Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIK CF RADIUS DISTAL DI RUANG


PERAWATAN UMUM 3 RS SAMARINDA MEDIKA CITRA

Mata Kuliah : Keperawatan Medikal Bedah


Dosen Koordinator : Ns. Chrisyen Damanik.,S.Kep.,M.Kep

Di Susun Oleh :
Anita Sartika Otolua
P2003031

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN INSTITUT TEKNOLOGI

KESEHATAN DAN SAINS WIYATA HUSADA


SAMARINDA

2021
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fraktur atau sering disebut patah tulang adalah terputusnya kontinuitas
jaringan tulang dan atau tulang rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan
penyakit pengeroposan tulang diantaranya penyakit yang sering disebut
osteoporosis, biasanya dialami pada usia dewasa dan dapat juga disebabkan

karena kecelakaan yang tidak terduga.


Fraktur merupakan salah satu cidera yang paling sering terjadi di

Indonesia, disebabkan karena kecelakaan lalu lintas atau jatuh dari


ketinggian, yang paling banyak menyumbang terjadinya fraktur adalah

kecelakaan lalu lintas. Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh nomor 3


di Indonesia, hal ini dibuktikan dari data Menurut National Consultant for
Injury dari WHO, terdapat kecelakaan selama tahun 2007 memakan korban
sekitar 16.000 jiwa dan di tahun 2010 meningkat menjadi 31.234 jiwa di
Indonesia. Dampak fraktur yang akan ditimbulkan selain kematian karena

kecelakaan dapat menimbulkan dampak lain yang terjadi yaitu trauma kepala
dan kecacatan. Tingginya angka kecacatan menyebabkan angka kejadian

fraktur tinggi, dan salah satu fraktur yang paling sering adalah fraktur colles,
yang termasuk dalam kelompok tiga besar kasus fraktur yang disebabkan

karena benturan dengan tenaga yang kuat seperti kecelakaan sepeda motor
atau mobil (Oktavia, 2010).
Penatalaksanaan bertujuan untuk fraktur distal radius mengembalikan
fungsi gerak normal semaksimal mungkin. Akan tetapi perlu dilakukan
penilaian terlebih dahulu untuk menentukan ada tidaknya kondisi emergensi

berupa gangguan neurovaskular distal. Jika terdapat kondisi tersebut perlu


dilakukan reduksi segera. Reduksi dilakukan agar posisi tulang kembali sesuai

posisi anatomis. Pemilihan cara reduksi memperhatikan tipe fraktur (ada


tidaknya keterlibatan artikular, pergesaran tulang), tingkat fungsional pasien
serta risiko maupun komplikasi tiap tindakan. Pilihan reduksi pada kasus

fraktur radius distal adalah reduksi tertutup dan imobilisasi dengan gips.

B. Tujuan Penulisan

Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :


1. Untuk mengetahui kemampuan pengkajian pada pasien fraktur

2. Untuk mengetahui manajemen askep pada pasien yang mengalami


gangguan muskuloskeletal
3. Untuk mengetahui peran perawat dalam menjalankan intervensi pada
pasien fraktur

4. Untuk mengetahui kemampuan merumuskan diagnosa keperawatan pada


pasien fraktur

C. Manfaat
1. Mahasiswa mengetahui dan memahami pengkajian pada pasien fraktur
2. Mahasiswa mengetahui manajemen askep pada pasien yang mengalami

gangguan musculoskeletal (fraktur)


3. Mahasiswa mengetahui peran perawat dalam menjalankan intervensi pada
pasien fraktur
4. Untuk mengetahui kemampuan merumuskan diagnosa keperawatan pada
pasien fraktur
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi

Tulang radius ke arah distal membentuk permukaan yang lebar sampai


persendian dengan tulang carpalia. Peralihan antara dense cortex dan cancellous
bone pada bagian distal merupakan bagian yang sangat lemah dan mudah
terjadi fraktur. Penting sekali diketahui kedudukan anatomis yang normal dari
pergelangan tangan, terutama posisi dari ujung distalradius. Otot-otot yang
berada atau melewati regio wrist :
Posterior :
1. Ekstensor carpi ulnaris Ekstensor rutinaculum
2. Ekstensor carpi radialis longus et. Brevis Ekstensor pollicis longus
3. Ekstensor digitorum Ekstensor pollicis brevis
4. Ekstensor digiti minimi Interosseus

