Anda di halaman 1dari 27

STASE KEPERAWATAN KRITIS (P2K2 III)

LAPORAN PENDAHULUAN PADA PASIEN DENGAN


CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

Disusun oleh :

M.Syafii Hadzami (19.20.3017)

Dosen Pembimbing

Candra Kusumanegara, S.Kep., Ns., M.Kep

UNIVERSITAS CAHAYA BANGSA BANJARMASIN


PROGRAM STUDI S1 ILMU KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2022/2023
i
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dengan judul :

“CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)”

Program Studi S1 Ilmu


Keperawatan Oleh :

M.Syafii Hadzami19.20.3017

Menyatakan bahwa Laporan Pendahuluan yang disusun telah diperiksa dan disetujui
untuk diujikan.

Banjarbaru, 01 Agustus 2022

Pembimbing Klinik Dosen Pembimbing

Risdianto, S.Kep.,Ns Candra Kusuma Negara, S.Kep., Ns., M.Kep

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan P2K2 III dalam stase Keperawatan
Kritis yang berjudul “STROKE NON HEMORAGIK (SNH)”.

Laporan ini dapat tersusun dengan baik berkat bantuan, bimbingan, masukan
dan motivasi dari banyak pihak. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih
yang tulus dan penghargaan yang tinggi kepada yang terhormat:
1. Bapak Candra Kusumanegara, S.Kep., Ns., M.Kep Selaku Dosen pembimbing
P2K2 III Keperawatan Kritis. klinik RSD Idaman Kota Banjarbaru Ruang Parkit.
2. Bapak Risdianto S.Kep.,Ns selaku Pembimbing klinik RSD Idaman Kota
Banjarbaru Ruang ICU.
3. Orangtua kami yang telah memberikan semangat untuk menyelesaikan laporan ini.

Mudah-mudahan amal baik mereka senantiasa mendapat pahala dan balasan


yang setimpal dari Allah Subhanahu Wa Ta’ala. Semoga laporan ini dapat bermanfaat
bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya. Amin yaa robbal a’lamin

Banjarbaru, 01 Agustus 2022

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................. 2
C. Tujuan................................................................................ 2

BAB II LANDASAN TEORI


A. Definisi ............................................................................. 3
B. Etiologi ............................................................................. 3
C. Manistefasi Klinis.............................................................. 4
D. Anatomi ............................................................................. 5
E. Fisiologi ............................................................................. 6
F. Patofisiologi....................................................................... 10
G. Pathway ............................................................................. 12
H. Pemeriksaan Fisik.............................................................. 13
I. Pemeriksaan Penunjang..................................................... 15
J. Penatalaksanaan Medis...................................................... 16
K. Analisa Data ...................................................................... 19
L. Diagnosa Keperawatan ...................................................... 20
M. Nursing Care Planing ........................................................ 20

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan proses kerusakan ginjal
selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal
kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi
cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan normal.
Pada derajat awal penyakit CKD belum menimbulkan gelaja dan tanda,
bahkan hingga laju filtrasi glomerulus sebesar 60% pasien masih asimtomatik
tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Keluhan yang
timbul pada fase ini biasanya berasal dari penyakit yang mendasari kerusakan
ginjal, seperti edema pada pasien dengan sindroma nefrotik atau hipertensi
sekunder pada pasien dengan penyakit ginjal polikistik. Kelainan secara klinis
dan laboratorium baru terlihat dengan jelas pada derajat 3 dan 4. Saat laju filtrasi
glomerulus sebesar 30%, keluhan seperti nokturia, badan lemah, mual, nafsu
makan berkurang dan penurunan berat.
Tingginya kasus CKD berpotensi pada tingginya kasus kematian,
penyebab kematian biasanya karena gagal ginjal tidak dapat ditanggulangi dan
ditambah dengan serangan jantung, stroke dan sesak napas. Banyak orang tidak
bisa menjaga pola makan dan menjaga kesehatannya, hal ini disebabkan adanya
zat pemanis, dan pewarna dalam minuman. Untuk itu diperlukannya penanganan
yang optimal supaya agar masalah tidak menjadi besar dan terjadi komplikasi
Saat wawancara dengan pasien CKD stage V, pasien mengeluhkan rasa
nyeri di daerah pinggang, pasien mengatakan tidak ada selera untuk makan
disebabkan adanya rasa mual dan muntah. Pasien tampak mengalami edema
pada kedua punggung tangan dan pergelangan kaki. Pasien tampak terpasang
kateter. Pasien juga mengatakan baru pertama kali dirawat dengan penyakit
CKD. Masalah keperawatan yang ditemukan kelebihan volume cairan. Dalam
mengatasi kelebihan cairan di dalam tubuh pasien, perawat memberikan terapi
duretik berupa furosemida/lasix untuk membuang cairan yang berlebihan di
dalam tubuh.

