Anda di halaman 1dari 30

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atau

CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

Disusun Oleh:
Ahmad Farhan (2002012)
Chintya Gusty (20020017)
Intan Mayang Sari (2002025)
Priti Lenzual Putri (2002033)
Ulfa Khairunnisa (2002040)

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SYEDZA SAINTIKA
2023
KATA PENGANTAR

Sebelum memulai pembahasan mengenai PPOK atau COPD, kami ingin


mengucapkan terima kasih atas kesempatan yang diberikan untuk dapat menulis
laporan ini. PPOK atau COPD adalah penyakit kronis pada saluran pernapasan
yang dapat memengaruhi kualitas hidup seseorang secara signifikan. Penyakit ini
terjadi akibat paparan zat berbahaya dalam jangka waktu yang lama seperti asap
rokok, polutan udara, bahan kimia, dan debu. PPOK atau COPD tidak hanya
mempengaruhi orang dewasa, namun juga dapat terjadi pada anak-anak. Hal ini
membuat penanganan dan pencegahan PPOK menjadi sangat penting. Laporan
pendahuluan ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum mengenai PPOK
atau COPD. Kami akan membahas definisi, penyebab, gejala, diagnosis, dan
pengobatan dari penyakit ini.
Selain itu, kami juga akan membahas mengenai pencegahan serta upaya-
upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak buruk PPOK atau COPD
terhadap kualitas hidup penderitanya. Kami berharap laporan pendahuluan ini dapat
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang PPOK atau COPD, sehingga
dapat membantu meningkatkan kesadaran masyarakat tentang pentingnya
pencegahan dan penanganan penyakit ini.

