Anda di halaman 1dari 68

DISKUSI REFLEKSI KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIENs DENGAN SYOK SEPSIS


DI RUANG RAWAT INAP HCU INTERNE
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

Disusun Oleh :
KELOMPOK 3
Mufebrina 2241312031
Tiara Auliya 2241312080
Nur Aida Aini 2241312052
Hamelda Fajri Weirpa 2241312003
Atika Miftahul Jannah 2241312033
Nurvanny Husna 2241312034
Niken Asri Utami 2241312032
Al Hanifah Armes 2241312021
Anita Rahayu 2241312027

Pembimbing Akademik :
Ns. Yuanita Ananda, M.Kep

Pembimbing Klinik :
Ns. Hendra Harwadi, M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS ANDALAS
2023
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami kirimkan kehadirat Tuhan yang maha kuasa, karena
atas rahmat dan karunia-Nya, kami dapat membuat dan menyelesaikan laporan
diskusi refleksi kasus dengan judul “Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan
Syok Sepsis di Ruang Rawat Inap HCU Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang”
Pada diskusi refleksi kasus ini, kami tampilkan hasil diskusi kami
mengenai Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Syok Sepsis di Ruang Rawat
Inap HCU Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang.
Kami mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
membantu kami dalam menyelesaikan laporan ini, diantaranya :
1. Yang terhormat Dosen Pembimbing Akademik Kelompok 3
2. Yang terhormat Preseptor Klinik Kelompok 3
Laporan ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah pengetahuan
bagi para pembaca dan dapat digunakan sebagai salah satu pedoman dalam proses
pembelajaran. Namun, kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam
penulisan maupun pembahasan dalam laporan ini, sehingga belum begitu
sempurna. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki kekurangan - kekurangan tersebut.

Padang, 7 Februari 2022

Kelompok 3’22

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................1
A. Latar Belakang..........................................................................................1
B. Tujuan Penelitian.......................................................................................3
BAB II TINJAUAN TEORITIS...........................................................................4
A. Landasan Teoritis Penyakit........................................................................4
B. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan..................................................11
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................21
A. Pengkajian Keperawatan.........................................................................21
B. Analisa Data............................................................................................32
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................33
D. Intervensi Keperawatan...........................................................................34
E. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan...............................................41
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN..............................................................49
A. Asuhan Keperawatan...............................................................................49
B. Pengkajian Keperawatan.........................................................................49
C. Diagnosa Keperawatan............................................................................49
D. Intervensi Keperawatan...........................................................................50
E. Implementasi Keperawatan.....................................................................51
F. Evaluasi Keperawatan.............................................................................53
BAB V PENUTUP................................................................................................54
A. Kesimpulan..............................................................................................54
B. Saran........................................................................................................56

ii
iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sepsis atau Systemic Inflammatory Response Syndrome (SIRS) adalah
kondisi klinis akut dan serius yang muncul akibat adanya serangan
mikroorganisme di dalam darah manusia. Definisi infeksi berdasarkan
konsensus The American Collage Of Chest Physician (ACCP) dan Society For
Critical Care Medicine (SCCM) adalah proses patologik yang disebabkan
invasi mikroorganisme patologik ke dalam jaringan, cairan, rongga tubuh yang
seharusnya steril. Fokus infeksi pada sepsis dapat terjadi pada semua organ,
baik saluran napas, abdomen, otak dan lain-lain, meskipun hasil biakan darah
tidak harus positif (Guntur, 2019).
Sepsis disebabkan oleh bakteri, jamur dan virus, namun bakteri masih
menjadi penyebab utama. Menurut laporan Starr (2014), sepsis disebabkan
oleh bakteri gram negatif 30-80%, (Pseudomonas auriginosa, Klebsiella,
Enterobacter, Escherichia coli, Proteus, Neisseria), bakteri gram positif 20-
40% (Staphylacoccus aureus, Streptococcus, Pneumococcus), jamur dan virus
2-3% (Dengue haemorrhagic fever, herpes viruses), dan parasit (Falciparum).
Sepsis sering terjadi di rumah sakit misalnya pada pasien paska operasi, pasien
dengan ventilator di Intensive Care Unit (ICU) atau penggunaan kateter pada
geriatri. Pengobatan medis kedokteran seringkali menyebabkan sistem
kekebalan tubuh pasien lemah (compromissed) misalnya kemoterapi untuk
kanker, steroid untuk inflamasi (Ayudiatama, 2011).
Insiden sepsis di negara berkembang cukup tinggi yaitu 2-18 per 1000
kelahiran hidup dengan angka kematian sebesar 12-68 %, sedangkan di negara
maju angka kematian sepsis berkisar antara 3 per 1000 kelahiran hidup dengan
angka kematian 10%. Di Indonesia angka kejadian sepsis masih tinggi sampai
30.29% dengan angka kematian 11.56-49%. Tingkat mortalitas sepsis berat
berkisar antara 15%-40%, dan tingkat mortalitas karena syok sepsis berkisar
antara 20%-72% (Guntur, 2019).

1
Sepsis apabila tidak ditangani dengan cepat akan menyebabkan syok
sepsis. Syok sepsis adalah diagnosa klinik yang ditandai dengan sindroma
sepsis yang disertai dengan hipotensi (tekanan darah turun <90/60 mmHg atau
tekanan darah diastolic <40 mmHg dari tekanan darah sebelumnya). Angka
kematian yang disebabkan oleh syok sepsis adalah 72% dan 50% pasien
meninggal apabila terjadi syok sepsis lebih dari 72 jam (Guntur, 2019)
Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan pada tahun 2014 di RSUP DR
Kariadi di Semarang, menunjukkan hasil bahwa sepsis dipengaruhi oleh
beberapa faktor seperti usia, jenis kelamin, genetik, terapi, dan obesitas. Profil
penderita sepsis di ICU RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado Periode
Desember 2014 – November 2015 didapatkan hasil bahwa pasien dengan
diagnosa sepsis dan syok sepsis lebih banyak dibandingkan dengan pasien
diagnosa lain.
Penelitian lainnya berasa di rumah sakit pendidikan di Yogyakarta
mendapatkan 631 kasus sepsis pada tahun 2007 dengan angka mortalitas
48,96% (Pradipta et al., 2013). Penelitian di ICU RSUP Dr. Kariadi Semarang
mendapatkan 77 pasien yang meninggal akibat sepsis pada tahun 2014
(Suwondo dkk, 2015). Data Koordinator Pelayanan Masyarakat Departemen
Ilmu Penyakit Dalam RSCM menunjukkan jumlah pasien yang dirawat
dengan diagnosis sepsis sebesar 10,3 % dari keseluruhan pasien yang dirawat
di ruang rawat penyakit dalam (KMK, 2017). Insiden sepsis di RSUP DR. M.
Djamil Padang juga meningkat hampir 50% per tahunnya dari tahun 2010-
2013, yaitu sebanyak 351 pasien, 512 pasien, 757 pasien, dan 734 pasien
dengan sepsis sebagai diagnosa utama (Hidayati et al., 2016).
Berdasarkan fenomena dan penjelasan diatas, kelompok tertarik
membahasa diskusi refleksi kasus tentang Asuhan Keperawatan pada Pasien
dengan Syok Sepsis di Ruang Rawat Inap HCU Interne RSUP Dr. M. Djamil
Padang.

2
B. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Melakukan penerapan Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Syok
Sepsis di Ruang Rawat Inap HCU Interne RSUP Dr. M. Djamil Padang.
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian keperawatan yang komprehensif pada Tn. Y
dengan diagnosa medis Syok Sepsis.
b. Menetapkan diagnosa keperawatan pada Tn. Y dengan diagnosa medis
Syok Sepsis.
c. Merancang intervensi keperawatan pada Tn. Y dengan diagnosa medis
Syok Sepsis.
d. Melaksanakan implementasi keperawatan pada Tn. Y dengan diagnosa
medis Syok Sepsis.
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Tn. Y dengan diagnosa medis
Syok Sepsis.

3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Landasan Teoritis Penyakit


1. Definisi
Sepsis adalah kondisi dimana bakteri menyebar ke seluruh tubuh
melalui aliran darah dengan kondisi infeksi yang sangat berat, bisa
menyebabkan organ-organ tubuh gagal berfungsi dan berujung pada
kematian (Purnama, 2014). Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai
manifestasi respons sistemik terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik
adalah keadaan yang melatarbelakangi sindrom sepsis. Respon ini tidak
hanya disebabkan oleh adanya bakterimia, tetapi juga oleh sebab-sebab
lain. Oleh karena itu kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan
oleh infeksinya, tetapi juga respon tubuh terhadap infeksi dan beberapa
kondisi lain yang mengakibatkan kerusakan-kerudasakan pada sindrom
sepsis tersebut. Pada keadaan normal, respon ini dapat diadaptasi, tapi
pada sepsis respon tersebut menjadi berbahaya (Bakta & Suastika, 2012).
Sepsis adalah sindroma respons inflamasi sistemik (systemic
inflammatory response syndrome) dengan etiologi mikroba yang terbukti
atau dicurigai. Bukti klinisnya berupa suhu tubuh yang abnormal (>38 oC
atau <36oC) ; takikardi; asidosis metabolik; biasanya disertai dengan
alkalosis respiratorik terkompensasi dan takipneu; dan peningkatan atau
penurunan jumlah sel darah putih. Sepsis juga dapat disebabkan oleh
infeksi virus atau jamur. Sepsis berbeda dengan septikemia. Septikemia
(nama lain untuk blood poisoning) mengacu pada infeksi dari darah,
sedangkan sepsis tidak hanya terbatas pada darah, tapi dapat
mempengaruhi seluruh tubuh, termasuk organ-organ.
Sepsis yang berat disertai dengan satu atau lebih tanda disfungsi
organ, hipotensi, atau hipoperfusi seperti menurunnya fungsi ginjal,
hipoksemia, dan perubahan status mental. Syok septik merupakan sepsis
dengan tekanan darah arteri <90 mmHg atau 40 mmHg di bawah tekanan

4
darah normal pasien tersebut selama sekurang-kurangnya 1 jam meskipun
telah dilakukan resusitasi cairan atau dibutuhkan vasopressor untuk
mempertahankan agar tekanan darah sistolik tetap ≥90 mmHg atau
tekanan arterial rata-rata ≥70 mmHg.
2. Etiologi
Sepsis biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri (meskipun sepsis
dapat disebabkan oleh virus, atau semakin sering, disebabkan oleh jamur).
Mikroorganisme kausal yang paling sering ditemukan pada orang dewasa
adalah Escherichia coli, Staphylococcus aureus, dan Streptococcus
pneumonia. Spesies Enterococcus, Klebsiella, dan Pseudomonas juga
sering ditemukan. Umumnya, sepsis merupakan suatu interaksi yang
kompleks antara efek toksik langsung dari mikroorganisme penyebab
infeksi dan gangguan respons inflamasi normal dari host terhadap infeksi.
Kultur darah positif pada 20-40% kasus sepsis dan pada 40-70%
kasus syok septik. Dari kasus-kasus dengan kultur darah yang positif,
terdapat hingga 70% isolat yang ditumbuhi oleh satu spesies bakteri gram
positif atau gram negatif saja; sisanya ditumbuhi fungus atau
mikroorganisme campuran lainnya. Kultur lain seperti sputum, urin, cairan
serebrospinal, atau cairan pleura dapat mengungkapkan etiologi spesifik,
tetapi daerah infeksi lokal yang memicu proses tersebut mungkin tidak
dapat diakses oleh kultur.
Insidensi sepsis yang lebih tinggi disebabkan oleh bertambah
tuanya populasi dunia, pasien-pasien yang menderita penyakit kronis dapat
bertahan hidup lebih lama, terdapat frekuensi sepsis yang relatif tinggi di
antara pasien-pasien AIDS, terapi medis (misalnya dengan glukokortikoid
atau antibiotika), prosedur invasif (misalnya pemasangan kateter), dan
ventilasi mekanis.
Sepsis dapat dipicu oleh infeksi di bagian manapun dari tubuh.
Daerah infeksi yang paling sering menyebabkan sepsis adalah paru-paru,
saluran kemih, perut, dan panggul. Jenis infeksi yang sering dihubungkan
dengan sepsis yaitu:
a. Infeksi paru-paru (pneumonia)

