FRAKTUR METKARPAL
a. Definisi
Fraktur atau patah tulang adalah keadaan dimana hubungan atau kesatuan jaringan
tulang terputus. Tulang mempunyai daya lentur (elastisitas) dengan kekuatan yang
memadai, apabila trauma melebihi dari daya lentur tersebut maka terjadi fraktur (patah
tulang). Definisi lain fraktur sebagaimana dikemukakan oleh para ahli adalah sebagai
berikut:
✓ Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan/atau tulang
rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa (Mansjoer, 2000).
✓ Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya
(Smeltzer & Bare, 2001).
✓ Fraktur tulang adalah patah pada tulang (Corwin, 2009).
b. Etiologi
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorpsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan
langsung, gaya remuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem.
Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan berpengaruh mengakibatkan edema
jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, rupture tendon, kerusakan
saraf, dan kerusakan pembuluh darah.
Menurut Corwin (2009), penyebab fraktur tulang paling sering adalah trauma,
terutama pada anak-anak dan dewasa muda. Beberapa fraktur dapat terjadi setelah trauma
minimal atau tekanan ringan apabila tulang lemah (fraktur patologis) fraktur patologis
sering terjadi pada lansia yang mengalami osteoporosis, atau indivisu yang mengalmai
tumor tulang, infeksi, atau penyakit lain. Fraktur stress atau fraktur keletihan dapat terjadi
pada tulang normal akibat stress tingkat rendah yang berkepanjangan atau berulang,
biasanya menyertai peningkatan yang cepat tingkat latihan atlet atau permulaan aktivitas
fisik yang baru (Corwin, 2009).
Patah tulang biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan
sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang, dan jaringan lunak di sekitar tulang yang akan
menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Penyebab
terjadinya fraktur adalah trauma, stres kronis dan berulang maupun pelunakan tulang yang
abnormal.
Fraktur jari-jari tangan terbagi atas 3 :
a) Baseball finger (mallet finger) : fraktur ujung jari yang dalam keadaan tiba-tiba fleksi
pada sendi interfalang karena trauma.
b) Boxer fracture (street fighter’s fracture) : fraktur kolum metacarpal V terjadi karena
tidak tahan terhadap trauma langsung ketika tangan mengepal.
c) Fraktur bennet : fraktur dislokasi basis metacarpal I (arief mansjoer . 2000)
c. Patofisiologi
Fraktur ganggguan pada tulang biasanya disebabkan oleh trauma gangguan
adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress, gangguan fisik, gangguan metabolic, patologik.
Kemampuan otot mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.
Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume darah
menurun. COP menurun maka terjadi perubahan perfusi jaringan. Hematoma akan
mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi odem lokal maka penumpukan di dalam
tubuh. Fraktur terbuka atau tertutup akan mengenai serabut saraf yang dapat
menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri. Selain itu dapat mengenai tulang dan dapat
terjadi revral vaskuler yang menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik
terganggau. Disamping itu fraktur terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang
kemungkinan dapat terjadi infeksi dan kerusakan jaringan lunak akan mengakibatkan
kerusakan integritas kulit
d. Manifestasi klinis
Nyeri biasanya merupakan gejala yang sangat nyata. Nyeri bisa sangat hebat dan
biasanya makin lama makin memburuk, apalagi jika tulang yang terkena digerakkan.
Menyentuh daerah di sekitar patah tulang juga bisa menimbulkan nyeri. Alat gerak tidak
dapat berfungsi sebagaimana mestinya, sehingga penderita tidak dapat menggerakkan
lengannya, berdiri diatas satu tungkai atau menggenggam dengan tangannya. Darah bisa
merembes dari tulang yang patah (kadang dalam jumlah yang cukup banyak) dan masuk
kedalam jaringan di sekitarnya atau keluar dari luka akibat cedera.
Adanya fraktur dapat ditandai dengan adanya:
a. Pembengkakan. Kecuali frakturnya terjadi jauh didalam seperti pada tulang leher atau
tulang paha.
b. Perubahan bentuk, dapat terjadi angulasi (terbentuk sudut), rotasi (terputar), atau
pemendekan.
c. Terdapat rasa nyeri yang sangat pada daerah fraktur.
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), manifestasi klinis fraktur antara lain:
a. Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fragmen tulang diimobilisasi.
b. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung bergerak
secara tidak alamiah (gerakan luar biasa) bukannya tetap rigid seperti normalnya.
Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas
(terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan membandingkan
dengan ekstremitas normal.
c. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya kerena kontraksi
otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
d. Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan yang lainnya.
e. Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi sebagai akibat trauma dan
perdarahan yang mengikuti fraktur.
d. Penatalaksanaan Medik
Tujuan dari pengobatan adalah untuk menempatkan ujung-ujung dari patah tulang
supaya satu sama lain saling berdekatan dan untuk menjaga agar mereka tetap menempel
sebagaimana mestinya. Proses penyembuhan memerlukan waktu minimal 4 minggu, tetapi
pada usia lanjut biasanya memerlukan waktu yang lebih lama.
