Anda di halaman 1dari 33

Gagal Ginjal Kronis

Keperawatan
Disusun Oleh :

Elda Sulisti
Evan Adriansyah
Feri Partaungan
Iis Agustina
Indi Aprianto

JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH BENGKULU
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT,

atas segala rahmat, hidayahnya serta Inayah-Nya, sehingga penulis dapat

menyelesaikan Makalah “Gagal Ginjal Kronis” ini tampa suatu kendala apapun.

Makalah ini kami buat untuk melengkapi tugas mata kuliah “Keperawatan Medikal

Bedah” di semester 6 (Enam) jurusan keperawatan. Semoga Makalah ini bermanfaat

bagi rekan-rekan semua.

Sukses selalu untuk semua.

Penulis
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ginjal merupakan organ vital yang berperan sangat penting untuk mempertahankan
keseimbangan lingkungan dalam tubuh.1 Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan
elektrolit asam basa dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air,
elektrolit dan non elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai air seni. Ginjal juga
mengeluarkan sampah metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing.
Selain fungsi regulasi dan ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur
tekanan darah), juga bentuk aktif vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin
(penting untuk sintesis darah). Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini
menimbulkan keadaan yang disebut uremia atau gagal ginjal kronik (GGK) stadium terminal.
Perkembangan yang terus beranjut sejak tahun 1960 dari teknik dialysis dan transplantasi ginjal
sebagai pengobatan stadium terminal GGK, merupakan alternatif dari resiko kematian yang
hampir pasti.

Gagal ginjal kronik merupakan penyakit ginjal dengan jumlah penderita tertinggi setiap tahun
berdasarkan catatan rekam medis RSMH Palembang. Pada tahun 2003 misalnya, terdapat 160
kasus baru yang teridentifikasi sebagai gagal ginjal kronik, sedangkan jumlah kasus penyakit
ginjal tertinggi urutan kedua hanya sebesar 55 kasus baru yaitu pada penyakit cystitis. Hal ini tak
jauh berbeda apabila dibandingkan dengan data pada tahun 2002 yang menunjukan gagal ginjal
kronik menempati urutan pertama jumlah penderita penyakit ginjal terbanyak. Jumlah penderita
penyakit tersebut pada saat itu adalah 179 kasus baru.

Penelitian di Canada pada tahun 2001 menunjukan bahwa penderita terbanyak penyakit gagal
ginjal kronik ini adalah pria. Hal tersebut mirip dengan yang terjadi di RSMH. Kasus gagal
ginjal kronik di RSMH paling banyak di derita oleh pria berusia lebih dari 17 tahun. Hal ini
terlihat misalnya pada data penderita gagal ginjal kronik pada tahun 2002. Dari data tersebut
penderita penyakit ini adalah sebanyak 179 orang. Dari jumlah tersebut 63,68 % merupakan
pasien pria.2

Salah satu cara menegakkan diagnosis gagal ginjal adalah dengan menilai kadar ureum dan
kreatinin serum, karena kedua senyawa ini hanya dapat diekskresi oleh ginjal. Kreatinin adalah
hasil perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam otot. 2
Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan massa
otot. Pada pria kadarnya biasanya lebih besar daripada wanita. Pada pria kadar kreatinin normal
adalah 0.5-1.4 mg/dl.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana gambaran berat badan, usia, kadar hemoglobin, kadar ureum dan kreatinin serum
pada pria yang menderita gagal ginjal kronik?

2. Bagaimana gambaran klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan hasil perhitungan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) pada pria yang menderita gagal ginjal kronik?

1.3 Tujuan

1. Mengidentifikasi berat badan, usia, kadar ureum dan kreatinin serum pada pria yang menderita
gagal ginjal kronik.

2. Memberikan gambaran klasifikasi gagal ginjal kronik berdasarkan hasil perhitungan Laju
Filtrasi Glomerulus (LFG) pada pria yang menderita gagal ginjal kronik

1.4 Manfaat

1. Memperlambat perkembangan stadium gagal ginjal kronik pada pasien yang menderita gagal
ginjal kronik agar tidak menjadi lebih buruk.

2. Meningkatkan pelayanan, sarana dan prasarana kesehatan untuk penatalaksanaan pasien


dengan stadium gagal ginjal kronik terbanyak di RSMH.
3. Membuka wawasan penderita dan keluarga penderita ataupun para klinisi tentang klasifikasi
stadium gagal ginjal kronik berdasarkan hasil perhitungan Laju Filtrasi Glomerulus.

4. Menjadi rekomendasi apabila dilakukan penelitian lebih lanjut yang berhubungan dengan
penelitian ini dan menambah khazanah ilmu pengetahuan
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Ginjal

Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan kestabilan
lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit asam basa
dengan cara menyaring darah yang melalui ginjal, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan non
elektrolit serta mengekskresi kelebihannya sebagai kemih. Ginjal juga mengeluarkan sampah
metabolisme (seperti urea, kreatinin, asam urat) dan zat kimia asing. Selain fungsi regulasi dan
ekskresi, ginjal juga mensekresi renin (penting untuk mengatur tekanan darah), juga bentuk aktif
vitamin D (penting untuk mengatur kalsium) serta eritropoetin (penting untuk sintesis darah).
Kegagalan ginjal dalam melaksanakan fungsi-fungsi vital ini menimbulkan keadaan yang disebut
uremia atau penyakit ginjal stadium terminal. Perkembangan yang terus berlanjut sejak tahun
1960 dari teknik dialisis dan transplantasi ginjal sebagai pengobatan penyakit ginjal stadium
terminal merupakan alternatif dari resiko kematian yang hampir pasti.3

Fungsi primer ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam
batas-batas normal. Tentu saja ini dapat terlaksana dengan mengubah ekskresi air dan solut
dimana kecepatan filtrasi yang tinggi memungkinkan pelaksanaan fungsi ini dengan ketepatan
yang tinggi. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh filtrasi glomerulus,
reabsorpsi dan sekresi tubulus. Fungsi ginjal yang lainnya antara lain mengekskresikan bahan-
bahan kimia tertentu (obat-obatan dan sebagainya), hormon-hormon dan metabolit lain.

