Anda di halaman 1dari 67

1

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Gagal ginjal adalah ketidakmampuan ginjal untuk mengekskresikan zat sisa
(sampah) tubuh, memekatkan urine, dan menyimpan elektrolit. Gagal ginjal
kronik adalah gangguan fungsi renal yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan
cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia (Margareth & Rendy, 2012: 30).
Populasi paling sedikit 6 % dari populasi dewasa di Amerika Serikat
mengidap penyakit ginjal kronik stadium 1 dan 2. Sebagian dari kelompok ini
akan berlanjut ke stadium-stadium penyakit ginjal kronik yang lebih berat.
Sebanyak 4,5% dari populasi Amerika Serikat diperkirakan mengidap penyakit
ginjal kronis stadium 3 dan 4. Kausa tersering penyakit ginjal kronis adalah
nefropati diabetikum, terutama akibat diabetes melitus tipe 2. Nefropati
hipertensif adalah penyebab penyakit ginjal kronis yang sering dijumpai pada
usia lanjut karena iskemia kronik pada ginjal akibat penyakit renovaskuler
pembuluh kecil dan besar dapat berlangsung tanpa disadari. Nefrosklerosis
progresif akibat penyakit vaskuler adalah padanan ginjal untuk proses yang sama
yang menyebabkan penyakit jantung koroner dan penyakit serebrovaskuler
(Harrison, 2013: 107).
Di Indonesia belum tersedia data nasional tentang kejadian PGK, khususnya
pada anak. Tahun 1984 – 1988, ditemukan di 7 RS pendidikan dokter spesialis
anak sebesar 2% dari 2889 anak yang dirawat dengan penyakit ginjal menderita
penyakit ginjal kronis. Tahun 2006 dan 2007 dijumpai 382 pasien PGK yang
berobat di Departemen Ilmu Kesehatan Anak RSCM Jakarta. Menurut data
RSUP dr. Kariadi, terdapat 566 pasien gangguan ginjal selama periode 2015-
2017, sebesar 37,6% diantaranya anak-anak usia 5-12 tahun, 29,3% anak balita,
dan 29% remaja. Kurang konsumsi air putih berhubungan secara signifikan
2
dengan kejadian PGK, data menunjukkan bahwa 1 dari 4 anak Indonesia kurang
konsumsi air setiap harinya (Riskesdas, 2018)
Gagal ginjal kronik dapat menimbulkan beberapa dampak yang dapat
mengakibatkan gangguan terhadap berbagai sistem tubuh diantaranya kelainan
pada sistem kardiovaskuler yaitu gagal jantung akibat iskemia miokardial,
hipertrofi ventrikel kiri disertai oleh retensi garam dan air. Gagal ginjal kronik
juga dapat mengakibatkan anemia karena sekresi eritropoetin yang mengalami
defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin. Dampak lain
dari gagal ginjal kronik yaitu penyakit tulang karena penurunan kadar kalsium
(hipokalsemia) secara langsung mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang,
sehingga tulang akan menjadi rapuh (Osteoporosis) dan jika berlangsung lama
akan menyebabkan fraktur pathologis (Price & Wilson, 2012: 203).
Beberapa upaya yang dapat dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik
diantaranya dialisis dan transplantasi ginjal. Dialisis merupakan proses
pemisahan substansi koloid dan kristaloid dalam larutan berdasarkan perbedaan
laju dufusi melalui membrane semipermeabel. Terdapat 3 Metode dialisis yang
kini digunakan yaitu dialisis peritoneal, hemodialisis dan hemofiltrasi.
Sedangkan transplantasi ginjal adalah pencangkokan ginjal yang dapat diperoleh
dari donor kerabat yang masih hidup yang biasanya berasal dari orangtua atau
saudara atau dari donor cadaver yang diperoleh dari pasien yang sudah
meninggal yang keluarganya telah menyetujui untuk menyumbangkan organ
ginjal tersebut (Wong, dkk, 2009: 1202).
Diagnosa keperawatan yang biasa muncul pada klien dengan gagal ginjal
kronik yaitu Penurunan curah jantung berhubungan dengan beban jantung
meningkat, Kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan kegagalan
mekanisme pengaturan ginjal, Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan
hiperventilasi, Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan faktor biologis, Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen, Defisit perawatan diri
berhubungan dengan kelemahan, Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
perubahan status cairan dan Defisiensi pengetahuan berhubungan dengan kurang
pajanan (Pranata & Prabowo (2014) dan Margareth (2012).
3
Peran perawat dalam pengobatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik
khusunya pada anak adalah perawat bertanggung jawab memberikan penyuluhan
kepada keluarga mengenai penyakit, implikasi dan rencana terapi, kemungkinan
efek psikologis penyakit dan penanganannya karena pada remaja yang sangat
membutuhkan kemandirian dan cenderung memberontak, biasanya kurang
beradaptasi dengan baik. Mereka marah karena dikendalikan dan dipaksa
bergantung pada program terapi yang keras dan tidak dapat ditawar. Selain itu
perawat berperan dalam pembatasan diet pada anak dan memberi kesempatan
anak terutama remaja untuk berpartisipasi atas program terapinya sendiri,
dikarenakan pembatasan diet terutama membebani anak dan orangtua. Anak akan
merasa diabaikan ketika mereka tidak boleh memakan makanan yang tadinya
sangat disukai sedangkan anggota keluarga yang lainnya boleh memakan
makanan tersebut. Beberapa anak yang tidak memahami tujuan pembatasan
makanan, akan mencuri-curi makanan yang dilarang dalam setiap kesempatan,
untuk itu harus diberikan kesempatan pada anak untuk berpartisipasi dalam
program terapinya sendiri (Wong, dkk, 2009: 1200).

Berdasarkan data di atas, penulis tertarik untuk menyusun sebuah Studi


Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan pada An. A. L dengan Gagal Ginjal
Kronik di Ruangan Kenanga di RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

1.2 Tujuan Studi Kasus


1.2.1 Tujuan Umum
Menggambarkan Asuhan Keperawatan Pada An. A. L dengan Gagal Ginjal
Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Mampu menggambarkan hasil Pengkajian Pada An. A. L dengan Gagal
Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes
Kupang.
2. Mampu mengidentifikasi Diagnosa keperawatan Pada An. A. L dengan
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.

4
3. Mampu mengidentifikasi Intervensi keperawatan Pada An. A. L dengan
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
4. Mampu mengidentifikasi Implementasi keperawatan Pada An. A. L
dengan Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.
5. Mampu mengidentifikasi Evaluasi keperawatan Pada An. A. L dengan
Gagal Ginjal Kronik Di Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z.
Johannes Kupang.

1.3 Manfaat Studi Kasus


1. Bagi Penulis
Menambah wawasan dalam bidang keperawatan anak tentang asuhan
keperawatan yang diberikan pada anak dengan Gagal Ginjal Kronik.

2. Bagi Institusi
Sebagai acuan dalam kegiatan proses belajar tentang asuhan keperawatan
pada anak yang mengalami Gagal Ginjal Kronik.
3. Bagi Rumah Sakit
Sebagai masukan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
khususnya pada anak dengan Gagal Ginjal Kronik.

5
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Gagal Ginjal Kronik


2.1.1 Pengertian Gagal Ginjal Kronik
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah gangguan
fungsi ginjal yang menahun bersifat progresif dan irreversible. Dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan
keseimbangan cairan dan elektrolit yang menyebabkan uremia atau dikenal
dengan retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Margareth &
Rendy, 2012: 30).
Gagal ginjal kronik atau penyakit ginjal tahap akhir (end stage renal
disease atau ESRD) terjadi bila ginjal yang sakit tidak mampu
mempertahankan komposisi kimiawi cairan tubuh dalam batas normal di
bawah kondisi normal. Akumulasi berbagai substansi biokimia dalam darah
yang terjadi karena penurunan fungsi ginjal yang menimbulkan komplikasi
seperti retensi produk sisa, retensi air dan natrium, hiperkalemia, asidosis
metabolik, gangguan kalsium dan fosfor, anemia dan gangguan pertumbuhan
(Wong, dkk 2012: 555).
Gagal ginjal biasanya dibagi menjadi dua kategori yang luas yaitu
kronik dan akut. Gagal ginjal kronik merupakan perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan lambat (biasanya berlangsung beberapa tahun),
sebaliknya gagal ginjal akut terjadi dalam beberapa hari atau beberapa
minggu. Pada kedua kasus tersebut, ginjal kehilangan kemampuannya untuk
mempertahankan volume dan komposisi cairan tubuh dalam keadaan asupan
makanan normal (Price & Wilson, 2012: 912).

6
2.1.2 Etiologi
Gagal ginjal pada bayi dan anak sering terjadi akibat anomaly ginjal
atau traktus urinarius congenital seperti hipoplasia atau dysplasia ginjal,
penyakit ginjal kistik dan kelainan ureter, katup vesikoureter dan uretra.
Refluks vesikoureter bertekanan tinggi akibat obstruksi dapat
menghancurkan ginjal in utero. Refluks minor akibat inkompetensi katup
vesikoureter pun mampu menambah kerentanan terhadap infeksi ginjal, dan
pielonefritis berulang dengan parut ginjal merupakan penyebab gagal ginjal
kronik yang lazim pada anak semua usia. Neurogenik bladder, suatu masalah
lazim pada anak dengan spina bifida, kadang-kadang disertai dengan cedera
ginjal berat karena refluks dan infeksi. Penyakit glomerulus tidak lazim
ditemukan pada masa bayi tetapi merupakan penyebab gagal ginjal yang
semakin sering sesudah usia beberapa tahun pertama. Ginjal juga dapat ikut
terkena pada penyakit sistemik, seperti lupus atau sindrom hemolitik-uremik.
Kadang-kadang penyebab gagal ginjal kronik pada anak adalah nekrosis
korteks karena anoksia ginjal, obat nefrotoksik, dan racun serta kesalahan
metabolisme bawaan seperti sistinosis dan hipereoksaluria kongenital
(Rudolph, dkk 2014: 1478).

2.1.3 Patofisiologi
Menurut Pranata & Prabowo (2014) dan Harrison (2013) Gagal ginjal
kronis seringkali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit lainnya,
sehingga merupakan penyakit sekunder. Penyebab yang sering adalah
diabetes melitus dan hipertensi. Selain itu ada beberapa penyebab lain dari
gagal ginjal kronis yaitu penyakit glomerular kronis (glomerulonefritis),
infeksi kronis (pyelonefritis kronis, tuberculosis), kelainan kongenital
(polikistik ginjal), penyakit vaskuler (renal nephrosclerosis), obstruksi
saluran kemih (nephrolithisis), penyakit kolagen (systemik lupus
erythematosus) dan obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida). Pada awalnya
beberapa penyakit ginjal terutama menyerang glomerulus

7
(glomerulonefritis), sedangkan jenis yang lain menyerang tubulus ginjal atau
dapat juga mengganggu perfusi darah pada parenkim ginjal (nefrosklerosis)
sehingga menyebabkan suplai darah ke ginjal turun maka laju filtrasi
glomerulus menurun sehingga menyebabkan seseorang menderita gagal
ginjal kronis, akibatnya sekresi protein terganggu, retensi natrium dalam
darah, dan sekresi eritropoetin turun. Bila proses penyakit tidak dihambat,
maka pada semua kasus seluruh nefron akhirnya hancur dan diganti dengan
jaringan parut. Bila nefron terserang penyakit, maka seluruh unitnya akan
hancur, namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia
akan terjadi bila jumlah nefron sudah sangat berkurang sehingga
keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi.

Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang


normalnya diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah sehingga
terjadi sindrom uremia yang jika tidak dikeluarkan oleh tubuh lewat urin
maka akan mempengaruhi keseimbangan asam basa, tertimbunnya urokrom
dikulit dan prepospatemia.
Gangguan keseimbangan asam basa akan memicu asam lambung naik
memicu terjadinya iritasi pada lambung dan menyebabkan seseorang
mengalami nyeri abdomen, mual, muntah dan perdarahan saluran cerna
sehingga diagnosa keperawatan yang muncul adalah Ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh. Salah satu akibat dari sindrom uremia
adalah tertimbunnya urokrom di kulit. Urokrom yang tertimbun di kulit
dapat menyebabkan seseorang dengan gagal ginjal kronik mengalami
perubahan pada warna kulit yang terlihat lebih gelap. Perpospatemia adalah
salah satu dampak dari sindrom uremia jika tidak ditangani. Perpospatemia
menyebabkan pruritus maka diagnosa keperawatan yang muncul kerusakan
integritas kulit.

Masalah yang timbul akibat gagal ginjal kronik adalah kurangnya


produksi eritropoetin oleh ginjal yang sakit. Sekresi eritropoetin yang
mengalami defisiensi di ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin
sehingga oksihemoglobin turun dan menyebabkan suplai oksigen ke jaringan
8
turun menyebabkan seseorang cepat lelah saat beraktivitas maka diagnosa
keperawatan yang timbul intoleransi aktivitas.
Pada kebanyakan pasien dengan penyakit ginjal kronik stabil,
kandungan natrium dan air tubuh total meningkat sedang, meskipun hal ini
mungkin tidak terlihat pada pemeriksaan klinis. Banyak bentuk penyakit
ginjal (mis. Glomerulonefritis) mengganggu keseimbangan glomerulotubular
ini sedemikian rupa sehingga asupan natrium dari makanan melebihi
ekskresinya di urin, menyebabkan retensi natrium dan ekspansi volume
cairan ekstrasel (VCES) naik. Jika ekspansi volume cairan ekstrasel naik
maka tekanan kapiler meningkat dan menyebabkan volume interstisial naik
sehingga timbul edema maka diagnosa keperawatan yang dapat diambil
kelebihan volume cairan. Jika edema tidak segera diatasi maka beban
jantung meningkat yang menyebabkan prognosis yang buruk, termasuk
terbentuknya hipertrofi ventrikel dan semakin cepatnya penurunan fungsi
ginjal. Hipertrofi ventrikel kiri dapat menyebabkan gagal jantung atau
bahkan serangan edema paru. Gagal jantung dapat merupakan konsekuensi
dari disfungsi diastolik atau sisitolik atau keduanya. Juga dapat terjadi suatu
bentuk edema paru ‘tekanan darah’ pada penyakit ginjal kronis stadium
lanjut, yang bermanifestasi sebagai napas yang pendek dan cairan edema
alveolus. Temuan ini dapat dijumpai bahkan tanpa adanya kelebihan VCES
dan berkaitan dengan tekanan baji kapiler paru yang normal atau sedikit
meningkat. Proses ini diperkirakan disebabkan oleh meningkatnya
permeabilitas membran kapiler alveolus sebagai manifestasi dari keadaan
uremik, dan berespons terhadap dialisis, maka diagnosa keperawatan yang
dapat diambil adalah gangguan pertukaran gas.

9
2.1 Pathway Gagal Ginjal

nan kongenital, Infeksi kronis, Glomerulonefritis, SLE, Zat toksik, Nephrolithiasis, penyakit vaskulerSuplai darah ginjal turun
Arteriosklerosis GFR turun GGK

Sekresi protein terganggu Retensi Na Sekresi eritropoetin turun

Total CES naik


Sindrom uremia
Produksi Hb
turun
Tekanan kapiler naik
Gangguan keseimbangan
Urokromasam
tertimbun
basa di kulit
perpospatemia
Suplai nutrisi
dalam darah
Volume interstisial naik
Pruritus
Oksihemoglob
Asam lambung naik Perubahan warna kulit
in turun
edema Beban
Kerusakan integritas kulit jantung

Suplai oksigen
Kelebihan volume
Mual, muntah ke jaringan
cairan Hipertrof
menurun
i ventrikel

Keletihan
Ketidaksei
Payah jantung kiri
mb angan
nutrisi
Intolera
kurang dari Bendungan atrium
nsi
kebutuhan Tekanan vena pulmonalis
kiri naik meningkat
aktivita

Kapiler paru naik

Edema paru

(Nurarif & Hardhi, 2013)


Gangguan pertukaran gas

10
2.1.4 Manifestasi Klinis
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan
yang bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi
memiliki fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan
kronis secara fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan
sirkulasi dan vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang
ditunjukkan oleh gagal ginjal kronis menurut Pranata & Prabowo (2014:
198).
1. Ginjal dan gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi,mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, dan mual kemudian terjadi penurunan
kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkompensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolik. Tanda paling khas adalah terjadinya
penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
2. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, gagal jantung, edema periorbital dan edema
perifer.
3. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi, dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis. Kejadian sekunder biasanya
mengikuti seperti anoreksia, nausea, dan vomiting.
4. Integumen
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering dan ada scalp. Selain
itu biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechie, dan
timbunan urea pada kulit.

11
5. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy perifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan refleks
kedutan, daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat,
iritabilitas, pusing, koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan
adanya perubahan metabolik encephalophaty.
6. Endokrin
Bisa terjadi infertilitas dan penurunan libido, amenorrhea, dan gangguan
siklus menstruasi pada wanita, penurunan sekresi sperma, peningkatan
sekresi aldosteron dan kerusakan metabolisme karbohidrat.
7. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang
serius pada system hematologi ditunjukkan dengan adanya perdarahan
(purpura, ekimosis dan petechie).
8. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis dan
kalsifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard).

2.1.5 Pemeriksaan Penunjang


Berikut ini adalah pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan untuk
menegakkan diagnoasa gagal ginjal kronis (Pranata & Prabowo, 2014: 201):
1. Biokimiawi
Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dan kreatinin
plasma. Untuk hasil yang lebih akurat untuk mengetahui fungsi ginjal
adalah dengan analisa creatinine clearance (klirens kreatinin). Selain
pemeriksaan fungsi gnjal (renal function test), pemeriksaan kadar
elektrolit juga harus dilakukan untuk mengetahui status keseimbangan
elektrolit dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.

12
2. Urinalisis
Urinalisis dilakukan untuk menapis ada/ tidaknya infeksi pada ginjal atau
ada/ tidaknya perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim
ginjal.
3. Ultrasonografi ginjal
Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan memberikan informasi
yang mendukung untuk menegakkan diagnosa gagal ginjal. Pada klien
gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau jaringan parut
pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat.

Menurut Lemone, dkk (2016: 1067) pemeriksaan diagnostik digunakan


baik untuk mengidentifikasi gagal ginjal kronik maupun memonitor
fungsi ginjal. Sejumlah pemeriksaan dapat dilakukan untuk menentukan
penyebab gangguan ginjal. Ketika diagnosis ditegakkan, fungsi ginjal
dimonitor terutama lewat kadar sisa metabolik dan elektrolit dalam darah.
1. Urinalisis
Dilakukan untuk mengukur berat jenis urine dan mendeteksi komponen
urine yang abnormal. Pada gagal ginjal kronik, berat jenis dapat tetap
pada sekitar 1,010 akibat kerusakan sekresi tubulus, reabsorpsi dan
kemampuan memekatkan urine. Protein abnormal, sel darah dan bekuan
sel dapat juga ditemukan di urine.
2. Kultur urine
Diinstruksikan untuk mengidentifikasi infeksi saluran kemih yang
mempercepat perkembangan gagal ginjal kronik.
3. BUN dan kreatinin serum
Diambil untuk mengevaluasi fungsi ginjal dan mengkaji perkembangan
gagal ginjal. BUN 20-50 mg/dL mengindikasikan azotemia ringan; kadar
lebih dari 100 mg/dL mengindikasikan kerusakan ginjal berat. Gejala

13
uremia ditemukan saat BUN sekitar 200 mg/dL atau lebih tinggi. Kadar
serum kreatinin lebih dari 4 mg/dL mengindikasikan kerusakan ginjal
serius.
4. eGFR
digunakan untuk mengevaluasi GFR dan stadium penyakit ginjal kronik.
eGFR adalah perhitungan nilai yang ditentukan menggunakan rumus
yang memasukkan kreatinin serum, usia, jenis kelamin dan ras pasien.
5. Elektrolit serum
Dimonitor lewat perjalanan gagal ginjal kronik. Natrium serum dapat
berada dalam batasan normal atau rendah karena retensi air. Kadar kalium
naik tetapi biasanya tetap dibawah 6,5 mEq/L. Fosfor serum naik dan
kadar kalsium turun. Asidosis metabolik diidentifikasi dengan pH rendah,
CO2 rendah, dan kadar bikarbonat rendah.
6. CBC
Menunjukkan anemia sedang ke arah berat dengan hematokrit 20%
hingga 30% dan hemoglobin rendah. Jumlah sel darah merah dan
trombosit turun.
7. Ultrasonografi ginjal
Dilakukan untuk mengevaluasi ukuran ginjal. Pada gagal ginjal kronik,
ukuran ginjal berkurang karena nefron hancur dan massa ginjal mengecil.
8. Biopsi ginjal
Dapat dilakukan untuk mengidentifikasi proses penyakit penyebab jika ini
tidak jelas. Selain itu juga digunakan untuk membedakan gagal ginjal
akut dan gagal ginjal kronik. Biopsi ginjal dapat dilakukan pada
pembedahan atau dilakukan menggunakan biopsi jarum.

2.1.6 Penatalaksanaan
Menurut Wong, dkk (2009) Pada gagal ginjal yang bersifat ireversibel,
tujuan penatalaksanaan medis antara lain meningkatkan fungsi ginjal sampai
taraf maksimal, mempertahankan keseimbangan cairan dan elektrolit dalam

14
batas biokimiawi yang aman, mengobati komplikasi sistemik dan
meningkatkan kualitas kehidupan hingga taraf seaktif dan senormal mungkin
bagi anak tersebut.
a. Pengaturan diet
Tujuan diet pada gagal ginjal adalah memberikan kalori dan protein
yang cukup bagi pertumbuhan anak sekaligus membatasi kebutuhan
ekskresi pada ginjal, meminimalkan penyakit tulang metabolik, dan
meminimalkan gangguan cairan dan elektrolit.
Asupan natrium dan air biasanya tidak dibatasi kecuali bila terdapat
gejala edema dan hipertensi, dan asupan kalium umumnya tidak dibatasi.
Asupan fosfor harus dikendalikan melalui pengurangan asupan protein
dan susu untuk mencegah atau mengoreksi gangguan keseimbangan
kalsium atau fosfor. Kadar fosfor dapat dikurangi lebih lanjut dengan
pemberian karbonat per oral yang berikatan dengan fosfor menurunkan
absorpsi gastrointestinal dan menurunkan kadar fosfat serum.
b. Penatalaksanaan teknologik gagal ginjal
1. Dialisis
Dialisis merupakan proses pemisahan substansi koloid dan kristaloid
dalam larutan berdasarkan perbedaan laju difusi melalui membrane
semipermeabel. Metode dialisis yang kini tersedia adalah dialisis
peritoneal dengan rongga abdomen berfungsi sebagai membran
semipermeabel yang dapat dilalui oleh air dan zat terlarut yang ukuran
molekulnya kecil; hemodialisis yaitu darah yang disirkulasikan diluar
tubuh melalui membrane buatan yang memungkinkan alur yang sama
untuk air dan zat terlarut; hemofiltrasi yaitu filtrat darah yang disirkulasi

15
di luar tubuh dengan diberi tekanan hidrostatik melintasi membran
semipermeabel sambil pada saat yang bersamaan dimasukkan larutan
pengganti.
2. Transplantasi
Transplantasi memberikan kesempatan kepada pasien untuk menjalani
hidup yang relative normal dan merupakan bentuk terapi pilihan untuk
anak-anak yang menderita gagal ginjak kronik. Ginjal untuk ditransplan
diperoleh dari dua sumber yaitu donor kerabat yang masih hidup (living
related donor/ LDR) yang biasanya berasal dari orangtua atau saudara
kandung, atau donor kadaver, yaitu yang berasal dari pasien yang sudah
meninggal atau yang sudah mengalami kematian otak yang keluarganya
yang menyetujui untuk menyumbangkan organ ginjal yang sehat
tersebut. Tujuan utama transplantasi adalah kelangsungan hidup
jaringan yang dicangkokkan dalam jangka waktu lama dengan
melindungi jaringan yang secara antigen serupa dengan jaringan yang
terdapat pada resipien dan dengan menekan mekanisme imun resipien.

