Anda di halaman 1dari 36

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sustainable Development Goals (SDGs) memiliki salah satu tujuan

untuk menciptakan kesehatan yang baik bagi masyarakatdengan target

mengurangi sepertiga kematian prematur akibat penyakit tidak menular

melalui pencegahan dan perawatan serta mendorong kesehatan dan

kesejahteraaan mental. Salah satu penyakit tidak menular adalah Penyakit Paru

Obstruksi Kronik (PPOK)(Kemenkes 2015).

Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah penyakit paru yang

dapat dicegah dan diobati. PPOK disebabkan oleh keterbatasan aliran udara

yang persisten dan umumnya bersifat progresif serta berhubungan dengan

respon inflamasi kronik yang berlebihan pada saluran napas dan parenkim

paru akibat gas atau partikel berbahaya (Global initiative for Obstructive Lung

Disease, 2015).Penyakit paru obstruksi kronik(PPOK) merupakan salah satu

penyakit tidak menular yang menjadi masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia. Faktor risiko dari PPOK antara lain usia, genetik, kebiasaan

merokok dan peningkatan polusi udara (Francis, 2008).

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Puspitasari (2012) tentang

hubungan antara kebiasaan merokok dengan kejadian PPOK di RS Paru

Jember. Hasil analisis menunjukan bahwa ada hubungan yang signifikan

antara kebiasaan merokok dengan kejadian PPOK. Merokok merupakan faktor

1
risiko terjadinya PPOK ditunjukkan oleh nilai Ods Ratio sebesar 7,6. Dimana

orang mempunyai kebiasaan merokok lebih berisiko 7 kali terkena PPOK

dibandingkan dengan orang yang tidak mempunyai kebiasaan merokok.Secara

nasional, prevalens perokok pada tahun 2010 sebesar 34,7%. Prevalen perokok

tertinggi di Propinsi Kalimantan tengah (43,2%) dan terendah di Sulawesi

Tenggara sebesar (28,3%). Prevalen perokok tinggi pada kelompok umur 25 –

64 tahun dengan rentang 37 – 38,2% dan penduduk kelompok umur 15 -24

tahun yang merokok tiap hari mencapai 18,6%. Prevalensi perokok 16 kali

lebih tinggi pada laki-laki (65,9%) dibandingkan perempuan (4,2%).

Hubungan antara merokok dengan PPOK merupakan hubungan dose response,

lebih banyak batang rokok yang di hisap setiap hari dan lebih lama kebiasaan

merokok tersebut, maka resiko penyakit yang ditimbulkan akan lebih besar

(Perhimpunan Dokter Paru Indonesia 2016).

Data Badan Kesehatan Dunia (WHO), menunjukan PPOK tahun 1990

berada pada urutan ke-6 sebagai penyebab utama kematian didunia, pada

tahun 2002 PPOK berada pada urutan ke-5 dan diperkirakan pada tahun 2030

akan menjadi penyebab kematian ke-3 di seluruh dunia setelah penyakit

kardiovaskuler dan kanker.The Asia pasific COPD Round Table Group

memperkirakan jumlah pasien PPOK derajat sedang hingga derajat berat di

negara-negara Asia Pasifik tahun 2006 mencapai 56,6 juta orang dengan

prevalens 6,3%. Angka prevalens berkisar antara 3,5 – 6,7 %, diantaranya

China mencapai 38,160 juta orang,Jepang 5,014 juta orang dan Vietnam 2,068

juta orang. Di Indonesia diperkirakan terdapat 4,8 juta orang dengan prevalens

2
5,6%.Angka ini meningkat dengan semakin banyaknya jumlah perokok,

dimana 90% penderita PPOK adalah perokok atau mantan perokok.

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Ris KesDas) pada tahun 2013, angka

kematian akibat PPOK menduduki peringkat ke-6 dari sepuluh penyebab

kematian di Indonesia. Prevalensi PPOK rata-rata sebesar 3,7% (RisKesDas

2013). Provinsi Sumatera Barat berada pada urutan ke-23 bedasarkan jumlah

PPOK di Indonesia dengan prevalensi 3,0% (RisKesDas 2013) .

Penelitian lain yang dilakukan di Universitas Kaunas Lithuania tahun 2011

mengenai inflamasi jalan napas pada pasien PPOK yang masih merokok dan

yang sudah berhenti merokok (sedikitnya 2 tahun) didapatkan bahwa jumlah

neutrofil pada pasien PPOK yang berhenti merokok lebih rendah daripada pasien

PPOK yang masih merokok. Hal ini memperlihatkan bahwa berhenti dari

kebiasaan merokok adalah tindakan positif pada pasien PPOK (Babusyte, 2010).

Kenyataan bahwa semakin tingginya prevalensi PPOK dimana penyakit ini

merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan dan sangat terkait dengan

kebiasaan merokok, menyebabkan penulis tertarik untuk melakukan penelitian

mengenai hubungan derajat berat merokok berdasarkan indeks brinkman dengan

derajat berat PPOK di RS Paru Dr. Ario Wirawan Salatiga. Indeks Brinkman

adalah perkalian jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap sehari dikalikan

lama merokok dalam tahun.

