Anda di halaman 1dari 28

TUGAS

ASKEP PADA PASIEN GAGAL GINJAL KRONIS

Mata Kuliah : KMB I

Dosen Pengampuh :NELA PUSPITA NINGRUM, S.Kep,Ns.

Disusun Oleh : Kelompok 5

Ade Rido Fauzi Tuhuteru


Ani Morib
Ayu Wandira Lepertery
Amelia Kadepa
Calvin William Pandiangan
Jerlince Gobay
Serly Yanti Ratunara
Ferdinando Makai
Rosalina Yaporau
Irma

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAYAPURA

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN TIMIKA

KABUPATEN MIMIKA

TAHUN 2022/2023

1
Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa.Atas rahmat dan karunia-Nya, kami
dapat menyelesaikan tugas ini guna memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah KMB I dengan judul:
“Asuhan Keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronis”.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak pihak
yang dengan tulus memberikan doa, saran dan kritik sehingga makalah ini dapat terselesaikan.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki.Oleh karena itu, kami mengharapkan segala
bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi perkembangan dunia pendidikan.

Timika,6 September 2022

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Cover...............................................................................................................................i

Kata Pengantar................................................................................................................i

Daftar Isi.........................................................................................................................ii

BAB I PENDAHULAN

A. Latar Belakang....................................................................................................1
B. Tujuan.................................................................................................................1
C. Rumusan masalah...............................................................................................2
D. Manfaat...............................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN

1. Definisi Gagal Ginjal Kronis..............................................................................3


2. Anatomi fisiologi Gagal Ginjal Kronis...............................................................3-5
3. Etiologi Gagal Ginjal Kronis..............................................................................5-7
4. Manifestasi Klinis Gagal Ginjil Kronis..............................................................7
5. Patofisiologi........................................................................................................7
6. Pemeriksaan Penunjang......................................................................................8
7. Penanganan medis dan keperawatan Gagal Ginjal Kronis.................................8-9
8. Pathway penyakit Gagal Ginjal Kronis...............................................................10
BAB III KONSEP DASAR KEPERAWATAN
1. Pengkajian...........................................................................................................11
2. Diagnosa..............................................................................................................11-12
3. Intervensi.............................................................................................................12-13
4. Implementasi.......................................................................................................13
5. Evaluasi...............................................................................................................13-14

BAB IV PENUTUP
1. Kesimpulan.........................................................................................................15
2. Saran...................................................................................................................15

DAFTAR PUSTA

3
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ginjal merupakan organ penting yang berfungsi menjaga komposisi darah dengan mencegah
menumpuknya limbah serta mengendalikan keseimbangan cairan dalam tubuh, menjaga keseimbangan
elektrolit seperti sodium, potassium, dan fosfat tetap stabil, serta memproduksi hormone dan enzim yang
membantu dalam mengendalikan tekanan darah, membuat sel darah merah dan menjaga tulang tetap kuat.
Penyakit Ginjal Kronik (PGK) merupakan masalah kesehatan masyarakat global dengan prevalensi dan
insiden gagal ginjal yang meningkat, prognosis yang buruk dan biaya yang tinggi. Prevalensi penyakit
ginjal kronik meningkat seiring meningkatnya jumlah penduduk usia lanjut dan kejadian penyakit diabetes
mellitus serta hipertensi (Infodatin, 2017).

Secara definisi, gagal ginjal kronis (GGK) disebut juga sebagai Chronic Kidney Disease (CKD).
Gagal ginjal kronis atau penyakit gagal ginjal stadium akhir adalah gangguan fungsi renal yang progresif
dan irreversible dimana kemapuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan serta elektrolit sehingga menyebabkan uremia yaitu retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam
darah (Smeltzer & Bare, 2013).

Gagal ginjal kronis merupakan penyakit pada ginjal yang perisisten (berlangsung lebih dari 3
bulan) dengan kerusakan ginjal dan kerusakan Glomerular Fitration Rate (GRF) dengan angka GRF lebih
dari 60 ml/menit/1.73 m2 (Prabowo & Pranata, 2014).Sindrom uremik adalah suatu kompleks gejala yang
terjadi akibat atau berkaitan dengan retensi metabolik nitrogen karena ginjal. Manisfestasi pada saluran
cerna dari uremia dapat menyebabkan pasien sangat terganggu. Anoreksia, mual dan muntah merupakan
gejala yang seringkali menjadi gejala-gejala awal penyakit. Gejala-gejala ini ikut bertanggung jawab atas
penurunan berat badan yang cukup besar pada pasien gagal ginjal kronik. Nausea adalah perasaan tidak
nyaman pada bagian belakang tenggorokan atau lambung yang dapat mengakibatkan muntah. Penyakit
ginjal kronik merupakan masalah kesehatan dunia dengan peningkatan insidensiprevalensi serta tingkat
morbiditas dan mortalitas. Prevalensi global telah meningkat setiap tahunnya.

4
Menurut data World Health Organizatio(WHO),penyakit ginjal kronik telahmenyebabkan
kematian pada 850.000 orang setiap tahunnya angka tersebut menunjukkan bahwa penyakit ginjal kronik
menduduki peringkat ke-12 tertinggi sebagai penyebab angka kematian dunia (Rajiv, 2016).

B.RUMUSAN MASALAH
Bagaimana asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien dengan Gagal Ginjal Kronis?