1
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud Chronic Kidney Disease (CKD) ?
2. Bagaimana Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD) ?
3. Apa SajaManifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD) ?
4. Bagaimana Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD) ?
5. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD) ?
6. Apa Saja Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD) ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Definisi Chronic Kidney Disease (CKD)
2. Mengetahui Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
3. Mengetahui Manifestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)
4. Mengetahui Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)
5. Mengetahui Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD)

2
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. Definisi
Gagal ginjal kronik atau Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan
penurunan fungsi ginjal yang ditandai dengan menurunnya Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) < 60 mL/menit/1,73 m2 yang terjadi selama 3 bulan atau
lebih dengan adanya penanda kerusakan pada ginjal yang dapat dilihat
melalui konsentrasi albuminuria (Webster et al., 2017).
Penurunan fungsi ginjal dengan LFG < 15mL/menit/1,73 m2
termasuk ke dalam kategori penyakit ginjal stadium akhir (CKD stase 5)
yang menandakan bahwa ginjal tidak dapat berfungsi dengan baik dalam
waktu jangka panjang (Webster et al., 2017).
Hilangnya sebagian besar nefron fungsional secara progresif dan
irreversible berpengaruh pada hasil metabolisme yang tidak dapat dieksresi
yang mengakibatkan gangguan fungsi endokrin dan metabolik, cairan,
elektrolit dan asam basa (Hall, 2017).

2. Etiologi
Menurut The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI)
of National Kidney Foundation (2016), ada dua penyebab utama dari
penyakit ginjal kronis yaitu diabetes dan tekanan darah tinggi, yang
bertanggung jawab untuk sampai dua- pertiga kasus. Diabetes terjadi ketika
gula darah terlalu tinggi, menyebabkan kerusakan banyak organ dalam
tubuh, termasuk ginjal dan jantung, serta pembuluh darah, saraf dan mata.
Tekanan darah tinggi, atau hipertensi, terjadi ketika tekanan darah
terhadap dinding pembuluh darah meningkat. Jika tidak terkontrol, atau
kurang terkontrol, tekanan darah tinggi bisa menjadi penyebab utama
serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal kronis. Begitupun sebaliknya,
penyakit ginjal kronis dapat menyebabkan tekanan darah tinggi.

3
3. Manifestasi Klinis
Menurut Aisara, Azmi, dan Yanni (2018) terdapat beberapa manifestasi
klinis yang dapat terjadi pada pasien dengan CKD yaitu sebagai berikut:
a. Gangguan Kardiovaskuler
Hipertensi, nyeri dada, dan sesak nafas akibat perikarditis, effuse
perikardiak dan gagal jantung akibat penimbunan cairan, gangguan
irama jantung dan edema (Martin & González, 2017).
b. Gangguan Pulmoner
Nafas dangkal, kussmaul, batuk dengan sputum kental dan riak suara
krekels (Aisara et al., 2018).
c. Gangguan Gastrointestinal
Anoreksia, nausea, dan fomitus yang berhubungan dengan metabolisme
protein dalam usus, perdarahan pada saluran gastrointestinal, ulserasi
dan perdarahan mulut, nafas bau ammonia (Rendy & Margareth, 2012).
d. Gangguan Muskuloskeletal
Resiles leg sindrom (pegal pada kakinya sehingga selalu digerakan),
burning feet syndrom (rasa kesemutan dan terbakar, terutama ditelapak
kaki), tremor, miopati (kelemahan dan hipertropi otot–otot ekstremitas)
(Rendy & Margareth, 2012).
e. Gangguan Integumen
Kulit berwarna pucat akibat anemia dan kekuning – kuningan akibat
penimbunan urokrom, gatal – gatal akibat toksik, kuku tipis dan rapuh
(Martin & González, 2017).
f. Gangguan Endokrin
Gangguan seksual seperti libido fertilitas dan ereksi menurun, gangguan
menstruasi dan aminore. Gangguan metabolic glukosa, gangguan
metabolik lemak dan vitamin D (Aisara et al., 2018).
g. Gangguan Cairan Elektrolit dan Keseimbangan Asam Basa
Biasanya retensi garam dan air tetapi dapat juga terjadi kehilangan
natrium dan dehidrasi, asidosis, hiperkalemia, hipomagnesemia,
hipokalsemia (Aisara et al., 2018).

