Anda di halaman 1dari 92

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA Tn.

D DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULKUS DEKUBITUS


DENGAN SISTEM INTERGUMEN

Disusun Oleh:

Nama : Purnadi Nakalelu


Nim : 2018.C.10a.0945

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
T.A 2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN
Laporan ini di susun oleh :
Nama : Purnadi Nakalelu
NIM : 2018.C.10a.0938
Program Studi : S-1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan keperawatan Pada Tn.D
Dengan Diagnosa Medis ulkus dekubitus Dengan system
integumen

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan 2 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Akademik

Nia Pristina, S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan Dan Asuhan keperawatan Pada Tn.D Dengan Diagnosa Medis ulkus
dekubitus Dengan system integumen”. Laporan pendahuluan ini disusun guna
melengkapi tugas (PPK2). Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes
Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya,07 desember 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................


DAFTAR ISI .......................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ...........................................................................................
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................
1.3.1 Tujuan Umum .............................................................................................
1.3.2 Tujuan Khusus ............................................................................................
1.4 Manfaat .......................................................................................................
1.4.1 Untuk Mahasiswa ........................................................................................
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga ..........................................................................
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit) ...........................................
1.4.4 Untuk IPTEK ..............................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Konsep Penyakit Demam Tifoid..................................................................
2.1.1 Definisi ........................................................................................................
2.1.2 Anatomi Fisiologi .......................................................................................
2.1.3 Etiologi ........................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi ...................................................................................................
2.1.5 Patofisiologi (pathway) ...............................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) .......................................................
2.1.7 Komplikasi .................................................................................................
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ..............................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis ...............................................................................
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia ............................................................
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan ..............................................................
2.3.1 Pengkajian keperawatan ..............................................................................
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...............................................................................
2.3.3 Intervensi Keperawatan ...............................................................................
2.3.4 Implementasi Keperawatan .........................................................................
2.3.5 Evaluasi Keperawatan .................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan
yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014)
Nama lain dari ulkus dekubitus adalah bed ridden, bedridden, bed rest injury,
bedrest injury, air-filled beds, air-filled sitting device, low-airloss bed, low air-
loss bed, air-fluidized bed, chronic ulceration, pressure ulceration, dan decubitus
ulceration. Ulkus dekubitus dapat menjadi sangat progresif dan sulit untuk
disembuhkan. Komplikasi ulkus dekubitus sangat sering dan mengancam
kehidupan. Komplikasi ulkus dekubitus serius dan tersering adalah infeksi. Hal ini
harus dibedakan dengan infeksi yang memang sudah terjadi sebelum terjadi ulkus.
Hal yang menjadi permasalahan adalah infeksi pada ulkus dekubitus termasuk
sebagai infeksi nosokimial dan di Amerika Serikat menghabiskan dana sekitar
satu miliar setiap tahun untuk pengobatannya. Penyakit ini sering terjadi pada
pasien dengan tirah baring lama di rumah sakit. Prevalensi ulkus dekubitus pada
rumah sakit sekitar 17-25% dan dua dari tiga pasien yang berusia 70 tahun atau
lebih akan mengalami ulkus dekubitus. Di antara pasien dengan kelainan
neurologi, angka kejadian ulkus dekubitus setiap tahun sekitar 5-8% dan ulkus
dekubitus dinyatakan sebagai 7-8% penyebab kematian pada paraplegia. Pada
perawatan akut, insiden ulkus dekubitus 0.4% sampai 38%, pada perawatan yang
lama 2.2% sampai 23.9% dan pada perawatan di rumah 0 % sampai 29%. Insiden
yang sangat tinggi terdapat pada pasien yang dirawat di ruang ICU. Hal ini terjadi
karena immunocompromised penderita, dengan angka kejadian 8% sampai 40%.
Pasien yang dirawat di rumah sakit dengan penyakit akut mempunyai angka
insiden ulkus dekubitus sebesar 2-11%. Namun, hal yang perlu menjadi perhatian
adalah angka kekambuhan pada penderita ulkus dekubitus yang telah mengalami
penyembuhan sangat tinggi yakni 90% walaupun mendapatkan terapi medik dan
bedah yang baik.
Ulkus dekubitus dapat terbentuk pada orang sulit atau tidak bisa merubah
posisi tubuhnya terhadap tekanan, seperti pada pasien dengan paralisis atau
kelainan neurologi, pasien yang selalu berbaring, pasien tua, pasien dengan
penyakit akut dan pasien yang menggunakan kursi roda. Walaupun demikian tidak
semua pasien-pasien tersebut akan mendapatkan ulkus dekubitus. Ulkus dekubitus
tidak akan terbentuk pada orang dengan sensivitas, mobilitas dan mental yang
normal, karena baik disadari atau tak disadari penekanan yang terlalu lama pada
bagian tubuh akan memaksa orang tersebut untuk merubah posisinya, sehingga
akan mencegah daerah yang tertekan tersebut mengalami kerusakan yang
irreversible. Ulkus dekubitus terjadi jika tekanan yang terjadi pada bagian tubuh
melebihi kapasitas tekanan pengisian kapiler, yakni sekitar 32 mmHg.
Masalah ulkus dekubitus menjadi problem yang cukup serius baik di negara
maju maupun di negara berkembang, karena mengakibatkan meningkatnya biaya
perawatan, memperlambat program rehabilitasi bagi penderita, memperberat
penyakit primer dan mengancam kehidupan pasien. Oleh karena itu, perlu
pemahaman cukup tentang ulkus dekubitus agar diagnosis dapat ditegakkan secara
dini sehingga penatalaksanaan dapat dilakukan dengan segera dan tepat serta
dapat dilakukan tindakan untuk mencegah terjadinya ulkus dekubitus tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien ulkus dekubitus
dengan system intergumen.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Agar penulis mampu berpikir secara tepat dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan pada pasien ulkus dekubitus dengan menggunakan
pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan sesuai dengan
standard keperawatan secara professional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit ulkus dekubitus
1.3.2.2 Mahasisiwa mampu menjelaskan konsep penyakit pada klien ulkus
dekubitus
1.3.2.3 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada
pasien ulkus dekubitus
1.3.2.4 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada klien dengan diagnosa
medis ulkus dekubitus
1.3.2.5 Mahasiswa mampu menentukan diagnosa pada klien dengan diagnosa
medis ulkus dekubitus.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada klien dengan diagnosa
medis ulkus dekubitus.
1.3.2.7 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada klien dengan diagnosa
medis ulkus dekubitus.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis
ulkus dekubitus.
1.3.2.9 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada klien dengan diagnosa
medis ulkus dekubitus.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan ulkus
dekubitus
1.4.2 Untuk Klien Dan Keluarga
Klien dan keluarga mampu memahami mengenai ulkus dekubitus sehingga
keluarga dan klien mampu mengetahui betapa pentingnya ini bagi bereka
dan mereka mampu untuk meningkatkan derajat kesehatan mereka.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki laporan mengenai ulkus
dekubitus sehingga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi kepada
institusi/ mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat institus
semakin berkembang menjadi lebih baik dan lebih bijak.
1.4.4 Untuk IPTEK
IPTEK mampu mengembangkan lebih dalam lagi mengenai pengetahua di
bidang kesehatan khususnya pada asuhan keperawatan pada pasien ulkus
dekubitus
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ulkus Dekubitus


2.1.1 Defenisi
Dekubitus merupakan kerusakan kulit pada suatu area dan dasar jaringan
yang disebabkan oleh tulang yang menonjol, sebagai akibat dari tekanan,
pergeseran, gesekan atau kombinasi dari beberapa hal tersebut (NPUAP, 2014)
dekubitus adalah luka pada kulit dan atau jaringan dibawahnya, biasanya
disebabkan oleh adanya penonjolan tulang, sebagai akibat dari tekanan atau
kombinasi tekanan dengan gaya geser dan atau gesekan menurut Perry et al,
(2012).
Dekubitus adalah kerusakan jaringan yang disebabkan karena adanya
kompresi jaringan lunak diatas tulang yang menonjol dan adanya luka tekan dari
luar dalam jangka waktu yang lama. Pada fase ini akan menyebabkan gangguan
pada suplai darah pada daerah yang tertekan. Apabila hal ini berlangsung lama
akan menyebabkan insufiensi aliran darah, anoksia atau iskemi jaringan dan
akhirnya dapat terjadi kematian sel (Nursalam, 2014).
Jadi dapat disimpulkan bahwa dekubitus adalah kerusakan kulit atau
jaringan yang biasanya diakibatkan karena ada kompresi jaringa nlunak diatas
tulang dan luka kekan dari luar dalam jangka waktu yang lama yang dimana jika
berlangsung secara lama bisa berakibat terjadinya iskemi pada jaringan dan
akhirnya berujung pada kematian sel.

2.1.2 Anatomi fisiologi


Kulit merupakan barier protektif yang memiliki fungsi vital seperti
perlindungan terhadap kondisi luar lingkungan baik dari pengaruh fisik maupun
pengaruh kimia, serta mencegah kelebihan kehilangan air dari tubuh dan berperan
sebagai termoregulasi. Kulit bersifat lentur dan elastis yang menutupi seluruh
permukaan tubuh dan merupakan 15% dari total berat badan orang dewasa (Paul
et al., 2011).
Fungsi proteksi kulit adalah melindungi tubuh dari kehilangan cairan
elektrolit, trauma mekanik dan radiasi ultraviolet, sebagai barier dari invasi
mikroorganisme patogen, merespon rangsangan sentuhan, rasa sakit dan panas
karena terdapat banyak ujung saraf, tempat penyimpanan nutrisi dan air yang
dapat digunakan apabila terjadi penurunan volume darah dan tempat terjadinya
metabolisme vitamin D (Paul et al., 2011).
Kulit terdiri dari dua lapisan yang berbeda, lapisan luar adalah epidermis
yang merupakan lapisan epitel dan lapisan dalam yaitu dermis yang merupakan
suatu lapisan jaringan ikat.

1. Epidermis
Epidermis merupakan lapisan terluar kulit yang terdiri dari epitel berlapis
bertanduk, mengandung sel malonosit, Langerhans dan merkel. Tebal
epidermis berbeda-beda pada berbagai tempat di tubuh, paling tebal
terdapat pada telapak tangan dan kaki. Ketebalan epidermis hanya sekitar
5% dari seluruh ketebalan kulit.
Epidermis terdiri atas lima lapisan (dari lapisan yang paling atas sampai
yang terdalam) yaitu stratum korneum, stratum lusidum, stratum
granulosum, stratum spinosum dan stratum basale (stratum Germinatum)
(Susanto dan Ari, 2013).
1) Stratum korneum.
Lapisan ini terdiri dari banyak lapisan tanduk (keratinasi), gepeng,
kering, tidak berinti, inti selnya sudah mati, dan megandung zat
keratin.
2) Stratum lusidum.
Selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum adalah sel-sel
sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi
jernih sekali dan tembus sinar. Lapisan ini hanya terdapat pada telapak
tangan dan telapak kaki. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pipa yang
bening, batas-batas sel sudah tidak begitu terlihat disebut stratum
lusidum.
3) Stratum granulosum.
Lapisan ini terdiri dari 2-3 lapis sel pipih seperti kumparan dengan inti
ditengah dan sitoplasma berisi butiran (granula) keratohiali atau
gabungan keratin dengan hialin. Lapisan ini menghalangi benda asing,
kuman dan bahan kimia masuk ke dalam tubuh.
4) Stratum spinosum/stratum akantosum.
Lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai
0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. sel-selnya disebut spinosum karena
jika dilihat di bawah mikroskop, sel-selnya terdiri dari sel yang
bentuknya polygonal/banyak sudut dari mempunyai tanduk (spina).
Lapisan ini berfungsi untuk menahan gesekan dan tekanan dari luar.
Bentuknya tebal dan terdapat di daerah tubuh yang banyak
bersentuhan atau menahan beban dan tekanan seperti tumit dan
pangkal telapak kaki. Disebut akantosum sebab sel-selnya berduri.
Ternyata spina atau tanduk tersebut ada hubungan antara sel yang lain
yang disebut intercelulair bridges atau jembatan interselular.
5) Stratum Basal/Germinativum.
Disebut stratum basal karena sel-selnya terletak dibagian basal/basis,
stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan
merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti
yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut
butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar pagar
(palisade) dibagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran disebut
membran basalis, sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan
batas terbawah dari pada epidermis dengan dermis.
2. Dermis
Dermis tersusun oleh sel-sel dalam berbagai bentuk dan keadaan, dermis
terutama terdiri dari serabut kolagen dan elastin. Serabut-serabut kolagen
menebal dan sintesa kolagen akan berkurang seiring dengan
bertambahnya usia. Sedangkan serabut elastin terus meningkat dan
menebal, kandungan elastin kulit manusia meningkat kira-kira 5 kali dari
fetus sampai dewasa. Pada usia lanjut kolagen akan saling bersilang
dalam jumlah yang besar dan serabut elastin akan berkurang
mengakibatkan kulit terjadi kehilangan kelenturanannya dan tampak
berkeriput. Di dalam dermis terdapat folikel rambut, papilla rambut,
kelenjar keringat, saluran keringat, kelenjar sebasea, otot penegak
rambut, ujung pembuluh darah dan ujung saraf dan sebagian serabut
lemak yang terdapat pada lapisan lemak bawah kulit (Susanto dan Ari,
2013).
3. Subkutan
Subkutan mengikat kulit secara longgar dengan organ-organ yang berada
di bawahnya. Lapisan subkutan mengandung jumlah sel lemak yang
beragam, bergantung pada area tubuh dan nutrisi individu, serta berisi
banyak pembuluh darah dan ujung saraf. Sel lemak berbentuk bulat
dengan intinya berdesakan kepinggir, sehingga membentuk seperti
cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak
sama pada setiap tempat dan jumlah antara laki-laki dan perempuan.
Fungsi penikulus adipose adalah sebagai shok breaker atau pegas bila
tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau
untuk mempertahankan suhu. Di bawah subkutan terdapat selaput otot
dan lapisan berikutnya yaitu otot (Susanto dan Ari, 2013).
4. Fungsi Kulit
Kulit pada manusia mempunyai fungsi yang sangat penting selain
menjalin kelangsungan hidup secara umum yaitu :
1) Proteksi
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisis atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang
dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan
panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar
misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya
lapisan kulit dan serabut–serabut jaringan penunjang berperan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis. Melanosit turut berperan dalam
melindungi kulit terhadap sinar matahari dengan mengadakan tanning
(pengobatan dengan asam asetil).
2) Proteksi rangsangan kimia
Dapat terjadi karena sifat stratum korneum yang impermeable
terhadap berbagai zat kimia dan air. Di samping itu terdapat lapisan
keasaman kulit yang melindungi kontak zat kimia dengan kulit.
Lapisan keasaman kulit terbentuk dari hasil ekskresi keringat dan
sebum yang menyebabkan keasaman kulit antara pH 5- 6,5. Ini
merupakan perlindungan terhadap infeksi jamur dan sel–sel kulit yang
telah mati melepaskan diri secara teratur.
3) Absorbsi
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga
yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan
uap air memungkinkan kulit ikut Universitas Sumatera Utara
mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorbsi kulit
dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi, kelembapan dan metabolisme.
Penyerapan dapat berlangsung melalui celah di antara sel, menembus
sel–sel epidermis, atau melalui saluran kelenjar dan yang lebih banyak
melalui sel–sel epidermis.
4) Pengatur panas
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.
Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh
pusat pengatur panas, medulla

2.1.3 Etiologi
Faktor etiologi utama atau faktor ekstrinsik yang berkontribusi terhadap
terjadinya ulkus dekubitus adalah tekanan, pergeseran, gesekan, dan kelembaban.
Ketika tekanan berdurasi singkat dilepaskan, jaringan memperlihatkan aliran
darah yang meningkat ke daerah tersebut. Namun, tekanan tinggi yang bertahan
lama menyebabkan penurunan aliran darah, oklusi pembuluh darah dan pembuluh
limfatik, dan iskemia jaringan. Perubahan ini berperan untuk terjadinya nekrosis
otot, jaringan subkutaneus, dermis dan epidermis, dan akhirnya membentuk ulkus
dekubitus. Tekanan kapiler individu sehat adalah 25 mmHg, dan kompresi
eksternal dengan tekanan 30 mmHg akan mengoklusi pembuluh darah sehingga
jaringan menjadi anoksia dan mengalami nekrosis iskemia (Haskas, Y., & Smana,
A. 2013).
Kekuatan geser dihasilkan dari pergerakan relatif tulang dan jaringan subkutaneus
terhadap kulit yang tertahan pergerakannya disebabkan daya gesek. Pada keadaan
seperti ini tekanan yang dibutuhkan untuk oklusi pembuluh darah sangat
berkurang. Pada pasien tua, berkurangnya jumlah elastin pada kulit menjadi
predisposisi efek samping dari pergeseran. Gesekan dihasilkan oleh gerakan yang
berlawanan antar satu permukaan dengan permukaan lainnya. Daya gesek
menyebabkan pembentukan lepuh intraepidermal, yang akhirnya menyebabkan
erosi superfisial di kulit, awal mula atau mempercepat ulkus dekubitus (Haskas,
Y., & Smana, A. 2013).
.
Lingkungan yang sangat lembab yang disebabkan oleh perspirasi, urin,
inkontinensia fekal, atau drainase luka yang berlebihan meningkatkan efek
kerusakan yang ditimbulkan oleh tekanan, gesekan, dan pergeseran. Kelembaban
juga menyebabkan maserasi kulit sekitar yang yang meningkatkan risiko
pembentukan ulkus dekubitus lima kali lipat (Haskas, Y., & Smana, A. 2013).
.
Faktor risiko utama yang berperan dalam perkembangan ulkus dekubitus adalah
gangguan mobilitas yang dapat mempengaruhi beberapa sistem organ. Gangguan
mobilitas dapat menyebabkan gangguan pada sistem kardiovaskuler seperti
hipotensi ortostatis, perubahan komposisi cairan tubuh, gangguan fungsi jantung,
berkurangnya penyerapan oksigen. Gangguan mobilitas juga mengakibatkan
hiperemia reaktif dan gangguan aliran darah perifer. Selain itu, gangguan
mobilitas juga berdampak terhadap sistem muskuloskeletal, sistem
gastrointestinal. Gangguan mobilitas ini bisa disebabkan oleh penyakit
neurologik, atau trauma, fraktur, nyeri, dan penggunaan restraint. Faktor risiko
lainnya adalah gangguan sensasi atau gangguan respon terhadap
ketidaknyamanan (seperti, penyakit serebrovaskuler, trauma sistem saraf pusat,
depresi, dan obat-obatan yang mempengaruhi kewaspadaan) Perubahan yang
signifikan dalam berat badan (≥5% dalam 30 hari atau ≥10% dalam 180 hari)
disebabkan malnutrisi kalori-protein, edema, dan inkontinensia urin serta fekal
(Haskas, Y., & Smana, A. 2013).
.