Menurut Lemone, dkk (2014: 1068) mengatakan bahwa dalam


mempertahankan nutrisi yang cukup dan mencegah kekurangan gizi
kalori protein adalah fokus penatalaksanaan nutrisi selama tahap awal
gagal ginjal kronik. Saat fungsi ginjal menurun, eliminasi air, zat
terlarut, dan sisa metabolik rusak. Akumulasi zat sisa ini dalam tubuh
memperlambat perkembangan kerusakan nefron, menurunkan gejala
uremia, dan membantu mencegah komplikasi.
Tidak seperti karbohidrat dan lemak, tubuh tidak dapat
menyimpan kelebihan protein. Protein dalam makanan yang tidak
dipakai dipecah menjadi urea dan sisa nitrogen lainnya, yang kemudian
dieliminasi oleh ginjal. Makanan kaya protein juga mengandung ion
anorganik seperti ion hydrogen, fosfat, dan sulfit yang dieliminasi oleh
ginjal. Asupan protein harian 0,6 g/kg berat badan tubuh atau sekitar 40

16
g/hari untuk rata-rata pasien pria, memberikan asam amino yang
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan. Protein harus mempunyai nilai
biologis tinggi, kaya asam amino esensial. Asupan karbohidrat
ditingkatkan untuk mempertahankan kebutuhan energi dan memberikan
sekitar 35 kkal/kg per hari.
Asupan air dan natrium diatur untuk mempertahankan volume
cairan ekstraseluler pada kadar normal. Asupan air 1-2 L per hari
biasanya dianjurkan untuk mempertahankan keseimbangan air. Natrium
dibatasi hingga 2 g per hari pada awalnya. Batasan air dan natrium yang
lebih ketat dapat dibutuhkan pada saat gagal ginjal memburuk. Pasien
diinstruksikan untuk memonitor berat badan tiap hari dan melaporkan
kenaikan berat badan lebih dari 2,3 kg selama periode 2 hari.
Pada stadium 4 dan 5, asupan kalium dan fosfor juga dibatasi.
Asupan kalium dibatasi hingga kurang dari 60 hingga 70 mEq/hari
(asupan normal dalam sekitar 100 mEq/ hari). Pasien diperingatkan
untuk menghindari pemakaian pengganti garam. Yang biasanya berisi
kadar kalium klorida tinggi. Makanan tinggi fosfor mencakup telur,
produk susu, dan daging.

2.1.7 Komplikasi Gagal Ginjal Kronik


Menurut Pranata & Prabowo (2014) Komplikasi yang dapat
ditimbulkan dari penyakit gagal ginjal kronik adalah:
1. Penyakit tulang
Penurunan kadar kalsium (hipokalsemia) secara langsung akan
mengakibatkan dekalsifikasi matriks tulang, sehingga tulang akan
menjadi rapuh (osteoporosis) dan jika berlangsung lama akan
menyebabkan fraktur pathologis.

2. Penyakit kardiovaskuler
Ginjal sebagai kontrol sirkulasi sistemik akan berdampak secara
sistemik berupa hipertensi, kelainan lipid, intoleransi glukosa, dan
kelainan hemodinamik (sering terjadi hipertrofi ventrikel kiri).

17
3. Anemia
Selain berfungsi dalam sirkulasi, ginjal juga berfungsi dalam rangkaian
hormonal (endokrin). Sekresi eritropoetin yang mengalami defisiensi di
ginjal akan mengakibatkan penurunan hemoglobin.

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Gagal Ginjal Kronik


2.2.1 Pengkajian
Menurut Pranata & Prabowo (2014: 204) Pengkajian pada klien gagal
ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien gagal ginjal akut, namun
disini pengkajian lebih penekanan pada support system untuk
mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh. Dengan tidak
optimalnya/ gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan melakukan upaya
kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi, jika kondisi ini
berlanjut (kronis) maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis yang
menandakan gangguan system tersebut. Berikut ini adalah pengkajian
keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis:
1. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki
sering memiliki risiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup
sehat. Gagal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal
ginjal akut, sehingga tidak berdiri sendiri.
2. Keluhan Utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
menyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria)
sampai pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system
sirkulasi-ventilasi, anoreksia, mual dan muntah, napas berbau urea. Kondisi
ini dipicu oleh penumpukan zat sisa metabolisme toksin dalam tubuh
karena ginjal mengalami kegagalan filtrasi.
3. Riwayat kesehatan sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis kaji onset penurunan urine output,
penurunan kesadaran, kelemahan fisik, perubahan pola napas karena
komplikasi dari gangguan system ventilasi, fatigue, perubahan fisiologis
18
kulit, bau urea pada napas.
4. Riwayat kesehatan dahulu
Gagal ginjal kronik dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan
berbagai penyebab. Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegasan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK (Infeksi
Saluran Kemih), payah jantung, penggunaan obat berlebihan khususnya
obat yang bersifat nefrotoksik, BPH (Benigna Prostat Hiperplasia) dan lain-
lain.
5. Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus
sekunder seperti DM (Diabetes Melitus) dan hipertensi memiliki pengaruh
terhadap kejadian penyakit gagal ginjal kronis, karena penyakit tersebut
bersifat herediter.
6. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien dengan gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat
kesadaran bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV
sering didapatkan RR meningkat, hipertensi/ hipotensi sesuai dengan
kondisi fluktuatif.
7. Sistem pernapasan
Adanya bau urea pada bau napas. Jika terjadi komplikasi asidosis/ alkalosis
respiratorik maka kondisi pernapasan akan mengalami patologis gangguan.
Pola napas akan semakin cepat dan dalam sebagai bentuk kompensasi
tubuh mempertahankan ventilasi.
8. Sistem hematologi
Ditemukan adanya friction rub pada kondisi uremia berat. Selain itu,
biasanya terjadi TD meningkat, akral dingin, CRT > 3 detik, palpitasi
jantung, nyeri dada, dyspneu, gangguan irama jantung dan gangguan
sirkulasi lainnya.
9. Sistem perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi,
sekresi, reabsorpsi, dan sekresi), maka manifestasi yang paling menonjol
19
adalah penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria
(tidak adanya urine output).
10. System pencernaan
Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dari penyakit. Sering
ditemukan anoreksia, nausea, vomit dan diare.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa Keperawatan adalah penilaian klinik tentang respons individu,
keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang
aktual atau potensial, diagnosa Keperawatan memberikan dasar untuk
pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai hasil yang merupakan
tanggung jawab perawat
Setelah dilakukan pengkajian kemungkinan diagnosa yang akan muncul
pada klien dengan penyakit ginjal kronik menurut Nurarif, 2015
1. D.0003 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi, perubahan membran alveoluskapiler
2. D.0009 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan
konsentrasi hb 19
3. D.0019 Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan
4. D.0122 Hipervolemia b.d gangguan mekanisme regulasi, kelebihan asupan
cairan, kelebihan asupan natrium
5. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan
oksigen
6. Nyeri akut b.d agen pencedera fisiologis
7. Gangguan integritas kulit b.d kelebihan volume cairan, sindrom uremia.

20
2.2.2 Intervensi Keperawatan.

Tujuan & Kriteria


No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
1 D.0003 Gangguan L.01003 Pertukaran I.01014 Pemantauan Respirasi
pertukaran gas Gas Observasi
berhubungan Ekspektasi: meningkat - Monitor frekuensi, irama kedalaman dan
dengan Kriteria hasil upaya napas
ketidakseimbanga - Tingkat kesadaran - Monitor pola napas (seperti bradipnea,
n ventilasi-perfusi, meningkat takipnea, hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-
perubahan - Dispnea menurun Stokes, Biot, ataksik)
membran - Bunyi napas - Monitor kemampuan batuk efektif
alveolus-kapiler. tambahan - Monitor adanya produksi sputum
menurun - Monitor adanya sumbatan jalan napas
Gejala dan tanda - Pusing menurun - Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
mayor - Penglihatan kabur - Auskultasi bunyi napas
Subjektif: menurun - Monitor saturasi oksigen
1. Dispnea - Diaforesis - Monitor nilai AGD
Objektif: menurun
PCO2 meningkat/me - Monitor hasil x-ray toraks
- Gelisah menurun Terapeutik
nurun - Napas cuping
1.
PO2 menurun - Atur interval pemantauan respirasi
hidung menurun sesuai kondisi pasien
2.
Takikardia - PCO2 membaik
3. - Dokumentasikan hasil pemantauan
pH arteri - PO2 membaik Edukasi
meningkat/me - Takikardia
nurun - Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
4.
membaik - Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
Bunyi napas - pH arteri
tambahan membaik
Gejala dan tanda I.01026 Terapi Oksigen
- Sianosis membaik Observasi
minor
- Pola napas - Monitor kecepatan aliran oksigen
Subjektif:
membaik - Monitor posisi alat terapi oksigen
1. Pusing - Warna kulit
2. Penglihatan - Monitor aliran oksigen secara periodik dan
membaik pastikan fraksi yang diberikan cukup
kabur
Objektif: - Monitor kemampuan melepaskan
1. Sianosis oksigen saat makan
2. Diaforesis - Monitor tanda-tanda hipoventilasi
3. Gelisah - Monitor tanda dan gejala toksikasi
4. Napas cuping oksigen dan atelaktasis
hidung - Monitor tingkat kecemasan akibat terapi
5. Pola napas oksigen
abnormal - Monitor integritas mukosa hidung akibat
(cepat/lambat, pemasangan oksigen
reguler/iregule Terapeutik
r, - Bersihkan sekret pada mulut, hidung dan
dalam/dangkal trakea, jika perlu
) - Pertahankan kepatenan jalan napas
6. Warna kulit - Siapkan dan atur peralatan pemberian
abnormal oksigen
(mis. pucat, - Berikan oksigen tambahan, jika perlu
kebiruan) - Tetap berikan oksigen saat pasien
7. Kesadaran ditransportasi
menurun - Gunakan perangkat oksigen yang sesuai

21
dengan tingkat mobilitas pasien

Tujuan & Kriteria


No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
Edukasi
- Ajarkan pasien dan keluarga cara
menggunakan oksigen di rumah
Kolaborasi
- Kolaborasi penentuan dosis oksigen
Kolaborasi penggunaan oksigen saat aktivitas
dan/atau tidur

2 D.0009 Perfusi L.02011 Perfusi I.02079 Perawatan Sirkulasi


perifer tidak Perifer Observasi
efektif Ekspektasi: meningkat - Periksa sirkulasi periver (mis. Nadi perifer,
berhubungan Kriteria hasil: edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle
dengan penurunan - Denyut nadi brachial index)
konsentrasi perifer meningkat - Identifikasi faktor resiko gangguan sirkulasi
hemoglobin. - Penyembuhan ( mis. Diabetes, perokok, orang tua
luka meningkat hipertensi dan kadar kolestrol tinggi)
Gejala dan tanda - Sensasi - Monitor panans, kemerahan, nyeri atau
mayor meningkat bengkak pada ekstermitas
Subjektif: - Warna kulit pucat Teraupetik
(tidak tersedia) menurun - Hindari pemasangan infus atau pengambilan
Objektif: - Edema perifer darah di daerah keterbatasan perfusi
1. Pengisian menurun - Hindari pengukuran tekanan darah pada
kapiler >3 - Nyeri ekstremitas ekstermitas dengan keterbatasan perfusi
detik menurun - Hindari penekanan dan pemasangan
2. Nadi perifer tourniquet pada area yang cidera
- Parastesia
menurun atau - Lakukan pencegahan infeksi
menurun
tidak teraba - Lakukan perawatan kaki dan kuku
- Kelemahan otot
Edukasi
3. Akral teraba menurun
dingin - Anjurkan berhenti merokok
- Kram otot - Anjurkan berolah raga rutin
4. Warna kulit menurun
pucat - Anjurkan mengecek air mandi untuk
- Bruit femoralis menghindari kulit terbakar
5. Turgor kulit menurun
menurun - Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
- Nekrosis menurun darah, antikoagulan,dan penurun kolestrol,
Gejala dan tanda
- Pengisian kapiler jika perlu
minor
membaik - Anjurkan minum obat pengontrl tekanan
Subjektif:
- Akral membaik darah secara teratur
1. Parastesia
- Turgor kulit - Anjurkan menggunakan obat penyekat beta
2. Nyeri membaik - Ajarkan program diet untuk memperbaiki
ekstremitas
- Tekanan darah sirkulasi ( mis. Rendah lemak jenuh, minyak
(klaudikasi
sistolik membaik ikam omega 3)
intermiten)
- Tekanan darah - Informasikan tanda dan gejala darurat yang
Objektif:
diastolik membaik harus dilaporkan (mis. Raasa sakit yang tidak
1. Edema hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
2. Penyembuhan - Tekanan arteri
rata-rata membaik hilangnya rasa)
luka lambat I.06195 Manajemen Sensasi Perifer
3. Indeks ankle- - Indeks ankle-
brachial Observasi
brachial<0,90 - Identifikasi penyebab perubahan sensasi
membaik
4. Bruit - Identifikasi penggunaan alat pengikat,
femoralis prosthesis, sepatu, dan pakaian
22
- Periksa perbedaan sensasi tajam dan tumpul
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
- Periksa perbedaan sensasi panas dan dingin
- Periksa kemampuan mengidentifikasi lokasi
dan tekstur benda
- Monitor terjadinya parestesia, jika perlu
- Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis dan
tromboemboli vena
Teraupetik
- Hindari pemakaian benda-benda yang
berlebihan suhunya (terlalu panas atau
dingin)
Edukasi
- Anjurkan penggunaan thermometer untuk
menguji suhu air
- Anjurkan penggunaan sarung tangan termal
saat memasak
Anjurkan memakai sepatu lembut
dan bertumit rendah
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
- Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika
perlu

23
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
3 D.0019 Defisit I.03030 Status Nutrisi I.03119 Manajemen Nutrisi
nutrisi Ekspektasi: membaik Observasi
berhubungan Kriteria hasil: - Identifikasi status nutrisi
dengan kurangnya - Porsi makanan yang - Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
asupan makanan. dihabiskan - Identifikasi makanan yang disukai
meningkat - Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
Gejala dan tanda - Kekuatan otot nutrient
mayor pengunyah - Monitor asupan makanan
Subjektif: meningkat - Monitor berat badan
(tidak tersedia) - Kekuatan otot - Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
Objektif: menelan meningkat Teraupetik
1. Berat badan - Serum albumin - Lakukaoral hygiene sebelum makan, jika
menurun meningkat perlu
minimal 10% - Verbalisasi - Fasilitasi menentukan pedooman diet (mis.
di bawah keinginan untuk Piramida makanan)
rentang ideal meningkatkan nutrisi - Sajikan makanan secara menarik dan suhu
meningkat yang sesuai
Gejala dan tanda - Pengetahuan tentang - Berikan makanantinggi serat untuk
minor pilihan makanan mencegah konstipasi
Subjektif: yang sehat - Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
1. Cepat kenyang meningkat protein
setelah makan - Pengetahuan tentang - Berikan makanan rendah protein
2. Kram/nyeri pilihan minuman Edukasi
abdomen yang sehat - Anjurkan posisi dusuk, jika mampu
3. Nafsu makan meningkat - Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
menurun - Pengetahuan tentang
Objektif: - Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
standar asupan
makan (mis. Pereda nyeri, antiemetic), jika
1. Bising usus nutrisi yang tepat
perlu
hiperaktif meningkat
- Kolaborasi dengan ahli gizi menentukan
2. Otot - Penyiapan dan jumlah kalori dan jenis nutrient yang
pengunyah penyimpanan dibutuhkan, jika perlu
lemah makanan yang aman
3. Otot menelan meningkat I03136 Promosi Berat Badan
lemah - Penyiapan dan Observasi
4. Membran penyimpanan - Identifikasi kemungkinan penyebab BB
mukosa pucat minuman yang aman kurang
5. Sariawan meningkat - Monitor adanya mual muntah
6. Serum - Sikap terhadap - Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
albumin turun makanan/minuman sehari-hari
7. Rambut sesuai dengan tujuan - Monitor berat badan
rontok kesehatan meningkat - Monitor albumin, limfosit, dan elektrolit
berlebihan - Perasaan cepat serum
8. Diare kenyang menurun Teraupetik
- Nyeri abdomen - Berikan perawatan mulut sebelum pemberian
menurun makan, jika perlu
- Sariawan menurun - Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
- Rambut rontok pasien (mis. Makanan dengan tekstur halus,

Tujuan & Kriteria


No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
24
menurun makanan yang diblender, makanan cair yang
- Diare menurun diberikan melalui NGT atau gastrostomy,
- Berat badan total parenteral nutrition sesuai indikasi)
membaik - Hidangkan makanan secara menarik
- Indeks Massa - Berikan suplemen, jika perlu
Tubuh (IMT) - Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
membaik peningkatan yang dicapai
- Frekuensi makan Edukasi
membaik - Jelaskan jenis makanan yang bergizi tinggi,
- Nafsu makan namun tetap terjangkau
membaik - Jelaskan peningkatan asupan kalori yang
- Bising usus dibutuhkan
membaik
- Tebal lipatan kulit
trisep membaik
- Membran
mukosa membaik
4 D.0022 L.03020 I.03114 Manajemen Hipervolemia
Hipervolemia Keseimbangan Observasi
berhubungan Cairan - Periksa tanda dan gejala hipervolemia (mis.
dengan gangguan Ekspektasi: meningkat Ortopnea, dispnea, edema, JVP/CVP
mekanisme Kriteria hasil: meningkat, refleks hepatojugular positif,
regulasi, kelebihan - Asupan cairan suara npas tambahan)
asupan cairan, meningkat - Identifikasi penyebab hipervolemia
kelebihan asupan - Haluaran urin - Monitor status hemodinamik (mis. frekuensi
natrium. meningkat jantung, tekanan darah, MAP, CVP, PAP,
- Kelembaban PCWP, CO, CI), jika tersedia
Gejala dan tanda membran mukosa - Monitor intake dan output cairan
mayor meningkat - Monitor tanda hemokonsentrasi (mis. kadar
Subjektif: - Asupan makanan natrium, BUN, hematokrit, berat jenis urine)
1. Ortopnea meningkat - Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
2. Dispnea - Edema menurun plasma (mis. kadar protein dan albumin
3. Paroxysmal - Dehidrasi menurun meningkat)
nocturnal - Asites menurun - Monitor keceptan infus secara ketat
dyspnea - Konfusi menurun - Monitor efek samping diuretik (mis.
(PND) - Tekanan darah Hipotensi ortostatik, hipovolemia,
Objektif: membaik hipokalemia, hiponatremia)
1. Edema - Denyut nadi radial Terapeutik
anasarka membaik - Timbang berat badan setiap hari pada waktu
dan/atau - Tekanan arteri rata- yang sama
edema perifer rata membaik - Batasi asupan cairan dan garam
2. Berat badan - Membran - Tinggikan kepala tempat tidur 30-40°
meningkat mukosa membaik Edukasi
dalam waktu - Mata cekung - Anjurkan melapor jika haluaran urin < 0,5
singkat membaik mL/kg/jam dalam 6 jam
3. Jugular - Turgor kulit - Anjurkan melapor jika BB bertambah > 1 kg
Venous membaik dalam sehari
Pressure -
- Berat badan Ajarkan cara mengukur dan mencatat asupan
(JVP) dan/atau dan haluaran cairan
membaik
Central - Ajarkan cara membatasi cairan
Venous
Kolaborasi
Pressure
(CVP) - Kolaborasi pemberian diuretik

Tujuan & Kriteria


No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
25
Hasil (SLKI)
meningkat - Kolaborasi penggantian kehilangan
4. Refleks kalium akibat diuretik
hepatojugular - Kolaborasi pemberian continous renal
positif replacement therapy (CRRT), jika perlu

Gejala dan tanda I.03121 Pemantauan Cairan


minor Observasi
Subjektif: - Monitor frekuensi dan kekuatas nadi
(tidak tersedia) - Monitor frekuensi napas
Objektif: - Monitor tekanan darah
1. Distensi vena - Monitor berat badan
jugularis - Monitor waktu pengisian kapiler
2. Terdengar - Monitor elastisitas atau turgor kulit
suara napas
- Monitor jumlah, warna dan berat jenis urine
tambahan
- Monitor kadar albumin dan protein total
3. Hepatomegali
- Monitor hasil pemeriksaan serum (mis.
4. Kadar Hb/Ht
osmolaritas serum, hematokrit, natrium,
turun
kalium, BUN)
5. Oliguria
- Monitor intake dan output cairan
6. Intake lebih
- Identifikasi tanda-tanda hipovolemia (mis.
banyak dari
frekuensi nadi meningkat, nadi teraba lemah,
output (balans
tekanan darah menurun, tekanan nadi
cairan positif)
menyempit, turgor kulit menurun, membran
7. Kongesti paru mukosa kering, volume urin menurun,
hematokrit meningkat, haus, lemah,
konsentrasi urine meningkat, berat badan
menurun dalam waktu singkat)
- Identifikasi tanda-tanda hipervolemia (mis.
dispnea, edema perifer, edema anasarka,
JVP meningkat, CVP meningkat, refleks
hepatojugular positif, berat badan menurun
dalam waktu singkat)
- Identifikasi faktor risiko ketidakseimbangan
cairan (mis. Prosedur pembedahan mayor,
trauma/perdarahan, luka bakar, aferesis,
obstruksi intestinal, peradangan pankreas,
penyakit ginjal dan kelenjar, disfungsi
intestinal)
Terapeutik
- Atur interval waktu pemantauan
sesuai dengan kondisi pasien
- Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi
- Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
- Informasikan hasil pemantauan, jika perlu
5 D.0056 Intoleransi L.05047 Toleransi I.05178 Manajemen Energi
aktivitas Aktivitas Observasi
berhubungan Ekspektasi: meningkat - Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan Kriteria hasil: mengakibatkan kelelahan
ketidakseimbanga - Frekuensi nadi - Monitor kelelahan fisik dan emosional
n antara suplai meningkat - Monitor pola dan jam tidur
dan kebutuhan

