Anda di halaman 1dari 20

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Instalasi gawat darurat (IGD) merupakan area perawatan untuk pasien dengan
berbagai kebutuhan mulai dari keadaan darurat yang mengancam jiwa hingga cedera berat
(American Academy of Emergency Medicine, 2014). Pasien dengan gangguan pernafasan
salah satunya penyakit paru obstruksi kronik adalah pasien yang sering datang ke bagian
instalasi gawat darurat.
Menurut World Health Organitation (WHO) pada tahun 2017, jumlah penderita
PPOK mencapai 274 juta jiwa dan diperkirakan meningkat menjadi 400 juta jiwa di tahun
2020 mendatang dan setengah dari angka tersebut terjadi di Negara berkembang, termasuk
Negara Indonesia. Angka kejadian PPOK di Indonesia menempati urutan kelima tertinggi di
dunia yaitu 7,8 juta jiwa.
Global Burden of Disease Study melaporkan prevalensi 251 juta kasus PPOK secara
global pada tahun 2016.Secara global, diperkirakan 3,17 juta kematian disebabkan oleh
penyakit ini pada 2015.Lebih dari 90% kematian PPOK terjadi di negara-negara
berpenghasilan rendah dan menengah (WHO, 2017). Di Amerika telah menjadi penyebab
kematian peringkat ketiga dengan 2 angka kematiannya mencapai lebih dari 120.000 orang
setiap tahun. Sedangkan menurut hasil riset kesehatan dasar (Riskesdas,2018) dari 35 Provinsi
di Indonesia prevalensi tertinggi di Provinsi Papua (7%) dan terendah di Provinsi bali (2,5%),
Provinsi Jawa Tengah (3%).
Penyakit paru obstruksi kronis (PPOK) bukan satu penyakit tunggal namun
merupakan istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan penyakit paru-paru kronis
yang menyebabkan keterbatasan aliran udara di paru-paru. Istilah yang lebih dikenal seperti
'bronkitis kronis' dan 'emphysema' tidak lagi digunakan, namun sekarang termasuk dalam
diagnosis PPOK. Gejala COPD/PPOK yang paling umum adalah sesak napas, atau kebutuhan
akan udara, produksi sputum berlebihan, dan batuk kronis. Namun, PPOK bukan hanya
sekedar "batuk perokok", tapi penyakit paru yang kurang terdiagnosis dan mengancam jiwa
yang dapat menyebabkan kematian secara progresif. (WHO, 2017)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah penyakit yang ditandai dengan pengurangan
aliran udara yang terus-menerus. Gejala COPD/PPOK semakin memburuk dan sesak napas
terus-menerus pada pengerahan tenaga, akhirnya menyebabkan sesak napas saat istirahat. Ini
cenderung kurang di diagnosis dan bisa mengancam nyawa. Istilah yang lebih dikenal

4
"bronkitis kronis" dan "emphysema" sering digunakan sebagai label untuk kondisinya.
(WHO, 2017)
PPOK dianggap sebagai penyakit yang berhubungan dengan interaksi genetik dengan
lingkungan. Adapun faktor penyebabnya adalah: merokok, polusi udara, dan pemajanan di
tempat kerja (terhadap batu bara, kapas, padi-padian) merupakan faktor-faktor resiko penting
yang menunjang pada terjadinya penyakit ini. Prosesnya dapat terjadi dalam rentang lebih dari
20-30 tahunan. Penyakit ini juga mengancam jiwa seseorang jika tidak segera ditangani
(Smeltzer dan Bare, 2012).
Berdasarkan latar belakang diatas maka penulis tertarik untuk mengambil kasus
dengan judul “Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn. M dengan Penyakit Paru
Obstruksi Kronis (PPOK) Di Instalasi Gawat Darurat Dr.M.Djamil Padang.”

B. Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn. M dengan Penyakit
Paru Obstruksi Kronis (PPOK) Di Instalasi Gawat Darurat Dr.M.Djamil Padang?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum dari penulisan ini adalah untuk memberikan gambaran terhadap
aplikasi Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada Tn. M dengan Penyakit Paru Obstruksi
Kronis (PPOK Di Instalasi Gawat Darurat Dr.M.Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
Adapun tujuan khusus dari penulisan ini adalah sebagai berikut:
a. Mampu memahami konsep dasar teori medik dan teori askep
b. Mampu mengaplikasikan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pada pasien dengan
PPOK pada Tn M di RSUP Dr.M.Djamil Padang
c. Mampu membandingkan kesenjangan Asuhan Keperawatan Gawat Darurat pasien
antara teori dan kasus nyata pada pasien Tn M dengan PPOK di Di Instalasi Gawat
Darurat Dr.M.Djamil Padang.