Anterior :
1. Fleksor carpi radialis palmaris longus et. Brevis
2. Fleksor carpi ulnaris brachioradialis
3. Fleksor digitorum abductore pollicis longus et. Brevis
4. Fleksor retinaculum Fleksor pollicis longus et. Brevis

Komponen tulang:

1. Radius dan ulna (distal)


2. Carpal (Os lunatrum, Os pisiforme, Os triqeutrum, Os hamatum, Os
capitatum, Os trapezoideum, Os trapezium, Os scaphoideum)
B. Definisi

Fraktur radius distal terbentuk ketika bagian pergelangan tangan terkena


trauma keras, biasanya ketika menahan jatuh menggunakan telapak tangan.
Sekitar 2-3cm dari tulang radius patah, kadang membentuk beberapa fragmen,
dan bisa saja sampai menembus keluar kulit (disebut fraktur terbuka). Secara

umum fraktur ditandai dengan rasa nyeri, memar, bengkak, tidak dapat bergerak
maksimal, mati rasa, dan pergelangan tangan tergantung ke arah yang tidak
normal (deformitas). Bila bagian terfraktur tidak terlalu nyeri pemeriksaan
dan/atau penanganan bisa ditunda hingga beberapa jam, tetapi bila terdapat

deformitas, mati rasa, perubahan warna jari, atau fraktur terbuka maka
penanganan medis harus dilakukan sesegera mungkin. Untuk memastikan

diagnosis, biasanya dilakukan X-ray pada pergelangan terfraktur. X-ray dapat


menunjukkan bagian yang terfraktur, jumlah fragmen, dan apakah ada
pergeseran fraktur.

C. Klasifikasi

Ada banyak sistem klasifikasi yang digunakan pada fraktur ekstensi dari radius

distal. Namun yang paling sering digunakan adalah sistem klasifikasi oleh
Frykman. Berdasarkan sistem ini maka fraktur Colles dibedakan menjadi 4 tipe
berikut :

1. Tipe I : Fraktur radius ekstra artikuler


2. Tipe II : Fraktur radius dan ulna ekstra artikuler
3. Tipe III : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal
4. Tipe IV : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal

5. Tipe V : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radioulnar


6. Tipe VI : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radioulnar

7. Tipe VII : Fraktur radius distal yang mengenai sendi radiokarpal dan sendi
radioulnar
8. Tipe VIII : Fraktur radius distal dan ulna yang mengenai sendi radiokarpal
dan sendi radioulnar
D. Etiologi

Pada dasarnya tulang bersifat relatif rapuh, namun cukup mempunyai kekuatan
dan daya pegas untuk menahan tekanan. Penyebab fraktur antara lain (Muttaqin,
2011):
1. Fraktur terbuka : Fraktur terbuka disebabkan oleh trauma langsung

2. Fraktur tertutup : Fraktur tertutup disebabkan oleh trauma langsung atau


kondisi tertentu, seperti degenerasi tulang (osteoporosis) dan tumor atau
keganasan tulang paha yang menyebabkan fraktur patologis, namun tidak
menutup kemungkinan akibat dari trauma

E. Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala fraktur (Brunner & Suddarth, 2001) terdiri atas:
1. Nyeri : Nyeri yang terjadi terus menerus dan bertambah beratnya sampai
fragmen tulang dimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan
bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk meminimalkan gerakan antar

fragmen tulang
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tak dapat digunakan dan cenderung

bergerak secara tidak alamiah. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau
tungkai menyebabkan deformitas ekstremitas, yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas yang normal. Ektremitas tak dapat

berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot
2. Krepitus tulang (derik tulang) : krepitasi tulang terjadi akibat gerakan
fragmen satu dengan yang lainnya.

3. Pembengkakan dan perubahan warna tulang : pembengkakan dan


perubahan warna tulang terjadi akibat trauma dan perdarahan yang

mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa jam atau hari.
F. Patofisiologi

Pada dasarnya penyebab fraktur itu sama yaitu trauma, tergantung dimana
fraktur tersebut mengalami trauma, begitu juga dengan fraktur radius distal ada
dua faktor penyebab fraktur, faktor-faktor tersebut diantaranya, fraktur fisiologis
merupakan suatu kerusakan jaringan tulang yang diakibatkan dari kecelakaan,

tenaga fisik, olahraga, dan trauma dan fraktur patologis merupakan kerusakan
tulang terjadi akibat proses penyakit dimana dengan trauma minor dapat
mengakibatkan fraktur (Rasjad, 2007). Fraktur ganggguan pada tulang biasanya
disebabkan oleh trauma gangguan adanya gaya dalam tubuh, yaitu stress,

gangguan fisik, gangguan metabolik dan patologik. Kemampuan otot


mendukung tulang turun, baik yang terbuka ataupun tertutup.