26
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
oksigen. - Saturasi oksigen - Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
meningkat selama melakukan aktivitas
Gejala dan tanda - Kemudahan Terapeutik
mayor dalam melakukan - Sediakan lingkungan nyaman dan rendah
Subjektif: aktivitas sehari- stimulus (mis. cahaya, suara, kunjungan)
1. Mengeluh hari meningkat - Lakukan latihan rentang gerak pasin
lelah - Kecepatan dan/atau aktif
Objektif: berjalan - Berikan aktivitas distraksi yang
1. Frekuensi meningkat menenangkan
jantung - Jarak berjalan - Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika
meningkat tidak dapat berpindah atau berjalan
meningkat
>20% dari Edukasi
kondisi - Kekuatan tubuh
bagian atas - Anjurkan tirah baring
istirahat - Anjurkan melakukkan aktivitas secara
meningkat
bertahap
Gejala dan tanda - Kekuatan tubuh
bagian bawah - Anjurkan menghubungi perawat jika tanda
minor dan gejala kelelahan tidak berkurang
Subjektif: meningkat
- Ajarkan strategi koping untuk
1. Dispnea - Toleransi dalam
mengurangi kelelahan
saat/setelah menaiki tangga
Kolaborasi
aktivitas meningkat
- Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
2. Merasa tidak - Keluhan lelah
meningkatkan asupan makanan
nyaman - Dipsnea saat
setelah aktivitas menurun
- Dipsnea setelah I.05186 Terapi Aktivitas
beraktivitas Observasi
3. Merasa lemah aktivitas menurun
- Perasaan lemah - Identifikasi defisit tingkat aktivitas
Objektif:
menurun - Identifikasi kemampuan berpartisipasi dalam
1. Tekanan darah aktivitas tertentu
berubah >20% - Aritmia saat
beraktivitas - Identifikasi sumber daya untuk aktivitas
dari kondisi yang diinginkan
istirahat menurun
- Aritmia setelah - Identifikasi strategi meningkatkan partisipasi
2. Gambaran dalam aktivitas
beraktivitas
EKG
menurun - Identifikasi makna aktivitas rutin (mis.
menunjukkan bekerja) dan waktu luang
- Sianosis menurun
aritmia
- Warna kulit - Monitor respons emosional, fisik, sosial, dan
saat/setelah
membaik spiritual terhadap aktivitas
aktivitas
- Tekanan darah Terapeutik
3. Gambaran
membaik - Fasilitasi fokus pada kemampuan, buka
EKG
- Frekuensi napas defisit yang dialami
menunjukkan
membaik - Sepakati komitmen untuk meningkatkan
iskemia
- EKG Iskemia frekuensi dan rentang aktivitas
4. Sianosis membaik - Fasilitasi memilih aktivitas dan tetapkan
tujuan aktivitas yang konsisten sesuai
kemampuan fisik, psikologis, dan sosial
- Koordinasikan pemilihan aktivitas sesuai
usia
- Fasilitasi makna aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi transportasi untuk menghadiri
aktivitas, jika sesuai
- Fasilitasi pasien dan keluarga dalam
menyesuaikan lingkungan untuk

27
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
mengakomodasi aktivitas yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas fisik rutin (mis. Ambulasi,
mobilisasi, dan perawatan diri), sesuai
kebutuhan
- Fasilitasi ativitas pengganti saat mengalami
keterbatasan waktu, energi, atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motorik kasar untuk
pasien hiperaktif
- Tingkatan aktivitas fisik untuk memelihara
berat badan, jika sesuai
- Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
- Fasilitasi aktivitas dengan komonen memori
implisit dan emosional (mis. kegiatan
keagamaan khusus) untuk pasien demensia
- Libatkan dalam permainan kelompok yang
tidak kompetitif, terstruktur, dan aktif
- Tingkatkan keterlibatan dalam aktivitas
rekreasi dan diversifikasi untuk menurunkan
kecemasan (mis. vocal group, bola voli,
tenis meja, jogging, berenang, tugas
sederhana, permainan sederhana, tugas
rutin, tugas rumah tangga, perawatan diri,
dan
teka-teki dan kartu)
- Libatkan keluarga dalam aktivitas, jika perlu
- Fasilitasi mengembangkan motivasi dan
penguatan diri
- Fasilitasi pasien dan keluarga memantau
kemajuannya sendiri untuk mencapai tujuan
- Jadwalkan aktvitas dalam rutinitas sehari-
hari
- Berikan penguatan positif atas partisipasi
dalam aktivitas
Edukasi
- Jelaskan metode aktivitas fisik sehari-hari,
jika perlu
- Ajarkan cara melakukan aktivitas yang
dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas fisik, sosial,
spiritual, dan kognitif dalam menjaga
fungsi dan kesehatan
- Anjurkan terlibat dalam aktivitas kelompok
atau terapi, jika sesuai
- Anjutkan keluarga untuk memberi
penguatan positif atas partisipasi dalam
aktivitas
Kolaborasi
- Kolaborasi dengan terapi okupasi dalam
merencanakan dan memonitor program
aktivitas, jika sesuai
- Rujuk pada pusat atau program aktivitas
komunitas, jika perlu
28
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
6 D.0077 Nyeri akut L.08066 Tingkat I.08238 Manajemen Nyeri
berhubungan Nyeri Observasi
dengan agen Ekspektasi: menurun - Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
pencedera Kriteria hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
fisiologis. - Kemampuan - Identifikasi skala nyeri
menuntaskan - Identifikasi respons nyeri non verbal
Gejala dan tanda aktifitas - Identifikasi faktor yang memperberat dan
mayor meningkat memperingan nyeri
Subjektif: - Keluhan nyeri - Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
1. Mengeluh menurun tentang nyeri
nyeri - Meringis menurun - Identifikasi pengaruh budaya terhadap
Objektif: - Sikap protektif respon nyeri
1. Tampak menurun - Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
meringis - Gelisah menurun hidup
2. Bersikap - Kesulitan tidur - Monitor keberhasilan terapi
protektif menurun komplementer yang sudah diberikan
(misal - Menarik diri - Monitor efek samping penggunaan analgetik
waspada, menurun Terapeutik
posisi - Berfokus pada diri
- Berikan teknik nonfarmakologis yntuk
menghindari sendiri menurun
mengurangi rasa nyeri (mis. TENS, hipnosis,
nyeri) - Diaforesis
akupresur, terapi musik, biofeedback, terapi
3. Gelisah menurun
pijat, aromaterapi, teknik imajinasi
4. Frekuensi nadi - Perasaan depresi
terbimbing, kompres hangat/dingin, terapi
meningkat (tertekan)
bermain)
5. Sulit tidur menurun
- Perasaan takut - Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
mengalami cidera nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
Gejala dan tanda kebisingan)
tulang menurun
minor - Fasilitasi istirahat dan tidur
- Anoreksia
Subjektif: - Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
menurun
(tidak tersedia) pemilihan strategi meredakan nyeri
- Perineum terasa
Objektif: Edukasi
tertekan menurun
1. Tekanan darah - Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
- Uterus teraba
meningkat nyeri
membulat
2. Pola napas menurun - Jelaskan strategi meredakan nyeri
berubah - Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
- Ketegangan otot
3. Nafsu makan menurun - Anjurkan menggunakan analgetik
berubah - Pupil dilatasi secara tepat
4. Proses menurun - Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
berpikir - Muntah menurun mengurangi rasa nyeri
terganggu - Mual menurun Kolaborasi
5. Menarik diri - Frekuensi nadi - Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
6. Berfokus pada membaik
diri sendiri - Pola napas I.08243 Pemberian Analgesik
7. Diaforesis membaik Observasi
- Tekanan darah - Identifikasi karakteristik nyeri (mis.
membaik pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
- Proses berpikir intensitas, frekuensi, durasi)
membaik - Identifikasi riwayat alergi obat
- Fokus membaik - Identifikasi kesesuaian jenis analgesik (mis.
- Fungsi berkemih narkotika, non-narkotik, atau NSAID)
membaik dengan tingkat keparahan nyeri
- Perilaku membaik

29
Tujuan & Kriteria
No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
- Nafsu makan - Monitor tanda-tanda vital sebelum dan
membaik sesudah pemberian analgesik
- Pola tidur - Monitor efektifitas analgesik
membaik Terapeutik
- Diskusikan jenis analgesik yang disukai
untuk mencapai analgesik optimal, jika perlu
- Perimbangkan penggunaan infus kontinu,
atau bolus opioid untuk mempertahankan
kadar dalam serum
- Tetapkan target efektifitas untuk
mengoptimalkan respons pasien
- Dokumentasikan respons terhadap efek
analgesik dan efek yang tidak
diinginkan
Edukasi
- Jelaskan efek terapi dan efek samping obat
Kolaborasi
- Kolaborasi pemberian dosis dan jenis
analgetik, sesuai indikasi
7 D.0129 Gangguan L.14125 Integritas I.11353 Perawatan Integritas Kulit
integritas kulit Kulit dan Jaringan Observasi
berhubungan Ekspektasi: meningkat - Identifikasi penyebab gangguan integritas
dengan kelebihan Kriteria hasil: kulit (mis. perubahan sirkulasi, perubahan
volume cairan, - Elastisitas status nutrisi, penurunan kelembaban, suhu
sindrom uremia. meningkat lingkungan ekstrem, penurunan mobilitas)
- Hidrasi meningkat Terapeutik
Gejala dan tanda - Perfusi jaringan - Ubah posisis tiap 2 jam jika tirah baring
mayor meningkat - Lakukan pemijatan pada area penonjolan
Subjektif: - Kerusakan tulang, jika perlu
(tidak tersedia) jaringan menurun - Bersihkan perineal dengan air
Objektif: - Kerusakan lapisan hangat, terutama selama periode
1. Kerusakan kulit menurun diare
jaringan - Nyeri menurun - Gunakan produk berbahan petrolium atau
dan/atau - Perdarahan minyak pada kulit kering
lapisan kulit menurun - Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
Gejala dan tanda - Kemerahan hipoalergik pada kulit sensitif
minor menurun - Hindari produk berbahan dasar alkohol pada
Subjektif: - Hematoma kulit kering
(tidak tersedia) menurun Edukasi
Objektif: - Pigmentasi - Anjurkan menggunakan pelembab (mis.
1. Nyeri abnormal lotion, serum)
2. Perdarahan menurun - Anjurkan minum air yang cukup
3. Kemerahan - Jaringan - Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
4. Hematoma parut - Anjurkan meningkatkan asupan buah dan
menurun sayur
- Nekrosis menurun
- Anjurkan menghindari terpapar suhu
- Abrasi kornea
ekstrem
menurun
- Anjurkan menggunakan tabir surya SPF
- Suhu kulit
minimal 30 saat berada di luar rumah
membaik
- Sensasi membaik - Anjurkan mandi dan menggunakan sabun
- Tekstur membaik secukupnya
30
- Pertumbuhan
rambut membaik

Tujuan & Kriteria


No. Diagnosa (SDKI) Intervensi (SIKI)
Hasil (SLKI)
I.4564 Perawatan Luka
Observasi
- Monitor karakteristik luka (mis.
drainase, warna, ukuran, bau)
- Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
- Lepaskan balutan dan plester secara perlakah
- Cukur rambut di sekitar daerah luka,
jika perlu
- Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
- Bersihkan jaringan nekrotik
- Berikan salep yang sesuai kulit/lesi, jika
perlu
- Pasang balutan sesuai jenis luka
- Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
- Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
- Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
- Berikan diet dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein 1,25-
1,5g/kgBB/hari
- Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
vitamin A, vitami C, Zinc, asam amino),
sesuai indikasi
- Berikan terapi TENS (stimulasi sarap
transkutaneus), jika perlu
Edukasi
- Jelaskan tanda dan gejala infeksi
- Anjurkan mengonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
- Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
- Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik), jika
perlu
- Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Menurut Wong, dkk (2009) komplikasi ESRD (End Stage Renal Disease)
yang multipel ditangani sesuai dengan protokol medis yang diindikasikan
untuk perawatan masalah-masalah medis yang spesifik tersebut. Meski

31
demikian, penyakit yang progresif ini akan menyebabkan sejumlah stres pada
anak dan keluarga, termasuk stres akibat sakit yang berpotensi menyebabkan
kematian. Terdapat kebutuhan kontinu terhadap pemeriksaan berulang yang
seringkali mencakup prosedur yang menimbulkan rasa nyeri, efek samping
dan seringnya perawatan di rumah sakit. Setelah diagnosis gagal ginjal
ditegakkan, biasanya tindakan untuk memulai hemodialisis dianggap sebagai
suatu pengalaman positif. Perawat bertanggung jawab memberikan
penyuluhan kepada keluarga mengenai implikasinya, dan rencana terapi,
kemungkinan efek psikologis penyakit dan penanganannya, dan aspek teknis
prosedur. Pembatasan diet terutama membebani anak dan orangtua. Anak
akan merasa diabaikan ketika mereka tidak boleh memakan makanan yang
tadinya sangat disukai sedangkan anggota keluarga lainnya boleh memakan
makanan tersebut. Sebagai akibatnya, anak menjadi tidak kooperatif.
Sehingga memberi kesempatan anak, terutama remaja untuk berpartisipasi
secara maksimal dan bertanggung jawab atas program terapinya sendiri
merupakan tindakan yang membantu.

