
halusinasinya.
Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara kedua yaitu bercakap-cakap
dengan orang lain. Beraktivitas secara teratur dengan menyusun kegiatan
harian. Kebanyakan halusinasi muncul akibat banyaknya waktu luang yang
tidak dimanfaatkan dengan baik oleh klien. Klien akhirnya asyik dengan
halusinasinya. Untuk itu, klien perlu dilatih menyusun rencana kegiatan dari
pagi sejak bangun pagi sampai malam menjelang tidur dengan kegiatan
yang bermanfaat. Perawat harus selalu memonitor pelaksanaan kegiatan
tersebut sehingga klien betul-betul tidak ada waktu lagi untuk melamun tak
terarah. Latih pasien mengontrol halusinasi dengan cara ketiga, yaitu
melaksanakan aktivitas terjadwal.
Klien tidak mendapatkan terapi obat untuk mengatasi skizofenia yang
dialaminya. Klien hanya mendapatkan terapi untuk mengontrol halusinasi
melalui pemberian asuhan keperawatan jiwa, yaitu:
1. BHSP
- Ucapkan salam
- Perkenalkan diri dengan sopan
- Tanyakan nama lengkap klien dan nama panggilan yang disukai klien
- Jelaskan tujuan pertemuan
- Jujur dan menepati janji
- Tunjukan sikap empati dan menerima klien apa adanya
- Berikan perhatian kebutuhan dasar klien
2. SP1P
- Bantu klien mengidentifikasi halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi isi halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi waktu halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi frekuensi halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi situasi halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi respon halusinasi
- Latih mengontrol halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memeragakan ulang
- Masukan dalam jadwal kegiatan pasien
3. SP2P
- Evaluasi kegiatan yang lalu (sp 1)
- Latih cara mengontrol halusinasi dengan bercakap-cakap dengan orang
lain
- Masukkan dalam jadwal harian pasien
4. SP3P
- Evaluasi kegitan yang lalu (sp 1 dan 2)
- Latih mengontrol halusinasi dengan beraktivitas
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Masukkan dalam jadwal pasien
5. SP4P
- Eveluasi kegiatan yang lalu (sp 1,2 dan 3)
- Tanyakan program pengobatan
- Jelaskan pentingnya penggunaan obat
- Jelaskan akibat putus obat
- Latih pasien minum obat
- Masukkan dalam jadwal harian pasien

ASUHAN KEPERAWATAN
PADA PASIEN DENGAN DIAGNOSA KEPERAWATAN GANGGUAN PERSEPSI
SENSORI : HALUSINASI PENGLIHATAN

1. PENGKAJIAN
a. Data Subyektif
Keluarga pasien mengatakan bahwa pasien sering berbicara sendiri seperti
melihat sesuatu yang tidak nyata dan mengajaknya kerap kali mengajaknya
berbicara. Pasien tidak percaya dengan lingkungannya, pasien bingun, merasa
cemas, dan sering melamun
b. Data Obyektif
Pasien terlihat tidak dapat membedakan mana nyata dan mana yang tidak
nyata. Pembicaraan kacau tidak sesuai dengan kenyataan, tidak perhatian
terhadap dirinya, sering menyangkal bahwa dirinya tidak mengalami sakit dan
bnerkata bisa melakukan apapun jika ditanya, ekspresi wajah datar
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan persepsi sensori : Halusinasi penglihatan
3. PERENCANAAN