D. Metode Penulisan
Dalam metode Penulisan laporan ini penulis menggunakan metode deskriptif dan
mengumpulan data, penulis menggunakan metode studi kasus dengan pendekatan proses
keperawatan gawat darurat yang meliputi Primary Survey (Airway, Breathing, Circulation,

5
Disability, Exposure) dan Secondary Survey dan disajikan dalam bentuk narasi. Adapun
tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penyusunan ini adalah:
1. Interview/Wawancara
Wawancara dengan pasien, keluarga pasien , serta tenaga kesehatan lain tentang hal-hal
yang berhubungan dengan penyakit pasien.
2. Observasi
Metode pengumpulan data dengan mengadakan pengamatan langsung kepada klien
dengan cara melakukan pemeriksaan yang berkaitan dengan perkembangan
3. Pemeriksaan Fisik
Metode pengumpulan data dengan melakukan pemeriksaan fisik dengan menggunakan
teknik inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi
4. Studi Dokumentasikan
Metode dengan cara menggunakan atau melihat catatan medis dan laporan kesehatan
5. Studi Kepustakaan
Mempelajari literatur-literatur yang berhubungan atau berkaitan dengan karya tulis ini

E. Manfaat Penulisan
Studi kasus ini, diharapkan memberikan manfaat bagi :
1. Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan ilmiah dan sumber informasi bagi institusi dalam rangka meningkatkan
mutu pendidikan pada masa yang akan datang.
2. Bagi Institusi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi Di IGD Dr.M.Djamil Padang untuk dapat dijadikan sebagai
bahan pertimbangan dalam penyusunan program peningkatan kualitas Pelayanan
Kesehatan.
3. Bagi Penulis
Sebagai referensi dan tambahan informasi tentang Asuhan Keperawatan Gawat
Darurat pada pasien dengan Penyakit Paru Obstruksi Kronis dalam peningkatan dan
mutu pendidikan dimasa yang akan datang.

6
BAB II
TINJAUAN MATERI
A. Konsep Dasar Medis
1. Definisi
Penyakit paru-paru obstruksi kronis (PPOK) merupakan suatu istilah yang sering
digunakan untuk sekelompok penyakit paru paru yang berlangsung lama (Grace & Borlay,
2011) yang ditandai oleh adanya respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas yang
berbahaya (Padila, 2012).
Adapun pendapat lain mengenai PPOK adalah kondisi ireversibel yang berkaitan
dengan dispnea saat aktivitas dan penurunan aliran masuk dan keluar udara paru-paru
(Smeltzer & Bare, 2012) yang ditandai oleh peningkatan resistensi terhadap aliran udara
sebagai gambaran patofisiologi utamanya (Edward. 2012)
Penyakit paru obstruksi kronis adalah sejumlah gangguan yang mempengaruhi
pergerakan udara dari dan ke luar paru. Gangguan yang paling sering adalah bronkhitis
kronis, emfisema dan asma bronkial (Muttaqin, 2014).

2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi Sistem Pernapasan
Sistem pernafasan terdiri dari jalan nafas atas, jalan nafas bawah dan paru. Setiap
bagian sistem ini memainkan peran yang penting dalam proses pernafasan , yaitu
dimana oksigen dapat masuk ke aliran darah dan karbondioksida dilepaskan (
Alsagaff, H., & Mukty, H. A. 2006).
1) Jalan Nafas Atas
Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka yang memungkinkan udara
atmosfer masuk melalui hidung, mulut, dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan nafas atas
terdiri dari rongga hidung, rongga mulut, laring, trakea. Udara yang masuk dari rongga
hidung akan mengalami proses penghangatan, pelembapan dan penyaringan dari
segala kotoran. Setelah rongga hidung dapat dijumpai faring, mulai dari bagian
palatum mole sampai ujung bagian atas esofagus.
Faring terdiri atas tiga bagian, yaitu :
a) Nasofaring (bagian atas) dibelakang hidung
b) Orofaring (bagian tengah) dapat dilihat saat membuka mulut
c) Hipofaring (bagian akhir) sebelum menjadi laring
Dibawah faring terdapat esofagus dan laring yang merupakan permulaan jalan
nafas bawah. Di dalam laring terdapat pita suara dan ottot-ototyang dapat membuatnya
7
bekerja, serta terdidi dari tulang rawan yang kuat. Pita suara merupakan suatu lipatan
jaringan yang mendekat digaris tengah. Tepat doatas laring terdapat struktur yang
berbentuk daun yang disebut epiglotis. Epiglotis berfungsi sebagai pintu gerbang yang
akan mengantarkan udara yang menuju trakea, sedangkan benda padat dan cair akan
dihantarkan menuju esofagus. Dibawah laring, jalan nafas akan menjadi trakea yang
terdiri dari cincin-cincin tulang rawan.
2) Jalan Nafas Bagian Bawah
Terdiri dari bronkus dan percabangannya serta paru-paru. Pada saat inspirasi
udara masuk melalui jalan nafas atas menuju jalan nafas bawah sebelum mencapai
paru-paru. Trakea terbagi menjadi dua cabang, yaitu bronkus utama kanan dan
bronkus utama kiri. Masing-masing bronkus utama terbagi lagi menjadi beberapa
bronkus primer dan kemudian terbagi lagi menjadi bronkiolus.