Pembentukan renin dan eritropoetin serta metabolisme vitamin D merupakan fungsi non-
ekskretor yang penting. Sekresi renin yang berlebihan mungkin penting pada etiologi beberapa
bentuk hipertensi. Defisiensi eritropoetin dan pengaktifan vitamin D dianggap penting sebagai
etiologi anemia dan penyakit tulang pada uremia.
Ginjal juga penting sehubungan dengan degradasi insulin dan pembentukan sekelompok
senyawa yang mempunyai makna endokrin yang berarti, yaitu prostaglandin. Sekitar 20% dari
insulin yang dibentuk oleh pankreas didegradasi oleh sel-sel tubulus ginjal. Akibatnya penderita
diabetes yang menderita payah ginjal mungkin membutuhkan insulin yang jumlahnya lebih
sedikit. Prostaglandin (PG) merupakan hormon asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam
banyak jaringan tubuh. Medula ginjal membentuk PGA2 dan PGE2 yang merupakan vasodilator
potensial. Prostaglandin mungkin mempunyai peranan penting dalam pengaturan aliran darah
ginjal, pengeluaran renin dan reabsorpsi Na+. Kekurangan prostaglandin mungkin juga ikut
berperan pada beberapa bentuk hipertensi ginjal sekunder, meskipun bukti-bukti yang ada masih
kurang memadai.

2.2. Gagal Ginjal Kronik

2.2.1. Epidemiologi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) merupakan sindrom klinis yang bersifat progresif dan dapat
menyebabkan kematian pada sebagian besar kasus stadium terminal GGK. 4,5 Apabila penyakit
GGK seseorang telah mencapai stadium berat atau terminal maka terapi yang dapat
meningkatkan harapan hidup penderita tersebut adalah dialisis dan yang paling baik dengan
transplantasi ginjal.

Penyakit ginjal stadium terminal merupakan penyebab utama dari morbiditas dan mortalitas di
Amerika Serikat. Hamper satu dari 10.000 orang pertahun mengalami penyakit ginjal stadium
terminal. Pada tahun 1986 program penyakit ginjal stadium terminal dari Health Care Financing
Administration (HCFA) Medicare mencakup 114. 859 pasien dengan biaya hamper 3 milyar
dollar pertahun. Pada 1984 dilakukan hampir 7000 tranplantasi ginjal, sedangkan pasien-pasien
lainnya menjalani hemodialisis atau dialysis peritoneal. Penyakit ginjal stadium terminal
merupakan program penyakit kronik yang terbesar di banyak negara.3

Menurut penelitian Feest dan kawan-kawan Devon dan Northwest, insiden penyakit ginjal
stadium terminal berkisar 148 dari 1000.000 orang pertahun. 6,7 Hasil penelitian Khan dan kawan-
kawan di Grampian, insiden penyakit ginjal stadium terminal berkisar 130 dari 1000.000 orang
pertahun.7,8 Insiden penyakit ginjal stadium terminal bertambah sesuai dengan pertambahan usia.
Menurut penelitian Feest di Southampton, rata-rata berjumlah 58,160, 282, 503 dan 588 dari
1000.000 orang pertahun dalam kelompok usia 20-49, 50-59, 60-69, 70-79, ≥80.7,10,11

2.2.2. Klasifikasi, Etiologi dan Patogenesis

2.2.2.1 Klasifikasi

Gagal Ginjal Kronik (GGK) adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi
ginjal yang bersifat menahun, berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) kurang dari 50 ml/menit. Gagal ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium
berdasarkan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)11:

1. GGK ringan : LFG 30 – 50 ml/menit

2. GGK sedang : LFG 10 – 29 ml/menit

3. GGK berat : LFG <10 ml/menit

4. Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit

2.2.2.2 Etiologi

Gagal ginjal merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan irreversibel
dari berbagai penyebab.12 Sebab-sebab gagal ginjal kronik yang sering ditemukan dapat dibagi
menjadi delapan kelas seperti berikut:

1. infeksi, misal pielonefritis kronik.

2. Penyakit peradangan, misal glomerulonefritis.

3. Penyakit vaskuler hipertensif, misal nefrosklerosis benigna, nefrosklerosis maligna, stenosis


arteria renalis.

4. Gangguan jaringan penyambung, misal lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodusa,


sklerosis sistemik progresif.
5. Gangguan kongenital dan herediter, misal penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus ginjal.

6. Penyakit metabolik, misal diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis.

7. Nefropati toksik, misal penyalahgunaan analgesik, nefropati timbal.

8. Nefropati obstruktif, misal saluran kemih bagian atas seperti kalkuli, neoplasma, fibrosis
retroperitoneal; dan saluran kemih bagian bawah seperti hipertrofi prostat, striktur uretra,
anomali kongenital pada leher kandung kemih dan uretra.

2.2.2.3 Patogenesis

Gambaran umum perjalanan gagal ginjal kronik dapat diperoleh dengan melihat hubungan antara
bersihan kreatinin dan kecepatan Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) sebagai persentase dari
keadaan normal, terhadap kreatinin serum dan kadar nitrogen urea darah (BUN) dengan
rusaknya massa nefron secara progresif oleh penyakit ginjal kronik.

Perjalanan umum gagal ginjal kronik dapat dibagi menjadi empat stadium. Stadium ringan
dinamakan penurunan cadangan ginjal. Selama stadium ini kreatinin serum dan kadar BUN
normal dan penderita asimptomatik. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui
dengan memberi beban kerja yang berat pada ginjal tersebut, seperti test pemekatan kemih yang
lama atau dengan mengadakan test LFG yang teliti.3

Stadium sedang perkembangan tersebut disebut insufisiensi ginjal, dimana lebih dari 75%
jaringan yang berfungsi telah rusak (LFG besarnya 25% dari normal). Pada tahap ini kadar BUN
baru mulai meningkat diatas batas normal. Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda-beda,
tergantung dari kadar protein dalam diet. Pada stadium ini, kadar kreatinin serum juga mulai
meningkat melebihi kadar normal. Azotemia biasanya ringan, kecuali bila penderita misalnya
mengalami stress akibat infeksi, gagal jantung, atau dehidrasi. Pada stadium insufisiensi ginjal
ini pula gejala-gejala nokturia dan poliuria (diakibatkan oleh kegagalan pemekatan) mulai
timbul. Gejala-gejala ini timbul sebagai respons terhadap stress dan perubahan makanan atau
minuman yang tiba-tiba. Penderita biasanya tidak terlalu memperhatikan gejala-gejala ini,
sehingga gejala tersebut hanya akan terungkap dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang
teliti.3