2.1.4 Klasifikasi
National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP) 2014 membagi derajat
dekubitus menjadi enam dengan karakteristik sebagai berikut :
1) Derajat I : Nonblanchable Erythema
Derajat I ditunjukkan dengan adanya kulit yang masih utuh dengan
tanda-tanda akan terjadi luka. Apabila dibandingkan dengan kulit yang
normal, maka akan tampak salah satu tanda sebagai berikut : perubahan
temperatur kulit (lebih dingin atau lebih hangat), perubahan konsistensi
jaringan (lebih keras atau lunak), dan perubahan sensasi (gatal atau
nyeri). Pada orang yang berkulit putih luka akan kelihatan sebagai
kemerahan yang menetap, sedangkan pada orang kulit gelap, luka akan
kelihatan sebagai warna merah yang menetap, biru atau ungu. Cara
untuk menentukan derajat I adalah dengan menekan daerah kulit yang
merah (erytema) dengan jari selama tiga detik, apabila kulitnya tetap
berwarna merah dan apabila jari diangkat juga kulitnya tetap berwarna
merah

2) Derajat II : Partial Thickness Skin Loss


Hilangnya sebagian lapisan kulit yaitu epidermis atau dermis, atau
keduanya. Cirinya adalah lukanya superfisial dengan warna dasar luka
merah-pink, abrasi, melepuh, atau membentuk lubang yang dangkal.
Derajat I dan II masih bersifat refersibel

3) Derajat III : Full Thickness Skin Loss


Hilangnya lapisan kulit secara lengkap, meliputi kerusakan atau nekrosis
dari jaringan subkutan atau lebih dalam, tapi tidak sampai pada fasia.
Luka terlihat seperti lubang yang dalam. Disebut sebagai “typical
decubitus” yang ditunjukkan dengan adanya kehilangan bagian dalam
kulit hingga subkutan, namun tidak termasuk tendon dan tulang. Slough
mungkin tampak dan mungkin meliputi undermining dan tunneling
4) Derajat IV : Full Thickness Tissue Loss
Kehilangan jaringan secara penuh sampai dengan terkena tulang, tendon
atau otot. Slough atau jaringan mati (eschar) mungkin ditemukan pada
beberapa bagian dasar luka (wound bed) dan sering juga ada
undermining dan tunneling. Kedalaman derajat IV dekubitus bervariasi
berdasarkan lokasi anatomi, rongga hidung, telinga, oksiput dan
malleolar tidak memiliki jaringan subkutan dan lukanya dangkal.
Derajat IV dapat meluas ke dalam otot dan atau struktur yang
mendukung (misalnya pada fasia, tendon atau sendi) dan memungkinkan
terjadinya osteomyelitis. Tulang dan tendon yang terkena bisa terlihat
atau teraba langsung.

5) Unstageable : Depth Unknown Kehilangan jaringan secara penuh


dimana dasar luka (wound bed) ditutupi oleh slough dengan warna
kuning, cokelat, abu-abu, hijau, dan atau jaringan mati (eschar) yang
berwarna coklat atau hitam didasar luka. slough dan atau eschar
dihilangkan sampai cukup untuk melihat (mengexpose) dasar luka,
kedalaman luka yang benar, dan oleh karena itu derajat ini tidak dapat
ditentukan

6) Suspected Deep Tissue Injury : Depth Unknown


Berubah warna menjadi ungu atau merah pada bagian yang terkena luka
secara terlokalisir atau kulit tetap utuh atau adanya blister (melepuh)
yang berisi darah karena kerusakan yang mendasari jaringan lunak dari
tekanan dan atau adanya gaya geser. Lokasi atau tempat luka mungkin
didahului oleh jaringan yang terasa sakit, tegas, lembek, berisi cairan,
hangat atau lebih dingin dibandingkan dengan jaringan yang ada di
dekatnya. Cidera pada jaringan dalam mungkin sulit untuk di deteksi
pada individu dengan warna kulit gelap. Perkembangan dapat mencakup
blister tipis diatas dasar luka (wound bed) yang berkulit gelap. Luka
mungkin terus berkembang tertutup oleh eschar yang tipis. Dari derajat
dekubitus diatas, dekubitus berkembang dari permukaan luar kulit ke
lapisan dalam (top-down), namun menurut hasil penelitian saat ini,
dekubitus juga dapat berkembang dari jaringan bagian dalam seperti
fascia dan otot walapun tanpa adanya adanya 15 kerusakan pada
permukaan kulit. Ini dikenal dengan istilah injury jaringan bagian dalam
(Deep Tissue Injury). Hal ini disebabkan karena jaringan otot dan
jaringan subkutan lebih sensitif terhadap iskemia daripada permukaan
kulit
2.1.5 Patofisiologi
Tekanan imobilisasi yang lama akan mengakibatkan terjadinya dekubitus,
kalau salah satu bagian tubuh berada pada suatu gradient (titik perbedaan antara
2 tekanan) jaringan yang lebih dalam dekat tulang terutama jaringan otot dengan
suplai daerah yang baik akan bergeser ke daerah yang baik akan bergeser kearah
gradient yang lebih rendah sementara kulit dipertahankan pada permukaan kontak
oleh frikti yang semakin meningkat dengan terdapatnya kelembaban ini
menyebabkan peregangan dan anggulasi pembuluh darah daerah yang dalam serta
mengalami gaya geser jaringan yang dalam ini akan menjadi iskemia dan dapat
mengalami nekrosis sebelum berlanjut ke kulit.
Faktor tekanan, toleransi jaringan (Elastisitas kulit akibat usa) durasi & besar tekanan

Tekanan Ekstrna>tekanan Mobilitas & aktifitas

Aliran darah ke jaringan sekitar Jaringan Hipoksia Pem.darah kolaps Cedera iskemia Iskemia otot

menurun

ULKUS DEKUBITUS

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Perdarahan lama Dekubitus ketidak seimbangan Respon peningkatan Dekubitus


Aliran darah ke jaringan suhu tubuh
cairan dan elektrolit
Tubuh Menurun Volume darah Perubahan cedera jaringa Merangsang medic Hilang sebagian
menurun Pertukaran
temperature kulit vomiting centre lap.kulit dan
Penurunan sirkulasi cairan elektrolit terjadi luka
HB menurun Proses inflamasi terganggu
Hilang sebagian lap.kulit Nausea
Peningkatan dan terjadi luka Resiko Gangguan
Aktivitas interleukin 1
suplai O2 Peningkatan dihipotalamus Kebutuhan cairan infeksi integritas
suplai O2 berkurang Tidak napsu kulit/jaringan
Nyeri
makan
Sesak Pengeluaran hormone
Perubahan fungsi tubuh akibat Nyeri
Nyeri Akut prostaglandin Gangguan
perdarahan lama Defisit nutrisi
Pola Nafas Tidak eliminasi uri
Aktivitas interleukin Keterbatasan gerak
Efektif 1 dihipotalamus
Sianosis,pucat
kelemahan
Peningkatan temperetatur Gangguan
Perpusi periper tidak efektif
Mobilitas fisik
Suhu tubuh diatas normal Hipertermi
2.1.6 Manifestasi klinis
1. Tanda cedera awal adalah kemerahan yang tidak menghilang apabila
ditekan dengan ibu jari.
2. Pada cedera yang lebih berat dijumpai ulkus di kulit.
3. Dapat timbul rasa nyeri dan tanda – tanda sistemik peradangan termasuk
demam dan peningkatan hitung sel darah putih.
4. Dapat terjadi infeksi sebagai akibat dari kelemahan dan perawatan di
rumah sakit yang berkepanjangan bahkan pada ulkus kecil.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada ulkus dekubitus yaitu komplikasi
noninfeksius dan infeksi sistemik. Komplikasi non infeksi termasuk
amiloidosis,pembentukan tulang heterotopik, fistula perineal-uretral,
pseudoaneurisma, ulkus Marjolin dan komplikasi sistemik pengobatan topikal.
Infeksi sistemik termasuk bakteremia dan sepsis, selulitis, endokarditis,
meningitis, osteomielitis, artritis septik, dan terbentuknya sinus atau abses
(Sulistyawati. 2014).

2.1.8 Pemeriksaan penunjang


1. Kultur dan analisis urin
Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah
ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.
2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi
pseudomembranous colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan
dengan pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk
melihat apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu,
biopsi bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus
dekubitus. Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah
putih dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi
bakteremia dan sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin
level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis
Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang akibat
osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan tulang
atau MRI.

2.1.9 Penatalaksanaan medis


Teknik farmaologi
1. Perawatan luka decubitus
2. Merubah posisi pasien yang sedang tirah baring
3. Menghilangnya tekanan pada kulit yang merah dan menempatkan
pembalut yang bersih dan tipis apabila telah terbentuk ulkus dekubitus.
4. Sistemik
5. Antibiotik spectrum luas
6. Obat antibacterial, topika : mengontrol pertumbuhan bakteri
7. Salep antibiotic
Teknin Nonfarmakologi
1. Kurangi tekanan yang lama pada daerah yang sama
2. Hindarkan dari kelembaban
3. Sering membersihkan kulit apabila muncul lesi di kulit
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah tahap pertama dalam proses keperawatan
dan merupakan suatu proses yang sitematis dalam mengumpulkan data dari
berbagai sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status
kesehatan klien. Pengkajian keperawatan ditunjukan pada respon klien
terhadap masalah kesehatan yang berhubungan dengan kebutuhan dasar
manusia (Arif mutaaq 2013).
1) Identitas Klien
Nama, umur, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, golongan darah,
pendidikan terakhir, agama, suku, status perkawinan, pekerjaan, TB/BB,
alamat
2) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan sekarang
Hal- hal yang perlu dikaji adalah mulai kapan keluhan dirasakan, lokasi
keluhan, intensitas, lamanya atau frekuensi, faktor yang memperberat
atau memperingan serangan, serta keluhan- keluhan lain yang menyertai
dan upaya-upaya yang telah dilakukan perawat disini harus
menghubungkan masalah kulit dengan gejalanya seperti: gatal, panas,
mati rasa, immobilisasi, nyeri, demam, edema, dan neuropati.
b. Riwayat kesehatan dahulu
Apakah klien pernah mengalami masalah kulit sebelumnya.
c. Riwayat kesehatan keluarga
- Riwayat penyakit keluarga perlu ditanyakan karena penyembuhan
luka dapat
dipengauhi oleh penyakit – penyakit yang diturunkan seperti : DM,
alergi, Hipertensi ( CVA ).
- Riwayat penyakit kulit dan prosedur medis yang pernah dialami
klien. Hal ini untuk memberikan informasi apakah perubahan pada
kulit merupakan manifestasi dari penyakit sistemik seperti : infeksi
kronis, kanker, DM
1. B1 (Breathing)
Inspeksi
Bentuk dada normal, simetris, frekuensi nafas teratus tanpa penggunaan
otot bantu nafas.
Palpasi
Pada Palpasi, ekspansi paru normal dan tidak ada masalah lain
Perkusi
Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hipersonor sedangkan
diagfrahma menurun
Auskultasi
Ditemukan adanya suara ronchi karena didapatkan adanya akumulasi
secret berlebih dibronkus
2. B2 (Blood)
Inspeksi
TD menurun, diaphoresis terjadi pada minggu pertama, kulit pucat, akral
dingin, penurunan curah jantung dengan adanya bradikardi kadang terjadi
anemia, leukopeni pada minggu awal, nyeri dada, dan kelemahan fisik
Palpasi
Pada palpasi dilakuan sebagai pendeteksi kelainan yang tampak saat
inspeksi
Perkusi
perkusi pada jantung jarang dilakukan biasanya dilakuan rontgen toraks,
tetapi perkusi pada jantung ini bermanfaat untuk mengetahui efusi
pericardium, aneurisma aorta dan lain-lan.
Auskultasi
Terdengar S1 S2 pada jantung lebih jelas pada bagian katub pulmonal,
aorta,mitral,dan triskuspidalis
3. B3 (Brain)
Pada klien dengan typhoid biasanya terjadi derilium dan diikuti
penurunan kesadara didiri composmentis keapatis, somnolen hingga
koma pada pemeriksaan GCS.
4. B4 (Bladder)
Pada kondisi berat akan terjadi penurunan output respon dari curah
jantung
5. B5 (Bowel)
1) Inspeksi
Lidah kotor,terdapat selaput putih, lidah hipertermis, stomatis,
muntah, kembung, adanya distensi abdomen dan nyeri abdomen, diare
atau konstipasi
2) Auskultasi
Penurunan bisisng usus 5x/menit pada minggu pertama dan
selanjutnya meningkat akibat adanya diare
3) Perkusi
Didapatkan suara tympani abdomen akibat adanya kembung
4) Palpasi
Adanya hepatomegali, spelenomegali, mengidentifikasi adanya infeksi
pada minggu kedua. Adanya nyeri tekan pada abdomen
6. B6 (Bone)
Adanya respon sistemik yang menyebabkan malaise . Kelemahan umum,
integument : timbulnya roseola temboli dari kuman diman didalamnya
mengandung kuman salmonella Ttphosa, yang timbul diperut, dada, dan
bagian bokong, turgor kulit menurun. Kulit kering (Muttaqin, 2011)

