Anda di halaman 1dari 70

MAKALAH SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN CHRONIC KIDNEY DISEASE


(CKD) DI RUANG RAWAT INAP AMBUN SURI LANTAI III RSUD DR.
ACHMAD MOCHTAR BUKITTINGGI

DISUSUN OLEH :
Adi Putra, S.Kep
Chintya Rahmi, S.Kep
Elshama Rahmi Safitri, S.Kep
Endah Putri , S.Kep
Fitri Kurniati, S.Kep
Yully Gustia Ningsih, S.Kep

Preseptor Akademik Preseptor Klinik

( ) ( )

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


UNIVERSITAS MOHAMMAD NATSIR YARSI
BUKITTINGGI
2022
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha
Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat
menyelesaikan laporan seminar kasus yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada
Pasien Chronic Kidney Disease (CKD) di Ruang Rawat Inap Ambun Suri Lantai
III RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi”.
Seminar kasus ini disusun dengan maksud untuk memenuhi kompetensi
pada stase Keperawatan Medikal Bedah Universitas Mohammad Natsir Yarsi
Bukittinggi di RSUD Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi. Penulis menyadari bahwa
tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, sangatlah sulit bagi penulis
untuk menyelesaikan laporan ini. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih terutama kepada Yth : Ibu Pembimbing Akademik, Ibu Kepala Ruangan,
dan Ibu Pembimbing Klinik, selaku pembimbing yang telah memberikan arahan
dan masukan sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan ini.
Penulis menyadari bahwa laporan seminar kasus ini masih jauh dari kata
sempurna. Oleh sebab itu, kritik dan saran yang membangun dari semua pihak
sangat penulis harapkan demi perbaikan laporan ini dimasa yang akan datang.
Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi kita semua dan juga bagi tenaga
kesehatan.

Bukittinggi, 30 November 2022

Penulis

i
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR..........................................................................................i
DAFTAR ISI........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................3
C. Tujuan........................................................................................................3
D. Manfaat......................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................5
A. Definisi CKD.............................................................................................5
B. Anatomi Fisiologi......................................................................................5
C. Etiologi.......................................................................................................8
D. Manifestasi Klinis......................................................................................9
E. Patofisiologi.............................................................................................10
F. WOC........................................................................................................11
G. Komplikasi...............................................................................................12
H. Pemeriksaan Diagnostik..........................................................................12
I. Penatalaksanaan.......................................................................................14
J. Konsep Asuhan Keperawatan..................................................................18
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................30
A. Pengkajian................................................................................................30
B. Analisa Data.............................................................................................37
C. Diagnosis Keperawatan...........................................................................38
D. Intervensi.................................................................................................38
E. Implementasi dan Evaluasi......................................................................39
BAB IV PEMBAHASAN..................................................................................44
A. Pengkajian................................................................................................44
B. Diagnosis Keperawatan...........................................................................45
C. Intervensi.................................................................................................45
D. Implementasi............................................................................................46

ii
E. Evaluasi....................................................................................................47
BAB V PENUTUP.............................................................................................49
A. Kesimpulan..............................................................................................49
B. Saran .......................................................................................................50
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................51

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit GGK (Gagal Ginjal Kronik) atau Chronic Kidney Disease
(CKD) merupakan kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi
struktur ginjal progesif dengan menifestasi penumpukan sisa metabolik di
dalam darah (Muttaqin & Sari, 2018). Penyakit gagal ginjal kronik
merupakan salah satu penyakit tidak menular yang saat ini banyak terjadi
di masyarakat. CKD merupakan proses kerusakan ginjal selama rentang
waktu lebih dari tiga bulan. Pada kasus tersebut, ginjal kehilangan
kemampuannya untuk mempertahankan volume dan komposisi cairan
tubuh dalam keadaan asupan makanan normal (Muhammad, 2019).
Menurut data dari WHO, angka penderita gangguan ginjal
tergolong cukup tinggi. Setiap tahunnya prevalensi penyakit gagal ginjal
terus meningkat. Data di Amerika Serikat tahun 2015 memperkirakan
bahwa angka kejadian CKD mencapai 19,2 juta (11%) dari seluruh
populasi dewasa dan 0,22% diperkirakan sudah ada pada stadium akhir
(WHO, 2015). Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun
2018 prevalensi CKD mengalami kenaikan dibandingkan dengan
Riskesdas 2013 yakni 2% menjadi 3,8%. Tahun 2010 di Indonesia,
penyakit ginjal menduduki peringkat ke empat dari sepuluh penyakit yang
tidak menular, yang menjadi penyebab kematian terbanyak dirumah sakit
dengan prevalensi 10,7%. Sedangkan prevalensi penyakit CKD di
Sumatera Barat adalah 0,2% dari penduduk yang mengalami CKD di
Indonesia, yang mencakup pasien yang menjalani pengobatan, terapi
penggantian ginjal, dialisis peritoneal dan hemodialisis ditahun 2018
(Riskesdas, 2018).
Data di Indonesia, penyebab Gagal Ginjal Kronis (GGK) terbanyak
adalah Glomerulus nefritis, Infeksi Saluran Kemih (ISK), Batu saluran
kencing, Nefropati diabetik, Nefrosklerosis hipertensi, dan Ginjal

1
polikistik (Irwan, 2018). Hipertensi dengan persentase kemungkinan
sebesar 24%, diabetes mellitus sebesar 30%, glomerulonhepritis sebesar
17%, chronic pyelomephritis sebesar 5% dan yang terakhir tidak diketahui
penyebabnya sebesar 20% (Milner, 2003). Selain itu penyebab gagal ginjal
juga dipengaruhi oleh faktor gaya hidup yaitu merokok, mengkonsumsi
minuman suplemen berenergi, mengkonsumsi kopi (Prandari, 2017).
Ginjal berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh, mengatur
konsentrasi garam dalam darah, mengatur keseimbangan asam basa darah,
ekskresi bahan buangan dan kelebihan garam (Dewi, 2018). Apabila
terjadi gagal ginjal kronis menyebabkan ginjal tidak bisa mengeluarkan
ureum sehingga terjadilah penumpukan ureum didalam darah, maka akan
terjadi sindrom uremia. Sindrom uremia ini akan menyebabkan
peradangan mukosa saluran cerna. Sehingga pada pasien yang mengalami
gagal ginjal kronis akan merasakan anoreksia, mual, muntah (Corwin,
2019). Gagal ginjal kronis ini juga menyebabkanterjadinya kelebihan
cairan pada tubuh pasien sehinggadampakyang akan muncul adalah
komplikasi lanjut seperti hipertensi, gagal jantung, edema pulmonal, nyeri
pleura, dan sesak napas (Prananta, 2017). Kondisi tersebut menyebabkan
timbul masalah keperawatan gangguan pertukaran gas, nyeri akut,
hypervolemia atau kelebihan volume cairan, ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan, ketidakefektifan perfusi jaringan, intoleransi
aktivitas, kerusakan integritas kulit, risiko perdarahan, dan risiko infeksi
(Nurarif, 2019).
Penyakit CKD dapat menimbulkan berbagai dampak terhadap
sistem tubuh diantaranya gangguan terhadap sistem kardiovaskuler yakni
meningkatkan tekanan darah. CKD juga dapat mengakibatkan
vasokonstriksi sehingga mengakibatkan penurunan kadar hemoglobin
(anemia) akibat dari kurangnya kemampuan ginjal untuk menghasilkan
hormon eritopoetin yang berfungsi untuk merangsang sumsum tulang
dalam memproduksi sel darah merah (Joachim & Lingappa,2020). Selain
itu CKD dapat menimbulkan gangguan pada sistem pernapasan, sistem
persyarafan, sistem urogenital, sistem pencernaan dan sistem integumen.

2
Selain menimbulkan gangguan pada aspek fisik, CKD dapat juga
menimbulkan gangguan psikologis, diantaranya depresi yang
memperburuk keadaan pasien.
Penderita CKD memerlukan penanganan secara optimal untuk
mempertahankan kualitas hidup guna meminimalkan komplikasi lebih
lanjut. Hal ini akan mengindikasi pasien dilakukan perawatan lebih lanjut,
sehingga diperlukan peran perawat professional untuk mendukung proses
pemulihan kondisi pasien (Prananta, 2020). Peran perawat menjadi faktor
yang sangat penting dalam mengatasi masalah kesehatan ini. Perawat
dapat berperan sebagai care provider yaitu memberikan pelayanan asuhan
keperawatan secara komprehensif. Selain itu perawat juga bisa berperan
sebagai edukator yaitu memberikan edukasi kesehatan atau penyuluhan
kesehatan kepada klien tentang pengaturan diet bagi pasien CKD seperti
diet rendah protein dan tinggi karbohidrat. Selanjutnya dalam
penatalaksnaan CKD, perawat juga bisa berperan sebagai konsultan,
kolaborator, advokat (pembela) dan pendidik (Potter & Perry, 2019)

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Kelompok dapat melakukan asuhan keperawatan pada klien
dengan CKD di ruang rawat inap Ambun Suri Lantai III RSUD Dr.
Achmad Mochtar Bukittinggi.
2. Tujuan Khusus
Berdasarkan tujuan umum diatas, maka tujuan khusus dari studi
kasus ini adalah sebagai berikut :
a. Kelompok mampu melakukan pengkajian data pada Ny. M
dengan CKD di ruang rawat inap Ambun Suri Lantai III RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi.
b. Kelompok mampu menganalisa data serta menegakkan
masalah dan diagnosis keperawatan pada Ny. M dengan CKD
di ruang rawat inap Ambun Suri Lantai III RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi.

3
c. Kelompok mampu mempelajari dan menentukan intervensi
keperawatan secara menyeluruh pada Ny. M dengan CKD di
ruang rawat inap Ambun Suri Lantai III RSUD Dr. Achmad
Mochtar Bukittinggi.
d. Kelompok mampu mengimplementasikan rencana tindakan
keperawatan yang nyata pada Ny. M dengan CKD di ruang
rawat inap Ambun Suri Lantai III RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.
e. Kelompok mampu mengevaluasi tindakan keperawatan yang
telah dilakukan sebagai tolak ukur guna menerapkan asuhan
keperawatan pada Ny. M dengan CKD dengan CKD di ruang
rawat inap Ambun Suri Lantai III RSUD Dr. Achmad Mochtar
Bukittinggi.

C. Manfaat
1. Bagi Kelompok
Laporan hasil seminar kasus ini diharapkan dapat menjadi
informasi dan penambah wacana keilmuan bagi kelompok dari
asuhan keperawatan yang diberikan khususnya asuhan
keperawatan pada klien dengan CKD serta kelompok dapat
mengaplikasikan dan menambah wawasan ilmu pengetahuan serta
kemampuan penulis dalam menerapkan asuhan keperawatan pada
pasien CKD.
2. Bagi Rumah Sakit
Laporan hasil seminar kasus ini diharapkan dapat
memberikan sumbangan pikiran dan masukkan bagi pihak RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi beserta petugas pelayanan
keperawatan dalam meningkatkan kualitas penerapan asuhan
keperawatan pada pasien CKD.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Chronic Kidney Disease (CKD)

Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan kerusakan ginjal yang

menyebabkan ginjal tidak dapat membuang racun dan produk sisa darah,

yang ditandai adanya protein dalam urin dan penurunan laju filtrasi

glomerulus (LFG) yang berlangsung selama lebih dari tiga bulan

(Hanggraini dkk, 2020). Chronic Kidney Disease (CKD) adalah suatu

keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal yang

ireversibel pada suatu derajat dimana memerlukan terapi pengganti ginjal

yang tetap, berupa dialisis atau transplantasi ginjal. Salah satu sindrom

klinik yang terjadi pada gagal ginjal adalah uremia. Hal ini disebabkan

karena menurunnya fungsi ginjal (Ulianingrum, 2017).

Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa CKD

merupakan suatu penyakit perubahan fungsi ginjal yang bersifat progresif

dan irreversible yang tidak dapat lagi pulih atau kembali sembuh secara

total seperti sediakala yang dapat disebabakan oleh berbagai hal dimana

kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan

keseimbangan cairan elektrolit, yang menyebabkan uremia.

B. Etiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Brunner and Sudarth, 2017, gagal ginjal kronik dapat disebabkan

oleh :

a. Infeksi misalnya pielonefritis kronik (Infeksi saluran kemih),

glomerulonefritis (penyakit peradangan). Pielonefritis adalah

5
proses infeksi peradangan yang biasanya mulai di renal pelvis,

saluran ginjal yang menghubungkan ke saluran kencing (ureter)

dan parencyma ginjal atau jaringan ginjal. Glomerulonefritis

disebabkan oleh salah satu dari banyak penyakit yang merusak

baik glomerulus maupun tubulus. Pada tahap penyakit berikutnya

keseluruhan kemampuan penyaringan ginjal sangat berkurang.

b. Penyakit vaskuler hipertensif misalnya nefrosklerosis benigna,

nefrosklerosis maligna, stenosis arteria renalis. Disebabkan karena

terjadinya kerusakan vaskulararisasi di ginjal oleh adanya

peningkatan tekanan darah akut dan kronik.

c. Gangguan jaringan ikat misalnya lupus eritematosus sistemik,

poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif. Disebabkan oleh

kompleks imun dalam sirkulasi yang ada dalam membrane basalis

glomerulus dan menimbulkan kerusakan. Penyakit peradangan

kronik dimana sistem imun dalam tubu menyerang jaringan sehat,

sehingga menimbulkan gejala diberbagai organ.

d. Gangguan kongenital dan herediter misalnya penyakit ginjal

polikistik, asidosis tubulus ginjal. Penyakit ginjal polikistik

ditandai dengan kista multiple, bilateral, dan berekspansi yang

lambat laun akan mengganggu dalam menghancurkan parenkim

ginjal normal akibat penekanan, semakin lama ginjal tidak mampu

mempertahankan fungsi ginjal sehingga ginjal akan menjadi rusak.

e. Penyakit metabolik misalnya DM (Diabetes Mellitus), gout,

hiperparatiroidisme, amiloidosis. Penyebab terjadinya ini dimana

6
kondisi genetik yang ditandai dengan adanya kelainan dalam

proses metabolisme dalam tubuhakibat defisiensi hormon dan

enzim. Proses metabolisme ialah proses memecahkan karbohidrat

protein, dan lemak dalam makanan untuk menghasilkan energi.

f. Nefropati toksik misalnya penyalahgunaan analgesik, nefropati

timbal. Penyebab penyakit yang dapat dicagah bersifat refersibel,

sehingga penggunaan berbagai prosedur diagnostik.

g. Nefropati obstruktif misalnya saluran kemih bagian atas: kalkuli

neoplasma, fibrosis netroperitoneal. Saluran kemih bagian bawah

yaitu hipertropi prostat, striktur uretra, anomali kongenital pada

leher kandung kemih dan uretra.

h. Batu saluran kencing yang menyebabkan hidrolityasis. Merupakan

penyebab gagal ginjal dimana benda padat yang dibentuk oleh

presipitasi berbagai zat terlarut dalam urin pada saluran kemih.

C. Manisfestasi Klinis Chronic Kidney Disease (CKD)

Gejala klinis yang ditimbulkan Chronic Kidney Disease (CKD) menurut

Guswanti (2019) antara lain :

1) Hipertensi, (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivitas sistem

renin – angiotensin - aldosteron)

2) Gagal jantung kongestif dan udem pulmoner (akibat cairan berlebihan)

3) Perikarditis (akibat iritasi pada lapisan perikardial oleh toksik, pruritis,

anoreksia, mual, muntah, dan cegukan, kedutan otot, kejang,

perubahan tingkat kesadaran, tidak mampu berkonsentrasi).

7
Sedangkan menurut Ismail (2018) tanda gejala CKD dibagi

menjadi 7 yaitu:

1) Gangguan pada sistem gastrointestinal

a. Anoreksia, nausea, vomitus yag berhubungan dengan gangguan

metabolisme protein di dalam usus, terbentuknya zat-zat toksin

akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia danmelil

guanidine serta sembabnya mukosa usus.

b. Faktor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada

air liur diubah oleh bakteri dimulut menjadi amoni sehinnga

nafas berbau amonia. 3) Gastritis erosife, ulkus peptic dan

colitis uremik.

2) Kulit

a. Kulit berwarna pucat, anemia dan kekuning-kuningan akibat

penimbunan urokrom.

b. Gatal-gatal akibat toksin uremin dan pengendapan kalsium di

pori-pori kulit.

c. Ekimosis akibat gangguan hematologi.

d. Ure frost : akibat kristalsasi yang ada pada keringat.

e. Bekas-bekas garukan karena gatal.

3) Sistem Hematologi

a. Anemia yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain

: Berkurangnya produksi eritropoitin, hemolisis akibat

berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia

toksin, defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain akibat nafsu

8
makan yang berkurang, perdarhan, dan fibrosis sumsum tulang

akibat hipertiroidism sekunder.

b. Gangguan fungsi trombosit dan trombositopenia.

4) Sistem saraf dan otot

a. Restless Leg Syndrome, pasien merasa pegal pada kakinya

sehinnga selalu digerakkan.

b. Burning Feet Syndrome, rasa semutan dan seperti terbakar

terutama di telapak kaki.

c. Ensefalopati metabolik, lemah, tidak bisa tidur, gangguan

konsetrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang.

d. Miopati, kelemahan dan hipertrofi otot terutama ekstermitas

proksimal.

5) Sistem kardiovaskuler

a. Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam atau

peningkatan aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron.

b. Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis atau gagal

jantung akibat penimbunan cairan hipertensif.

c. Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan

elektrolit dan klasifikasi metastasik.

d. Edema akibat penimbuna cairan.

6) Sistem Endokrin

a. Gangguan seksual, libido, fertilitas, dan ereksi menurun pada

laki-laki akibat testosteron dan spermatogenesis menurun. Pada

9
wanita timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi, sampai

amenore.

b. Gangguan metabolisme glokusa, resistensi insulin dan

gangguan sekresi insulin.

c. Gangguan metabolisme lemak.

d. Gangguan metabolisme vitamin D.

7) Gangguan Sistem Lain

a. Tulang osteodistropi ginjal, yaitu osteomalasia, osteoslerosis,

osteitis fibrosia dan klasifikasi metastasik.

b. Asidosis metabolik akibat penimbuna asam organik sebagai

hasil metabolisme.

c. Elektrolit : hiperfosfotemia, hiperkalemia, hipokalsemia

D. Klasifikasi Penyakit Chronic Kidney Disease (CKD)

Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat berdasarkan LFG, yang

digunakan menggunakan rumus Kockcroft-Gault sebagai berikut:

10
Klasifikasi penyakit ginjal kronis sesuai dengan tabel berikut:

Derajat Penjelasan LFG

(ml/mnt/1,73m2 )

1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ≥ 90

meningkat

2 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun 60 – 89

ringan

3 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun 30 – 59

ringan

4 Kerusakan ginjal dengan LFG menurun 15 – 29

ringan

5 Gagal ginjal terminal < 15 atau dialysis

Sumber : (Basuki, 2019)

E. Patofisiologi Chronic Kidney Disease (CKD)

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya bergantung pada

penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses

yang terjadi kurang lebih sama. Ginjal mempunyai kemampuan untuk

beradaptasi, pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi struktural

dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai

upaya kompensasi, yang di perantarai oleh molekul vasoaktif seperti

sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi,

yang diikuti peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus.

Proses adaptasi ini berlangsung singkat, kemudian terjadi proses

maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini

11
akhirnya diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun

penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas

aksis reninangiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi

terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut.

Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotensinaldosteron, sebagian

diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth factor β (TGF-

β) Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas Penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi,

hiperglikemi, dislipidemia. (Basuki, 2019).

Pada stadium paling dini penyakit CKD, gejala klinis yang serius

belum muncul, terjadi kehilangan daya cadang ginjal (renal reserve), pada

keadaan dimana basal LGF masih normal atau malah meningkat.

Kemudian secara perlahan tapi pasti akan terjadi penurunan fungsi nefron

yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin

serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan

keluhan, tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum.

Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada penderita

antara lain penderita merasakan letih dan tidak bertenaga, susah

berkonsentrasi, nafsu makan menurun dan penurunan berat badan, susah

tidur, kram otot pada malam hari, bengkak pada kaki dan pergelangan kaki

pada malam hari, kulit gatal dan kering, sering kencing terutama pada

malam hari. Pada LFG di bawah 30% pasien memperlihatkan gejala dan

tanda uremia yang nyata seperti, anemia, peningkatan tekanan darah,

gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, mual, muntah dan lain

12
sebagainya. Selain itu pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi

saluran kemih, infeksi saluran cerna, maupun infeksi saluran nafas.

Sampai pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang

lebih serius, dan pasien sudah memerlukan terapi pengganti ginjal (renal

replacement therapy) antara lain dialisis atau transplantasi ginjal. Pada

keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal. Di

samping itu, ketika BUN meningkat secara otomatis, dan pasien akan

mengalami risiko kelebihan beban cairan seiring dengan output urin yang

makin tidak adekuat.

Pasien dengan CKD mungkin menjadi dehidrasi atau mengalami

kelebihan beban cairan tergantung pada tingkat gagal ginjal. Perubahan

metabolik pada gagal ginjal juga menyebabkan gangguan eksresi BUN

dan kreatinin. Kreatinin sebagian dieksresikan oleh tubulus ginjal dan

penurunan fungsi ginjal berdampak pada pembentukan serum kreatinin.

Adanya peningkatan konsentrasi BUN dan kreatinin dalam darah disebut

azotemia dan merupakan salah satu petunjuk gagal ginjal. Perubahan

kardiak pada CKD menyebabkan sejumlah gangguan system

kardiovaskuler. Manifestasi umumnya diantaranya anemia, hipertensi,

gagal jantung kongestif, dan perikaraitis, anemia disebabkan oleh

penurunan tingkat eritropetin, penurunan masa hidup sel darah merah

akibat dari uremia, defisiensi besi dan asam laktat dan perdarahan

gastrointestinal. Hipertropi terjadi karena peningkatan tekanan darah

akibat overlood cairan dan sodium dan kesalahan fungsi system renin.

Angiostin aldosteron CRF menyebabkan peningkatan beban kerja jantung

13
karena anemia, hipertensi, dan kelebihan cairan. Tahap gangguan ginjal

antar lain :

a) Tahap 1 : Diminishid Renal Reserve

Tahap ini penurunan fungsi ginjal, tetapi tidak terjadi penumpukan

sisasisa metabolik dan ginjal yang sehat akan melakukan kompensasi

terhadap gangguan yang sakit tersebut.

b) Tahap II : Renal Insufficiency (insufisiensi ginjal)

Pada tahap ini dikategorikan ringan apabila 40-80% fungsi normal,

sedang apabia 15-140% fungsi normal dan berat bila fungsi ginjal

normal hanya 2-20%. Pada insufisiensi ginjal sisa-sisa metabolik mulai

berakumulasi dalam darah karena jaringan ginjal yang lebih sehat ridak

dapat berkompensasi secara terus menerus terhadap kehilangan fungsi

ginjal karena adanya penyakit tersebut. Tingkat BUN, Kreatinin, asam

urat, dan fosfor mengalami peningkatan tergntung pada tingkat

penurunan fungsi ginjal.

c) Tahap III : End Stage Renal Desease (penyakit ginjal tahap lanjut)

Sejumlah besar sisa nitrogen (BUN, Kreatinin) berakumulasi dalam

darah dan ginjal tidak mampu mempertahankan hemostatis.

Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit terjadi bila segera dianalisa

akan menjadi fatal/ kematian. (Brunner and Sudarth, 2017)

14
F. Mapping

15
G. Penatalaksanaan Chronic Kidney Disease (CKD)

Menurut Monika, (2019) Penatalaksanaan medis pada pasien dengan CKD

dibagi tiga yaitu :

a. Konservatif

1) Melakukan pemeriksaan lab darah dan urine

2) Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.

Biasanya diusahakan agar tekanan vena jugularis sedikit meningkat

dan terdapat edema betis ringan. Pengawasan dilakukan melalui

pemantauan berat badan, urine serta pencatatan keseimbangan

cairan.

3) Diet TKRP (Tinggi Kalori Rendah Protein). Diet rendah protein

(20-240 gr/hr) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia

dan nausea dari uremia serta menurunkan kadar ereum. Hindari

pemasukan berlebih dari kalium dan garam.

4) Kontrol hipertensi. Pada pasien hipertensi dengan penyakit

ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri tanpa

tergantung pada tekanan darah. Sering diperlukan diuretik loop

selain obat anti hipertensi (Guswanti, 2019).

5) Kontrol ketidak seimbangan elektrolit. Yang sering ditemukan

adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah

hiperkalemia hindari pemasukan kalium yang banyak (batasi

hingga 60 mmol/hr), diuretik hemat kalium, obat-obat yang

berhubungan dengan ekskresi kalium (penghambat ACE dan obat

16
anti inflamasi nonsteroid), asidosis berat, atau kekurangan garam

yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam

kaliuresis. Deteksi melalui kalium plasma dan EKG.

b. Dialysis

Peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus

emergency. Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja

yang tidak bersifat akut adalah CAPD (Continues Ambulatori

Peritonial Dialysis).

c. Hemodialisis Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif

di vena dengan menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis

dilakukan melalui daerah femoralis namun untuk mempermudah

maka dilakukan: AV fistule : menggabungkan vena dan arteri

Double lumen : langsung pada daerah jantung (vaskularisasi ke

jantung) Tujuannya yaitu untuk menggantikan fungsi ginjal dalam

tubuh fungsi eksresi yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam

tubuh, seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain

(Guswanti, 2019).

d. Operasi

1) Pengambilan batu

2) Transplantasi ginjal

17
H. Pemeriksaan Penunjang Chronic Kidney Disease (CKD)

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien Chronic

Kidney Disease (CKD), antara lain (Monika, 2019):

1) Hematologi

a. Hemoglobin: HB kurang dari 7-8 g/dl

b. Hematokrit: Biasanya menurun

c. Eritrosit

d. Leukosit

e. Trombosit

2) LFT (Liver Fungsi Test)

3) Elektrolit (Klorida, kalium, kalsium)

a. AGD : penurunan asidosis metabolik (kurang dari 7 : 2) terjadi

karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengekskresikan

hidrogen dan ammonia atau hasil akhir.

b. Kalium : peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai

dengan perpindahan

seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan hemolisis

4) RFT (Renal Fungsi Test) (Ureum dan Kreatinin)

BUN/ Kreatinin :

Kadar BUN (normal: 5-25 mg/dL), kreatinin serum (normal 0,5-1,5

mg/dL; 45-132,5 µmol/ L [unit SI]) biasanya meningkat dalam

proporsi kadar kreatinin 10mg/dl, natrium (normal: serum 135-145

mmol/L; urine: 40-220 mEq/L/24 jam), dan kalium (normal: 3,5-5,0

mEq/L; 3-5,0 mmol/Lm [unit SI]) meningkat

18
5) Urine rutin

a. Urin khusus : benda keton, analisa kristal batu

b. Volume : kurang dari 400ml/jam, oliguri, anuria

c. Warna : secara abnormal urine keruh, disebabkan bakteri, partikel,

koloid dan fosfat.

d. Sedimen : kotor, kecoklatan menunjukan adanya darah, Hb,

mioglobin, porfirin.

e. Berat jenis : kurang dari 1.015 (menetap pada 1,015) menunjukkan

kerusakan ginjal berat.

6) EKG

EKG : mungkin abnormal untuk menunjukkan keseimbangan elektrolit

dan asam basa.

7) Endoskopi ginjal : dilakukan secara endoskopik untuk menentukkan

pelvis ginjal, pengangkatan tumor selektif.

8) USG abdominal

9) CT scan abdominal

10) Renogram

11) RPG (Retio Pielograf) katabolisme protein bikarbonat menurun PC02

menurun Untuk menunjukkan abnormalis pelvis ginjal dan ureter.

I. Konsep Asuhan Keperawatan Pasien dengan CKD


1. Pengkajian
a. Identitas pasien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan,
agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosa medis.

19
b. Identitas Penangung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan
hubungan.
c. Riwayat Kesehatan
Keluhan utama merupakan hal-hal yang dirasakan oleh pasien
sebelum masuk ke rumah sakit. Pada pasien dengan gagal ginjal
kronik biasanya didapatkan keluhan utama yang bervariasi, mulai
dari urine keluar sedikit sampai tidak dapat BAK, gelisah sampai
penurunan kesadaran, tidak selera makan (anoreksia), mual,
muntah, mulut terasa kering, rasa lelah, napas bau (amonia), dan
gatal pada kulit (Muttaqin& Sari, 2011).
d. Riwayat Kesehatan Sekarang
Biasanya pasien mengalami penurunan frekuensi urine, penurunan
kesadaran, perubahan pola nafas, kelemahan fisik, adanya
perubahan kulit, adanya nafas berbau amonia, rasa sakit kepala, dan
perubahan pemenuhan nutrisi (Muttaqin & Sari, 2011).
e. Riwayat Kesehatan Dahulu
Biasanya pasien berkemungkinan mempunyai riwayat penyakit
gagal ginjal akut, infeksi saluran kemih, payah jantung,
penggunaan obat-obat nefrotoksik, penyakit batu saluran kemih,
infeksi sistem perkemihan yang berulang, penyakit diabetes
mellitus, dan hipertensi pada masa sebelumnya yang menjadi
predisposisi penyebab. Penting untuk dikaji mengenai riwayat
pemakaian obat-obatan masa lalu dan adanya riwayat alergi
terhadap jenis obat kemudian dokumentasikan (Muttaqin & Sari,
2011).
f. Riwayat Kesehatan Keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat
menderita penyakit gagal ginjal kronik.
g. Pola-Pola Aktivitas Sehari-Hari
1) Pola Aktivitas / Istirahat

20
Biasanya pasien mengalami kelelahan ekstrim, kelemahan,
malaise, gangguan tidur (insomnia/gelisah atau samnolen),
penurunan rentang gerak (Haryono, 2013).
2) Pola Nutrisi dan Metabolisme
Biasanya pasien mual, muntah, anoreksia, intake cairan
inadekuat, peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan
berat badan (malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak
sedap pada mulut (pernafasan amonia) (Haryono,2013).
3) Pola Eliminasi
Biasanya pada pasien terjadi penurunan frekuensi urine,
oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen kembung, diare
konstipasi, perubahan warna urin (Haryono 2013).
4) Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan,
menolak, ansietas, takut, marah, mudah, perubahan
kepribadian, kesulitan menentukan kondisi, contoh tidak
mampu bekerja, mempertahankan fungsi peran.
5) Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas (Haryono, 2013).

h. Pemeriksaan Fisik
1) Keluhan umum dan tanda-tanda vital
Keadaan umum pasien lemah dan terlihat sakit berat. Tingkat
kesadaran menurun sesuai dengan tingkat uremia dimana dapat
mempengaruhi system saraf pusat. Pada hasil pemeriksaan
vital sign, sering didapatkan adanya perubahan pernafasan
yang meningkat, suhu tubuh meningkat serta terjadi perubahan
tekanan darah dari hipertensi ringan hingga menjadi berat
(Muttaqin & Sari,2011).
2) Pengukuran antropometri
Penurunan berat badan karena kekurangan nutrisi, atau terjadi
peningkatan berat badan karena kelebihan cairan.

21
3) Kepala
a) Mata : konjungtiva anemis, mata merah, berair,
penglihatan kabur, edema periorbital.
b) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
c) Hidung : biasanya ada pernapasan cuping hidung
d) Mulut : nafas berbau amonia, mual,muntah serta
cegukan, peradangan mukosa mulut.
e) Leher : terjadi pembesaran vena jugularis.
f) Dada dan toraks : penggunaan otot bantu pernafasan,
pernafasan dangkal dan kusmaul serta krekels,
pneumonitis, edema pulmoner, friction rub pericardial.
g) Abdomen : nyeri area pinggang, asites.
h) Genital : atropi testikuler, amenore.
i) Ekstremitas : Capitally revil time > 3 detik, kuku rapuh
dan kusam serta tipis, kelemahan pada tungkai, edema,
akral dingin, kram otot dan nyeri otot, nyeri kaki, dan
mengalami keterbatasan gerak sendi.
j) Kulit : ekimosis, kulit kering, bersisik, warna kulit abu-
abu, mengkilat atau hiperpigmentasi, gatal (pruritus),
kuku tipis dan rapuh, memar (purpura), edema
i. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium
Menurut Muttaqin (2011) dan Rendi & Margareth (2012)
hasil pemeriksaan laboratoium pada pasien gagal ginjal
kronik adalah :
a) Urine, biasanya kurang dari 400ml / 24 jam (oliguria)
atau urine tidak ada (anuria). Warna secara abnormal
urine keruh mungkin disebabkan pus, bakteri, lemak
fosfat, dan urat sedimen kotor. Kecoklatan
menunjukkan adanya darah. Berat jenis urine kurang
dari 0,015 (metap pada 1,010 menunjukkan kerusakan

22
ginjal berat). Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4)
secara kuat menunjukkan kerusakan glomerulus.
b) Laju endap darah meninggi yang diperberat oleh
adanya anemia, dan hipoalbuminemia. Anemia
normoster normokrom dan jumlah retikulosit yang
rendah.
c) Ureum dan kreatinin meninggi, biasanya perbandingan
antara ureum dan kreatinin kurang lebih 20:1.
Perbandingan bisa meninggi oleh karena perdarahan
saluran cerna, demam, luka bakar luas, pengobatan
steroid dan obstruksi saluran kemih. Perbadingan ini
berkurang ketika ureum lebih kecil dari kreatinin, pada
diet rendah protein dan tes Klirens Kreatinin yang
menurun.
d) Hiponatremi: umumnya karena kelebihan cairan.
e) Hiperkalemia: biasanya terjadi pada gagal ginjal lanjut
bersama dengan menurunnya diuresis.
f) Hipoklasemia dan hiperfosfatemia: terjadi karena
berkurangnya sintesis vitamin D3 pada pasien CKD.
g) Alkalin fosfat meninggi akibat gangguan metabolisme
tulang, terutama isoenzim fosfatase lindin tulang.
Hipoalbuminemia dan hipokolesterolemia, umumnya
disebabkan gangguan metabolisme dan diet rendah
protein. Peninggian gula darah, akibat gangguan
metabolisme karbohidrat pada gagal ginjal (resistensi
terhadap pengaruh insulin pada jaringan perifer).
h) Hipertrigleserida, akibat gangguan metabolisme lemak,
disebabkan peninggian hormon insulin dan
menurunnya lipoprotein lipase.
i) Asidosis metabolik dengan kompensasi respirasi
menunjukkan Ph yang menurun, HCO3 yang menurun,