Balai pengobatan penyakit paru- paru lubuk alung merupakan satu- satunya

tempat pelayanan kesehatan khusus penyakit paru di wilayah sumatera bagian

tengah. Pelayanan tidak saja difokuskan pada penyakit TB Paru saja, selain itu

juga melayani semua penyakit yang berhubungan dengan saluran pernapasan,


3
seperti PPOK. Berdasarkan laporan tahunan dari Balai Pengobatan Penyakit

Paru- Paru Lubuk Alung menunjukan bahwa penyakit PPOK pada tahun 2014

tercatat sebanyak 1.206 kasus, Tahun 2015 sebanyak 1.613kasus, Tahun 2016

sebanyak 1.951 kasus, sedangkan pada tahun 2017 angka kejadian PPOK

mengalami peningkatan yaitu mencapai 2065 kasus (BP4 Lubuk Alung )

Berdasarkan fenomena tersebut ditemukan bahwa ternyata jumlah penderita

penyakit Paru Obstruktif Kronik terus mengalami peningkatan, maka peneliti

tertarik untuk mengambil kasus penelitian tentang PPOK.

B. Tujuan

1. Umum

Pembuatan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas praktek

profesi keperawatan elektif.

2. Khusus

a. Mengetahui tentang Asuhan keperawatan PPOK

b. Mengetahui tentang Analisa jurnal PPOK

c. Mengetahui tentang perbandingan analisa jurnal dengan kasus

kelolaan pada penelitian PPOK

C. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti

Untuk mengembangkan kemampuan peneliti dalam menyusun laporan

penelitian, menambah wawasan peneliti dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan

yang dimiliki.

4
2. Bagi institusi pendidikan

Sebagai bahan informasi dan dapat digunakan untuk meningkatkan mutu

pendidikan dalam hal pengembangan tenaga kesehatan masyarakat.

3. Bagi lahan penelitian

Diharapkan dapat menjadi masukan dan informasi bagi instansi terkait

terutama di BP4 Lubuk Alung.

4. Bagi peneliti selanjutnya

Sebagai bahan masukan dan pertimbangan untuk penelitian selanjutnya

dan dapat digunakan untuk menambah bahan informasi yang dapat disajikan

sebagai referensi bagi mahasiswa di perpustakaan.

5
BAB II
PENYAKIT PARU OBSTRUKSI KRONIS

A. PENGERTIAN PPOK

PPOK adalah penyakit paru kronik dengan karakteristik adanya hambatan

aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif non reversibel atau reversibel

parsial, serta adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang

berbahaya (GOLD, 2012).

PPOK/COPD (CRONIC OBSTRUCTION PULMONARY DISEASE)

merupakan istilah yang sering digunakan untuk sekelompok penyakit paru yang

berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara

sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Price, Sylvia Anderson : 2005)

PPOK  merupakan suatu istilah yang sering digunakan untuk sekelompok

penyakit paru-paru yang berlangsung lama dan ditandai oleh peningkatan

resistensi terhadap aliran udara sebagai gambaran patofisiologi utamanya. Ketiga

penyakit yang membentuk satu kesatuan yang dikenal dengan

COPDadalah : Bronchitis kronis, emfisema paru-paru dan asthma bronchiale (S

Meltzer, 2001)

P P O K  adalah merupakan kondisi ireversibel yang berkaitan

dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-

paru (Bruner & Suddarth, 2002).

PPOK  merupakan obstruksi saluran pernafasan yang progresif dan

ireversibel, terjadi bersamaan bronkitis kronik, emfisema atau kedua-duanya

(Snider, 2003).

6
B. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Pengertian Pernapasan

Pernapasan adalah proses keluar dan masuknya udara ke dalam &

keluar paru. Pernapasan adalah proses ganda, yaitu terjadinya pertukaran

gas dalam jaringan atau “pernafasan dalam” dan yang terjadi di dalam

paru-paru yaitu “pernapasan luar”.

2. Fungsi dan Struktur Sistem Respirasi

Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O²) yang

dibutuhkan tubuh untuk metabolisme sel dan karbondioksida (CO²) yang

dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh melalui paru.

3. Alat- alat pernapasan

a. Hidung

b. Rongga Toraks

Batas-Batas yang membentuk rongga di dalam toraks :

1) Sternum dan tulang rawan iga-iga di depan,

2) Kedua belas ruas tulang punggung beserta cakram antar ruas

( diskus intervertebralis) yang terbuat dari tulang rawan di

belakang.

7
3) Iga-Iga beserta otot interkostal disamping

4) Diafragma di bawah

c. Paru – Paru
Paru-Paru ada dua, merupakan alat pernapasan utama. Paru-paru mengisi

rongga dada. Terletak disebelah kanan dan kiri dan tengah dipisahkan oleh

jantung beserta pembuluh darah besarnya dan struktur lainnya yang terletak

didalam mediastinum . Paru-paru adalah organ yang berbentuk kerucut dengan

apeks (puncak) diatas dan muncul sedikit lebih tinggi daripada klavikula di dalam

dasar leher. Pangkal paru-paru duduk di atas landai rongga toraks, diatas

diafragma. Paru-paru mempunyai permukaan luar yang menyentuh iga-iga,

permukaan dalam yang memuat tampak paru-paru, sisi belakang yang menyentuh

tulang belakang, dan sisi depan yang menutupi sebagian sisi depan jantung.

