Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN

RESUME MANAJEMEN ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN


HEMODIALISA DI RUMAH SAKIT SAMARINDA MEDIKA CITRA

Disusun Oleh :

Ita Tresmina
P2003017

PROGRAM PROFESI NERS


INSTITUT TEKNOLOGI SAINS DAN KESEHATAN WIYAT HUSADA
SAMARINDA
2021
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Hemodialisis adalah suatu proses memisahkan sisa metabolisme
yang tertimbun dalam darah dan mengatur keseimbangan cairan dan
elektrolit juga asam basa melalui sirkulasi ekstrakorporeal dengan
menggunakan ginjal buatan. Beberapa aspek yang mempunyai hubungan
erat dengan masalah keperawatan antara lain : Ginjal buatan, Dialisat,
Pengolahan Air, Akses Darah, Antikoagulan, tekhnik Hemodialisa,
Perawatan Pasien Hemodialisa, Komplikasi akut hemodialisa dan
pengelolaannya, peranan perawat yang bekerja di luar HD (ruang
perawatan biasa). Tindakan hemodialisa dilakukan ketika ginjal sudah
tidak dapat berfungsi dengan normal. Pada gagal ginjal kronik maka
hemodialisa bisa dilakukan seumur hidup bila tidak melakukan operasi
transplantasi ginjal.
Penyakit CKD (Chronic Kidney Disease) merupakan masalah
kesehatan masarakat di seluruh dunia. Center for Disease Control (CDC)
and Prevention and Health Promotion memperkirakan bahwa dalam
rentang 1999-2010 terdapat lebih dari 10% Amerika Serikat dewasa atau
kurang lebih 20 juta orang yang menderita penyakit CKD (Chronic Kidney
Disease) dengan berbagai tingkat keparahan (Fay & Istichomah, 2017).
Data terbaru dari US NCHS (National Center for Health Statistics
America) tahun 2012 menunjukkan bahwa penyakit ginjal masih
menduduki peringkat 10 besar di Amerika sebagai penyebab kematian
terbanyak laporan USRDS (The United States Renal Data System) tahun
2013 menunjukan angka prevelensi penderita penyakit ginjal kronis tahap
ahkir pada tahun 2011 Amerika Serikat sebesar 1.924 per 1 juta penduduk,
di Singapura sebesar 1.661 per 1 juta penduduk, dan di Jepang sebesr 2.309
per 1 juta penduduk per tahun.
Indonesia, dilaporkan pada acara Asian Forum of CKD Initiative
tahun 2012 di Hamamatsu Jepang bahwa antara tahun 2005-2011 terdapat
973 kasus baru penderita cuci darah regular. Terjadi peningkatan kasus
baru dari 176 menjadi 301 kasus ketika biaya cuci darah ditanggung
negara melaluiAskeskin (Asuransi Kesehatan Masyarakat Miskin) sejak
tahun 2005. Berdasarkan data dari Riskesdas 2013 prevalensi penyakit
ginjal kronik sesuai diagnosis dokter di indonesia sebesar 0,2%. Di urutan
pertama ditempati oleh Sulawesi Tengah dengan prevalensi 0,5%, di ikuti
oleh Aceh, Gorontalo, dan Sulawesi Utara dengan prevalensi 0,4%.
Sementara NTT, Sulawesi Selatan, Lampung, Jawa Barat, Jawa Tengah,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan Jawa Timur masing-masing memiliki
prevalensi sebesar 0,3%. Karena rusaknya unit penyaring ginjal maka
pasien penyakit ginjal kronik memerlukan terapi pengganti ginjal yang
salah satunya dengan hemodialisis. Sementara kualitas hidup menjadi
topik penting dalam perawatan medis karena kualitas hidup dapat menurun
ketika individu sakit dan sakit dalam waktu yang lama, dan itu merupakan
pertimbangan penting dalam pencegahan sebelum dan sesudah penyakit
muncul (Webster et al., 2017).
Nurmalasari et al (2018) dalam studinya memaparkan bahwa
didapatkan hasil bahwa rata-rata kualitas hidup pasien penyakit ginjal
kronik buruk yang hal ini dipengaruhi oleh banyak faktor sehingga
menuntut adanya pendekatan kolaborasi dari tim kesehatan, termasuk
didalamnya perawat yang dituntut untuk dapat melakukan pelayanan
keperawatan (care giver) dengan baik sesuai dengan standar proses
keperawatan.

B. Rumusan Masalah
Bagaimana pelaksanaan asuhan keperawatan pada dengan pada
klien dengan gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra yang meliputi pengkajian, perumusan masalah,
diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi?
C. Tujuan
1. TujuanUmum
Mengetahui gambaran penerapan asuhan keperawatan pada klien
dengan Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra.
2. Tujuan Khusus
1. Mampu memahami konsep Hemodialisa
2. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan Gagal Ginjal
Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Samarinda Medika Citra.
3. Mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Samarinda
Medika Citra.
4. Mampu merumuskan intervensi keperawatan pada klien dengan
Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Samarinda
Medika Citra.
5. Mampu melakukan implementasi keperawatan klien dengan Gagal
Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Samarinda Medika
Citra.
6. Mampu melaksanakan evaluasi tindakan keperawatan pada klien
dengan Gagal Ginjal Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit
Samarinda Medika Citra.
7. Mampu menyusun laporan ilmiah klien dengan Gagal Ginjal
Kronik di Unit Hemodialisa Rumah Sakit Samarinda Medika Citra
dengan menggunakan pendekatan proses keperawatan.
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Anatomi Fisiologi Ginjal


Makroskopis .Ginjal terletak di bagian belakang abdomen atas, di belakang
peritonium, didepan dua kosta terakhir dan tiga otot-otot besar (transversus
abdominis,kuadratus lumborum, dan iliopsoas mayor). Ginjal pada orang dewasa
penjangnya sampai 13 cm, lebarnya 6 cm dan berat kedua ginjal kurang dari1%
berat seluruh tubuh atau sekitar 120-150 gram. Bentuknya seperti bijikacang,
jumlahnya ada 2 buah di kiri dan kanan, ginjal kiri lebih besar dariginjal kanan
dan pada umumnya ginjal laki-laki lebih panjang dari pada ginjalwanita. Ginjal
dipertahankan dalam posisi tersebut oleh bantalan lemak yangtebal. Potongan
longitudinal ginjal memperlihatkan dua daerah yang berbedayaitu korteks dan
medulla. Medulla terbagi menjadi baji segitiga yang disebut piramid. Piramid-
piramid tersebut dikelilingi oleh bagian korteks dan tersusundari segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papila atau apeksdari tiap piramid
membentuk duktus papilaris bellini yang terbentuk darikesatuan bagian terminal
dari banyak duktus pengumpul.
Mikroskopis .Tiap tubulus ginjal dan glomerulusnya membentuk satu
kesatuan (nefron). Nefron adalah unit fungsional ginjal. Dalam setiap ginjal
terdapat sekitar satu juta nefron. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowman,
tumbai kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan
tubuluskontortus distal, yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal (Benjamin Cummings, 2001)


Fisiologi ginjal. Fungsi ginjal yaitu mengeluarkan zat-zat toksik atau
racun;mempertahankan keseimbangan cairan; mempertahankan keseimbangan
kadar asam dan basa dari cairan tubuh; mempertahankan keseimbangan garam-
garam dan zat-zat lain dalam tubuh; mengeluarkan sisa metabolisme hasilakhir
sari protein ureum, kreatinin dan amoniak. Tiga tahap pembentukan urine:
1. Filtrasi glomerular.
Pembentukan kemih dimulai dengan filtrasi plasma padaglomerulus,
seperti kapiler tubuh lainnya, kapiler glomerulus secararelatif bersifat
impermiabel terhadap protein plasma yang besar dancukup permeabel
terhadap air dan larutan yang lebih kecil sepertielektrolit, asam amino,
glukosa, dan sisa nitrogen. Aliran darah ginjal(RBF = Renal Blood Flow)
adalah sekitar 25% dari curah jantung atausekitar 1200 ml/menit. Sekitar
seperlima dari plasma atau sekitar 125ml/menit dialirkan melalui glomerulus
ke kapsula bowman. Ini dikenal dengan laju filtrasi glomerulus (GFR =
Glomerular Filtration Rate).
Gerakan masuk ke kapsula bowmans disebut filtrat. Tekanan filtrasi
berasal dari perbedaan tekanan yang terdapat antara kapiler glomerulusdan
kapsula bowmans, tekanan hidrostatik darah dalam kapiler glomerulus
mempermudah filtrasi dan kekuatan ini dilawan oleh tekanan hidrostatik
filtrat dalam kapsula bowmans serta tekanan osmotik koloid darah. Filtrasi
glomerulus tidak hanya dipengaruhi olehtekanan- tekanan koloid diatas
namun juga oleh permeabilitas dinding kapiler.
2. Reabsorpsi.
Zat-zat yang difiltrasi ginjal dibagi dalam 3 bagian yaitu : nonelektrolit,
elektrolit, dan air. Setelah filtrasi langkah kedua adalah reabsorpsi selektif
zat-zat tersebut kembali lagi zat-zat yang sudah difiltrasi.
3. Sekresi.
Sekresi tubular melibatkan transpor aktif molekul-molekul darialiran darah
melalui tubulus ke dalam filtrat. Banyak substansi yang disekresi tidak terjadi
secara alamiah dalam tubuh (misalnya penisilin). Substansi yang secara
alamiah terjadi dalam tubuh termasuk asam uratdan kalium serta ion-ion
hidrogen. Pada tubulus distalis, transpor aktif natrium sistem carier yang juga
telibat dalam sekresi hidrogen dan ion-ion kalium tubular. Dalam hubungan
ini, tiap kali carier membawa natrium keluar dari cairan tubular, cariernya
bisa hidrogen atau ionkalium kedalam cairan tubular perjalanannya kembali
jadi, untuk setiap ion natrium yang diabsorpsi, hidrogen atau kalium harus
disekresi dan sebaliknya.
Fungsi lain ginjal, selain menjadi filter penting adalah sebagai berikut :
1. Menjaga keseimbangan cairan tubuh.
2. Produksi hormon yang mengontrol tekanan darah.
3. Produksi Hormon Erythropoietin yang membantu pembuatan sel darah
merah.
4. Mengaktifkan vitamin D untuk memelihara kesehatan tulang.

B. Hemodialisa
Hemodialisa merupakan suatu prosedur yang digunakan untuk mengeluarkan
cairan dan produk limbah dari dalam tubuh ketika ginjal tidak mampu
melaksanakan proses tersebut (Choudhary et al., 2019). Proses dialisa
menyebabkan pengeluaran cairan dan sisa metabolisme dalam tubuh serta
menjaga keseimbangan elektrolit dan produk kimiawi dalam tubuh. Tujuan
hemodialisis adalah untuk mengambil zat-zat nitrogen yang toksik dari dalam
darah yang penuh dengan toksin dan limbah nitrogen dialihkan dari tubuh pasien
ke dialiser tempat darah tersebut dibersihkan dan kemudian dikembalikan lagi ke
tubuh pasien. Aliran darah akan melewati tubulus tersebut sementara cairan
dialisat bersikulasi di sekitarnya. Pertukaran limbah dari darah ke dalam cairan
dialisat akan terjadi membran semipermeabel tubulus (Davenport, 2016)
Proses hemodialis dilakukan 1-3 kali dalam seminggu di rumah sakit dengan
memerlukan waktu sekitar 2-45 jam setiap kali hemodialisis (Viecelli & Lok,
2019), pada penderita PGK stadium V dan pada pasien dengan AKI (Acute Kidney
Injury) yang memerlukan terapi pengganti ginjal. Keputusan untuk inisiasi terapi
dialisis berdasarkan parameter laboratorium bila LFG antara 5 dan 8 ml/menit/l
.73 m2. Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan
Gambar 2.2 Proses Hemodialisis(Choudhary et al., 2019)

Menurut prosedur yang dilakukan HD dapat dibedakan menjadi 3 yaitu: HD


darurat/emergency, HD persiapan/preparative, dan HD kronik/regular (Zazzeroni
et al., 2017).
1. Proses Hemodialisa
Ada tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi, osmosis,
dan ultrafiltrasi.
a. Difusi
Toksin dan zat limbah di dalam darah dikeluarkan melalui proses
difusi dengan cara bergerak dari darah yang memiliki konsentrasi tinggi
ke cairan dialisat dengan konsentrasi yang lebih rendah (Kraus et al.,
2016). Cairan dialisat tersusun dari elektrolit yang penting dengan
konsentrasi ekstrasel yang ideal. Kadar elektrolit darah dapat
dikendalikan dengan mengatur rendaman dialisat secara tepat.

Gambar 2.3 Proses Difusi(Kraus et al., 2016)


b. Osmosis
Air yang berlebihan dikeluarkan dari dalam tubuh melalui proses
osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan dengan menciptakan gradien
tekanan, yaitu air bergerak dari daerah dengan tekanan yang lebih tinggi
(tubuh pasien) ke daerah dengan tekanan yang lebih rendah (cairan
dialisat).
c. Ultrafiltrasi
Gradien ini dapat ditingkatkan melalui penambahan tekanan negatif
yang dikenal sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis (Kraus et al., 2016).
Tekanan negatif diterapkan pada alat ini. Untuk meningkatkan kekuatan
penghisap pada membrane dan memfasilitasi pengeluaran air. Kekuatan
ini diperlukan hingga mencapai isovolemia (keseimbangan cairan).

Gambar 2.4 Proses Ultrafiltrasi (Rosdiana, 2011)

2. Indikasi dan Kontraindikasi Inisiasi Terapi dialisis


a. Indikasi absolut
1) Indikasi Biokimia
a) BUN > 100 mg/dl
b) Kreatinin > 10 mg/dl
c) Hiperkalemia
d) Asidosis metabolic tak dapat diatasi
2) Indikasi Klinis
a) Anoreksia, nausea, muntah
b) Ensefalopati uremikum
c) Edema paru, refraktur dieresis
d) Perikarditis uremikum
e) Perdarahan uremik
b. Indikasi elektif
Pasien dengan penurunan LFG (formula Cockcroft dan Gault) antara
5 dan 8 ml/m/1,73 m2, yang diikuti gejala uremik, asidosis, mual
muntah, anoreksia, dan astenia berat.
c. Kontraindikasi
Akses vaskuler sulit, hemodinamik tidak stabil dan gangguan
kekentalan darah. penyakit alzheimer, dan enselofati (PERNEFRI, 2003).
3. Komplikasi Hemodialisis
Komplikasi yang sering terjadi pada penderita yang menjalani HD adalah
gangguan hemodinamik. Tekanan darah umumnya menurun dengan
dilakukannya UF atau penarikan cairan saat HD. Hipotensi intradialitik
terjadi pada 5-40% penderita yang menjalani HD reguler. Namun sekitar 5-
15% dari pasien HD tekanan darahnya justru meningkat. Kondisi ini disebut
hipertensi intradialitik atau intradialytic hypertension (HID) (Agarwal dan
Light, 2010).
Komplikasi HD dapat dibedakan menjadi komplikasi akut dan komplikasi
kronik (Daurgirdas et al., 2007).
a. Komplikasi Akut
Komplikasi akut adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi adalah:
hipotensi, kram otot, mual muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit
punggung, gatal, demam, dan menggigil (Daurgirdas et al., 2007; Bieber
dan Himmelfarb, 2013). Komplikasi yang cukup sering terjadi adalah
gangguan hemodinamik, baik hipotensi maupun hipertensi saat HD atau
HID. Komplikasi yang jarang terjadi adalah sindrom disekuilibrium,
reaksi dialiser, aritmia, tamponade jantung, perdarahan intrakranial,
kejang, hemolisis, emboli udara, neutropenia, aktivasi komplemen,
hipoksemia (Daurgirdas et al., 2007).
Komplikasi Penyebab
Hipotensi Penarikan cairan yang berlebihan, terapi
antihipertensi, infark jantung,tamponade,
reaksi anafilaksis
Hipertensi Kelebihan natrium dan air, ultrafiltrasi
yang tidak adekuat
Reaksi Alergi Reaksi alergi, dialiser, tabung, heparin,
besi, lateks
Aritmia Gangguan elektrolit, perpindahan cairan
yang terlalu
cepat, obat antiaritmia yang terdialisis
Kram Otot Ultrafiltrasi terlalu cepat, gangguan
elektrolit
Emboli Udara Udara memasuki sirkuit darah
Dialysis disequilibirium Perpindahan osmosis antara intrasel dan
ekstrasel
menyebabkan sel menjadi bengkak, edema
serebral.
Penurunan konsentrasi urea plasma yang
terlalu cepat
Masalah pada dialisat / kualitas air
Chlorine Hemolisis oleh karena menurunnya kolom
charcoal
Kontaminasi Fluoride Gatal, gangguan gastrointestinal, sinkop,
tetanus, gejala neurologi, aritmia
Kontaminasi bakteri / endotoksin Demam, mengigil, hipotensi oleh karena
kontaminasi dari dialisat maupun sirkuti
air
Tabel 2.1 Komplikasi Akut Hemodialisis (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

b. Komplikasi Kronik
Adalah komplikasi yang terjadi pada pasien dengan hemodialisis
kronik. Komplikasi kronik yang sering terjadi dapat dilihat pada tabel di
bawah ini (Bieber dan Himmelfarb, 2013)

