KONTRAKTUR
1.2 Etiologi
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi
anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar
dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini
berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et
al, 2006). Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
sebagai berikut (Adu, 2011):
a. Trauma suhu
b. Trauma zat kimia
c. Trauma elektrik
d. Post-trauma (Volkmanns)
e. Infeksi ulkus buruli
f. Idiopatik (Dupuytrens)
g. Kongenital (camptodactyly)
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal
tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas
misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue
dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon.
Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat
dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang
luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai
akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi
gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada
bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri
1.3 Manifestasi Klinis
Gejala kontraktur bisa berupa :
1. Terdapat jaringan ikat adan atropi
2. Terjadi pembentukan sikatrik yang berlebih
3. Mengalami gangguan mobilisasi
4. Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari
1.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui
namun banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif
kulit tersebut. Paradigm yang sering digunakan adalah benih dan tanah.
Komponen selular seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel
inflamasi merupakan benih sedangkan komponen nonseluler seperti
matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine
milieu adalah tanah. (Wong & Gurtner, 2010).
j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk
ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup mulut
dengan sempurna, ketidakmampuan menutup mata dengan
sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi
wajah dan peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat
dimasukkan ke dalam mulut untuk melawan kontraktur mulut.
1.7.2 Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur
dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program
rehabilitasi komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan
posisi yang mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang
mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area
luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan
kontraktur saja tidak cukup. Pembidaian dilakukan dengan posisi
yang diregangkan sehingga memberikan suatu latihan peregangan
awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi namun juga
mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau
anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai
membantu merenovasi jaringan parutkarena membentuk dan
mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya
modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat
mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat
menimbulkan remodeling jaringan. Bidai dapat dibuat dari berbagai
macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang memiliki temperature
rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali
kemudian juga sesuai dengan kontur.
1.8 Penatalaksanaan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan
untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik
dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan
dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah
kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan
secara konservatif dan operatif :
1.8.1 Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini
lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita,
meliputi :
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya
kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu
selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman
merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur
adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi
dan mencegah kontraktur.
1.8.2 Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur
dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Z plasty atau S plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap
dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang
sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar.
Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan
parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya.
Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full
thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan
akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian
dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan
dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya
terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari
parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf
tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan
transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian
flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk
koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan
yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata Anak
b. Biodata Penanggungjawab
2. Data Fokus
1) Derajat I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang
lingkup gerak maupun fungsi.
2) Derajat II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit
penurunan fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara
signifikan, tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) Derajat III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur
normal pada daerah yang terkena..
4) Derajat IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
3. Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas/Istirahat
Badan lemah, penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit
b) Sirkulasi
c) Hipotensi (syok), takikardi
d) Integritas Ego
Adanya faktor stress, perasaan tak berdaya/tak ada harapan ,menyangkal,
ansietas, ketakutan, dan mudah tersinggung
e) Eliminasi
Penurunan bising usus/tidak ada, haluan urine menurun/tidak ada
f) Makanan/Cairan
Anoreksia, mual/muntah
g) Keamanan
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
h) Interaksi Sosial
Penyuluhan atau pembelajaran, perubahan pola biasa dalam tanggung
jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran