Anda di halaman 1dari 51

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS FRAKTUR CRURIS SINISTRA


DI RUANG MUSKOLOSKELETAL

DISUSUN OLEH :

Nama : Febiyanti
Nim : (2018.C.10a.0935)

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI SARJANA
KEPERAWATAN
TA.2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa,karena atas
Rahmat dan Kuasanya-Nya Saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Fraktur Cruris Sinistra.
Adapun tujuan penulisan Laporan ini adalah untuk memenuhi tugas Mata Kuliah
Praktik Pra Klinik II (PPKII )
Pada penulisan Laporan Pendahuluan ini penulisan menyadari adanya
Kekurangan ,oleh karena itu penulisan sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari pembaca demi kesempurnaan Laporan ini.

Palangka Raya, 10 Oktober 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Cover
Lembar pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Tujuan 2
1.4 Manfaat 2
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit 3
2.1.1 Definisi 3
2.1.2 Anatomi Fisiologi4
2.1.3 Etiologi 5
2.1.4 Klasifikasi 6
2.1.5 Patofisiologi (WOC) 7
2.1.6 Manifestasi Klinis 8
2.1.7 Komplikasi 9
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 10
2.1.9 Penataklasanaan Medis 10
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan 25
2.2.1 Pengkajian Keperawatan 25
2.2.2 Diagnosa Keperawatan 26
2.2.3 Intervensi Keperawatan 26
2.2.4 Implementasi Keperawatan 27
2.2.5 Evaluasi Keperawatan 28
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian 32
3.2 Diagnosa 34
3.3 Intevensi 38
3.4 Implementasi 46
3.5 Evaluasi 44
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kantinuitas tulang dan ditentukan
sesuai jenis dan luasnya ( Brunner & Suddarth, 2005 dalam Wijaya dan putri, 2013).
Fraktur yang terjadi pada tulang tibia dan fibula sering disebut fraktur cruris.. Fraktur
cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang biasanya
terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian pergelangan kaki
(Muttaqin, 2008). Dimana fraktur cruris sinistra menunjukan terputusnya kontinuitas
tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau
tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula sebelah kiri.
Badan kesehatan dunia (WHO) mencatat di tahun 2011 terdapat lebih dari 5,6
juta orang meninggal dikarenakan insiden kecelakaan dan sekitar 1.3 juta orang
mengalami kecacatan fisik. Salah satu insiden kecelakaan yang memiliki prevalensi
cukup tinggi yaitu insiden fraktur ekstrimitas bawah sekitar 40% dari insiden
kecelakaan yang terjadi. Kecelakaan lalu lintas dan kecelakaan kerja merupakan suatu
keadaan yang tidak di inginkan yang terjadi pada semua usia dan secara mendadak.
Angka kejadian kecelakaan lalu lintas di kota Semarang sepanjang tahun 2011
mencapai 217 kasus, dengan korban meninggal 28 orang, luka berat 40 orang, dan
luka ringan sejumlah 480 orang ( Polda Jateng, 2011). Berdasarkan data dari catatan
medik Ruang Muskoloskeletal Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ,
jumlah penderita fraktur selama 6 bulan terakhir ini yaitu dari bulan April 2020
sampai Oktober 2020 sebanyak 32 pasien, dari jumlah pasien yang mengalami fraktur
cruris ada 16 pasien
Berbagai penyebab fraktur diantaranya cidera atau benturan, faktor
patologik,dan yang lainnya karena faktor beban. Selain itu fraktur akan bertambah
dengan adanya komplikasi yang berlanjut diantaranya syok, sindrom emboli lemak,
sindrom kompartement, kerusakan arteri, infeksi, dan avaskuler nekrosis. Komplikasi
lain dalam waktu yang lama akan terjadi mal union, delayed union, non union atau
bahkan perdarahan. (Price, 2005) Berbagai tindakan bisa dilakukan di antaranya
rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi. Meskipun demikian masalah pasien
fraktur tidak bisa berhenti sampai itu saja dan akan berlanjut sampai tindakan setelah
atau post operasi.
Fenomena yang ada di rumah sakit menunjukan bahwa pasien di rumah sakit
mengalami berbagai masalah keperawatan diantaranya nyeri, kerusakan mobilitas,
resiko infeksi, cemas, bahkan gangguan dalam beribadah. Masalah tersebut harus di
antisipasi dan di atasi agar tidak terjadi komplikasi. Peran perawat sangat penting
dalam perawatan pasien pre dan post operasi terutama dalam pemberian asuhan
keperawatan pada pasien. Oleh karena itu, penulis tertarik untuk menyusun asuhan
keperawatan dengan judul “ Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada
pasien dengan Fraktur Cruris Sinistra di Ruang Muskuloskeletal”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka penulis membatasi penelitian
bagaimana pemberian Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Fraktur Cruris
Sinistra.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 TujuanUmum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagai mana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
Fraktur Cruris Sinistra.

1.3.2 Tujuan Khusus.


1.3.2.1 Mahasiswa mampu menjelaskan konsep penyakit Fraktur Cruris
1.3.2.2 Mahasiswa mampu menjelaskan manajemen asuhan keperawatan pada pasien
Fraktur Cruris.
1.3.2.3 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnose
medis Fraktur Cruris Sinistra.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu menentukan diagnose pada pasien dengan diagnose medis
Fraktur Cruris Sinistra.
1.3.2.5 Mahasiswa dapat menentukan intervensi pada pasien dengan diagnose medis
Fraktur Cruris Sinistra.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat melakukan implementasi pada pasien dengan diagnose
medis Fraktur Cruris Sinistra.
1.3.2.7 Mahasiswa mampu melakukan evaluasi pada pasien dengan diagnose medis
Fraktur Cruris Sinistra.
1.3.2.8 Mahasiswa mampu membuat dokumentasi pada pasien dengan diagnose
medis Fraktur Cruris Sinistra.

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Menambah pengetahuan dan pengalaman nyata dalam penatalaksanaan
keperawatan terhadap pasien dengan pasien dengan Fraktur Cruris Sinistra.
1.4.2 Untuk klien dan Keluarga
Pasien dan keluarga mengerti tentang penting nya mobilisasi pasien dengan
Fraktur Cruris Sinistra.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Dapat memberikan konsribusi untuk mengevaluasi program pengobatan
penyakit melalui upaya peningkatan kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Fraktur Cruris


2.1.1 Definisi
Fraktur adalah patah tulang,biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik.
Kekuatan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar
tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap
(Huda & Kusuma, 2013). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
tulang, retak atau patahnya tulang yang utuh, yang biasanya disebabkan oleh
trauma/rudapaksa atau tenaga fisik yang ditentukan jenis dan luasnya trauma
(Lukman & Ningsih, 2012). Fraktur adalah suatu patahan pada kontinuitas struktur
tulang. Patahan tadi mungkin tak lebih dari suatu retakan, suatu pengisutan atau
primpilan korteks, biasanya patahan lengkap dan fragmen tulang bergeser (Wijaya
dan putri, 2013). Sedangkan sinistra dalam istilah medis adalah bagian kiri.
Fraktur yang terjadi pada tulang tibia dan fibula sering disebut fraktur cruris..
Fraktur cruris merupakan suatu istilah untuk patah tulang tibia dan fibula yang
biasanya terjadi pada bagian proksimal (kondilus), diafisis, atau persendian
pergelangan kaki (Muttaqin, 2008)
Berdasarkan pengertian para ahli dapat disimpulkan bahwa fraktur cruris
adalah terputusnya kontinuitas tulang dan di tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang
di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik yang terjadi pada tulang tibia dan fibula.
Dimana fraktur cruris sinistra menunjukan terputusnya kontinuitas tulang dan di
tentukan sesuai jenis dan luasnya, yang di sebabkan karena trauma atau tenaga fisik
yang terjadi pada tulang tibia dan fibula sebelah kiri.
2.1.1 Anatomi Fisiologi
2.1.1.1 Anatomi Skeletal
Tulang adalah jaringan yang kuat dan tangguh yang memberi bentuk pada
tubuh. Skelet atau kerangka adalah rangkaian tulang yang mendukung dan
melindungi organ lunak, terutama dalam tengkorak dan panggul. Tulang membentuk
rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot
yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga merupakan tempat primer untuk
menyimpan dan mengatur kalsiumdan fosfat (Price dan Wilson, 2006). Berikut
adalah gambar anatomi tulang manusia :

Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat
untuk melekatnya otot- otot yang menggerakan kerangka tubuh. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fhosfat.
Tulang rangka orang dewasa terdiri atas 206 tulang. Tulang adalah jaringan hidup
yang akan suplai syaraf dan darah. Tulang banyak mengandung bahan kristalin
anorganik (terutama garam- garam kalsium ) yang membuat tulang keras dan kaku.,
tetapi sepertiga dari bahan tersebut adalah fibrosa yang membuatnya kuat dan elastis
(Price dan Wilson, 2006).
Tulang ekstrimitas bawah atau anggota gerak bawah dikaitkan pada batang
tubuh dengan perantara gelang panggul terdiri dari 31 pasang antra lain: tulang koksa,
tulang femur, tibia, fibula, patella, tarsalia, meta tarsalia, dan falang (Price dan
Wilson, 2006).
2.1.1.1.1 Tulang Koksa (tulang pangkal paha) OS koksa turut membentuk gelang
panggul, letaknya disetiap sisi dan di depan bersatu dengan simfisis pubis
dan membentuk sebagian besar tulang pelvis.
2.1.1.1.2 Tulang Femur ( tulang paha) Merupakan tulang pipa dan terbesar di dalam
tulang kerangka pada bagian pangkal yang berhubungan dengan
asetabulum membentuk kepala sendi yang disebut kaput femoris,
disebelah atas dan bawah dari kolumna femoris terdapat taju yang disebut
trokanter mayor dan trokanter minor. Dibagian ujung membentuk
persendian lutut, terdapat dua buah tonjolan yang disebut kondilus
lateralis dan medialis. Diantara dua kondilus ini terdapat lakukan tempat
letaknya tulang tempurung lutut (patella) yang di sebut dengan fosa
kondilus.
2.1.1.1.3 Osteum tibialis dan fibularis (tulang kering dan tulang betis) Merupakan
tulang pipa yang terbesar sesudah tulang paha yang membentuk
persendian lutut dengan OS femur, pada bagian ujungnya terdapat
tonjolan yang disebut OS maleolus lateralis atau mata kaki luar. OS tibia
bentuknya lebih kecil dari pada bagian pangkal melekat pada OS fibula
pada bagian ujung membentuk persendian dengan tulang pangkal kaki dan
terdapat taju yang disebut OS maleolus medialis. Agar lebih jelas berikut
gambar anatomi os tibia dan fibula.

2.1.1.1.4 Tulang tarsalia (tulang pangkal kaki) Dihubungkan dengan tungkai bawah
oleh sendi pergelangan kaki, terdiri dari tulang-tulang kecil yang
banyaknya 5 yaitu sendi talus, kalkaneus, navikular, osteum kuboideum,
kunaiformi.
2.1.1.1.5 Meta tarsalia (tulang telapak kaki) Terdiri dari tulang- tulang pendek yang
banyaknya 5 buah, yang masing-masing berhubungan dengan tarsus dan
falangus dengan perantara sendi.
2.1.1.1.6 Falangus (ruas jari kaki) Merupakan tulang-tulang pipa yang pendek yang
masing-masingterdiri dari 3 ruas kecuali ibu jari banyaknya 2 ruas, pada
metatarsalia bagian ibu jari terdapat dua buah tulang kecil bentuknya
bundar yang disebut tulang bijian (osteum sesarnoid).

2.1.2.2 Fisiologi Tulang


Fisiologi tulang adalah sebagai berikut :
1. Mendukung jaringan tubuh dan memberikan bentuk tubuh.
2. Melindungi organ tubuh (misalnya jatung, otak, dan paru-paru).
3. Memberikan pergerakan (otot yang berhubungan dengan kontraksi dan
pergerakan).
4. Membentuk sel-sel darah merah didalam sumsum tulang belakang (hema
topoiesis)
5. Menyimpan garam mineral, misalnya kalsium, fosfor. (Abdul Wahid,
2013).
Sedangkan menurut Muttaqin, 2008 Fungsi Utama Tulang adalah :
1) Membentuk rangka tubuh
2) Sebagai pengumpil dan tempat melekat otot
3) Sebagai bagan dari dalam tubuh untuk melindungi dan mempertahankan
alat-alat dalam (seperti otak, sumsum tulang belakang, jantung, dan paru-
paru)
4) Sebagai tempat mengatur dan defosit kalsium, fosfat, magnesium, dan
garam
5) Ruang di tengah tulang tertentu sebagai organ yang mempunyai fungsi
tambahan lain, yaitu sebagai jaringan hemopoietik untuk memproduksi sel
darah merah, sel darah putih dan trombosit.

2.1.3 Etiologi
Menurut Wijaya dan Putri (2013) penyebab fraktur adalah :
2.1.3.1 Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan. Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2.1.3.2 Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor.
2.1.3.3 Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemutiran, penekukan, penekukan dan penekanan, kombinasi dari ketiganya,
dan penarikan.