Penyakit jantung
Malnutrisi
Hipertensi / volume excess
Anemia
Renal osteodystrophy
Neurophaty
Disfungsi reproduksi
Komplikasi pada akses
Gangguan perdarahan
Infeksi
Amiloidosis
Acquired cystic kidney disease

Tabel 2.2 Penyakit akibat komplikasi CKD (Bieber dan Himmelfarb, 2013)
4. WOC Hemodialisis
GAGAL GINJAL KRONIS

Mengalami penurunan fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh gagal dalam mengeluarkan zat sisa dan
mempertahankan metabolisme cairan, serta keseimbangan elektrolit

Penurunan fungsi Ketidakmampuan Tidak mampu Sekresi renin tidak stabil Ketidakmampuan Kadar kalium
filtrasi glomerulus mempertahankan mengeluarkan zat sisa mengkonsentrasi urine, pengaturan serum yang tinggi
keseimbangan metabolism cairan
elektrolit
Aktivasi aksis RAA
Kadar ureum serum Retensi natrium dan H2O
Suasana asam tinggi
Peningkatan TD
Asidosis Penumpukan ureum Cairan intravaskuler masuk
kejaringan

Mengiritasi
Mengiritasi otak Edema
pericardium
(pericarditis)
Ensefalopati Jaringan Pulmoner

↑afterload Sesak nafas

Indikasi dilakukannya terapi pengganti ginjal (Hemodialisis)

Page 11
Indikasi dilakukannya terapi pengganti ginjal (Hemodialisis)

Penurunan fungsi
Pre HD Intra HD
ginjal Post HD

Kurang pajanan Kadar ureum Ketidakmampuan Adanya akses


Tekanan Area pemasangan Difusi Prosedur
vaskular
informasi serum tinggi mengkonsentrasi hidrostik ↑ akses vaskuler osmosis penggunaan
mengenai HD, urine, dan pengaturan ultrafiltrasi heparin
proses penyakit Penumpukan metabolisme cairan Uremic Adanya
Tekanan Mempertahankan
dan pengobatan ureum Water loss↑ Ggn. frost kanulasi
Retensi natrium dan intrakranial↑ posisi tubuh statis saat
HD 4-5 jam Koagulasi
Respon tubuh mengeluarkan H2O darah
Kurang melalui keringat merangsang Merangsang
informasi produksi histamin Cairan intravaskuler trigezon Kekurangan Resiko
Kram otot Luka
masuk kejaringan vol.cairan perdarahan punksi
cemas Pruritus
Saraf prenikeus Ggn. Rasa
Edema terangsang nyaman Perfusi
jaringan ↓ Resiko
Ansietas lesi
hipovolemia Pruritus
Ggn. Asam lambung ↑
Ggn. Integritas kulit Kesimbangan Stress, haus
Defisiensi Cairan berlebih
pengetahuan Ggn. Integritas kulit
Mengikis mukosa
Jaringan Pulmoner lambung Port de enter
Resti infeksi masuknya kuman
↑afterload Ggn. Pertukaran Gas
Sekresi Beban Mual
Adanya
eripoetin ↓ ginjal ↑ aneurisma >2
Peningkatan Pola Napas tidak efektif
TD intake ↓ BB ↓

Prod.Hb ↓
Suplai O2 kejaringan ↓ Resiko cidera
Ggn. Perfusi jaringan Ggn. Nutrisi kurang dari Anoreksia
kebutuhan
oksihemoglobin ↓
Intoleransi aktivitas Kelelahan

Page 12
5. Penatalaksanaan Hemodialisa
a. Persiapan untuk program dialisis regular
Setiap pasien yang akan menjalani program dialisis
regular harus mendapat informasi yang harus dipahami sendiri dan
keluarganya. Beberapa persiapan (preparasi) dialisis regular:
1) Sesi dialisis 3-4 kali per minggu (12-15 jam) per minggu
2) Psikoligis yang stabil
3) Finalsial cukup untuk program terapi dialisis regular selama
waktu tidak terbatas sebelum transplantasi ginjal
4) Pemeriksaan laboratorium dan perasat lainnya sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan. Pemeriksaan ini sangat penting
untuk menjamin kualitas hidup optimal
5) Disiplin pribadi untuk menjalankan program terapi ajuvan :
a) Diet, perbatasan asupan cairan dan buah-buahan
b) Obat-obatan yang diperlukan yang tidak terjangkau dialisis
6) Operasi A-V fistula dianjurkan pada saat kreatinin serum 7 mg/%
terutama pasien wanita, pasien usia lanjut dan diabetes mellitus.
b. Terapi pengganti ginjal
Dilakukan pada penyakit ginjal kronik stadium 5, yaitu pada
Glomerular filtration Rate (GFR) kurang dari 15 ml/menit. Terapi
tersebut dapat berupa hemodialisis, continious ambulatory peritoneal
dialysis (CAPD), dan transplantasi ginjal.
1) Dialisis
Dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal
yang serius seperti hiperkalemia, perikarditis, dan kejang.
Dialysis memperbaiki abnormalitas biokimia, menyebabkan
cairan, protein, dan natrium dapat dikonsumsi secara bebas,
menghilangkan kecenderungan perdarahan, dan membantu
penyembuhan luka.
Terapi ini di tujukan untuk mengganti faal ginjal sebagai
ekskresi. Dialisis dianggap perlu dimulai bila dijumpai salah satu
hal dibawah ini :
a) Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
b) K serum > 6 mEq/L
c) Ureum darah > 200 mg/Dl
d) pH darah < 7,1
e) Anuria berkepanjangan ( > 5 hari)
f) Fluid overloaded
Dialisis adalah suatu proses difusi zat terlarut dan air secara
pasif melalui suatu membran berpori dari suatu kompartemen cair
menuju kompartemen cair lainnya. Terdapat dua teknik yang
digunakan dalam dialisis, yaitu :
a) Hemodialisis
Hemodialisis adalah proses pembersihan darah oleh
akumulasi sampah buangan. Hemodialisis digunakan bagi pasien
dengan tahap akhir gagal ginjal atau pasien berpenyakit akut yang
membutuhkan dialisis waktu singkat. Penderita gagal ginjal
kronis, hemodialisis akan mencegah kematian. Hemodialisis tidak
menyembuhkan atau memulihkan penyakit ginjal dan tidak
mampu mengimbangi hilangnya aktivitas metabolik atau endokrin
yang dilaksanakan ginjal dan dampak dari gagal ginjal serta
terapinya terhadap kualitas hidup pasien (Brunner & Suddarth,
2006 ; Nursalam, 2006).
Terapi hemodialisis mempunyai beberapa tujuan. Tujuan
tersebut diantaranya adalah menggantikan fungsi ginjal dalam
fungsi ekskresi (membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh,
seperti ureum, kreatinin, dan sisa metabolisme yang lain),
menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh
yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat,
meningkatkan kualitas hidup pasien yang menderita penurunan
fungsi ginjal serta Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu
program pengobatan yang lain (Suharyanto dan Madjid, 2009).
Tujuan utama Hemodialisis adalah untuk mengembalikan suasana
cairan ekstra dan intrasel yang sebenarnya merupakan fungsi dari
ginjal normal.
Tiga prinsip yang mendasari kerja hemodialisis, yaitu difusi,
osmosis, ultrafiltrasi. Toksin dan zat limbah di dalam darah
dikeluarkan melalui proses difusi dengan cara bergerak dari darah
yang memiliki konsentrasi tinggi, ke cairan dialisat dengan
konsentrasi yang lebih rendah (Lavey, 2011). Cairan dialisat
tersusun dari semua elektrolit yang penting dengan konsentrasi
ekstrasel yang ideal. Kelebihan cairan dikeluarkan dari dalam
tubuh melalui proses osmosis. Pengeluaran air dapat dikendalikan
dengan menciptakan gradien tekanan, dimana air bergerak dari
daerah dengan tekanan yang lebih tinggi (tubuh pasien) ke
tekanan yang lebih rendah (cairan dialisat). Gradient ini dapat
ditingkatkan melalui penambahan tekanan negative yang dikenal
sebagai ultrafiltrasi pada mesin dialisis. Tekanan negative
diterapkan pada alat ini sebagai kekuatan penghisap pada
membran dan memfasilitasi pengeluaran air (Elizabeth, et all,
2011)).
Akses pada sirkulasi darah pasien terdiri atas subklavikula
dan femoralis, fistula, dan tandur. Akses ke dalam sirkulasi darah
pasien pada hemodialisis darurat dicapai melalui kateterisasi
subklavikula untuk pemakaian sementara. Kateter femoralis dapat
dimasukkan ke dalam pembuluh darah femoralis untuk
pemakaian segera dan sementara. Fistula yang lebih permanen
dibuat melalui pembedahan (biasanya dilakukan pada lengan
bawah) dengan cara menghubungkan atau 19 menyambung
(anastomosis) pembuluh arteri dengan vena secara side to side
(dihubungkan antara ujung dan sisi pembuluh darah). (Barnett &
Pinikaha, 2007).
Kondisi normal manusia tidak dapat bertahan lama tanpa
asupan cairan dibandingkan dengan makanan namun pasien
dengan hemodialisis mengontrol asupan cairan merupakan salah
satu masalah yang utama karena ketidaktepatan dalam mengontrol
asupan cairan akan menimbulkan beberapa 22
komplikasi.perburukan pada kondisi pasien. Tujuan
penatalaksanaan cairan pada pasien yang menjalani hemodialisis
adalah untuk dapat mempertahankan status cairan yang optimal
(Barnet & Pinika, 2007).