4
Selain itu terjadi hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari
aktivitas system reninangiotensi-aldosteron), gagal jantung kongestif dan
udem pulmoner (akibat cairan berlebihan) dan perikarditis (akibat iritasi
pada lapisan pericardial oleh toksik, pruritis, anoreksia, mual, muntah,
cegukan, kedutan otot, kejang, perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu
berkonsentrasi.

4. Anatomi Ginjal
Ginjal adalah dua buah organ berbentuk menyerupai kacang merah
yang berada di kedua sisi tubuh bagian belakang atas, tepatnya dibawah
tulang rusuk manusia. Ginjal sering disebut bawah pinggang. Bentuknya
seperti kacang dan letaknya di sebelah belakang rongga perut, kanan kiri
dari tulang punggung. Ginjal kiri letaknya lebih tinggi dari ginjal kanan,
berwarna merah keunguan. Setiap ginjal panjangnya 12-13 cm dan tebalnya
1,5-2,5 cm. Pada orang dewasa beratnya kira-kira 140 gram. Pembuluh-
pembuluh ginjal semuanya masuk dan keluar pada hilus (sisi dalam). Di atas
setiap ginjal menjulang sebuah kelenjar suprarenalis (Irianto, 2017).

Gambar 1. Anatomi Ginjal (Abi, 2017)

Struktur ginjal dilengkapi selaput membungkusnya dan membentuk


pembungkus yang halus. Di dalamnya terdapat struktur-struktur ginjal.
Terdiri atas bagian korteks dari sebelah luar dan bagian medula di sebelah
dalam. Bagian medula ini tersusun atas 15 sampai 16 massa berbentuk

5
piramida yang disebut piramis ginjał. Puncak-puncaknya langsung
mengarah ke hilus dan berakhir di kalises. Kalises ini menghubungkannya
dengan pelvis ginjal (Irianto, 2017).
Ginjal dibungkus oleh jaringan fibrous tipis dan mengkilat yang
disebut kapsula fibrosa (true capsule) ginjal melekat pada parenkim ginjal.
Di luar kapsul fibrosa terdapat jaringan lemak yang bagian luarnya dibatasi
oleh fasia gerota. Diantara kapsula fibrosa ginjal dengan kapsul gerota
terdapat rongga perirenal. Di sebelah kranial ginjal terdapat kelenjar anak
ginjal atau glandula adrenal atau disebut juga kelenjar suprarenal yang
berwarna kuning. Di sebelah posterior, ginjal dilindungi oleh berbagai otot
punggung yang tebal serta tulang rusuk ke XI dan XII, sedangkan disebelah
anterior dilindungi oleh organ intraperitoneal. Ginjal kanan dikelilingi oleh
hati, kolon, dan duodenum, sedangkan ginjal kiri dikelilingi oleh limpa,
lambung, pankreas, jejenum, dan kolon (Basuki, 2017).

5. Fisiologi
A. Fisiologi Ginjal
Mekanisme utama nefron adalah untuk membersihkan atau
menjernihkan plasma darah dari zat-zat yang tidak dikehendaki tubuh
melalui penyaringan/difiltrasi di glomerulus dan zat-zat yang
dikehendaki tubuh direabsropsi di tubulus. Sedangkan mekanisme
kedua nefron adalah dengan sekresi (prostaglandin oleh sel dinding
duktus koligentes dan prostasiklin oleh arteriol dan glomerulus).
Beberapa fungsi ginjal adalah sebagai berikut (Syaifuddin, 2011) :

a. Menyaring darah / pengeluaran zat beracun


Proses penyaringan akan menghasilkan zat sisa dan cairan
berlebih yang harus dikeluarkan oleh tubuh. Zat tersebut
nantinya akan dikeluarkaan melalui urine.
b. Mengatur volume air (cairan) dalam tubuh
Kelebihan air dalam tubuh akan diekskresikan oleh ginjal
sebagai urin yang encer dalam jumlah besar. Kekurangan air
(kelebihan keringat) menyebabkan urin yang diekskresikan

