Anda di halaman 1dari 55

BAB I

PEDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit paru obstruksi kronik yang biasa disebut PPOK
merupakan penyakit kronik yang ditandai dengan keterbatasan aliran udara
di dalam saluran napas yang tidak sepenuhnya reversibel, gangguan yang
bersipat progresif ini disebabkan karena terjadinya inflamasi kronik akibat
pajanan partikel atau gas beracun yang terjadi dalam kurun waktu yang
cukup lama dengan gejala utama sesak napas, batuk dan produksi sputum.
Penyakit paru obstruktif kronik (PPOK) merupakan penyakit yang
timbul akibat dari adanya raspon inflamasi kronis yang tinggi pada saluran
nafas dan paru yang biasanya bersifat progresif dan persisten. Penyakit ini
memiliki ciri berupa terbatasnya aliran udara yang masuk dan umumnya
dapat di cegah dan di rawat (GOLD, 2015).
Penyakit paru obstruktif kronik merupakan penyakit sistemik yang
mempunyai hubungan antara keterlibatan metabolik, otot rangka dan
molekuler genetik. Keterbatasan aktivitas merupakan keluhan utama
penderita PPOK yang sangat mempengaruhui kualitas hidup. Disfungsi
otot rangka merupakan hal utama yang berperan dalam keterbatasan
aktivitas penderita PPOK. Inflamasi sistemik, penurunan berat badan,
peningkatan resiko penyakit kardiovaskuler, osteoporosis, dan defresi
merupakan manisfestasi sistemik PPOK (Oemawati, 2013).
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama, yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga penyakit
yang membentuk satu kesatuan yang dikenal PPOK adalah asma

1
bronkhial, bronkhitis kronis dan emfisema paru. Penyakit ini sering di
sebut dengan Chronic Air Flow Limitation (CAL) dan Chronic
Obstruktive Lung Disease ( Grece & Borley, 2011).
Menurut Word Health Organation (WHO) melaporkan terdapat
600 juta orang menderita PPOK didunia dengan 65 juta orang menderita
PPOK derajat sedang hingga berat. Pada 2002 PPOK adalah penyebab
utama kematian ke lima di dunia dan diperkiraka menjadi penyebab utama
ketiga kematian di seluruh dunia tahun 2030. Lebih dari 3 juta orang
meninggal karena PPOK pada tahun 2005, yang setara dengan 5% dari
semua kematian secara global (WHO 2015)
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO), memperkirakan bahwa
pada tahun 2020 pervalensi PPOK akan terus meningkat dari peringkat ke-
6 menjadi peringkat ke-3 di dunia dan dari peringkat ke-6 menjadi
perigkat ke-3 penyebab kematian tersering di dunia (Depkes RI, 2008
Dalam jurnal Khasanah S, 2013).
Penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) merupakan salah satu dari
kelompok penyakit tidak menular yang telah menjadi masalah kesehatan
masyarakat di indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia
harapan hidup dan semakin tigginya pajanan faktor resiko, seperti faktor
pejamu yang didga berhubungan dengan kejadian PPOK, semakin
banyaknya jumlah perokok khusunya pada kelompok usia muda, serta
pencemaraan udara di dalam ruangan maupun di luar ruangan dan di
tempat kerja (Kep.Men.Kes,2008 dalam jurnal Rini, 2011).
Diperkirakan di Indonesia terdapat di indonesia terdapat 4,8 juta
pasien PPOK dengan prevalensi sebesar 5,6% yaitu dengan jumlah
berdasarkan jenis kelamin laki-laki berjumlah 2,663 dan perempuan
berjumlah 1,511. Menurut WHO pada tahun (2010), PPOK adalah
kesehatan utama yang menjadi penyebab kematian no 4 di Indonesia
(PDPI, 2006 dalam jurnal Khasanah S, 2013).

2
Pada tahun 2010 di Jawa Barat menunjukan PPOK menempati
urutan pertama penyumbang angka kesakitan (35%), diikuti asma bronkial
(33%) dan lainya (2%) (Depkes RI, 2008 dalam jurnal Khasanah 2013).
Adapun angka penderita pasien PPOK di Ruang Kemuning RSUD
Sayang Cianjur pada tahun 2016 mencapai 6,785 penderita dari hasil
rekapitulasi 10 besar penyakit. PPOK menempati urutan ke 8 setelah
penyakit. Typoid, CAD, Diabetes Melitus, Gastropaty, Diare dan Demam
Dengue. (Data RSUD Sayang Cianjur)
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
interaksi genetik dengan lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah:
merokok, populasi, udara, dan pemajaan di tempat kerja (terhadap batu
bara, kapas, padi-padian ) merupakan faktor-faktor resiko penting yang
menunjang pada terjadinya ini. Proses dapat terjadi dalam rentang lebih
dari 20-30 tahunan. (Smeltzer dan Bare. 20006).
Penatalaksanaan bisa dibedakan berdasarkan derajat tingkat
keparahan PPOK. PPOK eksaserbasi didefinisikan sebagai peningkatan
keluhan/gejala pada penderita PPOK berupa 3P yaitu: 1, peningkatan
batuk/memburknya batuk 2. Peningkatan produksi dahak /phlegm 3.
Peningkatan sesak nafas, komplikasi bisa terjadi gagal nafas, infeksi
berulang dan cor pulmonal. Prognosis PPOK tergantung dari stage /
derajat, penyakit paru komorbid, penyakit komorbid lain. (Riyanto dan
Hisyam, 2006)
Frekuensi batuk dan serangan sesak nafas dengan intensitas yang
tinggi pada penderita PPOK merupakan penyebab menurunya rasa
percaya diri penderita dalam bermasyarakat, rasa malu dan rendah diri
dengan keadaan diri sendiri yang lemah menjadi faktor penentu dalam
permasalahan psikologis penderita. Tidak ambil aktif dalam peran
keluarga dan perasaan menjadi beban dalam keluarga dengan kepanikan
yang ditimbulkan oleh serangan mendadak membuat tekanan tersendiri
terhadap penilaian diri (Wiyono, 2000)

3
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam arteri, saturasi oksigen normal adalah antara 95 –
100 %. Dalam kedokteran , oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai
"SATS", untuk mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin
di dalam aliran darah. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian
besar hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses
pendistribusian darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat,
2007). Pada sekitar 90% (nilai bervariasi sesuai dengan konteks klinis)
saturasi oksigen meningkat menurut kurva disosiasi hemoglobin-oksigen
dan pendekatan 100% pada tekanan parsial oksigen> 10 kPa. Saturasi
oksigen atau oksigen terlarut (DO) adalah ukuran relatif dari jumlah
oksigen yang terlarut atau dibawa dalam media tertentu. Hal ini dapat
diukur dengan probe oksigen terlarut seperti sensor oksigen atau optode
dalam media cair.
Tujuan dari Pursed Lips Breating ini adalah untuk membantu
pasien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola napas lambat
dan dalam, membantu pasien untuk mengontrol pernapasaan, mencegah
kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang ekshalasi dan
meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi, dan mengurangi
jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bar, 2013 Dalam Jurnal Astuti
Halaman 2).
Adapun tujuan lain dari dilakukannya tindakan Pursed Lips
Breating yaitu untuk peningkatkan saturasi oksigen. Sa02 merupakan rasio
kadar hemoglobin oksigen /teroksigen (Hb02) dengan hemoglobin dalam
darah (total kadar Hb02 dan hemoglobin terdeoksigenasi (Hb), dengan
demikian Sa02 pun akan meningkat. Sebagaimana disampaikan oleh
(Sherwod, 2001) bahwa peningkatan PaO2 akan meningkatkan afinitas Hb
terhadap oksigen dan penurunan jumlah C02 juga akan meningkatkan
afinitas Hb terhadap oksigen dan sebaliknya (Dalam Jurnal Khasanah, S.
2013)

4
Beberapa penelitian yang telah dilakukan membuktikan keefektifan
terhadap peningkatan saturasi oksigen diantaranya penelitian yang
dilakukan oleh (Khasanah, 2013) yang meneliti tentang “pengaruh
pemberian tindakan Pursed Lips Breathing terhadap peningkatan saturasi
oksigen di Rumah Sakit Soedkarjo”. Dari hasil penelitianya tersebut
menunjukan bahwa ada pengaruh yang bermakna terhadap peningkatan
saturasi oksigen
Penelitian ini menyebutkan adanya peningkatan saturasi oksigen
setelah pemberian tindakan Pursed Lips Breahting seperti yang telah
dilakukan oleh (Hartono , 2015) yang meneliti tentang “peningkatan
kapasitas vital paru pada pasien PPOK menggunakan metode pernapasan
Pursed Lips Breathing di RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro” menyebutkan
bahwa pursed lips breathing dapat pemeningkatkan saturasi oksigen dan
dapat meningkatkan kapasitas vital paru.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang berjudul “Pemberian Pursed Lips Breathing
(PLB) terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) di Ruang Kemuning RSUD Sayang Cianjur”

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka yang menjadi
rumusan masalah “Adakah Pengaruh Pemberian Pursed Lips Breathing
(PLB) terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien Penyakit Paru
Obstruktif Kronis (PPOK) di Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur”

5
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui Pengaruh Pemberian Pursed Lips Breathing
(PLB) terhadap peningkatan saturasi oksigen pada pasien Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Ruang Arben RSUD Sayang
Cianjur”

2. Tujuan Khusus
a. Mampu memahami tentang Penyakit Paru Obstruksi Kronis
(PPOK) di Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur
b. Mampu melakukan pengkajian pada penderita Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK) di Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur
c. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan untuk pasien yang
menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Ruang
Arben RSUD Sayang Cianjur
d. Mampu menyusun rencana keperawatan untuk pasien yang
menderita Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di Ruang
Arben RSUD Sayang Cianjur
e. Mampu mengaplikasikan tindakan keperawatan yang telah
dipelajari tentang Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) di
Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Untuk mengembangkan konsep dan kajian yang mendalam serta
dapat menambah ilmu pengetahuan materi pembelajaraan keperawatan
medikal bedah dengan pengaruh pemberian teknik Pengaruh Pemberian
Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap peningkatan saturasi oksigen
pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Ruang Arben
RSUD Sayang Cianjur

