Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KONTRAKTUR

I. Konsep Dasar Penyakit


1.1 Definisi
Kontraktur adalah pemendekan jarak 2 titik anatomis tubuh sehingga
terjadi keterbatasan rentang gerak (range of motion). Kontraktur adalah
kontraksi yang menetap dari kulit dan atau jaringan dibawahnya yang
menyebabkan deformitas dan keterbatasan gerak. Kelainan ini disebabkan
karena tarikan parut abnormal pasca penyembuhan luka, kelainan bawaan
maupun proses degeneratif. Kontraktur yang banyak dijumpai adalah
akibat luka bakar (Perdanakusuma, 2009).

1.2 Etiologi
Kontraktur diakibatkan karena kombinasi berbagai faktor meliputi: posisi
anggota tubuh, durasi imobilisasi, otot, jaringan lunak, dan patologis
tulang. Individu dengan luka bakar sering diimobilisasi, baik secara global
maupun fokal karena nyerinya, pembidaian, dan posisinya. Luka bakar
dapat meliputi jaringan lunak, otot, dan tulang. Semua faktor ini
berkontribusi terhadap kejadian kontraktur pada luka bakar (Schneider et
al, 2006). Berbagai hal yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
sebagai berikut (Adu, 2011):
a. Trauma suhu
b. Trauma zat kimia
c. Trauma elektrik
d. Post-trauma (Volkmanns)
e. Infeksi ulkus buruli
f. Idiopatik (Dupuytrens)
g. Kongenital (camptodactyly)
Berdasarkan lokasi dari jaringan yang menyebabkan ketegangan, maka
kontraktur dapat diklasifikasikan menjadi :
1. Kontraktur Dermatogen atau Dermogen
Kontraktur yang disebabkan karena proses terjadinya di kulit, hal
tersebut dapat terjadi karena kehilangan jaringan kulit yang luas
misalnya pada luka bakar yang dalam dan luas, loss of skin/tissue
dalam kecelakaan dan infeksi.
2. Kontraktur Tendogen atau Myogen
Kontraktur yang tejadi karena pemendekan otot dan tendon-tendon.
Dapat terjadi oleh keadaan iskemia yang lama, terjadi jaringan ikat
dan atropi, misalnya pada penyakit neuromuskular, luka bakar yang
luas, trauma, penyakit degenerasi dan inflamasi.
3. Kontraktur Arthrogen
Kontraktur yang terjadi karena proses di dalam sendi-sendi, proses ini
bahkan dapat sampai terjadi ankylosis. Kontraktur tersebut sebagai
akibat immobilisasi yang lama dan terus menerus, sehingga terjadi
gangguan pemendekan kapsul dan ligamen sendi, misalnya pada
bursitis, tendinitis, penyakit kongenital dan nyeri
1.3 Manifestasi Klinis
Gejala kontraktur bisa berupa :
1. Terdapat jaringan ikat adan atropi
2. Terjadi pembentukan sikatrik yang berlebih
3. Mengalami gangguan mobilisasi
4. Kesulitan melakukan aktivitas sehari-hari

1.4 Patofisiologi
Patofisiologi yang jelas terbentuknya parut hipertrofi belum diketahui
namun banyak faktor yang berkontribusi terhadap proses fibroproliferatif
kulit tersebut. Paradigm yang sering digunakan adalah benih dan tanah.
Komponen selular seperti fibroblast, keratinosit, sel induk, dan sel
inflamasi merupakan benih sedangkan komponen nonseluler seperti
matriks ekstraseluler, kekuatan mekanik, tekanan oksigen, dan cytokine
milieu adalah tanah. (Wong & Gurtner, 2010).

