Anda di halaman 1dari 4

Praktek Profesi Keperawatan Anak, 1

Kelompok II, STIKES Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ginjal adalah organ vital yang berperan sangat penting dalam mempertahankan
kestabilan lingkungan dalam tubuh. Ginjal mengatur Keseimbangan cairan tubuh,
elektrolit dan asam basa dengan cara filtrasi darah, reabsorbsi selektif air, elektrolit dan
non elektrolit, serta mengekresikan kelebihan sebagai urine. Ginjal juga mengeluarkan
produksi metabolisme (urea, kreatinin dan asam urat) dan zat kimia asing (A. Price, 2006).
Penurunan laju filtrasi glomerulus di bawah 30 mL/menit/1,73 m2 dapat
menimbulkan efek pada pasien penyakit ginjal kronik, misalnya gangguan keseimbangan
cairan/elektrolit, asidosis metabolik, gagal tumbuh, dan osteodistrofi renal (melemahnya
tulang yang disebabkan oleh kurang bekerjanya ginjal). Hal tersebut semakin berat apabila
penurunan laju filtrasi glomerulus di bawah 15 mL/menit/1,73 m2 (gagal ginjal terminal)
karena menimbulkan komplikasi mayor seperti kardiomiopati (gangguan otot jantung yang
melemah fungsi dan melebarnya otot jantung), ensefalopati (penurunan fungsi otak), dan
neuropati (masalah pada saraf-saraf tepi). Komplikasi akan sulit ditangani kecuali dengan
terapi pengganti ginjal. Modalitas terapi pengganti ginjal terdiri atas hemodialisis (cuci
darah), dialisis peritoneal (cara mengeluarkan produk sampah pada darah ketika ginjal
tidak bisa melakukannya) mandiri berkesinambungan (DPMB), dan transplantasi
(pencangkokan) ginjal (Shroff, Lederman. 2009).
Penyakit gagal ginjal merupakan salah satu penyakit yang berbahaya karena bisa
menyebabkan permasalahan pada bagian sistem pengeluaran. Sama halnya dengan
penyakit lainnya, gagal ginjal juga bisa menyerang siapa saja termasuk anak-anak. Ada
beberapa gambaran yang bisa menjadi tanda-tanda seorang anak mengalami gagal ginjal.
Pertama, terjadinya kegagalan tubuh dalam menyeimbangkan cairan dan elektrolit yang
dibutuhkan. Hal ini bisa dilihat dengan indikasi sembab pada tubuh anak. Gangguan
elektrolit ini biasanya berlangsung apabila pH dalam darah berpengaruh terhadap
pertumbuhan yang dialami seorang anak. Kedua, gambaran lain dari penyakit ginjal adalah
menumpuknya racun atau toksin dalam darah. Hal ini jelas dikarenakan ginjal yang
fungsinya sebagai alat pengeluaran racun tidak bisa berfungsi dengan baik (Mohammad
Sjayfullah Noer, 2006).