C.Tujuan
Mengetahui asuhan keperawatan yang dilakukan terhadap pasien dengan diagnos Gagal Ginjal Kronik

D.Manfaat
Terkait dengan tujuan, maka makalah ini diharapkan dapat memberi manfaat :

1. Dari segi akademis, hasil studi ini merupakan sumbangan bagi ilmu
pengetahuan,khususnya dalam hal asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Gagal
Ginjal Kronis.
2. Dari segi praktisi, makalah ini akan bermanfaat bagi :
1) Bagi Pelayanan Di Rumah Sakit
Hasil studi kasus ini, dapat di jadikan masukan bagi pelayanan di rumah sakitagar
dapat melakukan asuhan keperawatan bagi klien dengan diagnosa medis Gagal
Ginjal Kronis.
2) Untuk Penulis
Hasil makalah ini dapat menjadi salah satu rujukan bagi penulis berikutnya,yang
akan melakukan studi kasus asuhan keperawatan pada klien dengandiagnosa
medis Gagal Ginjal Kronis.
3) Untuk Keluarga Klien
Hasil makalah ini dapat menjadi acuan keluarga dalam merawat anggota keluarga
yang mengalami Gagal Ginjal Kronis.

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Definisi Gagal Ginjal Kronis

Gagal ginjal yaitu ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan
komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi
dua kategori yaitu kronik dan akut.Penyakit ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal yang
progresif dan lambat pada setiap nefron (biasanya berlangsung beberapa tahun dan tidak
reversible).Penyakit ginjal kronik seringkali berkaitan dengan penyakit kritis, berkembang cepat dalam
hitungan beberapa hari hingga minggu, dan biasanya reversible bila pasien dapat bertahan dengan
penyakit kritisnya,(Price & Wilson, 2006 dalam Nanda Nic-Noc, 2015).

Penyakit ginjal kronik (Chronic Kidney Desease) adalah keadaan dimana terjadi penurunan
fungsi ginjal yang cukup berat secara perlahan-lahan (menahun) disebabkan oleh berbagai penyakit
ginjal.Peyakit ini bersifat progresif dan umumnya tidak dapat pulih kembali (irreversibel). Gejala
penyakit ini umumnya adalah tidak ada nafsu makan,mual,muntah, pusing,sesak nafas,rasa
Lelah,edema pada kaki dan tangan serta uremia.Apabila nilai Glomerulo Filtration Rate (GFR) atau Tes
Kliren Kreatinin (TKK) < 25 ml/menit, diberikan Diet Rendah Protein (Almatsier, 2004).

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah penurunan faal ginjal yang menahun mengarah pada
kerusakan jaringan ginjal yang tidak reversible dan progressif.Adapun GGT (Gagal Ginjal Terminal)
adalah fase terakhir dari Gagal Ginjal Kronik (GGK) dengan faal ginjal sudah sangat buruk. Kedua hal
tersebut bisa dibedakan dengan tes klirens kreatinin (Irwan, 2016).

1. Anatomi Fisiologi

6
Ginjal merupakan organ yang berada di rongga abdomen, berada di belakang peritoneum, dan terletak di
kanan kiri kolumna vertebralis sekitar vertebra T12 hingga L3.Ginjal pada orang dewasa berukuran panjang 11-
12 cm, lebar 5-7 cm, tebal 2,3-3 cm, berbentuk seperti biji kacang dengan lekukan mengahadap ke dalam, dan
berukuran kira-kira sebesar kepalan tangan manusia dewasa. Berat kedua ginjal kurang dari 1% berat seluruh
tubuh atau kurang lebih antara 120-150 gram.Kedua ginjal dibungkus oleh dua lapisan lemak yaitu lemak
pararenal dan lemak perirenal yang dipisahkan oleh sebuah fascia yang disebut fascia gerota. Dalam potongan
frontal ginjal, ditemukan dua lapisan ginjal di distal sinus renalis, yaitu korteks renalis (bagian luar) yang
berwarna coklat gelap dan medulla renalis (bagian dalam) yang berwarna coklat terang di bagian sinus renalis
terdapat bangunan berbentuk corong yang merupakan kelanjutan dari ureter dan disebut pelvis renalis. Masing-
masing pelvis renalis membentuk dua atau tiga kaliks rmayor dan masing-masing kaliks mayor tersebut akan
bercabang lagi menjadi dua atau tiga kaliks minor.Vaskularisasi ginjal berasal dari arteri renalis yang merupakan
cabang dari aorta abdominalis di distal arteri mesenterica superior.Arteri renalis masuk ke dalam hillus renalis
bersama dengan vena,ureter pembuluh limfe,dan nervus kemudian bercabang menjadi arteri interlobaris.
Memasuki struktur yang lebih kecil, arteri interlobaris ini berubah menjadi arteri interlobularis lalu akhirnya
menjadi arteriola aferenyang Menyusun glomerulusGinjal mendapatkan persarafan melalui pleksus renalis yang
seratnya berjalan bersama dengan arteri renalis. Impuls sensorik dari ginjal berjalan menuju korda spinalis
segmen T10-11 dan memberikan sinyal sesuai dengan level dermatomnya. Oleh karena itu, dapat dimengerti
bahwa nyeri di daerah pinggang (flank) bisa merupakan nyeri alih dariginjal.
Gmbr. Anatomi Ginjal