2.1.4 Patofisiologi
Fraktur gangguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolik,
patologik. Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun
tertutup. Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume
darah menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma
akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi edem lokal maka penumpukan di
dalam tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan
dapat terjadi neurovaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggu. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan
jaringan lunak akan mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Fraktur adalah patah
tulang, biasanya disebabkan oleh trauma gangguan metabolic, patologik yang terjadi
itu terbuka atau tertutup. Pada umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup
akan dilakukan imobilitas yang bertujuan untuk mempertahanakan fragmen yang
telah dihubungkan, tetap pada tempatnya sampai sembuh. (Sylvia, 2006 :1183).
Jejas yang ditimbulkan karena adanya fraktur menyebabkan rupturnya
pembuluh darah sekitar yang dapat menyebabkan terjadinya pendarahan. Respon dini
terhadap kehilangan darah adalah kompensasi tubuh, sebagai contoh vasokontriksi
progresif dari kulit, otot dan sirkulasi visceral. Karena ada cedera, respon terhadap
berkurangnya volume darah yang akut adalah peningkatan detah jantung sebagai
usaha untuk menjaga output jantung, pelepasan katekolamin-katekolamin endogen
meningkatkan tahanan pembuluh perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah
diastolik dan mengurangi tekanan nadi (pulse pressure), tetapi hanya sedikit
membantu peningkatan perfusi organ. Hormon-hormon lain yang bersifat vasoaktif
juga dilepaskan ke dalam sirkulasi sewaktu terjadinya syok, termasuk histamin,
bradikinin beta-endorpin dan sejumlah besar prostanoid dan sitokin-sitokin lain.
Substansi ini berdampak besar pada mikro-sirkulasi dan permeabilitas pembuluh
darah. Pada syok perdarahan yang masih dini, mekanisme kompensasi sedikit
mengatur pengembalian darah (venous return) dengan cara kontraksi volume darah
didalam system vena sistemik. Cara yng paling efektif untuk memulihkan krdiak pada
tingkat seluler, sel dengan perfusi dan oksigenasi tidak adekuat tidak mendapat
substrat esensial yang sangat diperlukan untuk metabolisme aerobik normal dan
produksi energi. Pada keadaan awal terjadi kompensasi dengan berpindah ke
metabolisme anaerobik, mengakibatkan pembentukan asam laknat dan
berkembangnya asidosis metabolik. Bila syoknya berkepanjangan dan penyampaian
substrat untuk pembentukan ATP (adenosine triphosphat) tidak memadai, maka
membrane sel tidak dapat lagi mempertahankan integritasnya dan gradientnya
elektrik normal hilang. Pembengkakan reticulum endoplasmic merupakan tanda ultra
struktural pertama dari hipoksia seluler setelah itu tidak lama lagi akan cedera
mitokondrial. Lisosom pecah dan melepaskan enzim yang mencernakan struktur
intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah pembengkakan sel . juga terjadi
penumpukan kalsium intra-seluler. Bila proses ini berjalan terus, terjadilah cedera
seluler yang progresif, penambahan edema jaringan dan kematian sel. Proses ini
memperberat dampak kehilangan darah dan hipoperfusi.
Sewaktu tulang patah perdarahan biasanya terjadi disekitar tempat patah dan
kedalam jaringan lunak sekitar tulang tersebut. Jaringan lunak juga biasanya
mengalami kerusakan. Reaksi peradangan biasanya timbul hebat setelah fraktur. Sel-
sel darah putih dan sel mast berakumulasi sehingga menyebabkan peningkatan aliran
darah ketempat tersebut. Fagositosis dan pembersihan sisa-sisa sel mati dimulai.
Ditempat patah terbentuk fibrin (hematoma fraktur) dan berfungsi sebagai jala-jala
untuk melakukan aktivitas astoeblast terangsang dan terbentuk tulang baru imatur
yang disebut callus. Bekuan fibrin direabsorbsi dan sel-sel tulang baru mengalami
remodeling untuk membentuk tulang sejati.
Insufisiensi pembuluh darah atau penekanan serabut saraf yang berkaitan
dengan pembengkakan yang tidak ditangani dapat menurunkan asupan darah
ekstremitas dan mengakibatkan kerusakan saraf perifer. Bila tidak terkontrol
pembengkakan dapat mengakibatkan peningkatan tekanan jaringan, oklusi darah
total dapat berakibat anoreksia jaringan yang mengakibatkan rusaknya serabut saraf
meupun jaringan otot. Komplikasi ini dinamakan sindrom kompartemen (Brunner &
Suddarth, 2005).
Trauma pada tulang dapat menyebabkan keterbatasan gerak dan ketidak
seimbangan, fraktur terjadi dapat berupa fraktur terbuka dan fraktur tertutup. Fraktur
tertutup tidak disertai kerusakan jaringan lunak seperti tendon, otot, ligament dan
pembuluh darah ( Smeltzer dan Bare, 2001). Pasien yang harus imobilisasi setelah
patah tulang akan menderita komplikasi antara lain : nyeri, iritasi kulit karena
penekanan, hilangnya kekuatan otot. Kurang perawatan diri dapat terjadi bila
sebagian tubuh di imobilisasi, mengakibatkan berkurangnyan kemampuan prawatan
diri (Carpenito, 2007). Reduksi terbuka dan fiksasi interna (ORIF) fragmen- fragmen
tulang di pertahankan dengan pen, sekrup, plat, paku. Namun pembedahan
meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi. Pembedahan itu sendiri merupakan
trauma pada jaringan lunak dan struktur yang seluruhnya tidak mengalami cedera
mungkin akan terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi (Price
dan Wilson, 2006).
WOC Fraktur Cruris

Trauma langsung maupun


Factor patolgis degenerasi Tarikan otot berlebihan
tidak langsung

Inflamasi pada saluran pernapasan Kemampuan otot mendukung tulang menurun


baik yang terbuka maupun tertutup

FRAKTUR
CRURIS

B1 B2 B3 B4 B6
B5

Fraktur Fraktur Fraktur


Terbuka/tert Terbuka Terbuka/tert Fraktur
utup utup Fraktur Terbuka
Terbuka/tert
utup
Kerusakan
Kerusakan pembuluh Rusaknya Kerusakan
pembuluh darah Jaringan jaringan
Asupan
darah Reduksi Menimbulkan lunak :
terbuka dan makanan
nyeri gerak kurang tendon, otot,
fiksasi
interna ( ligmen dan
Pendarahan Jaringan terbuka
Pendarahan dan Kompresi ORIF) pembuluh
menyebabkan darah
syaraf Imobilisasi
Volume darah MK:Resiko
menurun deficit nutrisi
Terjadi Nyeri Pot de Menimbulkan
entry Pemenuhan kebutuhan
kecemasan nyeri gerak
BAK/BAB terganggu
COP Menurun kuman

MK : Pola Nafas MK : Resiko Imobilisasi


MK: Gg.
Tidak Efketif Syok MK: Resiko
Eliminasi
Hipovolemik Infeksi
Urine
MK : Gg.
Berkurangnya Mobilitas Fisik
kemampuan
merawat diri

MK : Deficit
perawatan diri
2.1.5 Manifestasi Klinis
Menurut Asikin & Nasir (2016) tanda dan gejala fraktur:
1. Deformitas
2. Bengkak/edema
3. Ekimosis (Memar)
4. Spasme otot
5. Nyeri
6. Kurang/hilang sensasi
7. Krepitasi
8. Pergerakan abnormal
Menurut Lukman & Ningsih (2012) tanda dan gejala fraktur adalah
sebagai berikut:
1) Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang di
imobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai
alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antarfragmen tulang.
2) Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian yang tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya
tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang
bisa diketahui dengan membandingkan ekstremitas normal. Ekstremitas tak
dapat berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
3) Pada fraktur tulang panjang , terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah temoat fraktur.
Fragmen sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2
inchi).
4) Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang
dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya. Uji krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang
lebih berat.
5) Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cedera.

2.1.6 Klasifikasi
Penampikan fraktur dapat sangat bervariasi tetapi untuk alasan yang
praktis, dibagi menjadi beberapa kelompok (Abdul wahid, 2013) :
2.1.6.1 Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan)
2.1.6.1.1Fraktur Tertutup (Closed)
Bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan dunia luar,
disebut juga fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa komplikasi.
2.1.6.1.2 Fraktur Terbuka (Open/Compound)
Bila terdapat hubungan antara hubungan antara fragmen tulang dengan
dunia luar karena adanya perlukaan kulit
2.1.6.2 Berdasarkan komplit atau ketidak komplitan fraktur
Fraktur Komplit Bila garis patah melalui seluruh penampang tulang atau
melalui kedua korteks tulang seperti terlihat pada foto.
2.1.6.3 Fraktur Inkomplit
Bila garis patah tidak melalui seluruh penampang tulang seperti:
2.1.6.3.1Hair Line Fracture
Salah satu jenis fraktur tidak lengkap pada tulang. Hal ini disebabkan
oleh “stres yang tidak biasa atau berulang-ulang” dan juga karena berat
badan terus menerus pada pergelangan kaki atau kaki. Hal ini berbeda
dengan jenis patah tulang yang lain, yang biasanya ditandai dengan tanda
yang jelas. Hal ini dapat digambarkan dengan garis sangat kecil atau
retak pada tulang, ini biasanya terjadi di tibia, metatarsal (tulang kaki),
dan walau tidak umum kadang bisa terjadi pada tulang femur. Hairline
fracture/stress fracture umum terjadi pada cedera olahraga, dan
kebanyakan kasus berhubungan dengan olahraga.
2.1.6.3.2Buckle atau Torus Fracture
Bila terjadi lipatan dari satu korteks dengan kompresi tulang spongiosa
dibawahnya.
2.1.6.3.3 Green Stick Fracture
Mengenai satu korteks dengan angulasi korteks lainnya yang terjadi
pada tulang panjang.