23
PCO2 yang menurun, semua disebabkan retensi asam-
asam organik pada gagal ginjal.
j. Pemeriksaan Diagnostik lain
Pemeriksaan radiologis menurut Sudoyo,dkk (2009) dan Muttaqin
& Sari (2011) meliputi :
1) Foto polos abdomen untuk menilai bentuk dan besar ginjal
(adanya batu atau adanya suatu obstruksi). Dehidrasi akan
memperburuk keadaan ginjal, bisa tampak batu radio – opak,
oleh sebab itu penderita diharapkan tidak puasa.
2) Intra Vena Pielografi (IVP) untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter. Pemeriksaan ini mempunyai resiko
penurunan faal ginjal pada keadaan tertentu, misalnya usia
lanjut, diabetes mellitus, dan nefropati asam urat. Pielografi
intravena jarang dikerjakan karena kontras sering tidak bisa
melewati filter glomerulus, disamping kekhawatiran
terjadinya pengaruh toksik oleh kontras terhadap ginjal yang
sudah mengalami kerusakan.
3) Ultrasonografi (USG) untuk menilai besar dan bentuk ginjal,
tebal parenkim ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi
system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih dan
prostat. Renogram untuk menilai fungsi ginjal kanan dan kiri,
lokasi dari gangguan (vaskuler, parenkim, eksresi) serta sisa
fungsi ginjal.
4) Elektrokardiografi (EKG) untuk melihat kemungkinan:
hipertropi ventrikel kiri, tanda-tanda pericarditis, aritmia,
gangguan elektrolit (hiperkalemia).

J. Diagnosa Keperawatan

1) Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi,

kelebihan asupan cairan, kelebihan asupan cairan.

24
2) Defisit nutrisi berhubungan ketidakmampuan mengabsorbsi

nutrient, ketidakmampuan mencerna makanan, factor psikologis

(keengganan untuk makan).

3) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan

ventilasi-perfusi, perubahan membran alveolus-kapiler.

4) Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan aliran

arter/vena, penurunan konsentrasi hemoglobin.

5) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan

antara suplai dan kebutuhan O2, kelemahan.

6) Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kelebihan volume

cairan, sindrom uremia

K. Rencana Keperawatan

No Diagnosa Rencana Keperawatan


keperawatan Tujuan Dan Kriteria Intervensi Keperawatan
Hasil (SLKI) (SIKI)
1. (D.0022) (L.03020) (I.03114) Manajemen
Hipervolemia Keseimbangan Cairan Hipervolemia
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
gangguan mekanisme Kriteria hasil: 1. Periksa tanda dan
regulasi, kelebihan 1. Asupan cairan gejala hipervolemia (mis.
asupan cairan, meningkat Ortopnea, dispnea,
kelebihan asupan 2. Haluaran urin edema, JVP/CVP
cairan. meningkat meningkat, refleks
Data Mayor 3. Kelembaban hepatojugular positif,
DS : membran mukosa suara npas tambahan)
1. Ortopnea meningkat 2. Identifikasi penyebab
2. Dispnea 4. Asupan makanan hipervolemia
3. Paroxymal meningkat 3. Monitor status
nocturnal dyspnea 5. Edema menurun hemodinamik (mis.
(PND) 6. Dehidrasi menurun frekuensi jantung,
DO : 7. Asites menurun tekanan darah, MAP,
1. Edema anasarka 8. Konfusi menurun CVP, PAP, PCWP, CO,
dan/atau edema 9. Tekanan darah CI), jika tersedia
perifer membaik 4. Monitor intake dan

25
2. Berat badan 10. Denyut nadi radial output cairan
meningkat dalam membaik 5. Monitor tanda
waktu singkat 11. Tekanan arteri rata- hemokonsentrasi (mis.
3. Jugular venous rata membaik kadar natrium, BUN,
pressure (JVP) 12. Membran mukosa hematokrit, berat jenis
dan/atau Central membaik urine)
Venous Pressure 13. Mata cekung 6. Monitor tanda
(CVP) meningkat membaik peningkatan tekanan
4. Refleks 14. Turgor kulit onkotik plasma (mis.
hepatojugular positif membaik kadar protein dan
Data Minor 15. Berat badan albumin meningkat)
DS : - membaik 7. Monitor keceptan infus
DO : secara ketat
1. Distensi vena 8. Monitor efek samping
jugularis diuretik (mis. Hipotensi
2. Terdengar suara ortostatik, hipovolemia,
napas tambahan hipokalemia,
3. Hepatomegali hiponatremia) Terapeutik
4. Kadar Hb/Ht 9. Timbang berat badan
menurun setiap hari pada waktu
5. Oliguria yang sama
6. Intake lebih 10. Batasi asupan cairan
banyak daripada dan garam
output (balans cairan 11. Tinggikan kepala
positif) tempat tidur 30- 40°
Edukasi 12. Anjurkan
melapor jika haluaran
urin < 0,5 mL/kg/jam
dalam 6 jam
13. Anjurkan melapor
jika BB bertambah > 1 kg
dalam sehari
14. Ajarkan cara
mengukur dan mencatat
asupan dan haluaran
cairan
15. Ajarkan cara
membatasi cairan
Kolaborasi
16. Kolaborasi pemberian
diuretic
17. Kolaborasi
penggantian kehilangan
kalium akibat diuretik
2. (D.0019) Defisit (I.03030) Status Nutrisi (I.03119) Manajemen
nutrisi berhubungan Ekspektasi: membaik Nutrisi
ketidakmampuan Kriteria hasil: Observasi
mengabsorbsi 1. Porsi makanan yang 1. Identifikasi status

26
nutrient, dihabiskan meningkat nutrisi
ketidakmampuan 2. Kekuatan otot 2. Identifikasi alergi dan
mencerna makanan, pengunyah meningkat intoleransi makanan
factor psikologis 3. Kekuatan otot 3. Identifikasi makanan
(keengganan untuk menelan meningkat yang disukai
makan). 4. Serum albumin 4. Identifikasi kebutuhan
Data Mayor meningkat kalori dan jenis nutrient
DS : - 5. Verbalisasi keinginan 5. Monitor asupan
DO : untuk meningkatkan makanan
1. Berat badan nutrisi meningkat 6. Monitor berat badan
menurun minimal 6. Pengetahuan tentang 7. Monitor hasil
10% dibawah rentang pilihan makanan yang pemeriksaan laboratorium
ideal Data Minor sehat meningkat Teraupetik
DS : 7. Pengetahuan tentang 8. Lakukaoral hygiene
1. Cepat kenyang pilihan minuman yang sebelum makan, jika
setelah makan sehat meningkat perlu 9. Fasilitasi
2. Kram/nyeri 8. Pengetahuan tentang menentukan pedooman
abdomen standar asupan nutrisi diet (mis. Piramida
3. Nafsu makan yang tepat meningkat makanan)
menurun 9. Penyiapan dan 10. Sajikan makanan
DO : penyimpanan makanan secara menarik dan suhu
1. Bising usus yang aman meningkat yang sesuai
hiperaktif 10. Penyiapan dan 11. Berikan
2. Otot pengunyah penyimpanan minuman makanantinggi serat
lemah yang aman meningkat untuk mencegah
3. Otot menelan 11. Sikap terhadap konstipasi
lemah makanan/minuman 12. Berikan makanan
4. Membran mukosa sesuai dengan tujuan tinggi kalori dan tinggi
pucat kesehatan meningkat protein
5. Sariawan 12. Perasaan cepat 13. Berikan makanan
6. Serum albumin kenyang menurun rendah protein Edukasi
turun 13. Nyeri abdomen 14. Anjurkan posisi
7. Rambut rontok menurun dusuk, jika mampu
berlebihan 14. Sariawan menurun 15. Anjurkan diet yang
8. Diare 15. Rambut rontok diprogramkan Kolaborasi
menurun 16. Kolaborasi pemberian
16. Diare menurun medikasi sebelum makan
17. Berat badan (mis. Pereda nyeri,
membaik antiemetic), jika perlu 17.
18. Indeks Massa Kolaborasi dengan ahli
Tubuh (IMT) membaik gizi menentukan jumlah
19. Frekuensi makan kalori dan jenis nutrient
membaik yang dibutuhkan, jika
20. Nafsu makan perlu
membaik
21. Bising usus
membaik
22. Tebal lipatan kulit

27
trisep membaik
23. Membran mukosa
membaik
3. (D.0003) Gangguan (L.01003) Pertukaran (I.01014) Pemantauan
pertukaran gas Gas Respirasi
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
ketidakseimbangan Kriteria hasil 1. Monitor frekuensi,
ventilasi-perfusi, 1. Tingkat kesadaran irama kedalaman dan
perubahan membran meningkat upaya napas
alveolus-kapiler. 2. Dispnea menurun 2. Monitor pola napas
Gejala dan tanda 3. Bunyi napas (seperti bradipnea,
mayor tambahan menurun takipnea,
Subjektif: 4. Pusing menurun hiperventilasi,
1. Dispnea 5. Penglihatan kabur Kussmaul, Cheyne-
Objektif: menurun Stokes, Biot, ataksik)
1. PCO2 6. Diaforesis menurun 3. Monitor kemampuan
meningkat/me nurun 7. Gelisah menurun batuk efektif
2. PO2 menurun 8. Napas cuping 4. Monitor adanya
3. Takikardia hidung menurun produksi sputum
4. pH arteri 9. PCO2 membaik 5. Monitor adanya
meningkat/me nurun 10. PO2 membaik sumbatan jalan napas
5. Bunyi napas 11. Takikardia membaik 6. Palpasi kesimetrisan
tambahan 12. pH arteri membaik ekspansi paru
Gejala dan tanda 13. Sianosis membaik 7. Auskultasi bunyi
minor 14. Pola napas membaik napas
Subjektif: 15. - Warna kulit 8. Monitor saturasi
1. Pusing membaik oksigen
2. Penglihatan kabur 9. Monitor nilai AGD
Objektif: 10. Monitor hasil x-ray
1. Sianosis toraks
2. Diaforesis Terapeutik
3. Gelisah 11. Atur interval
4. Napas cuping pemantauan respirasi
hidung sesuai kondisi pasien
5. Pola napas 12. Dokumentasikan hasil
abnormal pemantauan
(cepat/lambat, Edukasi
reguler/iregule r, 13. Jelaskan tujuan dan
dalam/dangkal ) prosedur pemantauan
6. Warna kulit 14. Informasikan hasil
abnormal (mis. pucat, pemantauan, jika perlu
kebiruan)
7. Kesadaran (I.01026) Terapi Oksigen
menurun Observasi
1. Monitor kecepatan
aliran oksigen
2. Monitor posisi alat
terapi oksigen