Gambar 2.1 Anatomi Sistem PernaPasan


( Alsagaff, H., & Mukty, H. A. 2006).

b. Fisiologi Sistem Pernafasan


Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen akan bergerak dari alveoli
melintasi membran alveolar kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi
kemudian akan membawa oksigen yang telah berikatan dengan sel darah merah
menuju jaringan tubuh, dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam
proses metabolisme. Pertukaran oksigen dan karbon dioksida pada membran alveolar
kapiler dikenal dengan istilah difusi pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai
(kadar karbondioksida yang rendah) akan menuju sisi kiri jantung, dan akan
dipompakan ke seluruh sel dalam tubuh.

8
Saat mencapai jaringan, sel darah merah yang teroksigenasi ini akan melepaskan
ikatannya dengan oksigen dan oksigen tersebut digunakan untuk bahan bakar
metabolisme. Juga karbondioksida akan masuk sel darah merah. Sel darah merah yang
rendah oksigen dan tinggi karbondioksida akan menuju sisi kanan jantung untuk
kemudian dipompakan ke paru-paru. Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah
bahwa alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan udara segar yang
mengandung oksigen dalam jumlah yang cukup.

3. Etiologi
Penyebab dari penyakit paru obstruksi kronik (PPOK) yang utama adalah emfisiema,
bronchitis kronik, dan perokok berat, yang karakteristik dari bronchitis kronik adalah
adanya penyempitan dari dinding bronkus, sedangkan dari emfisiema adalah diagnosis
histopatologinya, sementara itu pada perokok berat adalah diagnosis kebiasaan
merokoknya dan ketiga-tiganya terangkum didalam penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK). (Padila, 2012)
Ada tiga faktor yang mempengaruhi timbulnya PPOK yaitu rokok, infeksi dan polusi,
selain itu pula berhubungan dengan faktor keturunan, alergi, umur serta predisposisi
genetic, tetapi belum diketahui dengan jelas apakah faktor-faktor tersebut berperan atau
tidak. Menurut (Prof. Zullies Ikawati, 2016), penyebab terjadinya PPOK adalah :
a. Kebiasaan merokok
b. Infeksi saluran pernapasan (virus atau jamur)
c. Polusi zat-zat kimia yang dapat juga menyebabkan bronchitis
d. Paparan debu, asap
e. Usia semakin bertambah faktor resiko semakin tinggi
f. Jenis kelamin pria lebih beresiko disbanding wanita
g. Berkurangnya fungsi paru-paru, bahkan pada saat gejala penyakit tidak dirasakan
h. Kurangnya alfa anti trispsin. Ini merupakan kekurangan suatu enzim yang normalnya
melindungi paru-pari dari kerukan peradangan oaring yang kekurangan enzim ini
dapat terkena empisema pada usis yang relative muda, walaupun tidak merokok

4. Manifestasi Klinis
Menurut Djojodibroto (2015) tanda dan gejala yang muncul pada penyakit paru
obstruktif kronik ppok adalah sebagai berikut.
a. Batuk

9
b. Produksi sputum berlebihan merupakan keadaan abnormal di mana produksi sputum
yang dialami seseorang yang berat maupun secara berlebihan
c. Dyspnea,  keadaan dimana seseorang merasa sesak nafas
d. Sesak saat beraktivitas, kondisi dimana seseorang merasa sesak saat melakukan
aktivitas yang berat maupun secara berlebihan
e. Penggunaan otot bantu pernafasan
f. Bunyi nafas tambahan, dapat ditemukan bunyi nafas tambahan pada seseorang yang
mengalami gangguan sistem respirasi seperti wheezing dan ronchi
g. Kelemahan badan
h. Obstruksi saluran napas yang progresif

5. Klasifikasi
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) 2014,
PPOK diklasifikasikan berdasarkan derajat berikut :
a. Derajat 0 (berisiko)
Gejala klinis : Memiliki satu atau lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan
dispnea. Ada paparan terhadap faktor resiko. Spirometri : Normal
b. Derajat I (PPOK ringan)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum. Sesak
napas derajat sesak 0 (tidak terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau sedikit
mendaki) sampai derajat sesak 1 (terganggu oleh sesak saat berjalan cepat atau sedikit
mendaki) . Spirometri : FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%.
c. Derajat II (PPOK sedang)
Gejala klinis : Dengan atau tanpa batuk, dengan atau tanpa produksi sputum, sesak
napas derajat sesak 2 (jalan lebih lambat di banding orang seumuran karna sesak saat
berjalan biasa). Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 50% < FEV1 < 80%.
d. Derajat III (PPOK berat)
Gejala klinis : Sesak napas derajat sesak 3 (berhenti untuk bernafas setelah berjalan 100
meter/setelah berjalan beberapa menit pada ketinggian tetap) dan 4 (sesak saat aktifitas
ringan seperti berjalan keluar rumah dan berpakaian) Eksaserbasi lebih sering terjadi.
Spirometri : FEV1/FVC < 70%; 30% < FEV1 < 50%.
e. Derajat IV (PPOK sangat berat)
Gejala klinis : Pasien derajat III dengan gagal napas kronik disertai komplikasi kor
pulmonale atau gagal jantung kanan. Spirometri FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30% atau
< 50% (GOLD 2014)
10
6. Patofisiologi
Faktor risiko utama dari PPOK adalah merokok. Komponen-komponen asap rokok
merangsang perubahan pada sel-sel penghasil mukus bronkus. Selain itu, silia yang
melapisi bronkus mengalami kelumpuhan atau disfungsional serta metaplasia. Perubahan
pada sel-sel penghasil mukus dan silia ini mengganggu sistem escalator mukosiliaris dan
menyebabkan penumpukan mukus kental dalam jumlah besar dan sulit dikeluarkan dari
saluran napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemaian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Proses ventilasi terutama ekspirasi terhambat. Timbul
hiperkapnia akibat dari ekspirasi yang memanjang dan sulit dilakukan akibat mukus yang
kental dan adanya peradangan. (Sumantri, 2014).
Komponen-komponen asap rokok juga merangsang terjadinya peradangan kronik pada
paru. Mediator-mediator peradangan secara progresif merusak strukturstruktur penunjang
di paru. Akibat hilangnya elastisitas saluran udara dan kolapsnya alveolus, maka ventilasi
berkurang. Saluran udara kolaps terutama pada ekspirasi karena ekspirasi normal terjadi
akibat pengempisan (recoil) paru secara pasif setelah inspirasi. Dengan demikian apabila
tidak terjadi recoil pasif, maka udara akan terperangkap di dalam paru dan saluran udara
kolaps. (Grece & Borley, 2011).

7. Komplikasi
Komplikasi penyakit paru obstruksi kronik PPOK menurut Grace et all (2011):
komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah gagal nafas kronik, gagal nafas akut,
infeksi berulang, dan kor pulmonal. gagal nafas kronis ditunjukkan oleh hasil analisis gas
darah berupa paO2<60 mmhg dan paCO2>50 mmhg serta PH dapat normal. gagal nafas
akut ditandai oleh sesak nafas dengan atau tanpa sianosis volume sputum bertambah dan
purulen, demam, dan kesadaran menurun. pada pasien PPOK produksi sputum yang
berlebihan menyebabkan terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi
berulang. Selain itu, pada kondisi kronis ini imunitas tubuh menjadi lebih rendah ditandai
oleh P pulmonal pada EKG hematokrit lebih dari 50% dan dapat disertai gagal jantung
kanan.

8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostic untuk pasien dengan penyakit paru obstruksi kronik menurut
GOLD (2011) antara lain :

11
a. Sinar X dada dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya diafragma,
peningkatan area udara retrostenal, penurunan tanda vaskulerisasi atau bula
(enfisiema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronchitis), hasil normal selama
periode remisi (asma)
b. Tes fungsi paru untuk menentukan penyebab dyspnea, untuk menentukan apakah
fungsi abnormal adalah obstruksi atau retriksi, untuk memperkirakan derajat disfungsi
dan untuk mengevaluasi efek terapi misalnya bronkodilator.
c. Peningkatan pada luasnya bronchitis dan kadang-kadang pada asma, penurunan
emfisiema
d. Kapasitas inspirasi menurun pada emfisiema
e. Volume residu meningkat pada emfisiema, bronchitis dan asma.
f. Forced expiratory volume (FEVI) atau FVC. Rasio volume ekspirasi kuat dengan
kapasitas vital kuat menurun pada bronchitis dan asma
g. Analisa gas darah (AGD) memperkirakan progresi proses penyakit kronis
h. Bronkogram dapat menunjukan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi
i. Hemoglobin meningkat (emfisiema luas)
j. Kimia daran antara lain alfa satu antirypsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi
dan diagnose emfisiema primer.
k. Sputum klutur untuk menentukan adanya infeksi
l. Elektrokardiogram (EKG)

9. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis
1) Terapi obat yaitu : bronkodilator, antibiotic, anti peradangan, anti oksidan,
mukolitik dan antitusif
2) Terapi oksigen : pemberian terapi oksigen merupakan hal yang sangat penting
untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah kerusakan sel baik
otot maupun organ-organ lainnya.
3) Ventilasi mekanis : ventilasi mekanis pada PPOK diberikan pada ekserbasi
dengan adanya gagal napas yang akut, gagal napas akut pada gagal napas
kronis atau PPOK derajat berat dengan gagal napas kronis.
b. Penatalaksanaan Keperawatan
PPOK adalah penyakit paru-paru kronis yang bersifat progresif dan irreversible.
Penatalaksanaan PPOK dibedakan berdasarkan pada keadaan stabil dan
eksaserbasi akut. Penatalaksanaan berdasarkan PDPI (2016):
12
1) Edukasi
Penatalaksanaan edukasi sangat penting pada ppok keadaan stabil yang dapat
dilakukan dalam jangka panjang karena ppok merupakan penyakit kronis yang
progresif dan irreversible
Edukasi untuk menyesuaikan keterbatasan aktivitas fisik dan pencegahan
kecepatan penurunan fungsi paru. edukasi dilakukan menggunakan bahasa yang
singkat mudah dimengerti dan langsung pada inti permasalahan yang dialami
pasien. pelaksanaan edukasi seharusnya dilakukan berulang dengan materi edukasi
yang sederhana dan singkat dalam satu kali pertemuan.
2) Nutrisi
Pasien PPOK sering mengalami malnutrisi yang disebabkan meningkatnya
kebutuhan energi sebagai dampak dari peningkatan otot pernapasan karena
mengalami hipoksia diakronis dan hiperkapnia sehingga terjadi hipermetabolisme.
malnutrisi akan meningkatkan angka kematian pada pasien ppok karena berkaitan
dengan penurunan fungsi paru dan perubahan analisa gas darah
3) Rehabilitasi
Rehabilitasi ini bertujuan meningkatkan kualitas hidup dan toleransi pasien
ppok terhadap aktivitas fisik yaitu: menyesuaikan aktivitas, latihan batuk efektif
dan latihan pernapasan

13
10. Pathoflow
Factor predisposisi
Factor presipitasi
Factor genetick, merokok, Riwayat Infeksi
asthsma, bronchitis Kronik, emfisema
saluran pernapasan, jenis kelamin

PPOK

Perubahan anatomi parenkim paru inflamasi

Pembesaran alveoli Peningkatan produksi mucus


hipertropi kelenjar mukosa

Akumulasi mucus dalam


Penyempitan saluran udara salran pernapasan
secara periodik

Batuk

Ekspansi paru menurun Gangguan pertukaran


gas
Ketidakefektifan
bersihan jalan nafas

Suplyai oksigen tidak Komposisi tubuh untuk memenuhi


adekuat keseluruh tubuh keb oksigen dengan meningkatkan
frekuensi pernpasan Bau mulut

Hipoksia
Kontraksi otot pernafasan anoreksia
pengunaan energi untuk
Sesak pernapasan meningkat
Intake menurun

Kelelahan
Ketidakefektifan pola
nafas Ketidakseimbangan nutrisi
Intoleransi aktivitas kurang dari kebutuhan tubuh
(Nursalam 2013)