Mekanisme dasar pembentukan kontraktur didapat dari berbagai macam


etiologi yaitu congenital, didapat, atau idiopatik. Proses ini disebabkan oleh
aktifnya miofibroblas (sebuah sel dengan fibroblas dan dengan karakteristik
seperti otot polos yang terdistribusinya granulasi di seluruh jaringan yang
ada pada luka). Kontraksi dari miofibroblas menyebabkan luka menyusut.
Hal ini juga diikuti dengan deposisi kolagen dan saling berhubungan untuk
mempertahankan kontraksi. Pada embryogenesis, kegagalan diferensiasi
jari-jari menyebabkan terbentuknya jaringan parut yang menyebakan fleksi
proksimal sendi interfalang yang mengakibatkan camptodactyly (Adu,
2011). Apabila jaringan ikat dan otot dipertahankan dalam posisi
memendek dalam jangka waktu yang lama, serabut-serabut otot dan
jaringan ikat akan menyesuaikan memendek dan menyebabkan kontraktur
sendi. Otot yang dipertahankan memendek dalam 5-7 hari akan
mengakibatkan pemendekan perut otot yang menyebabkan kontraksi
jaringan kolagen dan pengurangan jaringan sarkomer otot. Bila posisi ini
berlanjut sampai 3 minggu atau lebih, jaringan ikat sekitar sendi dan otot
akan menebal dan menyebabkan kontraktur.

Kontraksi adalah proses aktif biologis untuk menurunkan dimensi area


anatomi dan jaringan yang dapat menyebabkan perlambatan kesembuhan
dari luka terbuka. Kontraktu adalah produk akhir dari proses kontraksi.
Kontraktur mengganggu secara fungsional dan estetik (Pandya, 2001)
1.7 Pencegahan Kontraktur
Pencegahan kontraktur lebih baik dan efektif daripada pengobatan.
Program pencegahan kontraktur meliputi :
1.7.1 Posisi yang mencegah kontraktur
Posisi yang melindungi dari kontraktur harus dimulai dari hari
pertama sampai beberapa bulan setelah trauma. Posisi ini
diaplikasikan terhadap semua pasien baik yang mendapat terapi
cangkok kulit maupun yang tidak. Posisi ini penting karena dapat
mempengaruhi panjang jaringan dengan menurunkan ruang lingkup
gerak sebagai akibat dari parut jaringan. Pasien diistirahatkan
dengan posisi yang nyaman, posisi ini biasanya adalah posisi fleksi
dan juga merupakan posisi kontraktur. Tanpa dorongan dan
bantuan dari orang lain, pasien akan meneruskan posisi yang
menyebabkan kontraktur. Sekali kontraktur mulai terbentuk dapat
terjadi kesulitan untuk bergerak sempurna seperti sediakala.
Penyesuaian awal memiliki esesnsi untuk memastikan
kemungkinan terbaik hasil terapi, selain itu pula untuk
meringankan nyeri. Pasien harus selalu melakukan kebiasaan posisi
pada stadium awal penyembuhan. Pasien perlu dorongan untuk
mempertahankan posisi yang mencegah kontraktur (kecuali ketika
program latihan dan aktivitas fungsional lain), dukungan keluarga
sangat penting. Ketika luka bakar terjadi pada bagian fleksor tubuh,
risiko kontraktur akan semakin meningkat. Posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur berdasarkan luka bakar adalah sebagai
berikut:
a. Leher depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi leher,
dagu ditarik ke arah dada, kontur leher menghilang sedangkan
posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah ekstensi
leher, tidak ada bantal di belakang kepala, putar balik leher.
Kepala dimiringkan bila posisi duduk.
b. Leher belakang
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah ekstensi
leher dan pererakan leher yang lain sedangkan posisi yang
mencegah terjadinya kontraktur adalah duduk dengan posisi
leher fleksi, berbaring dengan menggunakan bantal di belakang
kepala.
c. Aksila anterior, aksila posterior, maupun lipatan aksila
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah terbatasnya
abduksi dan juga protraksi ketika luka bakar juga ada di dada
sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah
berbaring dan duduk lengan abduksi 900 ditopang dengan
menggunakan bantal atau alat lain diantara dada dan lengan.
d. Siku depan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi siku
sedangkan posisi yang mencegah terjadinya fraktur adalah
ekstensi siku.
e. Punggung tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah
hiperekstensi metacarpalphalangeal (MCP), fleksi
interphalangeal (IP), adduksi ibu jari, dan fleksi pergelangan
tangan sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur
adalah pada pergelangan tangan diekstensi 30-40 derajat, fleksi
MCP 60-70 derajat, ekstensi sendi IP, dan abduksi ibu jari.
f. Telapak tangan
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah adduksi dan
fleksi jari-jari tangan, telapak tangan ditarik ke dalam
sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
ekstensi pergelangan tangan, fleksi minimal MCP, ekstensi
dan abduksi jari-jari tangan.
g. Groin
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi dan
adduksi pangkal paha sedangkan posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah berbaring tengkurap dengan
ekstensi tungkai, batasi duduk dan berbaring posisi
menyamping. Jika dengan posisi supine, berbaring dengan
posisi ekstensi tungkai, tanpa bantal di bawah lutut.
h. Belakang lutut
Posisi yang dapat menyebabkan kontraktur adalah fleksi lutut
sedangkan posisi yang mencegah terjadinya kontraktur adalah
ekstensi tungkai pada saat berbaring dan duduk.
i. Kaki
Kaki adalah struktur komplek yang dapat ditarik dengan arah
yang berbeda-beda oleh jaringan yang telah menyembuh. Hal
ini dapat mengakibatkan mobilitas yang tidak normal. Posisi
yang mencegah terjadinya kontraktur adalah pergelangan kaki
diposisikan 90 derajat terhadap telapak kaki dengan
menggunakan bantal untuk mempertahankan posisi. Jika
pasien dalam keadaan duduk maka posisi kakinya datar di
lantai (tanpa edem).