3. Fisiologi Pernapasan
Fungsi paru – paru ialah pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida.Pada

pernapasan melalui paru-paru atau pernapasan eksterna, oksigen dipungut melalui

hidung dan mulut pada waktu bernapas; oksigen masuk melalui trakea dan pipa

bronkial ke alveoli, dan dapat berhubungan erat dengan darah di dalam kapiler

pulmonaris. Hanya satu lapis membran, yaitu membran alveoli-kapiler, yang

memisahkan oksigen dari darah. Oksigen menembus membran ini dan dipungut

oleh hemoglobin sel darah merah dan dibawa ke jantung. Dari sini dipompa di

dalam arteri ke semua bagian tubuh. Darah meninggalkan paru – paru pada

tekanan oksigen 100 mm Hg dan pada tingkat ini hemoglobinnya 95 persen jenuh

oksigen.

Kapasitas vital. Volume udara yang dapat di capai masuk dan keluar paru-

paru pada penarikan napas paling kuat disebut kapasitas vital paru-paru.
8
Diukurnya dengan alat spirometer. Pada seoranng laki-laki, normal 4-5 liter dan

pada seorang perempuan, 3-4 liter. Kapasitas itu berkurang pada penyakit paru-

paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru-paru) dan kelemahan

otot pernapasan.

C. PENYEBAB / ETIOLOGI
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi

dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur

serta predisposisi genetik, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktor-

faktor tersebut berperan atau tidak.

1. Rokok. Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control,

rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara fisiologis rokok

berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukosa

bronkusdanmetaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat

9
menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok

menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan

surfaktan.

2. Infeksi. Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita

bronchitiskoronis hampir selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah,

sertamenyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis

kronisdiperkirakan paling sering diawali dengan infeksi virus, yang

kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.

3. Polusi. Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan brokhitis

adalahzat pereduksi seperti CO2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O,

hydrocarbon, aldehid dan ozon. (Ilmu penyakit dalam, 2008:755).

Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang

menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.

Mekanisme terjadinya obstruksi.

D. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi menurut Brashers (2008), Mansjoer (2000) dan Reeves

(2001) adalah : Asap rokok, polusi udara dan terpapar alergen masuk ke jalan

nafas dan mengiritasi saluran nafas. Karena iritasi yang konstan ini , kelenjar-

kelenjar yang mensekresi lendir dan sel-sel goblet meningkat jumlahnya, fungsi

silia menurun, dan lebih banyak lendir yang dihasilkan serta terjadi batuk, batuk

dapat menetap selama kurang lebih 3 bulan berturut-turut. Sebagai akibatnya

bronkhiolus menjadi menyempit, berkelok-kelok dan berobliterasi serta

tersumbat karena metaplasia sel goblet dan berkurangnya elastisitas paru. Alveoli

yang berdekatan dengan bronkhiolus dapat menjadi rusak dan membentuk


10
fibrosis mengakibatkan fungsi makrofag alveolar yang berperan penting dalam

menghancurkan partikel asing termasuk bakteri, pasien kemudian menjadi rentan

terkena infeksi.

Infeksi merusak dinding bronchial menyebabkan kehilangan struktur

pendukungnya dan menghasilkan sputum kental yang akhirnya dapat menyumbat

bronki. Dinding bronkhial menjadi teregang secara permanen akibat batuk hebat.

Sumbatan pada bronkhi atau obstruksi tersebut menyebabkan alveoli yang ada di

sebelah distal menjadi kolaps. Pada waktunya pasien mengalami insufisiensi

pernafasan dengan penurunan kapasitas vital, penurunan ventilasi, dan

peningkatan rasio volume residual terhadap kapasitas total paru sehingga terjadi

kerusakan campuran gas yang diinspirasi atau ketidakseimbangan ventilasi-

perfusi.

Pertukaran gas yang terhalang biasanya terjadi sebagai akibat dari

berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara. Ketidakseimbangan

ventilasi–perfusi ini menyebabkan hipoksemia atau menurunnya oksigenasi

dalam darah. Keseimbangan normal antara ventilasi alveolar dan perfusi aliran

darah kapiler pulmo menjadi terganggu. Dalam kondisi seperti ini, perfusi

menurun dan ventilasi tetap sama. Saluran pernafasan yang terhalang mukus

kental atau bronkospasma menyebabkan penurunan ventilasi, akan tetapi perfusi

akan tetap sama atau berkurang sedikit.