28
3. Monitor aliran
oksigen secara
periodik dan pastikan
fraksi yang diberikan
cukup
4. Monitor kemampuan
melepaskan oksigen
saat makan
5. Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
6. Monitor tanda dan
gejala toksikasi
oksigen dan
atelaktasis
7. Monitor tingkat
kecemasan akibat
terapi oksigen
8. Monitor integritas
mukosa hidung akibat
pemasangan oksigen
Terapeutik
9. Bersihkan sekret pada
mulut, hidung dan
trakea, jika perlu
10. Pertahankan
kepatenan jalan napas
11. Siapkan dan atur
peralatan pemberian
oksigen
12. Berikan oksigen
tambahan, jika perlu
13. Tetap berikan oksigen
saat pasien
ditransportasi
14. Gunakan perangkat
oksigen yang sesuai
dengan tingkat
mobilitas pasien
Edukasi
15. Ajarkan pasien dan
keluarga cara
menggunakan oksigen
di rumah
Kolaborasi
16. Kolaborasi penentuan
dosis oksigen
17. Kolaborasi
penggunaan oksigen

29
saat aktivitas dan/atau
tidur
4. (D.0009) Perfusi (L.02011) Perfusi (I.02079) Perawatan
perifer tidak efektif Perifer Sirkulasi
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
penurunan aliran Kriteria hasil: 1. Periksa sirkulasi
arter/vena, penurunan 1. Denyut nadi perifer periver (mis. Nadi perifer,
konsentrasi meningkat edema, pengisian kapiler,
hemoglobin. 2. Penyembuhan luka warna, suhu,
Data Mayor meningkat anklebrachial index)
DS : 3. Sensasi meningkat 2. Identifikasi faktor
DO : 4. Warna kulit pucat resiko gangguan sirkulasi
1. CRT > 3 detik menurun ( mis. Diabetes, perokok,
2. Nadi perifer 5. Edema perifer orang tua hipertensi dan
menurun/tidak teraba menurun kadar kolestrol tinggi)
3. Akral teraba dingin 6. Nyeri ekstremitas 3. Monitor panans,
4. Warna kulit pucat menurun kemerahan, nyeri atau
5. Turgot kulit 7. Parastesia menurun bengkak pada ekstermitas
menurun 8. Kelemahan otot Teraupetik
Data Minor menurun 4. Hindari pemasangan
DS : 9. Kram otot menurun infus atau pengambilan
1. Parastesia 10. Bruit femoralis darah di daerah
2. Nyeri ekstremitas menurun keterbatasan perfusi
DO : 11. Nekrosis menurun 5. Hindari pengukuran
1. Edema 12. Pengisian kapiler tekanan darah pada
2. Penyembuhan luka membaik ekstermitas dengan
lama 13. Akral membaik keterbatasan perfusi
3. Bruit femoralis 14. Turgor kulit 6. Hindari penekanan dan
membaik pemasangan tourniquet
15. Tekanan darah pada area yang cidera
sistolik membaik 7. Lakukan pencegahan
16. Tekanan darah infeksi
diastolik membaik 8. Lakukan perawatan
17. Tekanan arteri rata- kaki dan kuku Edukasi
rata membaik 9. Anjurkan berhenti
18. Indeks ankle- merokok
brachial membaik 10. Anjurkan berolah raga
rutin
11. Anjurkan mengecek
air mandi untuk
menghindari kulit
terbakar
12. Anjurkan minum obat
pengontrol tekanan darah,
antikoagulan,dan penurun
kolestrol, jika perlu
13. Anjurkan minum obat
pengontrl tekanan darah

30
secara teratur
14. Anjurkan
menggunakan obat
penyekat beta 15. Ajarkan
program diet untuk
memperbaiki sirkulasi
( mis. Rendah lemak
jenuh, minyak ikam
omega 3)
5. (D.0056) Intoleransi (L.05047) Toleransi (I.05178) Manajemen
aktivitas Aktivitas Energi
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
ketidakseimbangan K 1. Identifikasi gangguan
antara suplai dan riteria hasil: fungsi tubuh yang
kebutuhan O2, 1. Frekuensi nadi mengakibatkan kelelahan
kelemahan.. Data meningkat 2. Monitor kelelahan fisik
Mayor : 2. Saturasi oksigen dan emosional
DS : - meningkat 3 Monitor pola dan jam
DO : 3. Kemudahan dalam tidur
1. Frekuensi jantung melakukan aktivitas 4 Monitor lokasi dan
meningkat >20% dari sehari-hari meningkat ketidaknyamanan selama
kondisi istirahat 4. Kecepatan berjalan melakukan aktivitas
Data Minor meningkat Terapeutik
DS : 5. Jarak berjalan 5 Sediakan lingkungan
1. Dispnea meningkat nyaman dan rendah
saat/setelah 6. Kekuatan tubuh stimulus (mis. cahaya,
beraktivitas bagian atas meningkat suara, kunjungan)
2. Merasa tidak 7. Kekuatan tubuh 6 Lakukan latihan rentang
nyaman setelah bagian bawah gerak pasin dan/atau aktif
beraktivitas meningkat 7 Berikan aktivitas
3. Merasa lemah 8. Toleransi dalam distraksi yang
DO : menaiki tangga menenangkan
1. Tekanan darah meningkat 8 Fasilitasi duduk di sisi
berubah >20% dari 9. Keluhan lelah tempat tidur, jika tidak
kondisi istirahat 10. Dipsnea saat dapat berpindah atau
2. Gambaran EKG aktivitas menurun berjalan Edukasi
menunjukkan aritmia 11. Dipsnea setelah 9 Anjurkan tirah baring
saat/setelah aktivitas aktivitas menurun 10 Anjurkan melakukkan
3. Sianosis 12. Perasaan lemah aktivitas secara bertahap
menurun 11 Anjurkan
13. Aritmia saat menghubungi perawat
beraktivitas menurun jika tanda dan gejala
14. Aritmia setelah kelelahan tidak berkurang
beraktivitas menurun 12 Ajarkan strategi
15. Sianosis menurun koping untuk mengurangi
16. Warna kulit kelelahan Kolaborasi
membaik 13 Kolaborasi dengan
17. Tekanan darah ahli gizi tentang cara

31
membaik meningkatkan asupan
18. Frekuensi napas makanan
membaik
19. EKG Iskemia
membaik
6. (D.0129) Gangguan (L.14125) Integritas (I.11353) Perawatan
integritas kulit Kulit dan Jaringan Integritas Kulit
berhubungan dengan Ekspektasi: meningkat Observasi
kelebihan volume Kriteria hasil: 1. Identifikasi penyebab
cairan, sindrom 1. Elastisitas gangguan integritas
uremia. Gejala dan meningkat kulit (mis. perubahan
tanda mayor 2. Hidrasi meningkat sirkulasi, perubahan
Subjektif: (tidak 3. Perfusi jaringan status nutrisi,
tersedia) meningkat penurunan
Objektif: 4. Kerusakan jaringan kelembaban, suhu
1. Kerusakan jaringan menurun lingkungan ekstrem,
dan/atau lapisan kulit 5. Kerusakan lapisan penurunan mobilitas)
Gejala dan tanda kulit menurun Terapeutik
minor 6. Nyeri menurun 2. Ubah posisis tiap 2
Subjektif: (tidak 7. Perdarahan menurun jam jika tirah baring
tersedia) 8. Kemerahan menurun 3. Lakukan pemijatan
Objektif: 9. Hematoma menurun pada area penonjolan
1. Nyeri 10. Pigmentasi abnormal tulang, jika perlu
2. Perdarahan menurun 4. Bersihkan perineal
3. Kemerahan 11. Jaringan parut dengan air hangat,
4. Hematoma menurun terutama selama
12. Nekrosis menurun periode diare
13. Abrasi kornea 5. Gunakan produk
menurun berbahan petrolium
14. Suhu kulit membaik atau minyak pada kulit
15. Sensasi membaik kering
16. Tekstur membaik 6. Gunakan produk
17. - Pertumbuhan berbahan ringan/alami
rambut membaik dan hipoalergik pada
kulit sensitif
7. Hindari produk
berbahan dasar
alkohol pada kulit
kering
Edukasi
8. Anjurkan
menggunakan
pelembab (mis. lotion,
serum)
9. Anjurkan minum air
yang cukup -
Anjurkan
meningkatkan asupan

32
nutrisi
10. Anjurkan
meningkatkan asupan
buah dan sayur -
Anjurkan menghindari
terpapar suhu ekstrem
11. Anjurkan
menggunakan tabir
surya SPF minimal 30
saat berada di luar
rumah
12. Anjurkan mandi dan
menggunakan sabun
secukupnya

(I.4564) Perawatan Luka


Observasi
1. Monitor karakteristik
luka (mis. drainase,
warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda
infeksi
Terapeutik
3. Lepaskan balutan dan
plester secara perlakah
4. Cukur rambut di
sekitar daerah luka,
jika perlu
5. Bersihkan dengan
cairan NaCl atau
pembersih nontoksik,
sesuai kebutuhan
6. Bersihkan jaringan
nekrotik
7. Berikan salep yang
sesuai kulit/lesi, jika
perlu
8. Pasang balutan sesuai
jenis luka
9. Pertahankan teknik
steril saat melakukan
perawatan luka
10. Ganti balutan sesuai
jumlah eksudat dan
drainase
11. Jadwalkan perubahan
posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi

33
pasien
12. Berikan diet dengan
kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan
protein 1,25-
1,5g/kgBB/hari
13. Berikan suplemen
vitamin dan mineral
(mis. vitamin A,
vitami C, Zinc, asam
amino), sesuai
indikasi
14. Berikan terapi TENS
(stimulasi sarap
transkutaneus), jika
perlu
Edukasi
15. Jelaskan tanda dan
gejala infeksi
16. Anjurkan
mengonsumsi
makanan tinggi kalori
dan protein - Ajarkan
prosedur perawatan
luka secara mandiri
Kolaborasi
17. Kolaborasi prosedur
debridement (mis.
enzimatik, biologis,
mekanis, autolitik),
jika perlu - Kolaborasi
pemberian antibiotik,
jika perlu

L. Implementasi
Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah
ditetapkan (Asmadi, 2008). Implementasi keperawatan terdiri dari
beberapa komponen:
a. Tanggal dan waktu dilakukan implementasi keperawatan.
b. Diagnosis keperawatan.

34
c. Tindakan keperawatan berdasarkan intervensi keperawatan.
d. Tanda tangan perawat pelaksana.

M. Evaluasi
Evaluasi keperawatan adalah penilaian terakhir keperawatan yang
didasarkan pada tujuan keperawatan yang ditetapkan. Penetapan
keberhasilan suatu asuhan keperawatan didasarkan pada perubahan
perilaku dari kriteria hasil yang telah ditetapkan, yaitu terjadinya adaptasi
pada individu (Nursalam, 2008). Evaluasi keperawatan dilakukan dalam
bentuk pendekatan SOAP. Evaluasi keperawatan terdiri dari beberapa
komponen yaitu
a. Tanggal dan waktu dilakukan evaluasi keperawatan.
b. Diagnosa keperawatan.
c. Evaluasi keperawatan.

35
BAB III
TINJAUAN KASUS

3A. PENGKAJIAN KEPERAWATAN

I. INFORMASI UMUM Tanggal : 30 November 2022


Waktu : 15.30

A. Identitas Pasien

Nama : Ny. M RM : 565827


Umur : 20 Th Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam Pendidikan : SMA
Terakhir
Pekerjaan : Belum Bekerja
Alamat : Bukik Batabuah
Diagnosa : CKD
Medis

B. Identitas Penanggungjawab

Nama : Tn. A Umur : 50 th


Pendidika : SMP
n terakhir

Pekerjaan : Petani
Hubungan : Orang tua
No Tlp : 081267035091

Alamat : Bukik Batabuah

C. Riwayat Kesehatan

Keluhan utama :
Penurunan kesadaran, sesak nafas, badan lemas, penurunan berat

36
badan, dan ekstermitas atas dan bawah lemah.