Padang, 14 Maret 2023

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit pada saluran
pernapasan, yang dapat mengakibatkan hambatan aliran udara dengan manifestasi
sesak napas dan gangguan oksigenasi jaringan serta diikuti dengan adanya obstruksi
jalan napas yang sifatnya menahun, berkurangnya kapasitas kerja, dan kekambuhan
yang sering terjadi berulang menyebabkan menurunnya kualitas hidup penderita
(Khasanah et al., 2013). Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) merupakan penyakit
yang umum, dapat dicegah dan diobati, penyakit yang ditandai dengan gejala
pernapasan yang persisten dan keterbatasan aliran udara karena jalan napas dan /
atau kelainan alveolar biasanya disebabkan oleh pajanan partikel yang signifikan
atau gas berbahaya (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 2017).
Menurut Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (2017)
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK) saat ini merupakan penyebab utama
keempat kematian di dunia, namun diproyeksikan menjadi ke-3 penyebab utama
kematian pada tahun 2020. Lebih dari 3 juta orang meninggal karena COPD pada
tahun 2012 terhitung 6% dari semua kematian secara global. Prevalensi morbiditas
dan mortalitas terkait PPOK telah meningkat dari waktu ke waktu. Terdapat 600 juta
orang menderita PPOK di dunia dengan 65 juta orang menderita PPOK derajat
sedang hingga berat (WHO, 2015).
Berdasarkan Hasil Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 menunjukan prevalensi
PPOK di Indonesia sebesar 3,7% dan lebih tinggi pada laki-laki sebesar 2 4,2%
sedangkan pada perempuan 3,3%. Pravelensi PPOK tertinggi terdapat di Nusa
Tenggara Timur (10,0%), diikuti Sulawesi Tengah (8,0%), Sulawesi Barat dan
Sulawesi Selatan masing-masing (6,7%), serta prevalensi penyakit PPOK khususnya
di Provinsi Bali mencapai 3,5% (Riskesdas, 2013). Data rekam medik ruang IGD
RSUD Sanjiwani Gianyar pada tahun 2020 rata-rata jumlah kasus PPOK 97 kasus,
tahun 2021 dalam 4 bulan terakhir yaitu terdapat 8 kasus (Rekam Medik RSUD
Sanjiwani Gianyar, 2021).
Penyakit Paru Obstruksi Kronis (PPOK) merupakan salah satu dari kelompok
penyakit yang tidak menular akan tetapi menjadi masalah kesehatan masyarakat
Indonesia. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya usia angka harapan hidup dan
semakin tingginya pajanan faktor resiko, seperti jumlah perokok yang semakin
v
meningkat, dan juga pencemaran udara didalam ruangan maupun diluar ruangan
(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015). Penyebab salah satu dari PPOK adalah
asap tembakau (perokok aktif), perubahan gaya hidup karena pembangunan
ekonomi juga mempengaruhi peningkatan penggunaan tembakau di negara-negara
berpenghasilan tinggi. Kematian karena PPOK terus meningkat dari tahun ke tahun
(WHO, 2015).
Masalah utama dan juga alasan paling sering yang menyebabkan penderita
PPOK mencari pengobatan adalah sesak napas dan batuk yang diderita yang
bersifat persisten dan progresif (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015).
Karakteristik PPOK adalah kecenderungan untuk eksaserbasi. Eksaserbasi PPOK
didefinisikan sebagai peristiwa akut yang ditandai dengan semakin memburuknya
kondisi penyakit pasien dari kondisi sebelumnya dan menyebabkan perubahan dalam
pengobatannya (Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease, 3 2017).
Menurut Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (2015) PPOK dengan eksaserbasi akut
ditandai dengan batuk atau sesak bertambah, sputum bertambah dan sputum
berubah warna.
PPOK biasanya dialami oleh usia dewasa menengah dan lansia dan sangat
terkait dengan kebiasaan merokok karena rokok mengandung bahan kimia yang
mengiritasi jalan nafas, merangsang inflamasi dan kerusakan jaringan. Merokok
menyebabkan aktivitas dari silia mengalami penurunan dan perkembangan sel goblet
menjadi tidak normal, mengakibatkan peningkatan produksi mukus yang berlebih dan
mempersempit jalan nafas, apabila produksi mukus berlebihan karena kondisi
abnormal (karena infeksi, gangguan fisik, dan kimiawi) di membran mukosa akan
menyebabkan terjadinya penumpukan mucus (Kristanti & Nugroho, 2011) .
Penumpukan mucus terjadi karena terhambatnya pembersihan mukosiliar dan
berkurangnya epitel bersilia yang membersihkan mucus yang disebabkan oleh asap
rokok sehingga mengakibatkan bersihan jalan nafas menjadi tidak efektif (Ikawati,
2016).
Dampak yang dapat terjadi dari bersihan jalan nafas tidak efektif adalah
pasien dapat mengalami kesulitan bernapas dan gangguan pertukaran gas yang
terjadi di paru-paru dan akan mengakibatkan sesak, kelelahan, sianosis, apatis dan
merasa lemah (Oemiati, 2013).
Berdasarkan penelitian oleh Marpaung (2017) keluhan utama yang paling
banyak dirasakan oleh pasien PPOK adalah batuk kronik disertai berdahak kronik
vi
dan sesak nafas, proporsi keluhan yang ditemukan pada pasien PPOK yaitu pasien
mengeluh batuk sejumlah 91%, berdahak sebanyak 65%. Penderita PPOK
mengeluarkan dahak hampir setiap hari (5,4 %), mengeluh berdahak yang 4 lamanya
kurang lebih 1 bulan (3,5 %), dan mengalami batuk kronik disertai dahak minimal 3
bulan/ tahun (1,3 %) (Tana et all., 2016).
Menurut Tim Pokja SDKI DPP PPNI (2017), tanda dan gejala PPOK dengan
bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu terdiri dari tanda dan gejala mayor minor.
Tanda dan gejala mayor bersihan jalan nafas tidak efektif yaitu: subjektif (tidak
tersedia), objektif: batuk tidak efektif, tidak mampu batuk, sputum berlebih, mengi,
wheezing dan atau ronkhi kering, mekonium dijalan napas (pada neonatus). Tanda
dan gejala minor: Subjektif: dyspnea, sulit bicara, ortopnea, objektif: gelisah, sianosis,
bunyi napas menurun, frekuensi napas berubah, pola napas berubah. Upaya yang
dapat dilakukan menurut Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) dalam
mengatasi diagnosis keperawatan bersihan jalan napas tidak efektif pada pasien
dengan PPOK adalah manajemen jalan napas dan pemantauan respirasi (Tim Pokja
SIKI DPP PPNI, 2018). Bronkodilator bisa digunakan untuk membantu ketika terjadi
eksaserbasi akut pada pasien PPOK. Penanganan eksaserbasi berfokus mengurangi
gejala dengan pemberian obat, membatasi kerja keras, dan suplementasi oksigen
untuk mendukung oksigenasi (Perhimpunan Dokter Paru Indonesia, 2015).
Penatalaksanaan bersihan jalan napas tidak efektif salah satunya juga dengan
pemberian fisioterapi dada, penelitian yang dilakukan oleh Sang Hati (2020) dengan
judul Pengaruh Fisioterapi Dada Terhadap Pengeluaran Sekret Pada Pasien
Penyakit Paru Obstruktif Kronik di Balai Besar Kesehatan Paru Masyarakat
Makassar. Ada perbedaan pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif
kronik sebelum dan setelah dilakukan tindakan fisioterapi dada, bersihan jalan nafas
membaik, dengan tidak adanya suara nafas tambahan ronkhi. Ada pengaruh 5
fisioterapi dada terhadap pengeluaran sekret pada pasien penyakit paru obstruktif
kronik.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis tertarik menyusun Laporan
Ilmiah Akhir Ners (KIA-N) yang berjudul “Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Napas
Tidak Efektif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang Instalasi Gawat
Darurat RSUD Sanjiwani Gianyar Tahun 2021”.

B. Rumusan Masalah
vii
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penulisan
ini adalah “Bagaimanakah Asuhan Keperawatan Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif
Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD
Sanjiwani Gianyar Tahun 2021?”.