5
b. Flu (influenza)
c. Appendiksitis
d. Infeksi lapisan saluran pencernaan (peritonitis)
e. Infeksi kandung kemih, uretra, atau ginjal (infeksi traktus urinarius)
f. Infeksi kulit, seperti selulitis, sering disebabkan ketika infus atau
kateter telah dimasukkan ke dalam tubuh melalui kulit
g. Infeksi pasca operasi
h. Infeksi sistem saraf, seperti meningitis atau encephalitis.
3. Manifestasi Klinis / Tanda & Gejala
Normalnya, pada keadaan infeksi terdapat aktivitas lokal
bersamaan dari sistem imun dan mekanisme down-regulasi untuk
mengontrol reaksi. Efek yang menakutkan dari sindrom sepsis tampaknya
disebabkan oleh kombinasi dari generalisasi respons imun terhadap tempat
yang berjauhan dari tempat infeksi, kerusakan keseimbangan antara
regulator pro-inflamasi dan anti inflamasi selular, serta penyebarluasan
mikroorganisme penyebab infeksi.
Demam dan menggigil merupakan gejala yang sering ditemukan
pada kasus dengan sepsis. Gejala atau tanda yang terjadi juga berhubungan
dengan lokasi penyebab sepsis. Penilaian klinis perlu mencakup
pemeriksaan fungsi organ vital, termasuk (Davey, 2011):
a. Jantung dan sistem kardiovaskular, meliputi pemeriksaan suhu,
tekanan darah vena dan arteri.
b. Perfusi perifer, paseien terasa hangat dan mengalami vasodilatasi pada
awalnya, namun saat terjadi syok septic refrakter yang sangat berat,
pasien menjadi dingin dan perfusinya buruk.
c. Status mental, confusion sering terjadi terutama pada manula.
d. Ginjal, seberapa baik laju filtrasi glomerulus (GFR), kateterisasi
saluran kemih harus dilakukan untuk mengukur output urin tiap jam
untuk mendapatkan gambaran fungsi ginjal.
e. Fungsi paru, diukur dari laju pernapasan, oksigenasi, dan perbedaan
O2 alveoli-arteri (dari analisis gas darah arteri). Semuanya harus sering

6
diperiksa, dan apabila terdapat penurunan fungsi paru, maka pasien
perlu mendapatkan bantuan ventilasi mekanis.
f. Perfusi organ vital, yang terlihat dari hipoksia jaringan, asidemia gas
darah arteri dan kadar laktat.
g. Fungsi hemostatik, diperiksa secara klinis dengan mencari ada atau
tidaknya memar-memar, perdarahan spontan (misal pada tempat-
tempat pungsi vena, menimbulkan dugaan adanya kegagalan sistem
hemostatik, yang membutuhkan tambahan produk darah.
4. Tahap Perkembangan Sepsis
Menurut Reinhart & Eyrich (2015), sepsis berkembang dalam tiga
tahap, yaitu:
a. Uncomplicated sepsis, disebabkan oleh infeksi, seperti flu atau abses
gigi. Hal ini sangat umum dan biasanya tidak memerlukan perawatan
rumah sakit.
b. Sepsis berat, terjadi ketika respons tubuh terhadap infeksi sudah mulai
mengganggu fungsi organ-organ vital, seperti jantung, ginjal, paru-
paru atau hati.
c. Syok sepsis, terjadi pada kasus sepsis yang parah, ketika tekanan darah
turun ke tingkat yang sangat rendah dan menyebabkan organ vital tidak
mendapatkan oksigen yang cukup.
Jika tidak diobati, sepsis dapat berkembang dari uncomplicated
sepsis ke syok sepsis dan akhirnya dapat menyebabkan kegagalan organ
multiple dan kematian.
5. Pemeriksaan Penunjang dan Diagnostik
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi yaitu dengan cara pemeriksaan-
pemeriksaan yang antara lain:
a. Kultur (luka, sputum, urin, darah) yaitu untuk mengidentifikasi
organisme penyebab sepsis. Sensitifitas menentukan pilihan obat yang
paling efektif.
b. SDP : Ht Mungkin meningkat pada status hipovolemik karena
hemokonsentrasi. Leucopenia (penurunan SDB) terjadi sebalumnya,

7
diikuti oleh pengulangan leukositosis (1500-30000) d4engan
peningkatan pita (berpindah kekiri) yang mengindikasikan produksi
SDP tak matur dalam jumlah besar.
c. Elektrolit serum: Berbagai ketidakseimbangan mungkin terjadi dan
menyebabkan asidosis, perpindahan cairan dan perubahan fungsi
ginjal.
d. Trombosit : penurunan kadar dapat terjadi karena agegrasi trombosit
e. PT/PTT : mungkin memanjang mengindikasikan koagulopati yang
diasosiasikan dengan hati/sirkulasi toksin/status syok.
f. Laktat serum : Meningkat dalam asidosis metabolik, disfungsi hati,
syok
g. Glukosa serum : hiperglikemia yang terjadi menunjukkan
glikoneogenesis dan glikonolisis di dalam hati sebagai respon dari
puasa/ perubahan seluler dalam metabolisme
h. BUN/Kreatinin : peningkatan kadar diasosiasikan dengan dehidrasi,
ketidakseimbangan atau kegagalan ginjal, dan disfungsi atau kegagalan
hati.
i. GDA : Alkalosis respiratosi dan hipoksemia dapat terjadi sebelumnya.
Dalam tahap lanjut hipoksemia, asidosis respiratorik dan asidosis
metabolik terjadi karena kegagalan mekanisme kompensasi.
j. EKG : dapat menunjukkan segmen ST dan gelombang T dan distritmia
menyerupai infark miokard.
6. Komplikasi
Komplikasi bervariasi berdasarkan etiologi yang mendasari, potensi
komplikasi yang mungkin terjadi meliputi:
a. Cedera paru akut (acute lung injury) dan sindrom gangguan fungsi
respirasi akut (acute respiratory distress syndrome)
Milieu inflamasi dari sepsis menyebabkan kerusakan terutama
pada paru. Terbentuknya cairan inflamasi dalam alveoli mengganggu
pertukaran gas, mempermudah timbulnya kolaps paru, dan
menurunkan komplian, dengan hasil akhir gangguan fungsi respirasi
dan hipoksemia. Komplikasi ALI/ARDS timbul pada banyak kasus

8
sepsis atau sebagian besar kasus sepsis yang berat dan biasanya mudah
terlihat pada foto toraks, dalam bentuk opasitas paru bilateral yang
konsisten dengan edema paru. Pasien yang septik yang pada mulanya
tidak memerlukan ventilasi mekanik selanjutnya mungkin
memerlukannya jika pasien mengalami ALI/ARDS setelah resusitasi
cairan.
b. Disseminated Intravascular Coagulation (DIC)
Pada DIC yang disebabkan oleh sepsis, kaskade koagulasi
diaktivasi secara difus sebagai bagian respons inflamasi. Pada saat
yang sama, sistem fibrinolitik, yang normalnya bertindak untuk
mempertahankan kaskade pembekuan, diaktifkan. Sehingga memulai
spiral umpan balik dimana kedua sistem diaktifkan secara konstan dan
difus−bekuan yang baru terbentuk, lalu diuraikan. Sejumlah besar
faktor pembekuan badan dan trombosit dikonsumsi dalam bekuan
seperti ini. Dengan demikian, pasien berisiko mengalami komplikasi
akibat thrombosis dan perdarahan. Timbulnya koagulopati pada sepsis
berhubungan dengan hasil yang lebih buruk.
c. Gagal jantung
Depresi miokardium merupakan komplikasi dini syok septik,
dengan mekanisme yang diperkirakan kemungkinannya adalah kerja
langsung molekul inflamasi ketimbang penurunan perfusi arteri
koronaria. Sepsis memberikan beban kerja jantung yang berlebihan,
yang dapat memicu sindroma koronaria akut (ACS) atau infark
miokardium (MCI), terutama pada pasien usia lanjut. Dengan demikian
obat inotropic dan vasopressor (yang paling sering menyebabkan
takikardia) harus digunakan dengna berhati-hati bilamana perlu, tetapi
jangan diberikan bila tidak dianjurkan.
d. Gangguan fungsi hati
Gangguan fungsi hati biasanya manifest sebagai ikterus kolestatik,
dengan peningkatan bilirubin, aminotransferase, dan alkali fosfatase.
Fungsi sintetik biasanya tidak berpengaruh kecuali pasien mempunyai
status hemodinamik yang tidak stabil dalam waktu yang lama.

9
10
e. Gagal ginjal
Hipoperfusi tampaknya merupakan mekanisme yang utama
terjadinya gagal ginjal pada keadaan sepsis, yang dimanifestasikan
sebagai oliguria, azotemia, dan sel-sel peradangan pada urinalisis. Jika
gagal ginjal berlangsung berat atau ginjal tidak mendapatkan perfusi
yang memadai, maka selanjutnya terapi penggantian fungsi ginjal
(misalnya hemodialisis) diindikasikan.
f. Sindroma disfungsi multiorgan
Disfungsi dua sistem organ atau lebih sehingga intervensi
diperlukan untuk mempertahankan homeostasis.
1) Primer, dimana gangguan fungsi organ disebabkan langsung oleh
infeksi atau trauma pada organ-organ tersebut. Misal, gangguan
fungsi jantung/paru pada keadaan pneumonia yang berat.
2) Sekunder, dimana gangguan fungsi organ disebabkan oleh respons
peradangan yang menyeluruh terhadap serangan. Misal, ALI atau
ARDS pada keadaan urosepsis.
7. Penatalaksanaan Medis
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah,
sputum dan drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik
spectrum luas diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur
untuk meningkatkan ketahanan hidup pasien (Smeltzer, 2015).
Preparat sefalosporin ditambah amino glikosida diresepkan pada
awalnya. Kombinasi ini akan memberikan cangkupan antibiotic sebagaian
organism gram negative dan beberapa gram positif. Saat laporan
sensitifitas dan kultur tiba, antibiotik diganti dengan antibiotic yang secra
lebih spesifik ditargetkan pada organisme penginfeksi dan kurang toksin
untuk pasien.
Setiap rute infeksi yang potensial harus di singkirkan seperti : jalur
intravena dan kateter urin. Setiap abses harus di alirkan dan area nekrotik
dilakukan debidemen. Dukungan nutrisi sangat diperlukan dalam semua

11
klasifikasi syok. Oleh karena itu suplemen nutrisi menjadi penting dalam
penatalaksanaan syok sepsis. Suplemen tinggi protein harus diberikan 4
hari dari awitan syok. Pemberian makan entral lebih dipilih daripada
parenteral kecuali terjadi penurunan perfusi kesaluran gastrointestinal.
8. WOC

B. Landasan
Teoritis
Asuhan

Keperawatan
1. Pengkajian
a. Keluhan Utama Pasien :
1) Kualitas Nyeri Dada : seperti terbakar, tercekik, rasa menyesakkan
nafas atau seperti tertindih barang berat.
2) Lokasi dan radiasi : retrosternal dan prekordial kiri, radiasi
menurun ke lengan kiri bawah dan pipi, dagu, gigi, daerah
epigastrik dan punggung.