2.2.2 Diagnosis Keperawatan


1. Pola Nafas Tidak Efektif Berhubungan Dengan Penurunan Sirkulasi
(D.0005) Hal 26
2. Perpus Periper Tidak Efektif Berhubungan Dengan Volume Darah
Menurun ( D.009) Hal. 37
3. Hipertermi Berhubungan Dengan Prose Inflamasi (D.0130) Hal 284
4. Nyeri Akut Berhubungan Dengan Hilang Sebagian Lapisan Kulit Dan
Terjadi Luka (D.0077) Hal 172
5. Gangguan Eliminasi Urin Berhubungan Dengan Ketidak Seimbangan
Cariran Dan Elektrolit (D.0040) Hal 96
6. Deficit Nutrisi Berhubungan Dengan Jaringan Kekurangan Nutrisi Untuk
Berkembang (D.0019) Hal 56
7. Resiko Infeksi Berhubungan Dengan Terjadinya Luka (D.0142) Hal 304
8. Ganguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Lapisan Kulit Dan Luka
(D.0054) Hal124
9. Gangguan Integritas Kulit Berhubungan Dengan Hilangnya Sebagian
Lapisan Kulit (D.0129) Hal 282
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
1. Pola Nafas Tidak Efektif Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Monitor Pola Nafas (Frekuensi,Kedalaman,
Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Pola Nafas Usahanapas)
Penurunan Sirkulasi Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 2) Monitor Bunyi Nafas Tambahan
1. Frekuensi Nafas Cukup Membaik 3) Monitor Sputum
Dengan Nilai 4, 4) Pertahankan Kepatenan Jalan Nafas Dengan Head
2. Penggunaan Otot Bantu Napas Cukup Tilt Ddan Chin-Lift
Menurun Dengan Nilai 4, 5) Posisikan Semi Fowler Atau Fowler
3. Dyspnea Menurun Dengan Nilai 5 6) Berikan Minum Hangant
7) Lakukan Fisioterapi Dada, Jika Perlu
8) Penghisapan Lendir Kurang Dari 15 Detik
9) Berikan Oksigen
10) Anjurkan Asupan Cairan 2000 Ml/Hari Jika Tidak
Kontraindikasi
11) Ajarkan Teknik Batuk Efektif
12) Kolaborasi Pemberian Bronkodilator Ekspektoran,
Mukolitik, Jika Perlu

2.2.3 Intervensi Keperawatan


Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
2. Hipertermi Berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Identifikasi Penyebab Hipertermia
Dengan Prose Inflamasi Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Suhu Tubuh 2) Monitor Suhu Tubuh
Menurun Dengan Kriteria Hasil 3) Sediakan Lingkungnan Yang Dingin
1. Suhu Tubuh Cukup Membaik Dengan 4) Lakukan Pendinginan Eksternal
Nilai 5, 5) Hindari Pemberian Antipiretik Atau Aspirin
2. Tekanan Darah Sedang Dengan Nilai 3, 6) Berikan Cairan Oral
3. Pucat Cukup Menurun Dengan Nilai 4. 7) Menganjurkan Tirah Baring
8) Berikan Oksigen
9) Kolaborasi Pemberian Cairan Dan Elektrolit
Intravena,Jika Perlu
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
3. Nyeri Akut Berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Identifikasi Lokasi, Karakteristik, Durasi, Frekuensi,
Dengan Hilang Sebagian Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Nyeri Kualitas, Intensitas Nyeri
Lapisan Kulit Dan Terjadi Menurun Dengan Kriteria Hasil 2) Identifikasi Skala Nyeri
Luka 1. Keluhan Nyeri Cukup Menurun Dengan 3) Identifikasi Respon Non Verbal
Nilai 4, 4) Identifikasi Factor Yang Memperberat Dan
2. Meringis Cukup Menurun Dengan Nilai Memperingan Nyeri
4 5) Berikan Teknin Nonfarmakologi Untuk Mengurangi
Rasa Nyeri
6) Fasilitasi Istirahat Dan Tidur
7) Jelaskan Penyebab, Periode, Dan Pemicu Nyeri
8) Ajarkan Teknik Nonfarmakologi Untuk Mengurangi
Rasa Nyrei
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
4. Perpus Periper Tidak Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Periksa Sirkulasi Perifer
Efektif Berhubungan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Perpusi 2) Identifikasi Factor Resiko Gangguan Sirkulasi
Dengan Volume Darah Periper Kembali Efektif Dengan Kriteria 3) Monitor Panas,Kemerahan,Nyeri, Atau Bengkak Pada
Menurun Hasil Ekstremitas.
1. Penyembuhan Luka Meningkat Dengan 4) Lakukan Pencegahan Infeksi
Nilai 5 5) Anjurkan Berolahraga Rutin
2. Wara Kulit Pucat Menurun Dengan Nilai 6) Lakukan Hidrasi
5 7) Informasikan Tanda Dan Gejala Darurat Yang Harus
3. Nekrosis Menurun Dengan Nilai 5 Dilaporkan
4. Denyut Nadi Sedang Dengan Nilai 3
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
5. Gangguan Eliminasi Urin Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Identifikasi Tanda Dan Gejala Retensi Atau
Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Eliminasi Inkontinensia Urine
Ketidak Seimbangan Urin Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 2) Identifikasi Factor Yang Menyebabkan Retensi
Cariran Dan Elektrolit 1. Karakteristik Urine Membaik Dengan Atau Inkontinensia Urine
Nilai 5, 3) Monitor Eliminasi Urin
2. Frekuensi BAK Cukup Membaik Dengan 4) Catat Waktu-Waktu Dan Haluan Berkemih
Nilai 4, 5) Batasi Asupan Cairan ,Jika Perlu
3. Berkemih Tidak Tuntas Cukup Menurun 6) Ambil Sampel Urin Tengan (Midstream) Atau
Dengan Nilai 4. Kultur
7) Ajarkan Mengenali Tanda Berkemih Dan Waktu
Yang Tepat Untuk Berkemih
8) Anjurkan Minum Yang Cukup, Jika Tidak Ada
Kontraindikasi
9) Anjurkan Mengurang Minum Menjelang Tidur
10) Kaloborasi Pemberian Obat Supositoria Uretra,
Jika Perlu
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
6. Deficit Nutrisi Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Identifikasi Status Nutrisi
Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Nutrisi 2) Identifikasi Alergi Dan Intoleransi Makanan
Jaringan Kekurangan Terpenuhi Dengan Kriteria Hasil 3) Identifikasi Makanan Yang Disukai
Nutrisi Untuk 1. Porsi Makannan Yang Dihabiskan Cukup 4) Identifikasi Kebutuhan Kalori Dan Jenis Nutrient
Berkembang Meningkat Dengan Nilai 4, 5) Monitor Asupan Makanan
2. Indeks Masa Tubuh (IMT) Membaik 6) Monitor Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Dengan Nilai 5, 7) Sajikan Makanan Yang Menarik Dengan Suhu Yang
3. Nafsu Makan Cukup Membaik Dengan Sesuai
Nilai 4, 8) Berikan Makanan Tinggi Serat Untuk Mencegah
4. Frekuensi Makan Cukup Membaik Konstipasi
Dengan Nilai 4 9) Berikan Makanan Tinggi Kalori Dan Tinggi Protein
10) Anjurkan Posisi Duduk,Jika Mampu
11) Kaloborasi Dengan Ahli Gizi Untuk Menentukan
Jumlah Kalori Dan Jenis Nutrien Yang Dibutuhkan
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
7. Resiko Infeksi Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Monitor Tanda Dan Gejala Infeksi Lokal Dan
Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Nutrisi Sistemik
Terjadinya Luka Terpenuhi Dengan Kriteria Hasil 2) Pertahankan Teknik Aseptik Pada Pasien Beresiko
1. Kemerahan Menurun Dengan Nilai 5, Tinggi
2. Nyeri Sedang Dengan Nilai 4, 3) Jelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi
3. Bengkak Cukup Menurun Dengan Nilai 4) Ajarkan Cara Mencuci Tangan Dengan Benar
4, 5) Meningkatkan Asupan Nutrisi
4. Kadar Sel Darah Putih Membaik Dengan 6) Ajarkan Cara Memeriksa Kondisi Luka Atau Luka
Nilai 5 Operasi
7) Anjurkan Meningkatkan Asupan Cairan
8) Kaloorasi Pemberian Imunisasi ,Jika Perlu
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
8. Gangguan Integritas Kulit Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Monitor Karakteristik Luka
Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Kondisi Kulit 2) Monitor Tanda-Tanda Infeksi
Hilangnya Sebagian Membaik Dengan Kriteria Hasil 3) Lepaskan Balutan Dan Plaster Secara Perlahan’cukur
Lapisan Kulit 1. Kerusakan Jaringan Menurun Dengan Rambut Di Sekitar Daerah Luka, Jika Perlu
Nilai 5, 4) Bersihkan Jaringan Nekrotik
2. Kemerahan Menurun Dengan Nilia 5, 5) Berikan Salep Yang Sesuai Kekulit/Lesi,Jika Perlu
3. Perdarahan Menurun Edngan Nilai 5. 6) Pasang Balutan Sesuai Jenis Luka
7) Pertahankan Teknik Steril Saat Melakukan
Perawatan Luka
8) Ganti Balutan Sesuai Jumlah Eksudat Dan Drainase
9) Jelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi
10) Ajarkan Perawatan Luka Secara Mandiri
11) Kaloborasi Prosedur Debridement(Mis, Enzimatik,
Iologis, Mekanis, Autolitik), Jika Perlu
12) Kaloborasi Pemberian Antibiotic, Jika Perlu
Diagnosa Keperawatan Kriteria Hasil Intervensi
9. Ganguan Mobilitas Fisik Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Identifikasi Adanya Nyeri Atau Keluhan Fisik
Berhubungan Dengan Selama 2 X 7 Jam Diharapkan Aktifitas Lainya
Lapisan Kulit Dan Luka Fisik Kembali Efektif Dengan Kriteria Hasil 2) Identifikasi Toleransi Fisik Melakukan Pergerakan
1. Rentang Gerak Rom Meningkat Dengan 3) Monitor Frekuensi Jantu Dan Tekanan Darah
Nilai 5, Sebelum Memulai Mobilisasi
2. Nyeri Cukup Menurun Dengan Nilai 4, 4) Monitor Kondisi Umum Selama Melakukan
3. Kelemahan Fisik Menurun Dengan Nilai Mobilisasi
5, 5) Fasilitasi Aktifitas Mobilisasi Dengan Alat Bantu
4. Kekuatan Otot Meningkat Denga Nilai 6) Fasilitasi Melakukan Pergerakan, Jika Perlu
5, 7) Libatan Keluarga Untuk Membantu Pasien Dalam
5. Pergerakan Ekstremitas Sedang Dengan Meningkatkan Pergerakan
Nilai 3. 8) Jelaskan Tujuan Dan Prosedur Mobilisasi Anjukan
9) Anjurkan Melakukan Mobilisasi Dini
10) Ajarkan Mobilisasi Sederhana Yang Haris Dilakukan
( Mis, Duduk Ditempat Tidur, Duduk Disisi Tempat
Tidur, Pindah Dari Tempat Tidur Ke Kursi)
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawat untuk membantu klien dari masalah tatus kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Perawat melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien
yang bermasalah kesejajar tubuh dan mobilisasi yang akatual maupaun beresiko.
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnose keperawatan, rencana tindakan, dan
pelaksanaanya sudah berhasi dicapai. Perawat melakuakn evaluasi pada pasien
setelah dilakukan tindakan
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Purnadi Nakalelu


NIM : 2018.C.10a.0945
Ruang Praktek : Ruang bedah
Tanggal Praktek : 08-12-2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 08-12-2020 jam 11:00

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. D
Umur : 60 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak / Indonesia
Agama : Kristen
Pekerjaan : PNS
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Jl. Rafleesia No.72
Tgl MRS : 07 Desember 2020
Diagnosa Medis : Ulkus Dekubitus

3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


1) Keluhan Utama
Klien mengatakan “ saya nyeri pada bagian pinggang”
2) Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 07 Desember 2020 jam 13:20 klien dibawa kerumah sakit
oleh keluarga dengan keluhan luka pada pinggang klien pada saat sebelum
dibawa kerumah sakit klien mengatakan bahwa dirinya sebelumnya pernah
terjatuh dikamar mandi yang menyebabkan patah pada tulang pahanya
sehingga klien harus mendapatkan tindakan tirah baring dirumah, pada saat
pengkajian di IGD klien mengeluh nyeri, sulit tidur serta demam dan tidak
nafsu makan sehingga didapatkan pada hasil pengkajian pada klien pada
bagian pinggang didapatkan luka decubitus. Lalu klien dilakukan
pemeriksaan TTV dengan hasil TD : 140/90 mmHg, N : 89 x/menit, S :
39,5 , RR : 20 x/menit, di IGD klien diberi terapi medis berupa Nacl 0,9%,
lalu ditetesi Oxoferin Solution 5-10 ml pada bagian luka. Setelah dilakukan
pemeriksaan dan pemberian terapi klien lalu dipindahkan keruang bedah
untuk dilalukan perawatan lebih lanjut.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Klien mengatakan bahwa klien sebelumnya belum pernah dirawat dirumah
sakit dan klien mengatakan belum pernah melakukan operasi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan “dari anggota keluarga saya tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama seperti saya baik penyakit menular seperti
hepatitis,HIV, maupun penyakit keturunan seperti hipertensi,DM dan lain-
lain.”

3.1.3 Genogram Keluarga :


Keterangan :

: Laki-Laki : Meninggal

: Perempuan : Hubungan keluarga

: pasien : Tinggal Serumah

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


1) Keadaan umum
Kesadaran kline composmentis, klien tampak lemas , klien tampak
meringnis, klien terpasang infus Nacl 0,9% pada bagian tangan kiri,klien
tampak pucat
2. Status Mental :
Tingkat kesadaran klien composmentis, dengan ekspresi wajah tampak
meringis ,bentuk badan klien tampak kurus , klien dalam posisi supinasi ,
klien berbicara dengan jelas, penampilan sedikit kurang rapi,fungsi kognitif
klien dapat mengetahui untuk orientasi waktu klien mengetahui waktu pagi
siang dan sore, untuk orientasi orang klien dapat membedakan keluarga dan
tenaga medis lainya , untuk orientasi tempat klien dapat tau bahwa dirinya
dirawat dirumah sakit.
3. Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda-tanda vital didapatkan hasil : suhu yang diukur
di aksila menunjukan 39,5 0C, nadi yaitu 89x/menit , pernafasan yaitu 20 x/
menit, dan tekanan darah yaitu 140/90 mmHg.
4. Pernapasan (Breathing)
pengkajian pada system pernafasan bentuk dada klien simetris kebiasaan
meroko tidak ada , batuk tidak ada,batuk berdarah tidaka ada , sputum
berwarna bening tidak ada sianosis nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak
ada, tipe pernafasan klien dada dan perut, irama pernafasan teratur dengan
RR 20x/menit suara nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
pada system pernafasan tidak ditemukan masalah keperawatan
5. Cardiovasculer (Bleeding)
Pengkajian pada system cardiovaskuler tidak ditemukan Nyeri dada,
keram kaki tidak ada, pucat tidak ada selain itu, tidak didapatkan masalah
pada pengkajian lainnya.Klien juga tidak tampak pucat.Untuk CRT kurang
dari 2 detik. Ictus cordis klien tidak terlihat, suara jantung terdenganr
(S1dan S2 reguler) dengan bunyi lub-dub. Nadi teraba kuat dan teratur,.
“Pada system cardiovascular tidak didapatkan masalah keperawatan”
6. Persyarafan (Brain)
Pengkajian pada system persyarafan didapatkan : nilai GCS klien untu eye
adalah 4; untuk verbal adalah 5; untuk motoric klien bernilai 6 dan dengan
data tersebut didapat total nilai GCS adalah 15(Composmentis). Pupil klien
isokor dengan reflex cahaya untuk kanan dan kiri adalah positif. Klien
tampak cemas. Untuk uji saraf kranial, saraf I (olfaktori) :pada saat
pengkajian Klien dapat membedakan bau susu dan kopi Saraf kranial II
(Optikus): klien mampu melihat dengan jelas membaca nama di name tag
perawat. Saraf kranial III (Okulomotor): Bola mata klien mampu beraksi
terhadap cahaya. Saraf kranial IV (Troklearis): Klien dapat menggerakkan
bola matanya dengan normal. Saraf kranial V (Trigeminalis): Klien dapat
mengunyah yang makanan yang disediakan kepada klien dengan baik.
Saraf kranial VI (Abdusen): klien dapat menggerakan bola matanya ke kiri
dan kekanan. Saraf kranial VII (Fasialis): Klien dapat bereaksi terhadap rasa
manis dan asin. Saraf kranial VIII (Auditorius): klien dapat menjawab
dengan benar dimana suara detik jam tangan perawat di telinga kiri dan
kanan. Saraf kranial IX (Glosofaringeus): klien dapat merasakan rasa asam.
Saraf kranial X (Vagus): psaat makan klien mampu mengontrol proses
menelan. Saraf kranial XI (Assesorius): Klien dapat menggerakkan leher
dan bahu dengan bebas. Saraf kranial XII (Hipoglosus): klien mampu
mengeluarkan lidahnya.
Hasil uji koordinasi ekstremitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung
positif. Ekstremitas bawah tumit ke jempol kaki, uji kestabilan positif;
pasien dapat menyeimbangkan tubuhnya, refleks bisep dan trisep kanan dan
kiri postif dengan skala 5, refleks brakioradialis kanan dan kiri positif
dengan skala 5, refleks patela kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks
akhiles kanan dan kiri positif dengan skala 5, refleks babinski kanan dan kiri
positif dengan skala Uji sensasi pasien di sentuh bisa merespon.
Keluhan lainnya, klien mengeluh nyeri pada bagian pinggang klien tampak
meringis, skala nyeri klien 5 sedang (1-10) nyeri terasa seperti ditusuk-
tusuk. Lalu klien tampak demam, suhu klien 39,5°C klien tampak pucat
Pada system persayarafan ditemukan masalah keperawatan Nyeri akut
dan Hipertermi
7. Eliminasi Uri (Bladder) :
Pada system eliminasi urine didapatkan :produksi urine yang dihasilkan
adalah ± 300 mL dalam 24 jam dengan warna kuning, bau khas
amoniak/pesing
Pada system eliminasi uri tidak ada keluhan lain.
“masalah keperawatan pada sistem ini tidak ditemukan masalah
keperawatan”
8. Eliminasi Alvi (Bowel) :
Pada pengkajian system eliminasi alvi didapatkan: yaitu mukosa bibir
kering, gigi pasien lengkap dan kebersihan juga cukup; pada gusi tidak ada
pendarahan dan peradangan; pada lidah tampak kotor ; mukosa terlihat
sedikit kering ; pada tonsil tidak ada masalah; rectum tidak ada kelainan dan
klien heaemoroid. BAB 3 x sehari, hasil dari auskultasi bising usus normal .
“Masalah keperawatan pada sistem ini tidak ditemukan masalaha
keperawatan”
9. Tulang -Otot–Integumen (Bone) :
Pengkajian pada system tulang-otot-integumen didapatkan : klien mampu
menggerakan sendinya tapi secara terbatas, klien juga ada pada pada bagian
paha kanan atas (OS Fraktur Femur) Hemiparese tidak ada ,bengkak ada
pada bagian paha , uji kekuatan otot didapatkan pada ekstremitas atas 5/5
dan pada ekstremitas bawah 1/5 ADL( Activity Daily Living) klien dibantu
keluarga
Pada system integument ditemukan masalah keperawatan Gangguan
mobilitas fisik