Kerusakan pembuluh darah akan mengakibatkan pendarahan, maka volume


darah menurun. COP atau curah jantung menurun maka terjadi perubahan
perfusi jaringan. Hematoma akan mengeksudasi plasma dan poliferasi menjadi

edema lokal maka terjadi penumpukan didalam tubuh. Disamping itu fraktur
terbuka dapat mengenai jaringan lunak yang kemungkinan dapat terjadi infeksi
terkontaminasi dengan udara luar dan kerusakan jaringan lunak yang akan
mengakibatkan kerusakan integritas kulit. Baik fraktur terbuka atau tertutup akan
mengenai serabut syaraf yang dapat menimbulkan gangguan rasa nyaman nyeri.
Selain itu dapat mengenai tulang sehingga akan terjadi masalah neurovaskuler

yang akan menimbulkan nyeri gerak sehingga mobilitas fisik terganggu. Pada
umumnya pada pasien fraktur terbuka maupun tertutup akan dilakukan
immobilitas yang bertujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah

dihubungkan tetap pada tempatnya sampai sembuh.


G. Pathway
H. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi, luasnya fraktur, trauma, dan


jenis fraktur.

2. Scan tulang, temogram, CT scan/MRI : memperlihatkan tingkat keparahan


fraktur, juga dan mengidentifikasi kerusakan jaringan linak.
3. Arteriogram : dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau
menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada

multipel trauma) peningkatan jumlah SDP adalah proses stres normal setelah
trauma.

5. Kreatinin : trauma otot meningkatkan beban tratinin untuk klien ginjal.


6. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilingan darah, tranfusi

mulpel atau cedera hati (Lukman & Ningsih, 2009).

I. Komplikasi

Komplikasi fraktur menurut Smeltzer dan Bare (2001) dan Price (2005) antara lain:
1. Komplikasi awal fraktur antara lain: syok, sindrom emboli lemak, sindrom
kompartement, kerusakan arteri, infeksi, avaskuler nekrosis.
a. Syok hipovolemik atau traumatic : akibat perdarahan (banyak kehilangan
darah eksternal maupun yang tidak kelihatan yang bisa menyebabkan

penurunan oksigenasi) dan kehilangan cairan ekstra sel ke jaringan yang


rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstrimitas, thoraks, pelvis dan vertebra.
b. Kerusakan Arteri : pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan

tidak ada nadi, CRT menurun, sianosis bagian distal, hematoma yang
lebar, dan dingin pada ekstrimitas yang disbabkan oleh tindakan

emergensi splinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan reduksi,


dan pembedahan.

c. Infeksi : sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka, tapi
bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin

dan plat.
d. Avaskuler nekrosis (AVN) : terjadi karena aliran darah ke tulang rusak

atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan di awali


dengan adanya Volkman’sIschemia (Smeltzerdan Bare, 2001).
2. Komplikasi dalam waktu lama atau lanjut fraktur antara lain:
a. Malunion dalam suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh
dalam posisi yang tidak seharusnya. Malunion merupaka penyembuhan

tulang ditandai dengan meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan


bentuk (deformitas).

b. Delayed union adalah proses penyembuhan yang terus berjalan dengan


kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal. Delayed union

merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang


dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini disebabkan karena
penurunan suplai darah ke tulang.
c. Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan
memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9

bulan. Nonunion di tandai dengan adanya pergerakan yang berlebih


pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau pseuardoarthrosis. Ini

juga disebabkan karena aliran darah yang kurang (Price dan Wilson,
2006).
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian Fokus
Pada pengkajian fokus yang perlu di perhatikan pada pasien fraktur merujuk
pada teori menurut Doenges (2002) dan Muttaqin (2008) ada berbagai macam