Stadium berat dan stadium terminal gagal ginjal kronik disebut gagal ginjal stadium akhir atau
uremia. Gagal ginjal stadium akhir timbul apabila sekitar 90% dari massa nefron telah hancur,
atau hanya sekitar 200.000 nefron saja yang masih utuh. Nilai LFG hanya 10% dari keadaan
normal, dan bersihan kreatinin mungkin sebesar 5-10 ml per menit atau kurang. Pada keadaan ini
kreatinin serum dan kadar BUN akan meningkat dengan sangat menyolok sebagai respons
terhadap LFG yang mengalami sedikit penurunan. Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita
mulai merasakan gejala-gejala yang cukup parah, karena ginjal tidak sanggup lagi
mempertahankan homeostasis cairan dan elektrolit dalam tubuh. Kemih menjadi isoosmotis
dengan plasma pada berat jenis yang tetap sebesar 1,010. Penderita biasanya menjadi oligourik
(pengeluaran kemih kurang dari 500 ml/hari) karena kegagalan glomerulus meskipun proses
penyakit mula-mula menyerang tubulus ginjal. Kompleks perubahan biokimia dan gejala-gejala
yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap sistem dalam tubuh. Pada stadium akhir
gagal ginjal, penderita pasti akan meninggal kecuali kalau ia mendapat pengobatan dalam bentuk
transplantasi ginjal atau dialisis. Meskipun perjalanan klinis penyakit ginjal kronik dibagi
menjadi empat stadium, tetapi dalam prakteknya tidak ada batas-batas yang jelas antara stadium-
stadium tersebut.3

2.2.3 Gambaran Klinik dan Diagnosis

Manifestasi klinis pada pasien gagal ginjal kronik banyak terdapat pada seluruh sistem organ
tersebut. Hal ini disebabkan karena organ ginjal memegang peranan yang penting dalam tubuh
yaitu sebagai organ yang mengekskresikan seluruh sisa-sisa hasil metabolisme. Secara umum
pasien tersebut akan mengalami kelelahan dan kegagalan pertumbuhan. Pada inspeksi ditemukan
kulit pucat, mudah lecet, rapuh dan leukonikia. Sedangkan pada mata ditemukan gejala mata
merah dan pada pemeriksaan funduskopi ditemukan fundus hipertensif.12

Gejala sistemik yang dapat ditemukan antara lain hipertensi, penyakit vaskuler, hiperventilasi
asidosis, anemia, defisiensi imun, nokturia, poliuria, haus, proteinuria, dan gangguan berbagai
organ lainnya. Bahkan pada penderita stadium lanjut terdapat gangguan fungsi seksual seperti
penurunan libido, impoten, amenore, infertilitas, ginekomastia, galaktore. Tulang dan persendian
juga dapat terjadi gangguan seperti adanya rakhitis akibat defisiensi vitamin D dan juga gout
serta pseudogout. Letargi, tremor, malaise, mengantuk, anoreksia, myoklonus, kejang, dan koma
merupakan manifestasi klinis pada sistem syaraf.13

Diagnosis gagal ginjal kronik dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
menunjukkan adanya gejala-gejala sistemik seperti gangguan pada sistem gastrointestinal, kulit,
hematologi, saraf dan otot, endokrin, dan sistem lainnya. Pada anamnesis diperlukan data tentang
riwayat penyakit pasien, dan juga data yang menunjukkan penurunan faal ginjal yang bertahap.3

Etiologi memegang peranan penting dalam memperkirakan perjalanan klinis gagal ginjal kronik
dan terhadap penanggulangannya. Dalam anamnesis dan pemeriksaan penunjang perlu dicari
faktor-faktor yang memperburuk keadaan gagal ginjal kronik yang dapat diperbaiki seperti
infeksi traktus urinarius, obstruksi traktus urinarius, gangguan perfusi dan aliran darah ginjal,
gangguan elektrolit, pemakaian obat nefrotoksik termasuk bahan kimia dan obat tradisional.
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada gagal ginjal kronik antara lain pemeriksaan
laboratorium, EKG, USG, foto polos abdomen, pemeriksaan pyelografi, pemeriksaan foto
thorax, dan pemeriksaan radiologi tulang.

2.2.4. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan secara konservatif terdiri dari tiga cara. Pertama adalah usaha untuk
memperlambat penurunan fungsi ginjal. Pencegahan kerusakan ginjal lebih lanjut adalah usaha
yang kedua. Sedangkan pengelolaan masalah yang terdapat pada pasien dengan gagal ginjal
kronik dan komplikasinya adalah usah yang ketiga. Adapun penyebab gagal ginjal kronik,
penurunan progresif fungsi ginjal akan sampai tahap uremia atau terminal. Penatalaksanaan
konsevatif gagal ginjal kronik lebih bermanfaat bila penurunan faal ginjal masih ringan.3

Dalam usaha memperlambat progresi gagal ginjal maka penting dilakukan pengobatan terhadap
hipertensi. Selain itu pembatasan asupan protein, retriksi fosfor, pengurangan proteinuria dan
pengendalian hiperlipidemia adalah tahap lainnya dalam memperlambat progresi gagal ginjal.
Pencegahan kerusakan gagal ginjal lebih lanjut dapat dilakukan dengan penambahan cairan
fisiologis (rehidrasi), dan penanganan sepsis. Pengelolaan uremia dan komplikasinya dilakukan
dengan penyeimbangan cairan dan elektrolit serta penanganan asidosis metabolik, hiperkalemia,
diet rendah protein, dan anemia.3

2.2.5. Pemeriksaan Penunjang Laju Filtrasi Glomerulus (LFG)

Dalam rangka mendapatkan diagnosis yang tepat pada penyakit ginjal sudah barang tentu
diperlukan kelengkapan data-data yang saling mendukung satu dengan lainnya. Untuk itu
diperlukan pemeriksaan penunjang yang tepat dan terarah sehingga diagnosis penyakit ginjal
yang tepat dapat terpenuhi. Pada pelaksanaan sehari-hari ada lima bentuk pemeriksaan
penunjang untuk menilai fungsi struktur ginjal, yaitu pemeriksaan serologi, pemeriksaan
radiologi, biopsi ginjal, pemeriksaan dipstick terhadap urine, perhitungan Laju Filtrasi
Glomerulus (LFG) yang ditentukan dengan memeriksa bersihan dari bahan-bahan yang
diekskresikan oleh filtrasi glomerulus.