6
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan dapat menambah
sumber referensi dan informasi kepada mahasiswa di Akper
Pemkab Cianjur sehingga dapat menjadi acuan untuk peneliti
selanjutnya.
b. Bagi Tenaga Kesehatan
Sebagai tambahan ilmu pengetahuan untuk memberikan pendidikan
kesehatan dan meningkatkan derajat kesehatan, khusunya alat
pernfasaan yang berkaitan dengan upaya Pengaruh Pemberian
Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap peningkatan saturasi
oksigen pada pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di
Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur dan hasil penelitian ini dapat
digunakan sebagai sumber motivasi bagi profesi keperawatan untuk
melakukan tindakan teknik clapping. Hal ini sesuai dengan peran
perawat yaitu sebagai pelaksana pelayanan keperawatan dan
edukator kesehatan.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat, menambah
pengetahuan dan wawasan serta dapat mengaplikasikan dan
mensosialisasikan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan ke
dalam praktik nyata dalam rangka menyelesaikan pendidikan.
d. Bagi Mahasiswa
Penelitian ini sebagai tambahan ilmu pengetahuan dan diharapkan
barmanfaat sebagai masukan dalam Pengaruh Pemberian Pursed
Lips Breathing (PLB) terhadap peningkatan saturasi oksigen pada
pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) di Ruang Arben
RSUD Sayang Cianjur

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Penyakit Paru Obstruksi Kronik


1. Pengertian
Penyakit Paru Obstruksi Kronik adalah penyakit yang dicirikan oleh
keterbatasaan aliran udara yang tidak dapat pulih sepenuhnya.
Keterbatasaan aliran udara biasanya bersifat progresif dan dikaitkan
dengan respons inflamasi paru yang abnormal terhadap partikel atau gas
berbahaya, yang menyebabkan penyempit jalan nafas, hipersekresi
mukus, dan perubahan pada sistem pembuluh darah paru (Brunner &
Suddarth : 190)
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) merupakan suatu istilah
yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru-paru yang
berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap
aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Somantri, 2008 :
43).
Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah klasifikasi luas
dari gangguan yang mencakup bronkhitis kronis, bronkiektasis, emfisema
dan asma, yang merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan
dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara
paru-paru. PPOK merupakan penyebab kematian kelima terbesar di
Amerika Serikat. Penyakit ini menyerang lebih dari 25% populasi
dewasa (Brunner & Suddarth 20001 : 595)

2. Klasifikasi (muwarni, 20111 : 23)


a. Bronkitis Kronik
Adanya gangguan klinis yang ditandai dengan
hiperproduksi mukus dari percabangan bronkus dengan
pencerminan batuk yang menahun.

8
b. Emfisema Paru
Adanya kelainan paru dengan pelebaraan abnormal dari
ruang udara distal dari bronkiolis terminal yang yang diserati
dengan penebalan dan kerusakan di sinsing alveoli.
c. Asma
Asma merupakan suatu penyakit yang dicirikan oleh
hipersensitivitas cabang-cabang trakeobrinkial terhadap berbagai
jenis rangsangan. Keadaan ini bermanifestasi sebagai penyempitan
saluran-saluran nafas secara periodic dan reversible akibat
bronkospasme.
d. Bronkirktatis
Bronkirktatis adalah dilatasi bronkus dan bronkiolus kronik
yang mungkin disebabkan oleh berbagai kondisi, termasuk infeksi
paru dan obstruksi bronkus, aspirasi benda asing, muntahan atau
benda-benda dari saluran pernafasaan atas, dan tekanan terhadap
tumor, pembuluh darah yang berdilatasi dan pembesaraan nodus
limpe.

3. Etiologi
Penyakit Paru Obstruksi Kronis disebabkan oleh faktor lingkungan
dan gaya hidup, yang sebagian besar bisa dicegah. Merokok
diperkirakan menjadi penyebab timbulnya 80-90% kasus pada laki-laki
dengan usia antara 30-40 tahun yang paling banyak menderita PPOK
(Padila, 2012 : 98).
a. Usia
PPOK jarang mulai menyebabkan gejala yang dikenali
secara klinis sebelum usia 40 tahun, kasus-kasus yang termasuk
perkecualian yang jarang dari pernyataan umum ini sering kali
berhubungan dengan sifat yang terkait dengan defisiensi bawaan.
Ketidakmampuan ini dapat mengakibatkan seseorang mengalami

9
emfisema dan PPOK pada usia 20 tahun, yang beresiko menjadi
semakin berat jika mereka merokok.
b. Merokok
Merokok merupakan penyebab PPOK yang paling umum
dan mencakup 20% dari semua kasus PPOK yang ditemukan.
Diduga bahwa sekitar 20% orang yang merokok akan mengalami
PPOK, dengan resiko peerseorangan meningkat sebanding dengan
penigkatan jumlah rokok yang dihisapnya. Mengenai rokok,
merokok akan menekan aktivitas sel-sel pemangsa dan
mempengaruhui mekanisme pembersih siliaris dari traktus
respiratorius, yaitu berfungsi untuk menjaga saluran pernafasaan
bebas dari iritan, bakteri dan benda asing yang terhirup. Jumlah
yang di isap oleh seseorag diukur dengan istilah pack years, satu
pack years sama dengan menghisap 20 batang rokok perhari
selama setahun. Dengan demikian, seseorang yang merokok 40
batang rokok perhari selama satu tahun atau mereka yang merokok
20 batang rokok selama dua tahun akan memiliki akumulasi yang
akuivalen dengan pack years.
c. Latar Belakang Genetik dan Keluarga
Telah ditemukan keterkaitan keluarga yang lemah, tidak
seperti pada asma diriwayat asma sebelumnya di dalam keluarga
sangat dipertimbangkan sebagai faktor resiko yang penting.
(Francis, 2008 : 68).

4. Manisfestasi Klinis
Manisfestasi klinis (Padila 2012 : 98). Meliputi :
a. Batuk kronik
b. Sputum yang sangat produktif
c. Mudah terkena iritasi oleh iritan-iritan inhalan, udara dingin atau
infeksi
d. Sesak napas

10
e. Terdapat otot buntu pernapsaan
f. Hipoksia dan hiperkapnea
g. Takipnea

5. Patofisioogi
Menurut (Morton, dll, 2012 :737) patofisiologi PPOK :
Seiring perkembangan PPOK, perubahan patofisiologi berikut
biasanya terjadi secara berurutan : hipersekresi mukus, disfungsi silia,
keterbatasan aliran udara, hiperinflamsi pulmonal, abnormalitas
pertukaraan gas, hipertensi pulmonal. Jalan napas perifer menjadi
tempat utama obstruksi pada pasien PPOK. Perubahan stuktural
dinding napas adalah penyebab terpenting peningkatan tahanan jalan
napas perifer. Perubahan inflamsi seperti edema jalan napas dan
hipersekresi mukus juga menyebabkan penyempitan jalan napas dan
perifer. Hipersekresi mukus disebabkan oleh abnormalitas lain terjadi.
Keterbatasan aliran udara ekspirasi adalah temuan penting pada PPOK.
Ketika proses penyakit berkembang, volume ekspirasi kuat dalam satu
detik (forced vital capacity, FPC) menurun, hal ini berhubugan dengan
peningkatanketebalan dinding jalan napas, penurunan kelekatan
alveolar dan penurunan recoil elastis paru. Sering kali tanda pertama
terjadi keterbatasaan aliran udara adalah penurunan rasio FEVI paca
bronkodilator kurang dari 80% dari nilai prediksi yang
dikombinasikan.

6. Komplikasi
Menurut (Muarni 2011 : 25) komplikasi PPOK :
a.kegagalan respirasi akibat sesak napas atau dispnea
b. kardiovaskuler yaitu kor pulmonal aritmia jantung
c. ulkus peptikum

11
d. PPOM umumnya berjalan secara progresif dalam jangka waktu yang
lama, penderita jadi cacat dan tidak dapat melakukan kegitan sehari-
hari
e. kematian biasanya terjadi karena kegagalan respirasi dan kematian
mendadak fowler karena aritmia jantung

7. Penatalaksaaan
Penatalaksaan yang digunakan pada penayakit paru obstruksif kronik,
menurut
Mutaqqin Arif, (2008: 159), adalah :
a. Meniadakan faktor etiologik atau pespitasi
b. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara
c. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada
infeksi ant
mikroba tidak perlu diberikan
d. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obatan bronkodilator
e. Pengobatan simtomatik (lihat tanda dan gejala yang muncul)
1) Batuk produktif beri obat mkolitik /ekspektoran
2) Sesak nafas beri posisi nyaman (fowler), beri 02
3) Dehidrasi beri minum yang cukup bila perlu pasang infus
f. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul
g. Pengobatan oksigen, bagi ang memperlukan, 02 harus diberikan
dengan aliran
lambat : 1-2 liter /menit
h. Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara
yang terperagkap
i. Memberi pengajaran mengenal teknik-teknik relaksasi dan cara-
cara untuk menyimpan energi

12
8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Uji fungsi paru
Bisa menunjukan adanya keterbatasan aliran udara pada kasus PPOK
merupakan hal yang paling penting secara diagnostik. Hal ini biasanya
dilakukan menggunakan laju aliran ekspirasi puncsk PEF. Pada
beberapa kasus dimana PPOK dicurgai , perlu dipertimbangkan untuk
menggunakan peak expiratory flow pediatrik. Ini bermanfaat untuk
mencatat volume keluaran yang lebih kecil dengan menyediakan skala
yang tepat untuk akurasi yang lebih baik. Hal ini sangat berguna jika
sebelumnya peak ekspriratory flow dewasa menunjukan angka yang
lebih randah dan berubah-ubah atau jika pasien mengalami kesulitan
merapatkan mulut sekitar mouth piece pada peax ekspriratory flow
dewasa. Penting untuk dicatat bahwa sementara nilai laju aliran
ekspirasi puncak yang normal saja tidak dapat menyingkirkan diagnosis
PPOK, nilai PEV (volume udara yang dapat diekspirasi dalam waktu
standar selama tindakan FVC) normal yang di ukur dengan spirometer
akan menyingkirkan diagnosis PPOK ( Francis, 2008 : 70-71).
b. Spirometri
Spirometri merupakan alat kuantitatif yang kuat saat uji reversibilitas
digunakan untuk mematikan diagnosis yang tepat. Perbedaan dapat
dibuat dengan membandingkan hasil spirometri yang didapat setelah
beberapa saat pemulihan. Pada kasus asma uji reversibilittas akan
menunjukan bahwa terjadi perbaikan setelah pemulihan, data numerik
yang diperoleh dapat berada diantara batas normal atas dan bawah. Hal
ini tidak khas pada PPOK dimana data akan menunjukan terjadinya
sedikit perbaikan (Francis, 2008 :71
c. Pemeriksaan laboratorium
Menurut (Muarni, 2012 : 25) pemeriksaan laboratorium pada PPOK :
1) Leukosit
2) Eritosit

13
3) Hemoglobin
4) BBS atau LED
5) Analisa darah arteri (PO2 dan saturasi oksigen)
6) Semuanya sama dengan penyakit primernya
7) Photo thorax

Menurut Muarni photo thorax meliputi :


1) Banyangan lobus
2) .Corakan paru bertambah (bronkitis akut)
3) Defisiensi arteri corakan paru bertambah (emfisema)

B. Konsep Asuhan Keperawatan Penyakit Paru Obstrukstif Kronik


(PPOK) Asuhan Keperawatan merupakan bentuk
pelayanan keperawatan profesional kepada klien dengan menggunakan
metodologi proses keperawatan. Proses keperawatan adalah metode
sistematik dimana secara langsung perawat bersama klien secara untuk
menentukan masalah keperawatan sehingga membutuhkan asuhan
keperawatan, membuat perencanaan dan rencana implementasi, serta
mengevaluasi hasil asuhan keperawatan. Proses keperawatan terdiri dari
lima tahap yaitu : pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,
implementasi dan evaluasi.