2.1.6.4 Berdasarkan bentuk garis patah dan hubungannya dengan


mekanisme trauma
2.1.6.4.1 Fraktur Transversal Fraktur yang arahnya melintang pada tulang dan
merupakan akibat trauma angulasi atau langsung.
2.1.6.4.2 Fraktur Oblik Fraktur yang arah garis patahnya membentuk sudut
terhadap sumbu tulang dan merupakann akibat trauma angulasi juga.
2.1.6.4.3 Fraktur Spiral Fraktur yang arah garis patahnya berbentuk spiral yang
disebabkan trauma rotasi.
2.1.6.4.4 Fraktur Kompresi Fraktur yang terjadi karena trauma aksial fleksi yang
mendorong tulang ke arah permukaan lain.
2.1.6.4.5 Fraktur Avulsi Fraktur yang diakibatkan karena trauma tarikan atau
traksi otot pada insersinya pada tulang.

2.1.6.5 Berdasarkan jumlah garis patah


2.1.6.5.1 Fraktur Komunitif Fraktur dimana garis patah lebih dari satu dan
saling berhubungan.
2.1.6.5.2 Fraktur Segmental Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
berhubunganFraktur Multiple Fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak pada tulang yang sama.
2.1.6.5.3 Fraktur Multiple Fraktur dimana garis patah lebih dari satu tapi tidak
pada tulang yang sama.

2.1.6.6 Berdasarkan pergeseran fragmen tulang


2.1.6.6.1 Fraktur Undisplaced (tidak bergeser)
Garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
2.1.6.6.2 Fraktur Displaced (bergeser)
Terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen,
terbagi atas :
1. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah
sumbu dan overlapping).
2. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
3. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling
menjauh).
2.1.6.7 Fraktur Patologis Fraktur yang diakibatkan karena proses patologis
tulang.
2.1.6.8 Fraktur Kelelahan Fraktur akibat tekanan yang berulang-ulang.
Klasifikasi Fraktur Tertutup Berdasarkan Keadaan Jaringan Lunak di
Sekitar Trauma (Asikin & Nasir, 2016) :
1. Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2. Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3. Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4. Tingkat 3 : Cedera berat dengan keruskan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindroma kompartemen.

2.1.7  Pemeriksaan Diagnostik


Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:
2.1.7.1 Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur
2.1.7.2 Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
2.1.7.3 Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai.
2.1.7.4 Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada
taruma multiple).
2.1.7.5 Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren ginjal.
2.1.7.6 Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple atau cedera hari.

2.1.7.1.3 Laboratorium.
2.1.7.1.3.1 Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dilakukan untuk mengkaji adanya/ tahap karsinoma.
2.1.7.1.3.2 Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan
ventilasi.
2.1.7.1.3.2 Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
2.1.7.1.4 Histopatologi.
2.1.7.1.4.1 Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi
lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
2.1.7.1.4.2 Biopsi Trans Torakal (TTB).
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuranc.    Torakoskopi Biopsi tumor didaerah pleura memberikan
hasil yang lebih baik dengan cara torakoskopi.
2.1.7.1.4.3 Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang
terlibat.
2.1.7.1.4.4 Torakotomi
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
2.1.7.4.5 Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan
pleura
b. MRI, untuk menunjukkan keadaan mediastinum.

2.1.8   Penatalaksanaan Medik


Pembedahan, memiliki kemungkinan kesembuhan terbaik, namun hanya <
25% kasus yang bisa dioperasi dan hanya 25% diantaranya ( 5% dari
semua kasus ) yang telah hidup setelah 5 tahun. Tingkat mortalitas
perioperatif sebesar 3% pada lobektomi dan 6% pada pneumonektomi
2.1.8.1 Radioterapi radikal, digunakan pada kasus kanker paru bukan sel kecil
yang tidakbisa dioperasi. Tetapi radikal sesuai untuk penyakit yang
bersifat lokal dan hanya menyembuhklan sedikit diantaranya.
2.1.8.2 Radioterapi paliatif, untuk hemoptisis, batuk, sesak napas atau nyeri
Local.
2.1.8.3 Kemoterapi
2.1.8.4 Terapi endobronkia, seperti kerioterapi, tetapi laser atau penggunaan stent
dapat memulihkan gejala dengan cepat pada pasien dengan penyakit
endobronkial yang signifikan
2.1.8.5 Perawatan faliatif, opiat terutama membantu mengurangi nyeri dan
Dyspnea Steroid membantu mengurangi gejala non spesifik dan
memperbaiki selera makan