:
Riwayat Kesehatan Sekarang

Keluarga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan


kesadaran, penurunan nafsu makan, badan lemas, mual dan
muntah, adanya penurunan berat badan, rasa kesemutan yang
sering dikeluhkan klien, dan klien tidak mampu menggerakan
ekstermitas sebab terasa pegal dan lemah.
Klien terlihat pucat, konjungtiva anemis, tingkat kesadaran apatis
dengan GCS 12, tekanan darah tinggi, turgor kulit jelek,
penurunan albumin dan adanya peningkatan kadar urea.

Riwayat Kesehatan Masa Lalu :


Pasien pernah mengalami demam dan diare pada usia 5-10 tahun
yang lalu.

Allergy
 Obat : Tidak Ada Riwayat Alergi Obat
 Makanan : Tidak Ada Riwayat Alergi Makanan
 Lainnya : Tidak ada

Riwayat operasi
 Tidak ada riwayat operasi

Riwayat penyakit keturunan :


 Diabetes  Hipertensi  Asma  Jantung  Kanker
Lainnya : Tidak ada penyakit keturunan

37
D. FISIOLOGIS
1. OKSIGENASI
a. Fisik
Inspeksi : Dada kiri dan kanan simetris, tidak ada
jejas
Palpasi : Pergerakan dinding dada kiri dan kanan
sama, tidak terdapat nyeri tekan, suara
dasar vesikuler.
Perkusi : Sonor kiri dan kanan
Auskultasi : Suara vesikuler kiri dan kanan
Lainnya :-

b. Lab ( Tidak ada)


Nilai Nilai normal H/L
Ph - 7,35 – 7,45
PO2 55,00 35,00 – 45,00 mm Hg
PCO2 48,00 75,00 – 100,00 mmHg
HCO3 - 21,00 – 25,00
mEq/liter
Total CO2 - 21,00 – 27,00
mEq/liter
Sa02 88% 95 – 100%
BE (Base - - 2 smp 2 mEq/liter
excess /
kelebihan
basa)

c. Pemeriksaan diagnostik lain (Radiologi Thorax paru dll)


Tidak ada pemeriksaan diagnostik thorax paru

38
2. SIRKULASI
a. Fisik
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat
Palpasi : tidak teraba dan massa (-)
Perkusi : suara S1 – S2 terdengar normal
Auskultasi : sonor

b. Lab
Tanggal : 3 Desember 2022
Nilai Nilai normal H/L
Hemoglobin 11,2 12 – 15 g/dL
(Hgb)
Hematocrit (Hct) 37,3 36,0-46,0
White Blood Cell 18,15 150-400x10³/mm³
(WBC)
Prothrombin time - 9,8-12,6
(PT)
APTT - 31,0-47,0
Leukosit 143

c. Pemeriksaan diagnostik lain (EKG dll)


Tidak ada pemeriksaan EKG

3. NUTRISI
a. Antropometri
TB : 156 Cm
BB : 34 Kg
BMI : 14
Lila : 16

b. Biomedik : Pemeriksaan labor


Hasil pemeriksaan labor :

39
WBC : 18,15
PLT : 143
c. Clinical sign :
Penurunan kesadaran, sesak nafas, ekstermitas atas dan bawah
lemah
d. Diet
ML ( makanan lunak)
e. Pemeriksaan fisik abdomen
Inspeksi : Gerakan nafas simetris
Palpasi : Tidak ada nyeri tekan, tidak ada nyeri lepas
Perkusi : Redup
Auskultasi : Bising usus 16x/i

f. Pemeriksaan diagnostik lain (USG abdomen dll)


Tidak dilakukan pemeriksaan USG abdomen

4. ELIMINASI
a. Fisik
BAK
Frekuensi : 500
Warna : Kecoklatan
Keluhan :-
selama BAK

BAB
Frekuensi :-
Warna :-
Keluhan saat : -
BAB

b. Lab

40
Tanggal :
Nilai Nilai normal H/L
Warna - Kuning muda-tua
Kejernihan - Jernih
pH - 1.005-1.030
Protein - 4,5-8,0
Glukosa - Negatif
Keton - Negatif
Darah - Negatif
Bilirubin - Negatif
Urobilinogen - 3,2-16,0
Nitrit - Negatif
Esterase leukosit - Negatif
Sel epital - 1+
Leukosit - 1-5
Kristal - Negatif
Bakteri - Negatif

c. Pemeriksaan diagnostik lain (Kultur urin atau feces )


Tidak ada pemeriksaan kultur urin atau feces

5. AKTIVITAS DAN ISTIRAHAT


a. Fisik
0 = Mandiri
1 = Dengan alat bantu
2 = Bantuan dari orang lain
3 = Bantuan peralatan dan orang lain
4 = Tergantung/tidak mampu

Aktivitas 0 1 2 3 4
Makan/Minum 
Mandi 
Berpakaian 

41
Toileting 
Mobilisasi di tempat tidur 
Berpindah 
Berjalan 
Menaiki tangga 
Berbelanja 
Memasak 
Pemeliharaan rumah 

Alat bantu : Tidak ada 


Ada __ Kruk__ Walker __ Tongkat__ Belat/mitela__ Kursi
roda__ pispot di tempat tidur__

Kekuatan otot :
Kiri Kanan
4 4 4 4 4 4 4 4
4 4 4 4 4 4 4 4

0 : Tidak didapatkan sedikitpun kontraksi oto, lumpuh total


1 : Terdapat sedikit kontraksi otot, naun tidak didapatkan
gerakan pada persendiaan yang harus digerakkan oleh otot
tersebut
2 : Didapatkan gerakan, tetapi gerakan ini tidak mampu
melawan gaya berat (gravitasi)
3 : Dapat mengadakan gerakan melawan gaya berat
4 : Disamping dapat melawan gaya berat ia dapat pula
mengatasi sedikit tahanan yang diberikan
5 : Tidak ada kelumpuhan (Normal)

b. Istrahat dan tidur :


Kebiasaan : ± 7 jam/malam ± 1-2 jam/siang
Merasa segar setelah tidur : Ya
Masalah-masalah : Tidak ada

42
Ada__ Sering Terbangun__ Terbangun dini__ Insomnia__
Mimpi buruk__ Lain-lain___

c. Pemeriksaan diagnostik lain (Rongsen tulang dll)


Tidak dilakukan pemeriksaan rontgen tulang

6. PROTEKSI DAN PERLINDUNGAN


a. Fisik
Tanda inflamasi dan infeks :
Tidak ada inflamasi dan infeksi

Resiko jatuh :skala morse (35)

b. Pemeriksaan labor
Pasien tidak ada melakukan pemeriksaan

c. Pemeriksaan diagnostik lain (dll)


Pasien tidak ada melakukan pemeriksaan

7. SENSORI
a. Fisik
Nyeri : Tidak ada
P:-
Q:-
R:-
S:-
T:-

43
Penglihatan :Ketajaman: visus normal
Konjungtiva:Tidak anemis,
Sklera :non ikterik
Reflek cahaya : + / +
Penciuman : Kanan / kiri + / +
Pengecapan : Norma l
Pendengaran : Kanan/kiri + /+

b. Lainnya
Tidak ada pengkajian

8. CAIRAN DAN ELEKTROLIT


a. Fisik
Intake cairan
sebelumnya : cc.
Intake Output
Minum : 600 ml/hr Urine : 500 ml/hr
Intravena : 500 ml/hr Drain : - ml/hr
IWL : 100 ml/hr
Diare : ml/hr
Muntah : ml/hr
Perdarahan : ml/hr

44
Total : 1200 ml/hr Total : 500 ml/hr
Balance : 700 ml/hr

Tanda Dehidrasi Tidak


Distensi vena Tidak
jugularis
Edema Sacral

b. Lab
Nilai Nilai normal H/L
Natrium 136,5 132-147
Kalium 3,11 3,30-5,40
Kalsium - 94,0-111,0
Klorida 106,8
Kreatinin 2,47

c. Lainnya
Tidak dilakukan pengkajian

45
9. FUNGSI NEUROLOGI
a. Fisik
Status Mental
LOC (Level of : alert
Consiousness)
Memory : Panjang
Perhatian : Dapat mengulang
Bahasa : Baik
Kognisi : Baik
Orientasi : Orang , Tempat, Waktu normal

10. ENDOKRIN
a. Fisik
Kalenjar tiroid Pembesaran: Tidak
Tremor : Tidak
Pankreas Trias DM : Tidak
Adrenal Tanda Syndrom cushing

46
b. Lainnya
Tanggal
Nilai Nilai normal Kesan
Gula darah 58 < 140 mg/dL
sewaktu

11. THERAPY

a. Obat Non Parateral


Obat Dosis
Azitromisin 1x1
Amlodipin 10 mg 1x1
Asam folat 2x1
Candesartan 16 mg 1x1
Bicnat 3x1
Osteocal 1x1

b. Obat Parenteral
Obat Dosis
Levofloxacin 1x1
Farmavon 2x1
Metilpredisolan 62,5 mg x 2
Ranitidin 2x1
Lasix 2x1
D 10%

47
12. MODE KONSEP DIRI
(Sensasi tubuh, citra tubuh, konsistensi diri, ideal diri, moral etik,
spiritual diri)
Emosi stabil, namun pasien mengatakan merasa sedih dan takut
jika penyakitnya bertambah parah, ia akan menjadi beban
keluarga. Pasien mengatakan dia seorang muslim dan dapat
menjalani ibadah.

13. Mode Fungsi Peran


(Analisa peran, gangguan fungsi peran, dan sebagainya)

14. Mode Interdependen


(Kemampuan kerjasama dengan orang lain, sikap memberi dan
menerima, sikap mendukung )
Hubungan sosial pasien baik diluar/masyarakat baik dan internal
dengan keluarga baik dengan sikap pasien yang baik dan
banyaknya yang menjenguk.

48
II. Analisa Data
Data Etiologi Masalah Keperawatan
Subjektif
Keluarga Ny.M
mengatakan
mengeluh sesak nafas
Objektif
- PaO2 = 55 Perubahan membaran
Gangguan Pertukaran Gas
mmHg alveolar -kapiler
- PaCO2 = 48
mmHg
- SaO2 =88 %
- RR = 23x/i
- N= 112x/i
Subjektif
-Keluarga Ny.M
mengatakan bahwa
ekstermitas bawah
bengkak (edema)

Objektif
-CRT 4 detik Kelebihan asupan cairan Hipervolemia
- Edema pada kedua
kaki
- TD: 140/100 mmHg
- Hb : 11,2 mg/dl
- RR : 23/i

Subjektif Disfungsi ginjal Resiko perfusi renal tidak


efetif
-

49
Objektif
-TD : 140/100 mmHg
-Hasil lab ureum :
80mg/dl
-Hasil lab kreatinin :
2,47 mg/dl

III. Diagnosis Keperawatan


1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
alveolar dan kapiler
2. Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan volume cairan
3. Resiko perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal

IV. Intervensi Keperawatan


Diagnosis
Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
Gangguan Setelah diberikan Pemantauan Resirasi
Observasi
pertukaran gas intervensi selama 3x24
diharapkan 1.Monitor pola nafas dan saturasi
berhubungan oksigen
karbondioksida pada
2.Monitor adanya sumbatan jalan
dengan perubahan membran alveolus dan
nfas
membran alveolar kapiler dalam batas Edukasi
normal dengan kriteria 1. Jelaskan tujuan dan prosedur
dan kapiler
hasil : emantauan
1. Tingkat kesadaran 2.Informasikan hasil pemantauan
meningkat Terapi Oksigen
Observasi
2.Dispneu menurun
1.Monitor kecepatan aliran oksigen
3.Gelisah menurun 2.Monitor posisi aat terapi oksigen
4.PCO2 membaik Teraupetik
5.PO2 membaik 1.Pertahankan kepatenan jalan nafas

