BAB 1
PENDAHULUAN
4
3. Mampu mengidentifikasi Intervensi keperawatan Pada An. A. L dengan
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
4. Mampu mengidentifikasi Implementasi keperawatan Pada An. A. L
dengan Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
5. Mampu mengidentifikasi Evaluasi keperawatan Pada An. A. L dengan
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
2. Bagi Institusi
Sebagai acuan dalam kegiatan proses belajar tentang asuhan keperawatan
pada anak yang mengalami Gagal Ginjal Kronik.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada anak dengan Gagal Ginjal Kronik.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
2.1.2 Etiologi
Gagal ginjal pada bayi dan anak sering terjadi akibat anomaly ginjal
atau traktus urinarius congenital seperti hipoplasia atau dysplasia ginjal,
penyakit ginjal kistik dan kelainan ureter, katup vesikoureter dan uretra.
Refluks vesikoureter bertekanan tinggi akibat obstruksi dapat
menghancurkan ginjal in utero. Refluks minor akibat inkompetensi katup
vesikoureter pun mampu menambah kerentanan terhadap infeksi ginjal, dan
pielonefritis berulang dengan parut ginjal merupakan penyebab gagal ginjal
kronik yang lazim pada anak semua usia. Neurogenik bladder, suatu masalah
lazim pada anak dengan spina bifida, kadang-kadang disertai dengan cedera
ginjal berat karena refluks dan infeksi. Penyakit glomerulus tidak lazim
ditemukan pada masa bayi tetapi merupakan penyebab gagal ginjal yang
semakin sering sesudah usia beberapa tahun pertama. Ginjal juga dapat ikut
terkena pada penyakit sistemik, seperti lupus atau sindrom hemolitik-uremik.
Kadang-kadang penyebab gagal ginjal kronik pada anak adalah nekrosis
korteks karena anoksia ginjal, obat nefrotoksik, dan racun serta kesalahan
metabolisme bawaan seperti sistinosis dan hipereoksaluria kongenital
(Rudolph, dkk 2014: 1478).
2.1.3 Patofisiologi
Menurut Pranata & Prabowo (2014) dan Harrison (2013) Gagal ginjal
kronis seringkali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder. Penyebab yang sering adalah
diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab lain dari
gagal ginjal kronis yaitu penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis),
infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberculosis), kelainan kongenital
(polikistik ginjal), penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis), obstruksi
saluran kemih (nephrolithisis), penyakit kolagen (systemik lupus
erythematosus) dan obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida). Pada awalnya
beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus
7
(glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain menyerang tubulus ginjal atau
dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis)
sehingga menyebabkan suplai darah ke ginjal turun maka laju filtrasi
glomerulus menurun sehingga menyebabkan seseorang menderita gagal
ginjal kronis, akibatnya sekresi protein terganggu, retensi natrium dalam
darah, dan sekresi eritropoetin turun. Bila proses penyakit tidak dihambat,
maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut. Bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia
akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.
9
2.1 Pathway Gagal Ginjal
nan kongenital, Infeksi kronis, Glomerulonefritis, SLE, Zat toksik, Nephrolithiasis, penyakit vaskulerSuplai darah ginjal turun
Arteriosklerosis GFR turun GGK
Suplai oksigen
Kelebihan volume
Mual, muntah ke jaringan
cairan Hipertrof
menurun
i ventrikel
Keletihan
Ketidaksei
Payah jantung kiri
mb angan
nutrisi
Intolera
kurang dari Bendungan atrium
nsi
kebutuhan Tekanan vena pulmonalis
kiri naik meningkat
aktivita
Edema paru
10
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan
kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang
ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis menurut Pranata & Prabowo (2014:
198).
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi,mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, dan mual kemudian terjadi penurunan
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya
penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, gagal jantung, edema periorbital dan edema
perifer.
3. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi, dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis. Kejadian sekunder biasanya
mengikuti seperti anoreksia, nausea, dan vomiting.
4. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain
itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechie, dan
timbunan urea pada kulit.
11
5. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik encephalophaty.
6. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea, dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, penurunan sekresi sperma, peningkatan
sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
7. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang
serius pada system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis dan petechie).
8. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).
12
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
yang mendukung untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal. Pada klien
gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut
pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.
13
uremia ditemukan saat BUN sekitar 200 mg/dL atau lebih tinggi. Kadar
serum kreatinin lebih dari 4 mg/dL mengindikasikan kerusakan ginjal
serius.
4. eGFR
digunakan untuk mengevaluasi GFR dan stadium penyakit ginjal kronik.
eGFR adalah perhitungan nilai yang ditentukan menggunakan rumus
yang memasukkan kreatinin serum, usia, jenis kelamin dan ras pasien.
5. Elektrolit serum
Dimonitor lewat perjalanan gagal ginjal kronik. Natrium serum dapat
berada dalam batasan normal atau rendah karena retensi air. Kadar kalium
naik tetapi biasanya tetap dibawah 6,5 mEq/L. Fosfor serum naik dan
kadar kalsium turun. Asidosis metabolik diidentifikasi dengan pH rendah,
CO2 rendah, dan kadar bikarbonat rendah.
6. CBC
Menunjukkan anemia sedang ke arah berat dengan hematokrit 20%
hingga 30% dan hemoglobin rendah. Jumlah sel darah merah dan
trombosit turun.
7. Ultrasonografi ginjal
Dilakukan untuk mengevaluasi ukuran ginjal. Pada gagal ginjal kronik,
ukuran ginjal berkurang karena nefron hancur dan massa ginjal mengecil.