meliputi:
Anamnesa
a. Identitas Klien
Meliputi nama, jenis kelamin, umur, alamat, agama, bahasa yang dipakai, status
perkawinan, pendidikan,pekerjaan, asuransi, golongan darah, no. register, tanggal
MRS, diagnosa medis.
b. Keluhan Utama
Pada umumnya keluhan utama pada kasus fraktur adalah rasa nyeri. Nyeri tersebut
bisa akut atau kronik tergantung dan lamanya serangan. Untuk memperoleh
pengkajian yang lengkap tentang rasa nyeri klien digunakan:
 Provoking Incident: apakah ada peristiwa yang menjadi yang menjadi faktor
presipitasi nyeri.
 Quality of Pain: seperti apa rasa nyeri yang dirasakan atau digambarkan klien.
Apakah seperti terbakar, berdenyut, atau menusuk.
 Region: radiation, relief: apakah rasa sakit bisa reda, apakah rasa sakit menjalar
atau menyebar, dan dimana rasa sakit terjadi.
 Severity (Scale) of Pain: seberapa jauh rasa nyeri yang dirasakan klien, bisa
berdasarkan skala nyeri atau klien menerangkan seberapa jauh rasa sakit

mempengaruhi kemampuan fungsinya.


 Time: berapa lama nyeri berlangsung, kapan, apakah bertambah buruk pada
malam hari atau siang hari.

c. Riwayat penyakit sekarang : Kaji kronologi terjadinya trauma yang


menyebabkan patah tulang, pertolongan apa yang di dapatkan. Selain itu,

dengan mengetahui mekanisme terjadinya kecelakaan, perawat dapat


mengetahui luka kecelakaan yang lainya.

d. Riwayat penyakit dahulu Pada beberapa keadaan, klien yang pernah berobat
ke dukun patah tulang sebelumnya sering mengalami mal-union. Penyakit
tertentu seperti kanker tulang atau menyebabkan fraktur patologis sehingga

tulang sulit menyambung.


e. Riwayat penyakit keluarga yang berhubungan dengan patah tulang adalah

salah satu faktor predisposisi terjadinya fraktur, seperti osteoporosis yang


sering terjadi pada beberapa keturunan dan kanker tulang yang cenderung
diturunkan secara genetik.
f. Pola kesehatan fungsional
1) Aktifitas/ Istirahat

Keterbatasan/ kehilangan pada fungsi di bagian yang terkena (mungkin


segera, fraktur itu sendiri atau terjadi secara sekunder, dari

pembengkakan jaringan, nyeri)


2) Sirkulasi

- Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon nyeri atau


ansietas) atau hipotensi (kehilangan darah)
- Takikardia (respon stres atau hipovolemi)
- Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera, pengisian
kapiler lambat, pusat pada bagian yang terkena.

- Pembangkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera.


3) Neurosensori

- Hilangnya gerakan / sensasi, spasme otot


- Kebas/ kesemutan (parestesia)

- Deformitas local : angulasi abnormal, pemendekan, rotasi, krepitasi


(bunyi berderit)
- Spasme otot, terlihat kelemahan/hilang fungsi.
- Agitasi (mungkin badan nyeri/ ansietas atau trauma lain)
- Nyeri/Kenyamanan

Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada


area jaringan/kerusakan tulang pada imobilisasi), tidak ada nyeri

akibat kerusakan syaraf .


- Spasme / kram otot(setelah imobilisasi
- Laserasi kulit, avulse jaringan, pendarahan, perubahan warna

- Pembengkakan local (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-


tiba).

4) Pola hubungan dan peran


Klien akan kehilangan peran dalam keluarga dan dalam masyarakat
karena klien harus menjalani rawat inap.
5) Pola persepsi dan konsep diri
Dampak yang timbul dari klien fraktur adalah timbul ketakutan dan

kecacatan akibat fraktur yang dialaminya, rasa cemas, rasa


ketidakmampuan untuk melakukan aktifitasnya secara normal dan

pandangan terhadap dirinya yang salah.


6) Pola sensori dan kognitif

Daya raba pasien fraktur berkurang terutama pada bagian distal fraktur,
sedangkan indra yang lain dan kognitif tidak mengalami gangguan.
Selain itu juga timbul nyeri akibat fraktur.
7) Pola nilai dan keyakinan
Klien fraktur tidak dapat beribadah dengan baik, terutama frekuensi dan

konsentrasi dalam ibadah. Hal ini disebabkan oleh nyeri dan


keterbatasan gerak yang di alami klien.