Ginjal memerankan berbagai fungsi tubuh yang sangat penting bagi kehidupan,yakni menyaring (filtrasi) sisa hasil
metabolisme dan toksin dari darah sertmempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit yang kemudian dibuang
melalui urine.Pembentukan urin adalah fungsi ginjal yang paling esensial dalam mempertahankan homeostatis
tubuh. Pada orang dewasa sehat, kurang lebih 1200 ml darah, atau 25% cardiacoutput, mengalir ke kedua ginjal.
Pada keadaan tertentu, aliran darah ke ginjal dapatmeningkat hingga 30% (pada saat latihan fisik) dan menurun
hingga 12% dari cardiacoutput.Proses pembentukan urine yang pertama terjadi adalah filtrasi, yaitu penyaringan
darah yang mengalir melalui arteria aferen menuju kapiler glomerulus yang dibungkus kapsula bowman untuk
7
menjadi filtrat glomerulus yang berisi zat-zat ekskresi. Kapiler glomerulus tersusun atas sel endotel, membrana
basalis dan sel epitel. Kapiler glomeruli berdinding porous (berlubang-lubang), yang memungkinkan terjadinya
filtrasi cairandalam jumlah besar (± 180 L/hari). Molekul yang berukuran kecil (air, elektrolit, dan sisametabolisme
tubuh, di antaranya kreatinin dan ureum) akan difiltrasi dari darah, sedangkan molekul berukuran lebih besar
(protein dan sel darah) tetap tertahan di dalam darah. Oleh karena itu, komposisi cairan filtrat yang berada di kapsul
Bowman, mirip denganyang ada di dalam plasma, hanya saja cairan ini tidak mengandung protein dan sel
darah.Volume cairan yang difiltrasi oleh glomerulus setiap satuan waktu disebut sebagai rerata filtrasi glomerulus
atau Glomerular Filtration Rate (GFR). Selanjutnya cairan filtrat akan direabsorbsi dan beberapa elektrolit akan
mengalami sekresi di tubulus ginjal, yangkemudian menghasilkan urine yang akan disalurkan melalui duktus
koligentes.Proses dari reabsorbsi filtrat di tubulus proksimal, ansa henle, dan sekresi di tubulus distal terus
berlangsung hingga terbentuk filtrat tubuli yang dialirkan ke kalises hingga pelvis ginjal.

Ginjal merupakan alat tubuh yang strukturnya amat rumit, berperan penting dalam pengelolaan berbagai faal utama
tubuh. Beberapa fungsi ginjal:

a) Regulasi volume dan osmolalitas cairan tubuh


b) Regulasi keseimbangan elektrolit
c) Regulasi keseimbangan asam basa
d) Ekskresi produk metabolit dan substansi asing
e) Fungsi endokrin
-Partisipasi dalam eritropoiesis
-Pengatur tekanan arteri
f) Pengaturan produksi 1,25-dihidroksi vitamin D3
g) Sintesa glukosa

2..Etiologi Gagal Ginjal Kronis

a.Etiologi

Menurut Ariani (2016), PGK disebabkan oleh beberapa penyebab, yaitu:

1) Gangguan ginjal pada penyakit diabetes: Glukosa tinggi dalam darah


menyebabkan ginjal tidak dapat menyaring kotoran dan dapat merusak
penyaringan dalam ginjal.
2) Gangguan ginjal pada penyakit hipertensi: Tek kanan darah tinggi dapat merusak
organ tubuh. Hipertensi dapat merusak ginjaldengan menekan pembuluh darah
kecil sehingga dapat menghambat proses penyaringan dalam ginjal.
3) Gangguan ginjal polisistik: Organ ginjal membesar dari ukuran normal karena

8
adanya massa kista.
4) Lupus Eritematosus Sistemik: Menyerang sistem kekebalan tubuh dan
menyerang ginjal sebagai jaringan yang asing.
5) Radang ginjal: Batu ginjal dan gangguan prostat memicu gagal.
6) Penggunaan obat-obatan dalam jangka waktu yang panjang memicu terjadinya
gagal ginjal.
b.Tanda dan Gejala
1) Gangguan kardiovaskular : hipertensi, nyeri dada, sesak nafas akibat
perikarditis, efusi perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan,
gangguan irama jantung dan edema.
2) Gangguan pulmoner : nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental
dan riak, suara krekels.
3) Gangguan gastrointestinal : anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan
dengan metabolisme protein dalam usus, perdarahan pada saluran
gastrointestinal, ulserasi dan perdarahan mulut, nafas bau amonia.
4) Gangguan muskuloskeletal : restless leg sindrom (pegal pada kaki sehingga
selalu digerakkan), burning feet sindrom ( rasa kesemutan dan terbakar,
terutama di telapak kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot-otot
ekstremitas).
5) Gangguan integumen : kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuningkuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal-gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh.
6) Gangguan cairan elektrolit dan keseimbangan asam basa : biasanya retensi garam dan air tetapi
dapat juga terjadi kehilangan natrium dan dehidrasi,asidosis, hiperkalemia, hipoksemia.
7) Gangguan endokrin : gangguan seksual (libido fertilitas dan ereksi menurun),
gangguan menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan metabolik lemak dan vita
min D.
8) Sistem hematologi : anemia disebabkan karena berkurangnya produksi eritopoetin, sehingga
rangsangan eritopoesis pada sum-sum tulang berkuranghemolisis akibat berkurangnya masa hidup
eritrosit dalam suasana uremiatoksik, dapat juga terjadi gangguan fungsi trombosis dan trombositopeni.

c. Klasifikasi

Pengklasifikasian stadium PGK berdasarkan LFG masih cukup baku (NKFK/DOQI, 2016). Klasifikasi stadium
PGK berdasarkan LFG terlihat pada table berikut:

9
3. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala yang sering muncul pada sesorang yang menderita gagal ginjal

kronis menurut Nuari (2017), yaitu:

1. Kardiovaskuler yang terdiri dari hipertensi, pitting edema, edema periorbital,friction rub perikardial,
pembesaran vena leher

a. Gastrointestinal terdiri dari Pendarahan saluran GI, anoreksia, mual dan

muntah, konstipasi/ diare, nafas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan padamulut.

b. Pulmoner terdiri dari nafas dangkal, kusmau, krekel’s.


c. Integumen terdiri dari kulit kering, bersisik, warna kulit menjadi abu-abu mengkilat, ekimosis,
pruritus, rambut tipis dan kasar, kuku titps dan rapuh.
d. Muskulokeletal yaitu kehilangan kekuatan otot, fraktur tulang, foot drop, kram otot.
e. Reproduksi yaitu atrofi testis, amenore (Nuari, 2017)