6
jumlahnya berkurang dan konsentrasinya lebih pekat sehingga
susunan dan volume cairan tubuh dapat dipertahankan relatif
normal.
c. Mengatur keseimbangan osmotik dan keseimbangan ion
Fungsi ini terjadi dalam plasma bila terdapat pemasukan dan
pengeluaran yang abnormal dari ion-ion. Akibat pemasukan
garam yang berlebihan atau penyakit perdarahan, diare, dan
muntah-muntah, ginjal akan meningkatkan ekskresi ion-ion
yang penting misalnya Na, K, Cl, Ca, dan fosfat.
d. Mengatur keseimbangan asam basa cairan tubuh
Tergantung pada apa yang dimakan, campuran makan (mixed
diet) akan menghasilkan urin yang bersifat agak asam, pH
kurang dari enam. Hal ini disebabkan oleh hasil akhir
metabolisme protein. Apabila banyak makan sayur-sayuran, urin
akan bersifat basa, pH urin bervariasi antara 4,8 sampai
e. Ginjal mengekskresikan urin sesuai dengan perubahan pH
darah.
Ekskresi sisa-sisa hasil metabolisme (ureum, kreatinin, dan asam
urat) Nitrogen nonprotein meliputi urea, kreatinin, dan asam
urat. Nitrogen dan urea dalam darah merupakan hasil
metabolisme protein. Jumlah ureum yang difiltrasi tergantung
pada asupan protein. Kreatinin merupakan hasil akhir
metabolisme otot yang dilepaskan dari otot dengan kecepatan
yang hampir konstan dan diekskresi dalam urin dengan
kecepatan yang sama. Peningkatan kadar ureum dan kreatinin
yang meningkat disebut azotemia (zat nitrogen dalam darah).
Sekitar 75% asam urat diekskresikan oleh ginjal, sehingga jika
terjadi peningkatan konsentrasi asam urat serum akan
membentuk kristalkristal penyumbat pada ginjal yang dapat
menyebabkan gagal ginjal akut atau kronik.

7
f. Fungsi hormonal dan metabolisme
Ginjal mengekskresikan hormon renin yang mempunyai peranan
penting dalam mengatur tekanan darah (system rennin-
angiotensis-aldesteron), yaitu untuk memproses pembentukan
sel darah merah (eritropoesis). Disamping itu ginjal juga
membentuk hormon dihidroksi kolekalsiferol (vitamin D aktif)
yang diperlukan untuk absorbsi ion kalsium di usus.
B. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma
pada glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit
plasma dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Hal
ini dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration
rate (GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi
glomerulus. Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan
kecepatan aliran darah yang melewati glomerulus.

Ketika darah berjalan melewati struktur ini, filtrasi terjadi. Air


dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat sementara
molekulmolekul besar tetap bertahan dalam aliran darah. Cairan disaring
melalui dinding jonjot-jonjot kapiler glomerulus dan memasuki tubulus,
cairan ini disebut filtrate. Filtrate terdiri dari air, elektrolit dan molekul
kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini secara selektif
diabsorsibsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya diekresikan dari
darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di sepanjang
tubulus.

Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta duktus


pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan mencapai pelvis
ginjal. Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi
kembali seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine.
Berbagai substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus,
diabsorbsi oleh tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup
natrium, klorida, bikarbonat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan
asam urat.

8
Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses
pembentukan urine, yaitu :

1. Filtrasi (penyaringan)
Kapsula bowman dari badan malpighi menyaring darah dalam
glomerulus yang mengandung air, garam, gula, urea dan zat
bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga dihasilkan filtrat
glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut zat yang masih
berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna bagi tubuh, misal
glukosa, asam amino dan garam-garam.

2. Reabsorbsi (penyerapan kembali)


Dalam tubulus kontortus proksimal zat dalam urine primer yang
masih berguna akan direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus
(urine sekunder) dengan kadar urea yang tinggi.

3. Ekskresi (pengeluaran)
Dalam tubulus kontortus distal, pembuluh darah menambahkan zat
lain yang tidak digunakan dan terjadi reabsornsi aktif ion Na+ dan
Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat sudah terbentuk urine yang
sesungguhnya yang tidak terdapat glukosa dan protein lagi,
selanjutnya akan disalurkan ke tubulus kolektifus ke pelvis renalis.
Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan
dalam pengaturan tekanan darah.

Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot polos meningkatkan


pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik maka sel-sel otot polos
mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar natrium plasma berkurang,
maka sel-sel makula dansa memberi sinyal pada sel-sel penghasil renin
untuk meningkatkan aktivitas mereka. Apabila kadar natrium plasma
meningkat, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal kepada otot polos
untuk menurunkan pelepasan renin.