10. Kulit-Kulit Rambut:


Klien tidak memiliki riwayat alergi baik pada obat,makananm dan kosmetik.
Suhu kulit pasient panas, warna kulitnya coklat ,turgor kurang baik tidak
dapat kembali dalam waktu 1 detik dan teksturnya kasar. Pada kuit pasient
terdapat beberapa jaringan parut,tidak terdapat macula, pustule, nodula,
vestikul dan papula terdapat ulkus pada bagian pinggang klien dengan
diameter panjang luka ±7 cm, lebar luka ±7 cm, dan kedalaman luka ± 3 cm,
terdapat pus pada luka di pinggang, ada jaringan kulit mati ( nekrotik) ,
tampak kemerahan dan basah pada area luka.. Tekstur rambut pendek,
berwarna hitam dan terdistribusi secara merata. Bentuk kuku klien juga
simetris.
Pada system integume ditemukan masalah keperawatan “Gangguan
integritas kulit dan Resiko Infeksi”
11. Sistem Penginderaan :
sistem pengindraan meliputi mata,telinga dan hidung hasil pemeriksaan
adalah: mata pasien tidak mengalami ganguan dan dapat melihat, bola mata
bergerak normal,visus mata kanan dan kiri tidak dikaji, sclera berwarna
putih atau normal dan kornea, tampak bening, telinga pasien tidak
mengalami ganguan. Bentuk hidung pasien pun tampak simetris, tidak
terdapat adanya lesi, tidak terdapat patensi, tidak terdapat obstruksi,tidak
terdapat nyeri tekan pada sinus. Septum nasal juga tidak mengalami deviasi
dan tidak terdapat polip pada hidung.
Pada sistem pengindraan tidak ada keluhan dan tidak ada masalah
keperawatan yang muncul.
12. Leher Dan Kelenjar Limfe
Pada pemeriksaan daerah leher dan kelenjar limfe, tidak ada ditemukan
adannya massa, tidak ada jaringan parut,kelenjar limfe dan tiroid tidak
teraba, dan mobilitas leher klien bergerak terbatas. Untuk pemeriksaan
reproduksi tidak dilakukan pemeriksaan.
3.1.5 Pola Fungsi Kesehatan
1. persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien menerima keadaan yang dia alami sekarang dan berharap cepat
sembuh dan bisa berktifitas kembali seperti dulu
2. Nutrisida Metabolisme
Klien mengatakan bahwa selama sakit nafsu makan kurang baik dan tidak
ada selera makan. Klien ada makan sekitar setengah porsi saja.pemeriksaan
selanjutnya didapatkan pola makan sehari-hari klien sebelum sakit/hari dan
saat sakit hanya 1 kali /hari karena klien berada di RS. Porsi yang bisa
dihabiskan sebelum sakit 1 porsi, saat sakit mendapat kan 1 porsi makanan
hanya bisa menghabiskan ½ porsi saja. Jenis makanan yang dikonsumsi
sebelum sakit nasi+ lauk dan jenis makana sesudah sakit bubur+lauk, jenis
minuman klien sebelum sakit yaitu air putih saja dan sedudah sakit hanya
air putih juga. Klien dapat menghabiskan minum sebelum sakit ±1200-1500
cc/hari, sedangkan saat sakit ± 700-100 cc/liter dalam sehari. Klien tidak
merasa mual dan muntah. BB sebelum sakit 45 kg dan saat sakit 44

44
kg.bentuk badan sedang IMT klien =17,2
1,60 x 1,60
Berdasarkan hasil pengkajian di atas, masalah keperawatan yang
muncul Defisit Nutrisi.
1. Pola istirahat dan tidur
Pada saat pengkajian pola istirahat dan tidur klien sebelum sakit yaitu
mengatakan masih dapat tidur siang dengan nyenyak selama ± 1 jam; pada
malam hari biasanya 7-8 jam. Pola istirahat dan tidur saat sakit yaitu siang <
30 menit dan tidur malam 4-5 jam.
Berdasarkan hasil pengkajian diatas ditemukan masalah keperawatan
Gangguan pola tidur
2. Kognitif :
klien dapat sudah mengetahui penyakit yang di deritannya setelah diberikan
jelaskan dokter dan tenaga medis.
Tidak ada masalah keperawatan
3. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran ) :
Klien dapat menerima keadaan dirinya sekarang, klien ingin lekas sembuh,
klien seorang pria berumur 60 tahun, klien merasa selalu dihargai
Tidak ada masalah keperawatan
4. Aktivitas Sehari-hari
Klien mengatakan sebelum masuk rumah sakit klien dapat beraktifitas
seperti biasa.
Tidak ada masalah keperawatan
5. Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien selalu berdiskusi dengan keluarga disetiap permasalahan dalam
pelayanan.
Tidak ada masalah keperawatan
6. Nilai-Pola Keyakinan
Klien menatakan “ saya beragama Kristen “tidak ada masalah dalam
tindakan keperawatan.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.6 Sosial - Spiritual
1. Kemampuan berkomunikasi
Klien cukup mampu berkomunikasi dengan baik dengan dokter perawat
dan keluarga.
2. Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan bahasa Indonesia/dayak
3. Hubungan dengan keluarga :
Hubungan dengan keluarga harmonis
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Hubungan dengan keluarga terutama tenaga medis sangat baik dilihat dari
segi penerimaan saat perawat datang untuk merawat.
5. Orang berarti/terdekat :
Orang terdekat adalah keluarga istri dan anak
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Klien bisa menggunakan waktu luang untuk membaca Koran dan olah raga
7. Kegiatan beribadah :
Klien beragama Kristen sebelum sakit klien rutin beribadah ke gereja
sesudah sakit klien anya berdoa agar bias cepat sembuh dari penyakitnya.
3.1.7 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang
Lainnya)
08 desember 2020
No PARAMETER UNIT REFFERENCE RANGES
1 WBC 12,4 {10^3/ul} 4.50 - 11.00{10^3/ul}
2 HBG 14.8 - {g/dl} 10.5 - 18.0{g/dl}
3 RBC 4.30x{10^3/ul} 3.5-5.5 x {10^3/ul}
4 PLT 241 {10^3/ul} 150 - 400 {10^3/ul}
5 GDS 106 mg/dl <200 mg/dl
6 Ureum 28 mg/dl 21-53 mg/dl
7 Creatin 1,2 mg/dl 0,17-1,5 mg/dl
8 SGOT/AST 14 U/L (L:<37, p :<32)
9 SGPT/ALT 10 U/L (L:<40, p :<32)
10 pH darah arteri PH <7,27 pH < 7,35pH > 7,45

3.1.8 Penatalaksanaan Medis


N Terapi medis Dosis Rute Indikasi
O
1. Nacl 0,9% 20 Tpm IV Mengatasi Dan Mencegah
Kehilangan Sodium Akibat
Dehidrasi, Keringat Berlebih,
Dan Lainnya.
2. Oxoferin 2x/ hari 5-10 Tetes Mengatasi Luka terinfeksi,
Solution ml pada penyembuhan luka yang lambat
luka sesudah traumatik atau sesudah
operasi, ulkus dekubitus, ulkus
kaki kronis pada insufisiensi
vena, ulkus & luka akibat aliran
darah arteri, mikroangiopati
akibat diabetes atau akibat
kelainan, ulkus dibetik, ganggren,
luka bakar
3. Drip 1000 Mg/8 IV sebagai penurun demam,
Paracetamol jam mengurangi nyeri ringan 
4. Cefotaxime 2000 Mg/ IV digunakan untuk mengobati
haria sejumlah infeksi bakteri.
5. Oxycodone 5 Mg IV Untuk mengubah respon tubuh
terhadap sensasi nyeri
6. Metronidazole 3x500 ml IV Menangani infeksi akibat bakteri
atau parasite dikulit, tulang,
sendi, darah, system saraf dan
daerah tubuh lainnya.
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : klien mengatakan Dekubitus Nyeri akut
“saya merasa Nyeri pada
bagan pinggang saya”
dengan Nyeri timbul Perubahan temperature kulit
karena luka pada pinggang
dengan skala nyeri 5 dari
(1-10) nyeri yang dirasakan Hilangnya sebagian lapisan
pada daerah pingang dan
kulit dan terjadi luka
tidak menyebar, nyeri
seperti ditusuk-tusuk, nyeri
yang dirasakan muncul
Nyeri
perlahan saat bergerak
DO :
 Klien tampak meringis Nyeri akut
 Terdapat luka pada
bagian pinggang
 Skala nyeri 5 dari (1-10)
 Nyeri seperti ditusuk
tusuk
 Luka klien
mengeluarkan pus
 Panjang luka ±7 cm
 Lebar luka ±7 cm
 Kedalaman luka ±3 cm
 TTV :
TD : 140/90 mmHG
N : 89 x/menit
S : 39,5 ° C
RR : 20 x/menit

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN MASALAH


DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : - cedera jaringan Hipertermi
DO :
 Kulit klien panas proses inflamasi
 Klien tampak demam
 Klien tampak pucat
 Kulit klien tampak aktivitas interleukin 1
merah
 TTV : dihipotalamus
TD : 140/90 mmHG
N : 89 x/menit
S : 39,5 ° C Pengeluaran hormone
RR : 20 x/menit prostaglandin

aktivitas interleukin 1
dihipotalamus

Peningkatan temperatur

Suhu tubuh diatas normal

Hipertermi

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : - Dekubitus Gangguan
DO :
mobilitas fisik
 Klien tampak lemah
Hilang sebagian lapisan kulit
 klien bergerak dengan
terbatas dan terjadi luka
 kekuatan pergerakan
ekstremitas klien 5/5 dan
kekuatan pergerakan Nyeri
ekstremitas bawah klien
1/5
 ADL klien dibantu keterbatasan gerak
keluarga
 Klien tampak lemas
 Klien ada Fraktur femur ganguan mobilitas fisik

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Klien mengatakan Dekubitus Gangguan
“pada bagian pinggang
integritas
saya ada luka”
DO : Hilang sebagian lapisan kulit kulit/jaringan
 Ada luka pada pinggang dan terjadi luka
klien
 Terdapat jaringan mati
(nekrotik) Ganguan integritas
 Kulit tampak kemerahan
kulit/jaringan
 Area kulit tampak basah
 Terdapat pus pada luka
 Panjang luka ±7 cm
 Lebar luka ±7 cm
 Kedalaman luka ±3 cm
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : - Dekubitus Resiko infeksi
DO :
 Ada luka pada pinggang
Hilang sebagian lapisan kulit
klien
 Terdapat jaringan mati dan terjadi luka
(nekrotik)
 Kulit tampak kemerahan
 Area kulit tampak basah Resiko infeksi
 Terdapat pus pada luka
 Panjang luka ±7 cm
 Lebar luka ±7 cm
 Kedalaman luka ±3 cm
 WBC (12,4 {10^3/ul})
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : klien mengatakan respon peningkatan suhu tubuh Defisit nutrisi
“saya kurang nafsu makan”

DO : merangsang medic vomiting


 IMT 17,2 centre
 Klien tampak kurus
 Berat bada klien menurun
dari 45 ke 44 kg nausea
 Klien hanya menghabiskan
½ dari 1 porsi makanya
 Klien tampak lelah Tdak nafsu makan
 Klien tampak lemas

Defisit nutrisi
DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN
MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : klien mengatakan luka pada lappisan kulit Ganguan pola
“saya sulit tidur akibat
tidur
nyeri pada luka di pinggang
saya” Nyeri berkepanjangan

DO :
pola tidur terganggu
 Klien tampak lelah
 Jam tidur klien berkurang
hanya 4-5 jam pada malam
hari ganguan pola tidur
 Klien tampak lemas
 Klien terliah menguap saat
dikaji
PRIORITAS MASALAH
1. Nyeri akut Berhubungan dengan Dekubitus ditandai dengan Klien tampak
meringis Terdapat luka pada bagian pinggang Skala nyeri 5 dari (1-10), nyeri
seperti ditusuk tusuk Luka klien mengeluarkan pus ,Panjang luka ±7 cm ,Lebar
luka ±7 cm ,Kedalaman luka ±3 cm TTV : TD : 140/90 mmHG N : 89
x/menit S : 39,5 ° C RR : 20 x/menit.
2. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi ditandai dengan kulit klien
panas , klien tampak demam , klien tampak pucat, kulit klien tampak merah
TTV : TD : 140/90 mmHG N : 89 x/menit S : 39,5 ° C RR : 20 x/menit
3. Gangguan integritas kulit berhubungan Dekubitus ditandai dengan adanya
luka pada pinggang klien , terdapat jaringan mati ( nekrotik), kulit tampak
kemerahan, area kulit tampak basah, terdapat pus pada luka , Panjang luka ±7
cm ,Lebar luka ±7 cm ,Kedalaman luka ±3.
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan tidak nafsu makan ditandai dengan IMT
klien 17,2 , klien tampak kurus ,berat bada klien menurun dari 45 ke 44 kg ,
klien hanya menghabiskan ½ dari 1 porsi makanya ,klien tampak lelah , klien
tampak lemas
5. Resiko infeksi berhubungan dengan luka dekubitus ditandai dengan adanya
luka pada pinggan, terdapat jaringan mati ( nekrotik), kulit tampak kemerahan,
area kulit tampak basah, terdapat pus pada luka , Panjang luka ±7 cm ,Lebar
luka ±7 cm ,Kedalaman luka ±3 ,WBC (12,4{10^3/ul)
6. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan Nyeri ditandai dengan klien
tampak lemah, klien bergerak dengan terbatas, kekuatan pergerakan
ekstremitas atas 5/5 dan kekuatan pergerakan ekstremitas bawah 1/5, ADL
klien dibantu keluarga, klien tampak lemas , klien ada Fraktur femur.
7. Gangguan pola tidur berhubungan dengan kondisi klinis klien ditandai dengan
klien tampak lelah, jam tidur klien berkurang hanya 4-5 jam pada malam hari,
klien tampak lemas, klien terlihat menguang saat dikaji.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.D
Ruang Rawat : bedah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
1. Nyeri akut Berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan Dilakukan 1) Identifikasi Lokasi, Karakteristik, 1) Mengindikasi kebutuhan intervensi
dengan Dekubitus ditandai Selama 3 X 24 Jam Diharapkan Nyeri Durasi, Frekuensi, Kualitas, Intensitas dan juga tanda/ perkembangan/
dengan Klien tampak meringis Menurun Dengan Kriteria Hasil Nyeri resolusi komplikasi catata : sakit tidak
Terdapat luka pada bagian 1. Keluhan Nyeri Cukup Menurun Dengan 2) Identifikasi Skala Nyeri menimbulka perubahan
pinggang Skala nyeri 5 dari (1- Nilai 4, 3) Identifikasi Respon Non Verbal 2) Memfokuskan pengkajian pada
10), nyeri seperti ditusuk tusuk 2. Meringis Cukup Menurun Dengan Nilai 4) Identifikasi Factor Yang tingkat nyeri dari tingkat nyeri ringan
Luka klien mengeluarkan 5 Memperberat Dan Memperingan sampai tingkat nyeri berat
pus ,Panjang luka ±7 cm ,Lebar 3. Kesulitan tidur cukup menurun dengan Nyeri 3) Dapat mengurang ansietas dan rasa
luka ±7 cm ,Kedalaman luka ±3 nilai 4 5) Berikan Teknin Nonfarmakologi takut sehingga mengirangi persepsi
cm TTV : TD : 140/90 mmHG Untuk Mengurangi Rasa Nyeri akan intensitas rasa nyeri yang
N : 89 x/menit S : 39,5 ° C 6) Fasilitasi Istirahat Dan Tidur dirasakan
RR : 20 x/menit. 7) Jelaskan Penyebab, Periode, Dan 4) Memfokuskan pengkajian pada factor
Pemicu Nyeri yang membuat nyeri pada klien
8) Ajarkan Teknik Nonfarmakologi semakin bertambah disebabkan karena
Untuk Mengurangi Rasa Nyeri apa sehingga dapat di minimalisir
factor yang memperberat rasa sakit
( nyeri)
5) Teknik yang diberikan sebagai
pengontrol rasa nyeri yang dirasakan
klien sabagai peralihan rasanyeri
berupa teknik relaksasi nafas dalam
dan peralihan rasa nyeri berupa music
relaksasi/ visualisasi yang progresif
6) Meningkatkan relaksasi dan
menurunkan ketegangan otot
7) Sebagai fokus pengkajian timbulnya
pemicu yang menyebabkan nyeri
sehingga bisa ditangani dengan
penanangan yang tepat
8) Mengajarkan teknik nonfarmakologi
berdampak untuk meningkatkan
relaksasi dan perasaan sehat yang
dapa menurunkan kebutuhan narkotik
analgesic dimana terjadi proses
degenerative neuro/motor.