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Secara umum penulisan ini bertujuan untuk mengetahui Asuhan Keperawatan
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pada Pasien Penyakit Paru Obstruktif Kronis
di Ruang Instalasi Gawat Darurat RSUD Sanjiwani Gianyar.
2. Tujuan Khusus
a. Mendeskripsikan pengkajian asuhan keperawatan pada pasien PPOK
dengan bersihan jalan napas tidak efektif.
b. Mendeskripsikan diagnosis keperawatan pada pasien PPOK dengan
bersihan jalan napas tidak efektif.
c. Mendeskripsikan perencanaan keperawatan pada pasien PPOK dengan
bersihan jalan napas tidak efektif.
d. Mendeskripsikan implementasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada
pasien PPOK dengan bersihan jalan napas tidak efektif.
e. Mendeskripsikan evaluasi asuhan keperawatan yang dilakukan pada
pasien PPOK dengan bersihan jalan napas tidak efektif.
f. Menganalisa pemberian fisioterapi dada pada pasien PPOK dengan
bersihan jalan napas tidak efektif.

viii
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PPOK (PENYAKIT PARU OBSTRUKTIF KRONIK) atau


CHRONIC OBSTRUCTIVE PULMONARY DISEASE (COPD)

A. DEFINISI
 PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan aliran
udara di saluran napas yang bersifat progresif nonreversibel atau reversibel
parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (GOLD , 2009).
 PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE) merupakan
istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang berlangsung
lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara sebagai
gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)
 PPOK merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok
penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan
resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga
penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan
COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S
Meltzer, 2001)
 PPOK adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan dengan dispnea saat
aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru (Bruner &
Suddarth, 2002).
 PPOK merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan ireversibel,
terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya (Snider, 2003).
B. KLASIFIKASI
Penyakit yang termasuk dalam kelompok penyakit paru obstruksi kronik adalah
sebagai berikut:
1. Bronchitis Kronis
a. Definisi
Bronchitis Kronis merupakan gangguan klinis yang ditandai dengan
pembentukan mucus yang berlebihan dalam bronkus dan termanifestasikan

ix
dalam bentuk batuk kronis dan pembentuk sputum selama 3 bulan dalam
setahun, paling sedikit 2 tahun berturut – turut (Bruner & Suddarth, 2002).

b. Etiologi
Terdapat 3 jenis penyebab bronchitis yaitu:
1) Infeksi : stafilokokus, sterptokokus, pneumokokus, haemophilus
influenzae.
2) Alergi
3) Rangsang : misal asap pabrik, asap mobil, asap rokok dll
c. Manifestasi klinis
1) Peningkatan ukuran dan jumlah kelenjar mukus pada bronchi besar, yang
mana akanmeningkatkan produksi mukus.
2) Mukus lebih kental
3) Kerusakan fungsi cilliary sehingga menurunkan mekanisme pembersihan
mukus. Oleh karena itu, "mucocilliary defence" dari paru mengalami
kerusakan dan meningkatkan kecenderungan untuk terserang
infeksi. Ketika infeksi timbul, kelenjar mukus akan menjadi hipertropi dan
hiperplasia sehingga produksi mukus akan meningkat.
4) Dinding bronchial meradang dan menebal (seringkali sampai dua kali
ketebalan normal) dan mengganggu aliran udara. Mukus
kental ini bersama-sama dengan produksi mukus yang
banyakakan menghambat beberapa aliran udara kecil dan mempersempit
saluran udara besar. Bronchitis kronis mula-mula mempengaruhi hanya
pada bronchus besar, tetapi biasanya seluruh saluran nafas akan terkena.
5) Mukus yang kental dan pembesaran bronchus akan mengobstruksi jalan
nafas, terutama selama ekspirasi. Jalan nafas mengalami kollaps, dan
udara terperangkap pada bagian distal dari paru-paru. Obstruksi ini
menyebabkan penurunan ventilasi alveolar, hypoxia dan asidosis.
6) Klien mengalami kekurangan oksigen jaringan ; ratio ventilasi perfusi
abnormal timbul, dimana terjadi penurunan PaO2. Kerusakan ventilasi
dapat juga meningkatkan nilai PaCO2.
7) Klien terlihat cyanosis. Sebagai kompensasi dari hipoxemia, maka terjadi
polisitemia (overproduksi eritrosit). Pada saat penyakit memberat,