12
3) Faktor pencetus : mungkin terjadi saat istirahat atau selama
kegiatan.
4) Lamanya dan faktor-faktor yang meringankan : berlangsung lama,
berakhir lebih dari 20 menit, tidak menurun dengan istirahat,
perubahan posisi ataupun minum Nitrogliserin.
5) Tanda dan gejala : Cemas, gelisah, lemah sehubungan dengan
keringatan, dispnea, pening, tanda-tanda respon vasomotor
meliputi : mual, muntah, pingsan, kulit dingin
6) dan lembab, cekukan dan stres gastrointestinal, suhu menurun.
7) Pemeriksaan fisik : mungkin tidak ada tanda kecuali dalam tanda-
tanda gagalnya ventrikel atau kardiogenik shok terjadi. BP normal,
meningkat atau menurun, takipnea, mula-mula pain reda kemudian
kembali normal, suara jantung S3, S4 Galop menunjukan disfungsi
ventrikel, sistolik mur-mur, M. Papillari disfungsi, LV disfungsi
terhadap suara jantung menurun dan perikordial friksin rub,
pulmonary crackles, urin output menurun, Vena jugular
amplitudonya meningkat (LV disfungsi), RV disfungsi, ampiltudo
vena jugular menurun, edema periver, hati lembek.
8) Parameter Hemodinamik : penurunan PAP, PCWP, SVR, CO/ CI.

13
2. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Luaran Keperawatan Intervensi Keperawatan
Keperawatan
1. Perfusi perifer Setelah dilakukan asuhan keperawatan Perawatan Sirkulasi
tidak efektif selama 3 x 8 jam diharapkan perfusi perifer
membaik. Dengan kriteria hasil untuk Tindakan :
membuktikan bahwa perfusi perifer Observasi
meningkat adalah : • Periksa sirkulasi perifer (mis: nadi perifer, edema, pengisian
• Kekuatan nadi perifer meningkat kapiler, warna, suhu, ankle-brachial index)
• Warna kulit pucat menurun • Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi (mis: diabetes,
• Pengisian kapiler membaik perokok, orang tua, hipertensi, dan kadar kolesterol tinggi)

• Akral membaik • Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak pada

• Turgor kulit membai ekstremitas


Terapeutik
• Hindari pemasangan infus, atau pengambilan darah di area
keterbatasan perfusi
• Hindari pengukuran tekanan darah pada ekstremitas dengan
keterbatasan perfusi
• Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet pada area yang
cidera
• Lakukan pencegahan infeksi

14
• Lakukan perawatan kaki dan kuku
• Lakukan hidrasi
Edukasi
• Anjurkan berhenti merokok
• Anjurkan berolahraga rutin
• Anjurkan mengecek air mandi untuk menghindari kulit
terbakar
• Anjurkan menggunakan obat penurun tekanan darah,
antikoagulan, dan penurun kolesterol, jika perlu
• Anjurkan minum obat pengontrol tekanan darah secara teratur
• Anjurkan menghindari penggunaan obat penyekat beta
• Anjurkan melakukan perawatan kulit yang tepat (mis:
melembabkan kulit kering pada kaki)
• Anjurkan program rehabilitasi vascular\
• Ajarkan program diet untuk memperbaiki sirkulasi (mis :
rendah lemak jenuh, minyak ikan omega 3)
• Informasikan tanda dan gejala darurat yang harus dilaporkan
(mis : rasa sakit yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
sembuh, hilangnya rasa).
2. Risiko Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Perdarahan
perdarahan selama 3 x 8 jam. Dengan kriteria hasil

15
untuk membuktikan bahwa tingkat Tindakan :
perdarahan menurun adalah : Observasi
• Membran mukosa lembab • Monitor tanda dan gejala perdarahan
meningkat • Monitor nilai hematokrit/hemoglobin sebelum dan setelah
• Kelembaban kulit meningkat kehilangan darah
• Hemoptisis menurun • Monitor tanda-tanda vital ortostatik
• Hematemesis menurun • Monitor koagulasi (mis: prothrombin time (PT), partial
• Hematuria menurun thromboplastin time (PTT), fibrinogen, degradasi fibrin

• Hemoglobin membaik dan/atau platelet)

• Hematokrit membaik Terapeutik


• Pertahankan bed rest selama perdarahan
• Batasi tindakan invasive, jika perlu
• Gunakan kasur pencegah decubitus
• Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
• Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan untuk menghindari
konstipasi
• Anjurkan menghindari aspirin atau antikoagulan
• Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K

16
• Anjurkan segera melapor jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian obat pengontrol perdarahan, jika perlu
• Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
• Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu
3. Risiko syok Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Syok
selama 3 x 8 jam. Dengan kriteria hasil
untuk membuktikan bahwa tingkat syok Tindakan :
menurun adalah : Observasi
• Kekuatan nadi meningkat • Monitor status kardiopulmonal (frekuensi dan kekuatan nadi,
• Output urin meningkat frekuensi napas, TD, MAP)

• Tingkat kesadaran meningkat • Monitor status oksigenasi (oksimetri nadi, AGD)

• Akrat dingin menurun • Monitor status cairan (masukan dan haluaran, turgor kulit,

• Pucat menurun CRT)

• Tekanan arteri rata-rata membaik • Monitor tingkat kesadaran dan respon pupil

• Tekanan darah sistolik membaik • Periksa Riwayat alergi


Terapeutik
• Tekanan darah diastolik membaik
• Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi oksigen >
• Tekanan dari membaik
94%
• Pengisian kapiler membaik
• Persiapkan intubasi dan ventilasi mekanis, jika perlu
• Frekuensi nadi membaik
• Pasang jalur IV, jika perlu

17
• Frekuensi napas membaik • Pasang kateter urin untuk menilai produksi urin, jika perlu
• Lakukan skin test untuk mencegah reaksi alergi
Edukasi
• Jelaskan penyebab/faktor risiko syok
• Jelaskan tanda dan gejala awal syok
• Anjurkan melapor jika menemukan/merasakan tanda dan
gejala awal syok
• Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
• Anjurkan menghindari alergen
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian IV, jika perlu
• Kolaborasi pemberian transfusi darah, jika perlu
• Kolaborasi pemberian antiinflamasi, jika perlu
4. Risiko infeksi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Pencegahan Infeksi
selama 3 x 8 jam diharapkan resiko infeksi
dapat berkurang. Tindakan :
Dengan kriteria hasil sebagai berikut : Observasi
• Demam menurun • Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sistemik
• Kemerahan menurun Terapeutik
• Nyeri menurun • Batasi jumlah pengunjung

• Bengkak menurun • Berikan perawatan kulit pada area edema

18
• Kadar sel darah putih membaik • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
• Pertahankan teknik aseptic pada pasien berisiko tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
• Ajarkan etika batuk
• Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
5. Hipertermi Setelah dilakukan asuhan keperawatan Manajemen Hipertermi
selama 3 x 8 jam. Dengan kriteria hasil
untuk membuktikan bahwa termoregulasi Tindakan :
membaik adalah Observasi
• Mengigil menurun • Identifikasi penyebab hipertermia (mis: dehidrasi, terpapar
• Kulit merah menurun lingkungan panas, penggunaan inkubator)

• Kejang menurun • Monitor suhu tubuh

• Konsumsi oksigen meningkat • Monitor kadar elektrolit

• Pucat menurun • Monitor haluaran urin

19
• Hipoksia menurun • Monitor komplikasi akibat hipertermia
• Suhu tubuh membaik Terapeutik
• Suhu kulit membaik • Sediakan lingkungan yang dingin

• Kadar glukosa darah membaik • Longgarkan atau lepaskan pakaian

• Pengisian kapiler membaik • Basahi dan kipasi permukaan tubuh

• Ventilasi membaik • Berikan cairan oral

• Tekanan darah membaik • Ganti linen setiap hari atau lebih sering jika mengalami
hyperhidrosis (keringat berlebih)
• Lakukan pendinginan eksternal (mis: selimut hipotermia atau
kompres dingin pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
• Hindari pemberian antipiretik atau aspirin
• Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
• Anjurkan tirah baring
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian cairan dan elektrolit intravena, jika
perlu

20
3. Implementasi
Pelaksanaan rencana keperawatan adalah kegiatan atau tindakan
yang di berikan kepada klien sesuai dengan rencana keperawatan telah di
tetapkan tergantung pada situasi dan kondisi klien saat itu. Setelah
melakukan intervensi keperawatan, tahap selanjutnya adalah mencatat
intervensi yang telah dilakukan dan evaluasi respons klien. Hal ini
dilakukan karena pencatatan akan lebih akurat bila dilakukan saat
intervensi masih segar dalam ingatan. Tulislah apa yang diobservasi dan
apa yang dilakukan (Deswani, 2019).
Implementasi yang merupakan kategori dari proses keperawatan
adalah kategori dari perilaku keperawatan dimana tindakan yang
diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan
keperawatan dilakukan dan diselesaikan. (Potter & Perry, 2010).
Implementasi keperawatan dilaksanakan selama tiga hari
4. Evaluasi
Suatu penilaian terhadap asuhan keperawatan yang telah di berikan
atau di laksanakan dengan berpegang teguh pada tujuan yang ingin di
capai. Pada bagian ini di tentukan apakah perencanaan sudah terpacai atau
belum, dapat juga masalah baru.
Evaluasi adalah tahap akhir dari proses keperawatan. Namun,
evaluasi dapat dilakukan pada setiap tahap dari proses perawatan. Evaluasi
mengacu pada penilaian, tahapan dan perbaikan. Pada tahap ini, perawat
menemukan penyebab mengapa suatu proses keperawatan dapat berhasil
atau gagal (Deswani, 2019).

21
22
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Pasien : Tn. Y


Tanggal Lahir/ Usia : 9 Maret 1954/ 68 Th
Ruang : HCU
Tgl. Pengkajian : 1 Februari 2023
Alamat : Jalan Kampung Dagang Jorong Malabur Bawah
Ampek Nagari, Agam
Nama Penanggung Jawab : Nn. A (Anak)
Pembiayaan : BPJS
Pekerjaan : Supir Truk

A. Pengkajian Keperawatan
Data Dasar
Kesadaran : Delirium GCS 11 (E3M5V3)
TTV : TD: 100/60 mmHg HR:120 X/mnt, S: 37,2oC
                                      RR: 24x/mnt Saturasi O2: 98%
Nyeri : Tidak ada/tidak terkaji
TB : 168 cm
BB : 44 Kg
Keluhan Utama : Sesak nafas dan penurunan kesadaran
Diagnosis Medis : Syok Sepsis ec CAP non severe low risk MDR + BP

1. Riwayat Kesehatan
1) Alasan Masuk
Pasien masuk melalui IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada
tanggal 27 Januari 2023 pukul 05.59 WIB rujukan RSUD Lubuk
Basung dengan keluhan sesak napas meningkat sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit serta adanya demam dan batuk berdahak yang
dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit.