1. Pengkajian
Pengkajian adalah proses pengumpulan informasi atau
dasar tentang klien, agar dapat mengidentifikasi, mengenal masalah-
masalah kebutuhan kesehatan dan keperawatan klien, baik fisik,
mental, sosial dan lingkungan. Tujuan dari pengkajian adalah untuk
memperoleh informasi tentang kesehatan klien, menentukan masalah
keperawatan klien, menilai keadaan kesehatan klien, membuat

14
kesehatan klien, membuat keputusan yang tepat dalam menentukan
langkah-langkah berikutnya (Dermawan, 2012 : p34)
Menurut Irman Somantri (2008), secara umum pengkajian dimulai
dengan mengumpulkan data tentang :
a. Biodata Pasien
Biodata pasien setidaknya berisi tentang nama, umur, jenis
kelamin, pekerjaan, dan pendidikan, umur pasien dapat
menunjukan tahap perkembangan pasien baik secara pisik maupun
psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan perlu dikaji untuk
mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap terjadinya
masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat berpengaruh
terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau penyakitnya.

b. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang dikaji meliputi data saat ini dan masalah
yag telah lalu. Perawat juga mengkaji keadaan pasien dan
keluarganya. Kajian tersebut berfokus kepada manisfestasi klinik
keluhan utama, kejadian yang membuat kondisi sekarang ini,
riwaat kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, dan
riwayat psikososial. Riwayat kesehatan yang dimuali dari biografi
pasien. Aspek yang sangat erat hubunganya dengan gangguan
sistem pernafasan adalah usia, jenis kelamin, pekerjaan (terutama
gambaran kondisi tempat kerja), dan tempat tinggal. Keadaan
tempat tinggal mencakup kondisi tempat kerja, serta apakah pasien
tinggal sendiri atau denga orang lain yang nantinya berguna bagi
perencanaan pulang (discharge planning).
c. Keluhan Utama
Keluhan utama akan menentukan proritas intervensi dan mengkaji
pengetahuan pasien tentang kondisinya saat ini, PPOK adalah sesak
nafas yang sudah berlangsung lama sampai bertahun-tahun, dan

15
semakin berat setelah beraktivitas. Keluhan lainya adalah batuk,
dahak berwarna hijau, sesak semakin bertambah, dan badan lemah.
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien dengan serangan PPOK datang mencari pertolongan
teruutama dengan keluahan sesak, kemudian diikuti dengan gejala-
gejala lain seperti whezzing, penggunaan otot bantu pernafasaan,
terjadi penumpukan lendir, dan sekresi yang sangat banyak
sehingga menyumbat jalan nafas .
e. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Pada PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan
intraksi genetik dengan lingkungan. Misalnya pada orang yang
sering merokok, polusi udara dan paparan di tempat kerja
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tujuan menyakan riwayat keluarga dan sosial pasien penyakit
paru-paru sekurang- sekurangnya ada 3 hal, yaitu :
1) Penyakit infeksi tertentu, manfaat menanyakan riwayat kontak
dengan orang terinfeksi akan dapat diketahui sumber
penularanya
2) Kelainan alergi, seperti asma bronkial, menunjukan predisposisi
keturunan tertentu,. Selain itu serangan asma mungkin
dicetuskan oleh konflik keluarga atau orang terdekat
3) Pasien bronkhitis kronis mungkin bermukim di daerah yang
tingkat polusi udaranya tinggi. Namun polusi udara tidak
menimbulkan bronkhitis kronis, melainkan hanya memperburuk
penyakit tersebut (tempat tinggal pasien dan kondisi
lingkunganya)
g. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik fokus pada PPOK
1) Infeksi, pada klien PPOK terlihat adanya peningkatan usaha
dan frekuensi pernafasaan, serta penggunaan obat bantu nafas
(sternokleidomastoid).pada saat infeksi, biasanya dapat terlihat

16
klien mempunyai bentuk dada barrel chest akibat udara yang
tertangkap, penipisaan masa otot, bernafas dengan bibir yang
dirapatkan, dan pernapasan abnormal yang tidak efektif. Pada
tahap lanjut, dispneu terjadi pada saat beraktivitas bahkan pada
aktivitas kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi.
Pengkajian batuk produktif dengan sputum prulen disertai
dengan demam mengindikasikan adanya tanda pertama infeksi
pernapasan.
2) Palpasi, pada palpasai ekspsani meningkat dan taktil fremitus
biasanya menurun
3) Perkusi, pada perkusi didapatkan suara normal sampai
hipersonor sedangkan diafragma mendatar/menurun.
4) Auskultasi, sering didapatkan adanya bunyi nafas ronkhi dan
whezzing sesuai tingkat keparahan obstruktif pada brokhiolus.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan keputusan klinik tentang
raspon individu, keluarga dan masarakat mengenai masalah kesehatan
aktual atau potensial, dimana berdasarkan pendidikan dan
pengalamannya, perawat dapat mengidentifikasi dan memberikan
intervensi secara pasti untuk menjaga, menurunkan, membatasi,
mencegah dan mengubah status kesehatan klien. Diagnosa
keperawatan ini memberikan gambaran tentang masalah atau status
kesehatan klien yang nyata dan kemungkinan akan terjadi, dimana
pemecahanya dapat dilakukan dalam batas wewenang perawat.
Rumusan diagnosa keperawatan mengandung tiga komponen dasar,
yaitu problem (masalah), etiologi (penyebab), dan symtom (gejala).
(Evania Nadia, 2013 : 20 )
Menurut Doenges dkk (2000: 156-163), diagnosa yang mungkin
muncul pada penyakit paru obstuksi kronik, antara lain :

17
1) Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan
Bronkopasme, peningkatan produksi sekret, sekresi tertahan,
tebal, sekresi kental, penurunan energi atau kelemhan
2) Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan suplai
oksigen, kerusakan elveoli
3) Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
dispnea, kelemahan, efek samping obat, produksi sputum,
noreksia, mual/muntah
4) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
imunitas, proses penyakit kronis, malnutrisi
5) Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi/tidak
mengenal hubungan sumber informasi, salah mengerti tentang
informasi, kurang mengingat/keterrbatasan kognitif
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik umum
dan keletihan (Mutaqqin Arif, 2008: 163)

3. Intervensi Keperawatan
Langkah ketiga dari proses keperawatan ialah perencanaan.
Menurut (Kozier, 1995 dalam buku Evania Nadia, 2013 : 21),
perencanaan adalah sesuatu yang telah dipertimbangkan secara
mendalam dengan dengan tahapan yang sistematis dari proses
keperawatan, meliputi kegiatan pembuatan keputusan dan pemecahan
masalah. Dalam perencanaaan keperawatan, perawat menetapkanya
berdasarkan hasil pengumpulan data dan rumusan diagnosa
keperawatan yang merupakan petunjuk dalam membuat tujuan dan
asuhan keperawatan untuk mencegah, menurunkan, atau
mengeleminasi masalah kesehatan klien.

18
Tabel 2. 1
Rencana tindakan Asuhan Keperawatan Pada Klien
Penyakit Paru Obstruksi Kroniks (PPOK)

No Diagnosa Intervensi Rasional


Keperawatan
1 Bersihan jalan Mandiri
nafas tidak efektif a. Kaji jumlah kedalaman a. Melakukan evaluasi awal
berhubungan pernapasan dan pergerakan untuk melihat kemanjuan dari
dengan dada hasil intervensi yang telah
brokopasme , dilakukan
peningkatan
produksi sekret,
sekresi tertahan, b. Auskultasi bunyi napass, b. Beberapa derajat spasme
tebal, sekresi catat adanya bunyi napas, bronkus terjadi dengan
kental, penurunan misalnya mengi, krekeles, obstruksi jalan napas dan
energi atau ronchi dapat/ tak dimanisfestasikan
kelemahan adanya bunyi napas
adventisius, misalnya :
penyebaran, kreleks basah
(bronkhitis): bunyi napas
redup dengan ekspirasi mengi
(emfisema), atau tak adanya
bunyi napas (asma berat)
c. Kaji pantau frekunsi c. Takipnea biasanya ada pada
pernapasan.Catat rasio beberapa derajat dan dapat
inspirasi/ekspirasi ditemukan pada penerimaan
atau selama stress/adanya
proses infeksi akut