x
diproduksi sejumlah sputum yang hitam, biasanya karena infeksi
pulmonary.
8) Selama infeksi klien mengalami reduksi pada FEV dengan peningkatan
pada RV dan FRC. Jika masalah tersebut tidak ditanggulangi,
hypoxemia akan timbul yang akhirnya menuju penyakit cor pulmonal dan
CHF
2. Emfisema
a. Definisi
Perubahan anatomis parenkim paru yang ditandai pelebaran dinding alveolus,
duktus alveolaris dan destruksi dinding alveolar (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Faktor tidak diketahui
2) Predisposisi genetic
3) Merokok
4) Polusi udara
c. Manifestasi klinis
1) Dispnea
2) Takipnea
3) Inspeksi : barrel chest, penggunaan otot bantu pernapasan
4) Perkusi : hiperresonan, penurunan fremitus pada seluruh bidang paru
5) Auskultasi bunyi napas : krekles, ronchi, perpanjangan ekspirasi
6) Hipoksemia
7) Hiperkapnia
8) Anoreksia
9) Penurunan BB
10) Kelemahan
3. Asthma Bronchiale
a. Definisi
Suatu penyakit yang ditandai dengan tanggap reaksi yang meningkat dari
trachea dan bronkus terhadap berbagai macam rangsangan dengan manifestasi
berupa kesukaran bernafas yang disebabkan oleh peyempitan yang menyeluruh
dari saluran nafas (Bruner & Suddarth, 2002).
b. Etiologi
1) Alergen (debu, bulu binatang, kulit, dll)
xi
2) Infeksi saluran nafas
3) Stress
4) Olahraga (kegiatan jasmani berat)
5) Obat-obatan
6) Polusi udara
7) Lingkungan kerja
8) Lain-lain (iklim, bahan pengawet)
c. Manifestasi Klinis
1) Dispnea
2) Permulaan serangan terdapat sensasi kontriksi dada (dada terasa
berat),
3) wheezing,
4) batuk non produktif
5) takikardi
6) takipnea
C. ETIOLOGI
Secara keseluruhan penyebab terjadinya PPOK tergantung dari jumlah partikel gas
yang dihirup oleh seorang individu selama hidupnya. Partikel gas ini termasuk :
1. asap rokok
a. perokok aktif
b. perokok pasif
2. polusi udara
a. polusi di dalam ruangan- asap rokok - asap kompor
b. polusi di luar ruangan- gas buang kendaraan bermotor- debu jalanan
3. polusi di tempat kerja (bahan kimia, zat iritasi, gas beracun)
4. infeksi saluran nafas bawah berulang
D. PATOFISIOLOGI
Saluran napas dan paru berfungsi untuk proses respirasi yaitu pengambilan oksigen
untuk keperluan metabolisme dan pengeluaran karbondioksida dan air sebagai hasil
metabolisme. Proses ini terdiri dari tiga tahap, yaitu ventilasi, difusi dan perfusi.
Ventilasi adalah proses masuk dan keluarnya udara dari dalam paru. Difusi adalah
peristiwa pertukaran gas antara alveolus dan pembuluh darah, sedangkan perfusi
adalah distribusi darah yang sudah teroksigenasi. Gangguan ventilasi terdiri dari
gangguan restriksi yaitu gangguan pengembangan paru serta gangguan obstruksi
xii
berupa perlambatan aliran udara di saluran napas. Parameter yang sering dipakai
untuk melihat gangguan restriksi adalah kapasitas vital (KV), sedangkan untuk
gangguan obstruksi digunakan parameter volume ekspirasi paksa detik pertama
(VEP1), dan rasio volume ekspirasi paksa detik pertama terhadap kapasitas vital
paksa (VEP1/KVP) (Sherwood, 2001).
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta
metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini
mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan penumpukan mukus
kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari saluran napas. Mukus berfungsi
sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab infeksi dan menjadi sangat
purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema jaringan. Proses ventilasi
terutama ekspirasi terhambat. Timbul hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang
memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang kental dan adanya peradangan
(GOLD, 2009).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik
pada paru.Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak struktur-struktur
penunjang di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya
alveolus, maka ventilasi berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi
karena ekspirasi normal terjadi akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif
setelah inspirasi. Dengan demikian, apabila tidak terjadi recoil pasif, maka
udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara kolaps (GOLD, 2009).
Berbeda dengan asma yang memiliki sel inflamasi predominan berupa eosinofil,
komposisi seluler pada inflamasi saluran napas pada PPOK predominan dimediasi
oleh neutrofil. Asap rokok menginduksi makrofag untuk melepaskan Neutrophil
Chemotactic Factors dan elastase, yang tidak diimbangi dengan antiprotease,
sehingga terjadi kerusakan jaringan (Kamangar, 2010). Selama eksaserbasi akut,
terjadi perburukan pertukaran gas dengan adanya ketidakseimbangan ventilasi
perfusi. Kelainan ventilasi berhubungan dengan adanya inflamasi jalan napas,
edema, bronkokonstriksi, dan hipersekresi mukus.Kelainan perfusi berhubungan
dengan konstriksi hipoksik pada arteriol (Chojnowski, 2003).

xiii
E. MANIFESTASI KLINIS
Batuk merupakan keluhan pertama yang biasanya terjadi pada pasien PPOK. Batuk
bersifat produktif, yang pada awalnya hilang timbul lalu kemudian berlangsung lama
dan sepanjang hari. Batuk disertai dengan produksi sputum yang pada awalnya
sedikit dan mukoid kemudian berubah menjadi banyak dan purulen seiring dengan
semakin bertambahnya parahnya batuk penderita.
Penderita PPOK juga akan mengeluhkan sesak yang berlangsung lama, sepanjang
hari, tidak hanya pada malam hari, dan tidak pernah hilang sama sekali, hal ini
menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas yang menetap. Keluhan sesak inilah