Berkurangnya permukaan alveoli bagi pertukaran udara menyebabkan

perubahan pada pertukaran oksigen dan karbondioksida. Obstruksi jalan nafas

yang diakibatkan oleh semua perubahan patologis yang meningkatkan resisten

jalan nafas dapat merusak kemampuan paru-paru untuk melakukan pertukaran

11
oksigen atau karbondioksida. Akibatnya kadar oksigen menurun dan kadar

karbondioksida meningkat. Metabolisme menjadi terhambat karena kurangnya

pasokan oksigen ke jaringan tubuh, tubuh melakukan metabolisme anaerob yang

mengakibatkan produksi ATP menurun dan menyebabkan defisit energi.

Akibatnya pasien lemah dan energi yang dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan

nutrisi juga menjadi berkurang yang dapat menyebabkan anoreksia.

12
E. WOC PPOK

Sumber :
A Price, Sylvia. 1994. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit
Brunner & Suddart. 2000. Buku Ajar Keperawatan Medial Bedah

13
F. MANIFESTASI KLINIK
Manifestasi klinis menurut Mansjoer (2000) pada pasien dengan Penyakit

Paru Obstruksi Kronis adalah :

1. Batuk.

2. Sputum putih atau mukoid, jika ada infeksi menjadi purulen atau

mukopurulen.

3. Sesak, sampai menggunakan otot-otot pernafasan tambahan untuk

bernafas.

Reeves (2001) menambahkan manifestasi klinis pada pasien dengan

Penyakit Paru Obstruksi Kronis adalah :

Perkembangan gejala-gejala yang merupakan ciri dari PPOK adalah

malfungsi kronis pada sistem pernafasan yang manifestasi awalnya ditandai

dengan batuk-batuk dan produksi dahak khususnya yang makin menjadi di saat

pagi hari. Nafas pendek sedang yang berkembang menjadi nafas pendek akut.

Batuk dan produksi dahak (pada batuk yang dialami perokok) memburuk menjadi

batuk persisten yang disertai dengan produksi dahak yang semakin banyak.

G. DIAGNOSTIK

PPOK dini umumnya tidak ada kelainan, namun pada pemeriksaan akan

tampak beberapa hal sebagai berikut :

a. Inspeksi

1) Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)

2) Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)

3) Penggunaan otot bantu napas

14
4) Hipertropi otot bantu napas

5) Pelebaran sela iga

6) Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher

dan edema tungkai

7) Penampilan pink puffer atau blue bloater

b. Palpasi

Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar

c. Perkusi

Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma

rendah, hepar terdorong ke bawah

d. Auskultasi

1) Suara napas vesikuler normal, atau melemah

2) Terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada

ekspirasi paksa

3) Ekspirasi memanjang

4) Bunyi jantung terdengar jauh

e. Pink puffer

Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan

dan pernapasan pursed – lips breathing

f. Blue bloater

Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat

edema tungkai dan ronkibasah di basal paru, sianosis sentral dan perifer .

g. Pursed - lips breathing

15
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan

ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanismen tubuh untuk

mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.

 
H. KOMPLIKASI

Komplikasi Penyakit Paru Obstruksi Kronis menurut Mansjoer (2000)

adalah infeksi nafas yang berulang, pneumotoraks spontan, eritrositosis karena

keadaan hipoksia kronik, gagal nafas dan kor pulmonal.

Reeves (2008) menambahkan komplikasi pernafasan utama yang bisa terjadi

pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis yaitu gagal nafas akut (Acute

Respiratory Failure), pneumotoraks dan giant bullae serta ada satu komplikasi

kardiak yaitu penyakit cor-pulmonale.

I. PENATALAKSANAAN MEDIS
Penatalaksanaan pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis

menurut Mansjoer (2000) adalah :

1. Pencegahan yaitu mencegah kebiasaan merokok, infeksi, polusi udara.

2. Terapi eksasebrasi akut dilakukan dengan :

a. Antibiotik, karena eksasebrasi akut biasanya disertai infeksi. Infeksi ini

umumnya disebabkan oleh H. Influenzae dan S. Pneumonia, maka

digunakan ampisillin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau eritromisin 4 x 0,5 g/hari.

b. Augmentin (amoksisilin dan asam kluvanat) dapat diberikan jika

kuman penyebab infeksinya adalah H. Influenzae dan B. Catarhalis

yang memproduksi beta laktamase.

16
c. Pemberian antibiotik seperti kotrimoksasol, amoksisilin, atau doksisilin

pada pasien yang mengalami eksasebrasi akut terbukti mempercepat

penyembuhan dam membantu mempercepat kenaikan peak flow rate.

Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksasebrasi. Bila

terdapat infeksi sekunder atau tanda-tanda pneumonia, maka

dianjurkan antibiotic yang lebih kuat.

d. Terapi oksigen diberikan jika terdapat kegagalan pernafasan karena

hiperkapnia dan berkurangnya sensitivitas terhadap CO2.

e. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum dengan baik.

f. Bronkodilator untuk mengatasi, termasuk didalamnya golongan

adrenergik. Pada pasien dapat diberikan salbutamol 5 mg dan atau

ipratorium bromide 250 mikrogram diberikan tiap 6 jam dengan

nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.