8. Biopsi ginjal
Dapat dilakukan untuk mengidentifikasi proses penyakit penyebab jika ini
tidak jelas. Selain itu juga digunakan untuk membedakan gagal ginjal
akut dan gagal ginjal kronik. Biopsi ginjal dapat dilakukan pada
pembedahan atau dilakukan menggunakan biopsi jarum.
2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Wong, dkk (2009) Pada gagal ginjal yang bersifat ireversibel,
tujuan penatalaksanaan medis antara lain meningkatkan fungsi ginjal sampai
taraf maksimal, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam
14
batas biokimiawi yang aman, mengobati komplikasi sistemik dan
meningkatkan kualitas kehidupan hingga taraf seaktif dan senormal mungkin
bagi anak tersebut.
a. Pengaturan diet
Tujuan diet pada gagal ginjal adalah memberikan kalori dan protein
yang cukup bagi pertumbuhan anak sekaligus membatasi kebutuhan
ekskresi pada ginjal, meminimalkan penyakit tulang metabolik, dan
meminimalkan gangguan cairan dan elektrolit.
Asupan natrium dan air biasanya tidak dibatasi kecuali bila terdapat
gejala edema dan hipertensi, dan asupan kalium umumnya tidak dibatasi.
Asupan fosfor harus dikendalikan melalui pengurangan asupan protein
dan susu untuk mencegah atau mengoreksi gangguan keseimbangan
kalsium atau fosfor. Kadar fosfor dapat dikurangi lebih lanjut dengan
pemberian karbonat per oral yang berikatan dengan fosfor menurunkan
absorpsi gastrointestinal dan menurunkan kadar fosfat serum.
b. Penatalaksanaan teknologik gagal ginjal
1. Dialisis
Dialisis merupakan proses pemisahan substansi koloid dan kristaloid
dalam larutan berdasarkan perbedaan laju difusi melalui membrane
semipermeabel. Metode dialisis yang kini tersedia adalah dialisis
peritoneal dengan rongga abdomen berfungsi sebagai membran
semipermeabel yang dapat dilalui oleh air dan zat terlarut yang ukuran
molekulnya kecil; hemodialisis yaitu darah yang disirkulasikan diluar
tubuh melalui membrane buatan yang memungkinkan alur yang sama
untuk air dan zat terlarut; hemofiltrasi yaitu filtrat darah yang disirkulasi
15
di luar tubuh dengan diberi tekanan hidrostatik melintasi membran
semipermeabel sambil pada saat yang bersamaan dimasukkan larutan
pengganti.
2. Transplantasi
Transplantasi memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalani
hidup yang relative normal dan merupakan bentuk terapi pilihan untuk
anak-anak yang menderita gagal ginjak kronik. Ginjal untuk ditransplan
diperoleh dari dua sumber yaitu donor kerabat yang masih hidup (living
related donor/ LDR) yang biasanya berasal dari orangtua atau saudara
kandung, atau donor kadaver, yaitu yang berasal dari pasien yang sudah
meninggal atau yang sudah mengalami kematian otak yang keluarganya
yang menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal yang sehat
tersebut. Tujuan utama transplantasi adalah kelangsungan hidup
jaringan yang dicangkokkan dalam jangka waktu lama dengan
melindungi jaringan yang secara antigen serupa dengan jaringan yang
terdapat pada resipien dan dengan menekan mekanisme imun resipien.
16
g/hari untuk rata-rata pasien pria, memberikan asam amino yang
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan. Protein harus mempunyai nilai
biologis tinggi, kaya asam amino esensial. Asupan karbohidrat
ditingkatkan untuk mempertahankan kebutuhan energi dan memberikan
sekitar 35 kkal/kg per hari.
Asupan air dan natrium diatur untuk mempertahankan volume
cairan ekstraseluler pada kadar normal. Asupan air 1-2 L per hari
biasanya dianjurkan untuk mempertahankan keseimbangan air. Natrium
dibatasi hingga 2 g per hari pada awalnya. Batasan air dan natrium yang
lebih ketat dapat dibutuhkan pada saat gagal ginjal memburuk. Pasien
diinstruksikan untuk memonitor berat badan tiap hari dan melaporkan
kenaikan berat badan lebih dari 2,3 kg selama periode 2 hari.
Pada stadium 4 dan 5, asupan kalium dan fosfor juga dibatasi.
Asupan kalium dibatasi hingga kurang dari 60 hingga 70 mEq/hari
(asupan normal dalam sekitar 100 mEq/ hari). Pasien diperingatkan
untuk menghindari pemakaian pengganti garam. Yang biasanya berisi
kadar kalium klorida tinggi. Makanan tinggi fosfor mencakup telur,
produk susu, dan daging.
2. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).
17
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.
20
2.2.2 Intervensi Keperawatan.
21
dengan tingkat mobilitas pasien
23
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
3 D.0019 Defisit I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi
nutrisi Ekspektasi: membaik Observasi
berhubungan Kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
dengan kurangnya - Porsi makanan yang - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
asupan makanan. dihabiskan - Identifikasi makanan yang disukai
meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Gejala dan tanda - Kekuatan otot nutrient
mayor pengunyah - Monitor asupan makanan
Subjektif: meningkat - Monitor berat badan
(tidak tersedia) - Kekuatan otot - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Objektif: menelan meningkat Teraupetik
1. Berat badan - Serum albumin - Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika
menurun meningkat perlu
minimal 10% - Verbalisasi - Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis.