14
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian keperawatan
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses keperawatan dan suatu
proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai proses yang sistematis dalam
pengumpulan data dan mengidentifitkasi status Kesehatan Pasien (Nursalam, 2013)
a. Identitas klien
Nama, tempat tinggal lahir, jenis kelamin, agama/suku, warga negara, Bahasa yang
digunakan, penangung jawab meliputi : nama, hubungan dengan klien.
b. Pengkajian primer
1) Airway
Kaji adanya sumbatan atau obtruksi jalan nafas oleh adanya penumpukan secret
akibat kelemahan reflek batuk.
2) Breathing
Kelemahan menelan, batuk, melindungi jalan nafas, timbulnya jalan nafas yang sulit
dab tak teratur, suara napas terdengar ronchy atau aspirasi, wezhing, sonor dan
ekspansi dinding dada.
3) Circulation
Tekanan darah normal atau meningkat, distrima, kulit dan mukosa pucat, dingin,
sianosis.
4) Disability
Menilai kesadaran dengan Cepat, hanya respon terhadap nyeri atau sama sekali tidak
sadar yakni dengan Teknik :
a) A : arlet
b) V : verbal
c) P : paint
d) U : unrespon
5) Exposure
Kaji tanda trauma seperti oedema, fraktur, ulkus dan lain-lain.
c. Pengakaji sekunder/secondary survey
1) Riwayat Kesehatan
a) Keluhan utama
Yang bisa muncul pada Pasien dengan ganguan siklus O2 dan CO2 antara lain : batuk,
peningkatan produksi sputum, dispnea, hemoptisis, wheezing, stridor, dan nyeri dada
b) Batuk (cough)

15
Yang perlu dikaji yaitu lamanya, bagaiman timbulnya, hubungannya dengan aktivitas,
adanya sputum atau dahak. Peningkatan produksi sputum ; meliputi warna,
konsistensi, bau, jumlah karena hal itu menunjukan keadaan dari proses patologis. Jika
ada Infeksi sputum akan berwarna kuning atau hijau, kuning atau kelabu, dan jernih.
Jika edema paru, sputum berwarna merah muda karena mengandung darah dalam
jumlah yang banyk.
e) Dispnea
Merupakan persepsi kesulitan bernapas/napas pendek dan sebagai perasaan subjektif
Pasien. Yang perlu dikaji, Apakah Pasien sesak saat berjalan, dll.
f) Chest pain
Nyeri dada bisa berkaitan dengan masalah jantung seperti gangguan konduksi
(disritmia), perubahan kardiak output, kerusakan fungsi katup, atau infrak, dll. Paru
tidak memiliki saraf yang sensitive terhadap nyeri tapi saraf itu dimiliki oleh iga, otot
pleura parietal, dan percabangan trakheobronkhial.
2) Riwayat Kesehatan sekarang
a) Waktu terjadinya sakit
b) Berapa lama sudah terjadinya sakit
c) Proses terjadinya sakit
d) Kapan mulai terjadinya sakit
e) Bagaimana sakit itu mulai terjadi
f) Upaya yang telah Dilakukan
g) Selama sakit sudah berobat kemana
h) Obat-obatan yang permah dikonsumsi
i) Hasil Pemeriksaan sementara/sekarang
j) TTV meliputi tekanan darah, suhu respirator rate, dan nadi
k) Adanya patifisiologi lain seperti saat diauskultasi adanya ronchi, wheezing.
3) Riwayat Kesehatan dulu
Riwayat merokok, yaitu sebagai penyebab utama kanker paru-paru, emfisema, dan
bronchitis kronis. Anamnesa harus mencukupi : usia mulai merokok secara rutin, rata-
rata jumlah merokok yang dihisap seriap hari, usia menghentikan kebiasaan merokok.
a) Pengobatan saat ini dan masa lalu
b) Alergi
c) Tempat tinggal
d) Riwayat kesehaan keluarga