4. Patofisiologi

Menurut Bayhakki (2013), patogenesis gagal ginjal kronik melibatkan penurunan dan kerusakan
nefron yang diikuti kehilangan fungsi ginjal yang progresif. Total laju filtrasi glomerulus (LFG) menurun
dan klirens menurun, BUN dan kreatinin meningkat. Nefron yang masih tersisa mengalami hipertrofi
akibat usaha menyaring jumlah cairan yang lebih banyak. Akibatnya, ginjal kehilangan kemampuan
memekatkan urine. Tahapan untuk melanjutkan ekskresi, sejumlah besar urine dikeluarkan, yang
menyebabkan klien mengalami kekurangan cairan. Tubulus secara bertahap kehilangan kemampuan
menyerap elektrolit. Biasanya, urine yang dibuang mengandung banyak sodium sehingga terjadi poliuri
10
(Veronika, 2017). Pada gagal ginjal kronik, fungsi ginjal menurun secara drastis yang berasal dari nefron.
Insifisiensi dari ginjal tersebut sekitar 20% sampai 50% dalam hal GFR 18 (Glomerular Filtration Rate).
Pada penurunan fungsi rata-rata 50% , biasanya muncul tanda dan gejala azotemia sedang, poliuri,
nokturia, hipertensi dan sesekali terjadi anemia. Selain itu, selama terjadi kegagalan fungsi ginjal maka
keseimbangan cairan dan elektrolit pun terganggu. Pada hakikatnya tanda dan gejala gagal ginjal kronis
hampir sama dengan gagal ginjal akut, namun awitan waktunya saja yang membedakan. Perjalanan dari
gagal ginjal kronis membawa dampak yang sistemik terhadap seluruh sistem tubuh dan sering
mengakibatkan komplikasi.

5. Komplikasi

Komplikasi yang dapat dtimbulkan dar penyakit gagal ginjal kronik adalah (Baughman, 2000): 1.
Penyakit tulang Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan mengakibatkan
dekasifilkasi matriks tulang, sehinggal tulang akan menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung
lama makan menyebabkan phatologis. 2. Penyakit Kardiovaskuler Ginjal sebagai kontrol sirkulasi
sistemik akan berdampak secara sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, inteloransi glukosa, dan
kelainan himodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri). 3. Anemia 19 Selain berfungsi sebagai
sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang
mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin. 4. Disfungsi seksual Dengan
gangguan sirkulasi pada ginjal, maka libido sering mengalami penurunan dan terjadi impotensi pada pria.
Pada wanita, dapat terjadi hiperprolaktinemia.

6. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronis menurut Doenges (2000) dalam penelitian
Kardiyudiani & Susanti (2019) adalah sebagai berikut: a. Urine : Volume, biasanya kurang dari 400 ml/24
jam (oliguria) atau urine tidak ada (anuria). Warna secara abnormal urine keruh disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat. Berat jenis urine : kurang dari 1,015, kreatinin menurun.
Natrium: lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi natrium. Protein: derajat
tinggi proteinuria , terdapat oedem3-4+, secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus.

b. Menurut Bauldoff (2011) pemeriksaan pada:

1) Darah : BUN dan serum kreatinin digunakan untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan menilai
perkembangan kerusakan ginjal. Nilai BUN 20-50 mg/dl menandakan azotemia ringan; level lebih besar

11
dari 100 mg/dl mengindikasikan kerusakan ginjal berat; level BUN berkisar ≥200 mg/dl menjadi gejala
uremia. Nilai serum kreatinin ≥ 4 mg/dl mengindikasi bahwa teradi kerusakan ginjal serius (Najikhah &
Warsono, 2020)

2) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia

3) Sel darah merah, menurun pada defisien eritropoetin seperti azotemia.

4) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi karena kehilangan kemampuan ginjal
untuk mengeksresi hydrogen dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun, PaCO2
menurun.

5) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan seluler (asidosis) atau
pengeluaran jaringan)

6) Kalsium menurun

7) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan kehilangan protein melalui
urine, perpindahan cairan, penurunan pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.

8) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama dengan urin.

c. Pemeriksaan radiologi

Pemeriksaan penunjang radiologis yang umumnya dilakukan pada pasien gagal ginjal kronis ialah
pemeriksaan ultrasonografi (USG). Ultrasonografi saat ini digunakan sebagai pemeriksaan pertama secara
rutin pada keadaan gagal ginjal untuk memperoleh informasi tentang parenkim, sistem collecting dan
pembuluh darah ginjal. Pemeriksaan USG pada ginjal untuk mengetahui adanya pembesaran ginjal,
kristal, batu ginjal, dan mengkaji aliran urin dalam ginjal. Ultrasonografi abdomen pada pasien gagal
ginjal kronis biasanya ditandai dengan korteks yang lebih hiperekoik hingga hampir sama dengan sinus
renalis. Selain itu dapat pula ditemukan ukuran ginjal yang mengecil dan batas korteks medula yang tidak
jelas. Pada pemeriksaan USG gambaran hiperekoik pada parenkim ginjal kanan dapat menimbulkan
kecurigaan adanya radang pada ginjal kanan. Normalnya, parenkim ginjal pada bagian korteks memiliki
sonodensitas yang lebih rendah dari pada hepar, sehingga bersifat hiperekoik. (Gani, Ali, & Paat, 2017)

12
7. Penanganan Medis Dan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik

Tujuan penanganan adalah menjaga keseimbangan cairan elektrolit dan

mencegah komplikasi, yaitu sebagai berikut (Muttaqin, 2011) :

a. Dialisis

Dialisis dapat dilakukan dengan mencegah komplikasi gagal ginjal yang serius,

seperti hyperkalemia, pericarditis, dan kejang. Dialisis memperbaiki abnormalitas

biokimia, menyebabkan cairan, protein dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,

menghilangkan kecenderungan perdarahan dan membantu penyembuhan luka.

Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terpi yang

bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan

kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah

sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga

kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2

jenis dialisis :

b. Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)

Hemodialisis atau HD adalah jenis dialisis dengan menggunakan mesin dialiser

yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada proses ini, darah dipompa keluar dari tubuh,

masuk kedalam mesin dialiser. Didalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat

racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk

dialisis), lalu setelah darah selesai di bersihkan, darah

13
dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di

rumah salit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.

c. Dialisis peritoneal (cuci darah melalui perut)

Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan

bantuan membrane peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu

dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.

d. Koreksi hiperkalemi

Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat

menimbulkan kematian mendadak. Hal pertama yang harus diingat adalah jangan

menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga

dapat didiagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka

pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na

Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.

e. Koreksi anemia

Usaha pertama harus ditujukan untuk mengatasi factor defisiensi,

kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.

Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb. Tranfusi

darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada infusiensi

coroner.

f. Koreksi asidosis

Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus dihindari.

Natrium Bikarbonat dapat diberikan peroral atau parenteral. Pada permulaan 100

14
mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika diperlukan dapat

diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga mengatasi asidosis.

g. Pengendalian hipertensi

Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa dan vasodilatator dilakukan.

Mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena

tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.

h. Transplantasi ginjal

Dengan pencakokkan ginjal yang sehat ke pasien gagal ginjal kronik,

maka seluruh faal ginjal diganti oleh ginjal yang baru.

8.Pathway Penyakit

15
C. Asuhan Keperawatan Pada Klien Endokarditis

1. Pengkajian
Pengkajian merupakan dasar utama proses perawatan yang akan membantu dalam

penentuan status kesehatan dan pola pertahanan pasien, mengidentifikasi kekuatan dan

kebutuhan pasien serta merumuskan diagnose keperawatan (Smeltezer and Bare, 2011 :

Kinta, 2012).

a. Identitas pasien

Meliputi nama lengkat, tempat tinggal, umur, tempat lahir, asal suku bangsa, nama

orang tua, pekerjaan orang tua.

b. Keluhan utama

Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan tidur,

takikardi/takipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma.

c. Riwayat kesehatan pasien dan pengobatan sebelumnya

16
Berapa lama pasien sakit, bagaimana penanganannya, mendapat terapi apa,

bagaimana cara minum obatnya apakan teratur atau tidak, apasaja yang dilakukan

pasien untuk menaggulangi penyakitnya.

d. Aktifitas/istirahat :

Kelelahan ekstrem, kelemahan, malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau

samnolen), kelemahan otot, kehilangan tonus, penurunan rentang gerak

e. Sirkulasi

Adanya riwayat hipertensi lama atau berat, palpatasi, nyeri dada (angina), hipertensi,

nadi kuat, edema jaringan umum dan pitting pada kaki, telapak tangan, nadi lemah,

hipotensi ortostatik menunjukkan hipovolemia, yang jarang pada penyakit tahap

akhir, pucat, kulit coklat kehijauan, kuning, kecenderungan perdarahan.

f. Integritas ego

Faktor stress, perasaan tak berdaya, taka da harapan, taka da kekuatan, menolak,

ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian.

g. Eliminasi

Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (pada gagal ginjal tahap lanjut), abdomen

kembung, diare, atau konstipasi, perubahan warna urine, contoh kuning pekat,

merah, coklat, oliguria.

h. Makanan/Cairan

Peningkatan berat badan cepat (oedema), penurunan berat badan (malnutrisi),

anoreksia, nyeriulu hati, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut

(pernapasan ammonia), penggunaan diuretic, distensi abdomen/asietes,

17
pembesaran hati (tahap akhir), perubahan turgor kulit/kelembaban, ulserasi gusi,

perdarahan gusi/lidah

i. Neurosensori

Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot/kejang, syndrome “kaki gelisah”, rasa

terbakar pada telapak kaki, kesemutan dan kelemahan, khususnya ekstremitas

bawah, gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,

ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat

kesadaran, stupor, kejang, fasikulasi otot, aktivitas kejang, rambut tipis, kuku rapuh

dan tipis

j. Nyeri/kenyamanan

Nyeri panggul, sakit kepala, kram otot/nyeri kaki dan perilaku berhati- hati/distraksi,

gelisah.

k. Pernapasan

Napas pendek, dyspnea, batuk dengan/tanpa sputum kental dan banyak, takipnea,

dyspnea, peningkatan frekuensi/kedalaman dan batuk dengan sputum encer (edema

paru).

l. Keamanan

Kulit gatal, ada/berulangnya infeksi, pruritus, demam (sepsis, dehidrasi),

normotermia dapat secara actual terjadi peningkatan pada pasien yang mengalami

suhu tubuh lebih rendah dari normal, petekie, area ekimosis pada kulit, fraktur

tulang, keterbatasan gerak sendi

m. Seksualitas

Penurunan libido, amenorea, infertilitas

18
n. Interaksi social

Kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja, mempertahankan fungsi

peran biasanya dalam keluarga.

o. Penyuluhan/Pembelajaran

Riwayat Diabetes Melitus (resiko tinggi untuk gagal ginjal), penyakit polikistik,

nefritis herediter, kalkulus urenaria, maliganansi, riwayat terpejan pada toksin,

contoh obat, racun lingkungan, penggunaan antibiotic nefrotoksik saat ini/berulang.

2. Diagnosis

Diagnosis keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons

pasien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya baik

yang berlangsung aktual maupun potensial. diagnosis keperawatan dibagi menjadi

dua jenis, yaitu diagnosis negatif dan diagnosis positif . diagnosis negatif

menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sakit atau beresiko mengalami sakit

sehingga penegakan diagnosis ini akan mengarahkan pemberian intervensi

keperawatan yang bersifat penyembuhan, pemulihan dan pencegahan. Diagnosis

ini terdiri atas Diagnosis Aktual dan Diagnosis Resiko. Sedangkan diagnosis

positif menunjukkan bahwa pasien dalam kondisi sehat dan dapat mencapai

kondisi yang lebih sehat dan optimal. Diagnosis ini disebut juga dengan Diagnosis

Promosi Kesehatan (ICNP, 2015)

Pada diagnosis aktual, indikator diagnostiknya terdiri atas penyebab dan

tanda/gejala. Pada diagnosis resiko tidak memiliki penyebab dan tanda/gejala,

hanya memiliki faktor resiko.