di bawah keinginan untuk Piramida makanan)
rentang ideal meningkatkan nutrisi - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
meningkat yang sesuai
Gejala dan tanda - Pengetahuan tentang - Berikan makanantinggi serat untuk
minor pilihan makanan mencegah konstipasi
Subjektif: yang sehat - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
1. Cepat kenyang meningkat protein
setelah makan - Pengetahuan tentang - Berikan makanan rendah protein
2. Kram/nyeri pilihan minuman Edukasi
abdomen yang sehat - Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
3. Nafsu makan meningkat - Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
menurun - Pengetahuan tentang
Objektif: - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
standar asupan
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
1. Bising usus nutrisi yang tepat
perlu
hiperaktif meningkat
- Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
2. Otot - Penyiapan dan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
pengunyah penyimpanan dibutuhkan, jika perlu
lemah makanan yang aman
3. Otot menelan meningkat I03136 Promosi Berat Badan
lemah - Penyiapan dan Observasi
4. Membran penyimpanan - Identifikasi kemungkinan penyebab BB
mukosa pucat minuman yang aman kurang
5. Sariawan meningkat - Monitor adanya mual muntah
6. Serum - Sikap terhadap - Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
albumin turun makanan/minuman sehari-hari
7. Rambut sesuai dengan tujuan - Monitor berat badan
rontok kesehatan meningkat - Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit
berlebihan - Perasaan cepat serum
8. Diare kenyang menurun Teraupetik
- Nyeri abdomen - Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
menurun makan, jika perlu
- Sariawan menurun - Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
- Rambut rontok pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,
26
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
oksigen. - Saturasi oksigen - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
meningkat selama melakukan aktivitas
Gejala dan tanda - Kemudahan Terapeutik
mayor dalam melakukan - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
Subjektif: aktivitas sehari- stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
1. Mengeluh hari meningkat - Lakukan latihan rentang gerak pasin
lelah - Kecepatan dan/atau aktif
Objektif: berjalan - Berikan aktivitas distraksi yang
1. Frekuensi meningkat menenangkan
jantung - Jarak berjalan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
meningkat tidak dapat berpindah atau berjalan
meningkat
>20% dari Edukasi
kondisi - Kekuatan tubuh
bagian atas - Anjurkan tirah baring
istirahat - Anjurkan melakukkan aktivitas secara
meningkat
bertahap
Gejala dan tanda - Kekuatan tubuh
bagian bawah - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
minor dan gejala kelelahan tidak berkurang
Subjektif: meningkat
- Ajarkan strategi koping untuk
1. Dispnea - Toleransi dalam
mengurangi kelelahan
saat/setelah menaiki tangga
Kolaborasi
aktivitas meningkat
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
2. Merasa tidak - Keluhan lelah
meningkatkan asupan makanan
nyaman - Dipsnea saat
setelah aktivitas menurun
- Dipsnea setelah I.05186 Terapi Aktivitas
beraktivitas Observasi
3. Merasa lemah aktivitas menurun
- Perasaan lemah - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Objektif:
menurun - Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
1. Tekanan darah aktivitas tertentu
berubah >20% - Aritmia saat
beraktivitas - Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
dari kondisi yang diinginkan
istirahat menurun
- Aritmia setelah - Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
2. Gambaran dalam aktivitas
beraktivitas
EKG
menurun - Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
menunjukkan bekerja) dan waktu luang
- Sianosis menurun
aritmia
- Warna kulit - Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
saat/setelah
membaik spiritual terhadap aktivitas
aktivitas
- Tekanan darah Terapeutik
3. Gambaran
membaik - Fasilitasi fokus pada kemampuan, buka
EKG
- Frekuensi napas defisit yang dialami
menunjukkan
membaik - Sepakati komitmen untuk meningkatkan
iskemia
- EKG Iskemia frekuensi dan rentang aktivitas
4. Sianosis membaik - Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
- Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk
27
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi ativitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
- Tingkatan aktivitas fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas dengan komonen memori
implisit dan emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien demensia
- Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan
teka-teki dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasi dan
penguatan diri
- Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
- Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas sehari-
hari
- Berikan penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
- Anjutkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
28
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
6 D.0077 Nyeri akut L.08066 Tingkat I.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan Nyeri Observasi
dengan agen Ekspektasi: menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera Kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologis. - Kemampuan - Identifikasi skala nyeri
menuntaskan - Identifikasi respons nyeri non verbal
Gejala dan tanda aktifitas - Identifikasi faktor yang memperberat dan
mayor meningkat memperingan nyeri
Subjektif: - Keluhan nyeri - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
1. Mengeluh menurun tentang nyeri
nyeri - Meringis menurun - Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Objektif: - Sikap protektif respon nyeri
1. Tampak menurun - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
meringis - Gelisah menurun hidup
2. Bersikap - Kesulitan tidur - Monitor keberhasilan terapi
protektif menurun komplementer yang sudah diberikan
(misal - Menarik diri - Monitor efek samping penggunaan analgetik
waspada, menurun Terapeutik
posisi - Berfokus pada diri
- Berikan teknik nonfarmakologis yntuk
menghindari sendiri menurun
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
nyeri) - Diaforesis
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
3. Gelisah menurun