50
2.Berikan oksigen jika perlu
1. Edukasi
1.Ajarkan keluarga menggunakan O2
dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemantauan dosis
oksigen

Hipervolemia Setelah dilakukan Manajemen Hipervolmenia


berhubungan keperawatan 3x24 jam Observasi
dengan kelebihan diharapkan 1.Periksa tanda dan gejala
hipervolemia
volume cairan kesimbangan cairan
2.Identifikasi penyebab hipervolemia
meningkat dengan 3.monitorintake dan output cairan
kriteria hasil : Teraupetik
1.Edema menurun 1.Berikan asupan cairan dan garam
2.Asites menurun 2.Tinggikan kepala 30-40 derajat
Edukasi
1.Anjurkan melaporkan urine
<0,5ml/kg/jam dalam 6 jam
2.ajarkan cara membatasi cairan

Resiko perfusi Setelah dilakukan Pencegahan syok


renal tidak efektif tindakan keperawatan Observasi
berhubungan 3x2 jam perfusi renal 1.monitor status oksigen
2.monitor status cairan
dengan disfungsi meningkat dengan
3.monitor tingkat kesadaran dan
ginjal kriteria hasil : respon pupil
1. kadar kreatinin 4.Periksa riwayat alergi
plasma membaik Teraupetik
2.kadar urea nitrogen 1.Berikan oksigen untuk
darah membaik mempertahankan saturasi >94%
2. Pasang kateter urine untuk menilai
produksi urine
Edukasi
1.Jelakan penyebab faktor/resiko
syok
2.Anjurkan melapor jika menemukan
tanda/gejala syok

51
V. Implementasi dan Evaluasi
Hari/
DX Implementasi Evaluasi
Tanggal
Kamis / 1 1.Memonitor pola nafas dan S:
01 Des saturasi oksigen Keluarga Ny.M
2022 2.Memonitor adanya
sumbatan jalan nfas mengatakan mengeluh
3.Menjelaskan tujuan dan sesak nafas
prosedur emantauan
4.Menginformasikan hasil O:
pemantauan 1.KU : lemah
5.Memonitor kecepatan aliran 2.Klien tampak gelisah
oksigen
3.RR : 22x/i
6.Mempertahankan kepatenan
jalan nafas 4.Terpasang nasal kanul
7.Memberikan oksigen jika 5.SpO2: 98%
perlu
8.Mengajarkan keluarga A : Masalah belum teratasi
menggunakan O2 dirumah P : Intervensi dilanjutkan
9.Mengkolaborasikan
pemantauan dosis oksigen

II 1.Memeriksa tanda dan gejala S:


hipervolemia -Keluarga Ny.M
2.Mengidentifikasi penyebab
hipervolemia mengatakan bahwa
3.Memonitorintake dan output ekstermitas bawah bengkak
cairan
4.Memberikan asupan cairan (edema)
dan garam
5.Tinggikan kepala 30-40
O:
derajat
6.Menganjurkan melaporkan -CRT 4 detik
urine <0,5ml/kg/jam dalam 6
- Pasien tampak edema
jam
7.Mengajarkan cara pada kedua kaki
membatasi cairan
- RR : 23/i

A : Masalah belum teratasi


P : Intervensi dilanjutkan

52
III 1.Memonitor status oksigen S:
2.Memonitor status cairan -
3.Memonitor tingkat
kesadaran dan respon pupil O:
4.Memeriksa riwayat alergi Objektif
5.Memberikan oksigen untuk -TD : 140/100 mmHg
mempertahankan saturasi
>94% -Hasil lab ureum : 80mg/dl
6.Memasang kateter urine -Hasil lab kreatinin :
untuk menilai produksi urine
7.Menjelakan penyebab 2,47 mg/dl
faktor/resiko syok
8.Menganjurkan melapor jika A : Masalah belum teratasi
menemukan tanda/gejala syok P : Intervensi dilanjutkan

Jum’at/ I 1.Memonitor pola nafas dan S:


2 Des saturasi oksigen -Klien mengatakan sesak
2022 2..Menginformasikan hasil berkurang
pemantauan
3.Memonitor kecepatan aliran
O:
oksigen
4.Mempertahankan kepatenan 1.KU: lemah
jalan nafas 2.RR:20x/i
5.Memberikan oksigen jika 3.Terpasang nasal kanul
perlu 4.SpO2:98%
6.Mengkolaborasikan
pemantauan dosis oksigen A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

II 1.Memonitor intake dan S:


output cairan -Klien mengatakan kaki
2.Memberikan asupan cairan bengkak
dan garam
3.Tinggikan kepala 30-40
O:
derajat
4.Menganjurkan melaporkan -CRT 2 detik
urine <0,5ml/kg/jam dalam 6 -Edema menurun

53
jam
A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

III 1.Memonitor status oksigen S:


2.Memonitor status cairan -
3.Memonitor tingkat
kesadaran dan respon pupil O:
4.Memberikan oksigen untuk -TD : 120/85 mmHg
mempertahankan saturasi -Hasil lab ureum : 50mg/dl
>94%
5.Menganjurkan melapor jika -Hasil lab kreatinin :
menemukan tanda/gejala syok 1,2 mg/dl

A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi dilanjutkan

Sabtu / I 1.Mempertahankan kepatenan S :


3 Des jalan nafas -Klien mengatakan sessak
2022 2.Memberikan oksigen jika berkurang
perlu
O:
1.Ku:Sedang
2.RR:20x/i
3.Pasien tidak tamak
gelisah
A : Masalah teratasi
P : Intervensi
dipertahankan

II 1.Memonitor intake dan S :


output cairan -Klien mengatakan kaki
2.Tinggikan kepala 30-40 bengkak
derajat

54
3.Menganjurkan melaporkan
urine <0,5ml/kg/jam dalam 6 O :
jam -CRT <2 detik
-Edema menurun

A : Masalah teratasi
sebagian
P : Intervensi
dipertahankan
III 1.Memberikan oksigen untuk S :
mempertahankan saturasi -
>94%
2.Menganjurkan melapor jika O :
menemukan tanda/gejala syok -TD : 110/80 mmHg
-Hasil lab ureum : 30mg/dl
-Hasil lab kreatinin :
1,2 mg/dl

A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

55
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Pengkajian
1. Identitas Pasien
Berdasarkan hasil pengkajian kepada Ny. M, didapatkan data
bahwa Ny. M berusia 20 tahun dengan jenis kelamin perempuan dan
beragama islam.
2. Keluhan Utama
Pengkajian pada hari Rabu, 30 November 2022 didapatkan data
bahwa keluarga klien mengatakan bahwa klien mengalami penurunan
kesadaran, penurunan nafsu makan, badan lemas, mual dan muntah,
adanya penurunan berat badan, rasa kesemutan yang sering
dikeluhkan klien, dan klien tidak mampu menggerakan ekstermitas
sebab terasa pegal dan lemah, serta klien memiliki riwayat diabetes
dan hipertensi.
Tanda dan gejala yang sering dijumpai pada klien dengan gagal
ginjal kronik diantaranya adalah mulai dari urine yang keluar sedikit,
gelisah, lemas, penurunan kesadaran, anoreksia, mual dan muntah,
mulut terasa kering, nafas beraroma amonia dan rasa gatal pada kulit
(Muttaqin & Sari, 2011).
3. Riwayat Kesehatan Dahulu dan Keluarga
Keluarga klien mengatakan bahwa klien memiliki riwayat diabetes
dan hipertensi yang merupakan turunan (genetik) dari ibu klien. Hal
ini sesuai dengan teori bahwa diabetes dan hipertensi merupakan
penyebab terjadinya gagal ginjak kronik (Ariani, 2016).
4. Pemeriksaan Fisik
Hasil observasi pemeriksaan fisik didapatkan data bahwa klien
terlihat pucat, konjungtiva anemis, tingkat kesadaran apatis dengan
GCS 12 (Eye : 3, Verbal : 4, dan Motorik : 5), TD : 160/90 mmHg,
HR : 140 x/menit, RR : 24x/menit, T : 36,9ºC.

56
B. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi haemoglobin
3. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (ureamia)

C. Intervensi
Dalam penyusunan intervensi atau rencana keperawatan kepada
klien berdasarkan kepada prioritas masalah yang ditemukan, tidak semua
rencana tindakan dapat dilakukan kepada klien karena intervensi
disesuaikan dengan keadaan dan keluhan klien.
1. Diagnosis keperawatan pertama ketidakstabilan kadar glukosa
darah berhubungan dengan resistensi insulin, rencana tindakan
yang akan dilakukan berdasarkan tinjauan teoritis adalah
manajemen hiperglikemia yang terdiri dari : identifikasi
kemungkinan penyebab hiperglikemia, monitor kadar glukosa
darah, monitor tanda dan gejala hiperglikemia, ajarkan pengelolaan
diabetes, kolaborasi pemberian insulin dan kolaborasi pemberian
cairan intravena dan kalium.
2. Diagnosis keperawatan kedua perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan penurunan konsentrasi haemoglobin, rencana
tindakan yang akan dilakukan adalah perawatan sirkulasi, yang
terdiri dari : periksa sirkulasi perifer, identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi, monitor adanya panas, kemerahan, nyeri atau
bengkak pada ektermitas, lakukan hidrasi, anjurkan program diet
yang dianjurkan dan informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan.
3. Diagnosis keperawatan ketiga nausea berhubungan dengan
gangguan biokimiawi (uremia), rencana tindakan keperawatan
yang akan dilakukan adalah manajemen muntah, terdiri dari :
identifikasi karakteristik muntah, periksa volume muntah,

57
identifikasi riwayat diet, identifikasi faktor yang menyebabkan
muntah, kontrol lingkungan penyebab muntah, bersihkan mulut
dan hidung, atur posisi untuk mencegah aspirasi, anjurkan
membawa kantong plastik untuk menampung muntah, anjurkan
memperbanyak istirahat dan kolaborasi pemberian antiemetik.

D. Implementasi
Implementasi dari rencana keperawatan dilakukan selama 3 hari
berturut-turut. Implementasi keperawatan adalah tahap ketika perawat
mengaplikasikan rencana asuhan keperawatan dalam bentuk intervensi
keperawatan guna membantu klien mencapai tujuan yang telah ditetapkan
(Asmadi, 2008). Adapun implementasi dari setiap diagnosis keperawatan
diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin
a. Mengidentifikasi kemungkinan penyebab hiperglikemia
b. Memonitor kadar glukosa darah
c. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia
d. Mengajarkan pengelolaan diabetes
e. Berkolaborasi dalam pemberian insulin
f. Berkolaborasi dalam pemberian cairan intravena dan
kalium
2. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi haemoglobin
a. Memeriksa sirkulasi perifer
b. Mengidentifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
c. Memonitor adanya panas, kemerahan, nyeri atau bengkak
pada ektermitas
d. Melakukan hidrasi
e. Menganjurkan program diet yang dianjurkan
f. Menginformasikan tanda dan gejala darurat yang harus
dilaporkan

58
3. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi (ureamia)
a. Mengidentifikasi karakteristik muntah
b. Memeriksa volume muntah
c. Mengidentifikasi riwayat diet
d. Mengidentifikasi faktor yang menyebabkan muntah
e. Mengontrol lingkungan penyebab muntah
f. Membersihkan mulut dan hidung
g. Mengatur posisi untuk mencegah aspirasi
h. Menganjurkan membawa kantong plastik untuk
menampung muntah
i. Menganjurkan memperbanyak istirahat
j. Berkolaborasi dalam pemberian antiemetik

E. Evaluasi
Kelompok mengevaluasi tindakan yang dilakukan kepada Ny. M
selama 3 hari berturut-turut dari tanggal 30 November-3 Desember 2022.
Pada diagnosis keperawatan yang pertama yaitu ketidakstabilan kadar
glukosa darah hari pertama (kamis , 1 Deseber 2022) hasil observasi
menunjukkan klien terlihat lemas, mukosa mulut kering, bibir kering dan
pecah-pecah, keluarga juga mengatakan bahwa rasa haus klien meningkat,
kadar glukosa darah 332 gr/dl sehingga klien mendapatkan injeksi insulin
15 unit. Oleh sebab itu, masalah belum teratasi dan intervensi dilanjutkan.
Pada hari kedua evaluasi (Jumat, 2 Desember 2022), mukosa mulut
dan bibir klien masih terlihat kering, kadar glukosa darah klien adalah 171
mg/dl dan klien mendapatkan injeksi insulin 5 unit. Masalah belum
teratasi, intervensi dilanjutkan.
Pada hari ketiga evaluasi (Sabtu, 3 Desember 2022) kadar glukosa
darah klien 159 mg/dl dan klien mendapatkan injeksi insulin 5 unit, bibir
masih terlihat kering dan pecah-pecah, mukosa mulut masih terlihat
kering. Masalah teratasi sebagian, intervensi dilanjutkan.