1. Diagnosa Keperawatan
Adapun diagnosis keperawatan yang lazim dijumpai pada klien fraktur

radius distal adalah sebagai berikut (Nanda, 2015-2017)


a. Nyeri akut berhubungan dengan Agen Cedera Fisik (Prosedur
Operasi)
b. Gangguan Mobilitas Fisik berhubungan dengan Gangguan
Muskuloskeletal

c. Gangguan Integritas Jaringan berhubungan dengan Perubahan


Sirkulasi

d. Resiko Infeksi ditandai dengan Efek Prosedur Invasif


e. Defisit Pengetahuan berhubungan dengan Kurang Terpapar Informasi
2. Intervensi Keperawatan

1 Nyeri akut berhubungan Kontrol Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)


dengan agen cedera fisik Definisi : Definisi :
(prosedur operasi) Tindakan untuk meredakan Mengidentifikasi dan
Definisi : pengalaman senosrik atas mengelola pengalaman
Pengalaman sensorik atau emosional yang tidak sensorik atau emosional yang
emosional yang berkaitan menyenangkan akibat kerusakan berkaitan dengan kerusakan
dengan kerusakan jaringan jaringan. jaringan atau fungsional
actual atau fungsional,dengan Kriteria hasil : dengan onset mendadak atau
onset mendadak atau lambat 1. Melaporkan nyeri terkontrol lambat dan berintensitas
dan beritensitas ringan hingga (4) ringan hingga berat dan
berat yang berlangsung kurang 2. Kemampuan mengenali onset konstan.
dari 3 bulan. nyeri (4) Tindakan :
Penyebab : 3. Kemampuan mengenali Observasi
1. Agen cedera fisik (prosedur penyebab nyeri (4) 1. Identifikasi lokasi,
operasi) 4. Kemampuan menggunakan karakteristik,durasi,frekuens
Gejala dan tanda mayor : teknik non-farmakologis (5) i,kualitas,intensitas nyeri
Subjektif 5. Dukungan orang terdekat (5) 2. Identifikasi skala nyeri
1. Mengeluh nyeri 6. Keluhan nyeri (4) 3. Identifikasi faktor yang
Objektif 7. Penggunaan analgesic (4) memperberat dan
1. Tampak meringis memperingan nyeri
2. Bersikap protektif 4. Identifikasi pengaruh nyeri
3. Gelisah pada kualitas hidup
4. Frekuensi nadi meningkat Teraupetik
5. Sulit tidur 1. Berikan teknik
Gejala dan tanda minor : nonfarmakologis untuk
Objektif mengurangi rasa nyeri
1. Tekanan darah meningkat 2. Kontrol lingkungan yang
2. Pola napas berubah memperberat rasa nyeri
3. Nafsu makan berubah 3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Proses berpikir terganggu Edukasi :
5. Berfokus pada diri sendiri 1. Jelaskan strategi
6. Diaphoresis meredakan nyeri
2. Jelaskan penyebab,periode
dan pemicu nyeri
3. Ajarkan teknik
nonfarmaokologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian
analgetik, jika perlu
2 Gangguan Mobilitas Fisik Mobilitas fisik Dukungan mobilisasi
berhubungan dengan Definisi : Definisi :
Gangguan Muskuloskeletal Kemampuan dalam gerakan fisik Memfasilitasi pasien untuk
Definisi : keterbatasan dalam dari satu atau lebih ekstremitas meningkatkan aktivitas
gerakan fisik dari satu atau secara mandiri. pergerakan fisik.
lebih ekstremitas secara Kriteria hasil : Tindakan :
mandiri 1. Pergerakan ekstremitas (4) Observasi
Penyebab : 2. Kekuatan otot (3) 1. Identifikasi adanya nyeri
Gangguan muskuloskeletal 3. Rentang gerak (ROM) (4) atau keluhan fisik lainnya
Gejala dan tanda mayor : 4. Nyeri (4) 2. Monitor frekuensi jantung
Subjektif : 5. Gerakan terbatas (4) dan tekanan darah sebelum
 mengeluh sulit memulai mobilisasi
menggerakan ekstremitas 3. Monitor kondisi umum
selama melakukan
Objektif :
mobilisasi
 kekuatan otot menurun
Terapeutik
 Rentang gerak (ROM)
1. Fasilitasi aktivitas mobilisasi
menurun dengan alat bantu (mis,
Gejala dan tanda minor : pagar tempat tidur)
Subjektif : 2. Libatkan keluarga untuk
 Nyeri saat bergerak membantu pasien dalam
 Enggan melakukan meningkatkan pergerakan
pergerakan Edukasi
 Merasa cemas saat bergerak 1. Jelaskan tujuan dan
Objektif : prosedur mobilisasi
 Sendi kaku 2. Anjurkan melakukan
 Gerakan tidak terkoordinasi mobilisasi dini
 Gerakan terbatas Ajarkan mobilisasi sederhana
 Fisik lemah yang harus dilakukan (mis,
duduk ditempat tidur, duduk
disisi tempat tidur,pindah dari
tempat tidur ke kursi)