3. Terapi jangka panjang dilakukan dengan :

a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisillin 4 x

0,25-0,5/hari dapat menurunkan kejadian eksasebrasi akut.

b. Bronkodilator, tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran nafas

tiap pasien maka sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan

obyektif dari fungsi faal paru.

c. Fisioterapi.

d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.

e. Mukolitik dan ekspektoran.

f. Rehabilitasi, pasien cenderung menemui kesulitan bekerja, merasa

sendiri dan terisolasi, untuk itu perlu kegiatan sosialisasi agar terhindar

17
dari depresi. Rehabilitasi pada pasien dengan penyakit paru obstruksi

kronis adalah fisioterapi, rehabilitasi psikis dan rehabilitasi pekerjaan.

J. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

Penatalaksanaan PPOK adalah sebagai berikut :

1. Meniadakan faktor etiologi/presipitasi, misalnya segera menghentikan

merokok, menghindari polusi udara.

2. Membersihkan sekresi bronkus dengan pertolongan berbagai cara.

3. Memberantas infeksi dengan antimikroba. Apabila tidak ada infeksi

antimikroba tidak perlu diberikan. Pemberian antimikroba harus tepat

sesuai dengan kuman penyebab infeksi yaitu sesuai hasil uji sensitivitas

atau pengobatan empirik.

4. Mengatasi bronkospasme dengan obat-obat bronkodilator. Penggunaan

kortikosteroid untuk mengatasi proses inflamasi (bronkospasme) masih

kontroversial.

5. Pengobatan simtomatik.

6. Pengobatan oksigen, bagi yang memerlukan. Oksigen harus diberikan

dengan aliran lambat 1 - 2 liter/menit.

Tindakan rehabilitasi yang meliputi :

1. Fisioterapi, terutama bertujuan untuk membantu pengeluaran secret

bronkus.

2. Latihan pernapasan, untuk melatih penderita agar bisa melakukan

pernapasan yang paling efektif.

3. Latihan dengan beban olah raga tertentu, dengan tujuan untuk

memulihkan kesegaran jasmani.

18
K. Asuhan Keperawatan Teoritis

1. Pengkajian

Pengkajian pada pasien dengan Penyakit paru Obstruksi Kronis menurut

Doenges (2000) adalah :

a. Aktivitas dan istirahat

1) Gejala :

a) Keletihan, kelemahan, malaise.

b) Ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari karena sulit

bernafas.

c) Ketidakmampuan untuk tidur, perlu tidur dalam posisi duduk tinggi.

d) Dispnea pada saat istirahat atau respons terhadap aktivitas atau latihan.

2) Tanda :

a) Keletihan.

b) Gelisah, insomnia.

c) Kelemahan umum atau kehilangan masa otot.

b. Sirkulasi

1) Gejala

a) Pembengkakan pada ekstrimitas bawah.

2) Tanda :

a) Peningkatan tekanan darah.

b) Peningkatan frekuensi jantung atau takikardia berat atau disritmia.

c) Distensi vena leher atau penyakit berat.

d) Edema dependen, tidak berhubungan dengan penyakit jantung.

e) Bunyi jantung redup (yang berhubungan dengan diameter AP dada)

19
f) Warna kulit atau membrane mukosa normal atau abu-abu atau sianosis,

kuku tabuh dan sianosis perifer.

g) Pucat dapat menunjukkan anemia.

c. Integritas ego

1) Gejala :

a) Peningkatan faktor resiko.

b) Perubahan pola hidup.

2) Tanda :

a) Ansietas, ketakutan, peka rangsang.

d. Makanan atau cairan

1) Gejala :

a) Mual atau muntah.

b) Nafsu makan buruk atau anoreksia (emfisema).

c) Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.

d) Penurunan berat badan menetap (emfisema), peningkatan berat badan

menunjukkan edema (bronchitis).

2) Tanda :

a) Turgor kulit buruk.

b) Edema dependen.

c) Berkeringat.

d) Penurunan berat badan, penurunan masa otot atau lemak subkutan

(emfisema).

e. Hygiene

1) Gejala :

20
a) Penurunan kemampuan atau peningkatan kebutuhan bantuan melakukan

aktivitas sehai-hari.

2) Tanda :

a) Kebersihan buruk, bau badan.

f. Pernafasan

1) Gejala :

a) Nafas pendek, umumnya tersembunyi dengan dispnea sebagai gejala

menonjol pada emfisema , khususnya pada kerja, cuaca atau episode

berulangnya sulit nafas (asma), rasa dada tertekan, ketidakmampuan

untuk bernafas (asma).

b) Lapar udara kronis.

c) Batuk menetap dengan produksi sputum setiap hari terutama saat bangun

selama minimal 3 bulan berturut-turut tiap tahun sedikitnya 2 tahun.