16
Tujuan Pengkajian ini : penyakit Infeksi tertentu seperti TBC ditularkan melalui orang
ke orang. Kelainan alergi seperti asma bronchial, menunjukan suatu predisposisi
keturunan tertentu. Asma bisa juga terjadi akibat konflik kelaurga. Pasien bronchitis
kronis mungkin bermukim didaerah yang tingkat polusi udaranya tinggu. Polusi ini
bukan sebagai penyebab timbulnya penyakit tapi bisa memperberat.
4) Genogram
5) Riwayat Kesehatan lingkungan
6) Pola fungsi Kesehatan (Gordon)
7) Pemeriksaan fisik
Inspeksi. Mengamati dari kepala sampai ujung kaki klien untuk mengkaji kulit warna
menbran mukosa, penampilan umum, tingkat kesadaran, keadekuat sirkulasi sistemik,
pola pernapasan, dan gerak dinding dada.
Palpasi. Dilakukan dengan meletekan tumit tangan Pemeriksaan mendatar diatas dada
klien. Saat palpasi, perawat menilai adanya fremitus taktil pada dada dan punggung
klien dengan memintanya menyebut “tujuh-tujuh” secara berulang. Jika klien
mengikuti instruksi tersebut secara tepat, perawat akan merasakan adanya getaran
pada telapak tangannya selain itu palpasi Dilakukan untuk meraba adanya benjolan
diaksila dan jaringan payudara. Palpasi pada ekstrimitas menghasilan data tentang
sirkulsi perifer, adanya nadi perifer temperature kulit, warna dan pengisian kapiler.
Perkusi. Perkusi Dilakukan untuk menentukan ukuran dan Bentuk organ dalam serta
untuk mengkaji adanya abnormalitas, cairan atau udara dalam paru. Perkusi sendiri
Dilakukan dengan menekan jari tengah Pemeriksaan mendatar diatas dada klien.
Kemudian jari tesebut diketuk-ketuk dengan menggunkan ujung jari tengah atau jari
telunjuk tengah sebelahnya. Normalnya, dada menghasilkan bunyi responan. Pada
penyakit tertentu (misalnya pneumotoraks, emfisema) adanya udara pada dada atau
paru-paru menimbulkan bunyi hipersonan atau bunyi drum.
Auskultasi. Auskultasi adalah proses mendengarkan suara yang dihasilkan dalam
tubuh. Auskultasi dapat Dilakukan langsung dengan mengunakan stetoskop. Bunyi
yang terdengar digambarkan berdasarkan nada, intensitas, dan kualitasnya. Untuk
mendapatkan hasil yang lebih valid dan akurat, auskultasi sebaiknya Dilakukan lebih
dari satu kali.
Pada Pemeriksaan fisik paru, auskultasi Dilakukan untuk mendengarkan bunyi
napas vesikuler, bronkial, bronkuvesikuler, ronchi. Juga untuk mengetahui adanya
bunyi napas serta lokasi dan waktu terjadinya Menurut (Wahit Iqbal Mubarak,2015)

17
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia
(status Kesehatan atau risiko perubahan pola ) dari individu atau kelompok dimana
perawat secara akontabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara
pasti untuk menjaga status Kesehatan membatasi, mencegah dan merubah.
Diagnose keperawatan yang muncul pada Pasien PPOK menurut nanda nic noc 2018-
2020
a. Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan ventilasi
perfusi, gas darah abnormal, pH arteri abnormal
b. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhungun dengan bronkokontriksi,
Peningkatan produksi sputum, batuk tidak efektif, kelemahan/berkurang tenaga
dan Infeksi bronkopulmonal.
c. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi, keletihan otot
pernapasan
d. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan dengan asupan
diet kurang, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
e. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan
kebutuhan oksigen, imobilitas

3. Perencanaan keperwatan
Perencanaan keperawatan adalah pedoman tertulis untuk melaksanakan
tindakan keperawatan dalam membantu pasien dalam memecahkan maslah serta
memenuhi kebutuhan kesehatannya dan mengkoordinir staf perawatan dalam ,
(Nursalam 2013).
Intervensi dan Rasional (Wilkinson, J., & Ahern Nancy, 2017)
a. Diagnosa I : Hambatan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi perfusi, gas darah abnormal, pH arteri abnormal
Tujuan : Mempermudah pertukaran gas
Kriteria hasil :
1) Pasien menunujukkan perbaikan ventilasi dengan oksigenasi jaringan
adekuat dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distres
pernafasan
Intervensi & Rasional
1) Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, suara nafas, penggunaan otot bantu
pernafasan
18
Rasional : Bronkhospasme di deteksi ketika terdengan mengi saat
diauskultasi dengan stetoskop. Peningkatan pembentukan
mukus sejalan dengan penurunan aksi mukosiliaris menunjang
penurunan lebih lanjut diameter
2) Observasi TTV dan irama jantung dan tingkat kesadaran
Rasional : takikardi, disritmia, dan perubahan tekanan darah dapat
menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada fungsi jantung
3) Ajarkan cara pengeluaran sputum
Rasional : Banyaknya sekresi yang kental dan tebal merupakan sumber
utama gangguan pertukaran gas pada jalan nafas
4) Lakukan fisiotherapi dada
Rasional : setelah inhalasi brokhodilator nebulazer, pasien disarankan untuk
meminum air putih untuk lebih mengencerkan sekresi
5) Kolaborasi untuk pemantauan analisis darah
Rasional : Sebagai bahan evaluasi untuk melakukan intervensi

b. Diagnosa II : Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhungun dengan