j. Wajah
Kontraktur pada wajah dapat meliputi berbagai hal termasuk
ketiakmampuan untuk membuka maupun menutup mulut
dengan sempurna, ketidakmampuan menutup mata dengan
sempurna, dan lain sebagainya.posisi yang mencegah
terjadinya kontraktur adalah secara teratur merubah ekspresi
wajah dan peregangan seperlunya. Tabung empuk dapat
dimasukkan ke dalam mulut untuk melawan kontraktur mulut.

1.7.2 Bidai
Pembidaian sangat efektif untuk membantu mencegah kontraktur
dan merupakan hal yang perlu dilakukan sebagai program
rehabilitasi komprehensif. Pembidaian membantu mempertahankan
posisi yang mencegah kontraktur terutama terhadap pasien yang
mengalami nyeri hebat, kesulitan penyesuaian atau dengan area
luka bakar yang dengan menggunakan posisi pencegahan
kontraktur saja tidak cukup. Pembidaian dilakukan dengan posisi
yang diregangkan sehingga memberikan suatu latihan peregangan
awal yang lebih mudah. Parut tidak hanya berkontraksi namun juga
mengambil rute terdekat, parut sering menimbulkan selaput atau
anyaman diantara jari-jari, leher, lutut, aksilda, dan lain-lain. Bidai
membantu merenovasi jaringan parutkarena membentuk dan
mempertahankan kontur anatomis. Bidai adalah satu-satunya
modalitas terapeutik yang tersedia dan berlaku yang dapat
mengatur tekanan pada jaringan lunak sehingga dapat
menimbulkan remodeling jaringan. Bidai dapat dibuat dari berbagai
macam bahan. Bahan yang ideal adalah yang memiliki temperature
rendah dan ringan, mudah dibentuk, dan disesuaikan kembali
kemudian juga sesuai dengan kontur.

1.7.3 Peregangan dan mobilisasi awal


Sendi yang terkena luka bakar harus digerakkan dan diregangkan
beberapa kali setiap harinya. Pasien membutuhkan pendamping baik
dari tim medis maupun keluarganya untuk mencapai pergerakan
yang penuh terutama untuk anak-anak yang memerluka perhatian
yang lebih dari orang tua. Pasien perlu mengembangkan kebiasaan
tersebut dari hari ke hari.
1.7.4 Melakukan aktivitas sehari-hari
Pasien luka bakar sering merasa kehilangan rasa dan kemampuan
untuk beraktivitas secara normal. Aktivitas sehari-hari seperti
makan, mandi sangat penting untuk melatih pasien dapat hidup
mandiri.
1.7.5 Pijat dan pemberian moisturiser
Pijatan pada parut sangat dianjurkan sebagai bagian dari
penatalaksanaan luka parut meskipun mekanisme efeknya belum
begitu diketahui. Hal yang dapat dilakukan adalah:
a. Pemberian moisturiser luka sering kehilangan kelembaban
tergantung dari dalamnya luka dan sejauh kerusakan struktur
kulit. Luka tersebut dapat menjadi sangat kering dan
menimbulkan rasa tidak nyaman. Hal ini dapat menimbulkan
retak dan pecahnya parut. Pemijatan dengan moisturizer atau
minyak tanpa parfum pada bagian teratas parut dapat
melembutkan sehingga pasien merasa lebih nyaman dan untuk
mengurangi gatal.
b. Jika parut menjadi tebal dan meninggi dapat menggunakan
pijatan kuat dan dalam menggunakan ibujari atau ujung jari
untuk mengurangi kelebihan cairan pada tempat tersebut.
c. Parut akibat luka bakar mengandung kolagen empat kali
dibandingkan dengan luka parut biasa. Pijatan yang dalam
dengan pola sedikit memutar dapat meningkatkan kesegarisan
luka parut.
d. Penurunan sensoris dan perubahan sensasi dapat terjadi. Pijatan
rutin dan sentuhan pada parut dapat membantu desensitisasi dari
luka yang sebelumnya hipersensitif
e. Faktor psikologis dari seseorang yang memiliki kesulitan dan
merasa tidak enak dipandang dapat dikurangi dengan menyentuh
parut dan belajar bagaimana menerima keadaannya.