19
d. Catat adanya /derajat d. Disfungsi pernapasan adalah
dispea,misalnya : keluhan variabel yang tergantung pada
“penecmaran udara”, tahap proses kronis selain
gelisah, ansietas, distress proses akut yang menimbulkan
pernapasan, pengunanaan perawatan di rumah sakit,
otot bantu reaksi alergi

e. Kaji pasien untuk posisi e. Peninggian kepala tempat tidur


yang nyaman, mialnya : mempermudah fungsi
peninggian kepala tempat pernapsan dengan
tidu, duduk pada sandaran menggunakan gravitasi.
tempat tidur Namun, pasien dengan distres
berat akan mencari posisi yang
paling mudah untuk bernapas.
Sokongan tangan/kaki dengan
meja, bantal, dan laim-lain
membantu menurunkan
kelemahan otot dan dapat
sebagian alat ekspansi dada

f. Pencetus tipe reaksi alergi


f. Pertahankan polusi
pernapsan yang dapat
lingkungan minimum,
mentriger episode akut
misalnya: debu, asap, dan
bulu bantal yang
berhubungan dengan
kondisi individu

g. Memberikan pasien beberapa


g. Dorong/bantu latihan
cara untuk mengatasi dan
napas dalam abdomen atau
mengontrol dispnea dan
bibir
menurunkan jebakan udara

h. Napas dalam akan


h. Ajarkan pasien dalam

20
melakukan latihan napas mempasilitasi perkembangan
dalam maksimum paru-paru /saluran
udara kecil
i. Mendemostrasikan i. Batuk merupakan mekanisme
/ajarkan pasien belajar pembersihan diri normal,
untuk batuk, misalnya dibantu silia untuk memelihara
menahan dada dan batuk kepatenan saluran udara.
efektif pada saat posisi Menahan dada akan membantu
tegak lurus. untuk mengurangi
ketidaknyamanan, dan posisi
tegak lurus akan memberikan
tekanan lebih besar untuk
batuk
j. Observasi karakteristik
batuk, misalnya: menetap, j. Batuk dapat menetap tetapi
batuk pendek, basah. Bantu tidak efektif, khusunya bila
tindakan untuk pasien lansia, sakit akut, atau
memperbaiki keefektifian kelemahan, batuk palimng
upaya batuk efektif pada posisi duduk
tinggi atau kepala di bawah
alveoli setelah perkusi dada
k. Tingkatkan masukan
cairan sampai 3000 ml/hari k. Hindari membantu
sesuai toleransi jantung. menurunkan kekentalan sekret,
Memberikan air hangat. mempermudah pengeluaran.
Anjurkan masukan cairan Penggunaaan cairan hangat
anatara, sebagai pengganti dapat menurunkan spasme
makan. bronkus. Cairan selama makan
dapat meningkatkan distensi
gaster dan tekanan pada
diafragma.
Kolaborasi

l. Kaji efek pemberian

21
nebulizer l. Mempasilitasi cairan
pengeluaran sekret
m. Berikan obat sesuai
indikasi bronkodilator, m. Merilekskan otot halus dan
misalnya: menurunkan kongestilokal,
(Adrenalin, Vaponefrin); menurunkan spasme jalan
albuterol(Proventil, napas, mengi, dan produksi
Ventolin);terbutalin(Bretha mukosa, obat-obatan mungkin
ine,Brethire);isoetarin per oral, injeksi, atau inhalasi.
(Bronkosol,Bronkometer)

Xantin,Misalnya: Menurunkan edema mukosa


Aminofilin, oxstrifilin dan spasme otot polos dengan
(Choledy); teofilin peningkatan langsung siklus
(Bronkodyl, Theo-Dur) AMP Dapat juga menurunkan
kelemahan otot/kegagalan
pernapasaan dengan
meningkatkan kontraktilitasi
diafragma. Meskipun teofilin
telah dipilih untuk terapi
penggunaan teofilin mungkin
sedikit atau tak
menguntungkan pada program
obat B-agnosis. Penelitian saat
ini menunjukan teofil
menggunakan korelasi dengan
penurunan frekuensi perawatan
dirumah sakit.

Menurunkan inflamasi jalan


Kromolin (Intal), napas lokal dan edema dengan
flunisolida (Aerobid) menghambat efek histamin dan
mediator lain

22
Kartokosteroid digunakan
Steroid oral, IV, dan untuk mencegah reaksi
inhalasi; metilprednisolon alregi/menghambat
(Decadral); anthistamin pengeluaran histamin,
misalnya: beklometason menurunkan berat dan
(Vanceril, Beclonent); frekuensi spasme jalan napas,
triamsinolon (Azamacor); inflamasi pernapasaan, dan
dispnea

Banyak antimikrobal dapat


Antimikrobial diindikasikan untuk
mengontrol infeksi infeksi
pernapasaan/pneumonia.
Catatan: meskipun tak ada
pneumonia, terapi dapat
meningkatkan aliran udara dan
memperbaiki hasil

Batuk menetap yang


melelahkan perlu ditekan
n. Berikan humidifikasi untuk menghemat energi dan
tambahan misalnya: memungkinkan pasien istrahat
nebulizer, ultranik, n. kelembaban menurunkan
humidifier aerosol ruangan kekentalan sekret
mempermudah pengeluaran
dan dapat membantu
menurunkan/ mencegah
pembentukan mukosa tebal
pada thoraks
o. Bantu pengobatan
pernapasaan misalnya: o. Drainase postural dan perkusi
IPPB, fisioterapi dada bagian penting untuk
membuang banyaknya
sekresi/kental dan

23
memperbaiki ventilasi pada
segmen dasar paru.
Catatan: dapat meningkatkan
spasme bronkus pada asma
p. Awasi /buat grafik seri
GDA, nadi oksimetri, foto p. Membuat dasar untuk
dada pengawasan
kemajuan/kemunduran proses
penyakit dan komplikasi

2. Kerusakan Mandiri
pertukaran gas a. Kaji tanda-tanda vital a. Mengetahui keadaan klein
berhubungan untuk menentukan intervensi
dengan gangguan selanjutnya
suplai oksigen b. Kaji frekuensi, kedalaman: b. Berguna dalam evaluasi
(obstruksi jalan catat penggunaan otot derajat distres pernapasaan
napas oleh sekresi, aksesori, napas bibir, dan atau kronisnya proses
spasme bronkus ketidakmampuan penyakit
jebakan udara), bicara/berbincang.
kerusakan alveoli c. Pengiriman oksigen dapat
diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan kolaps
jalan napas, dispnea, dan kerja
c. Bantu/anjurkan untukk napas
tinggikan kepala tempat
tidur, bantu pasien untuk
memilih posisi yang mudah
untuk bernapas. Dorong
pasien napas dalam
perlahan atau napas bibir d. Sianosis mungkin perifer
sesuai kebutuhan/toleransi (terlihat pada kuku) atau
individu sentral (terlihat sekitar
bibir/atau daun telinga).

24
Keabu-abuan dan sianosis
d. Kaji/awasi secara rutin sentral mengindikasikan
kulit dan warna membran beratnya hipoksemia
mukosa
e. Kental, tebal, dan banyaknya
sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada
jalan napas kecil. Penghisapan
dibutuhkan bila batuk tidak
e. Dorong untuk efektif
mengeluarkan sputum, f. Bunyi napas mungkin redup
penghisapan bila karena penurunan aliran udara
diindikasikan atau area konsolidasi. Adanya
mengi mengindikasikan
spasme bronkus/ tertahanya
f. Auskultasi bunyi napas, sekret. Krekels basah
catat area penurunan aliran menyebar menunjukan cairan
udara dan atau bunyi pada interstisial/dekompensasi
tembahan jantung

g. Palpasi fremitus g. Penurunan getaran vibrasi


diduga ada pengumpulan
cairan atau udara terjebak
h. Awasi tingkat h. Gelisah dan ansietas adalah
kesadaran/status mental. manifestasi umum pada
Selidiki adanya perubahan hipoksia. GDA memburuk
disertai bingung/somnolen
menunjukan disfungsi serebral
yang berhubungan dengan
hipoksia

i. Evaluasi tingkat toleransi i. Selama distres pernapasan


aktivitas. Berikan berat/akut/refraktoi pasien
lingkungan tenang dan secara total tak mampu

25
kalem. Batasi aktivitas melakukan aktivitas sehari-
pasien atau dorong untuk hari karena hipoksemia dan
dorong untuk tidur/istirahat dispnea. Istirahat diselangi
dikursi selama fase akut aktivitas pernapasan dipilih
memungkinkan pasien penting dan program
melakukan aktivitas secara pengobatan. Namun program
bertahap dan tingkatan latihan dianjurkan untuk
sesuai toleransi individu meningkatkan ketahanan dan
kekuatan tanpa menyebabkan
dispnea berat, dan dapat
meningkatkan rasa sehat

j. Awasi tanda vital dan j. Takikardia, disritmia, dan


irama jantung perubahan TD dapat
menunjukan efek hipoksemia
sistemik pada fungsi jantung

k. Ajarkan tindakan Pursed k. Membantu mengurangi sesak


Lips Breathing napas dapat meningkatkan
Kolaborasi saturasi oksigen

l. Awasi / gambarkan seri l. PaCO2 biasanya menigkat


GDA dan nadi oksimetri (Bronkitis, emfisema) dan
PaO2 secara umum menurn,
sehingga hipoksia terjadi
dengan derajat lebih kecill
atau lebih besar:
Catatan; PaCO2 “normal’ atau
meningkat menandakan
kegagalan pernapasan yang
akan datang selama itu

m. Berikan oksigen tembahan m. Dapat memperbaiki/


yang sesuai dengan indikasi mencegah memburknya

26
hasil GDA dan tolernasi hipoksia. Catatan: emfisema
pasien kronis, mengatur pernapasan
pasien ditentukan oleh kadar
CO2 dan mungkin dikeluarkan
dengan peningkatan Pa02
berlebihan
n. Berikan penekan SSP n. Digunakan untuk mengontrol
(misalnya: antiansieta, ansietas/gelisah yang
sedatif, atau narkotika) meningkatkan konsumsi
dengan hati-hati oksigen/ kebutuhan,
eksaserbasi dispnea. Dipantau
ketat karena dapat terjadi
gagal napas

o. Bantu intubasi, o. Terjadinya/ kegagalan napas


berikan/pertahankan yang akan datang memerlukan
ventilasi mekanik, dan upaya tindakan penyelamat
pindahkan ke UPI sesuai hidup.
intruksi untuk pasien

a.
3. Nutrisi kurang dari Mandiri
kebutuhan tubuh a. Kaji kebiasaan diet, e. Pasien distres pernapasan
berhubungan masukan makanan saat ini. aku sering anoreksia karena
dengan dispnea, Catat derajat kesulitan dispnea, produksi sputum, dan
kelemahan, efek makan. Evaluasi berat obat. Selain itu, banyak pasien
samping obat, badan dan ukuran tubuh PPOK mempunyai kebiasaan
produksi sputum, makan buruk, meskipun
anoreksia, kegagalan pernapasan
mual/muntah membuat status
hipermetabolik dengan
peningkatan kebutuhan kalori.
Sebagai akibat pasien sering
masuk RS dengan beberapa