Produksi sputum (hijau, putih atau kuning) dapat banyak sekali

(bronkhitis kronis).

d) Episode batuk hilang-timbul, biasanya tidak produktif pada tahap dini

meskipun dapat menjadi produktif (emfisema).

e) Riwayat pneumonia berulang, terpajan oleh polusi kimia atau iritan

pernafasan dalam jangka panjang misalnya rokok sigaret atau debu atau

asap misalnya asbes, debu batubara, rami katun, serbuk gergaji.

f) Faktor keluarga dan keturunan misalnya defisiensi alfa antritipsin

(emfisema).

g) Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

21
2) Tanda :

a) Pernafasan biasanya cepat, dapat lambat, fase ekspirasi memanjang

dengan mendengkur, nafas bibir (emfisema).

b) Lebih memilih posisi 3 titik (tripot) untuk bernafas khususnya dengan

eksasebrasi akut (bronchitis kronis).

c) Penggunaan otot bantu pernafasan misalnya meninggikan bahu, retraksi

fosa supraklavikula, melebarkan hidung.

d) Dada dapat terlihat hiperinflasi dengan peninggian diameter AP (bentuk

barrel chest), gerakan diafragma minimal.

e) Bunyi nafas mungkin redup dengan ekspirasi mengi (emfisema),

menyebar, lembut, atau krekels lembab kasar (bronkhitis), ronki, mengi,

sepanjang area paru pada ekspirasi dan kemungkinan selama inspirasi

berlanjut sampai penurunan atau tak adanya bunyi nafas (asma).

f) Perkusi ditemukan hiperesonan pada area paru misalnya jebakan udara

dengan emfisema, bunyi pekak pada area paru misalnya konsolidasi,

cairan, mukosa.

g) Kesulitan bicara kalimat atau lebih dari 4 sampai 5 kata sekaligus.

h) Warna pucat dengan sianosis bibir dan dasar kuku. Keabu-abuan

keseluruhan, warna merah (bronkhitis kronis, biru menggembung).

Pasien dengan emfisema sedang sering disebut pink puffer karena warna

kulit normal meskipun pertukaran gas tak normal dan frekuensi

pernafasan cepat.

g. Keamanan

1) Gejala :

22
a) Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat atau faktor lingkungan.

b) Adanya atau berulangnya infeksi.

c) Kemerahan atau berkeringan (asma).

h. Seksualitas

1) Gejala :

a) Penurunan libido.

i. Interaksi sosial

1) Gejala :

a) Hubungan ketergantungan.

b) Kurang sistem pendukung.

c) Kegagalan dukungan dari atau terhadap pasangan atau orang terdekat.

d) Penyakit lama atau kemampuan membaik.

2) Tanda :

a) Ketidakmampuan untuk membuat atau mempertahankan suara karena

distress pernafasan.

b) Keterbatasan mobilitas fisik.

c) Kelalaian hubungan dengan anggota keluarga lain.

j. Penyuluhan atau pembelajaran

1) Gejala :

a) Penggunaan atau penyalahgunaan obat pernafasan.

b) Kesulitan menghentikan merokok.

c) Penggunaan alkohol secara teratur.

23
2. Diagnosa

a. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan bronkokontriksi,

peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelelahan/berkurangnya

tenaga dan infeksi bronkopulmonal.

b. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan napas pendek, mukus,

bronkokontriksi dan iritan jalan napas.

c. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi

perfusi

d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai

dengan kebutuhan oksigen.

e. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

dispnea, kelamahan, efek samping obat, produksi sputum dan anoreksia,

mual muntah.

f. Kurang perawatan diri berhubungan dengan keletihan sekunder akibat

peningkatan upaya pernapasan dan insufisiensi ventilasi dan oksigenasi.

24
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN PADATn. A DENGAN
DIAGNOSA MEDIS PPOK DI
BP4 LUBUK ALUNG

A. Pengkajian
1. Identitas Diri Klien
a. Nama : Tn.A
b. Umur : 64 th
c. Jenis kelamin : Laki- Laki
d. Alamat : Sungai Limau
e. Status kawin : Kawin
f. Agama : Islam
g. Suku : Minang
h. Pendidikan terakhir : SMP
i. Pekerjaan : Wiraswasta
j. Tanggal masuk : 10 Juli 2018
k. Jam masuk : 10.00 wib
l. Tanggal pengkajian : 10 Juli 2018

Keluarga terdekat yag dapat segera dihubungi

a. Nama : Ny. B
b. Umur : 36 Tahun
c. Pendidikan : SMA
d. Alamat : Sungai Limau
e. Hubungan dengan klien : Anak Kandung

25
2. Status Kesehatan Saat Ini

a. Alasan Kunjungan/ Keluhan Utama

Pasien baru masuk ruang rawatan kiriman dari poli dalam dengan keluhan

sesak nafas, pasien merasakan dada yang tertekan, serta mengalami pilek dan

batuk.

b. Factor Pencetus

Debu

c. Lamanya Keluhan, Daerah keluhan, Frekuensi Keluhan :

Keluhan sesak dirasakan sejak kemarin, sesak bertambah dirasakan dan tidak

berkurang meski telah beristirahat dan klien mengatakan lemah dan letih

setiap melakukan aktivitas.

d. Factor yang memperberat

Sessak bertambah saat batuk dan pilek

e. Diagnose medis

PPOK

3. Riwayat Kesehatan Yang Lalu

a. Penyakit yang pernah dialamai

Klien menderita penyakit ini sudah sejak ± 15 tahun yang lalu, dan pernah

beberapa kali di rawat di RS Dengan penyakit yang sama

b. Riwayat alergi

Klien sesak apabila terpapar dengan udara yang tidak bersih atau berdebu

26
c. Kebiasaan merokok/ kopi

Klien termasuk perokok berat pada waktu muda, klien menghabiskan rokok

minimal 2 bungkus/ hari. namun saat ini klien mengaku sudah berhenti

merokok ± sudah 5 tahun. Klien juga mengkonsumsi kopi tiap hari.

d. Pola nutrisi

Klien mengatakan makan 3 kali dalam sehari yaitu pagi, siang dan malam.