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
4. Frekuensi nadi - Perasaan depresi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
meningkat (tertekan)
bermain)
5. Sulit tidur menurun
- Perasaan takut - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
mengalami cidera nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
Gejala dan tanda kebisingan)
tulang menurun
minor - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Anoreksia
Subjektif: - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
menurun
(tidak tersedia) pemilihan strategi meredakan nyeri
- Perineum terasa
Objektif: Edukasi
tertekan menurun
1. Tekanan darah - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
- Uterus teraba
meningkat nyeri
membulat
2. Pola napas menurun - Jelaskan strategi meredakan nyeri
berubah - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ketegangan otot
3. Nafsu makan menurun - Anjurkan menggunakan analgetik
berubah - Pupil dilatasi secara tepat
4. Proses menurun - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
berpikir - Muntah menurun mengurangi rasa nyeri
terganggu - Mual menurun Kolaborasi
5. Menarik diri - Frekuensi nadi - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
6. Berfokus pada membaik
diri sendiri - Pola napas I.08243 Pemberian Analgesik
7. Diaforesis membaik Observasi
- Tekanan darah - Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
membaik pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
- Proses berpikir intensitas, frekuensi, durasi)
membaik - Identifikasi riwayat alergi obat
- Fokus membaik - Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
- Fungsi berkemih narkotika, non-narkotik, atau NSAID)
membaik dengan tingkat keparahan nyeri
- Perilaku membaik
29
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
- Nafsu makan - Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
membaik sesudah pemberian analgesik
- Pola tidur - Monitor efektifitas analgesik
membaik Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesik optimal, jika perlu
- Perimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas untuk
mengoptimalkan respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgetik, sesuai indikasi
7 D.0129 Gangguan L.14125 Integritas I.11353 Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit Kulit dan Jaringan Observasi
berhubungan Ekspektasi: meningkat - Identifikasi penyebab gangguan integritas
dengan kelebihan Kriteria hasil: kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan
volume cairan, - Elastisitas status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
sindrom uremia. meningkat lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
- Hidrasi meningkat Terapeutik
Gejala dan tanda - Perfusi jaringan - Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah baring
mayor meningkat - Lakukan pemijatan pada area penonjolan
Subjektif: - Kerusakan tulang, jika perlu
(tidak tersedia) jaringan menurun - Bersihkan perineal dengan air
Objektif: - Kerusakan lapisan hangat, terutama selama periode
1. Kerusakan kulit menurun diare
jaringan - Nyeri menurun - Gunakan produk berbahan petrolium atau
dan/atau - Perdarahan minyak pada kulit kering
lapisan kulit menurun - Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
Gejala dan tanda - Kemerahan hipoalergik pada kulit sensitif
minor menurun - Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
Subjektif: - Hematoma kulit kering
(tidak tersedia) menurun Edukasi
Objektif: - Pigmentasi - Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
1. Nyeri abnormal lotion, serum)
2. Perdarahan menurun - Anjurkan minum air yang cukup
3. Kemerahan - Jaringan - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Hematoma parut - Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
menurun sayur
- Nekrosis menurun
- Anjurkan menghindari terpapar suhu
- Abrasi kornea
ekstrem
menurun
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
- Suhu kulit
minimal 30 saat berada di luar rumah
membaik
- Sensasi membaik - Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
- Tekstur membaik secukupnya
30
- Pertumbuhan
rambut membaik
31
demikian, penyakit yang progresif ini akan menyebabkan sejumlah stres pada
anak dan keluarga, termasuk stres akibat sakit yang berpotensi menyebabkan
kematian. Terdapat kebutuhan kontinu terhadap pemeriksaan berulang yang
seringkali mencakup prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, efek samping
dan seringnya perawatan di rumah sakit. Setelah diagnosis gagal ginjal
ditegakkan, biasanya tindakan untuk memulai hemodialisis dianggap sebagai
suatu pengalaman positif. Perawat bertanggung jawab memberikan
penyuluhan kepada keluarga mengenai implikasinya, dan rencana terapi,
kemungkinan efek psikologis penyakit dan penanganannya, dan aspek teknis
prosedur. Pembatasan diet terutama membebani anak dan orangtua. Anak
akan merasa diabaikan ketika mereka tidak boleh memakan makanan yang
tadinya sangat disukai sedangkan anggota keluarga lainnya boleh memakan
makanan tersebut. Sebagai akibatnya, anak menjadi tidak kooperatif.
Sehingga memberi kesempatan anak, terutama remaja untuk berpartisipasi
secara maksimal dan bertanggung jawab atas program terapinya sendiri
merupakan tindakan yang membantu.
32
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien An. N
2) Tempat Tgl Lahir : Kebumen/ 17-10-2006
3) Umur ;.15Th 5 bln
4) Jenis Kelamin : perempuan
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMA
7) Pekerjaan : Pelajar
8) Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
9) Alamat : Kebumen
10) Diagnosa Medis : ………………………………………………...
11) No. RM : 01.94.17.XX
12) Tanggal Masuk RS : 31-3-2022
33
5) Hubungan dengan pasien : Ayah
6) Status perkawinan : Kawin
2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien mengatakan sesak napas. Sesak nafas terasa saat tiduran
memberat saat aktifitas. Kaki dan tangan bengkak
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
Mulai oktober 2021 pasien mengeluh batuk hilang timbul disertai
rasa begah, bengkak pada tubuh
November- desember 2021 pasien masih batuk, tidur mulai
gelisah karena merasa sesak dan tidur dengan posisi ditinggikan,
pasien merasa lemas, batuk terus-terusan, sesak napas, nafsu
makan menurun dan tampak pucat,
Januari keluarga mengatakan kedua kaki mulai bengkak dari paha
sampai kaki. Bengkak terlihat pagi saat bangun tidur dan
berkurang saat beraktifitas.