23
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Pada saat dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Februari 2023 pada
pukul 12.30 WIB didapatkan data bahwa keluarga mengatakan pasien
masih mengalami sesak napas dan memiliki riwayat sesak napas hingga
terbangun di malam hari. Keluarga juga mengatakan sesak semakin
meningkat jika pasien diposisikan terlentang. Napas tampak dangkal
dan adanya penggunaan otot bantu napas (musculus rectus
abdominalis), terpasang O2 NRM 10 lpm, adanya takipnea : RR: 24
x/menit, ronkhi :+, hasil lab: pH: 7,479 po 2 : 165,8, pCO2 : 108,1,
HCO3- :29,1, SO2 : 98 %
Pasien mengalami penurunan kesadaran, kontak inadekuat, tingkat
kesadaran: Delirium, GCS: 11 (E3M5V3), adanya riwayat kejang
berulang durasi ± 1 menit, TD: 100/60 mmHg, HR: 120 x/mnt dan S:
37,2oC. Tampak kulit dan mukosa bibir kering, turgor kulit pasien
menurun, pasien tampak pucat, akral teraba dingin, CRT >3 detik,
balance cairan : +622,5 , TD menurun : 100/60, HR teraba cepat dan
lemah: 120 x/mnt hasil lab: Kalium : 2,3 mmol/L, Klorida : 72 mmol/L.
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluarga mengatakan pasien sebelumnya pernah menderita
penyakit TB paru namun dengan pengobatan OAT yang tidak terkontrol
pada tahun 2020. Keluarga juga mengatakan pasien sudah memiliki
kebiasaan merokok selama ± 40 tahun dan dapat menghabiskan 1-2
bungkus rokok/hari. Keluarga mengatakan pasien sebelumnya tidak
memiliki riwayat penyakit hipertensi, DM, asma dan penyakit turunan
lainnya.
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Tidak ada anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit sepsis
ataupun penyakit paru seperti CAP maupun TB seperti yang diderita
oleh pasien. Tidak ada anggota keluarga yang menderita penyakit
turunan lainnya seperti hipertensi, DM dan jantung

24
2. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Pola Persepsi Dan Penanganan Kesehatan
Keluarga mengatakan pasien baru mengetahui penyakit yang diderita
ketika masuk ke RSUD Lubuk Basung karena merasakan gejala yang
semakin berat. Keluarga pun tidak mengetahui penyebab kondisi klien hanya
mengetahui gejala yang dirasakan semakin memburuk sehingga akhirnya
harus dlarikan kerumah sakit dan dirawat. Keluarga mengatakan jika pasien
sakit biasanya hanya membeli obat warung saja dan enggan untuk
memeriksakan kondisinya ke fasilitas kesehatan. Pada tahun 2020, ketika
pasien didiagnosis memiliki penyakit TB paru, pasien tidak mengomsumsi
OAT secara rutin dan tidak lagi memeriksakan kondisi kesehatannya
b. Pola Nutrisi/Metabolisme
Pasien memiliki BB: 44 Kg dengan TB: 168 cm dan IMT : 15,6 (dalam
rentang berat rendah). Sebelum sakit, pasien memiliki kebiasaan menunda
makanan karena pekerjaannya sebagai supir. Pasien juga tidak mengontrol
jenis makanan yang dikonsumsinya seperti makanan yang mengandung
minyak dan santan. Pasien cukup sering mengosumsi sayuran namun jarang
mengosumsi buah. Setiap pagi hari pasien selalu minum kopi/teh dan malam
hari sering mengosumsi teh telur. Saat sakit, pasien terpasang NGT karena
mengalami penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan pasien sudah
mengalami penurunan nafsu makan sejak pertama kali pasien sakit. Selama
dirawat, pasien juga mendapatkan diit MC DD

Sebelum sakit Selama dirawat


Pagi : Pagi :
Makan :Lontong/Nasi + Lauk (Habis 1 - Makan Pagi (07.00) : MC DD 200
porsi) ml, (10.00) : Jus 200ml (150
Minum : 1500-1800 cc/hari kkal)
Siang : Siang :
Makan : Nasi + Lauk + Sayur (Habis 1 - Makan Siang (12.00) : MC DD
porsi) 200 ml, (15.00) : Susu 200ml
Minum : 1500-1800 cc/hari Malam
Malam : - Makan malam (18.00) : MC DD
Nasi + Lauk + sayur (Habis 1 porsi) 200 ml, (21.00) : Susu 200 ml

25
Minum : 1500-1800 cc/hari
c. Pola Eliminasi:
Keluhan : Adanya konstipasi

Pola Defekasi Pola Urinasi


Frekuensi: 1 x selama pasien dirawat di Frekuensi: -
rumah sakit Konsistensi: Cair
BAB Konsistensi : Lembek Warna: Kuning Pekat
Warna : Kuning kecokelatan Bau : Khas
Bau : Khas Banyaknya : 100cc/8 jam
Banyaknya : Sedikit Alat bantu : Terpasang kateter
Stoma : Tidak ada

Intake dan ouput klien sebagai berikut :


Tgl : 1 Februari 2023
Balance cairan: intake (parenteral + per.os) – output (diurese + IWL)
15 x 44
: (300 + 400) – (100+ )
24
: 700-127,5
: (+) 572,5
d. Pola Aktivitas /Olah Raga:
Keluhan : Pasien mengalami penurunan kesadaran (Delirium, GCS: 11
E3M5V3)). Keluarga mengatakan sebelum sakit pasien jarang melakukan
olahraga karena setiap harinya harus bekerja. Saat sakit, pasien hanya
terbaring ditempat tidur karena mengalami penurunan kesadaran.
Kemampuan Perawatan Diri (0 = Mandiri, 1 = Dengan Alat Bantu, 2 =
Bantuan dari orang lain , 3 = Bantuan peralatan dan orang lain, 4 =
tergantung/tdk mampu)

Aktivitas 0 1 2 3 4

Makan/Minum √

Mandi √

Berpakaian/berdandan √

26
Toileting √

Mobilisasi di Tempat Tidur √

Berpindah √

Berjalan √

Menaiki Tangga √

Berbelanja √

Memasak √

Pemeliharaan rumah √

ALAT BANTU: Kruk _____Pispot √ ditempat tidur


_____Walker____Tongkat ______Belat/Mitela ________Kursi roda.

e. Pola Istirahat Tidur:


Keluarga mengatakan sebelum pasien sakit, pasien hanya dapat tidur di
pagi atau siang hari selama 3-4 jam perhari karena harus bekerja pada sore
dan malam hari. Pada saat dilakukan pengkajian pasien mengalami penurunan
kesadaran.
f. Pola Kognitif –Persepsi
Pada Saat pengkajian ini klien dengan kesadaran Delirium GCS: 11
(E3M5V3). Klien bisa mendengar dengan baik, tetapi tidak dapat
berkomunikasi timbal balik. Menurut observasi klien hanya mengaduh
dengan suara tanpa berbicara beberapa kali. Keluarga mengatakan sebelum
sakit penglihatan pasien bagus dan pasien tidak menggunakan kacamata.
Penciuman dan indera peraba pasien tidak tekaji.
 Keluhan : pasien tidak mengalami gangguan kognitif
 Status mental: tidak sadar, Delirium GCS: 11 (E3M5V3)
 Bicara: normal
 Bahasa sehari-hari: keluarga mengatakan sehari-hari pasien menggunakan
bahasa daerah (minang)
 Kemampuan membaca, Bahasa Indonesia: keluarga mengatakan pasien
mampu membaca bahasa Indonesia

27
 Berkomunikasi: tidak dapat dikaji
 Memahami: tidak
 Tingkat Ansietas: tidak dapat dikaji
 Keterampilan Interaksi: tidak dapat dikaji
 Pendengaran: tidak ada masalah
 Alat bantu,dengar: tidak ada
 Penglihatan: adanya katarak matur ODS
 Vertigo: keluarga mengatakan tidak ada keluhan vertigo
 Ketidaknyamanan/Nyeri: tidak dapat dikaji
Kesimpulan : adanya gangguan penglihatan (katarak matur ODS)
g. Pola Peran Hubungan
Klien merupakan seorang ayah dari 2 anak perempuan dan 1 anak laki-
lakinya. Klien di rumah sakit ditemani oleh istri dan anaknya secara
bergantian. Hubungan klien dengan baik baik, terlihat keluarga selalu
membisikkan zikir dan doa kepada serta selalu mendampingi pasien
 Keluhan : pasien mangatakan tidak ada masalah peran hubungan
 Pekerjaan: supir truk
 Status Pekerjaan: Tidak lagi bekerja
 Sistem Pendukung: keluarga
 Masalah keluarga berkenaan dengan perawatan di RS : tidak ada
h. Pola Seksualitas/Reproduksi:
Keluarga mengatakan keluarga tidak ada gangguan pada pola seksualitas.
i. Pola Koping-Toleransi Stres:
Pada saat pengkajian keluarga dalam keadaan penurunan kesadaran.
Keluarga mengatakan bahwa mereka cemas dan khawatir akan kesehatan
klien. Keluarga juga mengatakan klien sebelum masuk rumah sakit jika ada
suatu masalah klien akan berdiskusi dengan keluarga. Keluarga juga
mengatakan pasien tidak terlalu memikirkan yang menjadi beban pikiran,
ketika stres pasien beribadah/berjalan mencari udara segar
 Kehilangan/perubahan besar di masa lalu : tidak ada

28
 Hal yang dilakukan saat ada masalah : beribadah/berjalan mencari udara
segar
 Penggunaan obat untuk menghilangkan stres: tidak ada
 Keadaan emosi dalam sehari-hari: tenang

j. Pola Keyakinan-Nilai
 Keluhan : Klien beragama islam, keluarga mengatakan selama dirawat
klien tidak dapat melakukan ibadah seperti biasanya karena masih
mengalami penurunan kesadaran
 Agama: islam
 Pantangan Keagamaan:✓Tidak/Ya(uraikan)
 Ibadah selama sakit: pasien sholat diatas tempat tidur
 Permintaan kunjungan rohaniawan padasaatini:Ya ✓Tidak

PEMERIKSAAN FISIK

Gambaran

Tanda Vital TD :100/60 mmHg mmHg


S : 37,2oC
N : 120 x/i, teraba lemah dan tidak teratur
P : 24 x/I, pernafasan dangkal, penggunaan otot bantu nafas
musculus rectus abdominalis

Kulit Kulit klien tampak kering, tidak sianosis, akral teraba


dingin

Mata Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, mata simetris,


pupil isokor kiri dan kanan, reaksi cahaya (+/+), adanya
katarak matur ODS, tidak ada nyeri tekan dan tanda infeksi

Hidung Hidung simetris, bersih, tidak ada pernapasan cuping


hidung, septum baik, tidak ada polip, penciuman baik dan

29
tidak ada nyeri tekan, hidung terpasang NGT.

Mulut Mukosa bibir kering, , terdapat karang gigi dan flek bekas
rokok, gigi agak kuning, lidah bersih, tidak ada stomatitis
dan tidak ada pembesaran tonsil

Wajah Wajah simetris, tidak ada pembengkakan dan nyeri tekan.


Pasien terpasang Oksigen NRM 10 lpm

Leher Tidak ada deviasi trakea


Trakea

Vena Tidak ada distensi vena jugolaris

Kelenjar Tidak ada pembengkakan kelenjar getah bening

Tiroid Tidak ada pembesaran kelenjer tiroid

Dada Inspeksi : Pergerakan dinding dada simetris, tidak ada lesi,


Paru terdapat penggunaan otot bantu nafas (musculus pectoralis
major), RR = 24x/I, nafas dangkal.
Palpasi : -
Perkusi : sonor
Auskultasi : Vesikuler, Ronkhi (+/+), wheezing (-/-)

Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat


Jantung Palpasi : Iktus kordis tidak teraba
Perkusi : Pekak
Auskultasi : Tidak ada suara tambahan, murmur (-) gallop
(-)

Abdomen Inspeksi : Distensi abdomen, tidak ada lesi/lecet


Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Perkusi : Timpani, tidak ada asites

30
Kekuatan otot : tidak dapat dinilai

Nodus Limfe Tidak ada masalah

Neurologi KU Berat
Status Mental/GCS Delirium, GCS: 11 (E3M5V3),

Turgor kulit menurun, akral teraba dingin.