Pada penyakit gagal ginjal kronik, pemeriksaan penunjang yang dapat membantu dalam
menegakkan diagnosis penyakit ini adalah dengan pemeriksaan perhitungan laju filtrasi
glomerulus. Dalam pemeriksaan perhitungan laju filtrasi glomerulus terdapat beberapa
komponen yang harus diperhatikan seperti umur, berat badan, jenis kelamin, dan kreatinin
serum. Hal ini berdasarkan formula Cockcroft-Gault11 yaitu:
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang dilakukan adalah deskriptif kuantitatif. dengan pendekatan retrospektif

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di RS dr. Moh. Hoesin Palembang.

3.2.2. Waktu Penelitian

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari sampai dengan bulan Mei 2005.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi adalah semua pria penderita gagal ginjal kronik yang berobat di RS dr. Moh. Hoesin
Palembang pada periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004.

3.3.2. Sampel Penelitian

Sampel adalah semua pria penderita gagal ginjal kronik yang berobat di RS dr. Moh. Hoesin
Palembang pada periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004.

3.4. Variabel Penelitian

3.4.1. Karakteristik Sosiodemografi

a. Usia
b. Agama

c. Status perkawinan

d. Jaminan kesehatan

e. Berat badan

3.4.2. Data Laboratorium

a. Hemoglobin

b. Ureum serum

c. Kreatinin serum

3.4.3. Laju Filtrasi Glomerulus

3.4.4. Stadium Gagal Ginjal Kronik

a. Stadium ringan

b. Stadium sedang

c. Stadium berat

d. Stadium terminal

3.5. Batasan Operasional

a. Gagal ginjal kronik

Adalah suatu sindrom klinis yang disebabkan penurunan fungsi ginjal yang bersifat menahun,
berlangsung progresif dan cukup lanjut dengan laju filtrasi glomerulat(LFG) kurang dari 50
ml/menit. Gagal ginjal kronik dibagi menjadi empat stadium, antara lain:

1. GGK ringan : LFG 50-30 ml/menit


2. GGK sedang : LFG 10-29 ml/menit

3. GGK berat : LFG <10 ml/menit

4. Gagal Ginjal Terminal : LFG <5 ml/menit

b. Usia

Adalah usia pasien gagal ginjal kronik pada saat berobat di RS dr. Moh. Hoesin Palembang
periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004.

c. Agama

Adalah agama pasien gagal ginjal kronik pada saat berobat di RS dr. Moh. Hoesin Palembang
periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004, yaitu Islam, Kristen, Katholik, Budha, Hindu.

d. Status Perkawinan

Adalah status perkawinan pasien gagal ginjal kronik pada saat berobat di RS dr. Moh. Hoesin
Palembang periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004 , yaitu kawin, belum kawin, duda.

e. Jaminan Kesehatan

Adalah jaminan kesehatan pasien gagal ginjal kronik pada saat berobat di RS dr. Moh. Hoesin
Palembang periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004. Jaminan kesehatan pasien terdiri dari
Askes (asuransi kesehatan) dan bukan Askes.

f. Berat badan

Adalah berat badan pasien gagal ginjal kronik pada saat berobat di RS dr. Moh. Hoesin
Palembang periode 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004.

g. Hemoglobin
Adalah pigmen pembawa oksigen eritrosit, dibentuk oleh eritrosit yang berkembang di dalam
sumsum tulang. Batasan normal hemoglobin pada pria 14 – 16 gr/dl. Anemia akan timbul bila
seorang pria memiliki kadar hemoglobin kurang dari 14 gr/dl.15

h. Kreatinin serum

Adalah hasil perombakan keratin, semacam senyawa berisi nitrogen yang terutama ada dalam
otot. Banyaknya kadar kreatinin yang diproduksi dan disekresikan berbanding sejajar dengan
massa otot. Pada pria kadarnya biasanya lebih besar daripada wanita. Pada pria kadar kreatinin
normal adalah 0.5-1.4 mg/dl.

i. Laju filtrasi glomerulus

adalah kecepatan filtrasi darah melalui glomerulus. Pada orang normal sekitar 125 ml/menit.
Pada kasus gagal ginjal LFG dapat bervariasi sesuai stadiumnya.

1. LFG 50-30 ml/menit : GGK ringan

2. LFG 10-29 ml/menit : GGK sedang

3. LFG <10 ml/menit : GGK berat

4. LFG <5 ml/menit : GGK Terminal

Dalam pemeriksaan perhitungan LFG terdapat beberapa komponen yang harus diperhatikan
seperti umur, berat badan, jenis kelamin, dan kreatinin serum. Hal ini berdasarkan formula
Cockcroft-Gault yaitu:

Untuk laki-laki:

j. Ureum

Adalah hasil akhir metabolisme protein, tidak mengalami perubahan bentuk dari senyawa
aslinya, dan hanya diekskresikan dalam urin. Kadar normalnya adalah 20 40 mg/dl
3.6. Metode Pengumpulan Data

Data didapatkan dari catatan rekam medik hasil pemeriksaan laboratorium klinik di RS dr. Moh.
Hoesin Palembang 1 Januari 2003 – 31 Desember 2004.

3.7. Analisis Data

Data yang terkumpul ditabulasi dan disajikan secara deskriptif kuantitatif.


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penelitian ini dilaksanakan dengan menggunakan data rekam medis RSMH periode tahun 2003 –
2004. Populasi penderita GGK yang di rawat di RSMH pada periode tersebut berjumlah 130
penderita. Pengambilan data dilakukan selama bulan Februari dan Maret 2005.

4.1 Hasil

4.1.1 Karakteristik Sosiodemografi

4.1.1.1 Usia

Penderita GGK di RSMH memiliki variasi usia yang beragam. Pada tahun 2003, tercatat

penderita GGK yang mendapatkan perawatan di bangsal penyakit dalam RSMH memiliki usia

tertua yaitu 74 tahun. Sedangkan pada tahun yang sama, tercatat pasien GGK yang paling muda

berusia 16 tahun. Rentang usia yang paling banyak menderita GGK pada tahun ini adalah antara

46 sampai dengan 50 tahun dengan jumlah penderita sebanyak 10 orang. Berikut ini adalah tabel

usia penderita GGK yang dirawat di RSMH selama tahun 2003.