Gambar 2.5 Alat Hemodialisa

Gambar 2.6 AV Shunt

Gambar 2.7 Double Lumen

b) Peritoneal Dialisis
Peritoneal dialisis merupakan suatu proses dialisis di dalam
rongga perut yang bekerja sebagai penampung cairan dialisis dan
peritoneum sebagai membran semipermeabel yang berfungsi
sebagai tempat yang dilewati cairan tubuh yang berlebihan dan
solute yang berisi racun ureum yang akan dibuang.Peritoneal
dialysis ini secara prinsip mirip dengan hemodialisis.
Keduanya sama-sama tergantung pada pergerakan pasif dari
air dan solute melewati membrane semipermeable, proses ini
disebut sebagai difusi. Pada zaman dulu peritoneal dialisis
dilakukan secara intermiten, dimana pasien harus melakukan
pergantian cairan secara rutin setiap 8 jam atau lebih (biasanya
sepanjang malam), 3 atau 4 kali seminggu. Sejumlah mesin
otomatis telah dikembangkan untuk membantu agar proses
dialisis menjadi lebih sederhana dan lebih mudah. Kemudian
pada tahun 1976 diperkenalkan salah satu tehnik peritoneal
dialisis yaitu continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD),
dan langsung dapat diterima sebagai terapi alternative untuk
pasien dengan gagal ginjal. Continuous pada CAPD ini berarti
bahwa cairan dialisat selalu berhubungan dengan membrane
peritoneum, kecuali pada saat penggantian cairan dialisat.
Pada CAPD, rongga abdomen/peritoneum pasien selalu
terisi cairan dialisat yang merupakan cairan khusus yang terdiri
dari elektrolit dan dekstrosa. Cairan dialisat ini perlu diganti
secara periodik ketika konsentrasi dari produk buangan (waste
product) meningkat. Waste product ini berdifusi dari darah pasien
melewati membran peritoneum dan masuk ke rongga abdomen.
Dekstrosa atau gula pada cairan dialisat akan menarik air melalui
proses osmosis dari tubuh menuju ke rongga peritoneum. Karena
sejumlah dekstrosa diserap melalui proses difusi masuk ke dalam
tubuh pasien dan karena konsentrasi dekstrosa di dalam rongga
peritoneum menurun karena penambahan air, maka pergerakan
cairan juga menurun dan pada saat inilah diperlukan penggantian
cairan dialisat.
Ada beberapa metode untuk memasukkan kateter peritoneal
dialisis, yaitu open dissection, blind percutaneus placement
dengan trokar Tenckhoff, blind percutaneus placement dengan
guidewire (tehnik Seldinger), penempatan minitrokar dengan
peritoneoskopi (YTEC) atau laparoskopi, tehnik Moncrief-
Popovich, dan kateter presternal (merupakan modifikasi Swan
neck Missouri coil catheter yang terdiri dari 2 tube silikon).

Gambar 2.8 continuous ambulatory peritoneal dialysis (CAPD)

Gambar 2.9 Perbedaan Hemodialysis dan CAPD

C. Chronic Kidney Disease (CKD)


Chronic kidney disease (CKD) adalah suatu kerusakan pada struktur atau
fungsi ginjal yang berlangsung ≥ 3 bulan, dengan atau tanpa disertai penurunan
glomerular filtration rate (GFR). Selain itu, CKD dapat pula didefinisikan sebagai
suatu keadaan dimana GFR < 60 mL/menit/1,73 m2 selama ≥ 3 bulan dengan atau
tanpa disertai kerusakan ginjal (National Kidney Foundation, 2002). Chronic
kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai kerusakan
ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan glomerulus filtration
rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal kronis (GGK)
didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan fungsi secara
lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana kemampuan tubuh
gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan keseimbangan elektrolit,
sehingga terjadi uremia atau azotemia.
1. Etiologi
Diabetes dan hipertensi baru baru ini telah menjadi etiologi tersering
terhadap proporsi GGK di US yakni sebesar 34% dan 21% . Sedangkan
glomerulonefritis menjadi yang ketiga dengan 17%. Infeksi nefritis
tubulointerstitial (pielonefritis kronik atau nefropati refluks) dan penyakit
ginjal polikistik masing-masing 3,4%. Penyebab yang tidak sering terjadi
yakni uropati obstruktif , lupus eritomatosus dan lainnya sebesar 21 %..
Penyebab gagal ginjal kronis yang menjalani hemodialisis di Indonesia tahun
2000 menunjukkan glomerulonefritis menjadi etiologi dengan prosentase
tertinggi dengan 46,39%, disusul dengan diabetes melitus dengan 18,65%,
obstruksi dan infeksi dengan 12,85%, hipertensi dengan 8,46%, dan sebab
lain dengan 13,65% (Sudoyo, 2012)
2. Manifestasi Klinis
Setiap sistem tubuh pada gagal ginjal kronis dipengaruhi oleh kondisi
uremia, maka pasien akan menunjukkan sejumlah tanda dan gejala.
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan
ginjal, usia pasien dan kondisi yang mendasari. Tanda dan gejala pasien gagal
ginjal kronis adalah sebagai berikut :
a. Manifestasi kardiovaskuler
Mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium dari aktivasi
sistem renin angiotensin-aldosteron), pitting edema (kaki,tangan,sakrum),
edema periorbital, Friction rub perikardial, pembesaran vena leher
b. Manifestasi dermatologi
Warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering, bersisik, pruritus, ekimosis,
kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
c. Manifestasi Pulmoner
Krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal, pernapasan Kussmaul
d. Manifestasi Gastrointestinal
Napas berbau amonia, ulserasi dan pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
e. Manifestasi Neurologi
Kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi, kejang, kelemahan
tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku
f. Manifestasi Muskuloskeletal
Kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang, foot drop
g. Manifestasi Reproduktif Amenore dan atrofi testikuler