bronkokontriksi, Peningkatan produksi sputum, batuk tidak
efektif, kelemahan/berkurang tenaga dan Infeksi
bronkopulmonal.
Tujuan : Mempertahankan kepatenan jalan nafas
Kriteria hasil :
1) Pasien dapat melakukan batuk efektif
2) Pasien dapat mengeluarkan sekret
3) Pada pemeriksaan auskultasi paru, tidak ada sara nafas tambahan
Intervensi & Rasional :
1) Kaji prekuensi pernafasan
Rasional : untuk mengetahui frekuensi pernafasan pasien sudah dalam
rentang normal atau belum
2) Observasi TTV
Rasional : sesak dapat terlihat dengan peningkatan respirasi
3) Ajarkan batuk efektif
Rasional : Batuk yang efektif memeperbaiki fungsi pernafasan,
memperbaiki ketahanan dan kekuatan otot pernafasan
sehingga mempermudah pengeluaran sekret
19
4) Berikan posisi semi fowler
Rasional : Meningkatkan ekspansi paru
5) Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian mukolitik dan
ekspektoran
Rasional : Mukolitik adalah golongan obat yang bekerja dengan cara
memecah ikatan - ikatan kimia mukoprotein dan
mukopolisakarida pada dahak sehingga dahakn menjadi lebih
encer dan tidak lengket

c. Diagnosa III : Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan hiperventilasi,


keletihan otot pernapasan
Tujuan : Pola nafas efektif
Kriteria hasil :
1) Pasien menunjukkan jalan nafas paten (irama nafas, frekuensi pernafasan
dalam rentang normal, tidak ada suara nafas tambahan
Intervensi & Rasional
1) Kaji Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan, suara nafas, penggunaan otot
bantu pernafasan
Rasional : Bronkhospasme di deteksi ketika terdengan mengi saat
diauskultasi dengan stetoskop
2) Observasi TTV (tekanan darah, pernafasan, suhu, nadi)
Rasional : sesak dapat terlihat dengan peningkatan respirasi
3) Dorong pasien latihan batuk efektif
Rasional : Batuk yang terkontrol dan efektif dapat memudahkan
pengeluaran sekret di jalan nafas
4) Berikan posisi semi fowler
Rasional : meningkatkan expansi paru
5) Kolaborasi pemberian oksigen
Rasional : untuk mengurangi sesak nafas

d. Diagnosa IV : Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhungan


dengan asupan diet kurang, ketidakmampuan mengabsorpsi nutrient
Tujuan : Meningkatkan asupan nutrisi
Kriteria hasil :
20
1) Peningkatan nafsu makan
2) Tidak ada penurunan berat badan yang berarti, HB dalam batas normal (L:
13-18 P: 11,5-16,5), Hasil perhitungan IMT dalam batas normal (IMT=
18,5-25,0), Nilai transferin dalam batas normal
Intervensi & Rasional
1) Kaji intake makanan
Rasional : untuk mengetahui pola makan/kebiasaan makan pasien karena
pasien sering cenderung berat badan menurun
2) Observasi Berat badan sesuai indikasi dan bunyi usus
Rasional : memantau adanya penurunan berat badan dan peningkatan atau
penurunan peristaltik usus
3) Ajurkan pasien untuk makan sedikit tetapi sering dan dalam keadaan
hangat
Rasional : membantu mencegah distensi gaster dan ketidaknyamanan serta
meningkatkan nafsu makan
4) Berikan perawatan oral hygiene
Rasional : Kebersihan oral dapat meningkatkan nafsu makan
5) Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Untuk menentukan diet pasien yang memenuhi asupan kalori
dan nutrisi yang optimal

e. Diagnosa V : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan


antara suplai dan kebutuhan oksigen, imobilitas
Tujuan : Dapat melakukan aktivitas secara bertahap
Kriteria hasil :
1) Pasien tidak merasa sesak nafas dan letih setelah beraktivitas
2) Pasien mampu melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri
3) TTV dalam batas normal (TD,Nadi, Suhu, Pernafasan)
Intervensi & Rasional :
1) Kaji kemampuan pasien dalam melakukan aktivitas
Rasional : untuk mengetahui kemampuan pasien dalam beraktivitas
2) Observasi TTV
Rasional : menetahui ada tidaknya perubahan status pernafasan sebelum dan
sesudah beraktivitas
3) Bantu pasien identifikasi penyebab keletihan
21
Rasional : agar pasien mengetahui penyebab keletihan setelah beraktivitas
4) Atur cara aktivitas klien sesuai kemampuan
Rasional : Pasien dengan PPOK mengalami penurunan toleransi terhadap
olahraga pada periode yang pasti dalam satu hari, hal ini tampak
pada pagi hari karena sekresi bronkial dan edema menumpuk
dalam paru selama malam hari
5) Kolaborasi untuk pemberian terapi obat
Rasional : untuk memberikan terapi farmakologi

22
23

Anda mungkin juga menyukai