Tabel 1. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Usia Penderita Gagal Ginjal

Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH pada Tahun 2003 (n=67)

Usia (tahun) N Persentase


16 – 20 5 7,46
21 – 25 4 5,97
26 – 30 1 1,49
31 – 35 5 7,46
36 – 40 4 5,97
41 – 45 6 8,95
46 – 50 10 14,92
51 – 55 7 10,44
56 – 60 9 13,43
61 – 65 9 13,43
66 – 70 5 7,46
71 – 75 2 2,98
Jumlah 67 100

Pada tahun 2004 jumlah penderita GGK di RSMH tercatat sebanyak 63 orang penderita. Apabila

usia termuda yang menderita GGK dan di rawat di RSMH pada tahun 2003 adalah 16 tahun

maka tahun 2004 penderita termudanya berusia 18 tahun. Usia tertua pada penderita GGK tahun

2004 adalah 72 tahun. Berikut ini adalah tabel usia penderita GGK yang dirawat di RSMH

selama tahun 2004.

Tabel 2. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Usia Penderita Gagal Ginjal

Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH pada Tahun 2004 (n=63)

Usia (tahun) n Persentase


16 – 20 1 1,58
21 – 25 2 3,17
26 – 30 3 4,76
31 – 35 1 1,58
36 – 40 4 6,34
41 – 45 12 19,04
46 – 50 6 9,52
51 – 55 12 19,04
56 – 60 6 9,52
61 – 65 8 12,69
66 – 70 7 11,11
71 – 75 1 1,58
Jumlah 63 100

4.1.1.2 Status Perkawinan


Penderita GGK yang dirawat di RSMH pada tahun 2003 maupun 2004 mayoritas telah
bekeluarga. Hal ini terlihat dari data tahun 2003 yang menunjukan sebanyak 58 orang penderita
atau 86,56 % telah kawin. Dari 67 orang penderita pada tahun 2003 hanya 9 orang yang belum
kawin. Hal ini seperti yang dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 3. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Status Perkawinan Penderita

Gagal Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2003 (n=67)

Status n Persentase
Kawin 58 86,56
Tak kawin 9 13,43
Jumlah 67 100

Hal yang tak jauh berbeda juga terjadi pada tahun 2004. Tercatat hanya 5 orang dari 63 orang
penderita yang belum kawin. Selebihnya sebanyak 92,06 % telah kawin lebih dulu sebelum
akhirnya mengalami penyakit ini dan dirawat di RSMH pada tahun 2004. Berikut adalah tabel
status perkawinan penderita GGK di RSMH pada tahun 2004.

Tabel 4. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Status Perkawinan Penderita

Gagal Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2004 (n=63)

Status n Persentase
Kawin 58 92,06
Tak kawin 5 7,93
Jumlah 63 100

4.1.1.3 Agama
Penderita GGK di RSMH pada tahun 2003 dan 2004 kebanyakan menganut agama Islam. Pada
tahun 2003, sebanyak 66 dari 67 penderita menganut agama Islam. Hal ini berarti hanya satu
orang penederita saja yang menganut agama selain Islam. Hal ini seperti yang terlihat pada tabel
berikut.

Tabel 5. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Agama Penderita Gagal Ginjal

Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH pada Tahun 2003 (n=67)

Agama n Persentase
Islam 66 98,50
Kristen 1 1,49
Lain-lain 0 0
Jumlah 67 100

Hal serupa juga terjadi pada tahun berikutnya. Penderita yang menganut agama selain islam
hanya satu orang. Hal itu berarti 98,41 % dari jumlah penderita GGK tahun 2004 menganut
agama Islam. Hal ini tercakup pada tabel di bawah ini.

Tabel 6. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Agama Penderita Gagal Ginjal

Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH pada Tahun 2004 (n=63)

Agama n Persentase
Islam 62 98,41
Kristen 1 1,58
Lain-lain 0 0
Jumlah 63 100

4.1.1.4 Jaminan Kesehatan

Pada umumnya penderita GGK di RSMH bukan peserta askes. Pada tahun 2003, hanya 38,80 %
atau 26 orang saja yang merupakan anggota askes. Sedangkan pada tahun 2004 peserta askes di
antara penderita GGK semakin berkurang saja yaitu hanya sebanyak 20 dari 63 orang.
Selebihnya penderita GGK ini mengusahakan jaminan kesehatan dari sumber lainnya. Berikut
adalah tabel jaminan kesehatan para penderita GGK pada tahun 2003 dan 2004.

Tabel 7. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Jaminan Kesehatan Penderita

Gagal Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2003 (n=67)

Jaminan Kesehatan n Persentase


Askes 26 38,80
Bukan askes 41 61,11
Jumlah 67 100
Tabel 8. J Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Jaminan Kesehatan Penderita

Gagal Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2004 (n=63)

Jaminan Kesehatan n Persentase


Askes 20 31,74
Bukan askes 43 68,25
Jumlah 63 100
4.1.1.5 Berat Badan

Berat badan penderita GGK yang dirawat di RSMH cukup bervariasi. Ada pasien yang memiliki

berat badan yang ekstrim rendah maupun tinggi. Sebagai contoh ada penderita yang memiliki

berat badan 20 kg. Ada juga penderita yang memiliki berat badan yang mencapai 101 kg. Berat

badan yang terdapat disini adalah berat badan penderita yang ditimbang ketika pertama kali di

rawat di RSMH. Berikut tabel berat badan penderita GGK selengkapnya.