Setelah sembuh, tulang biasanya kuat dan kembali berfungsi.
Pada beberapa patah tulang, dilakukan pembidaian untuk membatasi pergerakan.
Dengan pengobatan ini biasanya patah tulang selangka (terutama pada anak-anak), tulang
bahu, tulang iga, jari kaki dan jari tangan, akan sembuh sempurna.
Patah tulang lainnya harus benar-benar tidak boleh digerakkan (imobilisasi).
Imobilisasi bisa dilakukan melalui:
1) Pembidaian: benda keras yang ditempatkan di daerah sekeliling tulang.
2) Pemasangan gips: merupakan bahan kuat yang dibungkuskan di sekitar tulang yang
patah.
3) Penarikan (traksi): menggunakan beban untuk menahan sebuah anggota gerak pada
tempatnya. Sekarang sudah jarang digunakan, tetapi dulu pernah menjadi pengobatan
utama untuk patah tulang pinggul.
4) Fiksasi internal: dilakukan pembedahan untuk menempatkan piringan atau batang
logam pada pecahan-pecahan tulang. Merupakan pengobatan terbaik untuk patah
tulang pinggul dan patah tulang disertai komplikasi. Imobilisasi lengan atau tungkai
menyebabkan otot menjadi lemah dan menciut. Karena itu sebagian besar penderita
perlu menjalani terapi fisik. Terapi dimulai pada saat imobilisasi dilakukan dan
dilanjutkan sampai pembidaian, gips atau traksi telah dilepaskan. Pada patah tulang
tertentu (terutama patah tulang pinggul), untuk mencapai penyembuhan total,
penderita perlu menjalani terapi fisik selama 6-8 minggu atau kadang lebih lama lagi.
a. Pengumpulan data
Meliputi Identitas Pasien: Nama, Umur, Jenis Kelamin, Alamat,
Agama, Pekerjaan,Kebangsaan, Suku, Pendidikan, No Register, Diagnosa
Medis.
b. Keluhan Utama
Biasanya pasien dengan fraktur akan mengalami nyeri beraktivitas/
mobilisasi pada daerah fraktur tersebut
c. Riwayat penyakit
-Riwayat penyakit sekarang Pada klien fraktur / patah tulang dapat
disebabkan oleh trauma /kecelakaan, degeneratif dan pathologis yang
didahului dengan perdarahan, kerusakan jaringan sekitar yang mengakibatkan
nyeri, bengkak, kebiruan, pucat / perubahan warna kulit dan kesemutan.
- Riwayat Penyakit Dahulu. Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian
patah tulang atau tidak sebelumnya dan ada/tidaknya klien mengalami
pembedahan perbaikan dan pernah menderita osteoporosis sebelumnya.
- Riwayat penyakit keluarga
pada keluarga pasien ada/ tidak yang menderita osteoporodid arthritis dan
tuberkolosis atau penyakit lain yang sifatnya menurun dan menular
d. Polsa pola fungsi kesehatan
-pola persepsi dan tata laksna hidup sehat
Pada fraktur akan mengalami prubahabn dan gangguan pada personal
hiegene.
-pola eliminasi
Kebiasaan miksi dan defekasi sehari- hari kesulitan waktu defekasi,
dikarenakan imobilisasi .
-pola nutrisi dan metabolisme
Pada umumnya tidak akan mengalami gangguan penurunan nafsu
makan.
-pola aktivitas dan latihan
Aktivitas dan latihan mengalami perubahan/ gangguan dari fraktur
-pola penangguhan stress
Masalah fraktur bisa menjadi stress tersendiri bagi pasien.
-pola sensori dan kognitif
Nyeri yang disebabkan oleh fraktur adanya kerusakan jaringan lunak
serta tulang yang parah dan hilangnya darah serta cairan seluler
kedalam jaringan. Hal ini yang menyebabkan gangguansensori
-pola hubungan peran
Pola hubungan dan peran akan mengalami gannguan, jika pasien
sebagai kepala rumah tangga/ menjadi tulang punggung keluarga
-pola persepsi diri
Pada fraktur akan mengalami gangguan konsep diri karena terjadi
perubahan .
-pola reproduksi dan seksual
Bila pasien sudah berkeluarga dan mempunyai anak maka akan
mengalami pola seksual dan reprosuksi.
-pola tidur dan istrahat
Kebiasaan pola tidur dan istirahat mengalami gangguan yang
disebabkan oleh nyeri, misalnya nyeri akibat fraktur.