1.8 Penatalaksanaan
Hal utama yang dipertimbangkan untuk terapi kontraktur adalah
pengembalian fungsi dengan cara menganjurkan penggunaan anggota badan
untuk ambulasi dan aktifitas lain. Menyingkirkan kebiasaan yang tidak baik
dalam hal ambulasi, posisi dan penggunaan program pemeliharaan kekuatan
dan ketahanan, diperlukan agar pemeliharaan tercapai dan untuk mencegah
kontraktur sendi yang rekuren. Penanganan kontraktur dapat dliakukan
secara konservatif dan operatif :
1.8.1 Konservatif
Seperti halnya pada pencegahan kontraktur, tindakan konservatif ini
lebih mengoptimalkan penanganan fisioterapi terhadap penderita,
meliputi :
a. Proper positioning
Positioning penderita yang tepat dapat mencegah terjadinya
kontraktur dan keadaan ini harus dipertahankan sepanjang waktu
selama penderita dirawat di tempat tidur. Posisi yang nyaman
merupakan posisi kontraktur. Program positioning antikontraktur
adalah penting dan dapat mengurangi udem, pemeliharaan fungsi
dan mencegah kontraktur.

Proper positioning pada penderita luka bakar adalah sebagai


berikut :
Leher : ekstensi /hiperekstensi
Bahu : abduksi, rolasi eksterna
Antebrakii : supinasi
Trunkus : alignment yang lurus
Lutut : lurus, jarak antara lutut kanan dan kiri 20 derajat
Sendi panggul tidak ada fleksi dan rolasi eksterna
Pergelangan kaki : dorsofleksi
b. Exercise
Tujuan exercise untuk mengurangi udem, memelihara lingkup gerak
sendi dan mencegah kontraktur. Exercise yang teratur dan terus-
menerus pada seluruh persendian baik yang terkena luka bakar maupun
yang tidak terkena, merupakan tindakan untuk mencegah kontraktur.
Adapun macam-macam exercise adalah :
1) Free active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri.
2) Isometric exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita sendiri
dengan kontraksi otot tanpa gerakan sendi.
3) Active assisted exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
sendiri tetapi mendapat bantuan tenaga medis atau alat mekanik atau
anggota gerak penderita yang sehat.
4) Resisted active exercise : latihan yang dilakukan oleh penderita
dengan melawan tahanan yang diberikan oleh tenaga medis atau alat
mekanik.
5) Passive exercise : latihan yang dilakukan oleh tenaga medis terhadap
penderita.
c. Stretching
Kontraktur ringan dilakukan strectching 20-30 menit, sedangkan
kontraktur berat dilakukan stretching selama 30 menit atau lebih
dikombinasi dengan proper positioning. Berdiri adalah stretching yang
paling baik, berdiri tegak efektif untuk stretching panggul depan dan
lutut bagian belakang.
d. Splinting/bracing
Mengingat lingkup gerak sendi exercise dan positioning merupakan hal
yang penting untuk diperhatikan pada luka bakar, untuk
mempertahankan posisi yang baik selama penderita tidur atau melawan
kontraksi jaringan terutama penderita yang mengalami kesakitan dan
kebingungan.
e. Pemanasan
Pada kontraktur otot dan sendi akibat scar yang disebabkan oleh luka
bakar, ultrasound adalah pemanasan yang paling baik, pemberiannya
selama 10 menit per lapangan. Ultrasound merupakan modalitas pilihan
untuk semua sendi yang tertutup jaringan lunak, baik sendi kecil
maupun sendi besar.