xiv
yang biasanya membawa penderita PPOK berobat ke rumah sakit. Sesak dirasakan
memberat saat melakukan aktifitas dan pada saat mengalami eksaserbasi akut.
Gejala-gejala PPOK eksaserbasi akut meliputi:
1) Batuk bertambah berat
2) Produksi sputum bertambah
3) Sputum berubah warna
4) Sesak nafas bertambah berat
5) Bertambahnya keterbatasan aktifitas
6) Terdapat gagal nafas akut pada gagal nafas kronis
7) Penurunan kesadaran
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan radiologi
a. Pada bronchitis kronik secara radiologis ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan:
1) Tubular shadows atau farm lines terlihat bayangan garis-garis yang parallel,
keluar dari hilus menuju apeks paru. Bayangan tersebut adalah bayangan
bronkus yang menebal.
2) Corak paru yang bertambah
b. Pada emfisema paru terdapat 2 bentuk kelainan foto dada yaitu:
1) Gambaran defisiensi arteri, terjadi overinflasi, pulmonary oligoemia dan
bula. Keadaan ini lebih sering terdapat pada emfisema panlobular dan pink
puffer.
2) Corakan paru yang bertambah.
3) Pemeriksaan faal paru
Pada bronchitis kronik terdapat VEP1 dan KV yang menurun, VR yang
bertambah dan KTP yang normal. Pada emfisema paru terdapat penurunan
VEP1, KV, dan KAEM (kecepatan arum ekspirasi maksimal) atau MEFR
(maximal expiratory flow rate), kenaikan KRF dan VR, sedangkan KTP
bertambah atau normal. Keadaan diatas lebih jelas pada stadium lanjut,
sedang pada stadium dini perubahan hanya pada saluran napas kecil (small
airways). Pada emfisema kapasitas difusi menurun karena permukaan alveoli
untuk difusi berkurang.

xv
2. Analisis gas darah
Pada bronchitis PaCO2 naik, saturasi hemoglobin menurun, timbul sianosis,
terjadi vasokonstriksi vaskuler paru dan penambahan eritropoesis. Hipoksia yang
kronik merangsang pembentukan eritropoetin sehingga menimbulkan
polisitemia. Pada kondisi umur 55-60 tahun polisitemia menyebabkan jantung
kanan harus bekerja lebih berat dan merupakan salah satu penyebab payah
jantung kanan.
3. Pemeriksaan EKG
Kelainan yang paling dini adalah rotasi clock wise jantung. Bila sudah terdapat kor
pulmonal terdapat deviasi aksis kekanan dan P pulmonal pada hantaran II, III, dan
aVF. Voltase QRS rendah Di V1 rasio R/S lebih dari 1 dan V6 rasio R/S kurang
dari 1. Sering terdapat RBBB inkomplet.
4. Kultur sputum, untuk mengetahui petogen penyebab infeksi.
5. Laboratorium darah lengkap
G. KOMPLIKASI
1. Hipoxemia
Hipoxemia didefinisikan sebagai penurunan nilai PaO2 kurang dari 55 mmHg,
dengan nilai saturasi Oksigen <85%. Pada awalnya klien akan mengalami
perubahan mood, penurunan konsentrasi dan pelupa. Pada tahap lanjut timbul
cyanosis.
2. Asidosis Respiratory
Timbul akibat dari peningkatan nilai PaCO2 (hiperkapnia). Tanda yang muncul
antara lain : nyeri kepala, fatique, lethargi, dizzines, tachipnea.
3. Infeksi Respiratory
Infeksi pernafasan akut disebabkan karena peningkatan produksi mukus,
peningkatan rangsangan otot polos bronchial dan edema mukosa. Terbatasnya
aliran udara akan meningkatkan kerja nafas dan timbulnya dyspnea.
4. Gagal jantung
Terutama kor-pulmonal (gagal jantung kanan akibat penyakit paru), harus
diobservasi terutama pada klien dengan dyspnea berat. Komplikasi ini sering kali
berhubungan dengan bronchitis kronis, tetapi klien dengan emfisema berat juga
dapat mengalami masalah ini.
5. Cardiac Disritmia

xvi
Timbul akibat dari hipoxemia, penyakit jantung lain, efek obat atau asidosis
respiratory.
6. Status Asmatikus
Merupakan komplikasi mayor yang berhubungan dengan asthma
bronchial. Penyakit ini sangat berat, potensial mengancam kehidupan dan
seringkali tidak berespon terhadap therapi yang biasa diberikan.Penggunaan
otot bantu pernafasan dan distensi vena leher seringkali terlihat.
H. PENATALAKSANAAN
Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah:
1. Memeperbaiki kemampuan penderita mengatasi gejala tidak hanya pada fase
akut, tetapi juga fase kronik.
2. Memperbaiki kemampuan penderita dalam melaksanakan aktivitas harian.
3. Mengurangi laju progresivitas penyakit apabila penyakitnya dapat dideteksi lebih
awal.
Penatalaksanaan PPOK pada usia lanjut adalah sebagai berikut:
1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan merokok,
menghindari polusi udara.
2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.
3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi antimikroba
tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat sesuai dengan kuman
penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas atau pengobatan empirik.
4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan
kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih
kontroversial.
5. Pengobatan simtomatik.
6. Penanganan terhadap komplikasi-komplikasi yang timbul.
7. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan dengan
aliran lambat 1 - 2 liter/menit.
Tindakan rehabilitasi yang meliputi:
1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret bronkus.
2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan pernapasan
yang paling efektif.
3. Latihan dengan beban oalh raga tertentu, dengan tujuan untuk memulihkan
kesegaran jasmani.
xvii
4. Vocational guidance, yaitu usaha yang dilakukan terhadap penderita dapat
kembali mengerjakan pekerjaan semula
Pathogenesis Penatalaksanaan (Medis)
1. Pencegahan : Mencegah kebiasaan merokok, infeksi, dan polusi udara
2. Terapi eksaserbasi akut di lakukan dengan :
a. Antibiotik, karena eksaserbasi akut biasanya disertai infeksi Infeksi ini
umumnya disebabkan oleh H. Influenza dan S. Pneumonia, maka digunakan
ampisilin 4 x 0.25-0.56/hari atau eritromisin 4×0.56/hari Augmentin (amoksilin
dan asam klavulanat) dapat diberikan jika kuman penyebab infeksinya adalah H.
Influenza dan B. Cacarhalis yang memproduksi B. Laktamase Pemberiam
antibiotik seperti kotrimaksasol, amoksisilin, atau doksisiklin pada pasien yang
mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat penyembuhan dan
membantu mempercepat kenaikan peak flow rate. Namun hanya dalam 7-10
hari selama periode eksaserbasi. Bila terdapat infeksi sekunder atau tanda-
tanda pneumonia, maka dianjurkan antibiotik yang kuat.
b. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernapasan karena
hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengelurakan sputum dengan baik.
d. Bronkodilator, untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya
golongan adrenergik b dan anti kolinergik. Pada pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratopium bromida 250 mg diberikan tiap 6 jam
dengan nebulizer atau aminofilin 0,25 - 0,56 IV secara perlahan.
3. Terapi jangka panjang di lakukan :
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin
4×0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap
pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari
fungsi faal paru.
c. Fisioterapi
4. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik
5. Mukolitik dan ekspektoran
6. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas tipe II
dengan PaO2 (7,3Pa (55 MMHg)