9
6. Patofisiologi
Patofisiologi penyakit gagal ginjal pada awalnya tergantung pada
penyakit yang mendasarnya, tetapi dalam perkembangan selanjutnya
proses yang terjadi kurang lebih sama. Fungsi renal menurun, produk
akhir metabolisme protein yang normalnya dieksresikan kedalam urin
tertimbun dalam darah, kegagalan ginjal sebagai fungsi eskresi
menyebabkan terjadinya akumulasi kelebihan cairan ekstra seluler.
Kombinasi penumpukan kelebihan cairan dan permeabilitas yang
abnormal pada mikrosirkulasi paru yang terjadi secara mendadak yang
dipengaruhi oleh tekanan intravaskuler yang tinggi atau karena
peningkatan tekanan hidrostatik membran kapiler menyebabkan penetrasi
cairan ke dalam alveoli sehingga terjadilah edema paru yang
mengakibatkan difusi O2 dan CO2 terhambat sehingga pasien merasakan
sesak.
Dalam keadaan normal terjadi pertukaran cairan, koloid, solute
dari pembuluh darah ke ruangan interstisial. Edema paru terjadi jika
terdapat perpindahan cairan dari darah ke ruang interstisial atau ke
alveoli yang melebihi jumlah pengembalian cairan ke dalam pembuluh
darah dan aliran cairan ke sistem pembuluh limfe.
Jika terbentuknya cairan interstisial melebihi kapasitas sistem
limfatik, maka terjadilah edema dinding alveolar. Pada fase ini komplians
paru berkurang, hal ini menyebabkan terjadinya takipnea yang mungkin
merupakan tanda klinis awal pada klien dengan edema paru. Ketidak
seimbangan antara ventilasi dan aliran darah menyebabkan hipoksemia
memburuk. Meskipun demikian, ekresi karbon dioksida tidak terganggu
dan klien akan menunjukkan keadaan hiperventilasi dengan alkalosis
respiratorik.
Selain hal yang disebutkan diatas gangguan difusi juga ikut
berperan, dan fase ini mungkin terjadi peningkatan pintas kanan ke kiri
melalui alveoli yang tidak mengalami ventilasi. Pada fase alveolar penuh
dengan cairan, semua gambaran menjadi lebih berat dan komplians akan
menurun dengan nyata.

10
Alveoli terisi cairan dan pada saat yang sama aliran darah ke
daerah tersebut tetap berlangsung, maka pintas kanan ke kiri aliran darah
menjadi lebih berat dan menjadi hipoksemia yang rentan terhadap
peningkatan konsentrasi oksigen yang di inspirasi. Kecuali pada keadaan
yang amat berat, hiperventilasi dan alkalosis respiratorik akan tetap
berlangsung. Secara radiologis akan tampak gambaran infiltrat alveolar
yang tersebar diseluruh paru, terutama di daerah parahilar dan basal.
Ketika klien dalam keadaan sadar, dia tampak mengalami sesak nafas
hebat dan ditandai dengan takipnea,takikardia serta sianosis bila
pernafasannya tidak dibantu.

11
PATHWAY :

12
7. Pemeriksaan Fisik
a. Kepala
1) Rambut :Biasanya klien berambut tipis dan kasar, klien sering
sakit,kepala, kuku rapuh dan tipis.
2) Wajah : Biasanya klien berwajah pucat
3) Mata : Biasanya mata klien memerah, penglihatan kabur,
konjungtiva anemis, dan sclera tidak ikterik.
4) Hidung :
Biasanya tidak ada pembengkakkan polip dan klien bernafas pendek
dan kusmaul
5) Bibir: Biasanya terdapat peradangan mukosa mulut, ulserasi gusi,
perdarahan gusi, dan napas berbau
6) Gigi : Biasanya tidak terdapat karies pada gigi.
7) Lidah : Biasanya tidak terjadi perdarahan
b. Leher
Biasanya tidak terjadi pembesaran kelenjar tyroid atau kelenjar getah
bening
c. Dada / Thorak
Inspeksi : Biasanya klien dengan napas pendek, pernapasan kusmaul
(cepat/dalam)
Palpasi : Biasanya fremitus kiri dan kanan
Perkusi : Biasanya Sonor
Auskultasi : Biasanya vesicular
d. Jantung
Inspeksi : Biasanya ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Biasanya ictus Cordis teraba di ruang inter costal 2 linea
dekstra sinistra
Perkusi : Biasanya ada nyeri
Auskultasi : Biasanya terdapat irama jantung yang cepat