Makanan yang dimakan terdiri dari nasi, lauk pauk dan sayuran, klien

mengatakan kadang-kadang ia dapat menghabiskan makanan dan kadang-

kadang bersisa.

klien mengatakan dalam sehari ia minum air putih sampai 8 gelas sehari, dan

pada pagi hari ia minum teh manis satu cangkir.

e. Pola tidur dan istirahat

Klien mengatakan saat sehat tidur siang pada jam 14.00 wib. Tidur malam

jam 21.00 WIB dan bangun jam 05.00 WIB. Namun saat dirawat klien

mengatakan kesulitan untuk tidur karna batuk yang bertambah dimalam hari.

Tidur dimulai jam 23.00 wib namun sering terbangun karna batuk dan sulit

untuk tidur lagi.

Klien tidk terbiasa tidur siang.

f. Pola Eliminasi

Klien mengatakan BAK 5-6 kali/ hari

Klien mengatakan BAB 1-2 kali/ hari dg konsistensi normal dan tdk terjadi

konstipasi

27
4. Riwayat Keluarga

Genogram :

Keterangan :
: laki – laki :
: perempuan
: klien
: meninggal

------------ : serumah

Dalam silsilah keluarga Dari Tn. A Tidak mempunyai riwayat penyakit

keturunan seperti stroke, asma bronchial dan diabetes mellitus.

5. Pola Aktivitas Sehari-hari

Sebelum Sakit Saat dirawat sekarang

Kegiatan dalam Tn.A Biasanya melakukan klien tidak dapat


pekerjaan aktifitas seperti mencabut berkatifitas karena
rumput di halaman, badannya terasa lemah
membersihkan tanaman.

Olah raga : Klien tidak terbiasa Tidak ada


berolah raga
a. Jenis
b. Frekuensi
Kegiatan diwaktu Berkumpul dengan Beristirahat
28
luang keluarga

Kesulitan / keluhan Tidak ada Pergerakan tubuh. Tn. A


dalam hal mengatakan kebutuhan
ADL dibantu oleh
keluarga

6. Pemeriksaan Fisik

No Pemeriksaan Fisik Tn. A


1. Tanda-tanda vital
 TD  130/ 90 mmHg
 Nadi  87 x/i
 Pernapasan  40 x/i
 BB  65 kg
 TB  160 cm
2. Kepala
 Inspeksi  Kulit kepala bersih, tidak ada ketombe,
klien beruban, tidak rontok
 Palpasi  Tidak ada pembengkakan
3. Mata
 Inspeksi  Simetris ki/ ka
Konjungtiva = tidak anemis
Sclera = non ikterik
Strabismus = tidak ada
4. Hidung
 Inspeksi  Simertis ki/ka, terdapat secret, lesi (-),
tdk ada pembengkakan pd bagian dalam,
klien mampu membedakan bau-bauan
 Palpasi  Tidak ada pembengkakan, nyeri tekan (-)
5. Mulut dan tenggorokan
29
 Inspeksi  Mukosa bibir lembab
Stomatitis = tidak ada.
Lidah = pink
Gigi = tdk lengkap dan tidak memakai
gigi palsu
Tenggorokan = tdk ada peradangan
6. Telinga
 Inspeksi  Ada serumen, lesi (-), fungsi
pendengaran baik
 Palpasi  Tdk ada pembengkakan, nyeri tekan (-)
7. Kulit dan kuku
 Inspeksi  Sianosis (-),turgor kulit baik, edema (-)
 Palpasi  Capillary refill <2 detik
 Akral dingin
8. Leher
 Inspeksi  Tidak terlihat pembesaran kelenjer tyroid
Kulit leher normal, lesi (-)
Tidak ada pembesaran vena jugularis
 Palpasi  Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
9. Paru-paru
 Inspeksi  Bentuk dada normal chest,simetris ki-ka
 pengembangan dada kanan dan kiri sama
 Palpasi  Tidak teraba pembengkakan, teraba
tonjolan tulang-tulang iga
 Perkusi  Bunyi pekak pada paru-paru
 Auskultasi  Bunyi nafas ronkhi +/+ , ekspirasi
memanjang.
Jantung
 Inspeksi  Batas IC 2-5
 Palpasi  Bunyi tumpul pada katub jantung