2.2 Manajemen Keperawatan


2.2.1 Pengkajian keperawatan
1) Identitas Klien
Nama,umur,jenis kelamin, alamat, agama, pekerjaan, kebangsaan, suku,
pendidikan, tanggal MRS, Diagnosa medis
2) Keluhan utama
Klien mengatakan merasakan nyeri pada bagian kaki kanan klien saat di
tekuk dan mengatakan ada batuk batuk dan sedikit sesak, kesadaran
klien compos menthis dan klien merasa lelah
3) Riwayat penyakit
a. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien fraktur /patah tulang dapat disebabkan oleh trauma /
kecelakaan degenerative dan pathologis yang didahului dengan
pendarahan,kerusakan jaringan sekitar mengakibatkan nyeri ,bengkak
kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan
b. Riwayat penyakit sebelumnya
Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian patah tulang atau tidak
sebelumnya dan ada / tidaknya klien mengalami pembedahan
perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
c. Riwayat penyakit keluarga
Pada keluarga klien ada / tidak yang menderita penyakit keturunan
seperti hipertensi, Dm , tuberculosis atau penyakit lain yang sifatnya
menurun dan menular lainnya.
2.2.2 Pernafasan (B1: Breathing)
2.2.2.1 Inspeksi.Terlihat adanya peningkatan usaha dan frekuensi pernafasan
serta penggunaan otot bantu nafas. Bentuk dada barrel chest (akibat
udara yang tertangkap) atau bisa juga normo chest, penipisan massa otot,
dan pernapasan dengan bibir dirapatkan. Pernapasan abnormal tidak
fektif dan penggunaan otot- otot bantu nafas (sternocleidomastoideus).
Pada tahap lanjut, dispnea terjadi saat aktivitas bahkan pada aktivitas
kehidupan sehari-hari seperti makan dan mandi. Pengkajian batuk
produktif dengan sputum purulen disertai demam mengindikasikan
adanya tanda pertama infeksi pernafasan.
2.2.2.2 Palpasi.Pada palpasi, ekspansi meningkat dan taktil fremitus biasanya
menurun.Perkusi.Pada perkusi didapatkan suara normal sampai hiper
sonor sedangkan diafrgama menurun.Auskultasi. Sering didapatkan
adanya bunyi nafas ronchi dan wheezing sesuai tingkat beratnya
obstruktif pada bronkiolus. Pada pengkajian lain, didapatkan kadar
oksigen yang rendah (hipoksemia) dan kadar karbondioksida yang tinggi
(hiperkapnea) terjadi pada tahap lanjut penyakit. Pada waktunya, bahkan
gerakan ringan sekalipun seperti membungkuk untuk mengikat tali
sepatu, mengakibatkan dispnea dan keletihan (dispnea eksersorial). Paru
yang mengalami emfisematosa tidak berkontraksi saat ekspirasi dan
bronkiolus tidak dikosongkan secara efektif dari sekresi yang
dihasilkannya. Pasien rentan terhadap reaksi inflamasi dan infeksi akibat
pengumpulan sekresi ini. Setelah infeksi terjadi, pasien mengalami mengi
yang berkepanjangan saat ekspirasi.
2.2.3 Kardiovaskuler (B2:Blood).
Sering didapatkan adanya kelemahan fisik secara umum. Denyut nadi
takikardi. Tekanan darah biasanya normal. Batas jantung tidak
mengalami pergeseran. Vena jugularis mungkin mengalami distensi
selama ekspirasi. Kepala dan wajah jarang dilihat adanya sianosis.
2.2.4 Persyarafan (B3: Brain)
Kesadaran biasanya compos mentis apabila tidak ada komplikasi
penyakit yang serius.
2.2.5 Perkemihan (B4: Bladder)
Produksi urin biasanya dalam batas normal dan tidak ada keluhan pada
sistem perkemihan. Namun perawat perlu memonitor adanya oliguria
yang merupakan salah satu tanda awal dari syok
.
2.2.6 Pencernaan (B5: Bowel)
Pasien biasanya mual, nyeri lambung dan menyebabkan pasien tidak
nafsu makan. Kadang disertai penurunan berat badan.
2.2.7 Tulang, otot dan integument (B6: Bone).
Kerena penggunaan otot bantu nafas yang lama pasien terlihat keletihan,
sering didapatkan intoleransi aktivitas dan gangguan pemenuhan ADL
(Activity Day Living).
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan gangguan
muskoloskeletal( D.0064, Hal 124)
2.3.2.2 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik : trauma ( D.0077,
Hal 172)
2.3.2.3 Defisit perawatan diri berhubungan dengan Gangguan muskuloskeletal
(D.0109, Hal 240)
2.3.2.4 Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasif. (D.0142, Hal
304)
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan ( Kriteria Hasil) Intervensi
1) Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan Dukungan Mobilisasi (I.05177)
berhubungan dengan gangguan selama 2x24 jam diharapkan keutuhan Observasi
muskoloskeletal kulit atau jaringan dapat terpenuhi dengan 1. Identifikasi keterbatasan pergerakan
KH: sendi
1. Pergerakan meningkat ( Skor 5 ) 2. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau
2. Kekuatan otot meningkat ( Skor 5 ) nyeri pada saat bergerak
3. Rentang gerak Meningkat ( Skor 5 ) Terapeutik
4. Nyeri Menurun ( Skor 5 ) 1. Cegah terjadinya cedera selama
5. Kecemasan menurun ( Skor 5 ) latihan rentang gerak dilakukan
2. Failitasi mengoptimalkan posisi
tubuh untuk pergerakkan endi yang
aktif dan pasif
3. Lakukan gerakan pasif dengan
bantuan sesuai indikasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan danprosedur latihan
2. Anjurkan melakukan rentang gerak
pasif dan aktif secara sistematis
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latihan,
jika perlu
2) Defisit perawatan diri Setelah dilakukan tindakan keper selama Dukungan Perawatan Diri ( I.11348)
berhubungan dengan Gangguan 2x24 jam diharapkan nyeri dapat Observasi
muskuloskeletal berkurang dengan KH : 1. Identifiksi kebiasaan aktivitas
1. Kemampuan mandi meningkat ( Skor perawatan diri sesuai usia
5) 2. Monitor tingkat kemandirian
2. Kemampuan ke toilet (BAB/BAK) Terapeutik
meningkat ( Skor 5) 1. Dampingi dalam melakukan
3. Mempertahankan kebersihan diri perawatan diri sampai mandiri
meningkat ( Skor 5) 2. Fasilitasi kemandirian, bantu jika
4. Mempertahankan kebersihan mulut tidak mampu melakukan perawatan
meningkat ( Skor 5) diri
3. Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
1. Anjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten sesuai kemaampuan
3) Nyeri akut b.d agen pencidera fisik Setelah dilakukan tindakan keper selama Manajemen Nyeri ( I.08238 Hal 201)
: trauma 3x 7 jam diharapkan nyeri dapat Observasi
berkurang dengan KH : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
1) Keluhan nyeri menurun ( Skor 5 ) durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
2) Meringis menurun ( Skor 5 ) nyeri.
3) Sikap protektif menurun ( Skor 5 ) 2. Identifikasi skala nyeri
4) Gelisah Menurun ( Skor 5 ) 3. Identifikasi respon nyeri verbal
5) Frekuensi nadi membaik ( Skor 5) Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmkologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu
ruanganm pencahayaan, kebisingan)
3. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
2. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
3. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
4. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
4) Resiko Infeksi dibuktikan dengan efek Setelah dilakukan tindakan keperawatan Pencegahan Infeksi ( I.14539 Hal 278)
prosedur invasif. selama 3x 7 jam diharapkan derajat infeksi Observasi
dapat menurun dengan KH: 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
1. Demam menurun dan sistemik
2. Kemerehan menurun Terapeutik
3. Nyeri menurun 1. Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun 2. Berikan perawatan kulit pada area
5. Kultur area luka membaik edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan lingkungan
pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
3. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
4. Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
2.3.5 Implementasi Keperawatan
Implementasi merupakan suatu tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai
dengan rencana intervensi keperawatan yang selalu ditentukan untuk mengatasi
masalah keperawatan yang muncul.

2.3.5 Evaluasi keperawatan


Evaluasi keperawatan adalah penilaian dengan cara membandingkan
perubahan keadaan pasien dengan tujuan dan kriteria hasil yang dipersiapkan pada
tahap intervensi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
Nama Mahasiswa : Febiyanti
NIM : 2018.C.10a.0935
Ruang Praktek : Muskuloskeletal
Tanggal Praktek : 10 Oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 10 Oktober 2020 & Pukul 08.00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Pada saat dilakukan pengkajian pada hari Selasa 10 oktober 2020, pukul :
08.00 WIB pada Tn. B jenis kelamin laki-laki, berusia 22 tahun, suku
Dayak/Indonesia, beragama Islam, pekerjaan Buruh serabutan, pendidikan
SD , status perkawinan : Belum kawin, alamat Jl. Handiz Sohor 1, Kotim .
Masuk Rumah Sakit dr. Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 02
Oktober 2020 dengan diagnosa medis Fraktur Cruris Sinistra.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengeluh “kaki sebelah kiri saya terasa nyeri” hasil pengkajian nyeri
didapatkan P = nyeri pada saat beraktivitas maupun pada saat beristirahat, Q
= nyeri seperti disayat , R = Pada kaki kiri bagianbetis, S = skala nyeri 7 ( 1-
10) T = nyeri dirasakan hilang timbul dengan durasi ±10 menit, nyeri akan
sangat terasa jika kaki digerakkan.