1.8.2 Operatif
Tindakan operatif adalah pilihan terakhir apabila pcncegahan kontraktur
dan terapi konservatif tidak memberikan hasil yang diharapkan, tindakan
tersebut dapat dilakukan dengan beberapa cara :
a. Z plasty atau S plasty
Indikasi operasi ini apabila kontraktur bersama dengan adanya sayap
dan dengan kulit sekitar yang lunak. Kadang sayap sangat panjang
sehingga memerlukan beberapa Z-plasty.
b. Skin graft
Indikasi skin graft apabila didapat jaringan parut yang sangat lebar.
Kontraktur dilepaskan dengan insisi transversal pada seluruh lapisan
parut, selanjutnya dilakukan eksisi jaringan parut secukupnya.
Sebaiknya dipilih split thickness graft untuk l potongan, karena full
thickness graft sulit. Jahitan harus berhati-hati pada ujung luka dan
akhirnya graft dijahitkan ke ujung-ujung luka yang lain, kemudian
dilakukan balut tekan. Balut diganti pada hari ke 10 dan dilanjutkan
dengan latihan aktif pada minggu ketiga post operasi.
c. Flap
Pada kasus dengan kontraktur yang luas dimana jaringan parutnya
terdiri dari jaringan fibrous yang luas, diperlukan eksisi parsial dari
parut dan mengeluarkan / mengekspos pembuluh darah dan saraf
tanpa ditutupi dengan jaringan lemak, kemudian dilakukan
transplantasi flap untuk menutupi defek tadi. Indikasi lain pemakaian
flap adalah apabila gagal dengan pemakaian cara graft bebas untuk
koreksi kontraktur sebelumnya. Flap dapat dirotasikan dari jaringan
yang dekat ke defek dalam 1 kali kerja.
II. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
PENGKAJIAN
1. Biodata
a. Biodata Anak
b. Biodata Penanggungjawab
2. Data Fokus
1) Derajat I: gejala berupa keketatan namun tanpa penurunan gerakan ruang
lingkup gerak maupun fungsi.
2) Derajat II: sedikit penurunan gerakan ruang lingkup gerak atau sedikit
penurunan fungsi namun tanpa mengganggu aktivitas sehari-hari secara
signifikan, tanpa penyimpangan arsitektur normal daerah yang terkena.
3) Derajat III: terdapat penurunan fungsi, dengan perubahan awal arsitektur
normal pada daerah yang terkena..
4) Derajat IV: kehilangan fungsi dari daerah yang terkena.
3. Pemeriksaan fisik
a) Aktivitas/Istirahat
Badan lemah, penurunan kekuatan, keterbatasan rentang gerak pada area
yang sakit
b) Sirkulasi
c) Hipotensi (syok), takikardi
d) Integritas Ego
Adanya faktor stress, perasaan tak berdaya/tak ada harapan ,menyangkal,
ansietas, ketakutan, dan mudah tersinggung
e) Eliminasi
Penurunan bising usus/tidak ada, haluan urine menurun/tidak ada
f) Makanan/Cairan
Anoreksia, mual/muntah
g) Keamanan
Cedera kimia : tampak luka bervariasi sesuai agen penyebab.
h) Interaksi Sosial
Penyuluhan atau pembelajaran, perubahan pola biasa dalam tanggung
jawab/ perubahan kapasitas fisik untuk melaksanakan peran