59
Diagnosis keperawatan kedua adalah perfusi perifer tidak efektif
berhubungan dengan penurunan konsentrasi haemoglobin. Pada hari
pertama evaluasi, kadar haemoglobin klien adalah 7,8 mg/dl sehingga
klien mendapatkan transfusi darah sebanyak 3 kantong. Setelah itu
keluarga klien mengatakan bahwa klien sering merasa kesemutan pada
ekstermitas, CRT 4 detik, klien sianosis dan pucat, konjungtiva anemis.
masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan.
Pada hari kedua evaluasi, klien mengeluh badan terasa pegal, letih
dan lesu, namun rasa kesemutan sudah mulai berkurang. CRT 2 detik,
akral teraba hangat, pucat dan konjungtiva masih anemis, turgor kulit
masih jelek, sehingga masalah sudah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.
Pada hari ketiga evaluasi, klien masih mengeluh letih dan
kesemutan sudah tidak ada dirasakan lagi, CRT 2 detik, pucat berkurang,
sianosis tidak ada, akral hangat, turgor kulit baik, konjungtiva masih
anemis, sehingga masalah sudah teratasi sebagian dan intervensi
dilanjutkan.
Diagnosis keperawatan ketiga adalah nausea berhubungan dengan
gangguan biokomiawi (uremia). Pada hari pertama evaluasi, keluarga
mengatakan bahwa klien sering mual dan muntah, serta klien mengalami
penurunan nafsu makan. Hasil observasi menunjukkan bahwa klien
terlihat pucat, mual, muntah, pemeriksaan labor menunjukkan bahwa
kadar urea dalam darah klien tinggi yaitu 360 mg/dl, sehingga masalah
belum teratasi dan intervensi dilanjutkan.
Pada hari kedua evaluasi, klien mengatakan bahwa kadang merasa
mual dan muntah, serta nafsu makan masih menurun. Klien terlihat lesu,
pucat, kadar urea adalah 150 mg/dl, sehingga masalah belum teratasi dan
intervensi dilanjutkan.
Pada hari ketiga evaluasi, klien masih mengeluhkan mual yang
kadang-kadang dirasakan, namun tidak sampai muntah, dan nafsu makan
masih menurun. Hasil observasi menunjukkan bahwa pucat klien

60
berkurang, namun klien masih terlihat lemah dan lesu, sehingga masalah
sudah teratasi sebagian dan intervensi dilanjutkan.

61
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penyakit gagal ginjal kronik merupakan salah satu penyakit tidak
menular yang saat ini banyak terjadi di masyarakat. CKD merupakan
proses kerusakan ginjal selama rentang waktu lebih dari tiga bulan. Pada
kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk mempertahankan
volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan makanan
normal (Muhammad, 2012). Dari pelaksanaan asuhan keperawatan pada
Ny. M dengan CKD maka dapat disimpulkan :
1. Hasil pengkajian yang dilakukan pada hari Rabu, 30 November
2022 kepada Ny. M didapatkan hasil bahwa tingkat kesadaran
klien adalah apatis dengan GCS 12, dimana pada pemeriksaan fisik
didapatkan TD : 160/90 mmHg, HR : 140x/menit, RR : 24x/menit
dan T : 36,9ºC., konjungtiva anemis, klien pucat, CRT 4 detik,
klien sianosis, turgor kulit jelek, hasil pemeriksaan laboratorium
menunjukkan tingginya kadar urea dalam darah (360 mg/dl),
tingginya kalium (7 mEq/i), rendahnya kadar haemoglobin (7,8
mg/dl) dan albumin (3,3 gr/dl).
2. Setelah melakukan pengkajian, maka diagnosis keperawatan yang
diangkat berdasarkan data dan berdasarkan kepada Standar
Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), antara lain adalah
sebagai berikut :
a. Ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan
resistensi insulin
b. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi haemoglobin
c. Nausea berhubungan dengan gangguan biokimiawi
(ureamia)

62
3. Intervensi keperawatan yang direncana dibuat berdasarkan
diagnosis keperawatan yang ditemukan pada partisipan dengan
penyakit CKD. Rencana tindakan keperawatan ini mengacu pada
referensi dari buku Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI). Rencana yang dilakukan terhadap partisipan yaitu
manajemen hiperglikemia, perawatan sirkulasi dan manajemen
muntah.
4. Implementasi keperawatan yang dilakukan merupakan tindakan
dari rencana tindakan keperawatan yang telah disusun dengan
harapan hasil yang dicapai sesuai dengan tujuan dan kriteria yang
telah ditetapkan. Secara umum rencana pada masing-masing
masalah keperawatan dapat dilakukan, namun tidak semua masalah
teratasi sesuai dengan kriteria yang telah diharapkan.
5. Evaluasi dilakukan selama selama 3 hari secara berturut-turut dan
dilakukan secara komprehensif dengan acuan buku Standar
Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Hasil yang didapatkan
masih banyak dari masalah pasien yang belum terpenuhi
sepenuhnya.

B. Saran
1. Bagi Kelompok
Saran bagi kelompok agar dapat menerapkan dan
mengaplikasikan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada
Ny.M dengan CKD.
2. Bagi Rumah Sakit
Berdasarkan hasil studi kasus ini maka kepada pihak instansi
rumah sakit agar dapat dipergunakan sebagai bahan acuan terhadap
hasil penerapan asuhan keperawatan yang telah diberikan kepada
Ny. M.

63
DAFTAR PUSTAKA

Alam, Syamsir & Hadibroto, Iwan. 2007. Gagal Ginjal. Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama
Asmadi. 2008. Kosep Dasar Keperawatan. Jakarta: EGC Baradero, Dayrit &
Siswadi. (2009). Seri Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Ginjal.
Jakarta: EGC
Bulechek, dkk. 2016. Nursing Interventions Classification (NIC), 6th Indonesian
edition. ISBN Indonesia: CV. Mocomedia and is published by
arrangement with Elsevier Inc
Davey, Patrick. 2006. At a Glance Medicine, alih bahasa: Annisa Rahmalia & Cut
Novianty. Jakarta: Erlangga
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia. 2013. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013.
Haryono, Yudi. 2013. Keperawatan Medikal Bedah: Sistem Perkemihan.
Yogyakarta: Rapha Publishing
Herdman & Kamitsuru. 2017. NANDA Internasional Inc. Diagnosis
Keperawatan: defenisi & klasisfikasi 2015-2017. Alih bahasa: Budi Anna
Keliat,dkk. Jakarta: EGC
Hidayat, A. Aziz Alimul. 2013. Metode penelitian keperawatan dan teknik analisa
data. Jakarta : Salemba Medika
Masriadi. 2016. Epidemiologi penyakit tidak menular. Jakarta: CV Trnas info
media Poltekkes Kemenkes Padang
Moorhead, dkk. 2016. Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th Indonesian
edition. ISBN Indonesia: CV. Mocomedia and is published by
arrangement with Elsevier Inc
Muttaqin, Arif & Sari, Kumala. 2011. Asuhan keperawatan klien dengan
gangguan sistem perkemihan. Jakarta: Salemba Medika Nursalam. 2013.
Konsep dan Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta
: Salemba Medika
Oxtavia, Jumaini, & Lestari . 2013. Hubungan Citra Tubuh Dengan Kualitas
Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Yang Menjalani Hemodialisis..

64
Padila. 2012. Buku ajar: Keperawatan Medikal Bedah Dilengkapi Asuhan
keperawatan Pada Sistem Cardio, Perkemihan, Integumen, Persyarafan,
Gastrointestinal, Muskuloskeletal, Reproduksi, dan Respirasi. Yogyakrta:
Nuha Medika
Pardede, Dimas Kusnugroho Bonardo. 2012. Gangguan Gastroinstetinal pada
Penyakit Ginjal Kronis. Jurnal CDK-195 Volume.39 No.7 Price &
Wilson. 2012. Patofisioologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Jakarta: EGC
Rendy, Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Saryono & Anggraeni. 2013. Metodologi Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif
dalam Bidang kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika
Sirait & Sari. 2017. Ensefalopati Uremikum Pada Gagal ginjal kronis. Jurnal
Volume 7, Nomor 3. Januari 2107
Smeltzer & Bare. 2015. Buku Ajar Keperawatan medikal-bedah Brunner &
Suddarth edisi.8. Vol 2. Jakarta: EGC
Smeltzer. 2016. Keperawatan medical-bedah Brunner & Suddarth edisi 12.
Jakarta: EGC
Sudoyo, dkk. 2010. Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam Jilid II. Edisi V. Jakarta:
Interna Publishing
Suharyanto., Toto., & Majdid., Abdul. 2013. Asuhan Keperawatan Pada Klien
dengan Gangguan Sistem Perkemihan. Jakarta: Trans Info Media
Poltekkes Kemenkes Padang
Susatyo, Bambang. 2016. Gambaran Kepatuhan Diet Pasien Gagagl Ginjal Kronik
Yang Menjalani Hemodialisa Rawat Jalan di RSUD Kayen Kabupaten
Pati Tahun 2015. Jurnal kesehatan Masyarakat (e-Journal) Volume 4
Nomor 3. April 2016
Syaifuddin. 2012. Anatomi fisiologi kurikulum berbasis kompetensi edisi 4.
Jakarta: EGC
Tarwoto & Wartonah., 2011. Kebutuhan Dasar Manusia Edisi 4. Jakarta:Salemba
Medika.

65
Tjekyan. 2012. Prevalensi dan Faktor Risiko Penyakit Ginjal Kronik di RSUP Dr.
Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2012. MKS, Th.46, No.4, Oktober
2014
Utoyo,Yuwono & Kusumawati. 2016. Pengaruh Stimulasi Pemberian Tablet
Hisap Vitamin Cterhadap Peningkatan Sekresi Saliva Pada Pasien Gagal
ginjal Kronik Yang menjalani Terapi Hemodialisadi RS PKU
Muhammadiyah Gombong. Jurnal Ilmiah Kesehatan Keperawatan,
Volume12, No. 1 Februari 2016.
Wijaya. Andra Saferi., & Putri. Yessie. Mariza., 2013. Keperawatan Medikal
Bedah Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta: Nuha
Medika

66

Anda mungkin juga menyukai