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Wong, dkk (2009) mengatakan bahwa keefektifan keperawatan
ditentukan oleh pengkajian ulang dan evaluasi asuhan secara kontinu
berdasarkan pedoman observasi yaitu:
1. Observasi dan wawancara keluarga mengenai kepatuhan mereka pada
program medis dan diet.
2. Pantau tanda vital, pengukuran pertumbuhan, laporan laboratorium, perilaku,
penampilan.

3. Observasi dan wawancara anak dan keluarga mengenai perasaan mereka,


kekhawatiran, dan rasa takut; observasi reaksi terhadap terapi dan prognosis

32
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

Hari/Tanggal : Senin/ 4 April 2022


Jam : jam 10.00
Tempat : PICU RSUP dr. Sardjito
Oleh : Emma Fitri Aryani, Sri Winarni
Sumber data : pasien, keluarga pasien, status pasien
Metode : wawancara, observasi, pemeriksaan fisik

A. PENGKAJIAN
1. Identitas
a. Pasien
1) Nama Pasien An. N
2) Tempat Tgl Lahir : Kebumen/ 17-10-2006
3) Umur ;.15Th 5 bln
4) Jenis Kelamin : perempuan
5) Agama : Islam
6) Pendidikan : SMA
7) Pekerjaan : Pelajar
8) Suku / Bangsa : Jawa/ Indonesia
9) Alamat : Kebumen
10) Diagnosa Medis : ………………………………………………...
11) No. RM : 01.94.17.XX
12) Tanggal Masuk RS : 31-3-2022

b. Penanggung Jawab / Keluarga


1) Nama :A
2) Pendidikan : SD
3) Pekerjaan : Petani
4) Alamat : Kebumen

33
5) Hubungan dengan pasien : Ayah
6) Status perkawinan : Kawin

2. Riwayat Kesehatan
a. Kesehatan Pasien
1) Keluhan Utama saat Pengkajian
Pasien mengatakan sesak napas. Sesak nafas terasa saat tiduran
memberat saat aktifitas. Kaki dan tangan bengkak
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
a) Alasan masuk RS :
Mulai oktober 2021 pasien mengeluh batuk hilang timbul disertai
rasa begah, bengkak pada tubuh
November- desember 2021 pasien masih batuk, tidur mulai
gelisah karena merasa sesak dan tidur dengan posisi ditinggikan,
pasien merasa lemas, batuk terus-terusan, sesak napas, nafsu
makan menurun dan tampak pucat,
Januari keluarga mengatakan kedua kaki mulai bengkak dari paha
sampai kaki. Bengkak terlihat pagi saat bangun tidur dan
berkurang saat beraktifitas.
Februari pasien merasa lemas, pucat dan bengkak pada tungkai
menetap dan tidur dengan posisi elevasi. Kemudian pasien
diperiksakan dan didapatkan hb 4 g/dl, cardiomegali dan edema
pulmo
1 minggu sebelum masuk RS pasien merasa lemas kembali, batuk
terus-terusan, sesak nafas, nafsu makan menurun dan kelihatan
pucat, sulit BAK,
b) Riwayat Kesehatan Pasien ;

34
Pasien sempat tunda vaksin covid 19 karena tekanan darah tinggi,
tidak ada riwayat penyakit diabetes mellitus, asma, hipertensi
dalam keluarga
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Biduren saat SMP dirawat 2hari, alergi kepiting pasien merasa
gatal-gatal.
4) Riwayat kesehatan bayi
a. Prenatal
Tempat pemeriksaan kehamilan : Di Puskesmas Kebumen
Frekuensi pemeriksaan kehamilan : Setiap bulan rutin
memeriksa kehamilan di puskesmas.
Sakit yang diderita atau keluhan : Tidak pernah sakit.
b. Intranatal
Tempat persalinan : Di rumah
Tenaga penolong : Ditolong oleh Bidan.
Jenis persalinan : □ Spontan □ SC □ Forcep □
Induksi Usia kehamilan : 36 minggu
Berat badan lahir : 2800 gram
Panjang badan lahir 47 cm
Apgar Score :7/8
Menangis : □ Ya □ Tidak
Jaundice: □ ya □ tidak
c. Postnatal
Lama mendapat ASI : 2 Tahun.
ASI eksklusif : □ ya □ tidak
Usia mendapatkan MP-ASI: 6 bulan sudah MP-ASI.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
1) Genogram

35
Keterangan :
Laki-laki Tinggal serumah Pasien

2) Riwayat Kesehatan Keluarga


Perempuan
Meninggal

Dalam keluarga tidak ada yang mempunyai sakit seperti yang diderita
pasien
3. Kesehatan Fungsional (11 Pola Gordon)
1) Nutrisi- metabolik
Pasien terpasang NGT, diit susu nephrisol 100cc/6jam
2) Eliminasi
Pasien terpasang selang cateter. Urine berproduksi warna kuning
jernih.
3) Aktivitas /latihan
a) Keadaan aktivitas sehari – hari
Setelah dirumah sakit aktifitas pasien terbaring diatas tempat
tidur dengan dibantu total orang tua (ayah-ibu) secara
bergantian.
b) Keadaan pernafasan
Pasien tampak sesak nafas. Respirasi 32x/m. terpasang NRM
10 lpm.
c) Keadaan Kardiovaskuler
Pasien merasa lemas. Aktifitas berada diatas tempat tidur. Heart
rate 100x/m
(1) Skala ketergantungan
KETERANGAN
AKTIFITAS 0 1 2 3 4
Bathing V
Toileting V

Eating V
Moving V

36
Ambulasi V
Walking V
Keterangan :
0 = Mandiri/ tidak tergantung apapun
1 = dibantu dengan alat
2 = dibantu orang lain
3 = Dibantu alat dan orang lain
4 = Tergantung total

4) Istirahat – tidur
Sebelum masuk RS ibu pasien mengatakan saat tidur harus
diganjal bantal tinggi karena merasa sesak dan gelisah
Selama di RS pasien mengatakan susah tidur kaena merasakan
sesak nafas.
5) Persepsi, pemeliharaan dan pengetahuan terhadap kesehatan
Saat merasa sakit pasien langsung memeriksakan keadaannya
ke rumah sakit
6) Pola Toleransi terhadap stress-koping
Klien mempunyai koping yang adaptif terhadap penyakitnya. Klien
menganggap penyakitnya adalah cobaan dari Allah. Klien mengatasi
rasa stress dengan ingin selalu ditemani ibunya
7) Pola hubungan peran
Klien menjalani hubungan yang baik dengan keluarganya dan
juga menjalankan perannya sebagaimana mestinya. Klien
selalu didampingi oleh keluarganya
8) Kognitif dan persepsi
Status mental klien sadar, bicara lancar tidak ada gangguan,
penglihatan normal, tidak terdapat gangguan pada pendengaran,
Klien tidak menggunakan kaca mata atau lensa kotak
9) Persepsi diri-Konsep diri

37
a) Gambaran Diri
pasien merasa dirinya mengalami sakit sehingga
membutuhkan pertolongan medis.
b) Harga Diri
Klien merasa terbebani karena tidak dapat beraktivitas
seperti biasa. Klien tampak selalu kooperatif terhadap
perawat yang merawatnya
c) Peran Diri
Selama ini Klien berperan sebagai anak terakhir dan masih
sebagai seorang palajar.
d) Ideal Diri
Klien mengatakan ingin segera sembuh sehingga bisa
melakukan aktifitas seperti biasa dan kembali berkumpul
dengan keluarga dan bermain dengan teman-temannya.
e) Identitas Diri
Klien mengenali dirinya berharap bisa menjadi seorang
anak yang berbakti pada orang tuanya.
10) Reproduksi dan kesehatan
Pasien tidak mengalami keluhan pada bagian reproduksi. Pasien
berumur 16 tahun dan berjenis kelamin perempuan.
11) Keyakinan dan Nilai
Pasien beragama islam dan selama sakit melakukan ibadah diatas
tempat tidur
4. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan Umum
1) Kesadaran : compos mentis
2) Status Gizi :TB = 171 cm
BB = 98 Kg
(Gizi baik/Kurang/Lebih)

38
3) Tanda Vital : TD = 157/93 mmHg Nadi = 116 x/mnt
Suhu = 37,4 °C RR = 32 x/mnt
4) Skala Nyeri (Visual analog) – usia > 8 tahun

Skala Nyeri (Baker Faces) – usia 3-8 th

Tidak sakit Sedikit AgakMengganggu Sangat Nyeri tak


Nyeri menggangu aktivitas menggangu tertahankan

Ket : beri tanda O


b. Pemeriksaan Secara Sistematik (Cephalo – Caudal)
1) Kulit
Turgor kulit lembab, turgor kembali < 2 detik, warna sawo
matang.
2) Kepala
Conjungtiva anemis, muka tampak pucat, tidak ikterik
3)Leher
Limfonodi tidak teraba, JVP kesan meningkat
4)Tengkuk
Tidak ada kaku kuduk
5)Dada
a) Inspeksi
Bentuk dada simetris, tidak ada lesi, tidak ada bekas jahitan,
terdapat retraksi suprasternal ringan.

39
b) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, vokal fermitus kanan kiri sama
c) Perkusi
Sonor
d) Auskultasi
Suara nafas vesikuler
6) Payudara
Payudara simetris antara kanan dan kiri. Tidak teraba benjolan
7) Punggung
Bentuk tulang punggung normal tidak ada kelaianan bentuk tulang
punggung, tidak terdapat lesi.
8) Abdomen
a) Inspeksi
Bentuk simetris, tidak ada lesi, tidak ada bekas jahitan.
b) Auskultasi
Bising usus 18 x/menit.
c) Perkusi
Terdengar suara timpani.
d) Palpasi
Tidak ada nyeri tekan, tidak teraba massa abnormal
9) Anus dan Rectum
Tidak ada keluhan saat buang air besar
Genetalia tampak bersih, tidak ada kelainan
10) Ekstremitas
a) Atas
Akral hangat, crt <2detik, oedem pada kedua tangan
b) Bawah
Akral hangan, rt<2detik, oedem pada kedua kaki

40
Pengkajian VIP score (Visual Infusion Phlebithis) Skor visual
flebitis pada luka tusukan infus :
Tanda yang ditemukan Skor Rencana Tindakan
Tempat suntikan tampak 0 Tidak ada tanda flebitis
sehat - Observasi
kanula
Salah satu dari berikut 1 Mungkin tanda dini
jelas: flebitis
 Nyeri tempat - Observasi
suntikan kanula
 Eritema tempat
suntikan
Dua dari berikut jelas : 2 Stadium dini flebitis
 Nyeri sepanjang - Ganti tempat
kanula kanula
 Eritema
 Pembengkakan
Semua dari berikut jelas : 3 Stadium moderat
 Nyeri sepanjang flebitis
kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
Semua dari berikut jelas : 4 Stadium lanjut atau
 Nyeri sepanjang awal tromboflebitis
kanula  Ganti kanula
 Eritema  Pikirkan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
Semua dari berikut jelas : 5 Stadium lanjut
 Nyeri sepanjang tromboflebitis
kanula  Ganti kanula
 Eritema  Lakukan terapi
 Indurasi
 Venous cord teraba
 Demam

*)Lingkari pada skor yang sesuai tanda yang muncul

Pengkajian risiko jatuh (Humpty Dumpty)

41
Tanggal/waktu
Parameter Kriteria Nilai
4/4/22 5/4/22 5/4/22
Dibawah 3 tahun 4
3-7 tahun 3
Usia
8-13 tahun 2
>13 tahun 1 1 1 1
Laki-laki 2
Jenis kelamin
Perempuan 1 1 1 1
Kelainan neurologis 4
Perubahan dalam 3 3 3 3
Diagnosis oksigenasi
Kelainan psikis/prilaku 2
Diagnosis lain 1
Tidak menyadari 3
keterbatasan dirinya
Gangguan
Lupa adanya kterbatasan 2
kognitif
Orientasi baik terhadap 1 1 1 1
diri sendiri
Riwayat jatuh dari tempat 4
tidur
Pasien gunakan alat bantu 3
Faktor lingkungan
Pasien berada ditempat 2 2 2 2
tidur
Diluar ruang perawat 1
Respon terhadap Dalam 24 jam 3
operasi/obat Dalam 48 jam 2
penenang/efek >48 jam 1 1 1 1
anestesi
Bermacam- macam obat 3 3 3 3
digunakan: obat sedatif
fenozin, antidepresan,
laksansia/ deuretika,
Penggunaan obat
narkotik.
Salah satu dari pengobatan 2
diatas
Pengobatan lain 1
Total Skor 12 12 12
Ket : Skror 7-11 = risiko jatuh rendah Skor >12 = risiko jatuh tinggi
Intervensi pencegahan risiko jatuh (beri Tgl 4 5 6
tanda v)
Risiko rendah (RR) 1. Pastikan bel/phpne v v v