Tabel 9. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Berat Badan Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2003 (n=67)


Berat Badan (kilogram) n Persentase
< 31 0 1,49
31 – 35 2 2,98
36 – 40 2 2,98
41 – 45 4 4,47
46 – 50 15 22,38
51 – 55 10 14,92
56 – 60 19 28,35
61 – 65 5 7,46
66 – 70 3 4,47
≥ 71 7 10,44
Jumlah 67 100

Tabel 10. Karakteristik Sosiodemografi berdasarkan Berat Badan Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2004 (n=63)

Berat Badan (kilogram) n Persentase


< 31 1 1,49
31 – 35 2 2,98
36 – 40 2 2,98
41 – 45 3 4,47
46 – 50 12 22,38
51 – 55 10 14,92
56 – 60 18 28,35
61 – 65 5 7,46
66 – 70 3 4,47
≥ 71 7 10,44
Jumlah 63 100

4.1.2 Data Laboratorium

4.1.2.1 Hemoglobin

Pemeriksaan hemoglobin terkait dengan pemantauan fungsi ginjal sebagai penghasil eritropoeitin

yang berfungsi sebagai substansi yang ikut membentuk sel darah merah. Hemoglobin merupakan
salah satu komponen dalam pemeriksaan laboratorium darah rutin. Pada tahun 2003 tercatat

bahwa sebanyak 52 dari 67 orang penderita GGK memiliki hemoglobin dalam rentang antara 5,1

– 10 gr/dl. Hal ini terjadi pula pada tahun 2004 tapi dengan jumlah penderita sebanyak 46 orang

atau sebanyak 68,65 %.

Pada tahun 2003 yang memiliki kadar hemoglobin kurang atau sama dengan 5 gr/dl sebanyak 6

orang. Sedangkan pada tahun 2004 yang memiliki kadar hemoglobin demikian hanya satu orang.

Untuk kadar hemoglobin lebih atau sama dengan 15 gr/dl baik pada tahun 2003 ataupun tahun

2004 hanya satu orang. Kadar hemoglobin yang dicantumkan disini adalah kadar hemoglobin

yang pertama kali diukur saat penderita dirawat di RSMH. Perincian selengkapnya dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 11. Data Laboratorium berdasarkan Kadar Hemoglobin Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2003 (n=67)

Hemoglobin (gr/dl) n Persentase


≤5 6 8,95
5,1 – 10 52 77,61
10,1 – 15 8 11,94
≥ 15,1 1 1,49
Jumlah 67 100
Tabel 12. Data Laboratorium berdasarkan Kadar Hemoglobin Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2004 (n=63)

Hemoglobin (gr/dl) n Persentase


≤5 1 1,58
5,1 – 10 46 68,65
10,1 – 15 15 22,38
≥ 15,1 1 1,58
Jumlah 63 100
4.1.2.2 Ureum

Kadar ureum dapat mewakili sejauh mana ginjal mengalami gangguan. Hal ini karena ureum

adalah salah satu substansi yang hanya dapat diekskresikan melalui ginjal. Kadar ureum yang

terdapat pada tabel adalah kadar ureum yang pertama kali diperiksa saat pasien dirawat di

RSMH. Kadar ureum yang paling banyak didapatkan pada pemeriksaan serum pasien GGK baik

pada tahun 2003 maupun tahun 2004 adalah antara 101 – 150. kadar ureum yang paling sedikit

didapat pada pemeriksaan tersebut adalah kurang atau sama dengan 50. Hal ini dapat dilihat pada

tabel berikut.

Tabel 13. Data Laboratorium berdasarkan Kadar Ureum Serum Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2003 (n=67)

Ureum Serum (mg/dl) n Persentase


≤ 50 3 4,47
51 – 100 16 23,88
101 – 150 19 28,35
151 – 200 7 10,44
201 – 250 10 14,92
251 – 300 8 11,94
≥ 301 4 5,97
Jumlah 67 100
Tabel 14. Data Laboratorium berdasarkan Kadar Ureum Serum Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2004 (n=63)

Ureum Serum (mg/dl) n Persentase


≤ 50 1 1,58
51 – 100 11 16,41
101 – 150 17 26,98
151 – 200 11 16,41
201 – 250 7 11,11
251 – 300 5 7,93
≥ 301 11 16,41
Jumlah 63 100
4.1.2.3 Kreatinin serum

Kreatinin juga merupakan substansi yang hanya dapat diekskresikan melalui urin. Kadar

kreatinin serum pasien penting dalam perhitungan laju filrasi glomerulus guna menentukan

stadium GGK. Kadar kreatinin serum yang ditampilkan adalah kadar kreatinin yang pertama kali

diperiksa saat penderita dirawat di RSMH. Kadar kreatinin serum yang paling banyak ditemukan

baik pada tahun 2003 maupun tahun 2004 adalah antara 5,1 – 10 mg/dl. Hal ini dapat dilihat

pada tabel berikut.

Tabel 15. Data Laboratorium berdasarkan Kadar Kreatinin Serum Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH

pada Tahun 2003 (n=67)

Kreatinin Serum
n Persentase
(mg/dl)
0–5 12 17,91
5,1 – 10 25 37,31
10,1 – 15 11 16,41
15,1 – 20 5 7,46
20,1 – 25 7 10,44
25,1 – 30 4 5,97
≥ 30,1 3 4,47
Jumlah 67 100
Tabel 16. Data Laboratorium berdasarkan Kadar Kreatinin Serum Penderita Gagal

Ginjal Kronik yang Menerima Perawatan di RSMH


pada Tahun 2004 (n=63)

Kreatinin Serum (mg/dl) n Persentase


0–5 10 15,87
5,1 – 10 26 41,26
10,1 – 15 14 22,22
15,1 – 20 11 16,41
20,1 – 25 0 0
25,1 – 30 1 1,58
≥ 30,1 1 1,58
Jumlah 63 100

4.1.3 Stadium Gagal Ginjal Kronik

Stadium GGK dapat ditentukan oleh laju filtrasi glomerulus. Pada tahun 2003 didapatkan hasil
sejumlah 23 orang penderita GGK stadium terminal. Stadium terminal adalah suatu tahap
dimana penderita GGK hanya memiliki LFG kurang dari 5 ml/menit. Sedangkan stadium berat
adalah tahap dimana penderita GGK dapat memiliki LFG antara 5 – 9,9 ml/menit, terdapat 20
orang menderita GGK pada stadium ini. Ada 24 orang yang mengalami GGK stadium sedang
atau stadium dimana LFG penderita berkisar antara10 – 29,9 ml/menit. Hasil lainnya
menunjukan bahwa tidak ada yang menderita GGK stadium ringan. Stadium ringan sendiri
adalah tahap dimana penderita GGK dapat memiliki LFG antara 30 – 50 ml/menit. Hal ini
terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 17. Distribusi Stadium Gagal Ginjal Kronik pada Penderita yang Menerima

Perawatan di RSMH pada Tahun 2003 (n=67)

Stadium GGK n Persentase


Terminal 23 34,32
Berat 20 29,85
Sedang 24 35,80
Ringan 0 0
Jumlah 67 100

Pada tahun 2004 didapatkan hasil sebagai berikut, sebanyak 21 orang menderita stadium
terminal GGK, 23 orang mengalami stadium berat, dan 19 orang mengalami stadium sedang.
Sama seperti pada tahun sebelumnya, pada tahun 2004 juga tidak ada yang menderita stadium
ringan GGK. Hal ini terdapat pada tabel di bawah ini.