Ekstremitas CRT >3 detik
Pulsasi nadi cepat dan lemah dan klien terpasang IVFD
NaCl 0,9 % 12 jam/kohlf + sp vascon 1 amp 14,04 ml/h
pada tangan kanan

Genitalia Klien terpasang kateter, genitalia tampak bersih, tidak ada


lesi/lecet,

Rectal Tidak ada masalah

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan Tanggal : 31-01-2023
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

Hematologi
(CBC)
• Hemoglobin 18,6 g/dl 13,0 – 16,0
• Leukosit 12,77 103/mm3 5,0 – 10,0
• Hematokrit 58 % 40,0 – 48,0
• Trombosit 141 103/mm3 150 – 450
• MCV 91 fL 82,0 – 92,0
• MCH 29 pg 27,0 – 31,0
• MCHC 35 % 32,0 – 36,0
• RDW-CV 19,6 % 11,5 – 14,5

Pemeriksaan Tanggal : 01-02-2023

31
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal

• Total Protein 6,2 g/dL 6,6 – 8,7


• Albumin 2,6 g/dL 3,8 – 5,0

• Globulin 3,6 g/dL 1,3 – 2,7


40 U/L < 38
• SGOT
27 U/L < 41
• SGPT
64 mg/dL 10 – 50
• Ureum Darah
0,8 mg/dL 0,8 – 1,3
• Kreatinin Darah
Elektrolit
138 mmol/L 136 – 145

• Natrium 2,3 mmol/L 3,5 – 5,1


72 mmol/L 97 – 111
• Kalium
• Klorida
7,479 7,35 – 7,45
Paket Analisa Gas Darah
108,1 35 – 45
• pH 165,8 83 – 108
• pCO2 99,4 95 – 98

• pO2 54 % 39 – 49
17,9 g/dL 13,2 – 17,3
• SO2%
81,1 mmol/L 21 – 28
• HCT
84,4 mmol/L 22 – 29
• Hb
57,3 mmol/L
• HCO3-
44,7 mmol/L
• TCO2
79,4 mmol/L
• BEecf 25,2
• BE (B) 24,8
• SBC 18,9 mmHg
• O2Ct 8,8
• O2Cap 796,0 mmHg

• A
• a/A
• PO1/FIO2

32
b. Pemeriksaan Radiologi
Thoraks AP - Lateral performed on 27-01-2023
Klinis : Sepsis ec BP
Pemeriksaan radiografi Toraks proyeksi PA :

Trakea di tengah.
Mediastinum superior tidak melebar. Aorta baik.
Jantung posisi normal, ukuran tidak membesar (CTR <50%).
Kedua hillus tidak menebal/ melebar.
Corakan bronkovaskular kedua paru meningkat
Tampak infiltrat di kedua lapangan paru.
Diafragma dan Sinus kostofrenikus kanan dan kiri terselubung
Tulang kesan intak.
Kesimpulan : Pleura effuse Bilateral ec Bronkhopneumonia

4. Terapi Obat
Obat dosis Rute

Drip meropenem dalam 3 jam 3 x 1 gr IV

Amikasin 1 x 1 gr IV

33
Ceftriaxone 1 x 2 gr IV

Levoflovacine 1 x 750 gr IV

Furosemid 2 x 20 gr IV

Combivent 2 x 2 ml IV

Fenitoin 2 x 100 gr IV

Furosemid 1 x 1 amp IV

Tranxamin 3 x 500 mg IV

Vit K 3 x 10 mg IV

Paracetamol 3 x 500 g PO

Acetylsistein 3 x 200 gr PO

B. Analisa Data
Data Etiologi Masalah

DS : Ketidakseimbangan Gangguan
- Keluarga mengatakan pasien ventilasi - perfusi Pertukaran Gas
masih sesak napas
- Keluarga mengatakan sesak
semakin meningkat jika pasien
diposisikan terlentang
DO :
- Napas dangkal dan tampak
adanya penggunaan otot bantu
napas (musculus rectus
abdominalis)

34
- Terpasang O2 NRM 10 lpm
- Takipnea, RR = 24 x/i
- Hasil Lab:
pH = 7.479
PO2 = 1655.8
PCO2 = 108.1
HCO3 = 29.1
SO2 : 98 %
- Hasil rontgen : adanya sepsis
ec bp
DS : Penurunan kinerja Risiko Perfusi
- ventrikel kiri Serebral Tidak
DO : Efektif
- Pasien mengalami penurunan
kesadaran
- Kontak inadekuat
- Tingkat kesadaran : delirium
- GCS : 11 (E3M5V3)
Adanya riwayat kejang berulang
durasi ± 1 menit
- TD: 100/60 mmHg, HR: 120
x/mnt dan S: 37,2oC
DS : Ketidakseimbangan Risiko
- cairan Ketidakseimbangan
DO : Elektrolit
- Mukosa bibir kering
- Turgor kulit menurun
- Pasien tampak pucat
- Akral teraba dingin
- CRT >3 detik
- Pulsasi nadi cepat dan lemah,
HR: 120 x/mnt

35
- Balance cairan : +572,5
- Hasil Lab:
Kalium : 2,3 mmol/L
Klorida : 72 mmol/L

C. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi – perfusi
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif disertai dengan penurunan kinerja
ventrikel kiri
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit disertai dengan ketidakseimbangan
cairan

36
D. Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA (SDKI) LUARAN (SLKI) INTERVENSI (SIKI)


1. Gangguan pertukaran Pertukaran Gas (L01003) Pemantauan Respirasi (I.01014)
gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan Kriteria hasil : Tindakan :
- Dispnea menurun Observasi
ventilasi - perfusi
- Bunyi nafas tambahan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas
menurun 2. Monitor pola napas
- PCO2 membaik 3. Monitor kemampuan batuk efektif
- PO2 membaik 4. Monitor adanya produksi sputum
- pH arteri membaik 5. Monitor adanya sumbatan jalan napas
6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7. Auskultasi bunyi napas
8. Monitor saturasi oksigen
9. Monitor nilai analisa gas darah
10. Monitor hasil x-ray thoraks
Terapeutik
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan

37
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
Terapi Oksigen (I.01026)

Tindakan :
Observasi
1. Monitor kecepatan aliran oksigen
2. Monitor posisi alat terapi oksigen
3. Monitor aliran oksigen secara periodik dan pastikan fraksi yang
diberikan cukup
4. Monitor efektifitas terapi oksigen (mis. Oksimetri, Analisa gas
darah), jika perlu
5. Monitor kemampuan melepaskan oksigen saat makan
6. Monitor tanda-tanda hipoventilasi
7. Monitor monitor tanda dan gejala toksikasi oksigen dan atelectasis
8. Monitor tingkat kecemasan akibat terapi oksigen
9. Monitor integritas mukosa hidung akibat pemasangan oksigen
Terapeutik
1. Bersihkan sekret pada mulut, hidung, dan trakea, jika perlu
2. Pertahankan kepatenan jalan napas
3. Siapkan dan atur peralatan pemberian oksigen
4. Berikan oksigen tambahan, jika perlu
5. Tetap berikan oksigen saat pasien di transportasi

38
6. Gunakan perangkat oksigen yang sesuai dengan tingkat mobilitas
pasien
Edukasi
1. Ajarkan pasien dan keluarga cara menggunakan oksigen dirumah
Kolaborasi
1. Kolaborasi penentuan dosis oksigen
2. Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas dan/atau tidur
2. Risiko perfusi serebral Perfusi Serebral (L.02014) Manajemen Peningkatan Tekanan Intrakranial (I.06194)
tidak efektif disertai
dengan penurunan Kriteria hasil : Tindakan :
- Tingkat kesadaran meningkat Observasi
kinerja ventrikel kiri
- Kognitif meningkat 1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (misalnya: lesi, gangguan
- Gelisah menurun metabolism, edema serebral)
- Kesadaran membaik 2. Monitor tanda/gejala peningkatan TIK (misalnya: tekanan darah
meningkat, tekanan nadi melebar, bradikardia, pola napas ireguler,
kesadaran menurun)
3. Monitor MAP (mean arterial pressure) (LIHAT: Kalkulator MAP)
4. Monitor CVP (central venous pressure)
5. Monitor status pernapasan
6. Monitor intake dan output cairan
Terapeutik
1. Minimalkan stimulus dengan menyediakan lingkungan yang

39
tenang
2. Berikan posisi semi fowler
3. Hindari manuver valsava
4. Cegah terjadinya kejang
5. Hindari penggunaan PEEP
6. Hindari pemberian cairan IV hipotonik
7. Atur ventilator agar PaCO2 optimal
8. Pertahankan suhu tubuh normal
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian sedasi dan antikonvulsan, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian pelunak tinja, jika perlu

Pemantauan Tekanan Intrakranial (I.06198)

Tindakan :
Observasi
1. Identifikasi penyebab peningkatan TIK (mis: lesi menempati
ruang, gangguan metabolisme, edema serebral, peningkatan
tekanan vena, obstruksi cairan serebrospinal, hipertensi
intracranial idiopatik)
2. Monitor peningkatan TD

40
3. Monitor pelebaran tekanan nadi (selisih TDS dan TDD)
4. Monitor penurunan frekuensi jantung
5. Monitor ireguleritas irama napas
6. Monitor penurunan tingkat kesadaran
7. Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil
8. Monitor kadar CO2 dan pertahankan dalam rentang yang
diindikasikan
Terapeutik
1. Pertahankan posisi kepala dan leher netral
2. Atur interval pemantauan sesuai kondisi pasien
3. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
3. Risiko Keseimbangan Elektrolit Manajemen Elektrolit: Hipokalemia (1.03107)
ketidakseimbangan (L.03021)

elektrolit disertai dengan Tindakan:


Kriteria hasil : Observasi
ketidakseimbangan
- Serum natrium meningkat 1. Identifikasi tanda dan gejala penurunan kadar kalium (mis.
cairan
- Serum kalium meningkat kelemahan otot, interval QT memanjang, kelelahan, parestesia,
- Serum klorida meningkat penurunan refleks)
2. Identifikasi penyebab hipokalemia (mis. diare, muntah,

41
penghisapan nasogastrik, diuretik, hiperaldosteronisme, dialysis,
peningkatan insulin)
3. Monitor irama jantung, frekuensi jantung, dan EKG
4. Monitor intake dan output cairan
5. Monitor tanda dan gejala gagal napas (mis. PaO2 rendah, PaCO2
tinggi, kelemahan otot pernapasan)
6. Monitor kadar kalium serum dan/atau urine
7. Monitor akses intravena terhadap flebitis dan infiltrasi
Terapeutik
1. Pasang monitor jantung (terutama jika koreksi kalium >10
mEq/jam)
2. Pasang akses intravena, jika perlu
3. Berikan suplemen kalium, sesual indikasi
4. Hindari pemberian KCI Jika haluaran urine <0,5 mL/kgBB/jam
5. Hindari pemberian kalkum secara intramuskuler
6. Hindari pemberian kalium secara bolus
Edukasi
1. Anjurkan modifikasi diet tinggi kalium (mis, pisang, sayuran
hijau, tomat, coklat), jika perlu Kolaborasi Kolaborasi pemberian
KCI oral (40-80 mEq/hari) pada hipokalemia ringan dan sedang
(3-3,5 mEq/L), sesual indikasi
2. Kolaborasi pemberian KCI Intravena (10-20 mEq dalam 100 ml

42
NaCl) selama 1 jam, pada hipokalemia berat (<2,5 mEq/L), sesuai
indikasi

Pemantauan Elektrolit (I.03122)