D. Asuhan Keperawatan Klien Hemodialisa


1. Pengkajian
a. Keluhan
Klien dengan hemodialisis biasanya mengeluhkan: Lemas, pusing,
gatal, baal-baal, bengkak-bengkak, sesak, kram, BAK tidak lancar,
mual, muntah, tidak nafsu makan, susah tidur, berdebar, mencret,
susah BAB, penglihatan tidak jelas, sakit kepala, nyeri dada, nyeri
punggung, susah berkonsentrasi, kulit kering, pandangan gelap, nyeri
otot, nyeri pada penusukkan jarum, rembes pada akses darah, keringat
dingin, batuk berdahak/tidak.
b. Riwayat kesehatan saat ini
Riwayat Pengembangan Keluhan Utama dengan perangkat PQRST
dan pengaruhnya terhadap aktivitas sehari-hari.
c. Riwayat kesehatan dahulu
Menanyakan adanya riwayat infeksi saluran kemih, infeksi organ
lain, riwayat kencing batu/obstruksi, riwayat konsumsi obat-obatan,
jamu, riwayat trauma ginjal, riwayat penyakit endokrin, riwayat
penyakit kardiovaskuler, riwayat darah tinggi, riwayat kehamilan,
riwayat dehidrasi, riwayat trauma.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Menanyakan riwayat polikistik, diabetes, hipertensi, riwayat
penyakit ginjal yang lain. Cantumkan genogram min. tiga generasi.
e. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas istirahat/tidur
a) Lelah,, lemah atau malaise
b) Insomnia
c) Tonus otot menurun
d) ROM berkurang
2) Sirkulasi
a) Palpitasi, angina, nyeri dada
b) Hipertensi, distensi vena jugularis
c) Disritmia
d) Pallor
e) Hipotensi/hipertensi, nadi lemah/halus
f) Edema periorbital-pretibial
g) Anemia
h) Hiperlipidemia
i) Hiperparatiroid
j) Trombositopeni
k) Pericarditis
l) Aterosklerosis
m) CHF
n) LVH
3) Eliminasi
a) Poliuri pada awal gangguan ginjal, olguri dan anuri pada
fase lanjut
b) Disuri, kaji warna urin
c) Riwayat batu pada saluran kencing
d) Ascites, meteorismus, diare, konstipasi
4) Nutrisi/cairan
a) Edema, peningkatan BB
b) Dehidrasi, penurunan BB
c) Mual, muntah, anorexia, nyeri ulu hati
d) Efek pemberian diuretic
e) Turgor kulit
f) Stomatitis, perdarahan gusi
g) Lemak subkutan menurun
h) Distensi abdomen
i) Rasa haus
j) Gastritis ulserasi
5) Neurosensor
a) Sakit kepala, penglihatan kabur
b) Letih, insomnia
c) Kram otot, kejang, pegal-pegal
d) Iritasi kulit
e) Kesemutan, baal-baal
6) Nyeri/kenyamanan
a) Sakit kepala, pusing
b) Nyeri dada, nyeri punggung
c) Gatal, pruritus,
d) Kram, kejang, kesemutan, mati rasa
7) Oksigenasi
a) Pernapasan kusmaul
b) Napas pendek-cepat
c) Ronchi
8) Keamanan
a) Reaksi transfuse
b) Demam (sepsis-dehidrasi)
c) Infeksi berulang
d) Penurunan daya tahan
e) Uremia
f) Asidosis metabolic
g) Kejang-kejang
h) Fraktur tulang
9) Seksual
a) Penurunan libido
b) Haid (-), amenore
c) Gangguan fungsi ereksi
d) Produksi testoteron dan sperma menurun
e) Infertile
f. Pengkajian Psikososial
1) Integritaqs ego
2) Interaksi social
3) Tingkat pengetahuan tentang penyakit dan penatalaksanaannya
4) Stress emosional
5) Konsep diri
g. Laboratorium
1) Urine lengkap
2) Darah lengkap meliputi: Hb,Hct, L, Trombosit, LED, Ureum pre
dan post, kreatinin pre dan post, protein total, albumin, globulin,
SGOT-SGPT, bilirubin, gama gt, alkali fosfatase, kalsium,
fosfor, kalium, natrium, klorida, gula darah, SI, TIBC, saturasi
transferin, feritin serum, pth, vit D, kolesterol total, HDL, LDL,
trigliserida, asam urat, Hbs Ag, antiHCV, anti HIV, CRP,
astrup:pH/P02/pC02/HCO3
3) Biasanya dapat ditemukan adanya: anemia, hiperkalemia,
hiperfosfatemia, hipokalsemi, ureumikum, kreatinin meningkat,
pH darah rendah, GD klien DM menurun
4) Radiologi
a) Ronsen, Usg, Echo: kemungkinan ditemukan adanya
gambaran pembesaran jantung, adanya batu saluran
kencing/ginjal, ukuran korteks, gambaran keadaan ginjal,
adanya pembesaran ukuran ginjal, vaskularisasi ginjal.
b) Sidik nuklir dapat menentukan GFR
5) EKG
Dapat dilihat adanya pembesaran jantung, gangguan irama,
hiperkalemi, hipoksia miokard.
6) Biopsi
Mendeteksi adanya keganasan pada jaringan ginjal
2. Diagnosa Keperawatan
a. Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang pajanan
informasi mengenai hemodialisa, proses penyakit dan pengobatan
b. Ansietas berhubungan dengan kurang informasi mengenai tindakan
hemodialisa
c. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya akses vascular,
penumpukan ureum ditandai adanya pruritus dan uremic frost
d. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
udem sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh karena retensi Na
dan H2O.
e. Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual, muntah.
f. Nausea berhubungan dengan peningkatan tekanan hidrostatik,
peningkatan TIK yang merangsang saraf prenikeus mengakibatkan
peningkatan asam lambung
g. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan adanya edema paru
h. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi sekunder,
kompensasi melalui alkalosis respiratorik.
i. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan suplai O2 ke
jaringan menurun, penurunan konsentrasi Hb
j. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan oksigenasi jaringan yang
tidak adekuat, keletihan.
k. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan kram otot akibat posisi
tubuh statis saat menjalani terapi hemodialysis.
l. Resiko perdarahan berhubungan dengan penggunaan anti koagulasi
berlebih.
m. Resiko hipovolemik berhubungan dengan kehilangan cairan tubuh
berlebih saat tindakan dialysis, osmosis, ultrafiltrasi saat
hemodialysis.
n. Resiko cidera berhubungan dengan adanya akses vaskular luka punksi
ditandai adanya aneurisma.
o. Resiko infeksi berhubungan adanya akses vaskular luka punksi
sebagai port de enter.
3. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Kriteria Hasil Intervensi

1 Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan Tingkat pengetahuan (L.12111) Edukasi kesehatan (I. 12383)
kurang pajanan informasi mengenai Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam Observasi
hemodialisa, proses penyakit dan pengobatan kecukupan informasi meningkat dengan kriteria hasil: • Identifikasi kemampuan dan kesiapan menerima informasi
(D.0110) • Pertanyaan tentang masalah yang dihadapi • Identifikasi factor-faktor yang dapat meningkatkan dan
menurun (5) menurunkan motivasi perilaku hidup bersih dan sehat
• Persepsi yang keliru terhadap masalah
menurun(5) Terapeutik
• Perilaku sesuai anjuran meningkat(5) • Sediakan materi dan media pendidikan kesehatan
• Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang • Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai kesepakatan
suatu topic meningkat (5) • Berikan kesempatan untuk bertanya
• Perilaku sesuai dengan pengetahuan meningkat
(5) Edukasi
• Kemampuan menggambarkan pengalaman • Jelaskan factor resiko yang dapat mempengaruhi kesehatan
sebelumnya sesuai dengan topic meingkat (5) • Ajarkan PHBS
• Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk meningkatkan
perilaku hidup bersih
Edukasi keselamatan lingkungan (I. 12384)
Observasi
• Identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
• Identifikasi kebutuhan keselamatan berdasarkan tingkat
fungsi fisik, kognitif dan kebiasaan
• Identifikasi bahaya keamanan dilingkungan (fisik, kimia, dan
biologi)
Terapeutik
• Sediakan materi dan media penkes
• Jadwalkan penkes
• Beikan kesempatan bertanya
Edukasi
• Anjurkan menyediakan alat bantu (pegangan tangan, keset
anti slip)
• Anjurkan menggunakan alat pelindung diri ( restrain, rel
samping , penutup pintu, pagar pintu gerbang
2 Ansietas berhubungan dengan kurang Tingkat ansietas (L. 09093) Reduksi Ansietas (I.09314)
informasi mengenai tindakan hemodialisa Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam Observasi
diharapkan tingkat ansietas menurun, dengan kriteria • identifikasi tingkatansietas
hasil : • monitor tanda-tanda ansietas
• perilaku gelisa menurun (5) Terapeutik
• konsentrasi membaik (5) • motivasi agar mengatasi atau meghindari situasi yang
• pola tidur membaik (5) memicu kecemasan
• verbalisasi khawatir akibat kondisi yang • pahami situasi yang membuat ansietas
dihadapi menurun(5) Edukasi
• anjurkan untukmelakukan kegiatan yang tidak
kompetitif sesuai kebutuhan
• latih teknik relaksasi dan distraksi
Kolaborasi
• konsultasi dengan psikolog, atau nakes terdekat, jika
perlu
• pemberian obat ansietas, jika perlu
3 Gangguan integritas kulit berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam Perawatan integritas kulit (I.11353)
dengan adanya akses vascular, penumpukan diharapkan keluhan gangguan integritas kulit dan Observasi
ureum ditandai adanya pruritus dan uremic jaringan meningkat, dengan kriteria hasil : • Identifikasi penyebab gagguan integritas kulit ( luka
frost • Kerusakan jaringan menurun (5) insisi/epiotomi)
• Kerusakan lapisan kulit menurun(5) Terapeutik
• Nyeri menurun(5) • Anjurkan untuk melakukan ambualasi dini
• Perdarahan menurun(5) • Bersihkan area perineal dengan air hangat
• Gunakan produk berbahan petroleum pada kulit yang
kering
• Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
hipoalergenik
• Hindari produk berbahan dasar alcohol pada kulit kering
Edukasi
• Anjurkan menggunakan pelembab
• Anjurkan untuk selalu menjaga kebersihan area luaka
• Anjurkan mengkonsumsi nutrisi dan cairan yangcukup
• Anjurkan menjaga area luka tetap kering dan bersih
4 Gangguan keseimbangan cairan dan Setelah dilakukan asuhan keperawatan Fluid Management :
elektrolit berhubungan dengan udem selama 1x2 jam jam volume cairan 1. Kaji status cairan ; timbang berat
sekunder: volume cairan tidak seimbang oleh seimbang. Kriteria Hasil: badan,keseimbangan masukan dan haluaran, turgor kulit
karena retensi Na dan H2O NOC : Fluid Balance dan adanyaedema
− Terbebas dari edema, efusi, anasarka 2. Batasi masukan cairan
− Bunyi nafas bersih,tidak adanya dipsnea 3. Identifikasi sumber potensial cairan
− Memilihara tekanan vena sentral, tekanan 4. Jelaskan pada pasien dan keluarga rasional
kapiler paru, output jantung dan vital sign pembatasan cairan
normal. 5. Kolaborasi pemberian cairan sesuai terapi.

Hemodialysis therapy
1. Ambil sampel darah dan meninjau kimia darah
(misalnya BUN, kreatinin, natrium, pottasium
tingkat phospor) sebelum perawatan untuk
mengevaluasi respon thdp terapi.
2. Rekam tanda vital: berat badan, denyut nadi,
pernapasan, dan tekanan darah untuk mengevaluasi
respon terhadap terapi.
3. Sesuaikan tekanan filtrasi untuk
menghilangkan jumlah yang tepat dari cairan
berlebih di tubuh klien.
4. Bekerja secara kolaboratifdenganmpasien untuk
menyesuaikan panjang dialisis, peraturan diet,
keterbatasan cairan dan obat-obatan untuk
mengatur cairan dan elektrolit pergeseran antara
pengobatan
5 Defisit nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 Management Nutrisi (I. 03119)
berhubungan dengan anoreksia, mual, jam, diharapkan : Observasi
muntah(D. 0019) 1. Status nutrisi membaik, dengan kriteria hasil : • Identifikasi status nutrisi
• Porsi makanan yang dihabiskan • Identifikasi alergi dan intoleran makanan
meningkat (5)
• Berat badan membaik (5) • Identifikasi makanan yang disukai
• Indeks massa tubuh membaik (5) • Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrisi
2. Nafsu makan membaik, dengan kriteria hasil: • Monitor asupan makanan
• Keinginan makan meningkat (5) • Monitor berat badan
• Aupan nutrisi meningkat (5) • Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Terapeutik
• Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
• Sajikan makanan secara menarik dengansuhu yang
sesuai
• Berikan makanan tinggi serat mencegah konstipasi
• Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
• Berikan suplemen makanan, jika perlu
Edukasi
• Ajarkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan (mis.
Anti emetic)
• Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan

Pemantauan status Nutrisi (I.03123)


Observasi
• Identifikasi factor yang mempengaruhi asupan nutrisi
(mis. pengetahuan ketersedian makanan dan asupan
berdasarkan agama, budaya, dan pengobatan)
• Identifikasi perubahan BB
• Identifikasi pada kelainan rambut
• Identifikasi pola makan
• Identifikasi pada kelainan kuku
• Identifikasi kemampuan menelan
• Identifikasi kelaianan rongga mulut
• Identifikasi kelainan eliminasi
• Monitor mual dan muntah
• Monitor asupan oral
• Monitor warna konjunngtiva
• Monitor hasil laboratorium
Terapeutik
• Timbang bb
• Ukur antopometrik
• Hitung perubahan bb
• Dokumentasi hasil pemantauan
Edukasi
• Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan
6 Nausea berhubungan dengan peningkatan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 Manajemen mual
tekanan hidrostatik, peningkatan TIK yang jam diharapkan tingkat nausea menurun dengan Observasi
merangsang saraf prenikeus mengakibatkan kriteria hasil : • Identifikasi pengalaman mual
peningkatan asam lambung (D.0076) • Nafsu makan membaik (5) • Identifikasi ketidaknyamanan nonverbal
• Keluhan mual menurun (5) • Identifikasi dampak mual terhadap kualitas hidup
• Perasaan ingin muntah menurun (5) • Identifikasi penyebab mual
• Perasaan asam dimulut menurun (5) • Identifikasi antiemetic untuk mencegah mual
• Diaphoresis menurun (5) • Monitor mual
• Pucat menurun(5) • Monitor asupan nutrisi
Terapeutik
• Kendalikan factor lingkungan penyebab mual (mis. bau-
bauan, suara dan rangsangan visual yang tidak
menyenangkan)
• Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab mual
• Berikan makanan dalam jumlah kecil dan menarik
• Berikan makanan dingin, cairan bening, tidak berbau
dan tidak berwarna
Edukasi
• Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
• Anjurkan sering membersihkan mulut, kecuali hal
tersebut merangsang mual
• Anjurkan penggunaan teknik nonfarmakologis untuk
mengatasi mual
• Anjurkan makan makanan tinggi karbohidrat dan rendah
lemak
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian anteemetik, jika perlu