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


2. Hipertermi berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1) Identifikasi penyebab hipertermi 1) Suhu 38,9° C- 41,1° menunjukan
proses inflamasi ditandai dengan selama 3 x 7 jam diharapkan hipertermi 2) Monitor suhu tubuh proses penyakit infeksius akut .
kulit klien panas , klien tampak berkurang dengan kriteria Kriteria hasil : 3) Monitor komplikasi hipertermi pola demam dapat membantu
demam , klien tampak pucat, kulit 1. Suhu tubuh sedang denngan nilai 3 4) Sediakan lingkungan yang dingin dalam diagnosis, mis.kurva
klien tampak merah TTV : TD : 2. Kulit merah cukup menurun dengan 5) Lakukan pendinginan eksternal demam lanjut, berakhir lebih dari
140/90 mmHG N : 89 x/menit S : nilai 4 (mis, selimut hipotermia atau kopres 24 jam menunjukan demam
39,5 ° C RR : 20 x/menit 3. Suhu kulit membaik dengan nilai 5 dingin pada dahi, leher, dada, remitten .
abdomen, aksila) 2) Mengontrol suhu tubuh apakah
6) Anjurkan tidah baring meningkat.
7) Kaloborasi pemberian cairan dan 3) Mengontrol suhu tubuh agar
elektrolit intravena tidak terjadi komplikasi yang
melibatkan kerusakan organ
penting
4) Suhu riangan /jumlah selimut
harus diubah untuk mendekati
suhu normal
5) Digunakan sebagai mengurangi
demam klien secara eksternal
menjaga suhu tubuh
6) Digunakan sebagai pembatas
aktifitas klien
7) Adanya peningkatan metablisme
menyebabkan kehilangan banyak
energy untuk itu diperlukan
peningkatan pemberian intake
cairan dan elektrolit intravena.

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


3. Gangguan integritas kulit Setelah Tindakan Keerawatan 1. Monitor Karakteristik Luka 1. Melihat bagai mana karakteristik luka
berhubungan Dekubitus ditandai Dilakukan Selama 1 X 7 Jam 2. Monitor Tanda-Tanda Infeksi diameter luak lebar luka dan kedalaman
dengan adanya luka pada Diharapkan Kondisi Kulit Membaik 3. Lepaskan Balutan Dan Plaster luka pada klien sehingga
pinggang klien , terdapat jaringan Dengan Kriteria Hasil Secara Perlahan’cukur Rambut memungkinkan penanganan yang lebih
mati ( nekrotik), kulit tampak 1. Kerusakan Jaringan Menurun Di Sekitar Daerah Luka, Jika sesuai dengan luka dekubitus pasien
kemerahan, area kulit tampak Dengan Nilai 5, Perlu karenan bela karkateristik luka beda
basah, terdapat pus pada luka , 2. Kemerahan Menurun Dengan Nilia 4. Bersihkan Jaringan Nekrotik cara penanganan
Panjang luka ±7 cm ,Lebar luka 5, 5. Berikan Salep Yang Sesuai 2. Mengetahui apakah dari luka dekubitus
±7 cm ,Kedalaman luka ±3. 3. Perdarahan Menurun dengan Nilai Kekulit/Lesi,Jika Perlu klien ada tanda Melihat tanda infeksi
5. 6. Pasang Balutan Sesuai Jenis seperti tumor ,kalor ,rubor , dolor , dan
Luka fungsio laesa sehingga bisa ditangani
7. Pertahankan Teknik Steril Saat sesuai indikasi
Melakukan Perawatan Luka 3. Membersihkan area luka untuk
8. Jelaskan Tanda Dan Gejala mempermudah perawatan sehingga luka
Infeksi bisa sembuh lebih cepat dalam kondisi
9. Ajarkan Perawatan Luka Secara steril dan bersih
Mandiri 4. Agar jaringan yang lain bisa tumbuh
10. Kaloborasi Prosedur kembali dan luka bisa tertutup
5. Mencegah kerusakan integritas kulit
Debridement(Mis, Enzimatik,
makin parah
Iologis, Mekanis, Autolitik), Jika 6. Balutan dipasang sesuai kebutuhan luka
dan sesuai diameter luka agar luka
Perlu
tertutup dan tetap bersih
11. Kaloborasi Pemberian Antibiotic, 7. Digunakan sebagai pencegahan kuman
masuk yang dapat menyebabkan luka
Jika Perlu
pada kulit
1. 8. Sebagai informasi pada klien sehingga
klien mengetahui tanda dan gejala
infeksi berupa apa saja, dan bisa
menangani secara mandiri maupun
pendatangi lokasi medis terdekat
9. Diberikan agar klien mampu
memberikan penangnan utama pada
luka yang dia alami dan dapat mencegah
terjadinya infeksi pada lukanya sendiri.
10. Tindakan untuk membuang secara
jaringan yang mati, rusak, atau
terinfeksi untuk meningkatkan potensi
penyembuhan jaringan sehat yang
tersisa
11. Pemberian antibiotic berupa
Metronidazole diberikan sesuai indikasi
dari dokter untuk menangnani infeksi
bakteri pada kulit
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
4. Defisit nutrisi berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan 1) Identifikasi Status Nutrisi 1) Mengetahui kekurangan nutrisi klien
dengan tidak nafsu makan Dilakukan Selama 2 X 7 Jam 2) Identifikasi Alergi Dan Intoleransi 2) Mengetahui akah klien mempunyai
ditandai dengan IMT klien 17,2 , Diharapkan Nutrisi Terpenuhi Dengan Makanan riwayat alergi
klien tampak kurus ,berat bada Kriteria Hasil 3) Identifikasi Makanan Yang Disukai 3) Mengetahui makanan yang mampu
klien menurun dari 45 ke 44 kg , 1. Porsi Makannan Yang Dihabiskan 4) Identifikasi Kebutuhan Kalori Dan meningkatkan nafsu makan klien agar
klien hanya menghabiskan ½ dari Cukup Meningkat Dengan Nilai 4, Jenis Nutrient kondisi klien untu status nutrisinya
1 porsi makanya ,klien tampak 2. Indeks Masa Tubuh (IMT) 5) Monitor Asupan Makanan terpenuhi
lelah , klien tampak lemas Membaik Dengan Nilai 5, 6) Sajikan Makanan Yang Menarik 4) Memantau kebutuhan kalori yang
3. Nafsu Makan Cukup Membaik Dengan Suhu Yang Sesuai dibutuhkan klien seberapa banyak yang
Dengan Nilai 4, 7) Anjurkan Posisi Duduk,Jika Mampu dibutuhkan tubuh klien
4. Frekuensi Makan Cukup Membaik 8) Kaloborasi Dengan Ahli Gizi Untuk 5) Memantau asupan makanan yang
Dengan Nilai 4 Menentukan Jumlah Kalori Dan Jenis dikonsmsi klien supaya terpenuhi
5. Perilaku sesuai dengan Nutrien Yang Dibutuhkan sebanyak kurang lebih 1 porsi
pengetahuan cukup meningkat 6) Agar nafsu makan klien bertambah
dengan nilai 4 sehingga nutrisi klien terpenuhi
7) Agar klien makan lebih leluasa jika
klien mampu dan proses pencernaan
untuk makanan yang masuk lebih baik
8) Agar klien dapat memperoleh diet
sesuai kebutuhan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
5. Resiko infeksi berhubungan Setelah Tindakan Keerawatan 1) Monitor Tanda Dan Gejala Infeksi 1) Mempermudah penanangan jika
dengan luka dekubitus ditandai Dilakukan Selama 2 X 7 Jam Lokal Dan Sistemik terjadi infeksi
dengan adanya luka pada pinggan, Diharapkan Nutrisi Terpenuhi Dengan 2) Pertahankan Teknik Aseptik Pada 2) Agar dapat mengawasi kerentanan
terdapat jaringan mati ( nekrotik), Kriteria Hasil Pasien Beresiko Tinggi infeksi pada pasien maupun perawat
kulit tampak kemerahan, area 1. Kemerahan Menurun Dengan 3) Jelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi 3) Sebagai informasi pada klien
kulit tampak basah, terdapat pus Nilai 5, 4) Ajarkan Cara Mencuci Tangan sehingga klien mengetahui tanda dan
pada luka , Panjang luka ±7 cm 2. Nyeri Sedang Dengan Nilai 4, Dengan Benar gejala infeksi berupa apa saja, dan
,Lebar luka ±7 cm ,Kedalaman 3. Bengkak Cukup Menurun Dengan 5) Meningkatkan Asupan Nutrisi bisa menangani secara mandiri
luka ±3 ,WBC (12,4{10^3/ul) Nilai 4, 6) Anjurkan Meningkatkan Asupan maupun pendatangi lokasi medis
4. Kadar Sel Darah Putih Membaik Cairan terdekat
Dengan Nilai 5 7) Kaloorasi Pemberian Imunisasi ,Jika 4) mencegah proses infeksi dengan cara
Perlu mencucu tangan dengan teknik 6
langkah sebagai penghalang proses
infeksi secara eksternal
5) sebagai penambahan asupan nutrisi
agar energy yang masuk kedalam
tubuh terpenuhi dan tubuh tetap bisa
melawan infeksi dari asupan nutrisi
yang terpenuhi
6) asupan carian terpenuhi membuat
energy dan daya tahan tubuh
meningkat
7) Membuat imun menignkat dan tahan
akan mikroorganisme yang masuk
dalam tubuh
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
6. Gangguan mobilitas fisik Setelah Tindakan Keerawatan 1) Identifikasi Adanya Nyeri Atau 1) Pengkajian adanya nyeri atau keluhan
berhubungan dengan Nyeri Dilakukan Selama 2 X 7 Jam Keluhan Fisik Lainya fisik klien penting agar perawat mampu
ditandai dengan klien tampak Diharapkan Aktifitas Fisik Kembali 2) Identifikasi Toleransi Fisik Melakukan mengetahui kondisi pergerakan apa yang
lemah, klien bergerak dengan Efektif Dengan Kriteria Hasil Pergerakan bisa menimbulka nyeri kliensaat
terbatas, kekuatan pergerakan 1. Rentang Gerak Rom Meningkat 3) Monitor Frekuensi Jantu Dan Tekanan bergerak sehingga mudah mengetahui
ekstremitas atas 5/5 dan Dengan Nilai 5, Darah Sebelum Memulai Mobilisasi kondisi keadaan umumnya klien
kekuatan pergerakan ekstremitas 2. Nyeri Cukup Menurun Dengan 4) Monitor Kondisi Umum Selama 2) Pengkajian toleransi fisik ini digunakan
bawah 1/5, ADL klien dibantu Nilai 4, Melakukan Mobilisasi untuk mengetahui sebatas mana klien
keluarga, klien tampak lemas , 3. Kelemahan Fisik Menurun Dengan 5) Fasilitasi Aktifitas Mobilisasi Dengan sanggup bergerak dengan kondisinya
klien ada Fraktur femur. Nilai 5, Alat Bantu saat ini sehingga perawat mampu
4. Kekuatan Otot Meningkat Denga 6) Fasilitasi Melakukan Pergerakan, Jika membatasi pergerakan pada klien dan
Nilai 5, Perlu melakukan pergerakan yang minim
5. Pergerakan Ekstremitas Sedang 7) Libatan Keluarga Untuk Membantu namun efektif terhadap klien
Dengan Nilai 3. Pasien Dalam Meningkatkan 3) Memantau apakah kondisi klien normal
Pergerakan saat melakukan pergerakan dan tidak
8) Jelaskan Tujuan Dan Prosedur membahayakan kondisi klinis klien saat
Mobilisasi Anjukan melakukanpergerakan yang efektif
9) Ajarkan Mobilisasi Sederhana Yang 4) Memantau kondisi umum klien
Haris Dilakukan ( Mis, Duduk digunakan untuk mempermudah
Ditempat Tidur, Duduk Disisi Tempat pemantauan saat klien melakukan
Tidur, Pindah Dari Tempat Tidur Ke imobilisasi secara efektif tanpa adanya
Kursi) efeksamping saat melakukan tindakan
5) Membantu klien saat melakukan aktifitas
mobilisasi
6) Menyamankan dan membantu pasien
saat melakukan tindakan
7) Mempermudah klien dan perawat saat
melakukan pergerakan dan keluarga juga
mampu mengetahui dan bisa
melakukannya nanti secara mandiri
terhadap klien
8) Membantu klien dan keluargga
mengetahui prosedur dan tujuan
mobilisasi sehingga bisa di aplikasikan
sendiri oleh keluarga dan pasien sendiri
dengan pemamntauan dari perawat
9) Sebagai mobilisasi sederhana agar klien
tidak selalu tirah baring dan mengetahui
kemampuan klien saat melakukan
mobilisasi sederhana
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
7. Gangguan pola tidur Setelah Tindakan Keerawatan 1) Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1) Pengkajian pola tidur dan aktifitas
berhubungan dengan kondisi Dilakukan Selama 2 X 7 Jam 2) Identifikasi factor pengganggu tidur penting agar perawat mengetahui
klinis klien ditandai dengan Diharapkan Pola tidur Kembali Efektif 3) Modifiasi lingkungan kebiasaan tidur klien hingga dapat
klien tampak lelah, jam tidur Dengan Kriteria Hasil : 4) Tetapkan jadwal tidur rutin mengetahui keadaan umumnya pasien
klien berkurang hanya 4-5 jam 1. Keluhan kesulitan tidur menurun 5) Lakukan prosedur untuk 2) Memonitor waktu dan pola tidur klien
pada malam hari, klien tampak dengan nilai 1 meningkatkan kenyamanan dapat membantu perawaat apakah klien
lemas, klien terlihat menguang 2. Keluhan tidak puas tidur cukup 6) Anjurkna menepati kebiasaan waktu mengalami gangguan tidur atau tidak
saat dikaji. menurun dengan nilai 2 tidur 3) Mengatur lingkungan yang sedemikian
3. Keluhan istirahat tidak cukup 7) Anjurkan mengindari makanan rupa sehingga klien nyaman dengan
menurun dengan nilai 1 /minuman yang menganggu tidur kondisi lingkungannya dan bisa tertidur
dengan waktu yang maximal
4) Mengetahui perkembangan pola tidur
pasien
5) Mengatasi tingkat kegelisahan klien saat
ingin tidur dan membuat klien lebih
nyaman dengan kondisi nya saat ingin
tidur
6) Membantu perkembangan pola tidur
pasien
7) Beberapa jenis makanan dan minuman
bisa membuat klien sulit tidur sehingga
harus dihindari konumsu sebelum tidur
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn.D
Ruang Rawat : Bedah
Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Rabu -09-12 2020 1. Mengidentifikasi Lokasi, Karakteristik, S : Klien mengatakan “saya masih merasa nyeri
Durasi, Frekuensi, Kualitas, Intensitas pada bagian pinggang saya”
Nyeri O:
2. Mengidentifikasi Skala Nyeri  Nyeri seperti ditusuk tusuk
Diagnosa 3. Mengidentifikasi Respon Non Verbal  Lokasi nyeri pada pingga klien
keperawatan 1
4. Mengidentifikasi Factor Yang  Skala nyeri 5 (1-10) Purnadi Nakalelu
Memperberat Dan Memperingan Nyeri  Nyeri seperti ditusuk tusuk
5. Memberikan Teknin Nonfarmakologi  Teknik nonfarmakologi berupa teknik
Untuk Mengurangi Rasa Nyeri relaksasi nafas dalam sudah diberikan
6. Memfasilitasi Istirahat Dan Tidur  Tempat tidur di desain senyaman mungkin
7. Menjelaskan Penyebab, Periode, Dan  Penyebab nyeri klien ketika bergerak
Pemicu Nyeri A : Masalah belum teratasi
8. Mengajarkan Teknik Nonfarmakologi P : Lanjutkan intervensi 1,2,3 dan 4
Untuk Mengurangi Rasa Nyeri 1. Mengidentifikasi Lokasi, Karakteristik,
Durasi, Frekuensi, Kualitas, Intensitas Nyeri
2. Mengidentifikasi skala nyeri
3. Mengidentifikasi respon non verbal
4. Mengidentifikasi factor yang memperberat dan
memperingan Nyeri
Tanda tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Rabu -09-12-2020 1. Mengidentifikasi penyebab hipertermi S:-
2. Memonitor suhu tubuh O:
3. Memonitor komplikasi hipertermi  Klien masih tampak pucat
4. Menyediakan lingkungan yang dingin  Suhu tubuh klien 39,2° C
5. Melakukan pendinginan eksternal (mis,  Lingkungan klien berada pada suhu 20° C
selimut hipotermia atau kopres dingin  Klien diberikan kompres dingin pada dahi
pada dahi, leher, dada, abdomen, aksila)  Klien dibasahi permukaan tubuh
6. Menganjurkan tidah baring  TTV :
7. Berkaloborasi pemberian cairan dan TD : 140/90 mmHG
elektrolit intravena N : 89 x/menit
Diagnosa S : 39,2° C Purnadi Nakalelu
keperawatan 2 RR : 20 x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi 2 dan 5
1. Memonitor suhu tubuh
2. Melakukan pendinginan eksternal (mis,
selimut hipotermia atau kopres dingin pada
dahi, leher, dada, abdomen, aksila)
Tanda tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Rabu -09-12-2020 1. Memonitor Karakteristik Luka S:-
2. Memonitor Tanda-Tanda Infeksi
3. Melepaskan Balutan Dan Plaster Secara O :
Perlahan’cukur Rambut Di Sekitar Daerah  Luka klien masih tampak basa dan kemerahan
Luka, Jika Perlu  Diameter luka masih ± 7 cm lebar± 7dan
4. Membersihkan Jaringan Nekrotik kedalaman masih ± 3 cm
5. Memberikan Salep Yang Sesuai  Jaringan nekrotik dipotong dan dibersihkan
Kekulit/Lesi,Jika Perlu  Salep diberikan pada area kulit yang kemerahan
 Balutan dipasang sesuai lebar dan panjang serta Purnadi nakalelu
Diagnosa 6. Memasasang Balutan Sesuai Jenis Luka
7. Mempertahankan Teknik Steril Saat kedalaman luka
keperawatan 3 Melakukan Perawatan Luka  Tanda dan gejala infkesi dijelaskan kepada klien
8. Menjelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi  pemberian Antibiotic Metronidazole 3x500 ml
9. Berkaloborasi Prosedur Debridement (Mis, sesuai indikasi
Enzimatik, Iologis, Mekanis, Autolitik), A : Masalah teratasi sebagian
Jika Perlu P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7,8,9 dan 10
10. Berkaloborasi Pemberian Antibiotic, Jika 1. Memonitor Karakteristik Luka
Perlu 2. Memonitor Tanda-Tanda Infeksi
3. Melepaskan Balutan Dan Plaster Secara
Perlahan’cukur Rambut Di Sekitar Daerah Luka,
Jika Perlu
4. Membersihkan Jaringan Nekrotik
5. Memberikan Salep Yang Sesuai
Kekulit/Lesi,Jika Perlu
6. Memasasang Balutan Sesuai Jenis Luka
7. Mempertahankan Teknik Steril Saat Melakukan
Perawatan Luka
8. Menjelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi
9. Berkaloborasi Prosedur Debridement (Mis,
Enzimatik, Iologis, Mekanis, Autolitik), Jika
Perlu
10. Berkaloborasi Pemberian Antibiotic, Jika Perlu