Tujuan Kriteria Evaluasi Intervensi


1. Pasien mampu Setelah ................. x 6. BHSP
pertemuan, pasien mampu
membina hubungan - Ucapkan salam
saling percaya 1. Pasien mampu membina - Perkenalkan diri dengan sopan
2. Klien mampu hubungan saling percaya - Tanyakan nama lengkap klien dan
mengenali 2. Pasien mampu mengenal nama panggilan yang disukai klien
halusinasi halusinasinya - Jelaskan tujuan pertemuan
3. Klien mampu 3. Mengidentifikasi - Jujur dan menepati janji
mengontrol kemampuan aspek - Tunjukan sikap empati dan
halusinasinya positif yang dimiliki menerima klien apa adanya
4. Memiliki kemampuan - Berikan perhatian kebutuhan dasar
yang dapat digunakan klien
5. Memilih kegiatan sesuai 2. SP1P
kemampuan - Bantu klien mengidentifikasi
6. Melakukan kegiatan halusinasi
yang sudah dipilih - Bantu klien mengidentifikasi isi
7. Merencanakan kegiatan halusinasi
yang sudah dilatih - Bantu klien mengidentifikasi waktu
halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi
frekuensi halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi
situasi halusinasi
- Bantu klien mengidentifikasi
respon halusinasi
- Latih mengontrol halusinasi
- Peragakan cara menghardik
- Minta pasien memeragakan ulang
- Masukan dalam jadwal kegiatan
pasien
3. SP2P
- Evaluasi kegiatan yang lalu (sp 1)
- Latih cara mengontrol halusinasi
dengan bercakap-cakap dengan
orang lain
- Masukkan dalam jadwal harian
pasien
4. SP3P
- Evaluasi kegitan yang lalu (sp 1
dan 2)
- Latih mengontrol halusinasi
dengan beraktivitas
- Latih pasien melakukan aktivitas
- Masukkan dalam jadwal pasien
5. SP4P
- Eveluasi kegiatan yang lalu (sp 1,2
dan 3)
- Tanyakan program pengobatan
- Jelaskan pentingnya penggunaan
obat
- Jelaskan akibat putus obat
- Latih pasien minum obat
- Masukkan dalam jadwal harian
pasien
Keluarga mampu Setelah .............. x 1. SP1K
merawat pasien dengan pertemuan, keluarga - Mendiskusikan masalah yang
gangguasn persepsi mampu: dirasakan keluarga dalam merawat
sensori halusinasi pasien
1. Membina hubungan
penglihatan dan menjadi - Memberi pendidikan tentang
saling percaya
sistem pendukung bagi pengertian halusinasi, jenis
2. Keluarga mampu
pasien halusinasi, tanda dan gejala
mengenal pengertian
halusinasi, serta proses terjadinya
dan tanda gejala
halusinasi
koping tidak efektif
- Menjelaskan cara merawat klien
3. Mendorong pasien
dengan halusinasi
melakukan kegiatan
2. SP2K
4. Memuji pasien saat
- Melatih keluarga mempraktekkan
pasien melakukan
cara merawat klien dengan
kegiatan
halusinasi
5. Membantu melatih
- Melatih keluarga melakukan cara
pasien
merawat langsung kepada klien
6. Membantu
halusinasi
perkembangan pasien
3. SP3K
- Membantu keluarga membuat
jadwal aktivitas dirumah
4. SP4K
- Pantau pengobatan pasien

4. IMPLEMENTASI
Merupakan tahap pelaksanaan tindakan yang telah ditentukan dengan maksud agar
kebutuhan klien terpenuhi secara optimal. Dalam pelaksanaan disesuaikan dengan
rencana keperawatan dan kondisi klien.

5. EVALUASI
Evaluasi yang ingin dicapai diantaranya yaitu :
a) Klien dapat membina hubungan saling percaya
b) Klien mengenal halusinasinya
c) Klien dapat mengontrol halusinasinya
d) Klien mulai dan mempertahankan hubungan dengan orang lain
e) Klien mengerjakan aktivitas sehari-hari dan aktivitas yang disenangi
f) Klien dapat berinteraksi di dalam kelompok

POHON MASALAH

Defisit Perawatan Diri Akibat

Gangguan persepsi sensori :


Masalah
halusinasi penglihatan
utama
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim. 2012. LP dan Askep Halusinasi. Diakses pada 17 Oktober 2019. Di


https://www.academia.edu/30128967/LP_dan_ASKEP_Halusinasi . Diakses 24
Desember 2019.
2. Anonim. 2011. Laporan Pendahuluan (LP) Halusinasi. Diakses pada 17 Oktober
2019.https://www.academia.edu/9797578/LAPORAN_PENDAHULUAN_LP_HA
LUSINASI&ved=2ahUKEwiugt_y5KflAhUh7HMBHe4XBIMQFjAAegQIBBAB
&usg=AOvVaw2QGbncZEzXgTd7LX_N5O5D . Diakses 24 Desember 2019.
3. Witarsa,gede. “Asuhan Keperawatan Jiwa Halusinasi”. Dalam
https://www.academia.edu/15618173/Asuhan_Keperawatan_Jiwa_halusinasi.
Diakses 24 Desember 2019.
4. Wijanarko, wahyu. 2016. “Laporan Pendahuluan, Asuhan Keperawatan, dan Strategi
Pelaksanaan 1 pada Pasien Halusinasi”.
Dalamhttps://www.academia.edu/30128967/LP_dan_ASKEP_Halusinasi. Diakses
24 Desember 2019.

Anda mungkin juga menyukai