2.2 Diagnoa Keperawatan yang mungkin muncul


Diagnosa 1 : Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan
kekuatan/tahanan.
2.2.1`Definisi
Keterbtasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ektremitas secara
mandiri dan terarah
2.2.2 Batasan karakteristik
Dispnea setelah beraktivitas
Gangguan sikap berjalan
Gerakan lambat
Gerakan tidak terkoordinasi
Kesulitan membolak-balikan posisi
2.2.3 Faktor yang berhubungan
Agen farmaseutikal
Ansietas
Depresi
Dissue
Penuruanan ketahan tubuh
Penurunan kekuatan otot
2.2.4 Intervensi
Tujuan : Menunjukkan perilaku mampu melakukan aktivitas.
a. Lakukan latihan rentang gerak secara konsisten, diawali dengan pasif
kemudian aktif.
R/ mencegah secara progresif mengencangkan jaringan parut, kontraktur,
meningkatkan pemeliharaan fungsi otot dan sendi dan menurunkan
kehilangan kalsium dan tulang.
b. Instruksikan dan bantu dalam mobilitas, contoh tongkat, walker secara
tepat.
R/ meningkatkan keamanan ambulasi.
c. Dorong dukungan dan bantuan keluarga/orang terdekat pada latihan
rentang gerak.
R/ memampukan keluarga/orang terdekat untuk aktif dalam perawatan
pasien dan memberikan terapi lebih konstan/konsisten.
d. Masukkan aktivitas sehari-hari dalam terapi fisik, hidroterapi, dan
asuhan keperawatan.
R/ komunikasi aktivitas yang menghasilkan perbaikan hasil dengan
meningkatkan efek masing-masing.
e. Dorong partisipasi pasien dalam semua aktivitas sesuai kemampuan
individual.
R/ meningkatkan kemandirian, meningkatkan harga diri, dan
membantu proses perbaikan.

Diagnosa II :Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan kerusakan


permukaan kulit.
2.2.5 Definisi
Kerusakan pada epidermis dan tau dermis
2.2.6 Batasan karakteriistik
Benda asing menusuk permukaaan kulit
Kerusakan integritas kulit
2.2.7 faktor yang berhubungan
Ekstrernal
Agen farmaseutikal
Cedera kimiawikulit (misal: luka bakar,agens mustard)
Hipertermia
Hipotermia
Kelembapan
Internal
Gangguan metabolisme
Gangguan pigmentasi
Gangguan sirkulasi
Nutrisi tidak adekuat
2.2.8 Intervensi dan Rasional
Tujuan : Menunjukkan penyembuhan tepat waktu.
a. Observasi kemerahan, pucat, ekskoriasi.
R/ area meningkat resikonya untuk kerusakan dan memerlukan
pengobatan lebih intensif.
b. Evaluasi proses penyembuhan. Kaji ulang harapan terhadap
penyembuhan dengan pasien.
R/ penyembuhan mulai dengan segera, tetapi penyembuhan lengkap
memerlukan waktu.
c. Diskusikan pentingnya perubahan posisi sering, perlu untuk
mempertahankan aktivitas.
R/ meningkatkan sirkulasi dan perfusi kulit dengan mencegah tekanan
lama pada jaringan.
d. Dorong mandi tiap 2 hari sekali.
R/ sering mandi membuat kekeringan kulit.
DAFTAR PUSTAKA

Adu EJK. (2011). Management of contractures: a five-year experience at komfo anokye


teaching hospital in kumasi. Ghana Medical Journal 45(2):66-72.
Goel A & Shrivastava P. (2010). Post-burn scars and scar contractures. Indian Journal
of Plastic Surgery 43(3):63-71.
Ogawa R & Pribaz JJ. (2010). Diagnosis, assessment, and classification of scar
contractures. Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer
Heidelberg Dordrecht London NewYork.
Pandya AN. (2001). Burn injury. Repair & Recontruction 2(2):1-16.
Perdanakusuma, DS. (2009). Surgical management of contracture in head and neck.
Annual Meeting of Indonesian Symposium on Pediatric Anesthesia &
Critical care, JW Marriot Hotel Surabaya.
Procter F. (2010). Rehabilitation of the burn patient. Indian Journal of Plastic Surgery
43(Suppl):S101-S113.
Schneider JC, Holavanahalli R, Helm, P, Goldstein R, & Kowalske K. (2006).
Contractures in burn injury: defining the problem. Journal of Burn Care
Research 27(4):508-514.
Schwarz RJ. (2007). Management of postburn contractures of the upper extremity.
Journal of Burn Care Research 28:212-219.
Wong VW & Gurtner GC. (2010). Strategies for skin regeneration in burn patients.
Color Atlas of Burn Reconstructive Surgery. Springer Heidelberg Dordrecht
London NewYork.
https://www.scribd.com/doc/125609550/LAPORAN-PENDAHULUAN-kontraktur
diakses tanggal 30 pukul 20.00

Anda mungkin juga menyukai