Februari pasien merasa lemas, pucat dan bengkak pada tungkai
menetap dan tidur dengan posisi elevasi. Kemudian pasien
diperiksakan dan didapatkan hb 4 g/dl, cardiomegali dan edema
pulmo
1 minggu sebelum masuk RS pasien merasa lemas kembali, batuk
terus-terusan, sesak nafas, nafsu makan menurun dan kelihatan
pucat, sulit BAK,
b) Riwayat Kesehatan Pasien ;
34
Pasien sempat tunda vaksin covid 19 karena tekanan darah tinggi,
tidak ada riwayat penyakit diabetes mellitus, asma, hipertensi
dalam keluarga
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biduren saat SMP dirawat 2hari, alergi kepiting pasien merasa
gatal-gatal.
4) Riwayat kesehatan bayi
a. Prenatal
Tempat pemeriksaan kehamilan : Di Puskesmas Kebumen
Frekuensi pemeriksaan kehamilan : Setiap bulan rutin
memeriksa kehamilan di puskesmas.
Sakit yang diderita atau keluhan : Tidak pernah sakit.
b. Intranatal
Tempat persalinan : Di rumah
Tenaga penolong : Ditolong oleh Bidan.
Jenis persalinan : □ Spontan □ SC □ Forcep □
Induksi Usia kehamilan : 36 minggu
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir 47 cm
Apgar Score :7/8
Menangis : □ Ya □ Tidak
Jaundice: □ ya □ tidak
c. Postnatal
Lama mendapat ASI : 2 Tahun.
ASI eksklusif : □ ya □ tidak
Usia mendapatkan MP-ASI: 6 bulan sudah MP-ASI.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram
35
Keterangan :
Laki-laki Tinggal serumah Pasien
Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai sakit seperti yang diderita
pasien
3. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)
1) Nutrisi- metabolik
Pasien terpasang NGT, diit susu nephrisol 100cc/6jam
2) Eliminasi
Pasien terpasang selang cateter. Urine berproduksi warna kuning
jernih.
3) Aktivitas /latihan
a) Keadaan aktivitas sehari – hari
Setelah dirumah sakit aktifitas pasien terbaring diatas tempat
tidur dengan dibantu total orang tua (ayah-ibu) secara
bergantian.
b) Keadaan pernafasan
Pasien tampak sesak nafas. Respirasi 32x/m. terpasang NRM
10 lpm.
c) Keadaan Kardiovaskuler
Pasien merasa lemas. Aktifitas berada diatas tempat tidur. Heart
rate 100x/m
(1) Skala ketergantungan
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing V
Toileting V
Eating V
Moving V
36
Ambulasi V
Walking V
Keterangan :
0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total
4) Istirahat – tidur
Sebelum masuk RS ibu pasien mengatakan saat tidur harus
diganjal bantal tinggi karena merasa sesak dan gelisah
Selama di RS pasien mengatakan susah tidur kaena merasakan
sesak nafas.
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Saat merasa sakit pasien langsung memeriksakan keadaannya
ke rumah sakit
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Klien mempunyai koping yang adaptif terhadap penyakitnya. Klien
menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah. Klien mengatasi
rasa stress dengan ingin selalu ditemani ibunya
7) Pola hubungan peran
Klien menjalani hubungan yang baik dengan keluarganya dan
juga menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Klien
selalu didampingi oleh keluarganya
8) Kognitif dan persepsi
Status mental klien sadar, bicara lancar tidak ada gangguan,
penglihatan normal, tidak terdapat gangguan pada pendengaran,
Klien tidak menggunakan kaca mata atau lensa kotak
9) Persepsi diri-Konsep diri
37
a) Gambaran Diri
pasien merasa dirinya mengalami sakit sehingga
membutuhkan pertolongan medis.
b) Harga Diri
Klien merasa terbebani karena tidak dapat beraktivitas
seperti biasa. Klien tampak selalu kooperatif terhadap
perawat yang merawatnya
c) Peran Diri
Selama ini Klien berperan sebagai anak terakhir dan masih
sebagai seorang palajar.
d) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh sehingga bisa
melakukan aktifitas seperti biasa dan kembali berkumpul
dengan keluarga dan bermain dengan teman-temannya.
e) Identitas Diri
Klien mengenali dirinya berharap bisa menjadi seorang
anak yang berbakti pada orang tuanya.
10) Reproduksi dan kesehatan
Pasien tidak mengalami keluhan pada bagian reproduksi. Pasien
berumur 16 tahun dan berjenis kelamin perempuan.
11) Keyakinan dan Nilai
Pasien beragama islam dan selama sakit melakukan ibadah diatas
tempat tidur
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : compos mentis
2) Status Gizi :TB = 171 cm
BB = 98 Kg
(Gizi baik/Kurang/Lebih)
38
3) Tanda Vital : TD = 157/93 mmHg Nadi = 116 x/mnt
Suhu = 37,4 °C RR = 32 x/mnt
4) Skala Nyeri (Visual analog) – usia > 8 tahun
39
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, vokal fermitus kanan kiri sama
c) Perkusi
Sonor
d) Auskultasi
Suara nafas vesikuler
6) Payudara
Payudara simetris antara kanan dan kiri. Tidak teraba benjolan
7) Punggung
Bentuk tulang punggung normal tidak ada kelaianan bentuk tulang
punggung, tidak terdapat lesi.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada bekas jahitan.
b) Auskultasi
Bising usus 18 x/menit.
c) Perkusi
Terdengar suara timpani.