xviii
Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa sendiri dan
terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar dari depresi.

ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Aktivitas dan Istirahat
Gejala :
· Keletihan, kelelahan, malaise,Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas
sehari-hari karena sulit bernafas
· Ketidakmampian untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi
· Dispnea pasa saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau latihan
Tanda :
· Keletihan
· Gelisah, insomnia
· Kelemahan umum/kehilangan massa otot
2. Sirkulasi
Gejala :Pembengkakan pada ekstremitas bawah
Tanda :
· Peningkatan tekanan darah
· Peningkatan frekuensi jantung
· Distensi vena leher
· Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung
· Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan peningkatan
diameterAPdada)

xix
· Warna kulit/membrane mukosa : normal/abu-abu/sianosis; kuku tabuh
dansianosis perifer
· Pucat dapat menunjukkan anemia.
3. Integritas Ego
Gejala :
· Peningkatan factor resiko
· Perubahan pola hidup
Tanda :
· Ansietas, ketakutan, peka rangsang
4. Makanan/ cairan
Gejala :
· Mual/muntah
· Nafsu makan buruk/anoreksia (emfisema)
· ketidakmampuan untuk makankarena distress pernafasan
· penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat
badan menunjukkan edema (bronchitis)
Tanda :
· Turgor kulit buruk
· Edema dependen
· Berkeringat
5. Hyegene
Gejala :
· Penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitassehari-hari
Tanda :
· Kebersihan buruk, bau badan
6. Pernafasan
Gejala :
· Nafas pendek (timbul tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala
menonjol pada emfisema) khususnya pada kerja; cuaca atau episode
berulangnyasulit nafas (asma); rasa dada tertekan,m ketidakmampuan
untuk bernafas(asma)
· Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari (terutama pada
saat bangun) selama minimum 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya
xx
2tahun. Produksi sputum (hijau, puith, atau kuning) dapat
banyak sekali(bronchitis kronis)
· Episode batuk hilang timbul, biasanya tidak produksi pada tahap
dinimeskipun dapat menjadi produktif (emfisema)
· Riwayat pneumonia berulang, terpajan pada polusi kimia/iritan
pernafasandalam jangka panjang (mis. Rokok sigaret) atau debu/asap
(mis.asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji
· Penggunaan oksigen pada malam hari secara terus-menerus.
Tanda :
· Pernafasan : biasanya cepat,dapat lambat; fase ekspresi memanjangdengan
mendengkur, nafas bibir (emfisema)
· Penggunaaan otot bantu pernafasan, mis. Meninggikan bahu, melebarkan
hidung.
· Dada: gerakan diafragma minimal.
· Bunyi nafas : mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema);menyebar,
lembut atau krekels lembab kasar (bronchitis); ronki, mengisepanjang area
paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi berlanjut sampai
penurunan atau tidak adanya bunyi nafas (asma)
· Perkusi : Hiperesonan pada area paru (mis. Jebakan udara
denganemfisema); bunyi pekak pada area paru (mis. Konsolidasi, cairan,
mukosa)
· Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 atau 5 kata sekaligus.
· Warna : pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku; abbu-abukeseluruhan;
warna merah (bronchitis kronis, “biru mengembung”). Pasiendengan
emfisema sedang sering disebut “pink puffer” karena warna kulitnormal
meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi pernafasancepat.
· Tabuh pada jari-jari (emfisema)
7. Keamanan
Gejala :
· Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat/faktor lingkungan
· Adanya/berulang infeksi
· Kemerahan/berkeringat (asma)
8. Seksualitas
Gejala :
xxi
· penurunan libido