Hari / Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
kamis -10-12-2020 1. Mengidentifikasi Status Nutrisi S : Klien mengatakan “nafsu makan saya mulai
2. Mengidentifikasi Alergi Dan Intoleransi ada “
Makanan
O:
3. Mengidentifikasi Makanan Yang Disukai
 Klien mulai bisa menghabiskan 1 porsi
4. Mengidentifikasi Kebutuhan Kalori Dan
makanannya
Jenis Nutrient  Makanan disajikan oleh ahli gizi dengan
5. Memonitor Asupan Makanan suhu yang sesuai Purnadi nakalelu
Diagnosa 6. Menyajikan Makanan Yang Menarik  Klien makan dengan posisi duduk
Dengan Suhu Yang Sesuai A : Masalah teratasi sebagian
keperawatan 4 7. Menganjurkan Posisi Duduk,Jika Mampu P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4 dan 8.
8. Berkaloborasi Dengan Ahli Gizi Untuk 1. Mengidentifikasi Status Nutrisi
Menentukan Jumlah Kalori Dan Jenis 2. Mengidentifikasi Alergi Dan Intoleransi
Nutrien Yang Dibutuhkan Makanan
3. Mengidentifikasi Makanan Yang Disukai
4. Mengidentifikasi Kebutuhan Kalori Dan
Jenis Nutrient
5. Berkaloborasi Dengan Ahli Gizi Untuk
Menentukan Jumlah Kalori Dan Jenis
Nutrien Yang Dibutuhkan

Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
kamis -10-12-2020 1) Memonitor Tanda Dan Gejala Infeksi S : -
Lokal Dan Sistemik
2) Mempertahankan Teknik Aseptik Pada O:
Pasien Beresiko Tinggi  Pada luka masih terdapa pus
3) Menjelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi  Tampak kemerahan
4) Mengajarkan Cara Mencuci Tangan  Jaringan nekrotik sudah dibersikan
Dengan Benar  Luka masih tampak basah
5) Meningkatkan Asupan Nutrisi  Tanda dan gejala infeksi dijelaskan Purnadi nakalelu
Diagnosa 6) Menganjurkan Meningkatkan Asupan kepada klien
Cairan A : Masalah belum teratasi
keperawatan 5 7) Berkaloborasi Pemberian Imunisasi ,Jika P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6 dan 7.
Perlu 1. Memonitor Tanda Dan Gejala Infeksi Lokal
Dan Sistemik
2. Mempertahankan Teknik Aseptik Pada Pasien
Beresiko Tinggi
3. Menjelaskan Tanda Dan Gejala Infeksi
4. Mengajarkan Cara Mencuci Tangan Dengan
Benar
5. Meningkatkan Asupan Nutrisi
6. Menganjurkan Meningkatkan Asupan Cairan
7. Berkaloborasi Pemberian Imunisasi ,Jika Perlu
Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
Sabtu -11-12-2020 1) Mengdentifikasi Adanya Nyeri Atau S:-
Keluhan Fisik Lainya O:
2) Mengidentifikasi Toleransi Fisik  Adanya nyeri saat klien bergerak
Melakukan Pergerakan  Klien bergerak dengan terbatas
3) Memonitor Frekuensi Jantu Dan Tekanan  Frekuensi jantung klien 89 x/menit dan
Darah Sebelum Memulai Mobilisasi tekanan darah 140/80 mmHg
4) Memonitor Kondisi Umum Selama  Kondisi umum klien tampak normal
Diagnosa Melakukan Mobilisasi  Keluarga klien membantu dalam proses Purnadi nakalelu
keperawatan 6 5) Memfasilitasi Aktifitas Mobilisasi Dengan mobilisasi
Alat Bantu  Klien paham tujuan dan prosedur dari
6) Memfasilitasi Melakukan Pergerakan, Jika mobilisasi
Perlu
 Klien diajarkan mobilisasi sederhana
7) Melibatan Keluarga Untuk Membantu
 Klien menerapkan mobilisasi sederhana
Pasien Dalam Meningkatkan Pergerakan
dengan duduk diatas tempat tidur
8) Menjelaskan Tujuan Dan Prosedur
A : Masalah teratasi sebagian
Mobilisasi Anjukan
P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6,7 dan 9.
9) Mengajarkan Mobilisasi Sederhana Yang
1) Mengdentifikasi Adanya Nyeri Atau Keluhan
Haris Dilakukan ( Mis, Duduk Ditempat
Fisik Lainya
Tidur, Duduk Disisi Tempat Tidur, Pindah
2) Mengidentifikasi Toleransi Fisik Melakukan
Dari Tempat Tidur Ke Kursi)
Pergerakan
3) Memonitor Frekuensi Jantu Dan Tekanan
Darah Sebelum Memulai Mobilisasi
4) Memonitor Kondisi Umum Selama
Melakukan Mobilisasi
5) Memfasilitasi Aktifitas Mobilisasi Dengan
Alat Bantu
6) Memfasilitasi Melakukan Pergerakan, Jika
Perlu
7) Melibatan Keluarga Untuk Membantu Pasien
Dalam Meningkatkan Pergerakan
8) Mengajarkan Mobilisasi Sederhana Yang
Haris Dilakukan ( Mis, Duduk Ditempat
Tidur, Duduk Disisi Tempat Tidur, Pindah
Dari Tempat Tidur Ke Kursi)
Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan
Jam Nama Perawat
Sabtu -11-12-2020 1) Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S : Klien mengatakan “saya masih merasa sulit
2) Mengidentifikasi factor pengganggu tidur tidur karena nyeri yang saya rasakan”
3) Memodifiasi lingkungan O:
4) Menetapkan jadwal tidur rutin  Pola tidur klien tidak teratur
5) Melakukan prosedur untuk meningkatkan  Nyeri yang dirasakan menajdi factor
kenyamanan penganggu
6) Menganjurkna menepati kebiasaan waktu  Lingkunga sudah di modifikasi senyaman
Diagnosa tidur mngkin Purnadi nakalelu
keperawatan 7 7) Menganjurkan mengindari makanan  Klien dibiasakan menepati waktu tidur
/minuman yang menganggu tidur  Klien dianjurkan menghindari minuman
seperti kopi,teh dan lain”
A : Masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6 dan 7
1) Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur
2) Mengidentifikasi factor pengganggu tidur
3) Memodifiasi lingkungan
4) Menetapkan jadwal tidur rutin
5) Melakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan
6) Menganjurkna menepati kebiasaan waktu
tidur
7) Menganjurkan mengindari makanan
/minuman yang menganggu tidur
DAFTAR PUSTAKA

National Pressure Ulcer Advisory Panel (NPUAP). 2014. Prevention and


treatment of pressure ulcer: quick reference guide
PPNI (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Indikator Diagnostik, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan
Kriteria Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI
Bell, Paul A., et al. 2011. Environmental Psychology. 5th. Orlando:
Harcourt Inc
Susanto dan Ari, 2013. Penyakit Kulit dan Kelamin. Yogyakarta : Nuha
Medika.
Said, S., Haskas, Y., & Smana, A. (2013). Faktor yang Mempengaruhi
terjadinya Dekubitus pada pasien yang dirawat diruang ICY Rs Labuang
Baji Makassar
Ririn, Sulistyawati. 2014. Gambaran tingkat pengetahuan perawat terhadap
pencegahan luka dekubitus pada pasien bed rest di RSUD Saras Husada
Purworejo
PENGARUH TINDAKAN PENCEGAHAN TERHADAP
KEJADIAN DEKUBITUS PADA LANSIA IMOBILISASI

Sulidah 1, Susilowati 1

1Jurusan Keperawatan, Fakultas Ilmu Kesehatan,

Universitas Borneo Tarakan, Kalimantan Utara


E-mail: sulidah@borneo.ac.id

ABSTRAK

Latar Belakang: Dekubitus merupakan masalah yang sering ditemukan pada


lansia imobilisasi. Dekubitus berdampak pada penurunan kualitas hidup
lansia. Seringkali dekubitus menimbulkan komplikasi infeksi yang bila
pengelolaanya tidak adekuat bisa mengakibatkan bakteriemia hingga
menyebabkan kematian. Tindakan pencegahan penting dilakukan guna
mempertahankan kualitas hidup lansia.
Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan pengaruh tindakan
pencegahan terhadap kejadian dekubitus pada lansia imobilisasi.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian pra eksperimen dengan
pendekatan one group pre
test – post test design. Populasi penelitian ini adalah lansia yang mengalami
imobilisasi di wilayah kerja Puskesmas Karang Rejo Kota Tarakan. Besar
populasi tidak diketahui secara pasti sehingga pengambilan sampel
dilakukan dengan teknik non random sampling dengan metode consecutive
sampling. Besar sampel 18 subjek yang diperoleh selama tiga bulan. Subjek
diberikan intervensi berupa tindakan pencegahan dekubitus yang dilakukan
oleh peneliti dan tim teknis. Instrumen penelitian berupa lembar observasi
untuk membandingkan kondisi kulit sebelum dan sesudah intervensi. Teknik
analisis yang digunakan adalah uji Wicoxon.
Hasil: Hasil penelitian menunjukkan bahwa tindakan pencegahan yang
dilakukan dapat menghindarkan lansia imobilisasi dari kejadian
dekubitus. Terjadi perbaikan kondisi kulit setelah tindakan pencegahan
dibanding sebelumnya dengan tingkat signifikansi 0,000 (p <0,05.
Kesimpulan: Penelitian ini mampu membuktikan manfaat tindakan
pencegahan terhadap
kejadian dekubitus pada
lansia imobilisasi.
PENDAHULUAN

Dekubitus merupakan masalah perubahan fungsi fisiologik (Gilang,


kesehatan sekunder yang terjadi 2007).
sebagai dampak lanjut terhadap Imobilisasi dapat menimbulkan
masalah kesehatan yang menyebabkan berbagai masalah pada lansia.
penderita mengalami imobilisasi. Menurut Zelika (2010) akibat yang
Dekubitus dapat terjadi pada ditimbulkan antara lain infeksi saluran
semua kelompok usia, tetapi kemih, sembelit, infeksi paru,
akan menjadi masalah yang khusus gangguan aliran darah, dekubitus,
bila terjadi pada seorang lanjut usia atropi otot, dan kekakuan sendi.
(lansia). Kekhususannya terletak pada Masalah- masalah tersebut dapat
insiden kejadiannya yang erat berakibat serius bagi lansia, bahkan
kaitannya dengan imobilisasi dapat berakhir dengan kematian.
(Martono, 2014). Imobilisasi Imobilisasi juga sering mengakibatkan
merupakan ketidakmampuan transfer timbulnya komplikasi berupa
atau berpindah posisi atau tirah baring osteoporosis, dekubitus, gangguan
selama 3 keseimbangan nitrogen,
hari atau lebih, dengan gerak anatomik konstipasi, kelemahan, dan
tubuh menghilang akibat perubahan psikologik.