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abnormal
9) Anus dan Rectum
Tidak ada keluhan saat buang air besar
Genetalia tampak bersih, tidak ada kelainan
10) Ekstremitas
a) Atas
Akral hangat, crt <2detik, oedem pada kedua tangan
b) Bawah
Akral hangan, rt<2detik, oedem pada kedua kaki
40
Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual
flebitis pada luka tusukan infus :
Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan
Tempat suntikan tampak 0 Tidak ada tanda flebitis
sehat - Observasi
kanula
Salah satu dari berikut 1 Mungkin tanda dini
jelas: flebitis
Nyeri tempat - Observasi
suntikan kanula
Eritema tempat
suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
Nyeri sepanjang - Ganti tempat
kanula kanula
Eritema
Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat
Nyeri sepanjang flebitis
kanula Ganti kanula
Eritema Pikirkan terapi
Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau
Nyeri sepanjang awal tromboflebitis
kanula Ganti kanula
Eritema Pikirkan terapi
Indurasi
Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut
Nyeri sepanjang tromboflebitis
kanula Ganti kanula
Eritema Lakukan terapi
Indurasi
Venous cord teraba
Demam
41
Tanggal/waktu
Parameter Kriteria Nilai
4/4/22 5/4/22 5/4/22
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
8-13 tahun 2
>13 tahun 1 1 1 1
Laki-laki 2
Jenis kelamin
Perempuan 1 1 1 1
Kelainan neurologis 4
Perubahan dalam 3 3 3 3
Diagnosis oksigenasi
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1
Tidak menyadari 3
keterbatasan dirinya
Gangguan
Lupa adanya kterbatasan 2
kognitif
Orientasi baik terhadap 1 1 1 1
diri sendiri
Riwayat jatuh dari tempat 4
tidur
Pasien gunakan alat bantu 3
Faktor lingkungan
Pasien berada ditempat 2 2 2 2
tidur
Diluar ruang perawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek >48 jam 1 1 1 1
anestesi
Bermacam- macam obat 3 3 3 3
digunakan: obat sedatif
fenozin, antidepresan,
laksansia/ deuretika,
Penggunaan obat
narkotik.
Salah satu dari pengobatan 2
diatas
Pengobatan lain 1
Total Skor 12 12 12
Ket : Skror 7-11 = risiko jatuh rendah Skor >12 = risiko jatuh tinggi
Intervensi pencegahan risiko jatuh (beri Tgl 4 5 6
tanda v)
Risiko rendah (RR) 1. Pastikan bel/phpne v v v
42
mudah terjangkau atau
pastikan ada kelaurga yang
menunggu
2. Roda tempat tidur pada v v v
posisi dikunci
3. Naikan pagar pengaman v v v
tempat tidur
4. Beri edukasi pasien v v v
1. Lakukan semua v v v
pencegahan risiko jatuh
rendah
2. Pasang stiker penanda v v v
berwarna kuning pada gelang
identifikasi
3. Kunjungi dan monitor v v v
Risiko tinggi (RT) setiap shif
4. Penggunaan v v v
kateter/pispot/tolet duduk
5. Strategi mencegah jatuh v v v
dengan penilaian jatuh yang
lebih detail
6. Libatkan keluarga untuk v v v
menunggu pasien
Nama/paraf
Emma Sri W Emma
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Patologi Klinik
Tabel 3.4 Pemeriksaan laboratorium An.N di Ruang PICU di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta
43
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil (satuan) Normal
Pemeriksaan
31/3/22 Hemoglobin 5.5 12-15
Hematocrit 18.7 35-49
Lekosit 5.500 4.5-11.50
Trombosit 355 150-450
Creatinine 19.3 0.51-0.95
BUN 131 5-18
Asam Urat 11.1 2.4-5.7
PH 7.24 7.35-7.45
PCO2 29.8 35-45
HCO3 12.4 22-26
3/4/22 Hemoglobin 7.4 g/dl 12-15
Hematocrit 2.96 10^6/µL 35-49
Lekosit 10.5 10^3/µL 4.5-11.50
324 10^3/µL
Trombosit 13.6 mg/dl 150-450
Creatinine 88.3 mg/dl 0.51-0.95
BUN 7.58 mg/dl 5-18
Asam Urat 7.378 2.4-5.7
PH 30.2 mmHg 7.35-7.45
PCO2 17.8 mmol/L 35-45
HCO3 22-26
4/4/22 Hemoglobin 8.4 g//dl 12-15
Hematocrit 27.2 35-49
Lekosit 13.5 4.5-11.50
Trombosit 3.44 150-450
Creatinine 6.49 mg/dl 0.51-0.95
BUN 39.5 mg/dl 5-18
Asam Urat 3.36 mg/dl 2.4-5.7
PH 7.401 7.35-7.45
44
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien )
6. Terapi
Tabel 3.6 Pemberian Terapi Pasien An.N di Ruang PICU di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta Tanggal 4 April 2022.