Tindakan:
Observasi
1. Monitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit
2. Monitor kadar elektrolit serum
3. Monitor mual, muntah, diare
4. Monitor kehilangan cairan, jika perlu
5. Monitor tanda dan gejala hipokalemia (mis: kelemahan otot,
interval QT memanjang, gelombang T datar atau terbalik, depresi
segmen ST, gelombang U, kelelahan, parestesia, penurunan
refleks, anoreksia, konstipasi, motilitas usus menurun, pusing,
depresi pernapasan)
Terapeutik
1. Atur interval waktu pemantauan sesuai dengan kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
1. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

43
E. Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan

HARI/TGL DIAGNOSA IMPLEMENTASI EVALUASI


Rabu/ Gangguan pertukaran 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan S:
1 Februari 2023 gas berhubungan upaya napas - Keluarga mengatakan pasien masih
dengan 2. Memonitor pola napas tampak sesak
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
ketidakseimbangan - Keluarga mengatakan sesak semakin
4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
ventilasi - perfusi meningkat jika pasien diposisikan
5. Auskultasi bunyi napas
terlentang
6. Memonitor saturasi oksigen
O:
7. Memonitor nilai analisa gas darah
8. Memberikan terapi oksigen
- Napas masih dangkal dan adanya

9. Memonitor kecepatan aliran oksigen penggunaan otot bantu napas


10. Memonitor efektifitas terapi oksigen (musculus rectus abdominalis)
11. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Masih terpasang O2 NRM 10 lpm
12. Kolaborasi dalam penentuan dosis oksigen - Takipnea, RR = 25 x/i
- Hasil Lab:
pH = 7.479
PO2 = 1655.8
PCO2 = 108.1
HCO3 = 29.1
SO2 : 98 %

44
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
Risiko perfusi serebral 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK S:-
tidak efektif disertai 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK O:
dengan penurunan 3. Memonitor peningkatan TD - Pasien masih dalam penurunan
4. Memonitor MAP
kinerja ventrikel kiri kesadaran
5. Memonitor penurunan tingkat kesadaran
- Kontak inadekuat
6. Memonitor perlambatan atau
- Tingkat kesadaran : delirium
ketidaksimetrisan respon pupil
- GCS : 11 (E3M5V3)
7. Memberikan posisi semi fowler
8. Mencegah terjadinya kejang
Masih ada kejang berulang sudah 2 kali,

9. Menghindari pemberian cairan IV hipotonik durasi ± 1 menit


10. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal - TD: 105/63 mmHg, HR: 118 x/mnt
11. Kolaborasi pemberian sedasi dan dan S: 37,4oC
antikonvulsan A : Masalah belum teratasi
12. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis P : Intervensi dilanjutkan
Risiko 1. Mengidentifikasi tanda dan gejala S:-
ketidakseimbangan penurunan kadar kalium O:
elektrolit disertai 2. Mengidentifikasi penyebab hipokalemia - Tampak mukosa bibir kering
3. Memonitor irama jantung, frekuensi jantung,
dengan - Turgor kulit menurun
dan EKG
ketidakseimbangan - Pasien masih tampak pucat
4. Monitor kemungkinan penyebab

45
cairan ketidakseimbangan elektrolit - Akral masih teraba dingin
5. Memonitor intake dan output cairan - CRT >3 detik
6. Memonitor tanda dan gejala gagal napas - Balance cairan : +572,5
7. Memonitor kadar kalium serum dan/atau
- Hasil Lab:
urine
Kalium : 2,3 mmol/L
8. Memasang monitor jantung
Klorida : 72 mmol/L
9. Menghindari pemberian KCI Jika haluaran
A : Masalah belum teratasi
urine <0,5 mL/kgBB/jam
10. Menghindari pemberian kalium secara
P : Intervensi dilanjutkan

intramuskuler
11. Menghindari pemberian kalium secara bolus
12. Kolaborasi pemberian KCI Intravena (10-20
mEq dalam 100 ml NaCl) selama 1 jam,
pada hipokalemia berat (<2,5 mEq/L),
sesuai indikasi
Kamis/ Gangguan pertukaran 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan S:
2 Februari 2023 gas berhubungan upaya napas - Keluarga mengatakan pasien masih
dengan 2. Memonitor pola napas tampak sesak
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
ketidakseimbangan - Keluarga mengatakan sesak juga
4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
ventilasi - perfusi semakin meningkat jika pasien
5. Auskultasi bunyi napas
diposisikan terlentang
6. Memonitor saturasi oksigen

46
7. Memonitor nilai analisa gas darah O:
8. Memberikan terapi oksigen - Napas masih tampak dangkal dan
9. Memonitor kecepatan aliran oksigen adanya penggunaan otot bantu napas
13. Memonitor efektifitas terapi oksigen
(musculus rectus abdominalis)
14. Mempertahankan kepatenan jalan napas
- Terapi O2 sudah diganti nasal kanul 5
15. Kolaborasi dalam penentuan dosis oksigen
lpm
- Takipnea, RR = 25 x/i
- Hasil Lab:
pH = 7.479
PO2 = 1655.8
PCO2 = 108.1
HCO3 = 29.1
SO2 : 96 %
A : Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Risiko perfusi serebral 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK S:-
tidak efektif disertai 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK O:
dengan penurunan 3. Memonitor peningkatan TD - Pasien masih dalam penurunan
4. Memonitor MAP
kinerja ventrikel kiri kesadaran
5. Memonitor penurunan tingkat kesadaran
- Kontak inadekuat
6. Memonitor perlambatan atau

47
ketidaksimetrisan respon pupil - Tingkat kesadaran : delirium
7. Memberikan posisi semi fowler - GCS : 11 (E3M5V3)
8. Mencegah terjadinya kejang - Kejang hari ini tidak ada
9. Menghindari pemberian cairan IV hipotonik
- TD: 105/63 mmHg, HR: 118 x/mnt
10. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal
dan S: 37,4oC
11. Kolaborasi pemberian sedasi dan
A : Masalah belum teratasi
antikonvulsan
P: Intervensi dilanjutkan
12. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis
Risiko 1. Mengidentifikasi tanda dan gejala S:-
ketidakseimbangan penurunan kadar kalium O:
elektrolit disertai 2. Mengidentifikasi penyebab hipokalemia - Tampak mukosa bibir masih kering
3. Memonitor irama jantung, frekuensi jantung,
dengan - Turgor kulit masih menurun
dan EKG
ketidakseimbangan - Pasien masih tampak pucat
4. Monitor kemungkinan penyebab
cairan - Akral masih teraba dingin
ketidakseimbangan elektrolit
- CRT >3 detik
5. Memonitor intake dan output cairan
6. Memonitor tanda dan gejala gagal napas
- Intake : 750 cc, output : 177,5

7. Memonitor kadar kalium serum dan/atau - Balance cairan : +562,5


urine - Hasil Lab:
8. Memasang monitor jantung Kalium : 2,3 mmol/L
9. Menghindari pemberian KCI Jika haluaran Klorida : 72 mmol/L
urine <0,5 mL/kgBB/jam A : Masalah belum teratasi

48
10. Menghindari pemberian kalium secara P: Intervensi dilanjutkan
intramuskuler
11. Menghindari pemberian kalium secara bolus
12. Kolaborasi pemberian KCI Intravena (10-20
mEq dalam 100 ml NaCl) selama 1 jam,
pada hipokalemia berat (<2,5 mEq/L),
sesuai indikasi
Jum’at/ Gangguan pertukaran 1. Memonitor frekuensi, irama, kedalaman dan S:
3 Februari 2023 gas berhubungan upaya napas - Keluarga mengatakan pasien masih
dengan 2. Memonitor pola napas tampak sesak
3. Memonitor adanya sumbatan jalan napas
ketidakseimbangan - Keluarga mengatakan sesak semakin
4. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
ventilasi - perfusi meningkat jika pasien diposisikan
5. Auskultasi bunyi napas
terlentang
6. Memonitor saturasi oksigen
O:
7. Memonitor nilai analisa gas darah
8. Memberikan terapi oksigen
- Napas tampak semakin dangkal dan

9. Memonitor kecepatan aliran oksigen adanya penggunaan otot bantu napas


16. Memonitor efektifitas terapi oksigen (musculus rectus abdominalis)
17. Mempertahankan kepatenan jalan napas - Masih terpasang O2 nasal kanul 5 lpm
Kolaborasi dalam penentuan dosis oksigen dan dilakukan bagging secara berkala
- Takipnea, RR = 26 x/i
- Hasil Lab:

49
pH = 7.479
PO2 = 1655.8
PCO2 = 108.1
HCO3 = 29.1
SO2 : 95 %
A : Masalah belum teratasi
P: Intervensi dilanjutkan
Risiko perfusi serebral 1. Mengidentifikasi penyebab peningkatan TIK S:-
tidak efektif disertai 2. Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK O:
dengan penurunan 3. Memonitor peningkatan TD - Pasien masih dalam penurunan
4. Memonitor MAP
kinerja ventrikel kiri kesadaran
5. Memonitor penurunan tingkat kesadaran
- Kontak inadekuat
6. Memonitor perlambatan atau
- Tingkat kesadaran : delirium
ketidaksimetrisan respon pupil
- GCS : 11 (E3M5V3)
7. Memberikan posisi semi fowler
8. Mencegah terjadinya kejang
Kejang kembali sudah 2 kali dengan jarak 3

9. Menghindari pemberian cairan IV hipotonik jam, durasi ± 1 menit,


10. Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal - TD: 95/61 mmHg, HR: 125 x/mnt dan
11. Kolaborasi pemberian sedasi dan S: 37,6oC
antikonvulsan A : Masalah belum teratasi
12. Kolaborasi pemberian diuretik osmosis P: Intervensi dilanjutkan

50
Risiko 1. Mengidentifikasi tanda dan gejala S:-
ketidakseimbangan penurunan kadar kalium O:
elektrolit disertai 2. Mengidentifikasi penyebab hipokalemia - Tampak mukosa bibir masih kering
3. Memonitor irama jantung, frekuensi jantung,
dengan - Turgor kulit semakin menurun
dan EKG
ketidakseimbangan - Pasien masih tampak pucat
4. Monitor kemungkinan penyebab
cairan - Akral teraba dingin
ketidakseimbangan elektrolit
- CRT >3 detik
5. Memonitor intake dan output cairan
6. Memonitor kadar kalium serum dan/atau
- Intake : 700 cc, output : 77,5cc

urine - Balance cairan : +622,5


7. Memasang monitor jantung - Hasil Lab:
8. Menghindari pemberian KCI Jika haluaran Kalium : 2,3 mmol/L
urine <0,5 mL/kgBB/jam Klorida : 72 mmol/L
9. Menghindari pemberian kalium secara A : Masalah belum teratasi
intramuskuler P: Intervensi dilanjutkan
10. Menghindari pemberian kalium secara bolus
11. Kolaborasi pemberian KCI Intravena (10-20
mEq dalam 100 ml NaCl) selama 1 jam,
pada hipokalemia berat (<2,5 mEq/L),
sesuai indikasi

51
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Asuhan Keperawatan
Setelah melakukan asuhan keperawatan pada Tn. Y berusia 68 tahun
dengan syok sepsis di Ruang Rawat Inap HCU Interne RSUP Dr. M. Djamil
Padang, maka pada bab ini peneliti akan membahas perbedaan atau
kesenjangan antara asuhan keperawatan pada pasien syok sepsis. Pembahasan
ini sesuai dengan tahapan asuhan keperawatan yang dimulai dari proses
pengkajian, perumusan diagnosa keperawatan, pengidentifikasian intervensi
keperawatan, pelaksanaan implementasi dan evaluasi.