Dalam hal ini dekubitus merupakan terjadinya kompresi berkepanjangan


permasalahan yang paling sering pada jaringan lunak antara tonjolan
terjadi pada lansia imobilisasi. tulang dan permukaan yang padat.
Dekubitus merupakan kondisi Menurut William et. al (2009), seorang
dimana terjadi kerusakan atau kematian lansia mempunyai risiko untuk
kulit sampai jaringan dibawahnya terjadinya dekubitus karena penurunan
bahkan dapat menembus otot sampai fungsi kulit, penurunan derajat toleransi
mengenai tulang. Menurut Al jaringan terhadap tekanan dan
Kharabsheh et.al (2014), dekubitus penurunan persepsi sensori.
terjadi sebagai akibat adanya penekanan Insiden dan prevalensi dekubitus
pada suatu area secara terus menerus di Indonesia mencapai 40% atau yang
sehingga mengakibatkan gangguan tertinggi diantara negara-negara besar
sirkulasi darah setempat. Timbulnya ASEAN lainnya. Menurut Bujang,
luka dekubitus diawali dengan Aini & Purwaningsih (2013), kejadian
dekubitus terdapat pada tatanan jaringan subkutan tetapi tidak
perawatan akut (acut care) sebesar 5- melewatinya sampai terlihat fasia.
11%, pada tatanan perawatan jangka Stadium IV merupakan kehilangan
panjang (long term care) sebesar 15- lapisan kulit secara lengkap hingga
25%, dan tatanan perawatan dirumah tampak tendon, tulang, ruang sendi.
(home health care) sebesar 7-12%. Pencegahan merupakan faktor
Khusus kejadian dekubitus pada penting pada lansia imobilisasi guna
perawatan dirumah, diperkirakan lebih menghindarkan risiko dekubitus. Risiko
dari 53% insiden dekubitus terjadi pada terbesar terhadap dekubitus terjadi
kelompok lansia akibat imobilisasi. akibat tekanan pada kulit yang
Gradasi dekubitus dibedakan oleh menonjol dalam rentang waktu yang
National Pressure Ulcer Advisory Panel cukup lama. Menurut Ginsbreng (2008),
(NPUAP, 2014) menjadi empat stadium proses terjadinya dekubitus dimulai
berdasarkan kedalaman jaringan yang dengan adanya tekanan pada permukaan
mengenainya yaitu Stadium I yang tubuh yang menonjol yang secara
ditandai dengan kulit kemerahan yang berangsur-angsur menyebabkan
tidak hilang dengan ditekan, gangguan sirkulasi darah setempat; dan
terlokalisasi, biasanya terjadi pada bila berlangsung lebih lama maka area
tempat penonjolan tulang. Pigmen tersebut akan mengalami defisit nutrisi
kulit tampak lebih gelap dan sehingga perlahan terjadi kematian
berbeda dari area sekitarnya, kulit jaringan/nekrosis. Tindakan pencegahan
terasa nyeri jika diraba dan teraba dapat dilakukan dengan merubah posisi
hangat. Stadium II ditandai dengan tirah baring secara berkala dan teratur
adanya kerusakan sebagian dermis, serta menjaga kulit untuk tetap bersih.
tampak adanya luka atau kulit tampak Pencegahan dekubitus dapat
rusak dengan warna luka merah, tidak dilakukan dengan berbagai upaya.
ada nanah pada luka, luka dapat berisi Heineman (2010) menjelaskan prosedur
cairan serum atau berbentuk bula. pencegahan dekubitus dengan mengutip
Stadium III berupa kerusakan dan panduan praktik klinik America
nekrosis meliputi lapisan dermis dan Health of

Care Plan Resources (AHCPR) bahwa meliputi mengkaji risiko klien terkena
intervensi yang dapat digunakan untuk dekubitus, perbaikan keadaan umum
mencegah dekubitus terdiri dari tiga penderita, pemeliharaan, perawatan kulit
kategori. Intervensi pertama ialah yang baik, pencegahan terjadinya luka
perawatan kulit dan penanganan dini dengan perubahan posisi tirah baring
dan masase tubuh. Intervensi kedua yaitu suatu intervensi pada kelompok
meminimalisasi tekanan dengan matras responden. Kelompok responden
atau alas tempat tidur yang baik. diobservasi sebelum dan sesudah
Intervensi yang ketiga yaitu edukasi pada intervensi untuk selanjutnya dilihat
klien dan support system. perbedaan kondisi responden sebelum
Tindakan pencegahan decubitus dan sesudah intervensi berupa tindakan
sudah sering dilakukan baik di panti pencegahan dekubitus. Populasi
jompo dan lebih-lebih di rumah sakit; penelitian ini adalah masyarakat lansia
tetapi pada tatanan komunitas hal yang tinggal di wilayah kerja Puskesmas
tersebut merupakan sesuatu yang Karang Rejo Kota Tarakan. Kriteria
langka. Ketidakmampuan lansia dan inklusi ditetapkan adalah lansia yang
keluarga serta keterbatasan pengetahuan mengalami imobilisasi dan menjalani
keluarga menjadi penyebabnya. perawatan selain di unit pelayanan
Bagaimanapun, lansia sangat tergantung kesehatan.
pada bantuan orang lain untuk Besar sampel ditetapkan 18 subjek
melakukan mobilisasi. Oleh karena itu dengan mengacu pada pendapat Gay
perawat perlu mengajarkan pada keluarga sebagaimana dikutip oleh Setyawati
atau penjaga lansia tentang tindakan (2011) bahwa ukuran minimal sampel
pencegahan dekubitus pada lansia untuk penelitian metode eksperiman
imobilisasi dengan melakukan perubahan adalah 15 subjek. Peneliti menggunakan
posisi secara berkala. Penelitian ini teknik consecutive sampling dan
bertujuan untuk membuktikan pengaruh menetapkan kurun waktu tiga bulan
tindakan pencegahan terhadap kejadian untuk pengambilan sampel, yaitu bulan
dekubitus pada lansia imobilisasi pada Mei sampai Juli 2017.
tatanan komunitas di wilayah kerja Instrumen yang digunakan pada
Puskesmas Karang Rejo Tarakan. penelitian ini diadopsi dari Reuben
(2015). Penilaian dilakukan dengan Skor
METODE Norton. Lembar observasi digunakan
Penelitian ini menggunakan desain untuk mengetahui kondisi kulit responden
pra eksperimen one-group pre test-post sebelum dan sesudah mendapatkan
test design, yaitu peneliti ingin intervensi berupa tindakan pencegahan
melakukan dekubitus. Setiap responden dilakukan
pengamatan dua kali yaitu sebelum dan
sesudah intervensi. Intervensi yang
diberikan berupa tindakan pencegahan
dekubitus selama paling sedikit sepuluh
hari. Data dianalisis dengan uji statistik
bertingkat dari Wilcoxon.

HASIL

Peneliti menemukan lansia berjenis


kelamin perempuan adalah yang
terbanyak-
Tabel 1. Karakteristik Responden
Karakteristik Frekuensi Persentase
Usia
60 - 70 Thn 10
55,5%
71 - 80 Thn 5
27,8%
> 80 Thn 3
16,7%
Jenis Kelamin
Laki-laki 7
38,9% Perempuan 11
61,1%
Tingkat Pendidikan
<SD 4
22,2% SD 8
44,4% SLTP 4
22,2% SLTA 2
11,1%
Penyakit
HT 4
22,2% Jantung 2
11,1% Stroke 4
22,2% DM 6
33,3% Paru 1
5,6%
Liver 1 5,6%
Total 18 100%
mengalami imobilisasi yaitu 11 responden (61,1%), sedang lansia laki-laki yang
mengalami imobilisasi berjumlah 7 responden (38,9%). Berdasarkan usia
teridentifikasi lansia berusia 60-70 tahun adalah yang terbanyak mengalami keadaan
imobilisasi yaitu 10 responden (55,5%); sedangkan lansia yang berusia 71-80 tahun dan
lebih dari 80 tahun terdapat 8 responden (44,4%).
Tingkat pendidikan responden umumnya rendah dibuktikan dengan hanya didapat
2 responden (11,1%) dengan tingkat pendidikan SLTA; selebihnya terdapat 4 responden
(22,2%) berpendidikan SLTP, 8 responden (44,4%) berpendidkan SD, dan 4 responden
(22,2%) tidak sekolah atau tidak lulus SD.
Seluruh responden penelitian ini memiliki penyakit yang memberi kontribusi besar
terhadap keadaan imobilitas yang dialaminya, selain akibat proses penuaan. Penyakit
terbanyak yang diderita adalah diabetes mellitus (DM) yaitu sebanyak 6 responden
(33,3%); stroke dan hipertensi masing-masing terdapat 4 responden (22,2%). Penyakit
paru dan liver merupakan yang paling sedikit diderita, yaitu masing- masing 1 responden
(5,6%) (tabel 1).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar lansia masih memiliki tingkat
kesadaran yang baik (compos mentis) dengan lama imobilisasi umumnya antara 1-
2 minggu. Terdapat 12 dari 18 responden (66,7%) memiliki tingkat kesadaran penuh
(compos mentis), 2 responden (11,1%) dalam keadaan apatis, dan masing-masing 1
responden (5,6%) dalam keadaan somnolen, spoor, dan delirium. Tingkat kesadaran
berkorelasi dengan kejadian dekubitus, karena semakin buruk tingkat kesadaran maka
semakin besar peluang untuk terjadi dekubitus.
Lama imobilisasi juga berbanding lurus dengan kejadian dekubitus. Semakin lama
imobilisasi berarti peluang terjadinya-

Gambar 1. Tingkat Kesadaran dan Lama Imobilisasi Responden


dekubitus semakin besar. Pada penelitian Berdasarkan penelitian menemukan
ini terdapat 7 orang (38,9%) responden sebelum dilakukan intervensi berupa
mengalami imobilisasi selama 1-2 tindakan pencegahan dekubitus kondisi
minggu dan 5 orang (27,8%) responden kulit responden hampir seluruhnya dalam
mengalami imobilisasi selama 2-3 kondisi buruk, yaitu 11 responden (61%)
minggu. Responden dengan imobilisasi mempunyai kondisi kulit kurang dan 6
terlama berlangsung lebih dari 4 minggu responden (33%) mempunyai kondisi
yaitu sebanyak 1 orang (5,6%) (gambar kulit sangat kurang. Kondisi kulit
1). responden sebagian besar mengalami
Pada penelitian ini, sebagian besar perubahan menjadi kondisi baik sesudah
responden memiliki risiko untuk dilakukan intervensi tindakan pencegahan
terjadinya dekubitus yang dibuktikan dekubitus. Setelah tindakan pencegahan,
dengan skor Norton 9-13 sebanyak 11 sebagian besar lansia memiliki kondisi
orang (61%) dan sebanyak 7 orang (39%) kulit yang baik yaitu 13 responden
memiliki risiko sangat tinggi untuk (72%), 4 responden (22%) memiliki
terjadi luka dekubitus dibuktikan dengan kondisi kulit cukup, dan tidak satupun
skor Norton kurang dari 9. Diantara 7 responden memiliki kondisi kulit kurang
responden tersebut bahkan terdapat tiga atau buruk. Hasil analisis statistik
responden yang sudah mengalami menggunakan uji Wilcoxon diperoleh
kemerahan hingga lecet, meskipun belum
nilai Z -3,898b dengan nilai signifikansi
menjadi luka dekubitus. Salah satu
p=0,000 yang berarti bahwa tindakan
faktor penting yang mempengaruhi
pencegahan yang dilakukan terbukti
terjadinya dekubitus adalah kelembaban.
secara signifikan dapat mencegah
terjadinya dekubitus pada lansia
imobilisasi (gambar 2).
Gambar 2. Analisis Perbandingan Kondisi Kulit Sebelum dan Sesudah
Intervensi

(Z score: -3,898b, p-value:


0,000)

PEMBAHASAN Menurut Revis (2015), usia


merupakan faktor intrinsik penyebab
Imobilisasi merupakan faktor
dekubitus karena pada usia lanjut telah
penting untuk terjadinya dekubitus.
terjadi penurunan elastisitas dan
Imobilisasi dapat terjadi pada siapa saja
vaskularisasi sehingga meningkatkan
tanpa membendakan jenis kelamin.
resiko terjadi luka tekan. Akibat
Namun demikian pada penelitian ini
proses penuaan umumnya lansia
terdapat kecenderungan perempuan
mengalami kehilangan elastisitas otot,
lebih besar risikonya mengalami
penurunan kadar serum albumin,
imobilisasi; hal ini berkaitan dengan
penurunan respon inflamatori, serta
usia harapan hidup perempuan lebih
penurunan kohesi antara epidermis dan
tingggi dibanding laki-laki. Semakin
dermis. Risiko tersebut semakin
tinggi usia semakin besar pula
meningkat karena pada lansia terjadi
ketidakmampuannya untuk mobilisasi
penurunan kemampuan fisiologis
akibat kelemahan dan penyakit yang
tubuh antara lain berkurangnya
dideritanya. Hasil yang sama
toleransi terhadap tekanan dan
didapatkan dalam penelitian Mutia,
gesekan, berkurangnya jaringan lemak
Pamungkas & Anggraini (2015) yang
subkutan, berkurangnya jaringan
menemukan responden perempuan
kolagen dan elastin, serta menurunnya
adalah yang terbanyak mengalami
efisiensi kolateral kapiler pada kulit.
risiko dekubitus akibat imobilisasi.
Kemampuan lansia untuk merasakan
sensasi nyeri akibat tekanan berkurang
sebagai dampak penurunan persepsi sakit. Jenis penyakit terbanyak yang
sensori. dialami oleh lansia adalah diabetes
Penyakit primer maupun mellitus, stroke dan hipertensi.
sekunder yang mungkin dialami lansia Penyakit-penyakit tersebut umumnya
akan meningkatkan risiko kejadian berkaitan dengan gaya hidup, pola
dekubitus karena kondisi sakit makan dan aktifitas yang tidak sehat
menambah ketidakmampuannya sejak usia belia. Hal tersebut
melakukan mobilisasi. Pada penelitian menunjukkan tingkat pengetahuan
ini seluruh responden dalam keadaan lansia

tentang pola hidup sehat masih rendah. Tingkat kesadaran merupakan


Rendahnya tingkat pengetahuan lansia faktor penyebab imobilisasi yang
berbanding lurus dengan tingkat menjadi penyebab pokok untuk
pendidikan mereka yang umumnya terjadinya dekubitus. Semakin buruk
rendah. tingkat kesadaran maka semakin besar
Jenis penyakit yang dialami oleh peluang untuk terjadi dekubitus. Hal ini
lansia sebagaimana yang terjadi pada berkaitan dengan ketidakberdayaan
responden penelitian ini umumnya penderita untuk melakukan perubahan
dapat berakibat pada kerusakan syaraf posisi. Seseorang yang mengalami
penderitanya, misalnya stroke dan perubahan kesadaran cenderung untuk
diabetes mellitus. Padahal kerusakan memiliki ketergantungan yang tinggi
syaraf dapat menyebabkan dalam pemenuhan kebutuhan, termasuk
berkurangnya kemampuan untuk perubahan posisi. Meskipun responden
merasakan sensasi nyeri. Sudah pasti penelitian ini umumnya masih memiliki
hal ini semakin meningkatkan risiko kesadaran penuh tetapi tingkat
dekubitus. Pada penelitian ini penyakit ketergantungan untuk melakukan
yang secara langsung menyebabkan perubahan posisi sangat tinggi. Hal
imobisasi adalah stroke yang diderita ini berkaitan dengan kelemahan fisik
oleh empat responden. Sedangkan responden akibat proses penuaan
penyakit lain meskipun tidak secara maupun akibat penyakit yang
langsung menyebabkan imobilisasi menyertainya.
tetapi memperberat kondisi lansia; Lama imobilisasi sangat berperan
adapun penyebab utama imobilisasi terhadap timbulnya dekubitus. Semakin
adalah kelemahan dan gangguan lama lansia mengalami imobilisasi
penglihatan yang terjadi sebagai akibat semakin besar pula risiko dekubitus.
proses penuaan. Menurut Suheri (2009), luka dekubitus
akan muncul pada hari ke lima penelitian ini tidak dilandasi dengan
setelah imobilisasi. Bahkan menurut pengetahuan dan keterampilan yang
penelitian Sabandar (2008) tanda-tanda memadai. Salah satu faktor yang tidak
dimulainya luka dekubitus sudah diperhatikan oleh keluarga adalah aspek
akan muncul setelah 6 jam imobilisasi. kelembaban; padahal kelembaban
Namun demikian hal ini sangat berkontribusi besar terhadap timbulnya
tergantung dengan upaya pencegahan dekubitus. Ulkus dekubitus akan mudah
yang dilakukan. Responden penelitian terjadi pada kulit dengan intensitas
ini menjalani imobilisasi dengan kelembaban yang tinggi. Menurut
perawatan dan pencegahan dekubitus Taghulihi (2014) kulit yang lembab
tidak standar. Hal ini karena responden beresiko 7 kali lebih tinggi mengalami
hanya menjalani perawatan dirumah dekubitus. Keadaan kelembapan kulit
oleh anggota keluarga sendiri tanpa dapat berasal dari keringat, linen yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan basah atau keadaan inkontinensia.
yang memadai. Kelembaban yang tinggi dan
Perawatan dan tindakan berlangsung dalam waktu yang cukup
pencegahan yang dilakukan keluarga lama akan menyebabkan erosi kulit
terhadap lansia imobilisasi pada sehingga