27
derajat malnutrisi. Orang yang
mengalami emfisema sering
kurus dengan perototan
kurang
b. Auskultasi bunyi napas a. Penurunan /hipokaktif bising
usus menunjukan penurunan
motilitas gaster dan konstipasi
(komplikasi umum) yang
berhubungan dengan
pembatasan pemasukan
cairan, pilihan makanan
buruk, penurunan aktivitas,
dan hipoksemia
c. Berikan perawatan oral b. Rasa tak enak, bau dan
sering, buang sekret, penampilan adalah
berikan wadah khusus pencegahan utama terhadap
untuk sekali pakai dan tisu napsu makan dan dapat
membuat mual dan muntah
dengan peningkatan kesulitan
napas
d. Dorong periode istirahat c. Membantu menurunkan
selama 1 jam sebelum dan kelemahan selama waktu
sesudah makan. Berikan makan dan memberikan
makan porsi kecil tapi kesempatan untuk
sering meningkatkan masukan kalori
total
e. Hindari makanan penghasil d. Dapat menghasilkan distensi
gas dan minuman karbonat abdomen yang menggangu
napas abdomen dan gerakan
diafragma, dan dapat
meningkatkan dispnea
f. Hindari makanan yang e. Suhu ekstrem dapat
sangat panas atau sangat mencetuskan/meningkatkan
dingin spasme batuk

28
g. Timbang berat badan sesuai f. Berguna untuk menentukan
indikasi kebutuhan kalori, menyusun
tujuan berat badan, dan
evaluasi keadekuatan rencana
nutrisi. Catatan: penurunan
berat badan dapat berlanjut,
meskipun masukan adekuat
Kolaborasi sesuai teratasinya edema
g. Metode makan dan kebutuhan
h. Konsul ahli gizi /nutrisi kalori didasarakan pada situasi
pendukung tim untuk /kebutuhan individu untuk
memberikan makanan yang memberikan nutrisi maksimal
mudah dicerna, secara dengan upaya minimal
nutrisi seimbang, misalnya: pasien/penggunaan energy
nutrisi tambahan
oral/selang, nutrisi h. Mengevaluasi/ mengatasi
kekurangan dan mengawasi
i. Kaji pemeriksaan keefektifan terapi nutrisi
laboratorium, misalnya:
Albumin serum, transferin,
profil asam amino, besi,
pemeriksaan keseimbangan
nitrogen, glukosa,
pemeriksaan fungsi hati,
elektrolit. Berikan
vitamin/mineral/elektrolit
sesuai indikasi
i. Menurunkan dispnea dan
j. Berikan oksigen tambahan meningkatkan energi untuk
selama makan sesuai makan meningkatkan masukan
indikasi

29
4. Resiko tinggi Mandiri
infeksi a. Monitor tanda-tanda vital, a. Selama periode ini, potensial
berhubungan terutama selama proses berkembang menjadi
dengan tidak terapi komplikasi yang lebih fatal
adekuatnya (hipotensi/shock)
pertahanan utama,
tidak adekuatnya b. Demam dapat terjadi karena
imunitas, proses b. Awasi suhu tubuh infeksi dan atau dehidrasi
penyakit kronis,
malnutrisi c. Aktivitas ini meningkatkan
c. Kaji pentingnya latihan mobilisasi dan pengeluaran
napas, batuk efektif, sekret untuk menurunkan
perubahan posisi sering resiko terjadinya infeksi paru
dan masukan cairan d. Sekret berbau, kuning atau
adekuat kehijuan menunjukan adanya
infeksi paru
d. Observasi warna, karakter,
bau sputum e. Mencegah penyebaraan
patogen melalui cairan

e. Ajarkan bantu/pasien
tentang pembuangan tisu
dan sputum.
Demostraksikan cara cuci
tangan yang benar (perawat f. Menurunkan potensial
dan pasien) dan terpajan pada penyakit

30
penggunaan sarung tangan infeksius (misalnya: ISK)
bila memegang /membuang
tisu, wadah sputum g. Menurunkan
f. Awasi pengunjung, berikan konsumsi/kebutuhan
masker sesuai indikasi keseimbangan oksigen dan
memperbaiki pertahanan
pasien terhadap infeksi,
g. Dorong keseimbangan meningkatkan penyembuhan
antara aktivitas dan h. Malnutrisi dapat
istirahat memperngaruhui kesehatan
umum dan menurunkan
tahanan terhadap infeksi
i. Dialkukan untuk
mengidentifikasi organisme
h. Diskusikan kebutuhan penyebab dan kerentanan
masukan nutrisi adekuat terhadap berbagai
antimikrobal

i. Dapatkan spesimen sputum j. Dapat diberikan untuk


dengan batuk atau organisme khusus yang
penghisapan untuk teridentifikasi dengan kultur
pewarnaan kuman Gram, dan sensitivitas, atau diberikan
kultur/sensitivitas secara profilaktik karena
resiko tinggi

j. Berikan antimikroba sesuai


indikasi
5. Kurang Mandiri
pengetahuan a. Jelaskan/ kuatkan a. Menurunkan ansietas dan
berhubungan penjelasan proses penyakit dapat menimbulkan perbaikan
dengan kurang individu. Dorong partisipan pada rencana
informasi/tidak pasien/orang terdekat untuk pengobatan
mengenal sumber menanyakan pertanyaan
informasi, salah b. Napas bibir dan napas

31
mengerti tentang b. Intruksikan/kuatkan abdominal/ diafragmatik
informasi , kurang rasional untuk latihan naps, meguatkan otot pernafasan,
mengingat/keterbat batuk efektif dan latihan membantu meminimalkan
asan kognitif kondisi umum kolpas jalan napas kecil, dan
memberikan individu arti
untuk mengontrol dispnea.
Latuhan kondisi umum
meningkatkan tolernasi
aktivitas otot dan rasa sehat
c. Pasien ini sering mendapat
obat pernapasan banyak
c. Diskusikan obat sekaligus yang mempunyai
pernafasan, efek samping, efek samping hampir sama
dan reaksi yang tak dan potensial interaksi obat.
diinginkan penting bagi pasien
memahami perbedaan antara
efek samping merugikan (obat
mungkin dihentikan/diganti)
d. Pemberian yang tepat obat
meningkatkan penggunaan
dan keefektifan

d. Tunjukan teknik
penggunaan dosis inhaler e. Menurunkan resiko
(matered-doseinhaler penggunaan tak
/MDI) seperti bagaimana tepat/kelebihan dosis dari obat
memegang, interval kalau perlu, khusunya selama
semprotan 2-5 menit, eksaserbasi akut, bila kognitif
bersihkan inhaler terganggu
e. Sistem alat untuk mencatat f. Meskipun pasien mungkin
obat gugup dan merasa perlu
intermiten/penggunaan sedaktif, ini dapat menekan
inhaler pernafasan dan melindungi
mekanisme batuk

32
g. Menurunkan pertumbuhan
bakteri pada mulut, dimana
f. Anjurkan menghindari dapat menimbulkan infeksi
agen sedatif antiansietas saluran napas atas
kecuali diresepkan
diberikan oleh dokter
mengobati kondisi h. Menurunkan pemajanan dan
pernapasan insiden mendapatkan infeksi
saluran napas atas

g. Tekankan pentingya
perawatan oral/kebersihan
gigi i. Faktor lingkungan ini dapat
menimbulkan/meningkatkan
iritasi bronkial menimbulkan
peningkatan produksi sekret
dan hambatan jalan napas
h. Diskusikan pentingnya
menghindari orang yang
sedang infeksi pernapasan
aktif. Tekankan perlunya
vaksinasi influenza/ j. Penghentian merokok dapat
pnemokakal rutin memperlambat/ menghambat
kemajuan PPOK. Namun,
i. Diskusikan faktor individu meskipun pasien ingin
yang meningkatkan mengentikan merokok,
kondisi, misalnya: udara diperlukan kelompok
terlalu kering, angin, pendukung dan pengawasan
lingkungan dengan suhu medik. Catatan: penelitian
ekstrem, serbuk, asap menunjukan bahwa rokok
tembakau, sprei aerosol, “side-stream’s:atau “second
polusi udara. Dorong hand” dapat terganggu seperti
pasien/orang terdekat untuk halnya merokok nyata

33
mencari cara mengontrol
faktor ini dan sekitar rumah k. Mempunyai pengetahuan ini
j. Kaji efek bahaya merokok dapat memampukan pasien
dan nasehatkan untuk membuat
mengehentikan rokok pada pilihan/keputusan informasi
pasien dan atau orang untuk menurunkan dispnea,
terdekat memaksimalkan tingkat
aktivitas, melakukan aktivitas
yang diinginkan, dan
mencegah komplikasi

l. Pengawasan proses penyakit


untuk membuat program
terapi untuk memenuhui
k. Berikan informasi tentang perubahan kebutuhan dan
pembatasan aktivitas dan dapat membantu mencegah
aktivitas pilihan dengan komplikasi
periode istrihat untuk
mencegah kelemahan: cara m. Menurunkan resiko kesalahan
menghemat energi selama penggunaan (terlalu
aktivitas (misalnya: kecil/terlalu banyak) dan
menarik dan mendorong, komplikasi lanjut
duduk dan berdiri
sementara melakukan n. Pasien ini dan orang
tugas); menggunakan napas terdekatnya dapat mengalami
bibir, posisi berbaring dan ansietas, depresi, dan reaksi
kemungkinan perlu oksigen lain sesaui dengan penerimaan
tembahan selama aktivitas dengan penyakit kronis yang
seksual mempunyai dampak pada pola
hidup mereka. Kelompok
l. Diskusikan pentingnya pendukung dan atau

34
mengikuti perawatan kunjungan rumah mungkin
medik, foto dada periodik, diperlukan atau diinginkan
dan kultur sputum untuk memberikan bantuan
dukungan emosi, dan
perawatan
o. Memberikan kelanjutan
perawatan. Dapat membantu
m. Kaji kebutuhan/dosis menurunkan frekuensi
oskigen untuk pasien yang perawatan di rumah sakit.
pulang dengan oksigen
tambahan

n. Anjurkan pasien/orang
terdekat dalam penggunaan
oksigen aman dan merujuk
ke perusahan penghasil
sesuai indikasi

o. Rujuk untuk evalusi


perawatan di rumah bila di
indikasikan. Berikan
rencana perawatan detail
dan pengkajian dasar fisik
untuk perawatan di rumah