B. Pengkajian Keperawatan
Dalam pengumpulan data pada kasus Tn.Y menggunakan tehnik
anamnesa yaitu: Allo Anamnesa (pengkajian yang dilakukan pada anggota
keluarga (istri pasien), medical record, hasil - hasil pemeriksaan diagnostic
atau data-data penunjang), karena penulis tidak mungkin melakukan
pengkajian secara Autoanamnesa berhubungan dengan kondisi klien yang
mengalami penurunan kesadaran. Pengkajian adalah proses pengumpulan
data relevan yang continue. Wawancara, observasi langsung dang pengukuran
digunakan untuk memperoleh data subjektif (Dermawan, D. 2012).
Pada kasus Tn.Y saat pengkajian di ketahui bahwa Pasien masuk melalui
IGD RSUP Dr. M. Djamil Padang pada tanggal 27 Januari 2023 pukul 05.59
WIB rujukan RSUD Lubuk Basung dengan keluhan sesak napas meningkat
sejak 3 hari sebelum masuk rumah sakit serta adanya demam dan batuk
berdahak yang dirasakan sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit. Pada saat
dilakukan pengkajian pada tanggal 1 Februari 2023 pada pukul 12.30 WIB
didapatkan data bahwa keluarga mengatakan pasien masih mengalami sesak
napas dan memiliki riwayat sesak napas hingga terbangun di malam hari.
Keluarga juga mengatakan sesak semakin meningkat jika pasien diposisikan
terlentang. Napas tampak dangkal dan adanya penggunaan otot bantu napas
(musculus rectus abdominalis), terpasang O2 NRM 10 lpm, adanya takipnea :

52
RR: 24 x/menit, ronkhi :+, hasil lab: pH: 7,479 po 2 : 165,8, pCO2 : 108,1,
HCO3- :29,1, SO2 : 98 %
Pada kasus teori yang diperoleh Mu’ awanah (2016) didapatkan tanda
dan gejala terjadi masalah pada bagian organ pernapasan seperti Distress
pernapasan :pernapasan cuping hidung, Menggunakan otot-otot asesoris
pernapasan, pernafasan cuping hidung, Kesulitan bernapas; lapar udara,
diaporesis, dan sianosis, Pernafasan cepat dan dangkal. Tanda-tanda klinis
yang dapat menyebabkan dokter untuk mempertimbangkan sepsis dalam
diagnosis diferensial, yaitu demam atau hipotermia, takikardi yang tidak jelas,
takipnea yang tidak jelas, tanda-tanda vasodilatasi perifer, shock dan
perubahan status mental yang tidak dapat dijelaskan.
Pasien mengalami penurunan kesadaran, kontak inadekuat, tingkat
kesadaran: Delirium, GCS: 11 (E3M5V3), adanya riwayat kejang berulang
durasi ± 1 menit, TD: 100/60 mmHg, HR: 120 x/mnt dan S: 37,2oC. Tampak
kulit dan mukosa bibir kering, turgor kulit pasien menurun, pasien tampak
pucat, akral teraba dingin, CRT >3 detik, balance cairan : +622,5 , TD
menurun : 100/60, HR teraba cepat dan lemah: 120 x/mnt hasil lab: Kalium :
2,3 mmol/L, Klorida : 72 mmol/L.
Menurut Mahapatra S (2020) Selain gejala sepsis berat, pasien syok
sepsis akan mengalami gejala hipotensi. Pada kasus syok sepsis yang
kompensata pasien bisa menunjukkan gejala berupa ekstremitas hangat dan
flash capillary refill. Pada kasus yang dekompensata, pasien akan mengalami
ekstremitas dingin, delayed capillary refill, dan denyut nadi melemah. Jika
kondisi ini berlanjut, syok bisa menjadi ireversibel dan berkembang menjadi
gagal organ multipel. Pasien dengan sepsis seringkali mengalami demam,
meskipun pada kasus-kasus tertentu tidak terdapat peningkatan suhu hingga
hipotermia (pasien lansia, imunokompromais). Tekanan darah cenderung
rendah dengan mean arterial pressure <65 mmHg, hipoksia, takikardia, dan
takipnea merupakan manifestasi syok sepsis yang sering ditemukan.

53
Pada hasil pengkajian pola metabolise/nutrisi didapat pasien terpasang
NGT karena mengalami penurunan kesadaran. Keluarga mengatakan pasien
sudah mengalami penurunan nafsu makan sejak pertama kali pasien sakit.
Selama dirawat, pasien juga mendapatkan diit MC DD.
Menurut Bruner & Suddart (2010), Indikasi pemasangan NGT biasanya
dilakukan pada pasien dengan cedera leher atau wajah, pasien mengalami
gangguan usus, pasien kesulitan bernapas, pasien yang overdosis obat-obatan
terlarang serta pada pasien koma. Pada pasien koma, biasanya terjadi
penurunan kesadaran yang tidak dapat dipastikan berapa lama. Maka untuk
memastikan makanan dan minuman terpenuhi dilakukan pemasangan NGT
Melalui pemeriksaan complete blood count ditemukan
adanya leukositosis (12,77x10*3/mm). Dari pemeriksaan fungsi hati
ditemukan adanya peningkatan SGOT (40 u/L) dan SGPT (27 u/L), total
protein yag rendah (6,2 mg/dl), dan albumin yang rendah (2,6 mg/dl).
Pemeriksaan fungsi ginjal ditemukan adanya peningkatan dari ureum (64
mg/dl) dan kreatinin (0,8 mg/dl).
Adanya kecurigaan akan infeksi paru sebagai sumber infeksi penyebab
sepsis, maka dilakukan x-foto thoraks pada pasien dan didapatkan adanya
gambaran konsolidasi pada kedua lapangan paru yang disimpulkan sebagai
bronkopneumonia. Pasien terdiagnosis dengan septik syok disertai dengan
hypoksia hepatik.
Pasien diberikan penanganan infus cepat diberikan terapi levofloxacin
500 mg intravena. Monitoring ketat dilakukan setiap 15 menit, setelah 30
menit pemberian cairan dan obat-obatan terdapat perbaikan kondisi klinis,
tekanan darah meningkat (100/60 mmHg). Saturasi meningkat menjadi 98%,
laju respirasi menurun menjadi 24 kali per menit, dan kesadaran GCS
E3V5M3.
Pemeriksaan penunjang ini menguatkan diagnosis syok septik sesuai
kriteria American Collegeof Chest Physian and Society of Critical Medicine
dimana adanya tanda infeksi berupa leukositosisdan tanda tanda kegagalan
fungsi organ (dalam kondisi ini ginjal dan hati) yang disertai dengan
hipotensi. Untuk kecurigaan sumber infeksi yaitu berasal dari infeksi paru

54
(bronkopneumonia). Hal inididukung oleh kriteria diagnosis pneumonia yang
terpenuhi yaitu terdapat dispneu disertai pening-katan laju pernafasan,
leukositosi dan gambaran pneumonia pada chest x-ray

C. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan merupakan suatu penilaian klinis mengenai respons
klien terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan yang dialaminya,
baik yang berlangsung aktual maupun potensial. Diagnosa keperawatan
bertujuan untuk mengidentifikasi respons individu, keluarga atau komunitas
terhadap situasi yang berkaitan dengan kesehatan. Proses penegakan diagnosa
(diagnostic process) merupakan suatu proses yang sistemasis yang terdiri atas
tiga tahap yaitu analisa data, identifikasi masalah dan perumusan diagnosa.
Diagnosa keperawatan memiliki dua komponen utama yaitu masalah
(problem) yang merupakan label diagnosis keperawatan yang menggambarkan
inti dari respons klien terhadap kondisi kesehatan, dan indikator diagnostik
yang terdiri atas penyebab, tanda/gejala dan faktor risiko.
Pembentukan diagnosa keperawatan berdasarkan data yang ditemukan
pada pengkajian terhadap respon individu dan keluarga tentang masalah
kesehatan yang dihadapi. Agar dapat memberiakn intervensi yang sesuai untuk
mencegah penurunan status kesehatan klien. Berdasarkan pengkajian yang
telah dilakukan pada Tn. Y didapatkan tiga diagnosa keperawatan yaitu:

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi – perfusi
2. Risiko perfusi serebral tidak efektif disertai dengan penurunan kinerja
ventrikel kiri
3. Risiko ketidakseimbangan elektrolit disertai dengan ketidakseimbangan
cairan

55
D. Intervensi Keperawatan
Menurut SIKI (2018), segala bentuk terapi yang dikerjakan oleh perawat
yang didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai
peningkatan, pencegahan, dan pemulihan kesehatan klien sesuai luaran
(outcome) yang diharapkan disebut dengan intervensi.
Berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat dan disusun
untuk mengatasi masalah gangguan pertukaran gas adalah Monitor frekuensi,
irama, kedalaman dan upaya napas, Monitor pola napas, Monitor adanya
sumbatan jalan napas, Palpasi kesimetrisan ekspansi paru, Auskultasi bunyi
napas, Memonitor saturasi oksigen, Monitor nilai analisa gas darah, Berikan
terapi oksigen, Monitor kecepatan aliran oksigen, Monitor efektifitas terapi
oksigen ,Pertahankan kepatenan jalan napas, Kolaborasi dalam penentuan
dosis oksigen
Berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat dan disusun
untuk mengatasi masalah risiko perfusi serebral tidak efektif adalah
Identifikasi penyebab peningkatan TIK, Monitor tanda/gejala peningkatan
TIK, Monitor peningkatan TD Monitor MAP, Monitor penurunan tingkat
kesadaran, Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil, Berikan
posisi semi fowler, Cegah terjadinya kejang, Hindari pemberian cairan IV
hipotonik, Atur ventilator agar PaCO2 optimal, Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, Kolaborasi pemberian diuretik osmosis.
Berdasarkan rencana tindakan keperawatan yang telah dibuat dan disusun
untuk mengatasi masalah risiko ketidakseimbangan elektrolit, Identifikasi
tanda dan gejala penurunan kadar kalium, Identifikasi penyebab hypokalemia,
Monitor irama jantung, frekuensi jantung, dan EKG, Monitor kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan elektrolit, Monitor intake dan output cairan,
Monitor tanda dan gejala gagal napas , Monitor kadar kalium serum dan/atau
urine , Pasang monitor jantung ,Hindari pemberian KCI jika haluaran urine
<0,5 mL/kgBB/jam, Hindari pemberian kalium secara intramuskuler, Hindari
pemberian kalium secara bolus, Kolaborasi pemberian KCI Intravena, sesuai
indikasi.

56
E. Implementasi Keperawatan
Pelaksanaan adalah perwujudan atau realisasi dari penrencanaan yang
telah disusun. Pelaksanaan pada tinjauan pustaka belum dapat di realisasikan
semunya karena hanya membahas teori asuhan keperawatan. Sedangkan pada
kasus nyata pelaksanaan telah disusun dan di realisasikan pada pasien dan ada
pendokumentasian dan intervensi keperawatan.
Pelaksanaan tindakan keperawatan pada Tn. Y dilakukan pada tanggal 1-3
Januari 2023 di Ruang Rawat Inap HCU Interne RSUP Dr. M Djamil Padang.
Pelaksanaan rencana keperawatan dilakukan secara terkoordinasi dan
terintegrasi untuk pelaksanaan diagnosa pada kasus tidak semua sama
pada tinjauan pustaka. Hal itu karena disesuaikan dengan keadaan pasien yang
sebenarnya.
Pelaksanaan ini pada faktor penunjang maupun faktor penghambat yang
penulis alami. Hal-hal yang menunjang dalam asuhan keperawatan antara lain:
adanya kerjasama yang baik antara perawat maupun dokter ruangan dan tim
kesehatan lainnya, tersedianya sarana dan prasarana diruangan yang
menunjang dalam pelaksanaan asuhan keperawatan dan penerimaan adanya
penulis.
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi. Implementasi yang dilakukan yaitu Memonitor
frekuensi, irama, kedalaman dan upaya napas, Memonitor pola napas
dengan RR 25x/i, Memonitor adanya sumbatan jalan napas, Palpasi
kesimetrisan ekspansi paru didaptkan napas masih dangkal dan adanya
penggunaan otot bantu napas (musculus rectus abdominalis) , Auskultasi
bunyi napas, Memonitor saturasi oksigen hasilnya 98%, Memonitor nilai
analisa gas darah hasilnya ( pH = 7.479, PO2 = 1655.8, PCO2 = 108.1,
HCO3 = 29.1), Memberikan terapi oksigen (Terpasang O2 NRM 10L/I),
Memonitor kecepatan aliran oksigen, Memonitor efektifitas terapi oksigen
,Mempertahankan kepatenan jalan napas, Berkolaborasi dalam penentuan
dosis oksigen (diturunkan menjadi nasal kanul 5L/i).