Tabel 18. Distribusi Stadium Gagal Ginjal Kronik pada Penderita yang Menerima

Perawatan di RSMH pada Tahun 2004 (n=63)

Stadium GGK n Persentase


Terminal 21 33,33
Berat 23 36,50
Sedang 19 30,15
Ringan 0 0
Jumlah 63 100

Pada tahun 2004 terdapat dua orang yang meninggal dalam perawatan di RSMH. Kedua
penderita tersebut sama-sama mengidap penyakit GGK pada stadium terminal. Salah satu
penderita yang meninggal dalam perawatannya berusia 61 tahun dengan LFG hanya 3 ml/menit.

4.2 Pembahasan

Ada beberapa variabel yang dibahas pada penelitian ini. Antara lain mengenai karakteristik
sosiodemografi, data laboratorium, stadium gagal ginjal kronik. Karakteristik sosiodemografi
yang meliputi usia, status perkawinan, agama, jaminan kesehatan, dan berat badan. Sedangkan
data laboratorium meliputi kadar hemoglobin, ureum, kreatinin serum.

Variabel karakteristik sosiodemografi meliputi banyak hal, diantaranya usia. Usia yang dimaksud
adalah usia saat penderita tersebut dirawat di RSMH. Distribusi usia penderita GGK cukup
bervariasi yaitu antara 16 – 75 tahun. Dari data hasil penelitian didapatkan usia termuda
penderita GGK pada populasi penelitian adalah 16 tahun. Hal ini disebabkan penderita yang di
rawat di RSMH bagian penyakit dalam adalah penderita yang termasuk kategori dewasa.
Penderita dengan usia di atas 40 tahun jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan
penderita yang usianya 40 tahun ataupun di bawahnya. Hal ini terjadi karena GGK adalah suatu
penyakit yang perjalanan penyakitnya panjang sehingga memiliki kecenderungan timbulnya
gejala pada usia tersebut.
Variabel karakteristik sosiodemografi yang lainnya adalah status perkawinan. Kebanyakan
penderita telah berkeluarga. Hal ini terjadi karena penderita yang dirawat di bagian penyakit
dalam RSMH adalah penderita dewasa yang secara secara hukum sudah layak untuk
berkeluarga. Dominasi distribusi penderita terhadap suatu variabel tertentu juga terjadi pada
variabel agama. Dalam hal ini mayoritas penderita memeluk agama Islam. Hal ini disebabkan
antara lain karena memang jumlah penduduk yang memeluk agama Islam adalah yang terbanyak
di Indonesia. Berbeda dengan hal-hal yang dipaparkan sebelumnya, untuk jaminan kesehatan
ternyata jumlah penderita yang tidak memiliki jaminan kesehatan seperti askes jumlahnya tidak
secara berlebihan berbeda dengan jumlah penderita yang memiliki askes. Walau demikian tetap
lebih banyak penderita yang tidak memiliki askes. Hal ini dimungkinkan karena mayoritas dari
penderita adalah masyarakat miskin yang tidak mampu untuk memiliki askes ataupun tidak
memiliki pekerjaan yang memungkinkan kepemilikan askes. Sehingga kebanyakan dari
penderita mencari sumber dana lain dalam rangka memenuhi kewajiban pembayaran biaya
perawatan dan pengobatan. Untuk variabel berat badan, penderita GGK kebanyakan memiliki
berat antara 46 – 60 kg. Hal ini karena tubuh penderita mengalami banyak perubahan yang
destruktif sehingga berdampak pada metabolisme tubuh yang kurang baik. Selain itu kebanyakan
penderita termasuk dalam kategori miskin yang mengalami cukup kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan pangan.

Hal lain yang penting untuk dibahas adalah mengenai data laboratorium. Dalam hal ini meliputi
kadar hemoglobin, ureum dan kreatinin serum. Oleh karena para penderita ini mengalami
gangguan pada ginjal maka bukan hanya fungsi ginjal sebagai organ ekskretor saja yang
terganggu tapi fungsi ginjal sebagai pembentuk substasi penting dalam eritropoeiesis juga
terganggu. Sehingga secara laboratorium klinik didapatkan kadar hemoglobin yang rendah. Hal
ini sesuai dengan data hasil penelitian yang menunjukan mayoritas penderita memiliki kadar
hemoglobin yang rendah yaitu kurang dari 10,1 gr/dl. Selain itu, fungsi ginjal sebagai ekskretor
sendiri juga terganggu dan dicerminkan dari kadar ureum dan kreatinin serum yang tinggi.
Seperti telah dijelaskan pada bab 2, bahwa ureum dan kreatinin adalah substansi yang hanya bisa
diekskresikan melalui ginjal. Sehingga apabila fungsi ginjal terganggu maka kadar substansi ini
pun tinggi dalam tubuh penderita.
Berdasarkan data laboratorium yang ada serta data lainnya maka laju filtrasi glomerulus dapat
ditentukan. Dalam hal ini LFG penting dalam menyusun klasifikasi stadium GGK. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa jumlah penderita cukup merata mulai dari stadium sedang sampai
terminal. Sedangkan pada stadium ringan tidak ditemukan penderita yang di rawat di RSMH
untuk periode tersebut. Hal ini dimungkinkan oleh karena perjalanan penyakit yang panjang
dengan gejala yang tak terlalu mengganggu pada stadium ringan, sehingga para penderita
stadium ringan maupun para klinisi mungkin tidak merasa memerlukan perawatan.

4.2 Pembahasan

Ada beberapa variabel yang dibahas pada penelitian ini. Antara lain mengenai karakteristik
sosiodemografi, data laboratorium, stadium gagal ginjal kronik. Karakteristik sosiodemografi
yang meliputi usia, status perkawinan, agama, jaminan kesehatan, dan berat badan. Sedangkan
data laboratorium meliputi kadar hemoglobin, ureum, kreatinin serum.