meningkatkan risiko terjadi luka Responden penelitian ini telah


terutama pada permukaan tubuh yang mengalami imobilisasi lebih dari tiga
menonjol. hari dengan persentase terbanyak
Dekubitus dapat dicegah melalui adalah antara
tindakan pencegahan yang adekuat. 1-2 minggu. Kondisi demikian
Pada penelitian ini, keluarga lansia sewajarnya telah terjadi luka
telah melakukan tindakan pencegahan dekubitus bila tidak dilakukan
dekubitus meskipun tidak adekuat. tindakan pencegahan. Sebagai
Ketidaktahuan dan ketidakmampuan pembanding, peneliti telah
keluarga melakukan tindakan mengeksklusikan dari penelitian ini
pencegahan dapat dipahami mengingat beberapa lansia imobilisasi karena telah
keluarga lansia merupakan orang awam terjadi luka dekubitus meskipun lama
yang tidak terdidik sebagai tenaga imobilisasi baru berlangsung kurang
kesehatan. Bukti bahwa keluarga lansia dari satu minggu. Tidak adekuatnya
telah melakukan tindakan pencegahan tindakan pencegahan dekubitus yang
berupa kondisi kulit lansia dihubungkan dilakukan oleh keluarga juga tercermin
dengan lama imobilisasi. dari risiko dekubitus yang tinggi pada
responden berdasarkan skor Norton. Keberhasilan tindakan
Menurut Irawan (2010) perubahan pencegahan yang dilakukan pada
posisi tirah baring pada kondisi penelitian dapat dilihat dari perubahan
imobilisasi yang dilakukan setiap 2 kondisi kulit responden antara
jam secara teratur dan sebelum dan sesudah dilakukan
berkesinambungan dapat tindakan pencegahan. Sebelum tindakan
menghindarkan penderita dari pencegahan, kondisi kulit responden
penekanan yang lama pada bagian tubuh umumnya dalam keadaan buruk.
tertentu yang dapat berakibat terjadinya Beberapa lansia bahkan kondisi kulitnya
luka. telah mengalami kemerahan hingga
lecet. Berdasarkan penjelasan yang
disampaikan oleh keluarga dan atau
pengasuh lansia diperoleh informasi
bahwa selama ini lansia tidak
mendapatkan perawatan maupun
pencegahan dekubitus yang memadai.
Keluarga hanya melakukan perawatan
seadanya, antara lain menyeka
dilakukan sekali dalam 1-2 hari;
perubahan posisi dilakukan hanya
ketika membantu pemenuhan kebutuhan
dasar; tidak pernah dilakukan perawatan
kulit; penggantian sprey paling cepat
sekali seminggu atau ketika basah; dan
seringkali membiarkan adanya lipatan-
lipatan alas tidur lansia.
Risiko terjadinya dekubitus
menurut Reuben (2015) dibedakan
menjadi dua faktor, yaitu faktor
intrinsik dan faktor ekstrinsik.
Termasuk faktor intrinsik adalah
imobilisasi, meningkatnya usia, keadaan
malnutrisi, kelembaban, diabetes
mellitus, penyakit stroke, penurunan
tekanan darah, peningkatan suhu tubuh,
dan ras kulit putih. Termasuk faktor terhadap tekanan juga merupakan faktor
ekstrinsik adalah tekanan, gesekan, dan risiko terjadinya dekubitus pada lansia.
geseran. Penjelasan sejenis Dalam penelitian ini,
dikemukakan oleh Jatmiko (2012) kecenderungan untuk terjadinya
bahwa penurunan persepsi sensori dan dekubitus pada lansia sangat besar;
penurunan derajat toleransi jaringan hal ini karena seluruh faktor risiko
untuk terjadinya dekubitus dapat

ditemukan pada responden. secara berkesinambungan selama


Bertambahnya usia akan menjadikan rentang waktu pemberian intervensi.
kulit mengalami perubahan; lemak Hasil pengkajian tersebut selanjutnya
subkutan semakin menipis digunakan sebagai pedoman untuk
mengakibatkan kulit tidak elastis lagi. melakukan upaya perbaikan dan
Penipisan jaringan epidermis dan pencegahan lebih dini sehingga
hilangnya jaringan bantalan pada kulit kerusakan kulit yang mengarah pada
menyebabkan kulit akan mudah keadaan dekubitus dapat dihindarkan.
mengalami kemerahan dan mudah penelitian ini juga memberi bukti bahwa
terkelupas bila ada penekanan. perawatan kulit yang dilakukan secara
Status nutrisi yang kurang pada kerkesinambungan dapat memperbaiki
sebagian responden juga sangat kondisi kulit yang sudah mengalami
mempengaruhi kondisi kulit. Keadaan proses kerusakan.
hypoproteinemia yang sering terjadi Hasil uji statistik tentang
pada lansia akan merubah pengaruh tindakan pencegahan terhadap
keseimbangan tekanan osmotik dan bisa perubahan kondisi kulit lansia
menyebabkan terjadinya menggunakan uji Wilcoxon dengan p
pembengkakan. Jaringan yang bengkak < 0,05 diperoleh tingkat signifikansi
akan mudah mengalami kerusakan dan 0,000 yang berarti tindakan pencegahan
secara berangsur akan terjadi lecet. yang dilakukan bermakna secara
Perbaikan kondisi kulit lansia signifikan untuk mencegah terjadinya
setelah setelah tindakan pencegahan dekubitus pada lansia imobilisasi. Hal
dekubitus dimungkinkan karena jadwal ini sesuai dengan pernyataan National
pemberian intervensi dilakukan secara Pressure Ulcer Advisory Panel (2009)
ketat, disertai upaya pencegahan yang bahwa kejadian dekubitus dapat
dapat memperbaiki kelembaban, diperbaiki dengan menjaga keutuhan
sirkulasi dan kondisi kulit. Peneliti kulit melalui serangkaian perawatan
melakukan pengkajian faktor risiko kulit secara intensif. Tindakan tersebut
juga dapat difungsikan sebagai upaya dapat menghabiskan setidaknya dua
pencegahan terhadap kejadian dekubitus pertiga dari pendapatan keluarga
pada seseorang yang mengalami perbulan untuk melakukan perawatan
imobilisasi. dekubitus; tidak termasuk jika luka
Tindakan pencegahan merupakan dekubitus mengakibatkan komplikasi
langkah pertama yang harus dilakukan lain; sudah pasti kebutuhan akan biaya
untuk menghindari terjadinya luka perawatan semakin tinggi.
tekan. Terhindarnya lansia dari keadaan Heineman (2010) menjelaskan
dekubitus memberi kontribusi bagi bahwa prinsip pencegahan dekubitus
lansia untuk mempertahankan kualitas adalah menghindarkan kulit dari adanya
hidup yang baik. Dalam hal ini lansia tekanan yang berlangsung dalam
terhindar dari ketidaknyamanan, interval waktu yang lama atau geseran
sedangkan keluarga dapat menghemat yang berulang. Perawatan kulit juga
biaya perawatan dibandingkan jika diperlukan agar sirkulasi jaringan kulit
lansia mengalami dekubitus. Leir menjadi lancar. Umumnya tindakan
(2010), menyatakan bahwa keluarga pencegahan perawatan kulit

dilakukan dengan memandikan lansia Perubahan posisi minimal setiap dua


dengan air hanyat minimal dua kali jam secara kontinyu atau pemberian
sehari atau bila perlu, melakukan bantalan lembut didaerah yang beresiko
masase ringan dan pemberian lotion akan mengurangi beban tubuh pada satu
pada permukaan kulit yang beresiko. lokasi sehingga tekanan yang ada dapat
Perlakuan tersebut diperlukan untuk dikurangi. Pendidikan kesehatan pada
merangsang peredaran darah sehingga keluarga tentang pencegahan dekubitus
suplai oksigen dan nutrisi ke jaringan dapat menunjang upaya pencegahan
lebih lancar. yang dilakukan. Keterlibatan keluarga
Pemberian nutrisi yang adekuat dalam melakukan tindakan pencegahan
sangat diperlukan untuk mencegah dekubitus akan berdampak positif bagi
kerusakan jaringan dan peningkatan lansia maupun bagi keluarga.
respon imun tubuh. Menjaga Lama imobilisasi mempengaruhi
kelembaban kulit dari keringat maupun risiko terjadinya dekubitus. Semakin
adanya inkontinensia urin dapat lama seseorang mengalami imobilisasi
meningkatkan peregangan kulit dari maka risiko dekubitus juga semakin
rangsangan eksternal sehingga akan besar. Keluarga mempunyai peran
mencegah kerusakan akibat adanya penting dalam pencegahan dekubitus
gesekan ataupun tekanan dari luar. pada lansia imobilisasi pada tatanan
perawatan komunitas. Oleh karena itu kesehatan masyarakat, termasuk dalam
pada penelitian ini peneliti melibatkan program pencegahan kejadian dekubitus
keluarga dalam memberikan intervensi pada lansia imobilisasi. Keluarga yang
tindakan pencegahan dekubitus mampu melakukan tindakan
melalui perubahan posisi dan pencegahan dekubitus secara mandiri
melakukan perawatan kulit secara akan meringankan beban perawat
periodik. Keluarga juga menjadi support komunitas sehingga memiliki
sistem yang sempurna bagi lansia kesempatan untuk menyelesaikan
imobilisasi, terutama dalam pemenuhan masalah kesehatan lainnya.
nutrisi dan pemenuhan kebutuhan dasar Tindakan pencegahan dekubitus
lainnya. yang dilakukan pada penelitian ini
Keterlibatan keluarga dalam meliputi perubahan posisi tirah baring
memberikan intervensi adalah sebagai setiap 2 jam sekali, menjaga
upaya memandirikan keluarga dalam kelembaban kulit, menjaga kebersihan
melakukan tindakan pencegahan tubuh penderita, menggunakan kasur
dekubitus pada lansia imobilisasi. angin, memasang bantalan donat anti
Perawat komunitas yang ada di dekubitus pada bagian tubuh yang
puskesmas bertanggungjawab menonjol, melakukan latihan ROM
melakukan transfer pengetahuan kepada pasif, dan melakuan massage ringan.
masyarakat diwilayah kerjanya. Penggunaan kasur angin dan bantalan
Puskesmas diharapkan mampu donat dimaksudkan untuk
melaksanakan dan mengembangkan menghindarkan lansia dari tekanan,
program perawatan kesehatan menjaga postur tubuh dan
masyarakat (Perkesmas) yang telah meningkatkan rasa nyaman. Pemberian
terbukti mampu memberikan daya lotion pelembab dimaksudkan untuk
ungkit terhadap berbagai masalah menjaga kulit dari

kekeringan yang dapat mempercepat ROM pasif dilakukan untuk


timbulnya erosi kulit sekaligus menjaga menghindarkan lansia dari kontraktur
kelembaban kulit tetap dalam batas dan atropi otot. Perubahan posisi tirah
normal. baring secara teratur dalam interval
Kelembaban yang berlebihan waktu 2 jam sekali diyakini dapat
dapat menyebabkan kulit mudah menghindarkan terjadinya luka
mengalami pergesekan (friction) dan dekubitus. Tindakan ini merupakan
perobekan (shear) yang memungkinkan penekanan tindakan pencegahan
terjadinya luka dekubitus. Latihan dekubitus pada penelitian ini. Peneliti
melakukan setiap tindakan secara secara signifikan dapat mencegah
hati-hati dan menunjukkan sikap empati terjadinya dekubitus pada lansia
untuk memastikan lansia mendapatkan imobilisasi, p<0,05.
tindakan pencegahan secara benar dan Berdasarkan hasil penelitian ini
akurat. peneliti merekomendasikan agar
tindakan pencegahan dibuat sebagai
KESIMPULAN DAN SARAN sebuah prosedur tetap dalam perawatan

Sebagian besar lansia memiliki penderita imobilisasi, khususnya pada

risiko untuk mengalami dekubitus lansia. Pada tatanan komunitas,

dibuktikan dengan Skor Norton seluruh puskesmas melalui perawat komunitas

responden kurang dari 14. Tindakan bertanggungjawab melakukan transfer

pencegahan yang dilakukan terbukti pengetahuan tentang tindakan


pencegahan
dekubitus pada pasien imobilisasi kepada keluarga penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Al Kharabsheh, M., Alrimawi, R., Al Heineman, A. 2010. Dekubitus Ulcers:
Assaf, R., Saleh, M. 2014. Exploring Pathophysiology and Primary
Nurses' Knowledge and Perceived Prevention. Munich. Journal of
Barriers to Carry Out Pressure Deutsches Arzteblatt International.
Ulcer Prevention and Treatment, Irawan A. 2010. Hubungan Lama Hari
Documentation, and Risk Rawat Dengan Terjadinya Dekubitus
Assessment. American International Pada Pasien Yang Dirawat di Ruang
Journal of Contemporary Research, 4 ICU RSUP dr. H. Soemarno
(4), p. 112 – 119. Sosroatmodjo Kuala Kapuas
Bujang, Aini & Purwaningsih Banjarmasin: Universitas
(2013). Muhammadiyah Banjarmasin.
Pengaruh alih baring terhadap kejadian Leir, E., D. 2010. Pressure Ulcers
dekubitus pada pasien Stroke For Nursing Assistants and Family
yang mengalami hemiparesis di Caregivers. Stop Pain.org. [cited
ruang Yudistira RSUD 2017
Semarang. Jurnal Mitra Sehat Oct 30] Available from:
Volume 3 Halaman 26 – 32. www.stoppain.org/pressureulcers/co
Demarre, L. 2011. Pressure Ulcers: mm on/pdf/BIMC_caregiver.pdf
Knowledge and Attitude of Nurses Martono, H. 2014. Buku Ajar Geriatri
and Nursing Assistants in Belgian (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut) Edisi
Nursing Homes. Brussel.Journal of ke-4. Jakarta: Fakultas
Clinical Nursing. Kedokteran
Gender. Pressure Ulcer Prevention and Universitas Indonesia.
Management. 2008. [cited 2017 Oct Mutia, L., Pamungkas, K.A.,
29]. Available from: Anggraini, D. 2015. Profil Penderita
www.emedicine.com. Ulkus Dekubitus YangMenjalani
Gilang P. 2007. Imobilisasi Pada Tirah Baring Di Ruang Rawat Inap
Lansia : Pendekatan dan RSUD Arifim Achmad Provinsi Riau
Pencegahan Komplikasi. Jakarta : UI Periode Januari 2011 – Desember
Press. 2013. JOM FK Volume 2 No.2
Ginsbreng. 2008. Lecture Notes National Pressure Ulcer Advisory
Neurologi. Panel.Pressure Ulcers: Incidence,
Jakarta: Penerbit Erlangga. Economics, Risk Assessment.
Consensus Development
Conference Statement. 2009. [cited Lama Hari Rawat Dalam Terjadinya
2017 Oct 30]. Available from: Luka Dekubitus pada Pasien
http://www.npuap.org/wp-content/ Imobilisasi di RSUP Haji Adam
uploads/2012/03/Final-2009- MAlik Medan [Skripsi]. Medan:
Treatment- technical-Report1.pdf. Fakultas Keperawatan.
Reuben B. 2015. Geriatric at Your Taghulihi, M.M., K. Pandelaki, dan R.
Fingertips. New Jersey : Excerpta Hamel. 2014. Faktor-Faktor Yang
Medica, Inc. A Reed Elsevier Berhubungan Dengan Kejadian
Company. Revis R et al (2015). Dekubitus Di Irina F Neurologi BLU
Dekubitus Ulcer. RSUP Prof Dr R. D. Kandou Manado.
www.healthline.com. Sabandar, AO. E_Ners UNSRAT, Vol 1, No. 1.
2008. Ulkus Dekubitus. Jurnal William et.al. 2009. Principles of
Kedokteran Universitas Sebelas Geriatric Medicine and
Maret. Setyawati, N. 2011. Gerontology. New York: McGraw-
Penelitian Kesehatan. Jakarta : Prima Hill.
Nusantara. Suheri. 2012. Gambaran Zelika, DP. 2010. Perawatan
Kesehatan Pada Usia Lanjut.
Jakarta : Sinar Harapan.

Anda mungkin juga menyukai