13
e. Abdomen
Inspeksi :
Biasanya terjadi distensi abdomen, acites atau penumpukan cairan,
klien tampak mual dan muntah
Auskultasi :
Biasanya bising usus normal, berkisar antara 5-35 kali/menit
Palpasi :
Biasanya acites, nyeri tekan pada bagian pinggang, dan adanya
pembesaran hepar pada stadium akhir.
Perkusi :
Biasanya terdengar pekak karena terjadinya acites.
f. Genitourinaria
Biasanya terjadi penurunan frekuensi urine, anuria distensi abdomen,
diare atau konstipasi, perubahan warna urine menjadi kuning pekat,
merah coklat dan berwarna.
g. Ekstremitas
Biasanya diadapatkan adanya nyeri panggul, oedema pada ekstermitas,
kram otot, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki,
keterbatasan gerak sendi.
h. Sistem Integumen
Biasanya warna kulit abu-abu, kulit gatal, kering dan bersisik adanya
area ekimosis pada kulit.
i. Sistem Neurologi
Biasanya terjadi gangguan status mental seperti penurunan lapang
perhatian, ketidakmampuan konsentrasi, kehilangan memori, penurunan
tingkat kesadaran, disfungsi serebral, seperti perubahan proses piker dan
disorientasi. Klien sering didapati kejang, dan adanya neuropati perifer.

14
8. Pemeriksaan Penunjang
a. Urin
Volume: biasanya berkurang dari 400ml/24jam (oliguria)/anuria.
Warna: secara abnormal urin keruh,mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, partikel koloid, fosfat lunak, sedimen kotor,
kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb, mioglobulin, forffirin.
Berat jenis: < 1,051 (menetap pada 1.010 menunjukan kerusakan
ginjal berat).
Osmolaritas: < 350 Mosm/kg menunjukkan kerusakan mubular dan
rasio urin/sering 1:1.
Kliren kreatinin: mungkin agak menurun
Natrium: > 40 ME o /% karena ginjal tidak mampu mereabsorbsi
natrium. Protein: derajat tinggi proteinuria (3-4+) secar bulat,
menunjukkan kerusakan glomerulus jika SDM dan fagmen juga ada.
pH, kekeruhan, glukosa, SDP dan SDM.
b. Darah
BUN: Urea adalah produksi akhir dari metabolise protein, peningkatan
BUN dapat merupakan indikasi dehidrasi, kegagalan prerenal atau
gagal ginjal.
Kreatinin: produksi katabolisme otot dari pemecahan kreatinin otot dan
kreatinin posfat. Bila 50% nefron rusak maka kadar kr eatinin
meningkat.
Elektrolit: natrium, kalium, kalsium dan posfat. Hematology: Hb,
thrombosit, Ht dan leukosit.
c. Pielografi intravena
Menunjukkan abnormalitas pelvis ginjal dan ureter, pielografi
retrograde dilakukan bila dicurigai ada obstruksi yang reversible
arteriogram ginjal.
Mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi ekstravaskuler massa.
d. Sistouretrogram
Menunjukkan ukuran kandung kemih, refluks ke dalam ureter, retensi.

15
e. Ultrasonografi ginjal
Menunjukkan ukuran kandung kemih, dan adanya massa, kista,
obstruksi pada saluran perkemihan bagian atas.
f. Biopsi ginjal
Mungkin dilakukan secara endoskopi untuk menentukan sel jaringan
untuk diagnosis histologist.
g. Endoskopi ginjal nefroskopi
Dilakukan untuk menentukan pelvis ginjal, keluar batu, hematuria dan
pengangkatan tumor selektif.
h. EKG
Mungkin abnormal menunjukkan ketidakseimbangan elektrolit dan
pengangkatan tumor selektif

Laboratorium
Hasil pemeriksaan darah meliputi:
a. Penurunan pH darah arteri dan kadar bikarbonat, kadar hemoglobin
dan nilai hematokrit yang rendah
b. Pemendekan usia sel darah merah, trombositopenia ringan, defek
trombosit
c. Kenaikan kadar ureum , kreatini, natrium dan kalium
d. Peningkatan sekresi aldosteron yang berhubungan dengan
peningkatan produksi renin
e. Hiperglikemia ( tanda kerusakan metabolisme karbihidrat)
f. Hipertrigliseridemia dan kadar high - density lipoprotein yang rendah

9. Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan gagal ginjal kronik meliputi :
a. Obat-obatan
Antihipertensi, suplemen besi, agen pengikat fosfat, suplemen kalsium,
furesemid (membantu berkemih), transfusi darah.