57
2. Resiko perfusi serebral tidak efektif disertai dengan penurunan kinerja
ventrikel kiri. Implementasi yang dilakukan yaitu Mengidentifikasi
penyebab peningkatan TIK, Memonitor tanda/gejala peningkatan TIK
(Monitor masih ada kejang berulang durasi ± 1 menit) , Memonitor
peningkatan TD (TD: 105/63 mmHg, HR: 118 x/mnt dan S: 37,4oC),
Memonitor MAP, Memonitor penurunan tingkat kesadaran (Tingkat
Kesadaran Delirium dengan GCS 11 E3M5V3), Memonitor perlambatan
atau ketidaksimetrisan respon pupil, Memberikan posisi semi fowler,
Mencegah terjadinya kejang, Menghindari pemberian cairan IV hipotonik,
Mengatur ventilator agar PaCO2 optimal, Kolaborasi pemberian sedasi
dan antikonvulsan, Berkolaborasi pemberian diuretik osmosis.

3. Resiko ketidakseimbangan elektrolit disertai dengan ketidakseimbangan


cairan. Implementasi yang dilakukan yaitu Mengidentifikasi tanda dan
gejala penurunan kadar kalium (Kalium 2,3 mmol/L) , Mengidentifikasi
penyebab hypokalemia, Memonitor irama jantung, frekuensi jantung, dan
EKG, Memonitor kemungkinan penyebab ketidakseimbangan elektrolit,
Memonitor intake dan output cairan ( hasil balance cairan +572,5),
Memonitor tanda dan gejala gagal napas , Memonitor kadar kalium serum
dan/atau urine (Klorida 72 mmol/L), Memasang monitor
jantung ,Menghindari pemberian KCI Jika haluaran urine <0,5
mL/kgBB/jam, Menghindari pemberian kalium secara intramuskuler,
Menghindari pemberian kalium secara bolus, Berkolaborasi pemberian
KCI Intravena (10-20 mEq dalam 100 ml NaCl) selama 1 jam, pada
hipokalemia berat (<2,5 mEq/L), sesuai indikasi.

58
F. Evaluasi Keperawatan
Tindakan evaluasi belum dapat dilakukan pada tinjauan pustaka karena
merupakan kasus semu sedangkan pada tinjauan kasus evaluasi dapat
dilakukan karena dapat diketahui keadaan klien dan masalahnya secara
langsung.
Hasil evaluasi diagnosa pertama, Gangguan pertukaran gas berhubungan
dengan ketidakseimbangan ventilasi-perfusi. Kriteria dalam perencanaan
adalah Dispnea menurun, Bunyi nafas tambahan menurun, PCO2 membaik,
PO2 membaik, pH arteri membaik menunjukkan pertukaran gas belum teratasi
dengan dibuktikan PCO2 masih tinggi, PO2 tinggi dan pH arteri lebih tinggi
dari normal sehingga intervensi tetap dilanjutkan.
Diagnosa kedua, Resiko perfusi serebral tidak efektif disertai dengan
penurunan kinerja ventrikel kiri. Kriteria hasil dalam perencanaan adalah
pasien tingkat kesadaran meningkat, fungsi kognitif meningkat, gelisah
menurun dan kesadaran membaik menunjukkan bahwa pasien masih
penurunan kesadaran dengan GCS 11 (delirium), masih terjadi kejang dan
juga untuk TTV tidak dalam batas normal (TD: 95/61 mmHg, HR: 125 x/mnt
dan S: 37,6oC) sehingga masalah perfusi serebral belum teratasi dengan
dibuktikan pasien masih penurunan kesadaran dan masih terjadi kejang
berulang 2 kali untuk hari ke 3 dengan durasi ± 1 menit.
Diagnosa ketiga, Resiko ketidakseimbangan elektrolit disertai dengan
ketidakseimbangan elektrolit disertai dengan ketidakseimbangan cairan.
Kriteria hasil dalam perencanaan adalah serum natrium meningkat, serum
kalium meningkat dan serum klorida meningkat sehingga masalah
keseimbangan elektrolit belum teratasi yang dibuktikan dengan kadar serum
natrium dan klorida pasien belum dalam batas normal, akral pasien dingin,
CRT>3 detik, balance cairan +622,5.

59
BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sepsis adalah kumpulan gejala sebagai manifestasi respons sistemik
terhadap infeksi. Respon inflamasi sistemik adalah keadaan yang
melatarbelakangi sindrom sepsis. Respon ini tidak hanya disebabkan oleh
adanya bakterimia, tetapi juga oleh sebab-sebab lain. Oleh karena itu
kerusakan dan disfungsi organ bukanlah disebabkan oleh infeksinya, tetapi
juga respon tubuh terhadap infeksi dan beberapa kondisi lain yang
mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada sindrom sepsis tersebut (Bakta &
Suastika, 2012).
Pengobatan terbaru syok sepsis mencakup mengidentifikasi dan
mengeliminasi penyebab infeksi. Pengumpulan specimen urin, darah, sputum
dan drainase luka dilakukan dengan teknik aseptic. Antibioktik spectrum luas
diberikan sebelum menerima laporan sensitifitas dan kultur untuk
meningkatkan ketahanan hidup pasien (Smeltzer, 2015).
Setelah dilakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan syok sepsis,
maka penulis menyimpulkan beberapa hal, antara lain:
1. Pengkajian keperawatan pada pasien dengan syok sepsis didaptkan tanda-
tanda yang berkaitan dengan diagnosa keperawatan yang ada dalam SDKI
2018, yaitu: gangguan pertukaran gas berhubungan dengan
ketidakseimbangan ventilasi – perfusi, Risiko perfusi serebral tidak efektif
disertai dengan penurunan kinerja ventrikel kiri dan Risiko
ketidakseimbangan elektrolit disertai dengan ketidakseimbangan cairan.
2. Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa
pertama gangguan pertukaran gas adalah Monitor frekuensi, irama,
kedalaman dan upaya napas, Monitor pola napas, Monitor adanya
sumbatan jalan napas, Palpasi kesimetrisan ekspansi paru, Auskultasi
bunyi napas, Memonitor saturasi oksigen, Monitor nilai analisa gas darah,
Berikan terapi oksigen, Monitor kecepatan aliran oksigen, Monitor

60
efektifitas terapi oksigen ,Pertahankan kepatenan jalan napas, Kolaborasi
dalam penentuan dosis oksigen
3. Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa
kedua risiko perfusi serebral tidak efektif adalah Identifikasi penyebab
peningkatan TIK, Monitor tanda/gejala peningkatan TIK, Monitor
peningkatan TD Monitor MAP, Monitor penurunan tingkat kesadaran,
Monitor perlambatan atau ketidaksimetrisan respon pupil, Berikan posisi
semi fowler, Cegah terjadinya kejang, Hindari pemberian cairan IV
hipotonik, Atur ventilator agar PaCO2 optimal, Kolaborasi pemberian
sedasi dan antikonvulsan, Kolaborasi pemberian diuretik osmosis.
4. Intervensi dan implementasi keperawatan yang dilakukan pada diagnosa
ketiga risiko ketidakseimbangan elektrolit, Identifikasi tanda dan gejala
penurunan kadar kalium, Identifikasi penyebab hypokalemia, Monitor
irama jantung, frekuensi jantung, dan EKG, Monitor kemungkinan
penyebab ketidakseimbangan elektrolit, Monitor intake dan output cairan,
Monitor tanda dan gejala gagal napas , Monitor kadar kalium serum
dan/atau urine , Pasang monitor jantung ,Hindari pemberian KCI jika
haluaran urine <0,5 mL/kgBB/jam, Hindari pemberian kalium secara
intramuskuler, Hindari pemberian kalium secara bolus, Kolaborasi
pemberian KCI Intravena, sesuai indikasi.
5. Evaluasi keperawatan yang telah dilakukan selama 3 hari yaitu pada
diagnosa pertama menunjukkan pertukaran gas belum teratasi dengan
dibuktikan PCO2 masih tinggi, PO2 tinggi dan pH arteri lebih tinggi dari
normal sehingga intervensi tetap dilanjutkan. Pada diagnosa kedua,
menunjukkan bahwa pasien masih penurunan kesadaran dengan GCS 11
(delirium), masih terjadi kejang dan juga untuk TTV tidak dalam batas
normal (TD: 95/61 mmHg, HR: 125 x/mnt dan S: 37,6oC) sehingga
masalah perfusi serebral belum teratasi dengan dibuktikan pasien masih
penurunan kesadaran dan masih terjadi kejang berulang 2 kali untuk hari
ke 3 dengan durasi ± 1 menit. Dan pada diagnosa ketiga, keseimbangan
elektrolit belum teratasi yang dibuktikan dengan kadar serum natrium dan

61
klorida pasien belum dalam batas normal, akral pasien dingin, CRT>3
detik, balance cairan +622,5.

B. Saran
1. Bagi Mahasiswa
Diharapkan dapat memberikan asuhan keperawatan yang tepat kepada
pasien dengan syok sepsis sesuai dengan perkembangan ilmu.
2. Bagi Tenaga Kesehatan
Diharapkan dapat menerapkan asuhan keperawatan yang tepat kepada
pasien dengan syok sepsis sesuai dengan perkembangan ilmu.
3. Bagi Rumah Sakit
Diharapkan agar dapat mengembangkan konsep asuhan keperawatan pada
pasien dengan syok sepsis.

62
DAFTAR PUSTAKA

Ayudiatama, S.C. 2011. “Uji Diagnostik Prokalsitonin Dibanding Kultur Darah


Sebagai Baku Emas Untuk Diagnostik Sepsis di RSUP dr. Kariadi”. Tidak
Diterbitkan. Skripsi. Semarang: Fakultas Kedokteran Universitas
Diponegoro
Bakta, I.M., & Suastika, I.K. 2012. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam.
Jakarta: EGC.
Davey, P. (2011). At a Glance Medicine. Jakarta: Erlangga.
Deswani. (2019). Proses Keperawatan dan Berpikir Kritis. Jakarta: Salemba
Medika.
Padila, S. K. . (2012). Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Nuha
Medika.
Potter & Perry. (2010). Fundamental Of Nursing Edisi 7. Jakarta: Salemba
Medika.
PPNI (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator
Diagnostik. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan
Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
PPNI (2019). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria
Hasil Keperawatan. Jakarta: DPP PPNI.
Reinhart, K., & Eyrich, K., (2015). Sepsis: An Interdisciplinary Challenge. Berlin:
Springer-Verlag.
Sudiantara PH. (2018). Syok Septik Disertai Hipoksia Hepatik Pada Rumah Sakit
Umum Daerah Klungkung, Bali-Indonesia: Sebuah Laporan Kasus.
Multidisciplinary Journal of Science and Medical Research. 9(3).
Smeltzer, S.C. & Bare, B. G. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah.
Jakarta: EGC.

63
64

Anda mungkin juga menyukai