Perawatan Gips (I.05181)


Definisi : mengidentifikasi dan
merawat pasien yang menjalani
immobilisasi ekstremitas
dengan gips
Tindakan :
Observasi
1. identifikasi perubahan
sensasi atau peningkatan nyeri
pada area fraktur
2. monitor tanda-tanda infeksi
(gips berbau, eritma,demam)
3. monitor tanda-tanda
gangguan sirkulasi atau fungsi
neurologi (nyeri, pucat, nadi
tidak teraba, paralisis)
4. periksa retak atau kerusakan
pada gips
Terapeutik
5. topang gips dengan bantal
sampai gips kering
6. tinggikan ekstremitas yang
terpasang gips si atas level
jantung
7. gunakan arm sling sebagai
penopang, jika perlu
8. hindari gips menjadi basah

Edukasi
9. informasikan perlunya
membatasi aktivitas selama
masa pengeringan gips
10. anjurkan tidak menggaruk
kulit dibawah gips
11. ajarkan cara merawat gips

3 Risiko infeksi berhubungan Kontrol resiko Pencegahan infeksi


dengan tindakan invasive Definisi : Definisi :
Kemampuan untuk mengerti, Mengidentifikasi dan
Definisi :
mencegah, mengeliminasi atau menurunakn resiko terserang
Beresiko mengalami
mengurangi ancaman kesehatan organism patogenik
peningkatan terserang
yang dapat dimodifikasi Tindakan :
organism patogenik
Kriteria hasil : Observasi
Faktor resiko :
1. Kemampuan melakukan 1. Monitor tanda dan gejala
1. Efek prosedur invasive
strategi kontrol resiko (5) infeksi local dan sistemik
2. Ketidakadekuatan
2. Kemampuan mengubah Terapeutik
pertahanan tubuh
perilaku (4) 1. Batasi jumlah pengunjung
primer : kerusakan
3. Kemampuan menghindari 2. Berikan peawatan kulit
integritas kulit.
faktor resiko (4) pada area odema
Kondisi klinis terkait :
4. Kemampuan mengenali 3. Cuci tangan sebelum dan
1. Tindakan invasif
perubahan status kesehatan (4) sesudah kontak dengan
5. Penggunaan fasilitas kesehatan pasien dan lingkungan
(5) pasien
4. Pertahankan teknik aseptic
pada pasien berisko tinggi

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala
infeksi
2. Ajarkan cara mencuci
tangan dengan benar
3. Anjurkan meningkatkan
asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan
asupan cairan
DAFTAR PUSTAKA
Black,M Joyce.,Hawks,Jane Hokanson. Keperawatan Medikal Bedah Manajemen Klinis
Untuk Hasil yang Diharapkan. Edisi 8 Buku 1. Elsevier
Helmi, Zairin Noor. 2012 .Buku Saku Kedaruratan Di Bidang Bedah Ortopedi. Jakarta:
Salemba Medika.
Jitowiyono, Sugeng.,Weni kristiyani. 2010. Asuhan Keperawatan Post Operasi. Yogyakarta:
Nuha Medika.
Kowalak., Welsh. ,dan Mayer. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta: EGC
Rendy, MClevo., Margareth TH .2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta: Nuha Medika
Sjam suhidayat, Wim de Jong. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi II. Jakarta : EGC
PPNI (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi dan Kriteria Hasil
Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia: Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

PPNI (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia: Definisi dan Indikator Diagnostik,
Edisi 1. Jakarta: DPP PPNI.

Anda mungkin juga menyukai