Hari / Obat Dosis dan Rute Jam
Tanggal Satuan pemberian
45
5mg/24jam
46
ANALISA DATA
47
DS: Gangguan mekanisme regulasi Hipervolemi
Pasien mengatakan bengkak pada
seluruh tubuh
DO:
Tampak bengkak diseluruh
ekstremitas
Pasien tampak sesak nafas
Ro thorax:
Edema pulmonum
Efusi pleura sinistra
USG abdomen: ascites
48
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASAR PRIORITAS
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Hipervolemia berhubungan dengan Gangguan mekanisme regulasi
3. Perfusi jaringan renal berhubungan dengan Disfungsi ginjal
4. Intoleran aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen
49
INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/ Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Sift/Jam
Senin D0003 L01003 I01014 Pemantauan Respirasi
4/4/2022 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Sift pagi berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam pertukaran Monitor
Jam 10.00 ketidakseimbangan ventilasi gas ekspektasi meningkat dengan frekuensi,irama,kedalam
WIB perfusi ditandai dengan kriteria hasil: an dan upaya nafas
DS: Dispneau menurun Monitor pola nafas
Pasien mengatakan sesak nafas PCO2 membaik Monitor saturasi oksigen
DO: PO2 membaik Monitor nilai AGD
KU lemah PH membaik Monitor hasil x-ray
Kesadaran compos mentis toraks
TD 157/93 mm Hg Terapeutik:
Nadi 116 kali per menit Atur interval
Suhu 37,4℃ pemantauan respirasi
Hb 8,4 gr/dl sesuai kondisi pasien,
Sri W Hct 27,2 setiap 1 jam
Pasien tampak sesak Edukasi:
Terdapat retraksi suprasternal
Jelaskan tujuan dan
ringan
prosedur pemantauan
Foto thorax:
Edema Pulmonum I01026 Terapi oksigen
Efusi pleura sinistra Observasi:
PH 7,24 Monitor kecepatan
PCO2 29,8 aliran oksigen
HCO3 12,4
Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Terapeutik:
Bersihkan secret pada
mulut,hidung
Gunakan terapi oksigen
yang sesuai dengan
mobilitas pasien
Kolaborasi:
Kolaborasi pemberian
NRM 6 lpm
Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
/Sift/Jam
Senin/4 Hipervolemia berhubungan L 03020 I 03114
april dengan gangguan mekanisme Setelah dilakukan Tindakan Manajemen hypervolemia
2022/Sift regulasi ditandai dengan keperawatan 3x24 jam Observasi
pagi/10.00 DS: keseimbangan cairan ekspektasi Periksa tanda gejala
WIB Pasien mengatakan bengkak meningkat dengan kriteria hasil: hypervolemia(dispnea,edema,s
pada seluruh tubuh Haluaran urin meningkat uara nafas tambahan)
DS: Edema menurun Monitor intake dan output
Tampak bengkak di seluruh Ascites menurun cairan
ekstremitas Monitor efek samping diuretik
Pasien tampak sessak nafas Terapeutik
Ro thorax: Batasi asupan cairan dan
Edema pulmonum garam
USG abdomen:ascites Tinggikan kepala tempat tidur
30-40 derajat
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian diuretic
Sri W Furosemide 90 mg/6 jam IV
I0321
Pemantauan cairan
Observasi
Monitor frekuensi nafas
Monitor tekanan darah
Monitor intake dan output
cairan
Monitor kadar albumin dan
protein total
Identifikasi tanda tanda
hipovelemia(frekuensi nadi
meningkat,nadi teraba
lemah,tekanan darah menurun)
Monitor tanda-tanda
hypervolemia(dispnea, edema
perifer,edema anasarka)
Terapeutik
Dokumentasikan hasil pemantauan
CATATAN PERKEMBANGAN
BAB IV
PEMBAHASAN
A. Analisa Penelitian
Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas ISSN:2614-445X (print) ISSN:2614:498 (online) dengan judul
Gambaran Kesejahteraan Spiritual Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis oleh Frisilia, Ike ,
2021:
1. Populasi
Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tanggal 13-18 Juni
2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan didapatkan jumlah sampel
sebanyak 62 orang. Adapun kriteria sampel yang ditetapkan yaitu pasien GGK yang menjalani hemodialisis di
RSUD Panembahan Senopati Bantul, berusia lebih dari 18 tahun, beragama (bukan ateis), dapat
berkomunikasi, tidak memiliki masalah pendengaran, dan dapat membaca, serta menjalani hemodialisis 2 kali
seminggu.
2. Metode
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitik. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner Spiritual Well-Being Scale (SWBS) yang dikembangkan oleh Ellison &
Paloutzian.SWBS terdiri atas 20 unit pertanyaan dengan total skor antara 20-120. Semakin tinggi skor,
menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan spiritual responden. SWBS terdiri atas 2
domain yaitu Religious Well-Being (RWB) yang merujuk pada rasa kesejahteraan dalam hubungannya dengan
Tuhan dan Existential Well-Being (EWB) yang merujuk pada makna, tujuan, dan kepuasan hidup
seseorang.Instrumen SWBS telah dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya oleh Putri pada tahun 2017.Nilai
validitas instrumen rhitung (0,449-0,827) lebih besar dari rtabel (0,361) dan nilai Cronbach’s alpha 0,865.23
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, persentase dilakukan untuk menggambarkan
karakteristik demografi, yang ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi. Sementara kesejahteraan spiritual
menggunakan mean dan standar deviasi (SD) karena data terdistribusi normal. Analisis bivariat digunakan
untuk mengetahui gambaran kesejahteraan spiritual berdasarkan karakteristik responden, yaitu menggunakan
uji One-way ANNOVA dan uji t tidak berpasangan dengan p<0,05 dikatakan signifikan.
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik penelitian dari Komite Etik Fakultas Kesehatan Universitas
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dengan nomor: Skep/050/KEPK/V/2019 yang dikeluarkan pada 13 Mei
2019. Semua responden dalam penelitian ini telah menandatangani informed consent.
3. Kesimpulan
Kesejahteraan spiritual responden bernilai 91,58±10,47 dalam rentang skor 20-120. Berdasarkan
karakteristik reponden, tidak ada perbedaan kesejahteraan spiritual berdasarkan usia (p=0,691), jenis kelamin
(p=0,355), status pernikahan (p=0,107), status pekerjaan (p=0,141), tingkat pendidikan (p=0,549), dan lama
hemodialisis (p=0,300).