35
sesuai kebutuhan pulang
dari perawatan akut
6. Intoleransi aktivitas Mandiri
berhubungan a. Kaji kemampuan klien a. Menjadi data dasar dalam
dengan kelemahan dalam aktivitas melakukan intervensi
fisik umum dan selanjutnya
keletihan (Arif b. Anjurkan klien untuk b. Klien dengan PPOK
Muttqun, 2008: mengatur cara beraktivitas mengalami penurunan
163) klien sesuai kemampuan toleransi terhadap olahraga
pada periode yang pasti dalam
satu hari. Hal ini terutama
tampak nyata pada saat
bangun di pagi hari, karena
sekresi bronkhial dan edema
menumpuk dalam paru selama
malam hari ketika individu
berbaring. Klien sering tidak
dapat mandi dan mengenakan
pakaian aktivitas yang
membutuhkan mengangkat
lengan ke atas setinggi thoraks
dapat menyebabkan keletihan
atau distres pernafasan.
Aktivitas ini mungkin akan
dapat di toleransi lebih baik
setelah bangun dan bergerak-
gerak sekitar setengah jam
atau lebih. Karena
keterbatasan ini, klien harus
ikut serta dalam perencanaan
aktivitas perawatan diri
dengan perawat dan dalam
menentukan waktu yang
paling tepat untuk mandi dan

36
berpakaian

c. Ajarkan latihan otot-otot c. Setelah klien mempelajari


pernapasan pernapasan diafragmatik,
suatu program pelatihan otot-
otot pernapasan dapat
diberikan untuk membantu
menguatkan otot-otot yang
digunakan dalam bernapas.
Program ini mengharuskan
klien bernapas terhadap suatu
tekanan selama 10-15 menit
setiap hari. Resisen secara
bertahap ditingkatkan dan
otot-otot menjadi terkondisi
lebih bail. Mengkondisikan
otot-otot pernapasan
membutuhkan waktu yang
lama dan klien diinstruksikan
untuk melanjutkan latihan di
d. Berikan lingkungan yang rumah
nyaman dan membatasi
pengunjung selama fase d. Mengurangi stress dan
akut atas indikasi. stimulasi yang berlebihan,
Menganjurkan untuk serta meningkatkan istirahat
menggunakan manajemen
stress dan aktivitas yang
beragam
e. Jelaskan pentingnya
beristirahat pada rencana
tindakan dan perlunya e. Bedrest akan memelihara
keseimbangan antara tubuh selama fase akut untuk
aktivitas dengan istirahat menurunkan kebutuhan

37
metabolisme dan memelihara
f. Bantu pasien untuk energi untuk penyembuhan
beradapada poisi yang
nyaman untuk beristirahat f. Pasien mungkin merasa
nyaman dengan kepala dalam
keadaan elevasi, tidur di kursi
g. Bantu pasien untuk atau istirahat pada meja
memenuhui kebutuhan dengan bantuan bantal
self-care. Memberikan g. Meminimalkan kelelahan dan
aktivitas yang meningkat menolong menyeimbangkan
selama fase penyembuhan suplai oksigen dan kebutuhan

4. Implementasi Keperawatan
Menurut Evina Nadia, (2013: 22) Implementasi keperawatan
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi ke status
kesehatan yang lebih baik dan menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Fase impelementasi ini dimulai ketika perawat menempatkan
intervensi tertentu kedalam tindakan dan mengumpulkan umpan balik
mengenai efeknya, Umpan balik kembali muncul dalam bentuk obsevasi
dan komunikasi, serta memberi data untuk mengevaluasi hasil intervensi
keperawatan. Selama tahap implementasi, keamanan dan kenyamanan
psikologis pasien yang berkenaan langsung dengan asuhan traumatik
tetap harus diperhatikan.
Dalam melakukan implementasi keperawatan, perawat dapat
melakukannya sesuai dengan rencana dan jenis implementasi keperawatan.
Tiga jenis implementasi keperawatan tersebut adalah sebagai berikut :
independent implementations, interdependent impelentations, dan
dapendent implementations.

5. Evaluasi Keperawatan

38
Menurut Evina Nadia, (2013: 25) secara prosedural, evaluasi
berada ditahap terakhir proses keperawatan, tetapi sejatinya, evaluasi
berlangsung terus-menerus tanpa henti dari awal sampai akhir . Tahap
evaluasi merupakan perbandingan yang sistematik dan terencana tentang
kesehatan klien dengan tujuan yang telah ditetapkan dan dilakukan
berkesinambungan dengan melibatkan klien dan tenaga kesehatan lainny.
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, serta untuk mengetahui pemenuhan
kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dan proses keperawatan.
Sedangkan, ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi sejauh
mana masalah teratasi. Jika klien menuunjukan perubahan sesuai tujuan dan
kriteria hasil yang telah ditetapkan, berarti target tercpai.

C. Konsep Saturasi Oksigen


1. Pengertian
Saturasi oksigen adalah presentasi hemoglobin yang berikatan
dengan oksigen dalam ksigen normal adalah antara 95 – 100 %. Dalam
kedokteran , oksigen saturasi (SO2), sering disebut sebagai "SATS", untuk
mengukur persentase oksigen yang diikat oleh hemoglobin di dalam aliran
darah. Pada tekanan parsial oksigen yang rendah, sebagian besar
hemoglobin terdeoksigenasi, maksudnya adalah proses pendistribusian
darah beroksigen dari arteri ke jaringan tubuh ( Hidayat, 2007).
Sao2 adalah rasio kadar hemoglobin oksigen /teroksigen (Hb02)
dengan hemoglobin dalam darah (total kadar Hb02 dan hemoglobin
terdeoksigenasi (Hb), dengan demikian Sa02 pun akan meningkat.
Peningkatan PaO2 akan meningkatkan afinitas Hb terhadap oksigen dan
penurunan jumlah C02 juga akan meningkatkan afinitas Hb terhadap
oksigen dan sebaliknya (dalam jurnal Khasanah, S. 2013)
Menurut Djojodiboroto (2014) saturasi oksigen adalah rasio antara
jumlah oksigen aktual yang terikat oleh hemoglobin terhadap kemampuan

39
total hemoglobin darah mengikat oksigen, dan nilai normal saturasi
oksigen adalah 995-100. Jumlah oksigen (dalam mL) yang terdapat dalam
100 mL, dinamakan kandungan oksigen (oxsygen content) oksigen yang
ada di dalam darah berupa larutan di plsama dan berupa senyawa dengan
Hb di eritosit. Kemampuan oksigen untuk larut dalam plasma darah
dengan Pa02 = 100 mmHg adalah 0.003 Ml oksigen per 2 Ml, plasma
sedangkan 1gram Hb dengan saturasi 100% mempunyai kemampuan
meingkat 1,39 Ml, oksigen. Jadi, oksigen yang berupa lauratan di plasma
sebanyak 3 ml,02/liter darah, sedangkan yang berkaitan dengan
hemoglobin sebanyak 203, 3Ml 02/liter darah.

2. Cara Kerja Oksimeter Nadi


Oksimetri nadi merupakan pengukuran diferensial berdasarkan
metode absorpsi spektofotometri yang menggunakan hukum Beer-
Lambert (Welch, 2005). Probe oksimeter terdiri dari dua diode pemancar
cahaya Light Emitting Diode (LED) satu merah dan yang lainnya
inframerah yang mentransmisikan cahaya melalui kuku, jaringan, darah
vena, darah arteri melalui fotodetektor yang diletakan di depan LED.
Fotodetektor tersebut mengukuur jumlah cahaya merah dan
infamerah yang diabsorbsi oleh hemoglobin teroksigenasi dan hemoglobin
deoksigenasi dalam darah arteri dan saturasi oksigen (Kozier & Erb,
2002). Semakin darah teroksigenasi, semakin banyak cahaya merah yang
dilewatkan , dengan menghitung cahaya merah dan cahaya infamerah
dalam suatu kurun waktu, maka saturasi oksigen dapat dihitung (Guiliano
K, 2006)

3. Nilai Normal Satuurasi Oksigen


Kisaran normal saturasi oksigen adalah > 95% (Fox, 2002),
walaupun pengukuran yang ngkin normal pada beberapa pasien, misalnya
pada pasien PPOK (Fox, 2002).

40
4. Faktor Yang Mempengaruhui Saturasi Oksigen
mepengaruhui ketidakakuratan pengukuran saturasi oksigen adalag
sebagai berikut: perubahan kadar Hb, sirkulasi yang buruk, aktivitas
(menggigil/ gerakan berlebihan) ukuran jari terlalu besar atau terlalu kecil,
akral dingin, denyut nadi terlalu kecil, adanya cat kukuu berwarna gelap
(Kozier & Erb, 2002).

5. Prosedur Pengukuran SP02


Berikut prosedur pengukuran Spo2 di RS Sayang Cianjur
a. Jelaskan pasien tentang tujuan tindakan yang akan dilaksanakan.
b. Menyiapkan alat-alat
c. Cuci tangan
d. Atur posisi pasien senyaman mungkin
e. Bersihkan ibu jari / salah satu jari dengan kapas alkohol
f. Hubungkan probe ke jari pasien yang akan dipasang
g. Tekan power stanby- ON.