3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang


Pada tanggal 02 Oktober 2020 pukul 14.00 WIB Klien mengalami
kecelakaan lalu lintas pada saat hendak pulang kerumah setelah bekerja.
Klien kemudian langsung dibawa oleh warga yang menolong ke IGD dr
dr Doris Sylvanus. Dari hasil pemeriksaan di IGD dipatkan kaki kiri klien
tidak dapat digerakan. Klien kemudian dipasangi spalk dan mendapatkan
terapi infus RL 20 tpm, ATS 1 gram (IM), Injeksi Antrain 1 Gramm
kemuadian klien dirawat inap di ruang muskoloskeletal dr Doris sylvanus
untuk diberikan perawatan lebih lanjut,
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan bahwa klien tidak memiliki riwayat penyakit hipertensi
diabtes mellitus dan mengalami patah tulang sebelumnya.

3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Klien mengatakan bahwa tidak ada anggota keluarga yang memiliki
riwayat penyakit DM, Hipertensim hepatitis dan penyakit lainnya.
KELUARGA :

Keterangan :

= Laki – Laki

= Perempuan

= Pasien
= Tinggal Bersama
= Meninggal

2.1.3 Pemerikasaan Fisik


2.1.3.1 KeadaanUmum
Klien tampak meringis, kesadaran composmethis ,tampak luka terbuka
pada kaki sebelah kiri 10 x 4x 2 cm, ,tampak terpasang infus RL pada
tangan sebelah kiri, tampak terpasang spalk pada kaki sebelah kiri, klien
terbaring dengan posisi telentang dan dapat duduk, penampilan cukup rapi
1.1.3.1 Status Mental
Tingkat kesadaran compos methis, ekpresi wajah nampak seperti menahan
sakit, bentuk badan sedang, cara berbaring terlentang, tidak dapat bergerak
bebas, berbicara jelas, suasana gelisah, penampilan cukup rapi. Fungsi
kognitif : pasien mengetahui waktu (pagi, sore, malam), pasien mampu
mengenal keluarga dan perawat ruangan, pasien mengetahui dirinya
berada di Rumah Sakit.

2.1.3.3 Tanda-tanda Vital


Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil ,Suhu : 37 ºC / Axila,
Nadi : 96x/menit, RR : 24x/menit, TD : 130/100 mmHg.
2.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Pada saat dilakukan pengkajian didapatkan hasil dada klien simetris, klien
tidak merokok, tidak ada batuk, tidak ada sianosis dan nyeri dada, tipe
pernafasan dada dan perut, irama pernafasan teratur, suara napas vesikuler
dan tidak ada bunyi nafas tambahan
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2.1.3.5 Cardiovaskuler (Bleeding)
Klien tidak merasa nyeri dada, kram kaki, pusat, pusing/sinkop, clubbing
finger, sianosis, sakit kepala, palpitasi, pingsan, capillary refill < 2 detik,
tidak ada oedema, tidak ada asites dengan lingkar peut 80 cm.Ictus cordis
tidak terlihat, vena jugularis tidak meningkat, dan suara jantung normal,
S1>S2; lub dub.
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
2.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Penilaian kesadaran pada Tn. B di dapatkan nilai GCS : 15 dimana
E : 4 (membuka mata spontan), V : 5 (orientasi baik), M : 6 (mengikuti
perintah), Kesadaran composmethis, Pupil isokor, reflek cahaya kanan
positif (+) kiri positif(+). Terdapat nyeri pada bagian leher, dada,
punggung, dan kedua tangan klien, klien tampak gelisah.
Uji 12 saraf kranial : Nervus Kranial I : (Olfaktrius) klien dapat
membedakan bau parfum dan minyak kayu putih. Nervus Kranial II :
(Optikus) klien dapat melihat dengan jelas .Nervus Kranial III :
(Okulomotorius) pasien dapat menggerakan bola mata ke atas dan ke
bawah. Nervus Kranial IV : (Troklear) pasien dapat menggerakan bola
mata secara normal. Nervus Kranial V (Trigeminal) klien dapat
memejamkan mata. . Nervus Kranial VI : (Abdusen) : klien dapat
mengerutkan dahi. Nervus Kranial VII : (Facial) klien dapat menggerakan
alis . Nervus Kranial VIII : (Albitorius) klien dapat mendengar dengan
jelas. Nervus Kranial IX : (Glosofaringeal) pasien dapat membedakan rasa
asin, manis, dan pahit. Nervus Kranial X : (Vagus) Pasien mampu
menelan. Nervus Kranial XI : (Asesoris) pasien mampu mengangkat bahu
dan memegang kepala. Nervus Kranial XII (Hipoglosal) pasien dapat
menjulurkan lidah keluar.
Dari uji koordinasi didapatkan hasil : ekstermitas atas jari ke jari (+)
jari ke hidung (-), ekstermitas bawah tumit ke jempol kaki (+). Uji
kestabilan tubuh didapatkan hasil (-), refleks bisep (-), trisep (-),
brakioradialis (+), patella (+), Achilles (+),babinski (+).
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2.1.3.7 Eliminasi Urine (Bladder)
Dari pengkajian pada klien tidak terpasang kateter, produksi urine 700
ml/7 jam, warna kuning, bau khas amoniak urin menetes.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
2.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Dari pengkajian didapatkan hasil bibir tampak kering, gigi lengkap, tidak
ada karies, gusi tidak bengkak, tidak ada lesi dan peradangan, lidah tidak
ada lesi dan peradangan, mukosa kering, tonsil tidak ada peradangan, BAB
2x sehari warna coklat padat, bising usus 8x/menit, tidak teraba massa atau
benjolan.
Masalah Keperawatan : Tidak Ada Masalah Keperawatan
2.1.3.9 Tulang Otot integumen (Bone)
Dari pengkajian yang dilakukan didapatkkan hasil kemampuan
pergerakkan sendi terbatas klien, tidak terdapat paralise,
hemiparese,krepitasi,flasiditas, spastisitas,kekakuan dan oedema, adanya
fiksasi eksternal tampak ada luka terbuka 10 x 4 2 cm bengkak,
kemerahan dan terasa nyeri pada kaki sebelah kiri diukuran otot tropi,
kekuatan uji otot ekstremitas atas 5/5, kekuatan uji otot ekstremitas bawah
5/3, dan tulang belakang normal
Masalah Keperawatan : Gangguan Mobilitas Fisik

2.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Dari pengkajian didapatkan hasil klien tidak ada riwayat alergi obat,
tidak ada alergi makanan, tidak ada riwayat alergi kosmesik, suhu kulit
panas, warna kulit coklat , turgor normal, tekstur kulit kasar terdapat luka
terbuka 10 x 4 x 2 tidak ada jaringan parut, tekstur rambut kasar,
distribusi rambut jarang bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan : Resiko Infeksi
3.1.3.11 Sistem Pengindraan
Fungsi penglihatan baik, gerakkan bola mata normal, tidak ada visus,
scelera norma/putih, kornea bening, tidak ada nyeri. Dan tidak ada
keluhan lain, klien dapat mendengar dengan baik. bentuk hidung
simetris, tidak ada lesi, patensi, obstruksi, nyeri tekan sinus,
trensluminasi. Cavum nasal berwarna merah muda dengan integritas
baik, dan septum nasal baik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
2.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Massa tidak teraba, kelenjar limfe tidak teraba, kelenjat tiroid tidak teraba,
mobilitas leher bebas.
2.1.3.13 Sistem Reproduksi
Tidak terpasang kateter, tidak ada kelainan genetalia, genetalia bersih
2.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
2.1.4.1 Presepsi terhadap kesehatan dan penyakit :
Klien mengatakan sehat itu sesuatu yang penting karna kesehatan klien
sangat penting bagi mereka.
2.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme
TB : 168 Cm
BB sekarang : 58Kg
BB Sebelum sakit : 59Kg
IMT : (58 : 2,8) = 20 (Normal)