42
mudah terjangkau atau
pastikan ada kelaurga yang
menunggu
2. Roda tempat tidur pada v v v
posisi dikunci
3. Naikan pagar pengaman v v v
tempat tidur
4. Beri edukasi pasien v v v
1. Lakukan semua v v v
pencegahan risiko jatuh
rendah
2. Pasang stiker penanda v v v
berwarna kuning pada gelang
identifikasi
3. Kunjungi dan monitor v v v
Risiko tinggi (RT) setiap shif
4. Penggunaan v v v
kateter/pispot/tolet duduk
5. Strategi mencegah jatuh v v v
dengan penilaian jatuh yang
lebih detail
6. Libatkan keluarga untuk v v v
menunggu pasien
Nama/paraf
Emma Sri W Emma

5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Patologi Klinik

Tabel 3.4 Pemeriksaan laboratorium An.N di Ruang PICU di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta

43
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil (satuan) Normal
Pemeriksaan
31/3/22 Hemoglobin 5.5 12-15
Hematocrit 18.7 35-49
Lekosit 5.500 4.5-11.50
Trombosit 355 150-450
Creatinine 19.3 0.51-0.95
BUN 131 5-18
Asam Urat 11.1 2.4-5.7
PH 7.24 7.35-7.45
PCO2 29.8 35-45
HCO3 12.4 22-26
3/4/22 Hemoglobin 7.4 g/dl 12-15
Hematocrit 2.96 10^6/µL 35-49
Lekosit 10.5 10^3/µL 4.5-11.50
324 10^3/µL
Trombosit 13.6 mg/dl 150-450
Creatinine 88.3 mg/dl 0.51-0.95
BUN 7.58 mg/dl 5-18
Asam Urat 7.378 2.4-5.7
PH 30.2 mmHg 7.35-7.45
PCO2 17.8 mmol/L 35-45
HCO3 22-26
4/4/22 Hemoglobin 8.4 g//dl 12-15
Hematocrit 27.2 35-49
Lekosit 13.5 4.5-11.50
Trombosit 3.44 150-450
Creatinine 6.49 mg/dl 0.51-0.95
BUN 39.5 mg/dl 5-18
Asam Urat 3.36 mg/dl 2.4-5.7
PH 7.401 7.35-7.45

44
(Sumber Data Sekunder : RM Pasien )

b. Tabel 3.5 Hasil Pemeriksaan Radiologi

Pasien An.N di Ruang PICU di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta


Tanggal 4 April 2022

Hari/ Tanggal Jenis Pemeriksaan Kesan/Interpretasi


1/4/22 Foto Thorax Edema Pulmonum
Efusi pleura sinistra
USG abdomen Upper + Diffuse renal desease
5/4/22 Lower bilateral sesuai gambaran
chronic kidney disease
bilateral
Ascites
6/4/22 USG Thorax Efusi pleura sinistra
Suspek edema paru
Curiga efusi pericard
Tidak ada efusi pleura
dextra

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

6. Terapi

Tabel 3.6 Pemberian Terapi Pasien An.N di Ruang PICU di Rumah Sakit Sardjito
Yogyakarta Tanggal 4 April 2022.
Hari / Obat Dosis dan Rute Jam
Tanggal Satuan pemberian

4/4/22 Furosemide 90mg/6jam Iv 12-18-24-06


Amlodipine 10mg/24jam P.O 14
CaCO3 500mg/8jam P.O 15-23-07
Calcitriol 0.25mg/ P.O 15
Ceftriaxone 24jam IV 18
Valsartan 2gram/24jam P.O 08
Bisoprolol 80mg/24jam P.O 18

45
5mg/24jam

(Sumber Data Sekunder : RM Pasien)

46
ANALISA DATA

Tabel 3.7 Analisa Data


An.N di Ruang PICU di Rumah Sakit Sardjito Yogyakarta
DATA PENYEBAB MASALAH
DS: Ketidakseimbangan ventilasi Gangguan pertukaran
perfusi gas
Pasien mengatakan sesak nafas
DO:
KU: lemah
Kesadaran: Compos mentis
TD = 157/93 mmHg
Nadi = 116 x/mnt
Suhu = 37,4 °C
RR = 32 x/mnt
Hb: 8.4 g//dl
Hct: 27.2
Pasien tampak sesak
terdapat retraksi suprasternal ringan.
Foto Thorax:
Edema Pulmonum
Efusi pleura sinistra
PH : 7.24
PCO2 :29.8
HCO3:12.4

47
DS: Gangguan mekanisme regulasi Hipervolemi
Pasien mengatakan bengkak pada
seluruh tubuh
DO:
Tampak bengkak diseluruh
ekstremitas
Pasien tampak sesak nafas
Ro thorax:
Edema pulmonum
Efusi pleura sinistra
USG abdomen: ascites

DS: Disfungsi ginjal Perfusi renal tidak


efektif
Ibu pasien mengatakan sebelum
masuk rs pipis sedikit dan jarang
DO:
Creatinine: 6.49 mg/dl
BUN: 39.5 mg/dl
USG Abdomen:
Diffuse renal desease bilateral
sesuai gambaran chronic kidney
disease bilateral

S: pasien mengatakan lemas Ketidakseimbangan antara Intoleran aktifitas


suplay dan kebutuhan oksigen
Pasien mengatakan sesak nafas
saat tiduran memberat saat
bergerak
O:
aktifitas tampak dibantu ibu
pasien tampak lemah

48
DIAGNOSA KEPERAWATAN BERDASAR PRIORITAS
1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan Ketidakseimbangan ventilasi
perfusi
2. Hipervolemia berhubungan dengan Gangguan mekanisme regulasi
3. Perfusi jaringan renal berhubungan dengan Disfungsi ginjal
4. Intoleran aktifitas berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplay dan
kebutuhan oksigen

49
INTERVENSI KEPERAWATAN
Hari/Tgl/ Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
Sift/Jam
Senin D0003 L01003 I01014 Pemantauan Respirasi
4/4/2022 Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan Observasi:
Sift pagi berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam pertukaran  Monitor
Jam 10.00 ketidakseimbangan ventilasi gas ekspektasi meningkat dengan frekuensi,irama,kedalam
WIB perfusi ditandai dengan kriteria hasil: an dan upaya nafas
DS:  Dispneau menurun  Monitor pola nafas
Pasien mengatakan sesak nafas  PCO2 membaik  Monitor saturasi oksigen
DO:  PO2 membaik  Monitor nilai AGD
KU lemah  PH membaik  Monitor hasil x-ray
Kesadaran compos mentis toraks
TD 157/93 mm Hg Terapeutik:
Nadi 116 kali per menit  Atur interval
Suhu 37,4℃ pemantauan respirasi
Hb 8,4 gr/dl sesuai kondisi pasien,
Sri W Hct 27,2 setiap 1 jam
Pasien tampak sesak Edukasi:
Terdapat retraksi suprasternal
 Jelaskan tujuan dan
ringan
prosedur pemantauan
Foto thorax:
Edema Pulmonum I01026 Terapi oksigen
Efusi pleura sinistra Observasi:
PH 7,24  Monitor kecepatan
PCO2 29,8 aliran oksigen
HCO3 12,4
 Monitor tanda-tanda
hipoventilasi
Terapeutik:
 Bersihkan secret pada
mulut,hidung
 Gunakan terapi oksigen
yang sesuai dengan
mobilitas pasien
Kolaborasi:
 Kolaborasi pemberian
NRM 6 lpm
Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi
/Sift/Jam
Senin/4 Hipervolemia berhubungan L 03020 I 03114
april dengan gangguan mekanisme Setelah dilakukan Tindakan Manajemen hypervolemia
2022/Sift regulasi ditandai dengan keperawatan 3x24 jam Observasi
pagi/10.00 DS: keseimbangan cairan ekspektasi  Periksa tanda gejala
WIB Pasien mengatakan bengkak meningkat dengan kriteria hasil: hypervolemia(dispnea,edema,s
pada seluruh tubuh  Haluaran urin meningkat uara nafas tambahan)
DS:  Edema menurun  Monitor intake dan output
Tampak bengkak di seluruh  Ascites menurun cairan
ekstremitas  Monitor efek samping diuretik
Pasien tampak sessak nafas Terapeutik
Ro thorax:  Batasi asupan cairan dan
Edema pulmonum garam
USG abdomen:ascites  Tinggikan kepala tempat tidur
30-40 derajat
Kolaborasi
 Kolaborasi pemberian diuretic
Sri W Furosemide 90 mg/6 jam IV
I0321
Pemantauan cairan
Observasi
 Monitor frekuensi nafas
 Monitor tekanan darah
 Monitor intake dan output
cairan
 Monitor kadar albumin dan
protein total
 Identifikasi tanda tanda
hipovelemia(frekuensi nadi
meningkat,nadi teraba
lemah,tekanan darah menurun)
 Monitor tanda-tanda
hypervolemia(dispnea, edema
perifer,edema anasarka)
Terapeutik
Dokumentasikan hasil pemantauan

Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


/Sift/Jam
Senin/4 DPerfusi jaringan renal Setelah dilakukan Tindakan
April berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam
2022/Sift disfungsi ginjal ditandai
pagi/10.15 dengan
WIB DS:
 Ibu pasien
mengatakan sebelum
masuk RS pipis
sedikit dan jarang
DO:
Emma
 Creatinine 6,49 mg/dl
 BUN 39,5 mg/dl
 USG abdomen
Diffuse renal disease
bilateral sesuai
gambaran chronic
kidney disease
bilateral

Hari/Tgl Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi


/Sift/Jam
Senin/4 D0056 L05047 I 05178
April Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan Tindakan Manajemen energi
2022/Sift berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam toleransi
pagi/10.15 Observasi
ketidakseimbangan antara aktivitas ekspektasi meningkat
WIB  Monitor kelelaha fisik dan
suplay dan kebutuhan oksigen dengan kriteria:
ditandai dengan emosional
 Saturasi oksigen meningkat
DS: Terapeutik
 Frekuensi nafas membaik
 Pasien mengatakan  Lakukan latihan rentang gerak
 Keluhan Lelah menurun pasien
Emma sesak nafas saat
tiduran dan memberat  Berikan distraksi yang
saat aktivitas menenangkan
DO: Edukasi
 Aktivitas tampak  Anjurkan tirah baring
dibantu ibu
 Anjurkan melakukan aktivitas
 Pasien tampak lemah
secara bertahap
I05186
Terapi aktivitas
Terapeutik
 Fasilitasi makna aktivitas
yang dipilih misal melakukan
latihan gerak ROM di tempat
tidur
 Melibatkan keluarga dalam
aktivitas
Edukasi
 Anjurkan keluarga memberi
penguatan positif atas
berpartisipasi dalam aktivitas
misal memberi dukungan
pasien melakukan Latihan
gerak / ROM

CATATAN PERKEMBANGAN
BAB IV
PEMBAHASAN

A. Analisa Penelitian

Jurnal Keperawatan Klinis dan Komunitas ISSN:2614-445X (print) ISSN:2614:498 (online) dengan judul
Gambaran Kesejahteraan Spiritual Pasien Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisis oleh Frisilia, Ike ,
2021:

1. Populasi

Penelitian ini dilakukan di Unit Hemodialisis RSUD Panembahan Senopati Bantul pada tanggal 13-18 Juni
2019. Pengambilan sampel dilakukan dengan teknik purposive sampling dan didapatkan jumlah sampel
sebanyak 62 orang. Adapun kriteria sampel yang ditetapkan yaitu pasien GGK yang menjalani hemodialisis di
RSUD Panembahan Senopati Bantul, berusia lebih dari 18 tahun, beragama (bukan ateis), dapat
berkomunikasi, tidak memiliki masalah pendengaran, dan dapat membaca, serta menjalani hemodialisis 2 kali
seminggu.