1
Praktek Profesi Keperawatan Anak,
Kelompok II, STIKES Indonesia

Pada tahap awal, si anak akan mengalami gejala seperti susah makan. Kemudian
dilanjutkan dengan mual dan muntah-muntah secara terus menerus. Pada tahap yang sudah
akut, anak akan menjadi malnutrisi dan kekurangan protein. Jika ini terus dibiarkan, anak
bisa mengalami tahap kritis dan meninggal. Ketiga, terjadinya gangguan pada fungsi
hormon. Tentunya ada beberapa hormon yang berperan dalam pembentukan sel darah
merah salah satunya adalah eritopoietin dan vitamin D3. Kekurangan zat ini bisa
menyebabkan tubuh menjadi kekurangan darah atau anemia. Pada tahap lanjutannya akan
berpengaruh pada pembentukan tulang si anak (Sukma Melati, 2009).
Kasus gagal ginjal didunia meningkat lebih dari 50 persen, dan dari data negara
maju seperti Australia, Inggris dan Jepang didapatkan variasi yang cukup besar pada
insidensi dan prevalensi gagal ginjal kronik terminal (Suhardjono, N 2004). Insidensi
berkisar antara 77–283 per juta penduduk, sedangkan prevalensi yang menjalani
hemodialisis antara 476 –1150 perjuta penduduk. Data yang didasarkan atas ureum
abnormal saat ini diperkirakan klien GGK adalah 2000 per juta penduduk (Sidabutar, dkk
2001).
Menurut Habibie (2004) Indonesia termasuk negara dengan tingkat klien Gagal
ginjal yang cukup tinggi, saat ini gagal ginjal mencapai 4500 orang, Sedangkan menurut
Irianti (2004) diperkirakan setiap 1.000.000 penduduk 20 Orang mengalami gagal ginjal
pertahunnya. Jumlah klien gagal ginjal kronik di Rumah Sakit Hasan Sadikin selama 5
tahun dari tahun 1997–1983 adalah 255 klien, sedangkan menurut Raharjo (2007) di
Indonesia penderita gagal ginjal hingga April 2006 berjumlah 150.000 orang dan yang
membutuhkan terapi fungsi ginjal mencapai 3000 orang (Erwin, 2008).
Perawatan anak dengan penyakit ginjal kronik merupakan perawatan
berkesinambungan sejak periode penyakit ginjal kronik tahap awal (derajat satu) hingga
tahap terminal. Hal tersebut sulit dilakukan pada anak di negara berkembang karena faktor
pengetahuan, ketersediaan dana dan faktor lain seperti agama/kepercayaan dan sosial
budaya. Oleh karena itu, hal yang sering terjadi adalah pasien penyakit ginjal kronik
datang ke rumah sakit sudah dalam keadaan gagal ginjal terminal (Shroff R, Lederman,
2009).
Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti untuk menggantikan sebagian
kerja atau fungsi ginjal dalam mengeluarkan sisa hasil metabolisme dan kelebihan cairan
serta zat–zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Pada GGA hemodialisis dapat dilakukan secara
intermiten, sedangkan pada GGK harus dilakukan secara rutin (biasanya 2x seminggu

2
Praktek Profesi Keperawatan Anak,
Kelompok II, STIKES Indonesia

selama 4–5 jam perkali terapi) sampai mendapat ginjal baru melalui operasi transplantasi
(pencangkokan) yang berhasil.
Klien memerlukan terapi hemodialisis yang kronis, sebab terapi ini diperlukan
untuk mempertahan kan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan gejala uremia
(keadaan toksik yang disebabkan gagal ginjal). (Suddarth, 2001)
Pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis asupan protein lebih bebas
karena pada setiap hemodialisis kerja dikehilangkan asam amino 4–8 gram (Kresnawan,
2000). Diet rendah protein terbukti dapat memperlambat progresivitas gagal ginjal. Gejala
uremia akan hilang bila protein dibatasi 1-1.2 gr / kgBB (Lanny, 1996 : 74).
Hasil data tercatat dan pelaporan Medical Record Rumah Sakit Umum Pemerintah
DR. M. Djamil Padang jumlah Klien gagal ginjal mengalami peningkatan, tahun 2003
didapat sebanyak 97orang, tahun 2004 klien gagal ginjal 135 orang, tahun 2005 terdapat
146 orang, tahun 2006 terdapat 158 orang dan tahun 2007 terdapat 203 orang gagal ginjal
yang menjalani tindakan hemodialisis dengan rekwensi tindakan dua kali perminggu.

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk dapat melakukan asuhan keperawatan pada An.F dengan gagal ginjal kronis
di HCU IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil Padang.

2. Tujuan Khusus
Untuk dapat melakukan :
a. Pengkajian pada An.F dengan gagal ginjal kronis di HCU IRNA Anak RSUP.
DR. M. Djamil Padang.
b. Menegakkkan diagnosa keperawatan pada An.F dengan gagal ginjal kronis di
HCU IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil Padang.
c. Intervensi pada An.F dengan gagal ginjal kronis di HCU IRNA Anak RSUP.
DR. M. Djamil Padang.
d. Implementasi pada An.F dengan gagal ginjal kronis di HCU IRNA Anak
RSUP. DR. M. Djamil Padang.
e. Evaluasi pada An.F dengan gagal ginjal kronis di HCU IRNA Anak RSUP.
DR. M. Djamil Padang.

3
Praktek Profesi Keperawatan Anak,
Kelompok II, STIKES Indonesia

f. Pendokumentasian keperawatan pada An.F dengan gagal ginjal kronis di HCU


IRNA Anak RSUP. DR. M. Djamil Padang.

C. Manfaat
1. Bagi Penulis / Pemakalah
Sebagai bahan untuk mengembangkan pengetahuan tentang gagal ginjal kronis
dan faktor-faktor yang berhubungan dengan penyakit ini serta cara
penanganannya.
2. Bagi Pembaca
Sebagai bahan referensi dan menambah pengetahuan tentang gagal ginjal kronis.

Anda mungkin juga menyukai