Pola makan
Sesudah sakit Sebelum sakit
sehari-hari
Frekuensi 3x sehari 3x sehari
Porsi ½ - 1 porsi 1 porsi
Nafsu Makan Sedikit berkurang Baik
Jenis Makanan Nasi, sayur, ikan Nasi.sayur,ikan
dll dll.
Jenis Minuman Air putih Air putih dan teh
hangat
Jumlah ± 1100cc-1500cc ± 1100-1500 CC
minum/cc/24 jam
Kebiasaan makan Disiapkan oleh Masak sendiri
RS
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada masalah
masalah
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah
2.1.4.3 Pola istirahat dan Tidur
Sebelum sakit : ± 2 jam dan tidur malam ± 7 jam
Sesudah sakit : ±2 jam dan tidur malam ± 4 jam
Masalah keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2.1.4.4 Kongnitif
Klien dan Keluarga klien mengetahui tentang penyakitnya
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
2.1.4.5 Konsep diri
Gambaran diri : Klien seorang yang sakit yang perlu perawatan
Ideal diri : Ingin cepat sembuh
Identitas Diri : Seorang laki-laki, dan seorang kakak dari ketiga adiknya
Peran diri : Sebagai tulang punggung keluarga, selama di rumah sakit
klien mengatakan tidak bisa melakukan dapat bekerja
karena masih sakit
Harga diri : klien tidak merasa malu dengan keadaanya sekarang
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

2.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari


Sebelum sakit Sesudah sakit
Selama di rumah pasien sebagai Selama dirumah sakit klien hanya
tulang punggung kelurgam berbaring ditempat tidur dan kadang
bekerja sebagai buruh serabutan duduk,segala kebutuhan klien
untuk memebuhi Skala aktivitas : dibantu keluarga dan perawat. Skala
1 (mandiri) aktivitas : 3 (memerlukan bantuan/
pengewasan/ bimbingan sederhana)
Masalah Keperawatan : Defisit Perawatan Diri
2.1.4.7 Koping-Tolerasi terhadap stress
Koping individu baik,bila ada masalah cerita dengan istrinya
Masalah keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
2.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Menganut agama islam,nilai keyakinan dengan tindakan medis tidak ada
pengaruhnya, pasien menerima tindakan medis
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan.
2.1.5 Sosial Spiritual
2.1.5.1 Kemampuan Berkomunikasi
Klien dapat berbicara dengan jelas
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan
2.1.5.2 Bahasa Sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa Banjar dan indonesia
2.1.5.3 Hubungan Dengan Keluarga
Baik dan Harmonis
2.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Pasien menerima orang baru seperti perawat dan mampu bersosialisasi
dengan orang lain
2.1.5.5 Orang Penting / terdekat
Istri,anak dan keluarga
2.1.5.6 Kebiasaan Menggunakan Waktu Luang
Berkumpul dan jalan bersama anak-anaknya
2.1.5.7 Kegiatan Beribadah
Klien selama sakit tidak pernah beribadah
2.1.6 Data Penunjang (Radiologis,Laboratorium,penunjang lainya)
a. Laboratorium
Tgl : 10/10/2020
No Paramter Hasil Satuan Nilai normal

1. WBC 19,5 u/l 4,0-10,0 u/l


2. Limfosit 11,0 % 20- 40
3. MID 1.7 u/l
4. GRA 15,7 % 50-70
5. RBC 27 U/L 3,5-5,5
6. Hgb 12,53 (g/dl) ( 10.5 – 18.0 )
7. HCT 38,1 % ( 37.0- 48.0 )
8. MCV 93,6 % (90,0- 95.0)
9. MCHC 32,3 g/dl 32-40
10. RDW 12,8 % 11,5 -14,5
11. PLT 344 % 150-400
12. MPV 7,9 8-12

b. Radiologi
Tanggal 10/10/2020
Tampak jelas lokasi fraktur cruris sinistra, jenis fraktur terbuka yaitu fragmen
tulang menembus kulit.
2.1.7 Penatalaksanaan Medis
Obat Dosis Rute Indikasi
Digunakan untuk
Inf. RL 20 tpm IV memenuhi kubutuan
cairan
Antibiotic menghentikan
Ciprofloxasin 500 mg 3x1 Oral pertubuhan bakteri dan
mencegah infeksi
Digunakan untuk
Asam mefenamat 500 mg 3x1 Oral
meredakan nyeri
Digunakan sebelum
Ceptriaxon 2 x1 gr IM/IV operasi untuk mecegah
infeksi
Palangka Raya, 10 Oktober 2020
Mahasiswa

Febiyanti

ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF DAN DATA KEMUNGKINAN


MASALAH
OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Terputusnya kontinuitas Nyeri Akut
Klien mengatakan “ kaki kiri saya jaringan dan tulang
terasa nyeri” P = nyeri pada saat
beraktivitas maupun pada saat perangsangan pada
beristirahat, Q = nyeri seperti reseptor nyeri
disayat , R = Pada kaki kiri
bagianbetis,T = nyeri dirasakan nyeri dipersepsikan ke
hilang timbul dengan durasi ±10 hipotalamus
menit, nyeri akan sangat terasa jika
kaki digerakkan Reaksi nyeri
DO =
- Klien tampak meringis
- Kaki sebelah kiri tampak bengkak
- Skala nyeri 7 ( skala 1-10)
- Kekuatan tonus otot ekstermitas
bawah kiri =3
- TD = 130/90 mmHg
- N = 96x/menit.
-

DS: Tindakan pembedahan Resiko Infeksi


Pasien mengatakan “ saya merasa
luka saya terasa panas”.
DO: Adanya luka terbuka
- Adanya luka terbuka ± 10 cm
- Adanya kemerahan pada luka
- Suhu = 37 ℃ Post de entri kumana
DS : Fraktur terbuka Gangguan Mobilitas
Klien mengatakan “ segala Fisik
aktivitas dan kebutuhansaya Kerusakan jaringan lunak
: tendon , otot,ligamen
dibantu oleh keluarga dan perawat”
dan pembuluh darah
DO :
- Klien tampak berbaring ditempat tidur
Menimbulkan nyeri
- Terpasang spalk Pada kaki kiri gerak
- Skala aktivitas = 3
Imobilisasi
PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencidera fisik : trauma dibuktikan dengan : Klien
mengatakan “ kaki kiri saya terasa nyeri” nyeri terasa pada saat beraktivitas maupun pada
saat beristirahat,nyeri seperti disayat , Pada kaki kiri bagian betis,nyeri dirasakan hilang
timbul dengan durasi ±10 menit, nyeri akan sangat terasa jika kaki digerakkan ,Klien
tampak meringis ,Kaki sebelah kiri tampak bengkak , Skala nyeri 7 ( skala 1-10) ,
Kekuatan tonus otot ekstermitas bawah kiri =3, TD = 130/90 mmHg, Nadi = 96x/menit.

2. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan musculoskeletal dibuktikan


dengan Klien mengatakan “ segala aktivitas dan kebutuhan saya dibantu oleh keluarga
dan perawat”Klien tampak berbaring ditempat tidur, Terpasang spalk Pada kaki kiri, Skala
aktivitas =3

3. Resiko infeksi dibuktikan dengan efek prosedur invasive ,luka terasa panas ,Adanya luka
terbuka ± 10 cm ,Adanya kemerahan pada luka, Suhu = 37 ℃
RENCANA KEPERAWATAN
Diagnosa Keperawatan Tujuan ( Kriteria Hasil) Intervensi
1. Nyeri akut b.d agen Setelah dilakukan tindakan keper selama 3x 7 jam 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
pencidera fisik : trauma diharapkan nyeri dapat berkurang dengan KH : durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
1. Keluhan nyeri menurun ( Skor 5 ) nyeri.
2. Meringis menurun ( Skor 5 ) 2. Identifikasi skala nyeri
3. Sikap protektif menurun ( Skor 5 ) 3. Identifikasi respon nyeri verbal
4. Gelisah Menurun ( Skor 5 ) 4. Berikan teknik nonfarmkologis untuk
5. Frekuensi nadi membaik ( Skor 5) mengurangi rasa nyeri
5. Kontrol lingkungan yang memperberat
rasa nyeri (mis. Suhu ruanganm
pencahayaan, kebisingan)
6. Jelaskan strategi meredakan nyeri
7. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
8. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
9. Ajarkan teknik non farmakologis
untuk mengurangi nyeri
10. Kolaborasi pemberian analgetik, jika
perlu
2. Gangguan Mobilitas Fisik Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1. Identifikasi keterbatasan pergerakan
berhubungan dengan gangguan 2x24 jam diharapkan keutuhan kulit atau jaringan sendi
muskoloskeletal dapat terpenuhi dengan KH: 2. Monitor lokasi ketidaknyamanan atau
1. Pergerakan meningkat ( Skor 5 ) nyeri pada saat bergerak
2. Kekuatan otot meningkat ( Skor 5 ) 3. Cegah terjadinya cedera selama
3. Rentang gerak Meningkat ( Skor 5 ) latihan rentang gerak dilakukan
4. Nyeri Menurun ( Skor 5 ) 4. Fasilitasi mengoptimalkan posisi
5. Kecemasan menurun ( Skor 5 ) tubuh untuk pergerakkan endi yang
aktif dan pasif
5. Lakukan gerakan pasif dengan
bantuan sesuai indikasi
6. Jelaskan tujuan danprosedur latihan
7. Anjurkan melakukan rentang gerak
pasif dan aktif secara sistematis
8. Kolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latihan, jika
perlu
3. Resiko Infeksi dibuktikan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x 7 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local
dengan efek prosedur invasif. jam diharapkan derajat infeksi dapat menurun dan sistemik
dengan KH: 2. Batasi jumlah pengunjung
1. Demam menurun ( Skor 5) 3. Berikan perawatan kulit pada area
2. Kemerehan menurun( Skor 5) edema
3. Nyeri menurun ( Skor 5) 4. Cuci tangan sebelum dan sesudah
4. Bengkak menurun ( Skor 5) kontak dengan pasien dan lingkungan
5. Kultur area luka membaik ( Skor 5) pasien
5. Pertahankan teknik aseptic pada
pasien beresiko tinggi
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan
benar
8. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka
atau luka operasi
9. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika
perlu
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. B
Hari / Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Tanggal Jam Nama Perawat
10 Oktober Dx I : S : Klien Mengatakan nyeri masih terasa Febiyanti
2020 namun sudah agak berkurang
1. Mengidentifikasi lokasi,
07.00 WIB karakteristik, durasi, frekuensi, O :
kualitas, intensitas nyeri. - Muka masih tampak meringis
2. Mengidentifikasi skala nyeri - Luka masih Nampak bengkak
3. Mengidentifikasi respon nyeri - Skala nyeri = 5 ( Skala 1-10)
verbal - Klien Nampak masih bersikap
4. Memberikan teknik nonfarmkologis protektif ( Skor 4 )
untuk mengurangi rasa nyeri - Gelisah Nampak berkurang ( Skor
5. Mengontrol lingkungan yang 5)
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu - Nadi = 86x/menit
ruanganm pencahayaan, kebisingan) - TD =100/80 mmHg
6. Menjelaskan strategi meredakan A: Masalah teratasi sebagian
nyeri
P : lanjutkan intervensi No 4,5,6,9, 10
7. Menganjurkan memonitor nyeri
secara mandiri
8. Menganjurkan menggunakan
analgetik secara tepat
9. Mengajarkan teknik non
farmakologis untuk mengurangi
nyeri
10. Berkolaborasi pemberian analgetik,
jika perlu
11 Oktober Dx II : S = Klien mengatakan masih dibantu Febiyanti
2020 keluar dan perawat saat melakukan
1. Mengidentifikasi keterbatasan
aktivitas
7.0 WIB pergerakan sendi
O=
2. Memonitoring lokasi
- Pergerakan masih Nampak terbatas dan
ketidaknyamanan atau nyeri pada
dibantu oleh perawat dan keluarga
saat bergerak
- Kekuatan otot = 3
3. Mencegah terjadinya cedera selama
- Rentang gerak sedang ( Skor 3 )
latihan rentang gerak dilakukan
- Skala nyeri = 6 ( skala 1-10)
4. Memfasilitasi mengoptimalkan
- klien masih Nampak cemas
posisi tubuh untuk pergerakkan
A = Masalah belum teratasi
sendi yang aktif dan pasif
5. Melakukan gerakan pasif dengan P = Melanjutkan intervensi No
1,2,3,4,5,7,8
bantuan sesuai indikasi
6. Menjelaskan tujuan danprosedur
latihan
7. Menganjurkan melakukan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
8. Berkolaborasi dengan fisioterapis
mengembangkan program latihan,
jika perlu

11 Oktober Dx III : S : klien mengatakan luka sudah tidak Febiyanti


2020 1. Memonitoring tanda dan gejala terasa panas
13. 00 WIB infeksi local dan sistemik O:
2. Membatasi jumlah pengunjung - Suhu = 36,4 ℃
3. Memberikan perawatan kulit pada - Luka masih tampak Kemerahan
area edema - Bengkak tampak berkurang
4. Mencuci tangan sebelum dan - Kultur area luka cukup membaik (
sesudah kontak dengan pasien dan - Skala nyeri = 6 ( Skala 1-10)
lingkungan pasien A : Masalah teratasi sebagian
5. Mempertahankan teknik aseptic
P : lanjutkan intervensi No 3,4,5,dan 9
pada pasien beresiko tinggi
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Mengajarkan cara mencuci tangan
dengan benar
8. Mengajarkan cara memeriksa
kondisi luka atau luka operasi
9. Berkolaborasi pemberian imunisasi,
jika perlu
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, LJ.2012.Buku Saku Diagnosis Keperawatan Ed.13.Jakarta: EGC

Perry & Potter. 2005.Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan
Praktik Vol. 1. Edisi 4.Jakarta:EGC

Perry & Potter. 2010. Fundamental of Nursing Fundamental Keperawatan Buku 3


Ed.7.Jakarta:EGC

Sarwadi & Erwanto.2014. Buku Pintar Anatomi Tubuh Manusia.Jakarta:Dunia


Cerdas

Anda mungkin juga menyukai