9. Interaksi Sosial
Gejala :
· Hubungan ketergantungan Kurang sistem penndukung
· Kegagalan dukungan dari/terhadap pasangan/orang dekat
· Penyakit lama atau ketidakmampuan membaik
Tanda :
· Ketidakmampuan untuk membuat//mempertahankan suara karena
distress pernafasan
· Keterbatasan mobilitas fisik
· Kelalaian hubungan dengan anggota kelurga lain

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,
peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya tenaga
dan infeksi bronkopulmonal.
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,
bronkokontriksi dan iritan jalan napas.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi perfusi
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dengan kebutuhan oksigen.
5. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan dispnea,
kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia, mual muntah.

xxii
6. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat
peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

xxiii
C. RENCANA KEPERAWATAN
N DIAGNOSA NOC NIC
O KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan napas tidak NOC : 1. Beri pasien 6 sampai
efektif b.d bronkokontriksi, v Respiratory status : 8 gelas cairan/hari kecuali
peningkatan produksi Ventilation terdapat kor pulmonal.
sputum, batuk tidak efektif, v Respiratory status : 2. Ajarkan dan berikan
kelelahan/berkurangnya Airway patency dorongan penggunaan
tenaga dan infeksi v Aspiration Control teknik pernapasan
bronkopulmonal. Kriteria Hasil : diafragmatik dan batuk.
v Mendemonstrasikan 3. Bantu dalam
batuk efektif dan suara pemberian tindakan
nafas yang bersih, tidak nebuliser, inhaler dosis
ada sianosis dan terukur
dyspneu (mampu 4. Lakukan drainage
mengeluarkan sputum, postural dengan perkusi
mampu bernafas dengan dan vibrasi pada pagi hari
mudah, tidak ada pursed dan malam hari sesuai
lips) yang diharuskan.
v Menunjukkan jalan 5. Instruksikan pasien
nafas yang paten (klien untuk menghindari iritan
tidak merasa tercekik, seperti asap rokok,
irama nafas, frekuensi aerosol, suhu yang
pernafasan dalam ekstrim, dan asap.
rentang normal, tidak ada 6. Ajarkan tentang
suara nafas abnormal) tanda-tanda dini infeksi
v Mampu yang harus dilaporkan
mengidentifikasikan dan pada dokter dengan
mencegah factor yang segera: peningkatan
dapat menghambat jalan sputum, perubahan warna
nafas sputum, kekentalan
sputum, peningkatan
napas pendek, rasa sesak

xxiv
didada, keletihan.
7. Berikan antibiotik
sesuai yang diharuskan.
8. Berikan dorongan
pada pasien untuk
melakukan imunisasi
terhadap influenzae dan
streptococcus
pneumoniae.
2. Pola napas tidak v Respiratory status : 1. Ajarkan klien latihan
efektifberhubungan Ventilation bernapas diafragmatik dan
dengan napas pendek, NOC pernapasan bibir
mukus, bronkokontriksi v Respiratory status : dirapatkan.
dan iritan jalan napas Airway patency 2. Berikan dorongan
v Vital sign Status untuk menyelingi aktivitas
Kriteria Hasil : dengan periode istirahat.
v Mendemonstrasikan 3. Biarkan pasien
batuk efektif dan suara membuat keputusan
nafas yang bersih, tidak tentang perawatannya
ada sianosis dan berdasarkan tingkat
dyspneu (mampu toleransi pasien.
mengeluarkan sputum, 4. Berikan dorongan
mampu bernafas dengan penggunaan latihan otot-
mudah, tidak ada pursed otot pernapasan jika
lips) diharuskan.
v Menunjukkan jalan
nafas yang paten (klien
tidak merasa tercekik,
irama nafas, frekuensi
pernafasan dalam
rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
v Tanda Tanda vital

xxv
dalam rentang normal
(tekanan darah (sistole
110-130mmHg dan
diastole 70-90mmHg),
nad (60-100x/menit)i,
pernafasan
(18-24x/menit))
3. Gangguan pertukaran v Respiratory status : 1. Deteksi
gasberhubungan dengan Ventilation bronkospasme
ketidaksamaan ventilasi Kriteria Hasil : saatauskultasi .
perfusi v Frkuensi nafas normal 2. Pantau klien
(16-24x/menit) terhadap dispnea dan
v Itmia hipoksia.
v Tidak terdapat disritmia 3. Berikan obat-obatan
v Melaporkan penurunan bronkodialtor dan
dispnea kortikosteroid dengan
v Menunjukkan tepat dan waspada
perbaikan dalam laju kemungkinan efek
aliran ekspirasi sampingnya.
4. Berikan terapi
aerosol sebelum waktu
makan, untuk membantu
mengencerkan sekresi
sehingga ventilasi paru
mengalami perbaikan.
5. Pantau pemberian
oksigen
4. Intoleransi NOC : 1. Kaji respon individu
aktivitasberhubungan v Energy conservation terhadap aktivitas; nadi,
dengan v Self Care : ADLs tekanan darah,
ketidakseimbangan antara Kriteria Hasil : pernapasan
suplai dengan kebutuhan v Berpartisipasi dalam 2. Ukur tanda-tanda
oksigen aktivitas fisik tanpa vital segera setelah