16
b. Intake Cairan dan Makanan
1) Minum yang cukup
2) Pengaturan diet rendah protein (0,4-0,8) gram/kg BB) bisa
memperlambat perkembangan gagal ginjal kronik.
3) Asupan garam biasanya tidak dibatasi kecuali jika terjadi edema
(penimbunan cairan di dalam jaringan) atau hipertensi.
4) Tambahan vitamin B dan C diberikan jika penderita menjalani diet
ketat atau menjalani dialisa.
5) Pada penderita gagal ginjal kronis biasanya kadar trigliserida dalam
darah tinggi hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya komplikasi,
seperti stroke dan serangan jantung. Untuk menurunkan kadar
trigliserida, diberikan gemfibrosil.
6) Kadang asupan cairan dibatasi untuk mencegah terlalu rendahnya
kadar garam (natrium) dalam darah.
7) Makanan kaya kalium harus dihindari, hiperkalemia (tingginya kadar
kalium dalam darah) sangat berbahaya karena meningkatkan resiko
terjadinya gangguan irama jantung dan cardiac arrest.
Pencegahan dan pengobatan komplikasi :
a. Hipertensi
1) Hipertensi dapat dikiontrol dengan pembatasan natrium dancairan.
2) Pemberian obat antihiprtensi : metildopa (aldomet), pro-
pranolol,klonidin (catapres).
3) Apabila penderita sedang mengalami terapi hemodialisa,pemberian
anti hipertensi dihentikan karena dapat mengakibatkan hipotensi
dan syok yang diakibatkan oleh keluarnya cairan intravaskuler
ultrafiltrasi.
4) Pemberian diuretic : furosemid (lasix).
b. Hiperkalemia
Hiperkalemia merupakan komplikasi yang paling serius, karena bila K +
serum mencapai sekitar 7 mEq/L, dapat mengakibatkan aritmia dan juga
henti jantung. Hiperkalemia dapat diobati dengan pemberian glukosa
dan insulin intravena, yang akan memasukkan K+ ke dalam sel, atau
dengan pemberian Kalsium Glukonat 10%.

17
c. Anemia
Anemia pada CKD diakibatkan penurunan sekresi eritropoetin oleh
ginjal. Pengobatannya adalah pemberian hormone eritropoitin, yaitu
rekombinan erittopoeitin (r-EPO) (Eschbch et al, 1987), selain dengan
pemerian vitamin dan asam folat, besi dan transfudi darah.
d. Asidosis
Ansidosis pada gagal ginjal biasanya tidak diobati kecuali HCO3, plasma
turun dibawah angka 15 mEq/L. Bila asidosis berat akan dikoreksi
dengan pemberian Na HCO3, (Natrium Bikarbonat) parenteral. Koreksi
pH darah yang berlebihan dapat mempercepat timbulnya tetania, maka
harus dimonitor dengan seksama.
e. Diet rendah fosfat
Diet rendah fosfat dengan pemberian gel yang dapat mengikat fosfat di
dalam usus. Gel yang dapat mengikat fosfatharus dimakan bersama
dengan makanan.
f. Pengobatan hiperurismia
Obat pilihan untuk mengobati hiperurisemia pada penyakit ginjal lanjut
adalah pemberian alopurinol. obat ini mengurangi kadar asam urat
dengat menghambat biosintesis sebagai asam urat total yang dihasilkan
tubuh.
g. Dialisa dan transplantasi
Pengobatan gagal ginjal stadium akhir adalah dengan dialysis lanjut
transplantasi ginjal. Dialysis dapat digunakan untuk mempertahankan
penderita dalam keadaaan klinius yang optimal sampai tersedia donor
ginjal. Dialysis dilakuakan apabila kadar kreatinin serum biasanya di
atas 6 mg/100 ml pada laki-laki atau 4 ml/ 100mlpada wanita, GFR
kurang dari 4 ml/menit.