D. Konsep Intervensi Pursed Lips Breathing


1. Pengertian Pursed Lips Breathing
Pursed lips breathing (PLB) merupakan latihan pernapasan yang
terdiri dari dua mekanisme, yaitu menarik napas (inspirasi) dengan
mulut tertutup beberapa detik melalui hidung serta mengeluarkan napas
(ekspirasi) perlahan-lahan melalui mulut dengan pola mengerucutkan
bibir seperti posisi bersiul, (Hudak & Gallo, 2011).
Pursed lips breathing adalah latihan pernapasan dengan
menghirup udara melalui hidung dan mengeluarkan udara dengan cara
bibir lebih merapatkan atau dimonyongkan dengan waktu ekshalasi
lebih di perpanjang. Terapi rehabilitasi paru-paru dengan Pursed lips
breathing ini adalah cara yang sangat muah dilakukan, tanpa
memerlukan alat bantu apapun, dan juga tanpa efek negatif seperti

41
pemakaian obat-obatan (Smeltzer & Barw, 2013 dalam jurnal Astuti,
2014).
Menurut penelitian Khasanah, S, dkk (2013). Menunjukan
Pursed Lips Breating yang dilakukan secara bersama-sama dan hanya
dilakukan secara bersama-sama dan hanya dilakukan satu kali tindakan
didapatkan hasil bahwa tindakan tersebut efektif untuk meningkatkan
Sa02. Bila tindakan tersebut dilakukan lebih dari satu kali dan
dilakukan secara kontinyu tentunya akan berdampak kepada Sa02 yang
lebih baik lagi. Oleh karena itu berdasarkan uraian tersebut di atas
peneliti ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas Pursed Lips Breating
yang dilakukan bersama-sama selama 3 hari terhadap peningkatan Sa02
klien penyakit paru obstruksi kronis

2. Tujuan Latihan Pursed lips breathing


tujuan dari Pursed lips breathing ini adalah untuk membantu
pasien memperbaiki transport oksigen, menginduksi pola napas lambat
dan dalam, membanttu pasien untuk mengontrol pernapasaan,
mencegah kolaps dan melatih otot-otot ekspirasi untuk memperpanjang
ekshalasi dan meningkatkan tekanan jalan napas selama ekspirasi, dan
mengurangi jumlah udara yang terjebak (Smeltzer & Bare, 2013 dalam
jurnal Astuti)

3. Macam-macam Teknik Pursed lips breathing ( Dalam jurnal Astuti,


2014).
a. Diafragma breathing
Diberikan pada penderita gangguan respirasi yang sedang
mengalami serangan sesak napas.

b. Pursed lips breathing


Diberikan pada pasien yang sedang tidak mengalami serangan
sesak napas.

42
c. Segmental breathing
Adalah suatu latihan nafas pada segmen paru tertentu dengan
tujuan melatih perkembangan paru persegmen.

4. Indikasi Dan Kontraindikasi Pursed lips breathing ( Dalam jurnal


Astuti, 2014).
a. Indikasi
1) Dilakukan pada pasien meliputi :
COPD / PPOK (Cronic Obstruktive Pulmonary Disease /
Penyakit Paru Obstruksi Kronik). Penyakit ini ditandai oleh
hambatan aliran udara disalurkan napas yang bersifat progresif
non reversible atau reversible parsial. PPOK terdiri dari
bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan keduanya.
2) Emfisema
Emfisema adalah kondisi dimana kantung udara di paru-paru
secara bertahap hancur, membuat nafas lebih pendek.
Emfisema adalah salah satu dari beberapa penyakit yang secara
kolektif dikenal sebagai penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK). Ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli.
3) Fibrosis
Fibrosis adalah pembentukan kelebihan fibrosa jaringan ikat
di suatu
organ atau aringan dalam proses repaktif, jinak, atau patologis.
4) Asma
Asma merupakan gangguan inflamasi pada jalan napas yang
ditandai oleh obstruksi aliran udara nafas dan respon jalan
nafas yang berlebihan terhadap berbagai bentuk rangsangan.
5) Chest infection

43
Infeksi dada adalah infeksi yang mempengaruhui paru-paru,
bailk dalam saluran udara yang lebih besar (bronchitis) atau
dalam kantung-kantung udara kecil (pheunmonia).

b. Kontraindikasi
1) Pheumotoraks
Pheumonotoraks adalah suatu keadaan dimana terdapat udara
bebas dalam ruangan antar pleura dan merupakan suatau
keadaan gawat darurat.
2) Hemoptisis
Hemoptisis adalah meludah darah yang berasal dari paru-paru
atau saluran bronkial sebagai akibat dari perdarahan paru atau
bronkus.
3) Gangguan sistem kardiovaskuler
Seperti hipotesi, hipertensi, infrak miokard akut dan aritmia.
4) Edema paru
Edema paru adalah keadaan terdapatnya cairan ekstravaskuler
yang berlebihan dalam paru.
5) Efusi pleura yang luas
Efusi pleura yang juga dikenal dengan cairan di dada adalah
suatu kondisi medis yang ditandai dengan peningkatan cairan
yang berlebihan diantara kedua lapisan pleura.

5. Persiapan melakukan teknik Pursed lips breathing Terhadap


Peningkatan Saturasi Oksigen
a. Pastikan pasien dalam keadaan tenang dan santai (rileks)
b. Pilih waktu dan tempat yang sesuai (duduk di tempat tidur)’
c. Atur posisi pasien dengan posisi semi fowler atau terlentang

44
d. Sebelum melakukan teknik Pursed lips breathing, terlebih dahulu
mengukur saturasi oksigen menggunakan oximeter
e. Setelah pengukuran menggunakan oximeter, lakukan teknik
Pursed lips breathing ini sebanyak 4-5 kali
f. Teknik Pursed lips breathing telah dilakukan maka lakukan
kembali pengukuran saturasi oksigen dengan menggunakan
oximeter untuk memastikan peningkatan saturasi oksigen sebelum
dan sesudah dilakukanya teknik Pursed lips breathing

6. Prosedur Tindakan Pursed lips breathing (Dalam jurnal Astuti, 2014)


a. Persiapan Alat
1) Buku catatan
2) Oximeter
b. Persiapan Klien
1) Pastikan klien dalam keadaan tenang dan rileks
2) Atur posisi klien dengan posisi semi fowler atau dapat juga
dengan posisi terlentang
3) Atur posisi senyaman mungkin bagi klien
c. Persiapan Lingkungan
1) Pastikan lingkungan dalam keadaan tenang (tidak banyak
pengunjung)
2) Menjaga privasi dan keamanan klien
d. Prosedur Tindakan
1) Interaksi
a) Menyiapkan alat
b) Jelaskan prosedur yang akan dilakukan pada klien
2) Tahap Kerja
a) Cuci tangan 6 langkah

45
(1)Basahi kedua telapak tangan setinggi pertengahan lengan
memakai air yang mengalir, ambil sabun kemudian usap
dan gosok kedua telapak tangan secara lembut.
(2)Usap dan gosok juga kedua penggung tangan dan sela-
sela jari secara bergantian
(3)Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari secara
bergantian dengan mengatupkan
(4)Gosok punggung jari kedua tangan dengan posisi tangan
saling mengunci
(5)Gosok ibu jari dengan di putar dalam genggaman tangan
kanan, lakukan juga pada tangan satunya
(6)Usapkan ujung kuku tangan kanan dengan diputar di
telapak tangan kiri, lakukan juga pada tangan satunya
kemudian akhiri dengan membilas saluran bagian tangan
dengan air bersih yang mengalir lalu keringkan memakai
handuk atau tisu.
b) Atur posisi senyaman mungkin bagi pasien dengan posisi
setengah duduk di tempat tidur atau terlentang
c) Letakan 1 atau 2 tangan paada abdomen, tempat di bawah
tulang iga
d) Anjurkan pasien untuk memulai latihan dengan cara menarik
napas dalam melalui hidung dengan bibir tertutup
e) Kemudian anjurkan pasien untuk menahan napas 1-2 detik
dan disusul dengan menghembuskan napas melalui bibir
dengan bentuk mulut seperti orang meniup (Pursed Lips
Breating )
f) Lakukan 4-5 kali latihan
g) catat raspon yang terjadi setiap kali melakukan latihan(
Pursed Lips Breating )

46
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan studi kasus (case study)
merupakan rancangan penelitian yang mencakup pengkajian satu unit
penelitian secara intebsif misalnya satu klien, keluarga, kelompok,
komunitas , atau insitusi. Meskipun jumlah subjek cenderung sedikit
namun jumlah variabel yang diteliti sangat luas. Oleh karena itu sangat
penting untuk mengetahui semua variabel yang berhubungan dengan
masalah penelitian. Rancangan dari studi kasus bergantung pada keadaan
kasus namun tetap mempertimbangan faktor penelitian waktu. Riwayat
dan pola perilaku sebelumnya biasanya dikaji secara rinci meskipun
jumlah respondennya sedikit. Sehingga akan didapatkan gambaran satu
unit subjek secara jelas (Nursalam , 2016 : 161)
Metode ini dipilih oleh peneliti untuk mengaplikasikan
tindakan keperawatan Pursed Lips Breathing Klien PPOK dengan
pengukuran saturasi oksigen di Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur

B. Subjek Penelitian
Subjek penelitian merupakan sumber data yang dimintai informasi
sesuai dengan maslah peneliti. Adapun yang dimaksud sumber data dalam
penelitian adalah subjek dari mana data diperoleh. Untuk mendapat data

47
yang tepat maka perlu ditentukan infirman yang memiliki kompetesi dan
sesuai dengan kebutuhan data (purpoosive)
Penelitian ini bertujuan untuk menerapkan tindakan Pursed Lips
Breathing pada pasien dewasa dengan penyakit paru obstruktif kronis
(PPOK). Oleh karena itu, diperlukan subjek yang memenuhi parameter
yang dapat mengungkap hal di atas sehingga memungkinkan data dapat
diperoleh. Paramternya adalah subjek penelitian adalah klien dewasa yang
memiliki masalah penyakit paru obstruktif kronis. Adapun partisipan pada
penelitian ini adalah pasien dengan penyakit paru obstruktif kronik di
RSUD Sayang Cianjur. Teknik yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
purposive sampling

C. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Ruang Arben RSUD Sayang Cianjur
dengan pertimbangan tempat tersebut merupakan salah satu Rumah Sakit
rujukan yang berada di Cianjur serta memiliki ruang rawat inap yang
relatif banyak. Peneliti ini dimulai dengan mengajukan judul pad bulan
Februari 2018, kemudian Proposal KTI dikumpulkan pada

D. Seting Penelitian
1. Letak RSUD Sayang Cianjur
RSUD Sayang Cianjur terletak di Kabupaten Cianjur Provinsi
Jawa Barat tepatnya di Jl.Rumah Sakit No.1, Bojongherang,
Kecamatan Cainjur, Kabupaten Cainjur, Provinsi Jawa Barat. Kode
Pos 34216. Sarana dan prasarana yang dimiliki RSUD Sayang Cianjur
diantaranya Instalasi Rawat Jalan , Instalasi Rawat Inap, Instalasi
Gawat Darurat, Laboratorium, Radiologi, Farmasi, Bedah Sentral,
Rehabilitasi Medik, Pemulasaran Jenazah, Hemodalisa, Bank Darah.
2. Letak Partisipan

48
Letak klien 1 berada di ruang Arben kamar 2 yang terdiri dari
10 bed. Pada saat penelitian bed klien hanya terisi 7 bed, klien berada
di bed ke dua. Kondisi ruangan pada saat penelitian banyak keluarga
pasien yang mengunjungi klien. Sedangkan letak klien 2 berada di
Ruang Arben kamar 5 yang terdiri dari 10 bed, klien berada di bed ke
lima. Kondisi ruangan pada saat penelitian banyak keluarga pasien
yang mengunjungi klien.