xxvi
disertai peningkatan aktivitas, istirahatkan klien
tekanan darah, nadi dan selama 3 menit kemudian
RR ukur lagi tanda-tanda vital.
v Mampu melakukan 3. Dukung pasien
aktivitas sehari hari dalam menegakkan
(ADLs) secara mandiri latihan teratur dengan
menggunakan treadmill
dan exercycle, berjalan
atau latihan lainnya yang
sesuai, seperti berjalan
perlahan.
4. Kaji tingkat fungsi
pasien yang terakhir dan
kembangkan rencana
latihan berdasarkan pada
status fungsi dasar.
5. Sarankan konsultasi
dengan ahli terapi fisik
untuk menentukan
program latihan spesifik
terhadap kemampuan
pasien.
6. Sediakan oksigen
sebagaiman diperlukan
sebelum dan selama
menjalankan aktivitas
untuk berjaga-jaga.
7. Tingkatkan aktivitas
secara bertahap; klien
yang sedang atau tirah
baring lama mulai
melakukan rentang gerak
sedikitnya 2 kali sehari.

xxvii
8. Tingkatkan toleransi
terhadap aktivitas dengan
mendorong klien
melakukan aktivitas lebih
lambat, atau waktu yang
lebih singkat, dengan
istirahat yang lebih banyak
atau dengan banyak
bantuan.
9. Secara bertahap
tingkatkan toleransi latihan
dengan meningkatkan
waktu diluar tempat tidur
sampai 15 menit tiap hari
sebanyak 3 kali sehari.
5. Perubahan nutrisi kurang NOC : 1. Kaji kebiasaan diet,
dari kebutuhan v Nutritional Status : food masukan makanan saat
tubuhberhubungan and Fluid Intake ini. Catat derajat kesulitan
dengan dispnea, Kriteria Hasil : makan. Evaluasi berat
kelamahan, efek samping v Adanya peningkatan badan dan ukuran tubuh.
obat, produksi sputum dan berat badan sesuai 2. Auskultasi bunyi
anoreksia, mual muntah. dengan tujuan usus
v Berat badan ideal 3. Berikan perawatan
sesuai dengan tinggi oral sering, buang sekret.
badan 4. Dorong periode
v Mampu istirahat I jam sebelum
mengidentifikasi dan sesudah makan.
kebutuhan nutrisi 5. Pesankan diet lunak,
v Tidak ada tanda tanda porsi kecil sering, tidak
malnutrisi perlu dikunyah lama.
Tidak terjadi penurunan 6. Hindari makanan
berat badan yang berarti yang diperkirakan dapat
menghasilkan gas.

xxviii
7. Timbang berat
badan tiap hari sesuai
indikasi.
6. Kurang perawatan NOC : 1. Ajarkan
diriberhubungan dengan v Self care : Activity of mengkoordinasikan
keletihan sekunder akibat Daily Living (ADLs) pernapasan diafragmatik
peningkatan upaya Kriteria Hasil : dengan aktivitas seperti
pernapasan dan v Klien terbebas dari bau berjalan, mandi,
insufisiensi ventilasi dan badan membungkuk, atau
oksigenasi v Menyatakan menaiki tangga
kenyamanan terhadap 2. Dorong klien untuk
kemampuan untuk mandi, berpakaian, dan
melakukan ADLs berjalan dalam jarak
v Dapat melakukan dekat, istirahat sesuai
ADLS dengan bantuan kebutuhan untuk
menghindari keletihan dan
dispnea berlebihan. Bahas
tindakan penghematan
energi.
3. Ajarkan tentang
postural drainage bila
memungkinkan.

xxix
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. KESIMPULAN
1. PPOK/COPD adalah kondisi paru-paru kronis yang mempengaruhi jutaan orang di
seluruh dunia.
2. Faktor risiko utama untuk PPOK/COPD adalah merokok, paparan asap, polusi
udara, dan faktor genetik.
3. Gejala PPOK/COPD meliputi sesak napas, batuk kronis, produksi dahak, dan
seringnya infeksi saluran napas.
4. Diagnosis PPOK/COPD dilakukan dengan menggunakan tes fungsi paru, seperti
spirometri, dan pengobatan termasuk obat-obatan untuk membantu mengontrol
gejala.
5. Komplikasi PPOK/COPD termasuk kegagalan jantung, infeksi saluran napas yang
serius, dan penurunan kualitas hidup. Pencegahan terbaik adalah dengan
menghindari faktor risiko, seperti tidak merokok dan menghindari paparan asap
dan polusi udara.

6. SARAN
1. Lakukan pemeriksaan spirometry dan kultur sputum untuk keperluan diagnosis
pasti dan pengobatan definitive.
2. Berikan penanganan sesuai dengan indikasi populasi D menurut CAT dengan
pemberian LABA + LAMA + ICS untuk mencegah eskaserbas.

30
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah edisi 8 volume 2.
Jakarta, EGC.
Carpenito Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:
EGC
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition,
IOWA Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second
Edition, IOWA Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi
Price, Sylvia. 2003. Patofisiologi Volume 2. Jakarta: EGC.
Smeltzer C Suzanne. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed 8 Vol 1. Jakarta: EGC.

31

Anda mungkin juga menyukai