19
Diagnosa keperawatan ditegakkan atas dasar data pasien. Kemungkinan

diagnosa keperawatan dari orang dengan kegagalan ginjal kronis adalah sebagai

berikut (Brunner&Sudart, 2013 dan SDKI, 2016):

a. Hipervolemia

b. Defisit nutrisi

c. Nausea

d. Gangguan integritas kulit/jaringan

e. Gangguan pertukaran gas

f. Intoleransi aktivitas

g. Resiko penurunan curah jantung

h. Perfusi perifer tidak efektif

i. Nyeri akut

3. Perencanaan/Intervensi

Tahap perencanaan memberi kesempatan kepada perawat, pasien, keluarga,

dan orang terdekat pasien untuk merumuskan rencana tindakan keperawatan guna

mengatasi masalah yang dialami pasien. Tahap perencanaan ini memiliki

beberapa tujuan penting, diantaranya sebagai alat komunikasi antar sesama

perawat dan tim kesehatan lainnya, meningkatkan kesinambungan asuhan

keperawatan bagi pasien, serta mendokumentasikan proses dan kriteria hasil

asuhan keperawatan yang ingin dicapai. Unsur terpenting dalam tahap

perencanaan ini adalah membuat orioritas urutan diagnoa keperawatan,

merumuskan tujuan, merumuskan kriteria evaluasi, dan merumuskan intervensi

20
keperawatan (Asmadi, 2008).

Perencanaan asuhan keperawatan pada pasien Gagal Ginjal Kronik


(sumber: SIKI, 2018)

Diagnosa
No. Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan
1. Hipervolemia Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x8 Observasi:
jam maka hipervolemia 1. Periksa tanda dan gejala
hipervolemia (edema, dispnea,
meningkat dengan kriteria
suara napas tambahan)
hasil: 2. Monitor intake dan output cairan
1. Asupan cairan 3. Monitor jumlah dan warna urin
meningkat Terapeutik
2. Haluaran urin meningkat 4. Batasi asupan cairan dan garam
3. Edema menurun 5. Tinggikan kepala tempat tidur
4. Tekanan darah membaik Edukasi
5. Turgor kulit membaik 6. Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan cairan
Kolaborasi
7. Kolaborasai pemberian diuretik
8. Kolaborasi penggantian
kehilangan kalium akibat deuretik
9. Kolaborasi pemberian continuous
renal replecement therapy
(CRRT), jika perlu
2. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nutrisi
keperawatan selama 3x8 Observasi
jam diharapkan pemenuhan 1. Identifikasi status nutrisi
kebutuhan nutrisi pasien 2. Identifikasi makanan yang disukai
tercukupi dengan kriteria 3. Monitor asupan makanan
4. Monitor berat badan
hasil:
Terapeutik
1. intake nutrisi tercukupi 5. Lakukan oral hygiene sebelum
2. asupan makanan dan makan, jika perlu
cairan tercukupi 6. Sajikan makanan secara menarik
dan suhu yang sesuai
7. Berikan makanan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Edukasi
8. Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
9. Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
10. Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah kalori