30
 Perkusi  Bunyi jantung normal (lup dup), tidak
 Aukultasi ada aritmia/ murmur
10. Mamae
 Inspeksi  bentuk simetris
 palpasi  Tidak teraba adanya massa
11. Abdomen
 Inspeksi  Tidak terlihat bekas operasi pada daerah
abdomen, tidak ada tonjolan/
pembengkakan, tidak ada tanda-tanda
distensi abdomen.
 Palpasi  Tidak teraba adanya massa, splenomegali
(-), hepatomegali (-)
 Perkusi  Bunyi tympani
 Auskultasi  7 x/menit
11. Ekstermitas
 Inspeksi  Kekuatan otot tangan sebelah kiri
mengalami penurunan, lesi (-) ,
Kekuatan otot kaki baik, tampak ada
 Palpasi perubahan gaya berjalan.
 Tidak ada nyeri tekan, tidak ada
pembengkakan
Kekuatan otot

5555 5555
5555 5555

31
Pemeriksaan laboratorium
Tanggal Hasil Laboratorium

10 Juli 2018  Hb 13, 5


 Hematokrit
 leukosit 9120/UL,
 glukosa sewaktu 196 mg/dL,
11 Juli 2018  pemeriksaan sputum meliputi : BTA S = Negatif
 Pada pemeriksaan rontgen didapatkan kesan
penyakit paru obstruksi kronis (PPOK)
12 Juli 2018  pemeriksaan sputum meliputi :
BTA P = Negatif
BTA S = Negatif

Therapy :
 IVFD RL drip Aminophilin 1 ampul 12 jam/ kolf
 Injeksi Ranitidin 2 x 1 amp
 Injeksi ceftriaxon 2 x 1 gr
 Antacid syr 3 x 1 cth
 Ambroxol 3 x 1 cth
 Salbutamol 3 x 2 mg

32
DATA FOKUS

1. Data Subjektif
Klien mengatakan :
 Mengeluh sesak nafas,
 Pasien merasakan dada yang tertekan,
 Pasien mengatakan riwayat merokok
 Pasien mengatakan sering mengalami pilek dan batuk
 Pasien mengatakan letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-
hari karena kesulitan bernafas,
 Sesak nafas saat istirahat setelah beraktivitas
 Pasien mengatakan letih dan lemah setelah melakukan aktivitas sehari-
hari karena kesulitan bernafas
 Klien mengatakan kesulitan untuk tidur karna batuk yang bertambah
dimalam hari. Tidur dimulai jam 23.00 wib namun sering terbangun karna
batuk dan sulit untuk tidur lagi.

2. Data Objektif
 Pasien terlihat kesulitan bernafas, batuk yang disertai dengan sputum,
warna sputum putih ±100 cc/ hari
 Pasien terlihat kesulitan berbicara,
 Auskultasi : bunyi ronkhi +/+ dengan ekspirasi memanjang, terpasang O2
4 liter permenit,
 Respirasi 40 x/menit
 Pasien terlihat letih
 Pasien dibantu oleh anggota keluarganya untuk melakukan aktivitas
seperti untuk ambulasi atau berpindah tempat, mandi dan toileting.
 Akral dingin
 Nafas cuping hidung

33
ANALISA DATA

No Data Etiologi Masalah


Keperawatan
1. DS : Klien mengatakan Peningkatan Bersihan jalan
 Mengeluh sesak nafas, produksi sekret nafas tidak
 Pasien merasakan dada efektif
yang tertekan,
 Pasien mengatakan riwayat
merokok
 Pasien mengatakan sering
mengalami pilek dan batuk
DO :
 Pasien terlihat kesulitan
bernafas, batuk yang
disertai dengan sputum,
warna sputum putih ±
100cc/ hari
 Pasien terlihat kesulitan
berbicara,
 Auskultasi : bunyi nafas
ronkhi +/+ dengan ekspirasi
memanjang
 terpasang O2 4 liter
permenit,
 Respirasi 40 x/menit

2. DS: Ketidakseimbangan Intoleransi


 pasien mengatakan letih dan supply O2 aktivitas
lemah setelah melakukan
aktivitas sehari-hari karena

34
kesulitan bernafas,
 sesak nafas saat istirahat
setelah beraktivitas.
DO :
 Pasien terlihat letih,
 Pasien dibantu oleh anggota
keluarganya untuk
melakukan aktivitas seperti
untuk ambulasi atau
berpindah tempat, mandi dan
toileting.

3. DS: Batuk Gangguan pola


 pasien mengatakan kesulitan tidur
untuk tidur karena batuk
yang bertambah di malam
hari,
 Pasien mengatakan tidak
dapat beristirahat dengan
baik.
 Klien mengatakan kesulitan
untuk tidur karna batuk yang
bertambah dimalam hari.
Tidur dimulai jam 23.00 wib
namun sering terbangun
karna batuk dan sulit untuk
tidur lagi.

DO:
 Klien tampak lemas

 Tidur malam ± 4 jam

35
Diagnosa Keperawatan yang muncul

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan

produksi secret

2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan supply O2

3. Gangguan pola tidur berhubungan dengan batuk

36

Anda mungkin juga menyukai