Variabel karakteristik sosiodemografi meliputi banyak hal, diantaranya usia. Usia yang dimaksud
adalah usia saat penderita tersebut dirawat di RSMH. Distribusi usia penderita GGK cukup
bervariasi yaitu antara 16 – 75 tahun. Dari data hasil penelitian didapatkan usia termuda
penderita GGK pada populasi penelitian adalah 16 tahun. Hal ini disebabkan penderita yang di
rawat di RSMH bagian penyakit dalam adalah penderita yang termasuk kategori dewasa.
Penderita dengan usia di atas 40 tahun jumlahnya lebih banyak bila dibandingkan dengan
penderita yang usianya 40 tahun ataupun di bawahnya. Hal ini terjadi karena GGK adalah suatu
penyakit yang perjalanan penyakitnya panjang sehingga memiliki kecenderungan timbulnya
gejala pada usia tersebut.

Variabel karakteristik sosiodemografi yang lainnya adalah status perkawinan. Kebanyakan


penderita telah berkeluarga. Hal ini terjadi karena penderita yang dirawat di bagian penyakit
dalam RSMH adalah penderita dewasa yang secara secara hukum sudah layak untuk
berkeluarga. Dominasi distribusi penderita terhadap suatu variabel tertentu juga terjadi pada
variabel agama. Dalam hal ini mayoritas penderita memeluk agama Islam. Hal ini disebabkan
antara lain karena memang jumlah penduduk yang memeluk agama Islam adalah yang terbanyak
di Indonesia. Berbeda dengan hal-hal yang dipaparkan sebelumnya, untuk jaminan kesehatan
ternyata jumlah penderita yang tidak memiliki jaminan kesehatan seperti askes jumlahnya tidak
secara berlebihan berbeda dengan jumlah penderita yang memiliki askes. Walau demikian tetap
lebih banyak penderita yang tidak memiliki askes. Hal ini dimungkinkan karena mayoritas dari
penderita adalah masyarakat miskin yang tidak mampu untuk memiliki askes ataupun tidak
memiliki pekerjaan yang memungkinkan kepemilikan askes. Sehingga kebanyakan dari
penderita mencari sumber dana lain dalam rangka memenuhi kewajiban pembayaran biaya
perawatan dan pengobatan. Untuk variabel berat badan, penderita GGK kebanyakan memiliki
berat antara 46 – 60 kg. Hal ini karena tubuh penderita mengalami banyak perubahan yang
destruktif sehingga berdampak pada metabolisme tubuh yang kurang baik. Selain itu kebanyakan
penderita termasuk dalam kategori miskin yang mengalami cukup kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan pangan.

Hal lain yang penting untuk dibahas adalah mengenai data laboratorium. Dalam hal ini meliputi
kadar hemoglobin, ureum dan kreatinin serum. Oleh karena para penderita ini mengalami
gangguan pada ginjal maka bukan hanya fungsi ginjal sebagai organ ekskretor saja yang
terganggu tapi fungsi ginjal sebagai pembentuk substasi penting dalam eritropoeiesis juga
terganggu. Sehingga secara laboratorium klinik didapatkan kadar hemoglobin yang rendah. Hal
ini sesuai dengan data hasil penelitian yang menunjukan mayoritas penderita memiliki kadar
hemoglobin yang rendah yaitu kurang dari 10,1 gr/dl. Selain itu, fungsi ginjal sebagai ekskretor
sendiri juga terganggu dan dicerminkan dari kadar ureum dan kreatinin serum yang tinggi.
Seperti telah dijelaskan pada bab 2, bahwa ureum dan kreatinin adalah substansi yang hanya bisa
diekskresikan melalui ginjal. Sehingga apabila fungsi ginjal terganggu maka kadar substansi ini
pun tinggi dalam tubuh penderita.

Berdasarkan data laboratorium yang ada serta data lainnya maka laju filtrasi glomerulus dapat
ditentukan. Dalam hal ini LFG penting dalam menyusun klasifikasi stadium GGK. Dari hasil
penelitian didapatkan bahwa jumlah penderita cukup merata mulai dari stadium sedang sampai
terminal. Sedangkan pada stadium ringan tidak ditemukan penderita yang di rawat di RSMH
untuk periode tersebut. Hal ini dimungkinkan oleh karena perjalanan penyakit yang panjang
dengan gejala yang tak terlalu mengganggu pada stadium ringan, sehingga para penderita
stadium ringan maupun para klinisi mungkin tidak merasa memerlukan perawatan.

Daftar Pustaka

1. Graber, Mark A. 2002. Terapi Cairan, Elektrolit, dan Metabolit. Farmedia. Jakarta

2. _________. 2005. Women’s Health Risks and Chronic Kidney Disease.


www.davita.com/articles/ckd/index.shtml?id=132

3. Price, Sylvia A. Lorraine M Wilson. 1995. Patofisiologi Konsep Klinis

Proses-proses Penyakit Jilid 2. Penerbit EGC. Jakarta

4. MJ, Klag et all. 1996. Blood Pressure and End-stage Renal Disease in Men. N England J
Med. England

5. Fored, C Michael et all. 2003. Socio-economic Status and Chronic Renal Failure: A
Population-based Case-control Study in Sweden.
www.ndt.oupjournals.org/cgi/reprint/18/1/82

10. TG, Feest et all. 1990. Incidence of Advanced Chronic Renal Failure and The Need for End-
stage Renal Replacement Therapy. BMJ. USA

11. _________. 2001. Renal Association Treatment of Adult Patients with Renal Failure
Standards and Audit Measures (Third Edition). www.bapn.uwcm.ac.uk/epide.doc.

12. Tim Penyusun Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia. 2003. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Balai Penerbit FKUI. Jakarta
13. Mansjoer, Arief. Dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta

14. Lange. Appleton. 2000. Current Medical Diagnosis and Treatment 2000. The McGraw-Hill
Companies. United State of America

15. Widmann, Frances K. 1995. Tinjauan Klinis atas Hasil Pemeriksaan Laboratorium. Penerbit
EGC. Jakarta.

16. Tim Penerjemah EGC. 1996. Kamus Kedokteran Dorland. Penerbit EGC. Jakarta.

Makalah ini adalah Hasil penelitian yang bersangkutan

dibuat guna melengkapi syarat perolehan gelar Sarjana Kedokteran

pada

FK Unsri

tahun 2005

Anda mungkin juga menyukai