18
10. Analisa Data
No Symtom Etiologi Problem

1. DS : Kerusakan jaringan Kelebihan volume


Biasanya pasien mengeluh ginjal cairan
lelah, sesak napas pada
malam hari, bertambahnya
berat badan dan penglihatan
kabur.
DO :
Pasien tampak edema,
turunnya rentang gerak.
TD 160/100 mm/Hg
berat badan naik dari 65-75
RR 30x/m
2. DS : Obstruksi saluran Gangguan pola
Biasanya pasien mengeluh kemih eliminasi
susah buang air kecil,mual,
tidak selera makan.
DO :
Pasien tampak pucat, urin
keruh,demam
3. DS : Nyeri Gangguan Gangguan
Biasanya pasien mengeluh pola tidur
susah tidur 4-5 jam/hari ,
nyeri pada panggul, kaki ,
sakit kepala, kulit gatal.
DO :
Pasien tampak cemas,
demam,

19
11. Diagnosa Keperawatan
a. Kelebihan volume cairan b/d kerusakan jaringan ginjal d/d biasanya pasien
mengeluh lelah,sesak napas pada malam hari,bertambahnya berat badan
dengan cepat dari 65-75 , penglihatan kabur TD 160/100 mm/Hg.RR 30x/
kabur TD 160/100 mm/Hg, CRT >3, RR 30x/m.
b. Gangguan pola eliminasi b/d Obstruksi saluran kemih d/d biasanya pasien
mengeluh susah buang air buang air kecil, mual, tidak selera makan, kulit
gatal
c. Gangguan pola tidur b/d Nyeri d/d biasanya pasien mengeluh susah tidur 4-5
jam/hari, nyeri pada panggul, kaki , sakit kepala, kulit gatal, cemas.

12. Nursing Care Planing


No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi

1. Kelebihan Kelebihan Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji Keseimbangan


Volume Cairan b.d keperawatan diharapkan cairan
kerusakan kerusakan pasien dapat teratasi 2. Timbang berat badan
jaringan jaringan ginjal, di dengan kriteria hasil : 3. Kaji peningkatan TD,
tandai dengan : - Kelebihan cairan RR, CRT
 Pasien mengeluh lelah dapat berkurang 4. Ajarkan jumlah cairan
 Sesak napas pada - Cairan menjadi yang di minum tiap hari
malam hari normal 5. Tangani edema dengan
Bertambah bertamba hati-hati
hnya berat badan
dengan cepat dari 65-
75, RR 30x/m
 Penglihatan kabur
 CRT > 3
 TD 160/100 mm/Hg

20
2. Gangguan Gangguan Pola Setelah dilakukan tindakan 1. Ciptakan lingkungan
Eliminasi Eliminasi b.d keperawatan diharapkan yang menyenangkan
Obstruksi Obstruksi pasien dapat teratasi selama pasien makan
saluran saluran kemih Di dengan kriteria hasil : 2. Kaji defekasi urin pasien
tandai dengan : - Mampu mengatur pola 3. Anjurkan pasien makan
 Pasien mengeluh makan dan minum makanan yang tinggi
susah buang air kecil sesuai kebutuhan kalori dan asam folat
 Mual - Berat badan kembali
 Tidak selera makan
 Kulit gatal
3. Gangguan pola tidur b/d Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji pola tidur pasien
Nyeri ditandai dengan : keperawatan diharapkan 2. Identifikasi penyebab
 Pasien mengeluh pasien dapat teratasi gangguan tidur, fisik,
susah tidur 4-5 dengan kriteria hasil : nyeri, sesak nafas,
jam/hari - Pasien dapat tidur demam, mual dll.
 Nyeri pada panggul, sesuai dengan 3. Atur posisi pasien
kaki , sakit kepala, kebutuhan 7-8 jam dengan semi fowler
kulit gatal, cemas. ( sesuai kondisi)
4. Ciptakan lingkungan
yang tenang, nyaman.
5. Batasi jumlah
pengunjung.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amelia & Suryanto, 2016. Hubungan Peningkatan Kadar Ureum terhadap Kadar
Kalsium pada Pasien Gagal Ginjal Kronis. 6 April 2017

Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. (2018).Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Notoatmodjo, Soekidjo. (2018). Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta

Nursalam. (2018). Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Gangguan Sistem


Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika

Nursalam. (2017). Proses dan Dokumentasi Konsep & Praktik. Jakatra: Salemba
Medika

Asmadi. 2017. Konsep dasar keperawatan. Jakarta: EGC.

Alimul Hidayat, Aziz. 2018. Metode Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis
Data. Jakarta: Salemba Medika.

Brunner & Suddart. 2017. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8. Jakarta :
EGC.

22

Anda mungkin juga menyukai