Terapi relaksasi
Observasi
• Identifikasi penurunan tingkat energi, ketidakmampuan
konsentrasi, atau gejala lain yang menggaggu kognitif
• identifikasi teknik relaksasi yang perna efektif
digunakan
• identifikasi kesediaan, kemampuan, dan penggunaan
teknik sebelumnya
• priksa ketegangan oto, frkuensi nadi, tekanan darah, dan
suhu sebelum dan sesudah latihan
Terapeutik
• ciptakan lingkungan tenang dan tanpa gangguan dengan
pencahayaan dan suhu ruang yang nyaman, jika
memungkinkan
• berikan informasi tertulis tentang persiapan dan
prosedur teknik relaksasi
• gunakan pakaian longgar
• gunakan nada suara lembut, dengan irama yang lambat
• gunakan relaksasi sebagai strategi
penunjang(komplementer)
Edukasi
• jelaskan tujuan, manfaat, batasan, dan jenis relaksasi
yang tersedia(mis:music, meditasi, napas dalam, dll)
• jelaskan secara terperinci intervensi relaksasi yang
dipilih
• anjurkan mengambil posisi yang nyaman
• anjurkan rileks dan merasakan sensasi relaksasi
• anjurkan untuk sesering mungkin mengulangi atau
melatih teknik yang di pilih
• demonstrasikan dan latih teknik relaksasi(mis:music,
meditasi, napas dalam, dll)
7 Gangguan pertukaran gas berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 Pemantauan respirasi
dengan adanya edema paru jam jam, klien, keluarga dan nakes menunjukan Tindakan :
pertukaran gas dengan kriteria hasil: Observasi :
• dispnea (4) 1. monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya napas
• gelisah (4) 2. monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea,
• napas cuping hidung (4) hiperventilasi, kussmaul, cheyne-strokes, biot, ataksik)
• sianosis (4) 3. monitor adanya produksi sputum
• warna kulit (4) 4. auskulatasi bunyi napas
5. monitor saturasi oksigen
kriteria hasil : 6. monitor nilai AGD
1: meningkat
2: cukup meningkat Terapeutik :
3: sedang 1. atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
4: cukup menurun/cukup membaik 2. dokumentasi hasil pemantauan
5: menurun

8 Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 Manajemen Jalan Napas
hiperventilasi sekunder, kompensasi melalui jam, diharapkan pola napas membaik, dengan kriteria Observasi
alkalosis respiratorik. (D.0005) hasil : • observasi pola napas (frekuensi, kedalaman, dan usaha
• dyspnea menurun (5) napas
• penggunaan otot bantu napas menurun (5) • monitor bunyi napas tambahan (mis. mengi, gurgling,
• pemanjangan fase ekspirasi menurun (5) wheezing, ronki kering)
• frekuensi napas membaik (5) • monitor sputum
• kedalaman nafas membaik (5) Terapeutik
• Pertahankan kepatenanan jalan napas
• Posisikan semi-fowler atau fowler
• Berikan minum hangat
• Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
• Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
• Asupkan asupan cairan sesuai kebutuhan, atau sesuai
indikasi pengobatan jika ada kontraindikasi
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian bronkodilator, mukolitik, ekspektoran jika
perlu
9 Perfusi perifer tidtidak efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam, Pemantauan Tanda Vital
dengan suplai O2 ke jaringan menurun, klien, keluarga dan nakes menunjukan perfusi perifer
penurunan konsentrasi Hb membaik dengan kriteria : Tindakan :
1. Warna kulit pucat (3) Observasi :
2. Tekanan darah sistolik (3) 1. pemantauan tekanan darah
3. Tekanan darah diastolik (3) 2. monitor nadi
4. Akral pengisian kapiler (3) 3. monitor pernapasan
4. identifikasi penyebab perubahan dan vital
kriteria hasil :
1: meningkat
2: cukup meningkat
3: sedang
4: cukup menurun
5: menurun

10 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x2 Manajemen energy (I.05178)
oksigenasi jaringan yang tidak adekuat, jam, klien, keluarga dan nakes menunjukan toleransi Observasi
keletihan (D. 0056) aktivitas membaik dengan kriteria hasil : • Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan
kelelahan
1. Frekuensi nadi meningkat (5)
• Monitor pola dan jam tidur
2. Tekanan darah membaik (5) • Monitor kelelahan fisik dan emosional
3. Keluhan lelah menurun (5) • Monitor lokasi dan ketidak nyamanan selama
4. Dipsnea saat beraktivitas menurun (5) melakukan aktifitas
5. Saturasi oksigen meningkat (5) Terapeutik
• Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (mis.
cahaya, suara atau kunjungan)
• Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
• Fasilitasi mobilitas fisik ringan (mis. perpindaahn dr
tempat tidur ke kursi dan sebaliknya)
Edukasi
• Anjurkan tirah baring
• Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
• Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala
kelelahan tidak berkurang
• Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
Kolaborasi
• Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan
asupan makanan

Dukungan perawatan diri (I. 11348)


Observasi
• identifikasi kebiasaan aktivitas perawatan diri sesuai usia
• monitor tingkat kemandirian
• identifikasi alat bantu kebersihan diri, berpakaian, berhias,
dan makan
Terapeutik
• sediakan lingkungan yang terapeutik (hangat, rileks, dan
privasi)
• siapkan keperluan pribadi (parfum, sikat gigi, sabun mandi)
• damping dalam melakukan perawatan diri sampai mandiri
• fasilitasi untuk menerima keadaan ketergantungan
• fasilitasi kemandirian jika tidak mampu melakukan
perawatan diri
• jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi
• anjurka melakukan perawatan diri secara konsisten
Edukasi latihan fisik (I. 12389)
Observasi
• identifikasi kesiapan dan kemampuan menerima informasi
Terapeutik
• sediakan materi penkes
• jadwalkan rencana penkes
• berikan kesempatan bertanya
Edukasi
• jelaskan manfaat kesehatan dan efek fisiologis olahraga
• jelaskan jenis latihan yang sesuai kondisi pasien
• jelaskan frekuensi, durasi dan intensitas program latihan
yang diinginkan
• ajarkan latihan pemanasan dan pendinginan yang tepat
• ajarkan teknik menghindari cidera saat berolahraga
• ajarkan teknik pernapasan yang tepat untuk memaksimalkan
penyerapan oksigen selama latihan fisik

11 Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan Tingkat nyeri (L.08066) Manajemen nyeri (I. 08238)
kram otot akibat posisi tubuh statis saat Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam Tindakan
menjalani terapi hemodialysis (D. 0074) tingkat nyeri menurun dengan Kriteria hasil: • Identikasi respon kram otot non verbal
• Keluhan kram otot menurun (5) • Identifikasi factor yang memperberat dan memperingan kram
• Meringis menurun (5) otot
• Gelisah menurun (5) • Identifikasi pengetahuan dan keyakinan tentang kram otot
• Kesulitan tidur menurun (5) Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon kram otot
• Frekuensi nadi membaik (5) • Identifikasi pengaruh kram otot pada kualitas hidup
• Tekanan darah membaik (5) • Monitor keberhasilan terapi komplementer yang sudah
• Kemampuan menuntaskan aktivitas meningkat(5) diberikan
• Monitor efek samping penggunaan analgetik

Terapeutik
• Berikan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi kram otot
• Control lingkungan yang memperberat kram otot
• Fasilitasi istirahat tidur
• Pertimbangkan jenis dan sumber kram otot dalam pemilihan
strategi meredakan kram otot

Edukasi
• Jelaskan penyebab, periode dan pemicu kram otot
• Jelaskan strategi meredakan kram otot Anjurkan memonitor
kram otot secara mandiri
• Anjurkan menggunakan relaksan oral secara tepat
• Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk meringankan kram
otot

Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian kalsium iv bila hipokalsemi
• Kolaborasi pemberian relaksan oral 2 jam sebelum dialysis