Berdasarkan penelitian ini, skor RWB (47,47±6,30) lebih tinggi dari skor EWB (44,11±5,19) dengan selisih
rerata 3,35. Hal ini menunjukkan bahwa, pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUD Panembahan
Senopati Bantul, memiliki rasa kesejahteraan dalam hubungannya dengan Tuhan, lebih tinggi daripada
pandangan responden pada tujuan, makna, dan kepuasan hidup. Hasil ini juga didukung penelitian Musa et al.
14 pada 218 pasien hemodialisis yang mendapatkan hasil skor RWB lebih tinggi daripada skor EWB, dengan
selisih mean 6,20. Lebih tingginya domain RWB disebabkan dimensi ini merupakan dimensi yang penting
bagi pasien hemodialisis selama menderita penyakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan kesejahteraan spiritual pasien GGK yang menjalani hemodialisis perlu
ditingkatkan. Perawat diharapkan dapat meningkatkan pemberian perawatan spiritual untuk membantu pasien
mencapai kesejahteraan spiritual yang tinggi. Kesejahteraan spiritual yang tinggi dapat meningkatkan perasaan
positif pada kesejahteraan fisik dan emosional. Perawatan spiritual dapat melalui komunikasi terapeutik,
mendengarkan aktif, empati, dan memfasilitasi pasien untuk mengekspresikan spiritualnya (misal: berdoa
sebelum proses penatalaksanaan hemodialisis).Penelitian mengenai intervensi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan spiritual penting untuk dilakukan.
Penelitian ini menemukan tidak adanya perbedaan kesejahteraan spiritual berdasarkan gender. Hasil
penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian lain yang menemukan bahwa kesejahteraan spiritual pasien
GGK yang menjalani hemodialisis lebih tinggi pada perempuan di antaranya penelitian Musa, Pevalin, & Al
Khalaileh pada 218 pasien hemodialisis di Jordan, penelitian Ebrahimi et al pada 72 pasien hemodialisis di
Iran, dan Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea. Ozorak dalam Luqman et al. berpendapat bahwa
perempuan dan laki-laki menganut skema hubungan yang berbeda dalam menggambarkan hubungan mereka
dengan Tuhan dan komunitas agama. Wanita lebih fokus pada koneksi pribadi dengan Tuhan dan anggota
komunitas agama mereka. Hal ini sesuai dengan penelitian Shahgholian & Dehkordi pada 96 pasien
hemodialisis di Iran (p=0,28) dan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,093).
Kesejahteraan spiritual responden tidak berbeda berdasarkan status pernikahan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Taheri & Kharameh pada 95 pasien hemodialisis di Iran
dan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea yang mendapatkan hasil kesejahteraan
spiritual lebih tinggi pada status menikah. Pasien hemodialisis yang sudah menikah memiliki dukungan sosial
yang lebih tinggi dibanding pasien yang belum menikah. Dukungan sosial membantu sesorang untuk
melakukan strategi koping terhadap masalah akibat penyakit dan membantu seseorang untuk beradaptasi
dengan pengobatan, sehingga meningkatkan kepuasan hidup.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,201).
Berdasarkan status pekerjaan, kesejahteraan spiritual responden tidak berbeda signifikan. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis dan penelitian Musa et al. pada 218 pasien
hemodialisis, yang mendapatkan hasil bahwa kesejahteraan spiritual lebih tinggi pada responden yang bekerja
dibanding responden yang tidak bekerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,482).
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kesejahteraan spiritual responden berdasarkan tingkat
pendidikan. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea
yang mendapatkan hasil kesejahteraan spiritual lebih tinggi. Notoatmojo menyebutkan bahwa tingkat
pendidikan memengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang
dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatannya.Tidak
ada perbedaan kesejahteraan spiritual responden yang menjalani hemodialisis berdasarkan lama hemodialisis
yang sudah dijalani. Penelitian Ginieri-Coccosis et al. yang dilakukan pada 144 pasien GGK menyimpulkan
bahwa pasien dengan terapi hemodialisis >4 tahun, memiliki kualitas hidup yang lebih rendah pada dimensi
kesehatan fisik, hubungan sosial, serta keseluruhan kesehatan mental. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,165).
Tidak adanya perbedaan bermakna kesejahteraan spiritual berdasarkan karakteristik responden dapat
disebabkan adanya faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan spiritual pada pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dan tidak diteliti dalam penelitian ini. Meskipun demikian, dengan melihat adanya perbedaan
kesejahteraan spiritual pada setiap karakteristik responden membantu perawat dalam memahami kesejahteraan
spiritual yang beragam pada setiap karakteristik pasien.
Kondisi di lapangan dalam hal ini adalah PICU RSUP Dr. Sardjito yang merawat pasien salah satunya
dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Perawat di PICU RSUP Dr Sardjito sudah memberikan
perawatan spiritual pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dengan komunikasi terapeutik,empati,
mendengarkan aktif terhadap pasien maupun keluarga dan memfasilitasi kebutuhan spiritual pasien dan keluarga
misalnya untuk berdoa sebelum menjalani prosedur hemodialisis.
Perawat diharapkan dapat mempertahankan pemberian perawatan spiritual untuk membantu pasien
meningkatkan kesejahteraan spiritual yang dimiliki salah satunya kepada pasien dengan gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengkajian pada An. N dengan gagal ginjal akut didapatkan
empat diagnose keperawatan yaitu :
4.1.2 SARAN
Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM, Wagner CM. 2016. Nursing
Interventions Classification. Edisi Keenam. Indonesia.
Margareth TH, Rendy CM. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Cetakan 1. Yogyakarta : Nuha Medika.
Wong LD, Wilson D, Winkelstein ML. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Volume 2. Jakarta : EGC.
Wong LD, Kasprisin CA, Hess CS. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.
....... 2018. Buku Register Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.