21
Diagnosa
No. Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No. keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
keperawatan dan jenis nutrisi yang
untun menghindari
dibutuhkan, kulit terbakar
jika perlu
12.Anjurkan
11. Kolaborasi meminum
pemberian obat medikasi
Diagnosa Intervensi
pengontrol tekanan darah secara
No. Tujuan dan Kriteria Hasil sebelum makan
3. keperawatan
Nausea Setelah dilakukan tindakan Manajemen Mualteratur
keperawatan selama 3x8 7. Anjurkan
Kolaborasi
Observasi mandi dan
jam maka nausea membaik 13.Kolaborasi menggunakan sabun secukupnya
Diagnosa 1. Identifikasi pemberian
pengalaman mual
No. Tujuan
dengan dan Kriteria
kriteria hasil: Hasil 8.2.Intervensi
Anjurkan
Monitor
minum
kortikosteroid,
mual (mis.
airperlu
jika yang cukup
Frekuensi,
keperawatan 9. Anjurkan menghindari terpapar
9. Nyeri akut Setelah
1. Nafsudilakukan tindakan Manajemen
makan membaik durasi, dan Nyeri keparahan)
2. Keluhan mual menurun tentang
suhu caratingkat
ekstrem meningkatkan
keperawatan selama 3x8 Observasi
Terapeutik
3. asupan makanan
jamPucat
makamembaik
tautan nyeri 1. Identifikasifaktor
3. Kendalikan factorlingkungan
pencetus dan
4. Takikardia
meningkat membaik
dengantindakan
kriteria pereda nyeri
5. Gangguan Setelah dilakukan penyebab
Pemantauan (mis.respirasi
Bau tak sedap,
(60-100 kali/menit) 2. Monitor kualitas nyerivisual
pertukaran gas hasil:
keperawatan selama 3x8 suara, dan
Observasi rangsangan
7. Resiko Setelah dilakukan asuhan Perawatan
3. Monitor
yang tidak Jantung
lokasi dan
menyenangkan) penyebaran
1.
jamMelaporkan nyeri
diharapkan pertukaran 1. Monitor frekuensi, irama,
penurunan curah keperawatan selama 3x8 Observasi:
nyeri
4. Kurangi atau hilangkan keadaan
gas terkontrol meningkat
tidak terganggu dengak 1. kedalaman dan upaya napas
jantung diharapkan penurunan 4. Identifikasi
jamKemampuan
2. Monitorpola
penyebab tanda
intensitas
mual dannyeri
(mis. gejala
Kecemasan,
kriteria hasil: mengenali 2. Monitor primer penurunan
dengansaturasi
napas
menggunakan curah jantung
curah jantung
onset meningkat 3. ketakutan,
nyerimeningkat Monitor kelelahan)oksigenskala
1. Tanda-tanda vital dalam (mis. Dispnea, kelelahan)
3.
denganKemampuan
kriteria hasil: 4.5. Monitor durasi
Edukasi
Auskultasi bunyi dan napas frekuensi
rentang normal 2. Monitor
nyeri
5. Terapeutik tekanan darah
Anjurkan istirahat dan tidur
menggunakan teknik
2.1. Tidak
Kekuatan nadiotot
terdapat perifer
bantu 3.Teraupetik
Monitor
cukup saturasi oksigen
nonfarmakologis
meningkat 5. Atur interval pemantauan
napas Terapeutik:
6.
6. Ajarkan
Anjurkan Teknik
sering
meningkat membaik 4. respirasi sesuai kondisi pasien
3.2. Memlihara
Tekanan darahkebersihan Posisikan semi-fowler
nonfarmakologis untuk atau
4. Keluhan nyeri mmHg 6. membersihkan
100-130/60-90 Bersihkan sekret mulut,
pada kecuali
mulut dan
paru dan bebas dari fowler
mengurangi
jika merangsang rasamual
nyeri
penggunaan
3. tanda-tanda
Lelah menurun analgesik hidung, jika perlu
distress 5.
7. Berikan
7. Fasilitasi
Ajarkan terapi oksigen
istirahat
teknik dan tidurjika
nonfarmakologis
menurun 7. Berikan oksigen tambahan,
pernapasan Edukasi
Edukasi
untuk mengatasi mual(mis.
5. Meringismenurun
4. Dispnea menurun perlu
6.8. Ajarkan
Anjurkan teknik relaksasi
memonitor napas
6. Frekuensi nadi 16-24
dengan frekuensi 8. Relaksasi,
Dokumentasikan terapi hasil nyeri
musik,
dalam
secara mandiri
akupresur)
x/menit
membaik pemantauan
7.9. Anjurkan
Anjurkanberaktifitas
Kolaborasi menggunakan fisik sesuai
7. Pola nafas membaik Edukasi
toleransi
analgetiktujuansecara tepat
8. Kolaborasi
9. Jelaskan pemberian dan prosedur
8. Tekanan darah Kolaborasi
Kolaborasi
antiemetik,
pemantauan jika perlu
membaik 8.10.kolaborasi
Kolaborasi pemberian
pemberian antiaritmia,
obat
4. Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 10. Perawatan
Informasikan
jika perlu integritas kulit
hasil pemantauan
integritas kulit keperawatan selama 3x8 analgetik
Kolaborasi
Obsevasi
8. Perfusi perifer Setelah dilakukan tindakan Perawatan sirkulasi
tidak efektif jam diharapkan integritas
perawatan selama 3x8 jam 11.
1. Kolaborasi
Identifikasi
Observasi penentuan
penyebab dosis
gangguan
kulit oksigen
dengan 1. integritas kulit (mis. Perubahan
makadapat terjaga
perfusi perifer Periksa sirkulasi perifer (mis.
6. Intoleransi Setelah
kriteria dilakukan
hasil: tindakan sirkulasi,
Manajemen
Nadi perubahan
perifer, Energi
edema, status nutrisi)
pengisian
meningkat dengan kriteria Terapeutik
Aktivitas 1.keperawatan selama
Integritas kulit yang3x8 kapiler, warna, suhu)
baik Observasi
hasil: 2.
2.1. Ubah posisi tiap 2 jam
perubahan kulitjika tirah
jam toleransi
bisa aktivitas
dipertahankan Monitor kelelahan fisik
1. denyut nadi perifer
2.meningkat
Perfusi jaringan kriteria 3.2. baring
dengan baik Monitor panas,
pola dan kemerahan,
jam tidur nyeri
meningkat
3.hasil:
Mampu melindungi kulit 3.Terapeutik
Lakukan
atau bengkak pemijataan pada area
2. danWarna kulit pucat
mempertahankan 4. tulang, jika
Identifikasi perlu
faktorrentang gerak
1. Keluhan
menurun lelah menurun 4.3. Hindari
Lakukan
risiko
latihan
produk
gangguan berbahan dasar
kelembaban kulit pasif/aktif
2. Saturasi
3. Kelemahan oksigen
otot dalam alkohol
rentang Libatkan keluarga kering
4. sirkulasi pada kulit dalam
menurunnormal (95%- 5. Terapeutik Bersihkan
100%) kapiler melakukan aktifitas,dengan
perineal air
jika perlu
4. Pengisian hangat
5.Edukasi
Hindari pemasangan infus atau
3. membaik
Frekuensi nadi dalam Edukasi
pengambilan darah diaktifitas
area
5. Akral normal (60-100 6.5. Anjurkan
rentangmembaik Anjurkan melakukan
menggunakan pelembab
keterbatasan
secara bertahap perfusi
kali/menit)
6. Turgor kulit membaik 6. (mis. Lotion atau serum)
4. Dispnea saat 6. Hindari
Anjurkanpengukuran
keluarga untuk tekanan
darah
memberikan penguatan dengan
pada ekstremitas positif
beraktifitas dan setelah
keterbatasan perfusi
Kolaborasi
beraktifitas menurun
7. Lakukan pencegahan infeksi
(16-20 kali/menit)
8.7. Lakukan
Kolaborasi perawatan
dengan ahli kakigizi
dan
kuku 4. Imp
Edukasi lem
9. Anjurkan berhenti merokok
enta
10.Anjurkan berolahraga rutin
22 11.Anjurkan mengecek air mandi
si

Implementasi merupakan langkah keempat dalam proses asuhan


keperawatan dengan melaksanakan berbagai strategi kesehatan (tindakan
keperawatan) yang telah direncanakan dalam rencana tindakan keperawatan yang
di prioritaskan.