12 Resiko perdarahan berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam Pencegahan Perdarahan (I. 02067)
penggunaan anti koagulasi berlebih (D. tdiharapkan tingkat perdarahan menurun dengan Observasi
0012) kriteria hasil : • Monitor tanda dan gejala perdarahan
• Kelembaban membrane mukosa • Monitor nilai Hb/Hct sebelum dan setelah kehilangan
meningkat(5) darah
• Kelembaban kulit meningkat(5) • Monitor TTV ortostatik
• Hemoglobin membaik(5) • Monitor koagulasi (mis. protrombin time (PT), partial
• Hematocrit membaik (5) tromboplastin time (PTT), fibrinogen, degadrasi fibrin
dan atau platelet)
Terapeutik
• Pertahankan bedrest selam perdarahan
• Batasi tindakan invasive
• Gunakan kasur pencegahan decubitus
• Hindari pengukuran suhu rektal
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala perdarahan
• Anjurkan menggunakan kaus kaki saat ambulasi
• Anjurkan meningkatkan asupan makanan dan vitamin K
• Anjurkan melaporkan jika terjadi perdarahan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian obat mengontrol perdarahan,
jikaperlu
• Kolaborasi pemberian produk darah, jika perlu
• Kolaborasi pemberian pencahar, jika perlu
13 Resiko hipovolemik berhubungan dengan setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x 2jam Manajemen Hipovolemia(I.03116)
kehilangan cairan tubuh berlebih saat diharapkan status cairan membaik dengan kriteria Observasi
tindakan dialysis, osmosis, ultrafiltrasi saat hasil : • Periksa tanda dan gejala hipovoleia (mis. nandi
hemodialysis (D. 0034) • Kekuatan nadi meningkat (5) meningkat, nadi teraba lemah, TD menurun, tekanan
• Turgor kulit meningkat (5) nadi menyempit, turgor kulit menurun, membrane
• Output urin meningkat (5) mukosa kering, volume urin menurun, hematocrit
• Dispneu menurun (5) meningkat, haus dan lemah)
• Edema menurun(5) • Monitor intake dan output
• Keluhan haus menurun (5) Terapeutik
• Konsentrasi urine menurun (5) • Hitung kebutuhan cairan
• Tanda-tanda vital membaik (5) • Berikan posisi modified trendelenburg
• Membrane mukosa membaik (5) • Berikan asupan cairan oral
• Hb membaik(5) Edukasi
• Hct membaik (5) • Anjurkan memperbanyak asupan cairan oral
• Anjurkan menghindari perubahanposisi mendadak
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl,
RL)
• Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis ( mis. glukosa
2.5%, NaCl 0.4%)
• Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. plasma,
albumin)
• Kolaborasi pemberian produk darah.

Pemantauan cairan
Observasi
• Monitor frekuensi dan kekuatan nadi
• Monitor frekuensi napas
• Monitor TD
• Monitor BB
• Monitor CRT
• Monitor elastisitas dan turgor kulit
• Monitor jumlah, warna dan berat jenis urin
• Monitor kadar albumin dan protein total
• Monitor hasil pemeriksaan serum
• Monitor intake dan output
• Identifikasi tanda-tanda hipovolemia
• Identifikasi factor resiko ketidakseimbangan cairan
Terapeutik
• Atur interval waktu pemantauan sesuai kondisi pasien
• Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
• Jelaskan tuana dan prosedur pemantauan
• Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
14 Resiko cidera berhubungan dengan adanya Tingkat cidera(L. 14136) Manajemen keselamatan lingkungan (I. 14513)
akses vaskular luka punksi ditandai adanya Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x24jam, Observasi
aneurisma tingkat cidera yang diamati dan dilaporkan menurun • identifikasi kebutuhan keselamatan (kondisi fisik,
dengan kriteria hasil: kognitif,dan riwayat perilaku)
• toleransi aktivitas meningkat (5) • monitor perubahan status keselamatan lingkungan
• kejadian cidera menurun (5) Terapeutik
• ekspresi wajah kesakitan menurun(5) • hilangkan bahaya keselamatan lingkungan
• gangguan mobilitas menurun(5) • modifikasi lingkungan untuk meminimalkan bahaya dan
• pola istirahat/ tidur membaik (5) resiko
• sediakan alat bantu keselamatan (commode chair, dan
pegangan tangan
• gunakan perangkat perlindungan (pengekangan fisik,rel
samping)
• hubungi pihak berwenang sesuai masalah komunitas
• lakukan program skrining bahaya lingkungan ( timbal
Edukasi
• ajarkan individu, keluarga dan kelompok resiko tinggi
bahaya lingkungan
Pencegahan cidera (I.14537)
Observasi
• identifikasi area yang berpotensi mnyebabkan cidera
• identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan cedera
• identifikasi kesesuaian alas kakiatau stoking elastis pada
ekstremitas bawah
Terapeutik
• sediakan pencahayaan yang memadai
• gunakan lampu tidur selama jam tiur
• sosialisasikan kepada pasien dan keluarga dengan lingkungan
perawatan
• pastikan bel dan telepon mudah dijangkau
• tingkatkan frekuensi observasi pengawasan pasien
Edukasi
• jelaskan alas an intervensi pencegahan cidera kepada pasen
dan keluarga
• anjurkan untuk berganti posisi secara perlahan dan duduk
selama beberapa menit
15 Resiko infeksi berhubungan adanya akses Tingkat infeksi (L.14137) Pencegahan infeksi ( I. 14539)
vaskular luka punksi sebagai port de enter Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x2 jam Tindakan
tingkat infeksi menurun dengan Kriteria hasil: • Monitor tanda dan gejala infeksi loka dan sistemik
• Kemerahan menurun (5) Terapeutik
• Nyeri menurun (5) • Batasi jumlah pengunjung
• Bengkakmenurun (5) • Berikan perawatan kulit pada area edema
• Leukosit menurun (5) • Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien
dan lingkungan pasien
• Pertahankan teknik aseptic pada pasien beresiko tinggi
Edukasi
• Jelaskan tanda dan gejala infeksi
• Ajarkan cara memeriksa kondisi luka operasi
• Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
• Anjurkan meningkatkan asupan cairan
Kolaborasi
• Kolaborasi pemberian antibiotik
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasidimulai setelah intervensi
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien
mencapai tujuan yang diharapkan (Nursalam, 2013).
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses
keperawatan yang menandakan keberhasilan dari diagnosa keperawatan,
intervensi dan implementasi. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat
kemampuan klien dalam mencapai tujuan (Nursalam, 2013).
DAFTAR PUSTAKA

Choudhary, G., Manapragada, P. P., Wallace, E., & Bhambhvani, P. (2019).


Utility of scintigraphy in assessment of noninfectious complications of
peritoneal dialysis. Journal of Nuclear Medicine Technology, 47(2), 163–
168. https://doi.org/10.2967/jnmt.118.223156
Davenport, A. (2016). New Dialysis Technology and Biocompatible Materials.
Contributions to Nephrology, 189, 130–136.
https://doi.org/10.1159/000450739
Fay, S., & Istichomah, I. (2017). Hubungan Tingkat Kecemasan Dengan
Mekanisme Koping Pada Pasien Ckd (Chronic Kidney Disease) Yang
Menjalani Hemodialisa Di Rs Condong Catur Yogyakarta. Jurnal Kesehatan
Samodra Ilmu, 8(1), 137795.
Kraus, M. A., Fluck, R. J., Weinhandl, E. D., Kansal, S., Copland, M., Komenda,
P., & Finkelstein, F. O. (2016). Intensive Hemodialysis and Health-Related
Quality of Life. American Journal of Kidney Diseases, 68(5), S33–S42.
https://doi.org/10.1053/j.ajkd.2016.05.023
Marieb EN. Human Anatomy and Physiology. 5th ed. Benjamin Cummings;
2001:1072-1073.
Nurmalasari, F., Annisa, N. N., Septiani, I., & Nugraheni, G. (2018). Jurnal
Farmasi dan Ilmu Kefarmasian Indonesia Vol. 5 No. 2 Desember 2018
85. 5(2), 85–92.
TimPokja SDKI DPP PPNI. (2017). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
TimPokja SIKI DPP PPNI. (2017). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
TimPokja SLKI DPP PPNI. (2017). Standar Luaran Keperawatan Indonesia
Definisi dan Kriteria Hasil Keperawatan. Jakarta: Dewan Pengurus
PPNI
Viecelli, A. K., & Lok, C. E. (2019). Hemodialysis vascular access in the
elderly—getting it right. Kidney International, 95(1), 38–49.
https://doi.org/10.1016/j.kint.2018.09.016
Webster, A. C., Nagler, E. V., Morton, R. L., & Masson, P. (2017). Chronic
Kidney Disease. The Lancet, 389(10075), 1238–1252.
https://doi.org/10.1016/S0140-6736(16)32064-5
Zazzeroni, L., Pasquinelli, G., Nanni, E., Cremonini, V., & Rubbi, I. (2017).
Comparison of Quality of Life in Patients Undergoing Hemodialysis and
Peritoneal Dialysis: A Systematic Review and Meta-Analysis. Kidney and
Blood Pressure Research, 42(4), 717–727.
https://doi.org/10.1159/000484115

Anda mungkin juga menyukai