E. Metode Pengumpulan Data


Menurut Hidayat (2014: P 86) Merupakan cara peneliti untuk
mengumpulkan data dalam penelitian. Sebelum melakukan pengumpulan
data, perlu dilihat alat ukur pengumpulan data agar dapat memperkuat
hasil penelitian.
1. Metode Wawancara
Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan cara
mewawancari langsung responden yang diteliti, metode ini
memberikan hasil secara langsung. Metode dapat dilakukan apabila
peneliti ingin mengetahui hal-hal dari responden secara mendalam
serta jumlah responden sedikit. Dalam metode wawancara ini, dapat
digunakan instrumen berupa pedoman wawancara kemudian daftar
priksa atau checklist. Hidayat (2014: p 87). Dalam metode ini peneliti
melakukan anamnesis dengan fokus pertanyaan:
a. Identitas / data umum, mulai dari nama kepala keluarga, alamat,
pekerjaan kepala keluarga, pendidikan kepala keluarga, komposisi
keluarga yang tinggal satu rumahh dan genogram tiga generasi,
tipe keluarga, suku bangsa, agama, status sosial ekonomi, dan
aktivitas rekreasi keluarga.
b. kesehatan, mulai dari riwayat kesehatan sekarang, riwayat
kesehatan masa lalu, masalah kesehatan kronis, fungsi kognitif,

49
status fungsional, status psikologis, dan pengkajian keseimbangan
untuk lansia.
c. Pengkajian lingkungan, yakni karakteristik rumah/ tempat tinggal.
Wawancara dalam penelitian ini berdasarkan pada subjek yang
memiliki data, dan bersedia memberikan informasi yang lengkap
dan akurat. Infroman bertindak sebagai sumber data dan informan
harus memenuhui kriteria. Informan sebagai narasumber dalam
penelitian ini adalah klien dengan penyakit paru obstruktif kronis
yang mengalami sasak nafas. Dari kegiatan wawancara ini
peneliti berharap mendapatkan data yang rinci, sejujur-jujurnya
dan data yang mendalam Penerapan Tindakan Pemberian Pursed
Lips Breathing Dalam Peningkatan Saturasi Oksigen di Ruang
Arben RSUD Sayang Cainjur. Wawancara dalam penelitian ini
dilakukan dalam bentuk anamnesa yang dilakukan langsung pada
klien, terkait dengan informasi yang berhubungan dengan klien.
2. Observasi
Obsevasi merupakan cara pengumpulan data dengan
mengadakan melakukan pengamatan secara langsung kepada
respondenpenelitian untuk mencari perubahan atau hal-hal yang akan
diteliti. Dalam metode observasi ini, instrumen yang dapat
digunakan , adalah lembar observasi, panduan pengamatan
(obsevasi), atau lembar cheklist. Hidayat (2014: p 87)
3. Study Pustaka
Yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan
memperlajari buku-buku referensi, laporan-laporan, majalah-
majalah, jurnal-jurnal dan media lainya yang berkaitan dengan objek
penelitian. Metode penulisan yang digunakan dalam karya tulis
ilmiah ini adalah studi pustaka, yakni pencarian sumber atau opini
pakar tentang suatu hal yang berkaitan dengan tujuan penelitian
(Djiwandono, 2015: 27).

50
Study pustaka pada penelitian ini menggunakan refernsi sumber dari
buku-buku dan jurnal tentang penyakit paru obstruktif kronis dan
tindakan Pursed Lips Breathing
4. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan metode pengumpulan data dengan
cara mengambil data yang berasal dari dokumen asli. Dokumen asli
tersebut dapat berupa gambar, tabel atau daftar periksa, dan film
dokumenter. Hidayat (2014: p 88)
Dokumentasi pada penelitian ini menggunakan lapran hasil
laboratorium serta adanya pengambilan foto dan vidio pada klien
saat dilakukanya tindaka Pursed Lips Breathing

F. Metode Uji Keabsahan


Penelitian kualitatif harus mengungkapkan kebenaran yang
objektif. Karena itu keabsahan data dalam sebuah penelitian kualitatif
sangat penting.melalui keabsahan data kredibilitas (kepercayaan)
penelitian kualitatif dapat tercapai. Dalam penelitian ini untuk
mendapatkan keabsahan data dilakukan dengan triangulasi. Adapun
triangulasi adalah teknik pemeriksaan kebasahan data yang memanfaatkan
sesuatu yang lain diluar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai
pembanding terhadap data yang lain (Moeloeng, 2017: p330)
Dalam memenuhui keabsahan data ini penelitian ini dilakukan
triangulasi dengan sumber. Menurut Patton, triangulasi dengan sumber
berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu
informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berada dalam
penelitian kualitatif (Moeloeng, 2007: p29)
Teknik triangulasi berarti penelitian ini menggunakan teknik
pengumpulan data yang berbeda-beda untuk mendapatkan data dari
sumber yang sama secara serentak. Tringulasi juga dapat diartikan sebagai

51
teknik pengumpulan data yang bersifat menggambarkan berbagai teknik
pengumpulan data dari sumber data yang ada (Sugiyono, 2011: p330)
1. Triangulasi pengumpulan data, dilakukan dengan membandingkan
data yang dikumpulkan melalui wawancara dengan data yang
diperoleh malalui observasi atau informasi yang didapat melalui
studi dokumentasi.
2. Triangulasi sumber data,dengan cara menanyakan kebenaran suatu
data atau informasi yang diperoleh dari seorang informan kepada
informan lainya.
3. Pengecekan anggota dilakukan dengan cara menunjukan data atu
informasi, termasuk interpretasi peneliti, yang telah disusun dalam
format catatan lapangan.

G. Metode Analisa Data


Memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari subjek
penelitian atau situasi. Ditemukan berbagai domain. Kemudian peneliti
menetapkan domain tertentu sebagai pijakan untuk penelitian selanjutnya.
Metode analisis, dalam penelitian kualitatif, penulisan deskriptif
sebagaimana yang ditemukan oleh Moeleong (2009) mengikuti prosedur
sebagai berikut:
1. Analisis deskriptif dengan mengembangkan kategori – kategori yang
relevan dengan tujuan
2. Penafsiran atau hasil analisis deskriptif dengan berpedoman dengan
teori yang sesuai. Mengacu pada pendapat tersebut, maka dalam
penelitian ini data yang terkumpul diolah dan diinterpretasikan
secara kualitatif dengan maksud menjawab masalah penelitian. Data
tersebut ditafsirkan menjadi kategori-kategori yang berarti menjadi
bagian dari teori atau mendukung teori yang diformulasikan secara
deskriptif.

52
Metode Analisi PICOT :
P : Problem / pasien (seperti apa karaktersitik pasien kita /
poin- poin pentingnya saja, hal-hal yang berhubungan atau
relevan). Pada penelitian ini pasien yang digunakan adalah
2 pasien penyakit paru obstruktif kronis dengan usia
dewasa.
I : Intervensi yang akan dilakukan (berisikan hal
berhubungan dengan intervensi yang diberikan ke pasien).
Pada intervensi penelitian ini memberikan aplikasi
pemberian tindakan Pursed Lips Breathing pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis dalam mengurangi
sesak nafas dan peningkatan saturasi oksigen.
C : Comprasion Perbandingan / hal yang dapat menjadi
alternative intervensi yang digunakan / perbandingan
tindakan yang lain / korelasi hubungan dari intervensi. Pada
penelitian ini digunakan pembanding 2 jurnal, pada jurnal
yang pertama dengan judul Efektivitas posisi condong ke
depan dan Pursed Lips Breathing (PLB) terhadap
peningkatan saturasi oksigen pasien penyakit paru
obstruktif kronis, dan jurnal yang kedua dengan judul
Peningkatan Kapasitas Vital Paru pada pasien PPOK
menggunakan metode pernapasan Pursed Lips Breathing di
RSUP Dr. Soeradji Tirtonegoro.
O : Outcome Hasil / harapan dari intervensi yang diberikan.
Pada penelitian ini outcome yang diharapkan adalah setelah
dilakukanya intervensi Pursed Lips Breathing pada pasien
dengan penyakit paru obstruktif kronis dalam mengurangi
sesak nafas dan peningkatan saturasi oksigen.
T : Waktu. Penelitian ini dilakukan dari proses pengkajian
sampai dengan catatan perkembangan dilaksanakan yakni
selama 3 hari.

53
H. Etika Penelitian
Menurut Hidayat (2014 : 82) Masalah etika penelitian merupakan
masalah yang sangat penting dalam penelitian, mengingat penelitian
keperawatan berhubungan langsung dengan manusia, maka segi ekita
peneliti harus diperhatikan. Masalah etika yang harus diperhatikan antara
lain adalah sebagai berikut:
1. Informed consent (persetujuan menjadi responden)
merupakan bentuk persetujuan antara peneliti dengan
responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden,
tujuan informed consent adalah agar subjek mengerti maksud dan
tujuan penelitian, mengetahui dampaknya. Jika subjek bersedia,
maka mereka harus menandatangani lembar persetujuan. Jika
responden tidak bersedia, maka peneliti harus menghormati hak
pasien. Beberapa informasi yang harus ada dalam informed consent
tersebut antara lain: partisipasi pasien, tujuan dilakukanya tindakan,
jenis data yang dibutuhkan, komitmen, prosedur pelaksanaan,
potensial masalah yang akan terjadi, manfaat, kerahasiaan, informasi
yang mudah di hubungi, dan lain-lain.
2. Anonimity (tanpa nama)
Maslah etika keperawata2n merupakan masalah yang
memberikan jaminan dalam penggunaan subjek penelitian dengan
cara tidak memberikan atau mencantumkan nama responden pada
lembar alat ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar
pengumpulan data atau hasil penelitian yang akan disajikan.
3. Confidentiality (kerahasiaan )
Masalah ini merupakan etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-

54
masalah lainya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin
kerahasiaannya oleh peneliti, hanya kelompok data tertentu yang
akan dilaporkan pada hasil riset. Bahwa dalam teori penelitian ini
peniliti sangat menjaga kerahasiaan penyakit yang di deritanya dari
orang lain

55

Anda mungkin juga menyukai