23
Proses pelaksanaan imolementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien,
faktor-faktor lain yang mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi
implementasi keperawatan dan kegiatan komunikasi (Kozier et al., 2010)
Menurut Purwaningsih & Karlina (2010) ada 4 tahap operasional yang harus
diperhatikan oleh perawat dalam melakukan implementasi keperawatan, yaitu
sebagai berikut :
a. Tahap Prainteraksi
Membaca rekam medis pasien, mengeksplorasi perasaan, analisis kekuatan dan
keterbatasan professional pada diri sendiri, memahami rencana keperawatan yang baik,
menguasai keterampilan teknis keperawatan, memahami rasional ilmiah dan tindakan
yang akan dilakukan, mengetahui sumber daya yang diperlukan, memahami kode etik dan
aspek hukum yang berlaku dalam pelayanan keperawatan, memahami standar praktik
klinik keperawatan untuk mengukur keberhasilan dan penampilan perawat harus
meyakinkan
b. Tahap Perkenalan
Mengucapkan salam, memperkenalkan nama, enanyakan nama, umur, alamat pasien,
menginformasikan kepada pasien tujuan dan tindakan yang akan dilakukan oleh perawat,
memberitahu kontrak waktu, dan memberi kesempatan pada pasien untuk bertanya
tentang tindakan yang akan dilakukan
c. Tahap Kerja
Menjaga privasi pasien, melakukan tindakan yang sudah direncanakan, hal- hal yang
perlu diperhatikan pada saat pelaksanaan tindakan adalah energy pasien,

24
pencegahan kecelakaan dan komplikasi, rasa aman, kondisi pasien, respon
pasien terhadap tindakan yang telah diberikan.
d. Tahap Terminasi
Beri kesempatan pasien untuk mengekspresikan perasaannya setelah dilakukan
tindakan oleh perawat, berikan feedback yang baik kepada pasien dan puji atas
kerjasama pasien, kontrak waktu selanjutnya, rapikan peralatan dan lingkungan pasein
dan lakukan terminasi, berikan salam sebelum menginggalkan pasien, lakukan
pendokumentasian

5. Evaluasi

Evaluasi merupakan suatu proses yang berkelanjutan untuk menilai efek


dari tindakan keperawatan pada pasien. Evaluasi dilakukan terus-menerus
terhadap respon pasien pada tindakan keperawatan yang telah dilakukan.
Evaluasi proses atau promotif dilakukan setiap selesai tindakan. Evaluasi
dapat dilakukan menggunakan SOAP sebagai pola pikirnya.
S : Respon subjektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
O : Respon objektif pasien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan.
A : Analisa ulang data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah teratasi, masalah teratasi sebagian, masalah tidak
teratasi atau muncul masalah baru.
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa pada respon
pasien

Adapun ukuran pencapaian tujuan pada tahap evaluasi meliputi:

a. Masalah teratasi, jika pasien menunjukkan perubahan sesuai dengan


tujuan dan kriteria hasil yang telah ditetapkan.
b. Masalah teratasi sebagian, jika pasien menunjukkan sebahagian dari
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
c. Masalah belum teratasi, jika pasien tidak menunjukkan perubahan dan
kemajuan sama sekali yang sesuai dengan tujuan dan kriteria hasil yang
telah ditetapkan
d. Muncul masalah baru, jika pasien menunjukkan adanya perubahan
kondisi atau munculnya masalah baru.
BAB IV

PENUTUP

1. Kesimpulan
Gagal ginjal kronik merupakan suatu penyakit yang berjalan progresif dan lambat
(berlangsung dalam beberapa tahun), dimulai dengan: penurunan cadangan ginjal,
insufisiensi ginjal, gagal ginjal, penyakit ginjal tingkat akhir yang disertai dengan
komplikasi-komplikasi target organ, dan akhirnya menyebabkan kematian. Untuk
memperlambat gagal ginjal kronik menjadi gagal ginjal terminal, perlu dilakukan
diagnosa dini, yaitu dengan melihat gambaran klinis, laboratorium sederhana, dan segera
memperbaiki keadaan komplikasi yang terjadi. Jika sudah terjadi gagal ginjal terminal,
pengobatan yang sebaiknya dilakukan adalah: dialisis dan transplantasi ginjal. Pengobatan
ini dilakukan untuk mencegah atau memperlambat tejadinya kematian.

2. Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, maka penulis memberikan saran sebagai berikut :
1) Pada Perawat
agar meningkatkan kualitas dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada klien dengan
gagal ginjal kronik dan meningkatkan pengetahuan dengan membaca buku-buku dan
mengikuti seminar serta menindak lanjuti masalah yang belum teratasi.
2) Pada Mahasiswa
Diharapkan dapat melaksanakan tekhnik komunikasi terapeutik agar kualitas
pengumpulan data dapat lebih baik sehingga dapat melaksanakan Asuhan Keperawatan
dengan baik

3) Pada Klien dan Keluarga


Diharapkan klien dapat melaksanakan anjuran dan penatalaksanaan pengobatan, diit,
terkontrol dan jika ada keluhan-keluhan segera menghubungi petugas kesehatan, baik
Puskesmas maupun Rumah Sakit terdekat..
DAFTAR PUSTAKA

Andra, S.W., & Yessie, M.P. (2013). KMB 1 Keperawatan Medikal Bedah
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha Medika

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta: ECG

PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan Keprawatan,
Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta:DPP PPNI

Anda mungkin juga menyukai