-pola tata nilai dan kepercayaan
Pada fraktur terutama fraktur akan mengalami perubahan / gangguan
dalam menjalankan sholat dengan cara duduk dan dilakukan diatas
tempat tidur
e. Pemeriksaan fisik
a.keadaan umum
meliputi keadaan sakit pasien tingkat kesadaran dan tanda-tanda vital
III Patoflodiagram
Tekanan Eksternal
Trauma
Kerusakan Sirkulasi
NYERI RESIKO INFEKSI
V INTERVENSI KEPERAWATAN
No Standar Diagnosa Tujuan/ kriteria Standar Intervensi
Keperawatan Indonesia Keperawatan Indonesia
(SDKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan Tujuan : setelah Tindakan :
dengan distensi jaringan dilakukan tindakan Observasi
dari fraktur metacarpal keperawatan 1x24 - Identifikasi lokasi,
Defenisi : pengalaman jam pasien karakteristik, durasi,
senorik atau emosional menunjukkan tingkat frekuensi, kualitas,
yang berhubungan dengan kenyamanan . inyensitas nyeri
kerusakan jaringan actual Mengendalikan - Identifikasi skala nyeri
atau funsional, dengan nyeri dan tingkat - Identifikasi respons nyeri
onset mendadak atau nyeri berkurang non verbal
lambat dan berintensitas Kriteria hasil : - Identifikasi faktor yang
ringan hingga berat yang 1.Pasien mampu memperberat dan
berlangsung kurang dari 3 untuk melakukan memperingan nyeri
bulan. aktivitas yang tidak - Identifikasi pengetahuan
menimbulkan nyeri dan keyakinan tentang
Penyebab : 2.Terlihat rileks nyeri
1.Agen pencedera dapat - Identifikasi pengaruh
fisiologis (misal infeksi, tidur/beristirahat budaya terhadap respon
iskemia, neoplasma) 3.Pasien dapat neyri
mengendalikan rasa - Identifikasi pengaruh
2.Agen pencedera kimiawi nyeri dengan teknik nyeri terhadap kualitas
( misal Abses, amputasi, yang telah di ajarkan hidup
terbakar, terpotong, 4.Pasien melaporkan - Monitor keberhasilan
mengangkat berat, tingkat nyeri terapi komplementer
prosedur oprasi, trauma, berkurang yang sudah diberikan
latihan fisik berlebih) - Monitor efek samping
penggunaan analgetik
Gejala dan tanda mayor :
Terapiutik
Subyektif - Berikan teknik non
farmakologis untuk
1.Mengeluh nyeri obyektif mengurangi rasa nyeri
1 tampak meringis (mis terapi pijat,
aromaterapi, kompres
2.Bersikap produktif (mis, hangat/dingin)
waspada, posisi
menghindari nyeri) - Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (
3.gelisah
mis suhu ruangan,
4.frekuensi nadi meningkat pencahayaan,
kebisingan)
5.sulit tidur
- Fasilitas istirahat dan
Gejala dan tanda minor tidur
Subjektif- objektif
- Pertimbangkan jenis dan
1.tekanan darah meningkat sumber nyeri dalam
pemilihan strategi
2.pola napas berubah meredakan nyeri
3.nafsu makan berubah
•
4.proses berfikir terganggu •
•
5.menarik diri
7,diaforesis
1.kondisi pembedahan
2.cedera traumatis
3.infeksi
16. Nyeri
18. Kecemasan
19. Gangguan kognitif
20. Keenggangan
melakukan penggerakan
21. Gangguan
sensoripersepsi
Subjektif
1.Mengeluh sulit
menggerakan ekstremitas
Objektif
2.rentang gerak
(ROM)menurun
Subjektif:
2.enggan melakukan
pergerakan
Objektif:
1.sendi kaku
2.gerakan tidak
terkoordinasi
3.gerakan terbatas
4. fisik lemah
1.stroke
4.fraktur
5.Osteoartritis
6.Ostemalasia
7.Keganasan
Daftar Pustaka
Price, Sylvia A. dan Wilson, Lorraine M. W. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-
Proses Penyakit, vol. 2, ed 6. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne C. dan Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah Brunner and
Suddart, vol 2, Ed 8. Jakarta: EGC
Carpenito (2000), Diagnosa Keperawatan-Aplikasi pada Praktik Klinis. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
Corwin, E. J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Edisi Revisi 3. Jakarta: EGC.
Doenges. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Edisi 3. Jakarta:EGC
Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W. I., Setiowulan, W., Tiara, A. D.,
Hamsah, A., Patmini, E., Armilasari, E.,Yunihastuti, E., Madona, F., Wahyudi, I.,
Kartini, Harimurti, K., Nurbaiti, Suprohaita, Usyinara, & Azwani, W. 2000. Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FK UI. pp:372-374.
Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien Gangguan Sistem
Muskuloskeletal. Jakarta: EGC.
http://ilmubedah.info/lesi-pleksus-brachialis-penyakit-20110206.html
http://ilmubedah.info/fraktur-clavicula-20110818.html