2. Metode
Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif-analitik. Pengumpulan data
menggunakan kuesioner Spiritual Well-Being Scale (SWBS) yang dikembangkan oleh Ellison &
Paloutzian.SWBS terdiri atas 20 unit pertanyaan dengan total skor antara 20-120. Semakin tinggi skor,
menunjukkan bahwa semakin tinggi pula tingkat kesejahteraan spiritual responden. SWBS terdiri atas 2
domain yaitu Religious Well-Being (RWB) yang merujuk pada rasa kesejahteraan dalam hubungannya dengan
Tuhan dan Existential Well-Being (EWB) yang merujuk pada makna, tujuan, dan kepuasan hidup
seseorang.Instrumen SWBS telah dilakukan uji validitas dan reliabilitasnya oleh Putri pada tahun 2017.Nilai
validitas instrumen rhitung (0,449-0,827) lebih besar dari rtabel (0,361) dan nilai Cronbach’s alpha 0,865.23
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat, persentase dilakukan untuk menggambarkan
karakteristik demografi, yang ditampilkan dalam bentuk distribusi frekuensi. Sementara kesejahteraan spiritual
menggunakan mean dan standar deviasi (SD) karena data terdistribusi normal. Analisis bivariat digunakan
untuk mengetahui gambaran kesejahteraan spiritual berdasarkan karakteristik responden, yaitu menggunakan
uji One-way ANNOVA dan uji t tidak berpasangan dengan p<0,05 dikatakan signifikan.

Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik penelitian dari Komite Etik Fakultas Kesehatan Universitas
Jenderal Achmad Yani Yogyakarta dengan nomor: Skep/050/KEPK/V/2019 yang dikeluarkan pada 13 Mei
2019. Semua responden dalam penelitian ini telah menandatangani informed consent.

3. Kesimpulan
Kesejahteraan spiritual responden bernilai 91,58±10,47 dalam rentang skor 20-120. Berdasarkan
karakteristik reponden, tidak ada perbedaan kesejahteraan spiritual berdasarkan usia (p=0,691), jenis kelamin
(p=0,355), status pernikahan (p=0,107), status pekerjaan (p=0,141), tingkat pendidikan (p=0,549), dan lama
hemodialisis (p=0,300).
Berdasarkan penelitian ini, skor RWB (47,47±6,30) lebih tinggi dari skor EWB (44,11±5,19) dengan selisih
rerata 3,35. Hal ini menunjukkan bahwa, pasien GGK yang menjalani hemodialisis di RSUD Panembahan
Senopati Bantul, memiliki rasa kesejahteraan dalam hubungannya dengan Tuhan, lebih tinggi daripada
pandangan responden pada tujuan, makna, dan kepuasan hidup. Hasil ini juga didukung penelitian Musa et al.
14 pada 218 pasien hemodialisis yang mendapatkan hasil skor RWB lebih tinggi daripada skor EWB, dengan
selisih mean 6,20. Lebih tingginya domain RWB disebabkan dimensi ini merupakan dimensi yang penting
bagi pasien hemodialisis selama menderita penyakit.
Hasil penelitian ini menunjukkan kesejahteraan spiritual pasien GGK yang menjalani hemodialisis perlu
ditingkatkan. Perawat diharapkan dapat meningkatkan pemberian perawatan spiritual untuk membantu pasien
mencapai kesejahteraan spiritual yang tinggi. Kesejahteraan spiritual yang tinggi dapat meningkatkan perasaan
positif pada kesejahteraan fisik dan emosional. Perawatan spiritual dapat melalui komunikasi terapeutik,
mendengarkan aktif, empati, dan memfasilitasi pasien untuk mengekspresikan spiritualnya (misal: berdoa
sebelum proses penatalaksanaan hemodialisis).Penelitian mengenai intervensi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan spiritual penting untuk dilakukan.
Penelitian ini menemukan tidak adanya perbedaan kesejahteraan spiritual berdasarkan gender. Hasil
penelitian ini berbeda dengan beberapa penelitian lain yang menemukan bahwa kesejahteraan spiritual pasien
GGK yang menjalani hemodialisis lebih tinggi pada perempuan di antaranya penelitian Musa, Pevalin, & Al
Khalaileh pada 218 pasien hemodialisis di Jordan, penelitian Ebrahimi et al pada 72 pasien hemodialisis di
Iran, dan Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea. Ozorak dalam Luqman et al. berpendapat bahwa
perempuan dan laki-laki menganut skema hubungan yang berbeda dalam menggambarkan hubungan mereka
dengan Tuhan dan komunitas agama. Wanita lebih fokus pada koneksi pribadi dengan Tuhan dan anggota
komunitas agama mereka. Hal ini sesuai dengan penelitian Shahgholian & Dehkordi pada 96 pasien
hemodialisis di Iran (p=0,28) dan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,093).
Kesejahteraan spiritual responden tidak berbeda berdasarkan status pernikahan.
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian Taheri & Kharameh pada 95 pasien hemodialisis di Iran
dan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea yang mendapatkan hasil kesejahteraan
spiritual lebih tinggi pada status menikah. Pasien hemodialisis yang sudah menikah memiliki dukungan sosial
yang lebih tinggi dibanding pasien yang belum menikah. Dukungan sosial membantu sesorang untuk
melakukan strategi koping terhadap masalah akibat penyakit dan membantu seseorang untuk beradaptasi
dengan pengobatan, sehingga meningkatkan kepuasan hidup.
Hasil penelitian ini sesuai dengan Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,201).
Berdasarkan status pekerjaan, kesejahteraan spiritual responden tidak berbeda signifikan. Hasil penelitian ini
berbeda dengan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis dan penelitian Musa et al. pada 218 pasien
hemodialisis, yang mendapatkan hasil bahwa kesejahteraan spiritual lebih tinggi pada responden yang bekerja
dibanding responden yang tidak bekerja.
Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,482).
Hasil penelitian menunjukkan tidak ada perbedaan kesejahteraan spiritual responden berdasarkan tingkat
pendidikan. Penelitian ini tidak sesuai dengan penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea
yang mendapatkan hasil kesejahteraan spiritual lebih tinggi. Notoatmojo menyebutkan bahwa tingkat
pendidikan memengaruhi perilaku seseorang dalam mencari perawatan dan pengobatan penyakit yang
dideritanya, serta memilih dan memutuskan tindakan yang tepat untuk mengatasi masalah kesehatannya.Tidak
ada perbedaan kesejahteraan spiritual responden yang menjalani hemodialisis berdasarkan lama hemodialisis
yang sudah dijalani. Penelitian Ginieri-Coccosis et al. yang dilakukan pada 144 pasien GGK menyimpulkan
bahwa pasien dengan terapi hemodialisis >4 tahun, memiliki kualitas hidup yang lebih rendah pada dimensi
kesehatan fisik, hubungan sosial, serta keseluruhan kesehatan mental. Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian Song & Oh pada 146 pasien hemodialisis di Korea (p=0,165).
Tidak adanya perbedaan bermakna kesejahteraan spiritual berdasarkan karakteristik responden dapat
disebabkan adanya faktor lain yang memengaruhi kesejahteraan spiritual pada pasien GGK yang menjalani
hemodialisis dan tidak diteliti dalam penelitian ini. Meskipun demikian, dengan melihat adanya perbedaan
kesejahteraan spiritual pada setiap karakteristik responden membantu perawat dalam memahami kesejahteraan
spiritual yang beragam pada setiap karakteristik pasien.

B. Hubungan hasil penelitian dengan kondisi riil di lapangan

Kondisi di lapangan dalam hal ini adalah PICU RSUP Dr. Sardjito yang merawat pasien salah satunya
dengan gagal ginjal yang menjalani hemodialisis. Perawat di PICU RSUP Dr Sardjito sudah memberikan
perawatan spiritual pada pasien gagal ginjal yang menjalani hemodialisis dengan komunikasi terapeutik,empati,
mendengarkan aktif terhadap pasien maupun keluarga dan memfasilitasi kebutuhan spiritual pasien dan keluarga
misalnya untuk berdoa sebelum menjalani prosedur hemodialisis.

Perawat diharapkan dapat mempertahankan pemberian perawatan spiritual untuk membantu pasien
meningkatkan kesejahteraan spiritual yang dimiliki salah satunya kepada pasien dengan gagal ginjal yang
menjalani hemodialisis.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1.1 KESIMPULAN
Berdasarkan pengkajian pada An. N dengan gagal ginjal akut didapatkan
empat diagnose keperawatan yaitu :

1. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan


ventilasi perfusi

2. Hipervolemia berhubungan dengan gangguan mekanisme regulasi

3. Perfusi renal tidak efektif berhubungan dengan disfungsi ginjal

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay


dan kebutuhan oksigen

4.1.2 SARAN

4.1.3 Bagi Penulis


Dalam melaksanakan praktek diharapkan menguasai konsep dasar materi
yang dibahas dan menyesuaikan dengan keadaan di lapangan praktek
sehingga dapat memperkaya wawasan berpikir penulis tentang asuhan
keperawatan pada anak dengan gagal ginjal kronik.
4.1.4 Bagi Institusi
Diharapkan dapat memperbanyak fasilitas dalam proses pendidikan dan
melengkapi perpustakaan dengan buku-buku keperawatan khususnya buku
tentang asuhan keperawatan pada anak dengan gagal ginjak kronik.
4.1.5 Bagi Rumah Sakit
Untuk pihak rumah sakit khususnya perawat, dalam memberikan asuhan
keperawatan pada pasien dengan gagal ginjal kronik diharapkan dapat
melakukan setiap tindakan sesuai dengan intervensi yang telah direncanakan,
dan memberikan edukasi kepada pasien dan keluarga tentang penyakit gagal
ginjal kronik sehingga pasien dan keluarga dapat berpartisipasi dalam
program pengobatan.
DAFTAR PUSTAKA

Bulechek GM, Butcher HK, Dochterman JM, Wagner CM. 2016. Nursing
Interventions Classification. Edisi Keenam. Indonesia.

Harrison. 2013. Nefrologi Dan Gangguan Asam-Basa. Cetakan 2. Jakarta : EGC.


Herdman H, Kamitsuru S. 2016. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi.
Edisi 10. Jakarta : EGC.

Infodatin. 2017. Situasi Penyakit Ginjal Kronis. Jakarta Selatan.


Lemone P, Burke KM, Bauldoff G. 2017. Keperawatan Medikal Bedah Gangguan
Eliminasi. Edisi 5. Jakarta : EGC.

Margareth TH, Rendy CM. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Cetakan 1. Yogyakarta : Nuha Medika.

Moorhead S, Johnson M, Maas ML, Swanson E. 2016. Nursing Outcomes


Classification. Edisi Kelima. Indonesia.

Nurarif AH, Hardhi K. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda NIC-NOC. Jilid 1. Yogyakarta : Media Action.

Pranata AE, Prabowo E. 2014. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan. Cetakan


Pertama. Yogyakarta : Nuha Medika.
Price SA, Wilson LM. 2012. Patofisiologi. Edisi 6. Volume 2. Jakarta : EGC.
Rudolph AM, Hoffman JIE, Rudolph CD. 2014. Buku Ajar Pediatri. Edisi 20.
Jakarta
: EGC.

Wong LD, Wilson D, Winkelstein ML. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik.
Volume 2. Jakarta : EGC.

Wong LD, Kasprisin CA, Hess CS. 2012. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik.
Edisi 4. Jakarta : EGC.

....... 2018. Buku Register Ruang Kenanga RSUD. Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

Anda mungkin juga menyukai